PROCEEDING
Page 1 of 278
SAMBUTAN PANITIA
Page 2 of 278
Assalamu 'alaikum warrahmatullohi
wabarakatuh.
Simposium kali ini diadakan dalam rangka 30 tahun Jumeneng Dalem Sri Sultan
Hamengku Buwono X dalam hitungan masehi. Sekaligus juga menandai diserahkannya bentuk
digital naskah-naskah Keraton Yogyakarta yang telah 207 tahun berada di Inggris.
Keraton sendiri sebagai pusat kebudayaan tentu tidak pernah berhenti untuk
memproduksi maupun mereproduksi ilmu pengetahuan. Hingga saat ini, karya-karya keraton
dalam bentuk Serat, Babad, atau Catetan Werni-Werni masih terus dipelihara dan
diaktualisasikan melalui berbagai aktifitas seperti Waosan Macapat dan rekonstruksi tari.
Namun, tentu tidak bisa dipungkiri bahwa ada mata rantai yang terputus, sejak Peristiwa
Geger Sepehi hingga bangkit kembalinya tradisi penulisan naskah di Keraton Yogyakarta.
Dalam ilmu arsitektur misalnya, kita kehilangan catatan mengenai sumber tata ruang
Yogyakarta yang didesain simetris dan melahirkan apa yang kita kenal sebagai sumbu filosofi.
Begitu juga di dalam ilmu geologi, Yogyakarta sering kali "berdialog" dengan gempa bumi
dan erupsi Merapi, namun seolah tidak memiliki catatan apapun mengenai apa yang kita kenal
dengan mitigasi bencana dalam perspektif kearifan lokal. Maka Serat Primbon "Palindhon,
Page 3 of 278
Palintangan lan Pakedhutan" yang ada dalam salah satu daftar dari 75 naskah digital di
British Library, tentu menarik untuk dikaji.
Atas nama panitia, kami mohon maaf apabila tidak bisa memenuhi harapan banyak
pihak. Termasuk pendaftaran peserta yang harus kami batasi dengan sistim registrasi online
yang hanya bisa mengakomodasi 500 orang setiap hari, menyesuaikan kapasitas maksimal
ruangan.
Harapan kami, simposium kali ini akan dapat dijadikan wahana bagi para akademisi,
praktisi, peneliti dan pemerhati dalam bertukar pikiran untuk mengidentifikasi dan merangkai
kembali jejak-jejak pengetahuan warisan para leluhur yang sempat hilang catatannya.
Akhir kata, terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan dari Ngarso Dalem Sri Sultan
Hamengku Buwono X, para pembicara, peserta, panitia dan segenap pengisi acara Simposium
Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta. Selamat mengikuti seluruh rangkaian acara,
dan semoga apa yang kita laksanakan hari ini dapat bermanfaat bagi kemajuan kita ke depan.
Amin.
Terimakasih.
Page 4 of 278
DAFTAR ISI
Page 5 of 278
DAFTAR ISI
‘Dia Yang Menyerah’ – Zaman Inggris dalam pandangan seorang Pangeran Sastrawan Yogya
Oleh: Peter Carey 26
Raffles, Naskah Kitab Hukum, dan Rekayasa Sosial Terhadap Penduduk Jawa Tahun 1814
Oleh: Hazmirullah 41
Persepsi Orang Jawa terhadap Napoléon Bonaparte berdasarkan Manuskrip Naskah Serat
Napoliyun Karya Sultan Hamengku Buwono VI
Oleh: Prof. Djoko Marihandono 69
The Collectie Moens: Dialektika Produksi Naskah dan Budaya Rural Yogyakarta Awal Abad
ke-20
Oleh: Salfia Rahmawati 138
Melacak Jejak Pakēliran Wayang Gēdhog Gaya Yogyakarta: Upaya Rekonstruksi dan
Revitalisasi Pertunjukan Melalui Pembacaan Naskah-naskah Lama
Oleh: Rudy Wiratama 197
Variasi Sistem Pengobatan Tradisional dalam Naskah Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi
Oleh: Fransisca Tjandrasih Adji 222
The Ideas of Totality and Levels in the Application Javanese Reckoning System in Kraton
Yogyakarta
Oleh: Revianto Budi Santosa 232
Gempa dan Gerhana dalam Teks Serat Primbon Palintangan Palindhon Pakedutan
Oleh: Ghis Nggar Dwiadmojo 241
Page 7 of 278
Page 8 of 278
Sesi I: Sejarah
Moderator
Pemakalah
Page 9 of 278
Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan Fellow Emeritus di Trinity College,
Oxford.
Moderator
Page 10 of 278
meneruskan Program Doktor (S3) Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran dan
Ethnolinguistic Universite de La Rochelle, Perancis. Aktif menulis berbagai buku dan
publikasi lainnya, salah satunya turut menulis "Ensiklopedia Jawa Barat: Alam, Masyarakat,
dan Budaya" (Mata Bangsa)
Pemakalah
Page 11 of 278
Salfia Rahmawati, lahir di Sukoharjo tahun 1992, lulus
dari Program Sarjana Sastra Jawa Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (2014) dan
Program Master Antropologi Universitas Gadjah Mada
(2018). Telah sering menjadi pembicara berbagai seminar
dan konferensi, juga menulis berbagai publikasi seperti
"Serat Narasawan (AS75) - Studi Filologi Naskah Jawa
1930an" (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) dan
“Fenomena Bestialitas dalam Cerita Jawa 1930-
an” (Yayasan Obor).
Moderator
Page 13 of 278
Pascasarjana UGM. Pada 2006, pernah mengikuti Kursus Pedalangan Pasinaon Dhalang ing
Mangku Nagaran (PDMN). Saat ini menjabat sebagai Sekretaris PEPADI (Persatuan
Pedalangan Indonesia) Komisariat Kota Surakarta dan menjadi asisten dosen pada Mata
Kuliah Pengantar Kebudayaan Indonesia dan Macapat pada Prodi Sastra Jawa Fakultas Ilmu
Budaya UGM.
Moderator
Page 15 of 278
SESI I
SEJARAH
Page 16 of 278
Kolonialis – Imperialis Raffles – Inggris VS Belanda – Prancis Memperebutkan
Jawa Nusantara : Sebuah Catatan dalam Rangka 30 Tahun Hamengku Buwono
X Sebagai Sultan Gubernur DIY Yogyakarta
sangatlah sedikit kalau ada. Tentu saja saya tidak bisa berbuat apa-apa.
Ketika itu Ketua jurusan meminta saya
Tetapi saya pribadi, ketika tahun akhir untuk memilih permasalahan yang lain, yang
dari masa kuliah saya di Jurusan Sejarah, “benar-benar sejarah”. Saya pun
1974-1975 memang memiliki cerita yang melakukannya – berjarak satu bulanan
mungkin dapat dikatakan uniek? Ibu Dra. setelah yang pertama – dan proposal kedua
Page 17 of 278
saya serahkan kepada Ketua jurusan. bahwa Kerajaan Belanda tidak saja hanya
Seminggu kemudian setelah penyerahan sebagai wilayah taklukan Prancis, melainkan
proposal itu saya dipanggil oleh Ketua sungguh-sungguh merupakan bagian dari
jurusan sejarah. Kembali saya harus Prancis (Tim Hannigan, Raffles dan Invasi
“kecewa”, karena ternyata Bapak Prof. Inggris Ke Jawa, KPG/(Kepustakaan
Sartono kembali menyatakan Populer Gramedia), Jakarta, 2017, hal. 25).
ketidaksetujuannya. Alasannya nanti akan
Dengan tindakan Prancis itu, maka
“kesulitan” untuk mendapatkan bahan-bahan
pimpinan Perusahaan Hindia Timur Inggris
pembahasannya, baik dokumen arsip
tidak mau melihat Prancis mengambil
maupun yang berupa buku-buku.
wilayah rempah- rempah dan terbayangkan
Permasalahan yang saya ajukan pada
harta karun milik raja-raja yang kaya raya
proposal kedua itu adalah tentang Kebijakan
itu. Karena itu Komite Rahasia Perusahaan
Raffles Berkaitan dengan Pajak Tanah.
Hindia Timur Inggris memerintahkan untuk
Penolakan proposal itu dengan mengusir Belanda dari Jawa. Untuk maksud
sendirinya saya harus mencari bahan-bahan itu, pada 31 Agustus 1810 Dewan
yang lain untuk proposal yang ketiga. Dan Perusahaan India Timur Inggris menyurat
sejak penolakan itu, dapat dikatakan: saya kepada Lord Minto, Gubernur Jenderal
“melupakan periode penguasaan kolonialis- Inggris di India, yang menyatakan
imperialis Inggris di Indonesia; paling- persetujuannya mengenai gagasan perlunya
paling yang saya ingat adalah karya utama mengusir musuh dari pemukiman mereka di
Raffles The History of Java; sekarang sudah pulau Jawa dan dari setiap tempat lain yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. mereka tempati di Perairan Timur. Musuh
yang dimaksud itu tidak lain adalah Prancis
Penguasaan Inggris atas wilayah Jawa-
– Napoleon yang telah menduduki Belanda.
Nusantara, tidaklah dapat dilepaskan dengan
Dalam kaitan itu, menurut sejarawan
situasi yang berkembang di Eropa. Inggris
Belanda, Vlekke “Aneksasi Belanda ke
dan Prancis menjadi dua negara kerajaan
dalam imperium Napoleon dan usaha
yang menjadi musuh tak terelakan.
Daendels mengorganisir kekuatan militer
Napoleon Bonaparte terus berusaha untuk
Hindia Belanda adalah penyebab langsung
meng-konsolidasikan kekuatan-kerajaannya,
serangan Britania atas wilayah luar negeri
dan untuk itu kaisar yang “bertubuh kecil
Belanda yang terakhir.” (Bernard H.M.
ini, memang bermimpi untuk menjadi yang
Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, KPG
terkuasa; ia kemudian menganeksasi
(Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta,
Kerajaan Belanda dan mengangkat adik laki-
2018, hal. 238).
lakinya Louis, sebagai raja Belanda. Dengan
tindakannya itu, maka ia menyimbolkan
Page 18 of 278
Di mata para petinggi – Direktur tidak mendapat bantuan dari raja-raja Jawa.
Perusahaan Inggris prospek menyerang Jawa Kekalahan Belanda-Prancis tak dapat
tidaklah menarik. Mereka tidak mau dihindari dan pada 18 September 1811
memperoleh kedaulatan atas Jawa, karena penyerahan kekuasaan kepada Lord Minto
mereka sangat memandang rendah nilai ditandatangani. Jawa, dan semua
ekonomis pulau itu (Ibid.). Kalau begitu bawahannya, Timor, Makassar dan
mengapa para petinggi Perusahaan Inggris Palembang menjadi wilayah pendudukan
pada akhirnya menyepakati gagasan Lord Inggris.
Minto, Gubernur Jenderal di India itu ?
II. Ketika Urutan Kursi Tempat Duduk
Vlekke memberikan keterangannya:
Menjadi Persoalan
“Pemerintah Britania ingin melakukan
Di tengah-tengah situasi kritis pada
ekspedisi itu karna alasan strategis, tapi
awal pendudukan Jawa- Yogyakarta oleh
walaupun dapat mengklaim Jawa untuk
Raffles-Inggris, maka terjadi persoalan
tahta Britania, ia tidak tertarik
posisi tempat duduk ketika Raffles (akan)
menduduki pulau itu secara permanen.
masuki ruang-Istana Sultan. Salah satu
Karena itulah serangan itu dirancang
sumber memberikan gambaran-illustratif,
sebagai ekspedisi penghukuman untuk
sebagai berikut
mengusir musuh dari semua permukiman
mereka, menghancurkan semua benteng “Pendatang baru itu hanya merupakan
mereka, merampas semua gudang senjata antek Minto, dan sepengetahuan mereka,
dan amunisi, demi pengembalian semua dalam susunan pangkat kolonial, pangkat
per-mukiman itu ke tangan penduduk berikutnya setelah Gubernur Jenderal
asli” (Ibid, hal. 239). adalah residen, orang yang mungkin
sekadar pemimpin beberapa kampung
Dengan dukungan yang demikain Lord
terpencil. Mengatur supaya orang
Minto, Leyden dan Raffles dengan kekuatan
semacam itu bisa duduk dengan kepala
yang dapat dikatakan “sangat besar” –
lebih tinggi daripada Sultan adalah
hampir 100 kapal dengan 12000 serdadu,
mustahil. Ketimbang ujian untuk
berlayar dari Malaka dan pada 3 Agustus
keberanian Raffles, penataan kursi itu
1811, dia muncul di Batavia (Ibid., 242).
lebih mungkin merupakan satu-satunya
Dengan kekuatan yang demikian itu, Jansen,
pilihan jelas yang tersedia bagi pejabat
Gubernur Jenderal Belanda-Prancis yang
istana manapun yang menyusunnya.
menggantikan Daendels, tentu saja tidak
Karena berani mengeluh dengan
dapat mengatur pasukannya untuk
keterlaluan, maka yang “berperilaku
menghadapi kekuatan perang Lord Minto –
Inggris yang demikian besar. Apalagi Jansen
Page 19 of 278
kurang ajar” adalah Raffles bukan ditampakkan oleh Sultan, kesabaran yang
Sultan”(Op. Cit., hal. 143). luar biasa (Ibid., hal 144). Keris kembali
masuk ke sarung dan tempat duduk diatur
Tim Hannigan melanjutkan keterangan
kembali, dan Raffles berhasil lolos dengan
tentang tingkah laku Raffles di dalam Istana
ego yang semakin membesar (Ibid.). Tapi
Kesultanan Yogyakarta, dalam ungkapan
hasil dari kesabaran raja Jawa-Yogyakarta
“Tidak jelas apa alasan dia bertindak adalah ditandatanganinya kesepakatan atas
seperti itu, berdiri memandang dengan pengakuan terhadap Sultan yang memiliki
Tentu saja tingkah laku yang Inggris yang berlangsung “amat singkat”
pendudukan atas kerajaan yang bermartabat kolonialis, telah terjadi situasi yang dapat
dengan etika, tata cara kehidupannya yang disebut tragedi dan konflik di lingkungan
baku dan khas, telah dicederai secara Kraton Yogyakarta. Suatu adegan
terbuka, di depan orang banyak. Para diceritakan sendiri oleh Pangeran Kerajaan
Page 21 of 278
Kalau dilihat dari kekuatan dan menganggap kita sebagai orang yang
pengalaman yang dimiliki pasukan-pasukan kurang berkuasa daripada Pemerintah
Inggris yang digunakan untuk melakukan (Napoleon) yang mendahului kita, dan
tindakan “penghukumannya” terhadap demi ketenangan Negara, kita sangat
Belanda-Prancis di Hindia dan untuk perlu mengajar dia untuk berfikir
menduduki Kerajaan-kerajaan Jawa – sebaliknya. (Tim Hannigan, Op.Cit., hal.
termasuk Kesultanan Yogyakarta – maka, 184).
setidaknya menurut penglihatan-
Dengan alasan: “mengajar dia untuk
pengetahuan saya,– Raffles tidak perlu
berfikir sebaliknya itu” dalam arti untuk
melakukan penyerangan kekerasan dengan
menunjukkan bahwa Raffles-Inggris lebih
kekuatan besarnya itu. Karena pasukan-
berkuasa daripada Belanda-Prancis
pasukan Belanda-Prancis yang ketika itu
(Napoleon) yang lebih dahulu menguasai
dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jansen,
Jawa- Yogyakarta, maka Raffles-Inggris
pengganti Herman Daendels walaupun
menghukum Belanda-Prancis-Sultan
jumlahnya cukup besar, demikian pula
Yogyakarta dengan kekerasan. Dan tindakan
dengan pasukan-pasukan Kraton Jawa-
kekerasan penghukuman yang dilakukan
Yogyakarta, tidaklah sebanding dengan
oleh pasukan Raffles-Inggris itu telah
kekuatan dan pengalaman pasukan-pasukan
berhasil, karena memang pasukan-pasukan
milik Kraton. Tetapi, tampaknya, ada alasan
Inggris memporak-porandakan kekuatan
Raffles untuk melakukan penggunaan
pasukan Belanda-Prancis dan Kesultanan
kekuatan kekerasan dalam pendudukan –
Jawa-Yogyakarta. Kejadian penghukuman
penghukuman terhadap Kerajaan Jawa-
yang dilakukan oleh Inggris itu telah
Yogyakarta. Alasan itu diungkapkan sendiri
diceritakan dengan “bagus-lugas” oleh
oleh Raffles dalam suratnya kepada
Pangeran Panular di dalam babad yang
atasannya, Lord Minto
ditulisnya dalam tahun-tahun keberadaan
“Mungkin ada berapa motivasi yang Inggris di Jawa-Nusantara (untuk isi dari
berperan dalam keinginannya untuk babad ini, lihat Peter Carey, Inggris di Jawa
mendominasi. Kepraktisan tentu salah 1811-1816), passim.
satunya: rencana Raffles untuk Jawa itu
III. Jarahan Harta Karun Oleh Pasukan
luas dan ambisius, dan keberadaan
Inggris
sepasang raja yang saling cemburu dan
terikat protokol mungkin dapat Dalam kaitan sub judul ini, bagus dan
mengganggu reformasi besar – dan berguna untuk mengutip gambaran yang
berpotensi. Juga ada harga diri nasional. diberikan oleh Tim Hannigan:
Meski tampak aneh, tulis Raffles kepada
Minto, “Sultan (Yogyakarta) jelas
Page 22 of 278
“Namun meski terdapat aura birahi yang atas lainnya menyuruh staf mereka menjarah
besar, pada 20 Juni di Yogyakarta, baik atas nama mereka; barang jarahan pribadi
pusaka India maupun Inggris sebagian kolonel senilai £15.000 dalam bentuk emas,
besarnya tidak melecehkan perempuan: perhiasan, dan uang (setara sekitar setengah
“Nafsu kekayaan mengalahkan nafsu juta poundsterling dengan hitungan uang
birahi”. Tidak ada pemerkosaan namun sekarang), sedangkan Raffles membayar
terjadi banyak perampokan, dan ketika tunai untuk artefak curian dan dia serta
merampok mereka benar-benar Crawfurd dengan antusias memulai
mengamuk. Di sekitar Bangsal Kencono, pencurian akademis besar-besaran,
para putri dan selir dirampas pendekatan India Jones untuk penelitian
perhiasannya. Sarung dan kebaya sejarah: mereka mencuri seluruh arsip
disobek bukan karena pelecehan seksual Keraton, setiap naskah yang dijilid, setiap
melainkan untuk mendapatkan harta tulisan di daun lontar, setiap babad, setiap
karun yang mungkin disembunyikan teks dalam bahasa Kawi, Jawi, Arab, dan
dibaliknya – dan di seluruh kota, pesta Sangsekerta. Dan yang disuruh-paksa
penjarahan terjadi. Rumah-rumah menjadi kuli pengangkut jarahan- jarahan
digeledah, pintu ditendang dan semuanya mereka ialah, mereka, para Pangeran, abdi
diambil, pasukan berseragam merah dalam, melintasi Alun-Alun menuju
Inggris tampaknya hampir sepenuhnya benteng. (Ibid., 224).
tak terkendali dalam melakukan
Ada hal yang menarik dengan tindakan
penjarahan: mereka sampai mengeruk
penjarahan yang dilakukan oleh pasukan
parit, menghancurkan lemari, menuruni
pada ketika itu. Dalam pertempuran-
sumur, dan bahkan membongkar lantai
penyerangan Inggris terhadap Yogyakarta itu
agar tidak ada harta karun kecil luput dari
memang tidak ada seorang pun anggota
perhatian mereka (hal. 223).
pasukannya yang gugur. Tetapi ketika
Ketika Inggris telah berhasil penjarahan terjadi, maka salah seorang
menduduki Yogyakarta tampak memang anggotanya mati di dalam penjarahan itu; ia
mereka “teringat” akan kekayaan raja-raja adalah Letnan Hector MacLean dari kompi
kesultanan timur yang digambarkannya senapan ke-14. Sang Letnan ikut penjarahan
sebagai harta karun. Ketika penjarahan itu yang liar, dan ketika memasuki keputren ia
dilakukan oleh pasukan-pasukan bertemu dengan seorang perempuan
rendahannya, para anggota senior bukannya kerajaan yang gemetar, sendirian dan rapuh.
menghentikan penjarahan yang dilakukan, Saat itulah sang Letnan memutuskan untuk
malah sebaliknya, anggota senior melampiaskan nafsu bejatnya dengan
rombongan Inggris itu turut serta dengan perempuan yang ketakutan itu. Tetapi
bersemangat. Gillespie dan pemimpin kelas walaupun dalam keadaan ketakutan,
Page 23 of 278
perempuan Keraton itu telah menyiapkan kembali diturunkan dari tahta. Putera
keris untuk membela diri – tentu Mahkota ditempatkan di tempat duduk di
tersembunyi – dalam situasi kritis yang panggung di sebelah – bukan di atas –
dihadapinya. Dan terjadilah situasi kritis itu, Thomas Stamford Raffles” (Ibid., hal.
karena sang Letnan setelah menjarah harta, 225).
ia juga berniat dan bertindak untuk
Di dalam pelantikan itu, para petinggi
memperkosanya. Dan dalam situasi kritis
– penguasa Inggris, tampak tampil sebagai
yang mengancam harga dirinya, sang
pemenang yang “berhak menghinakan siapa
perempuan keraton mengambil kerisnya dan
pun”, termasuk petinggi dan keluarga
menusuk leher sang Letnan. Ia meninggal
Kesultanan Yogyakarta.
bersama dengan nafsu jahatnya, walaupun
komandannya memberikan “harga tinggi”, “Raffles berdiri tegak seperti seorang
sebagai orang yang “bersemangat dan Kaisar Romawi. Crawfurd mengawasi
berjasa” (Ibid., hal. 224). panggung seperti pembawa acara, dan
tujuannya menjadi jelas ketika paman
Hal yang juga perlu dicatat ialah
kerajaan yang pertama menaiki
pengangkatan Sultan Hamengku Buwono
panggung. Sebagai adik sultan yang baru
III. Pada Minggu, 21 Juni, Putera Mahkota
diturunkan, pangeran itu bersikap benar
secara resmi disetujui menjadi Sultan
ketika memberi penghormatan terhadap
Yogyakarta. Pengumuman persetujuan itu
orang sederajat kepada sultan yang baru,
dilakukan pada saat para penjajah masih
namun Crowfurd menghendaki
beraksi. Dan di tengah-tengah upacara itu,
kepatuhan total terhadap raja boneka
terjadi hal yang sangat tidak pantas
Inggris baru tersebut. Menjulang lebih
dilakukan; tetapi tampak hal itu dilakukan
tinggi dari laki-laki itu, Crowfurd
untuk menunjukkan kuasa “pemerintah”
memerlukan sang paman berlutut dan
pendudukan Inggris atas Kesultanan
mencium lutut sultan baru, seolah-olah
Yogyakarta”.
keponakannya itu orang yang lebih
“Ada pernyataan bangsa akan kejayaan tua” (Ibid., hal. 226).
militer Inggris dan pengumuman
Tentu saja tingkah laku sang Residen
mengenai keadilan dan belas kasih
yang demikian angkuh, sangat menghinakan
pemerintah Inggris, dibacakan dalam
keluarga Kerajaan Jawa dengan segala
bahasa Inggris dengan diterjemahkan
(nilai) adat- istiadatnya yang “tabu”
dalam bahasa Jawa, dan pengumuman
dilanggar. Crawfurd tidak berhenti dengan
yang menyatakan bahwa sultan lama
tindakan penghinaannya itu.
(yang masih terkunci di dalam benteng
dan siap dibuang ke pos Raffles, Tenang)
Page 24 of 278
“Sesudah menyelesaikan tindakan hina beradab – melangkahi kesopanan bangsa dan
yang tidak sesuai itu, sang paman yang kerajaan Inggris sendiri.
lalu bangkit pelan-pelan dan menghadap
Tentu saja kita berkumpul di sini, walau salah
Raffles. Membungkuk dengan hormat,
satu topik utamanya adalah tentang
dia mengulurkan tangan untuk memberi
pemerintahan Inggris di Jawa-Nusantara,
salam ala Eropa, namun Crawfurd yang
1811-1816, tetapi pada hari ini yang jauh lebih
berdiri memperhatikan di belakangnya
penting adalah meletakkan Daerah Istimewa
menggeram marah. Crawfurd
Kesultanan/Propinsi Yogyakarta sebagai bagian
mencengkeram tengkuk sang Pangeran,
dari NKRI dan melanjutkan hidup bersama
memaksanya berlutut, dan mendorong
sebagai warga-bangsa tetap merdeka di hari
wajah Pangeran ke lutut Letnan
depan.
Gubernur yang bercelana
panjang.” (Ibid.). Kini, 30 tahun yang lalu, Sultan
Hamengkubuwono X telah memulai peran
IV. Penutup: Kini, 30 Tahun Yang Lalu,
baru sebagai sultan dari sebuah kerajaan
Untuk Sebuah Masa Depan di dalam
yang diakui keberadaannya, dalam rangka
Republik Indonesia
negara Republik Indonesia. Beliau tidak
Secara sengaja saya mengungkap- hanya sultan yang menduduki singgasana
bicarakan persoalan-persoalan sejarah kesultanannya, melainkan juga adalah
tingkah laku tindakan “penghukuman” seorang Gubernur dari sebuah Propinsi di
terhadap Belanda-Prancis yang dilakukan dalam wadah Republik, bangsa Indonesia
oleh Inggris-Raffles dalam jarak waktu ±5 yang Proklamasi Kemerdekaan bangsanya
tahun. Dan dalam penglihatan saya, Inggris- pada tanggal 17 Agustus 1945 dan
Raffles-Crawfurd tidaklah menghukum menjadikan NKRI pada tanggal 18 Agustus
kepada Belanda-Prancis-Napoleon, 1945 dengan dasar negara Pancasila.
melainkan yang justru mengalami tindakan
Dengan posisinya yang seperti itu,
penghukuman itu adalah Kesultanan
maka yang terhormat Sultan
Yogyakarta. Pasukan- pasukannya porak-
Hamengkubuwono X mempunyai posisi
poranda, wilayah Kerajaannya terbelah dan
yang tidak saja khas, uniek, melainkan juga
Sultan – walau mereka yang mengangkatnya
mengandung kenyataan yang rumit. Karena
– bersama keluarganya, mengalami
dalam hidup sehari-harinya dan menjalankan
penghinaan di luar batas kesopanan; tidak
tugas pengabdiannya, “wajahnya, tingkah
hanya melanggar kesopanan kesultanan
lakunya” bersifat mendua. Di satu pihak
Yogyakarta, melainkan juga – kalau mereka
beliau adalah sultan dari sebuah kerajaan
mengaku memiliki kesopanan manusia
yang menjalankan kehidupannya lebih dari
Page 25 of 278
seratus tahun, yang mengatur kehidupan Hamengkubuwono X akan terus berjalan
bersama warganya berdasarkan ketentuan- bersama takdir dan rakyatnya, menuju
ketentuan aturan kerajaan. Di lain pihak bangunan kehidupan yang selalu lebih baik
beliau adalah Gubernur dari sebuah Propinsi dan lebih baik. Selama 30 tahun yang lalu
dalam wilayah Republik Indonesia yang sampai kini, tentu sultan telah berusaha
harus menjalankan tugas pengabdiannya dengan sekuat kemampuan yang
untuk NKRI dengan aturan- aturan dimilikinya, bersama rakyat Yogyakarta dan
perundang-undangannya yang berlaku sama rakyat Indonesia, berjalan ke depan dengan
dengan Propinsi- propinsi lainnya di dalam kekuatan yang ditopang oleh sebuah
wilayah NKRI. kepercayaan bersama rakyatnya.
Tetapi, kini, 30 tahun yang lalu Sultan “Yang terhormat Sultan dan –
Hamengkubuwono X telah melaksanakan Gubernur DIY Yogyakarta, Selamat atas 30
kedua wajah tugas kehidupannya dengan tahun menduduki posisinya untuk Rakyat.
segala hasil yang dapat kita saksikan dan Hari Kini dan Hari Depan akan terus
rasakan. Perkembangan yang dihadapi dan menuntut perbuatan baik Anda !
akan dihadapi – sejalan dengan
perkembangan yang terjadi secara mondial –
tentu akan makin rumit. Kita semua harus
mampu beralternatif menghadapi
perkembangan dengan segala dampak baik
dan buruknya.
Page 26 of 278
‘Dia Yang Menyerah’ – Zaman Inggris dalam pandangan seorang Pangeran
Sastrawan Yogya
Merayakan “Manuskrip Yogya Kembali” dengan membaca kembali Pangeran Aryo Panular
(sekitar 1772-1826) – putra-sentana dan sejarawan Keraton Yogya yang mampu
mengkisahkan sisi lain zaman Inggris (1811-1816) dari pihak Jawa dalam Babad Bedhah ing
Ngayogyakarta (1812-1816)
Peter Carey
(Emeritus Fellow, Trinity College, Oxford; dan Profesor Tamu FIB-UI)
Buwono III; bertakhta, 1812-14), yang tak tekanan yang dibebankan pada kerajaan-
lama kemudian menjadi seorang lawan kerajaan Jawa tengah-selatan oleh Marsekal
sengit dari Paku Alam I yang ambisius itu. Herman Willem Daendels (menjabat,
Oleh karena itu, secara umum Babad 1808-11), dan berkembangnya persaingan
Panular berisi gambaran yang kritis terhadap politik dengan cepat di keraton, setiap
Paku Alam perdana dan watak sombongnya, pangeran kerajaan pun mulai dipandang
yang menjadi satu penawar yang berguna sebagai seorang musuh atau lawan potensial,
terhadap versi Pakualaman sendiri tentang baik oleh pemerintah Eropa di Batavia
begitu persuasif dalam babad prosa yang bersaing di Yogyakarta dan Surakarta.
Page 29 of 278
Di dalam keluarga inti kesultanan, di Babad Bedhahing Ngayogyakarta, yang
mana tekanan politik berjalan paling kuat, ditulis Panular sendiri, membahas tahun-tahun
muncul dua fraksi utama—mereka yang itu dengan singkat dan menceritakan
mengelompokkan diri seputar Putra Mahkota bagaimana dia selalu membela putra
yang dikenal sebagai kelompok menantunya yang kelak akan memerintah
‘Karajan’ (yakni pengikut `Raja Putra sebagai Sultan Ketiga (1812-1814). Bahkan,
Naléndra Mataram' yakni sang ahli waris pada saat-saat ancaman bahaya paling besar
takhta kesultanan)—dan pendukung Sultan seperti selama kunjungan Putra Mahkota
“Tua” (Sultan Sepuh; yakni Hamengku kepada Sultan Kedua dalam minggu-minggu
Buwono II) yang dijuluki ‘Kasepuhan’ (Carey sebelum serangan Inggris pada Sabtu, 20 Juni
1992:57 catatan 35). 1812, ketika tampaknya raja Yogya yang
bengis itu berencana membunuh putranya
Dalam tahun-tahun yang sarat tekanan
(Carey 1992:57 catatan 38, 340).
tersebut, amat sulit bagi para bangsawan
Yogya menahan diri untuk tidak terlibat dalam 3. Kisah heroik seorang punggawa/
konflik politik, meskipun beberapa dari kerabat inti keraton yang setia
mereka memang mencoba. Salah satu adalah
Satu tema utama dalam babad Panular
pangeran yang amat eksentrik, Muhamad
ini, yang sesungguhnya menjadi alasan untuk
Abubakar alias Dipowijoyo I (1767-1826),
penulisannya, merupakan catatan atas
yang memangkas rambutnya dalam gaya
kesetiaan tak tergoyahkan dari Pangeran
santri dan mengumumkan bahwa ia
penulis kepada Putra Mahkota Yogya.
bermaksud naik haji ke Mekah (Carey
Tindakan yang setia ini diceriterakan panjang
1992:400). Bagi Panular, sikap menjaga
lebar dalam babadnya. Selama bulan-bulan
jarak seperti itu sekarang jadi mustahil
Panular terpaksa bertahan antara hidup dan
karena putri sulungnya, Raden Ayu Retno
mati. Sebuah kurun waktu yang mengerikan
Adiningdyah, sudah bertunangan dengan
sebab sarat ancaman dari pihak Kasepuhan
Putra Mahkota. Melalui hubungan keluarga itu
hingga serangan Inggris atas Keraton Yogya
dia semakin jauh terseret ke dalam jaringan
(18-20 Juni 1812) dan saat Sultan yang baru
berbahaya dari intrik dan kontra-intrik di
(HB III) diangkat oleh Raffles untuk
antara dua fraksi bermusuhan di keraton. Pada
menggantikan ayahnya—yang diasingkan ke
November 1810, Panular sudah dijuluki oleh
Pulau Pinang (1812-1815)— bertakhta di
Residen Belanda sebagai seorang pendukung
Yogya (21 Juni 1812). Permulaan mendadak
kuat Putra Mahkota dan sebagai seorang calon
dari kronik tersebut, seolah di tengah-tengah
sekutu pemerintah kolonial dengan
pengeboman Inggris pertama yang gencar
menghadapi Sultan Kedua yang keras kepala
terhadap Keraton Yogya pada sore hari Kamis,
itu (Carey 1992:57 catatan 37).
18 Juni 1812, bukanlah suatu rancangan sastra
Page 30 of 278
untuk merenggut perhatian pembaca. Tapi dadya tekèng grah lan pati (‘pengorbanan
justru mengkisahkan heroisme terbesar diri hatinya [sampai menderita] sakit dan
Panular. Pangeran penulis digambarkan dalam kematiannya’) (Carey 1992:276-77, 295,
pupuh kelima berani menantang peluru 338-39, 348-49, 379) mencerminkan sifat
pasukan Sepoy (Spehi) dan Inggris-Skotlandia ‘nrima’ batin Panular. Dengan begitu,
(Buckinghamshires [Bucks], pembuka pupuh itu telah menetapkan topik
Nottinghamshires [Notts], Ross-shire Buffs) untuk keseluruhan babad ini, karena
untuk memandu rombongan Putra Mahkota ke memberinya satu keterkaitan dan makna
Taman Sari (Istana Air). Panular kemudian khusus.
menjaga mereka dengan tombak pusakanya,
Satu sub-tema, yang erat berkaitan
Kiai Kondhang, ketika Putra Mahkota dan
dengan yang telah disebutkan di atas, adalah
rombongannya sedang dihujani mimis
tentang hubungan putri Panular dengan
(peluru) dari pasukan Inggris-India di atas
Sultan Ketiga. Seperti ayahnya, dia tidak
balowerti (benteng keraton). Pada saat itu,
mencari perlindungan ketika Putra Mahkota
mereka berlindung dalam salah satu pintu
dan beberapa pendukungnya terpaksa lari
gerbang yang terkunci yang menuju ke
dari Kadipaten (kediaman Putra Mahkota)
dalam Taman Sari (Carey 1992:222-223).
pada pagi-pagi buta Sabtu, 20 Juni 1812.
Serupa dengan cara para Jenderal Sebagai gantinya, dia tetap tinggal bersama
Indonesia masa ‘Orde Baru’ Presiden suaminya, menantang bahaya fisik dari
Soeharto (berkuasa, 1966-1998) peluru musuh sepanjang benteng keraton
mendapatkan kedudukan lewat aksi dan lirikan serdadu Sepoy ketika rombongan
perlawanan terhadap Belanda selama Putra Mahkota dikawal menuju Benteng
perjuangan kemerdekaan (1945-49) (Roeder Vredeburg (Carey 1992:220-26). Menurut
1982:206-7), begitu pulalah Panular pendapat Panular, perilaku yang bisa
memandang tindakannya yang berani selama dicontoh ini memberi putrinya satu tempat
serangan Inggris. Tindakan gagah berani khusus di antara para istri Sultan Ketiga,
demikian, menurut Panular, layak membuat meskipun harapan besarnya untuk melihat
dirinya dipertimbangkan secara khusus putrinya itu diangkat sebagai Ratu
dalam pemerintahan baru menantunya, tampaknya tidak pernah kesampaian (Carey
Sultan Ketiga itu. Oleh karena itu, karena 1992:492 catatan 440, 512 catatan 546).
merasa bahwa dia tidak dihargai
Oleh karena itu, dalam banyak hal
sepantasnya, berkali-kali episode-episode
babad tersebut harus dilihat sebagai satu
awal membahas pangkat Panular di kerajaan,
kisah keluarga yang intim mengenai upaya-
posisi kedudukannya dan tanah apanasenya
upaya politik dari kubu bermusuhan
yang tidak memadai. Frase yang Panular
kerajaan yang penting itu. Dengan begitu
sering memakai di babad – labuh ing tyas
Page 31 of 278
babad tersebut menceritakan kepada kita sebuah keluarga untuk mengonsolidasi suatu
tentang sekian banyak cobaan dan derita posisi pengaruh di pusat istana, pada era
hidup seorang punggawa keraton di Yogya penuh kegelisahan.
selama zaman Inggris yang gawat ini.
Para sejarawan modern yang belajar di
Apalagi babad membuka mata kita tentang
Barat, yang lalu mempelajari naskah itu
situasi yang tidak aman yang bergulir terus-
untuk data tentang perkembangan non-
menerus dari satu sistem politik yang
politik, harus terus-menerus memikirkan
bergantung pada hubungan politik dengan
kenyataan ini. Tidak seperti memoar
penguasa.
berbahasa Barat yang setara, disusun dalam
4. Tetek-bengek status dan gaya Raja Frederik Sang Agung (Friedrich
kedudukan untuk seorang
der Groẞe) dari Prusia (Jerman) (1712-86,
punggawa senior Keraton
bertakhta 1740-1786) berjudul Histoire de
Mon Temps (1746), Babad Panular tidak
Kalau kita akan cari contoh dari
pernah dimaksudkan untuk memberi satu
sejarah Inggris yang paling tepat, saya kira
tinjauan tentang kejadian-kejadian sezaman.
ini adalah Mayor-Jenderal Sir Frederick
Apalagi babad tidak bermaksud untuk
Henry Ponsonby (1825-1895), yang
menceriterakan realpolitik atau sejarah dari
menjabat sebagai sekretaris pribadi Ratu
pandang politik nyata. Sebaliknya,
Victoria (bertakhta 1837-1901) selama 25
catatannya selalu dipahami sebagai satu
tahun (1870-1895). Serat pribadi serta buku
sarana untuk memproyeksikan pemahaman
harian Ponsonby disunting oleh anaknya,
sang pangeran sendiri. Pemahaman ini
Arthur Ponsonby, dan diterbitkan sebagai
bersifat sangat pribadi dan berkisar tentang
Queen Victoria’s Private Secretary; His Life
masalah-masalah yang Pangeran
from His Letters (New York: Macmillan,
menghadapi sekaligus meredakan
1943). Buku yang sangat menarik ini
keinginannya yang sering dikecewakan.
mengkisahkan suatu dunia istana yang amat
protokoler dimana status dan kedudukan Meskipun berani menggambarkan
menjadi amat penting bagi punggawa bagaimana peningkatan kekuasaan keluarga
keraton dan keluarga inti Ratu. itu tidak dapat dihindari, bisa dikatakan
Babad Panular memiliki kelemahan dan
Meskipun babad Panular ini
kekuatannya sendiri. Penulis sendiri
mengandung banyak detail menarik tentang
dipandang sebagai satu karakter yang setia,
kebudayaan dan masyarakat Jawa pada awal
sopan, jujur dan baik hati, tetapi bukanlah
abad ke-19, pada dasarnya hal itu tidak
seseorang yang punya naluri “berani
merupakan tema utama babad tersebut. Tema
menantang” (combative) atau
utama, menurut saya, adalah upaya dari
“membunuh” (killer instinct). Naluri ini
Page 32 of 278
sesungguhnya diperlukan dalam bertahan amat langka bagi sejarawan dan penulis
hidup dan mendapat kemakmuran dalam biografi—data yang tidak tercampur
situasi politik yang curang di lingkungan pandangan ex post facto setelah Pangeran
keraton-keraton Jawa pada awal abad ke-19. menjadi tersohor (atau tercela dalam
Dalam hal ini, ia amat berbeda dari kakaknya pandangan Keraton) akibat peran dalam
yang ambisius, Paku Alam I (1764-1829; Perang Jawa (1825-1830):
bertakta 1812-1829), dan keponakannya,
XXIV. 21. […]
Pangeran Diponegoro (1785-1855), yang Di antara putra-putra Sultan,
keterampilan politik dan daya pengarahannya salah satu yang paling terkemuka
adalah Pangeran Diponegoro,
sering disinggung dalam babad (Carey
sebab dialah yang tertua,
1992:290, 450-51 catatan 244). Mari kita [dan] hatinya menyatu dengan sang ayah.
ambil kesempatan untuk mempertimbangkan
22. Ia cerdas, murah hati [dan] bersemangat,
kualitas dari dua sosok kontemporer ini. tidak takut di hadapan banyak orang.
Ia fasih berbicara [dan] lembut penuh
5. Munculnya orang-orang kuat di keraton keakraban,
[dan] ikut merasakan penderitaan semua orang
pasca-1812: Diponegoro dan Paku Alam I
di kerajaan itu,
sebab dia diberi kepercayaan oleh ayahnya.
Kenyataannya, amat berbeda dengan Besar [dan] kecil, muda [dan] tua,
Panular yang peka, Diponegoro-lah, yang semua berada di bawah kewenangannya.
pada waktu itu belum kepala tiga, sebenarnya 23. Ia menangani segala urusan dengan
muncul sebagai “orang kuat” dari Karesidenan:
setiap hari Senin [dan] Kamis Sang Pangeran
pemerintahan Sultan Ketiga. Oleh karena itu,
mengunjungi Karesidenan ditemani
timbul ledakan kecemburuan di pihak Pangeran Dipowiyono,
Panular terhadap sanaknya yang jauh lebih adik Sultan. […]
suatu kekuasaan nyata. Pada saat-saat lebih menghidupkan kembali banyak permusuhan
reflektif, Panular terlihat sudah menyadari lama di Keraton Yogya. Tetapi, pasca-
mengenai kehormatan lebih menunjukkan Pangeran Adipati yang ambisius itu tidak
Page 35 of 278
(1762-1814) melakukan kunjungan singkat pemerintahan Sultan Ketiga, juga
ke Yogya pada Juli 1814, Panular membuat menunjukkan bahwa dia sungguh
Residen Inggris, John Crawfurd (menjabat, mengapresiasi bentuk-bentuk seni tersebut.
1 8 11 - 1 8 1 4 / 1 8 1 6 ) , secara pas Lebih jauh lagi, Babad Panular menekankan
membandingkannya dengan raja-raksasa, betapa pentingnya pertunjukan seni ini
Prabu Dasamuka (Rawana), yang untuk menegaskan otoritas seorang
menyimpan lima jimat (‘aji pancasona’) penguasa baru. Pementasan drama wayang
dalam tenggorokannya, yang wong yang panjang, yang sering ditulis atau
memungkinkannya bangkit dari kematian dikoreografi sang raja sendiri, merupakan
dalam peperangan dengan cara ajaib salah satu cara untuk membuat sanak
menyambung kembali kepala dan tubuhnya keluarganya (putra sentana) dan para
(Carey 1992:377, 510 catatan 538). pejabat keraton terkesan dengan talenta
Akhirnya, Panular, yang mengingat kreatif raja dan sensibilitas artistiknya yang
keberaniannya yang tidak memikirkan istimewa (Carey 1992:466 catatan 316).
dirinya sendiri pada waktu Putra Mahkota Dengan demikian Panular mencatat bahwa
ditangkap sebagai tawanan di Loji Wétan dia setuju soal bagaimana putra
(Benteng Vredeburg), berkomentar bahwa menantunya suka sekali menghidupkan
tindakannya agak mirip dengan Patih kembali kreasi-kreasi Sultan Pertama di
Prahastha yang setia, yang memohon bidang seni tari, khususnya tarian sakral
kepada Batara Guru untuk menyelamatkan bedaya dan wayang wong (Carey
hidup tuannya, Dasamuka, dengan 1992:336). Menurut pangeran itu, ini
menawarkan dirinya sendiri sebagai mewakili intisari dari pencapaian
penggantinya (Carey 1992:339, 487 kebudayaan dan dia selalu mendorong
catatan 409). Referensi-referensi itu Sultan Ketiga itu untuk mengambil mereka
biasanya tepat dan menyentuh, sebagai contoh.
menunjukkan bahwa pengarangnya
8. Hidup religius Panular dan
seseorang yang luar biasa fasih dalam
persentuhan dengan Islam
pengetahuan pewayangan.
Page 37 of 278
perjalanannya ke Mekah, sekali lagi dia berpura-pura takut menolak kembali ke
dibuat terlihat konyol, karena ditunjukkan posnya di dinding bermenara keraton
sebagai seseorang yang lebih prihatin soal dengan menyatakan bahwa nyawanya
posisi keuangannya dan basa-basi pamit hanya satu bukan tujuh dan dia tidak akan
secara resmi kepada Sultan daripada suatu dianugerahi pangkat bupati untuk jerih
keterlibatan murni kepada iman Islamnya payahnya (Carey 1992:206). Sementara
(Carey 1992:290-92). Hal yang sama juga itu, ketika beberapa pangeran dari keraton
terjadi dengan acuan Panular yang kasar tergesa-gesa lari, adik Panular yang
kepada ulama Yogya yang disamakan bongkok (? menderita polio), Pangeran
dengan kelompok sosial lainnya sebagai Diposono (lahir 1778-meninggal dalam
langsung bertanggung jawab untuk pengasingan di Ambon pasca-1822),
keruntuhan moral Yogya menghadapi diceritakan sedang diangkat begitu saja ke
invasi asing. Orang-orang itu, yang sudah atas tangga oleh para pengikutnya, dan
mendapatkan kemasyhuran oleh mendarat ting gedebug di sisi lain tembok
pendidikan mereka, digambarkan oleh keraton dan bergegas lari bahkan tanpa
Panular sebagai sekadar “kanthong lir berhenti untuk mengambil kerisnya yang
watak sudagar”, mengantongi uang jatuh (Carey 1992:221-22).
seperti pedagang, dan jika mereka akan
Kelak, di Benteng Vredeburg, dalam
mendapatkan uang, mereka akan berjuang
satu adegan yang diamati secara luar
mati-matian untuk itu, tanpa peduli
biasa, kedua pesaing untuk Kesultanan
mendepak teman-temannya (Carey
Yogya, Putra Mahkota (kelak Sultan
1992:267, 434 catatan 168). Tampaknya
Hamengku Buwono III) dan Paku Alam I,
sang pengarang bisa mengenali kalau
digambarkan duduk berdampingan,
melihat kecurangan! Memang, deskripsi
dengan sengaja saling mengabaikan,
dari komunitas agama itu begitu
“seperti perempuan dengan sesama istri
menggigit sehingga orang bisa mengira
baru yang baru saja ditinggalkan oleh
bahwa Panular punya satu kapak khusus
lelaki mereka” (Carey 1992:227).
untuk menggerus ulama kalau belum
Akhirnya, ketika upacara penobatan Putra
mengenali iman pribadinya yang tidak
Mahkota selesai dan Raffles maju untuk
diragukan lagi.
secara resmi memeluk sang raja baru,
Kalau berurusan dengan tokoh-tokoh gerakan kedua lelaki yang berciuman ala
dari seksi lain masyarakat, rasa humor kadarnya itu diacu oleh Panular sebagai
Panular juga bersifat ironis, kadang tajam, lir puyuh têtarungan, burung puyuh
kadang jenaka. Jadi, dalam pupuh pertama bertarung (Carey 1992:264). Ujung-
ada satu adegan ‘kasar” dengan seorang ujungnya, pada akhir babad itu (Mei
Lurah Kěstabel (opsir artileri Jawa) yang, 1816), selama pernikahan Sultan Keempat
Page 38 of 278
yang masih bocah dengan seorang putri cocok dengan situasi, dan cepat melihat
dari Patih Yogya yang terbunuh, Danurejo kelucuan bahkan dalam situasi yang paling
II (menjabat: 1799-1811), para kerabat resmi. Tentu saja, dengan tujuan merasakan
kerajaan digambarkan bergegas maju ke kepenuhan kekayaan naskahnya, karya itu
depan, masing-masing ingin sekali menjadi harus dilantunkan dalam sekar macapat
yang pertama memberi selamat kepada raja seperti yang maksud aslinya, karena hanya
itu, seperti orang kebanyakan yang berebut dengan begitu maka irama onomatopea, frasa
mengambil uang picis yang dilemparkan aliteratif dan pasemon-nya, sindirannya, bisa
sebagai sumbangan raja pada upacara- diapresiasi secara memadai. Tetapi bahkan
upacara (Carey 1992:397, 527). Jadi, yang jika dibaca habis begitu saja oleh seorang
menggelikan adalah bahwa orang-orang pembaca yang kurang bisa mengapresiasi
yang berpangkat tinggi dan kuat itu tanpa puisi Jawa yang halus itu, suatu kelenturan
ampun diejek sebagai mereka yang dan kekayaannya sebagai satu karya sastra
berkedudukan kurang tinggi. yang dilantunkan masih bisa sekilas
dirasakan. Jadi karya ini menjadi satu sumber
Nada yang kaya akan humor dan ironi
yang kaya bagi mahasiswa sastra Jawa pada
inilah yang menghidupkan seluruh karya itu,
awal abad ke-19, terutama mereka yang
kalau tidak, deskripsinya yang angkuh ini
tertarik dalam penulisan babad khas gaya
akan mendapat semacam bingkai yang pedas.
Yogya.
Orang merasa bahwa Panular seharusnya
menjadi dalang yang hebat karena jelas Panular jelas bukan pujangga yang
dirinya punya bakat narator dengan bahasa. setara dengan sastrawan Surakarta seperti
Ia selalu mampu mengubah nadanya agar Raden Ngabehi Ranggowarsito (1802-73),
Page 39 of 278
Mangkunegoro IV (bertakhta, 1853-81) dan dimungkinkan. Baru kemudian akan muncul
kedua Yosodipuro,1 tetapi dia tidak satu gambaran yang lebih bulat dari evolusi
kekurangan bakat sastra. Memang, sastra Jawa modern. Karena, mungkin Panular
kerendahan hatinya sebagai seorang lebih ingin diingat sebagai seorang pengarang,
sastrawan membuatnya menarik. Dari apa dan bukan seorang politisi.
yang kita ketahui tentang Keraton Yogya
Kesimpulan
pada periode ini, ada banyak orang seperti
dia, raja maupun pangeran, yang iseng-iseng Satu prawacana pendek semacam ini
menekuni kesenian dan sastra sebagai hobi hanya dapat memberi petunjuk soal betapa
yang pantas bagi seorang Jawa (satria, Babad Panular begitu kaya sebagai satu
bangsawan) tanpa bertujuan mencari sumber historis untuk mahasiswa yang
ketenaran atau pengakuan.2 Sampai sekarang, mendalami sejarah Jawa pada awal abad
menurut perkiraan penyunting buku ini, jauh ke-19. Sejarawan masa depan pasti tidak ragu
terlalu banyak perhatian yang sudah diberikan menggalinya dalam cara mereka sendiri
kepada karya pujangga Surakarta yang lebih menurut minat khusus dan bidang studi
terkenal, sedangkan perhatian terlalu sedikit mereka. Kelas, babad Jawa lainnya dari
bagi produksi lebih bersahaja dari sesama periode yang sama—termasuk mungkin tiga
mereka yang dari Yogyakarta. Kalau jilid Babad Inggris yang menarik—agar
ketidakseimbangan ini diatasi, barulah arti memberikan satu pemahaman baru pada
penting apresiasi yang memadai dari para pandangan orang Jawa tentang pendudukan
penulis semacam Panular yang ironis itu dan Inggris yang hanya sebentar dan akan
penulis sesamanya di Keraton Yogya bisa menempatkan Babad Panular dalam konteks.
1 Untuk satu diskusi tentang arti penting pujangga Surakarta ini, lihat Soebardi, 'Raden Ngabehi Jasadipura I, Court
Poet of Surakarta. His Life dan his Works', Indonesia no. 8 (Okt. 1969), hlm. 99-112; Id., 'Prince Mangku Negara IV. A
Ruler dan a Poet of 19th Century Java', Journal of the Oriental Society of Australia, jilid 8 no. 1/2 (Des. 1971), hlm.
28-58; Id., The Book of Cabolek (The Hague, 1975), hlm. 17-26; M.C. Ricklefs, Modern Javanese Historical Tradition,
A Study of an Original Kartasura Chronicle and Relaxed Materials (London: Oxford University Press, 1978). hlm.
211-18; dan Day, 'Meanings of Change', hlm. 167ff. Yosodipuro I (1729-1803) dan putranya, Yosodipuro II (kelak
Raden Tumenggung Sostronegoro) (ft 1790-1820), aktif selama pemerintahan PB III (1749-88) dan PB IV
(1788-1820).
2 Lihat Carey 1992:404 catatan 29 tentang putra HB I, Pangeran Kusumoyudo, seorang seniman dan penulis minor;
catatan 316 babad itu (tentang aktivitas sastrawi/kesusastraan HB III waktu beliau masih Putra Mahkota); Pigeaud,
Literature of Java, jilid II, hlm. 417 sub: `LOr 6789’ (tentang versi dari Serat Rama yang ditulis oleh putra HB II,
Pangeran Joyokusumo [kelak Pangeran Ngabèhi] (sekitar 1787-1829); dan LOr 8987 no. I, R. Prawirawinarsa dan R.
Arya Jayengpranata, Babad Alit, pt. 21 (tentang ‘kelanjutan’ dari lingkaran dongeng romantik Jawa Timur yang populer,
Damar Wulan, oleh Raden Ronggo Prawirodirjo III [sekitar 1779-1810; menjabat sebagai Bupati Wedana Yogya di
Madiun, 1796-1810], yang jelas menggabungkan tanggung jawab politiknya yang berat dengan minat sastrawi [inggih
punika ingkang nyambĕti Sĕrat Damarwulan wiwit Damar Wulan bégal]). Untuk diskusi lebih jauh dari kegiatan
sastrawi dari istana Yogya selama periode ini, lihat Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan
Lama di Jawa, 1785-1855 (Jakarta: KPG, 2012), Bab. 2.
Page 40 of 278
Tetapi tampaknya agak mustahil bahwa satu keraton yang dihancurkan oleh trauma
Babad ini akan tersaingi oleh kronik Jawa Perang Jawa (1825-30). Jadi babad ini
lainnya sebagai sumber kontemporer untuk memetakan nasib satu masyarakat di ambang
tahun-tahun tersebut. Ini karena tidak ada era yang baru; satu masyarakat yang tidak
naskah Jawa lainnya dari periode tersebut hanya penuh kesangsian akan masa depan,
yang ditulis dalam zaman yang sama dengan tetapi juga memelihara banyak kemegahan
peristiwa yang tengah mereka deskripsikan, budaya masa lalu.
juga tidak ada satu pun naskah (sejauh yang
diketahui) yang berupa manuskrip asli yang Daftar Pustaka
tanggalnya bisa dipastikan berasal dari Carey, Peter 1992
The British in Java, 1811-1816. A
sebelum 1816. Jadi, pada titik tertentu,
Javanese Account. Oxford: OUP untuk
Babad Panular cukup unggul sebagai The British Academy.
pembanding untuk banyak sekali sumber
Louw, P.J.F. and E.S. de Klerck 1894-1909.
Inggris dari periode yang sama. Untuk De Java-Oorlog van 1825-1830. ’s-
pertama kalinya, naskah babad ini Gravenhage: Nijhoff / Batavia:
Landsdrukkerij. Enam jilid.
memberikan sudut pandang yang baru,
mengutamakan keprihatinan khusus Poensen, C. 1905
‘Amăngku Buwånå II (Sĕpuh);
masyarakat Jawa dan membantu
Ngayogyåkarta’s Tweede Sultan (naar
memperbaiki posisi tidak seimbang antara Aanleiding van een Javaansch
sejarah penjajah dan sejarah yang dijajah di Handschrift)', Bijdragen tot de Taal-,
Land- en Volkenkunde 58:73–346.
Indonesia.
Roeder, O.G. 1970
Dalam meninjau pentingnya sejarah The Smiling General; President Soeharto
of Indonesia. Djakarta: Gunung Agung.
Babad Panular, aspek tertentu lainnya juga
menonjol. Pertama, ini adalah satu babad Soebardi 1971
keluarga yang mengandung ketakutan dan `Santri-Religious Elements as Reflected
in the Book of Tjentini', Bijdragen tot de
aspirasi dari seorang pangeran senior yang Taal-, Land- en Volkenkunde, 127.3:
dekat dengan pusat kekuasaan di Yogya 331-49.
dalam satu masa singkat setelah 1812.
Kedua, dan mungkin yang paling penting,
babad ini memberikan satu wawasan akan
tantangan dari pihak Inggris kepada rasa
percaya diri dan identitas masyarakat Jawa
selama satu periode penuh perubahan pesat,
sosial politik dan ekonomi. Ketiga, ini suatu
sumber yang kaya akan informasi tentang
kepribadian, kebudayaan dan masyarakat dari
Page 41 of 278
Raffles, Naskah Kitab Hukum,
dan Rekayasa Sosial
Terhadap Penduduk Jawa Tahun 1814
Page 43 of 278
Gambar 1. Halaman depan dan belakang Naskah Kitab Hukum Raffles
(Mss Eur D.742/1, f. 155r dan Mss Eur D.742/1, f. 166r)
Page 48 of 278
(teknik) yang memungkinkan semua aspirasi 1. Proses Legislasi
masyarakat dapat terpenuhi dan terlaksana.
Sebelum menerbitkan aturan anyar
Untuk mencapai tujuan itu, perlu dilakukan
tersebut, Raffles terlebih dahulu
identifikasi dan proteksi terhadap berbagai
mengumpulkan banyak informasi, baik dari
kepentingan masyarakat dengan menerapkan
para pejabat kolonial maupun pejabat-
pendekatan aneka segi (multi-faceted) dan
pejabat pribumi, lalu mengonsultasikannya.
bertingkat (multi-staged). Itulah yang ia
sebut sebagai teori kepentingan (theory of ‘Setelah menempuh beberapa perjalanan
interest). Menurut Pound, kepentingan menyusuri pulau (Jawa), saya dapat
adalah ”tuntutan dan kehendak yang mengumpulkan informasi yang sangat
manusia --baik secara individu maupun banyak; dan balasan sejumlah residen
kelompok—berusaha untuk atas surat saya, membuat saya memiliki
memperolehnya”. Kepentingan tersebut bahan, cukup memadai untuk meletakkan
harus dilindungi secara hukum dengan dasar-dasar sebuah peraturan umum
memberikan kepadanya status sebagai hak mengenai masalah ini’ (Raffles, 1814:
hukum (legal right). Dengan demikian, 155).
tujuan utama konsep social engineering
adalah: “to construct as efficient a structure Raffles memang rutin berkunjung ke
of society as possible which requires the daerah. Pada bulan Desember 1811, dua
satisfaction of wants with the minimum of bulan setelah menjabat letnan gubernur, ia
friction and waste resources. It means Law mengunjungi Kesultanan Yogyakarta “untuk
interest within the society for the greatest pemerintahan dalam sebuah perjanjian..”.
Page 49 of 278
sudah memiliki aturan-aturan hukum yang menyeluruh dan tidak memihak di serata
dinilai sudah sangat baik. Mereka Pulau Jawa. Hal itu ditujukan untuk
memadukan adat yang diwariskan oleh membimbing para pejabat pemerintah dalam
nenek moyang dengan nilai-nilai Islam, menjalankan tugas sekaligus melindungi
agama yang hadir kemudian. Akan tetapi, rakyat dari perlakuan tidak adil.
tak satu pun aturan hukum itu berlaku secara
“nasional”.
2. Akomodasi terhadap Kohesi Sosial
Kondisi itulah yang membuat Raffles Penduduk Jawa
merasa perlu menerbitkan regulasi untuk
Pada bulan September 1812, Raffles
semua penduduk Pulau Jawa sekaligus
berkunjung ke ujung timur Pulau Jawa. Di
penyempurna aturan-aturan yang semula
sana, ia merasakan kehidupan masyarakat
berlaku. Soalnya, tanpa perbaikan terhadap
yang masih alami karena tidak dicampuri
aturan-aturan mengenai peradilan dan
oleh kekuasaan Eropa dan minimnya
kepolisian, semua perubahan yang
pengaruh pemerintahan Islam. Raffles pun
dimaksudkan untuk mendukung industri
menemukan dua kebiasaan positif, yakni,
sekaligus menghapuskan penindasan serta
pertama, pemilihan kepala desa yang
tindakan kasar akan menjadi sia-sia belaka
dilakukan oleh masyarakat setempat. Kedua,
(Raffles, 1830: 320-321). Apalagi, seperti
kebiasaan ronda untuk mencegah terjadinya
dinyatakan di bagian sebelumnya, Raffles
pencurian. Belakangan, ia menemukan
menyatakan bahwa pada masa-masa awal
kenyataan serupa di Jepara, Juwana, daerah
bertugas, ia menemukan kenyataan bahwa
Sunda, Cirebon, dan Tegal. Tak heran jika
sistem peradilan di Jawa diselenggarakan
kemudian Raffles sampai pada kesimpulan
secara rumit (complicated) dan
bahwa:
membingungkan (confused). Pengadilan
didirikan di sejumlah kota utama, tetapi “...setiap desa (di Jawa) memiliki
dijalankan dengan formalitas hukum perangkat keamanan yang bagus, dan
Romawi yang menyusahkan. Di daerah- adanya hak bagi rakyat untuk memilih
daerah lain juga terdapat pengadilan tingkat pemimpin menunjukkan adanya
provinsi dan disebut Landraad. Akan tetapi, kebebasan. Hak untuk memilih yang
di sana, aturan dan hukum pribumi dibiarkan dimiliki penduduk desa, seperti yang
dipraktikkan dengan segala kebarbaran dan telah diamati, akan tampak pada suatu
penyiksaannya. Kenyataan itulah yang waktu menjadi umum di seluruh
membuat Raffles merasa perlu untuk pulau” (Raffles, 1830: 319).
memimpin penyusunan langkah-langkah
untuk membangun kepolisian yang baik dan
efisien serta administrasi peradilan yang
Page 50 of 278
Dua kebiasaan positif itu kemudian disebut sebagai pateh nagari yang secara
dimasukkan oleh Raffles ke dalam Naskah harfiah berarti ‘tiang atau penyangga
Kitab Hukum. Ketentuan tentang pemilihan negara’. Mereka ini bertugas memeriksa
kepala desa tertulis di dalam Pasal 7, bukti dan memberikan sudut pandang hukum
sedangkan tentang ronda termaktub di dalam terhadap pelanggaran yang terjadi. Oleh
Pasal 31. karena itu, putusan hukum yang dijatuhkan
merujuk kepada hasil pekerjaan mereka.
Merujuk kepada laporan Hopkins,
Sementara Pengadilan Jaksa terdiri atas
Raffles juga menyatakan bahwa penduduk
seorang Jaksa Kepala (sosok yang
Jawa sudah memiliki aturan-aturan hukum
merupakan pejabat hukum di lingkungan
yang dinilai sudah sangat baik, hasil
perdana menteri) dan para jaksa yang
perpaduan hukum-hukum adat yang
merupakan Kliwon (asisten) sehingga
diwariskan oleh nenek moyang dengan
membentuk sebuah majelis hakim (Raffles,
ajaran Islam. Pada umumnya, di ibu kota
1830: 310-311). Komposisi pengadilan
pemerintahan Pulau Jawa, terdapat dua jenis
semacam itu, termasuk kitab undang-undang
pengadilan, yakni Pengadilan Penghulu dan
yang berlaku sebelum kedatangan Belanda,
Pengadilan Jaksa. Kedua pengadilan itu
tak berubah hingga Inggris menguasai Jawa
berwenang menerima perkara banding dari
pada tahun 1811 (Raffles, 1830: 313).
pengadilan yang lebih rendah. Pengadilan-
pengadilan rendah itu, sesuai dengan Sebenarnya, kondisi itu telah berlaku
namanya, ada yang berada di bawah setidaknya sejak awal abad ke-17, ketika
yurisdiksi Demang (kepala subdivisi), ada VOC memulai perniagaan di Nusantara.
pula yang berada di bawah yurisdiksi Bekel Walakin, pada mulanya, maskapai dagang
(kepala desa/kampung). Akan tetapi, untuk Belanda itu hanya peduli terhadap urusan
pengadilan-pengadilan rendah itu, otoritas perdagangan. Tak heran, langkah pertama
Penghulu dan Jaksa tidak lebih dari yang ditempuh difokuskan terhadap
memeriksa bukti dan saksi (evidence) untuk penguasaan jalur-jalur perdagangan laut di
kemudian disampaikan kepada otoritas yang Hindia Timur, terutama di dua selat
lebih tinggi; menyelesaikan perselisihan strategis, yakni Selat Malaka dan Selat
kecil, dan menyelenggarakan upacara- Sunda. Hal itu lantaran maskapai dagang
upacara rutin keagamaan. Pengadilan Belanda tersebut tak mudah untuk
Penghulu senantiasa dilangsungkan di mendapatkan supremasi perniagaan karena
serambi (pelataran masjid), dengan sebuah harus bertarung dengan pusat-pusat
majelis yang terdiri atas penghulu kekuasaan di Hindia Timur dan para
(pemimpin ulama di masjid tersebut) dan pedagang bangsa Barat lainnya, terutama
empat anggota yang juga berfungsi sebagai Portugis dan Inggris. Oleh karena itu,
pejabat keagamaan. Keempat orang itu seluruh kekuatan VOC difokuskan di
Page 51 of 278
wilayah-wilayah pesisir, seperti Batavia, proses pengadilan di Cirebon. Disebutkan
Cirebon, dan Semarang. Akibatnya, dalam bahwa jika para jaksa (pemimpin Pengadilan
jangka waktu cukup lama, VOC sama sekali Karta atau Pengadilan Jaksa Pepitu) atau
tak tahu mengenai luas dan jenis harta penghulu (pemimpin Pengadilan Penghulu)
(Pulau Jawa) yang mereka duduki sejak awal tak menemukan kata sepakat, mereka harus
abad ke-17. Kompeni baru masuk wilayah menyerahkan perkara kepada sultan.
pedalaman pada paruh kedua abad ke-17, itu Selanjutnya, sultanlah yang akan
pun karena adanya keharusan untuk menjatuhkan vonis, tetapi menghindari jenis
berpihak di medan konflik kekuatan politik hukuman yang kejam, apalagi menyebabkan
pribumi (Breman, 2014: 14). cacat badan. Selain itu, sultan juga
dibolehkan menjatuhkan hukuman mati,
Tak dinyana, hal itu justru memberikan
tetapi harus melalui persetujuan pejabat
“bonus” untuk VOC. Betapa tidak, pada
Kompeni di Batavia (Satibi, 2014: 127).
masa-masa berikutnya, perlahan tapi pasti,
Aturan itu termaktub di dalam Pepakem,
Kompeni mampu mengendalikan semua
kitab kompilasi hukum yang diterbitkan
aspek kehidupan masyarakat pribumi,
pada tahun 1768 atas gagasan VOC. Sejak
termasuk bidang hukum yang di dalamnya
itu, Pepakem menjadi kitab acuan hakim,
terdapat peran para penghulu. Meminjam
baik di Pengadilan Karta maupun
istilah Hoadley (2009), VOC menjalankan
Pengadilan Penghulu, dalam menjatuhkan
proses kolonialisasi-syariatisasi untuk
putusan.
menghadirkan wajah baru hukum di Tanah
Jawa. Dalam tataran hukum substantif3 , Kondisi serupa berlaku di “Jawa
Kompeni menggunakan sebanyak mungkin Tengah”. Pada tahun 1754, Gubernur
aturan yang termaktub di dalam khazanah Jenderal Jacob Mossel (menjabat pada
hukum Jawa, tetapi dengan catatan bahwa periode 1750-1761) memerintahkan pejabat
“semuanya harus dapat ditoleransi”. administrasi Belanda –dibantu kalangan
Sementara dalam tataran prosedural4 , ulama dan para kepala kampung—untuk
penyelenggaraan hukum harus tunduk mengompilasi aturan-aturan hukum sipil dan
kepada cara-cara yang ditetapkan oleh adat istiadat yang terserak di serata negeri.
Kompeni. Bahkan, untuk perkara dengan Ia bermaksud membuat sebuah
kriteria tertentu, putusan akhir dalam proses ”ringkasan” (compendium) yang nantinya
pengadilan tetap berada di tangan pejabat dapat digunakan oleh para hakim lokal
Kompeni. Hal ini dapat kita lihat dalam untuk mengambil putusan terhadap perkara-
3 Terkait dengan hukum materiil, yakni peraturan perundang-undangan atau hukum tertulis yang mengatur hak dan
kewajiban semua pihak di dalam suatu yurisdiksi hukum.
4 Berkaitan dengan hukum formil atau hukum acara, yakni bagaimana menegakkan atau menjalankan hukum materiil.
Page 52 of 278
perkara yang diadukan oleh para penduduk a. Yogyakarta dan Surakarta
pribumi. Setelah berkonsultasi dengan para
Sebagai konsekuensi penandatanganan
penghulu, ulama, dan pemimpin pribumi,
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755,
pada tahun 1760, Freijer --sosok yang
Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua
ditunjuk untuk mempersiapkan buku itu—
bagian, yakni Kesultanan Yogyakarta dan
menerbitkan Compendium der voornaamste
Kesunanan Surakarta. Kesultanan Mataram
Mahomedansche wetten en gewoonten
mewariskan dua jenis pengadilan kepada
nopens erfenissen, huwelijken en
dua wilayah tersebut, yakni Pengadilan
echtscheidingen (Ringkasan Pokok-pokok
Pradata (badan pengadilan yang mengurusi
Hukum Islam dan Adat Istiadat tentang
perkara kriminal) dan Pengadilan Surambi
Warisan, Perkawinan, dan Perceraian).
(mengurusi perkara sengketa keluarga,
Belakangan, melalui resolutie yang
warisan, pernikahan, perceraian, gono-gini,
diterbitkan pada 27 November 1804, kitab
dan wasiat). Belakangan, dibentuk lagi satu
yang masyhur dikenal sebagai Compendium
jenis pengadilan yang khusus menangani
Freijer itu dicabut karena dinilai “tidak
perkara administratif dan agraria, biasa
membumi” sehingga tidak berfungsi secara
disebut sebagai Pengadilan Balemangu. Di
efektif dalam penegakan hukum. Sementara
Pengadilan Pradata dan Balemangu,
itu, di Semarang, daerah yang baru saja
pengambilan putusan didasarkan kepada
diserahkan Mataram kepada VOC, pada
kitab-kitab hukum seperti Nawala Pradata,
tahun 1750, disusun pula sebuah
Angger Ageng, Angger Arubiru, dan Angger
compendium, diberi nama Mogharraer, dan
Sadasa. Sementara di Pengadilan Surambi,
dimaksudkan sebagai kitab acuan untuk
pengambilan putusan didasarkan kepada
landraad, badan pengadilan yang dipimpin
kitab-kitab Moharrar5 , Mahalli6 , Tuhpah7 ,
oleh gubernur dan beranggotakan tujuh
P a t a k u l m u n g i n8 , d a n
bupati (Hisyam, 2001: 50).
Patakulwahab 9(Susilantini dkk, 2014:
5 Merujuk kepada kitab al-Muḥarrar fī Fiqh al-Imām al-Syāfi’i karya Imam al-Rafi’i (555-624 H/ 1160-1227 M),
salah satu kitab fikih yang menjadi rujukan utama dalam Mazhab Syafi’i.
6 Merujuk kepada nama penulisnya, yakni Imam Jalāl al-Dīn al-Mahalli (791-864 H/1389-1459 M); sementara kitab
yang dimaksud sebagai pedoman pengambilan putusan di Pengadilan Surambi adalah Kanz al-Rāghibīn, anotasi
(syarh) dari Kitab Minhāj al-Thālibīn karya Imam Nawawi (631-676 H/1233-1277 M).
7 Merujuk kepada Kitab Tuhfah al-Muhtāj karya Ibn Hajar al-Haytamī (909-973 H/ 1503-1566 M).
8 Merujuk kepada Kitab Fatḥ al-Mu’īn karya Zayn al-Dīn al-Malibari (938-987 H/1532-1579 M), ulama yang
merupakan murid Ibn Hajar al-Haytamī.
9 Merujuk kepada Kitab Fatḥ al-Wahhāb karya Imam Zakariyya al-Anshārī (824-926 H/1421-1520 M), anotasi dari
Kitab Manhāj al-Ṭullāb karyanya sendiri. Sementara Manhāj al-Ṭullāb merupakan ringkasan dari Kitab Minhāj al-
Ṭālibīn karya Imam Nawawi.
Page 53 of 278
23-25). Untuk keperluan penanganan 41 pasal. Penandatanganan perjanjian itu
perkara, biasanya kandungan kitab-kitab itu disaksikan dan disetujui oleh residen dari
dibuat ringkasan lalu diterjemahkan ke kedua wilayah, yakni Rijck van Prehn
dalam bahasa lokal (Raffles, 1830: 312). (Surakarta) dan Huibert Gerard Nahuys van
Salah satu contohnya adalah ringkasan Burgst (Yogyakarta) (Yuwono, 1999: 90;
(pěpěthikan) Kitab Tuhfah dalam bahasa Roorda, 2002: 70, 242; Susilantini dkk,
Jawa (Roorda, 1895). 2014: 23-24)10 . Dalam versi terakhir ini,
intervensi kompeni dalam sistem peradilan
VOC semakin jauh melibatkan diri ke
sudah sangat kentara. Dua di antaranya
dalam urusan hukum karena pembagian eks
termaktub di dalam Pasal 23 dan 39. Pasal
wilayah Kesultanan Mataram itu tidak
23 mengatur tentang kewajiban menjaga
sepenuhnya berjalan mulus. Di sana, terjadi
bandar milik kerajaan, baik di Surakarta
peningkatan kegawatan seiring dengan
maupun Yogyakarta, pada malam hari. Dua
munculnya berbagai pertikaian, bahkan
puluh orang ditugaskan untuk itu. Siapa pun
peperangan, antarpenduduk kedua wilayah.
yang meninggalkan tugas akan didenda
Situasi itu berlaku hingga lebih dari satu
sebesar 50 real 11. Denda akan semakin besar
dekade dan tentu saja sangat merugikan
jika semakin banyak orang yang tidak hadir
VOC yang saat itu tengah giat-giatnya
(Roorda, 2002: 112, 285). Sementara di
mengumpulkan pendapatan dari wilayah
dalam Pasal 39, gubernemen akan
koloni. Atas dasar itu, pada tahun 1771,
menjatuhkan denda sebesar 50 real kepada
residen Yogyakarta dan residen Surakarta
Raden Adipati Sasradiningrat (di Surakarta)
memaksa pemimpin kedua wilayah untuk
dan Raden Adipati Danureja (di
menandatangani perjanjian, terdiri atas 16
Yogyakarta). Hal itu jika mereka tak mampu
pasal, dan disebut sebagai Angger Ageng.
menyelesaikan semua perkara yang masuk
Pada tahun-tahun berikutnya, regulasi itu
ke pengadilan dalam waktu dua bulan
diperbaharui dan disertai dengan
(Roorda, 2002: 127-128, 302-303).
penambahan sejumlah pasal. Dalam versi
terakhir yang ditandatangani pada 16 Selain Angger Ageng, terdapat dua
Oktober 1817, Angger Ageng telah memuat produk hukum lain yang diterbitkan pada
10 Di dalam naskah hasil alih aksara dan alih bahasa, tertulis Rijk van Prén dan Aibret Gerarnaus. Van Prehn menjabat
Residen Surakarta pada periode 1817-1820, sedangkan Gerard Nahuys menjabat Residen Yogyakarta pada periode
1816-1822.
11 1 real sama dengan 1 dolar Spanyol. Menurut Kumar (2008: 85), dolar Spanyol (peso duro) lama menjadi mata uang
standar di Jawa dan sekitarnya. Biasanya dikenal dengan nama real, singkatan dari real de a ocho, ‘kepingan
delapan real’. Nama lainnya adalah ringgit Jawa, pasmat (gubahan dari Spaansche mat), dan piaster. Di Eropa,
nilainya hampir sama dengan rijksdaalder Belanda. Keduanya bernilai antara 0,22-0,23 gulden pada periode
1651-1781. Di wilayah Indonesia, dolar Spanyol menjadi mata uang yang paling disukai dan selalu dihargai lebih
(antara 25-40%) daripada nilai resminya vis-à-vis mata uang Belanda.
Page 54 of 278
abad ke-18. Pertama, Angger Arubiru yang dan Pradata Akir yang diterbitkan pada
memuat 4 perkara, ditulis di Semarang pada masa belakangan.
tahun 1773 Masehi dan disempurnakan di
b. Cirebon
Yogyakarta pada tahun 1781 Masehi
(Roorda, 2002: 9-10). Kedua, Angger Pada paruh kedua abad ke-18,
Pradata Akir yang memuat 21 perkara, Kesultanan Cirebon memiliki dua jenis
ditulis pada tahun 1786 Masehi (Pranidhana, pengadilan, yakni Pengadilan Penghulu dan
2003: 85). Kemungkinan besar, naskah ini Pengadilan Karta. Pengadilan Penghulu,
diperbaharui pada tahun 1831 dan bersalin yang dipimpin oleh penghulu (pemimpin
nama menjadi Angger Pradata Dalem. Hal tertinggi agama Islam), memiliki wewenang
itu mengingat kesamaan isi kedua naskah untuk menangani perkara-perkara
(Yuwono, 1999: 91). Selain Pradata Akir, keagamaan. Sementara Pengadilan Karta
Kesultanan Yogyakarta juga mengenal diselenggarakan oleh tujuh jaksa (jaksa
Angger Pradata Awal yang, sayangnya, tak pipitu) dan bertugas menangani perkara-
diketahui kapan pertama kali ditulis. Yang perkara umum, seperti hak kepemilikan,
jelas, kedua naskah itu disalin ulang pada utang piutang, dan perkara-perkara
tahun 1865 atas perintah Sultan Hamengku kejahatan. Di dalam praktiknya, Pengadilan
Buwana VI (1855-1877) (Susilantini dkk, Karta juga memiliki fungsi arbitrase untuk
2014: 80). Sebelum Semarang Compendium, mendamaikan para pihak yang beperkara.
seperti dijelaskan sebelumnya, Kesultanan Jika perdamaian dicapai, perkara tidak perlu
Mataram memiliki dua jenis pengadilan, dilanjutkan ke pengadilan. Dalam hal ini,
yakni Pengadilan Pradata dan Pengadilan konsep awal hukum Jawa diakomodasi demi
Surambi. Pada tahun 1737, Pengadilan mengembalikan harmoni sosial (tata
Pradata direorganisasi sebagai konsekuensi tentrem) di antara masyarakat. Apalagi, bagi
dari penandatanganan jurisdictie contract orang Jawa, sengketa justru akan
yang menghasilkan produk hukum bernama menyebabkan “...orang kaya menjadi
Nawala Pradata dan sejak itu menjadi kitab miskin, orang miskin menjadi seperti mati
hukum acuan (Susilantini dkk, 2014: 120). meninggalkan prabéya dan tombok”12 .
Sayangnya, tak diketahui secara pasti Kedua jenis pengadilan itu mendasarkan
kandungan Nawala Pradata dan bagaimana putusan kepada kitab hukum standar yang
hubungannya dengan Angger Pradata Awal dinamai Pepakem13 . Dalam praktiknya, para
12 Di dalam bahasa Jawa, prabéya memiliki dua makna, yakni 1) wragad ‘uang yang digunakan untuk membayar suatu
tindakan’; dan 2) pajěg, ‘uang yang harus dibayarkan sebagai penanda kepatuhan’. Sementara tombok bermakna
‘jumlah kekurangan uang untuk menggenapkan harga (additional amount to complete the price)’.
13 Kerap juga disebut Pepakem Jaksa Pipitu, Pepakem Tjerbon, Papakem Cerbon, Tjeribonsch Wetboek, atau
Cerbonsche Rechtboek.
Page 55 of 278
jaksa dan penghulu bertindak atas nama formal, regulasi itu diterbitkan oleh empat
sultan, pemegang otoritas di Cirebon yang sultan di Cirebon, tetapi berada di bawah
kala itu bersumber dari empat kesultanan, pengaruh kekuasaan “...Tuan Residen
yakni Kasepuhan, Kanoman, Kaprabonan, Willem Tersmitten yang memerintah di
dan Kacirebonan. Tak heran, jika para jaksa Tanah Cirebon”. Satu produk hukum lain
dan penghulu tak menemukan suara bulat, yang semakin menegaskan campur tangan
putusan akhir berada di tangan sultan VOC di bidang hukum adalah Undang Nitih
(Satibi, 2014: 125-126). Cirebon (1723-1735). Di dalamnya, terdapat
aturan bahwa empat tumenggung dan tujuh
Di Cirebon, tonggak awal campur
jaksa yang bertugas di pengadilan harus
tangan VOC di bidang hukum dapat kita
mengucapkan sumpah di hadapan residen.
lihat dalam rangkaian “kontrak
persahabatan” pada tahun 1681, 1685, 1688, Pada akhirnya, pada tahun 1768,
hingga 1699. Di dalam Pasal 4 kontrak campur tangan VOC semakin lengkap
tahun 1685, misalnya, terdapat keharusan seiring dengan diterbitkannya Pepakem,
untuk menggelar pengadilan saban Sabtu di hasil kodifikasi berbagai aturan hukum yang
Alun-alun Keraton Kasepuhan. Para mantri sebelumnya terdapat di dalam berbagai
dari tiga keraton berkumpul terlebih dulu, naskah, di antaranya Raja Niscaya, Jaya
sedangkan Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Lengkara, Kuntaramanawa, dan Adilullah.
Pangeran Tohpati tetap berada di dalam Seperti halnya Compendium Freijer dan
keraton untuk menunggu kepulangan Compendium Semarang, penerbitan
Francois Tak dari Mataram. Setelah itu, Pepakem juga digagas oleh Kompeni. Sejak
barulah semua perkara, baik yang lama itu, semua jenis pengadilan di Cirebon harus
maupun baru, ditangani. Di dalam kontrak mendasarkan pengambilan putusan kepada
itu (Pasal 7, 8, dan 9), disebutkan pula Pepakem. Meskipun demikian, dalam
tentang eksistensi pengadilan yang dipimpin penilaian Hoadley, Pepakem Cirebon
oleh para mantri, diselenggarakan dua kali merupakan salah satu naskah kunci untuk
dalam sepekan, yakni pada hari Minggu dan menyelami tradisi hukum Jawa. Pasalnya,
Rabu, di depan Masjid Agung. Pengadilan aturan-aturan yang terdapat di dalamnya
itu diselenggarakan oleh dewan hakim yang mengakomodasi tiga tradisi hukum
beranggotakan tujuh orang, dengan sekaligus, yakni hukum Jawa, hukum Barat,
perincian 3 orang dari pihak Sultan Sepuh, 2 dan hukum Islam.
orang dari pihak Sultan Anom, dan 2 orang
Pepakem mengatur tentang otoritas
dari pihak Pangeran Tohpati. Pengaruh VOC
para sultan dan pejabat kompeni di bidang
semakin kuat seiring dengan diterbitkannya
hukum. Seperti dinyatakan di bagian
Surat Undang-Undang Cirebon (1721) yang
terdahulu, sultan berwenang mengambil
diinspirasi oleh hukum Belanda. Secara
Page 56 of 278
putusan akhir sebuah perkara, terutama jika sana, otoritas kehakiman –terutama terhadap
para jaksa dan penghulu tak menemukan kasus-kasus yang tergolong nonlitigasi--
kata sepakat. Sultan pun diperbolehkan berada di tangan pejabat yang dinamakan
menjatuhkan hukuman mati, tetapi harus qadi. Tak heran jika pengadilan di Banten
disetujui oleh pejabat Kompeni di Batavia. disebut sebagai Pengadilan Qadi.
Aturan itu menegaskan bahwa di atas para Berdasarkan catatan pengadilan (register of
sultan, terdapat otoritas yang tinggi dalam the qadi court), sebagian besar kasus yang
praktik peradilan, yakni pejabat kompeni ditangani oleh Pengadilan Qadi tergolong
(gubernur jenderal). Selain itu, Pepakem nonlitigasi dan terbagi ke dalam beberapa
juga memuat sejumlah ketentuan yang, kategori, yakni (1) masalah keluarga
kemungkinan besar, dipengaruhi oleh ajaran (mencakup pernikahan, perceraian, warisan,
Islam, terutama dalam hal pembuktian dan dan perlindungan anak), (2) padu
saksi. Semua saksi yang dihadapkan ke (perselisihan), (3) penyerahan harta, (4)
muka pengadilan harus memenuhi pembayaran dan pengakuan utang, (5)
setidaknya dua kriteria utama. Pertama, ia pemberian akomodasi kepada seseorang, (6)
harus mengerti betul segala apa yang ia kekerasan terhadap perempuan, dan (7)
ucapkan. Kedua, ia harus konsisten antara aneka ragam kategori yang mencakup
tindakan dan ucapan. Jika saksi tak transaksi jual beli, kunjungan tak terduga
memenuhi dua kriteria itu, perkara apa pun seorang anak, pengakuan kekalahan, dan
tidak akan bisa diputuskan. Pembuktian dan informasi tentang kematian. Satu hal yang
saksi merupakan dua hal penting dalam menarik, di dalam register pengadilan itu,
praktik peradilan untuk menghindari sama sekali tak tercantum kasus-kasus
kesalahan dalam penetapan hukum sehingga pembunuhan (kriminal) dan segala sesuatu
rasa keadilan dapat terpenuhi. Hal ini yang terkait dengan transaksi komersial
bersesuaian dengan ketentuan mutlak di dalam ukuran besar. Kemungkinan besar,
dalam hukum Islam (fikih) yang perkara pembunuhan berada dalam
mengharuskan adanya empat hal dalam wewenang istana (dalěm) atau perdana
penanganan perkara hukum, yakni menteri (bumi), sedangkan transaksi
pengakuan (iqrar), saksi (dua orang laki- komersial dalam ukuran besar merupakan
laki), alat bukti (qarinah), dan sumpah wewenang syahbandar (Yakin, 2015:
(qasamah) (Satibi, 2014: 131). 452-453). Meskipun demikian, pada
dasarnya, Pengadilan Qadi juga menerima
c. Banten
perkara-perkara kriminal (Yakin, 2015:
Page 60 of 278
Jawa sebagai subjek hukum paham betul mengatur tentang luas wilayah tiap-tiap
mengenai berbagai aturan yang terdapat di divisi. Dua istilah itu sebenarnya berbeda
dalam regulasi tersebut. jenis. Square miles digunakan sebagai
satuan luas, sedangkan paal sebagai satuan
Di dalam teori terjemahan, fenomena
panjang. Akan tetapi, paal merupakan istilah
itu disebut sebagai domestikasi, istilah yang
yang lebih akrab di telinga penduduk Jawa
diperkenalkan oleh Venuti (1995).
pada dekade kedua abad ke-19, bahkan
Domestikasi merupakan strategi
hingga kini masih digunakan meski untuk
penerjemahan dengan menggunakan bahasa
menyebut tempat.
yang transparan dan lancar untuk
meminimalkan keanehan teks bahasa asing Hal itu merujuk kenyataan bahwa
(bahasa sumber) bagi pembaca teks bahasa penduduk Pulau Jawa terbiasa membangun
sasaran (Shuttleworth & Cowie, 2014: permukiman berpola linier. Pada mulanya,
43-44). Di dalam artikel ini, kami hanya penduduk Jawa terbiasa membangun
akan menyajikan kajian terhadap tiga kata permukiman yang memanjang di daerah
sebagai contoh kasus. aliran sungai, sebagaimana ditemukan oleh
penjelajah awal VOC. Pada masa itu,
a. Kata “Pal”
permukiman yang dibentuk masih dalam
Di dalam Naskah Kitab Hukum hasil ukuran kecil, jumlah penduduk yang sedikit,
terjemahan dalam bahasa Melayu, kata dan letak yang berjauhan. Meskipun
kecil”. De Klein (1931) lebih suka lintas ekonomi yang cukup padat (Breman,
Di dalam contoh di atas, dapat kita Jawa, munculnya mobilitas pada komunitas-
lihat bahwa satuan luas yang, dalam bahasa komunitas petani, dan komersialisasi hasil
Inggris, disebut “square miles” diubah bumi. Kehadiran jalan raya pos juga
menjadi “pal”, kata yang dipinjam dari menciptakan kelompok sosial yang teramat
bahasa Belanda (paal). Di dalam Naskah penting, yakni kaum pedagang perantara
Kitab Hukum, kata/frasa itu hanya muncul (Lombard, 2008: 74, 139). Sejak itu, pola
sekali, yakni di dalam Pasal 5 yang permukiman penduduk tak lagi memanjang
Page 61 of 278
di sepanjang aliran sungai, tetapi
memanjang mengikuti jalan raya.
Page 62 of 278
Tabel 2. Domestikasi Kata “Sejumat”
Page 64 of 278
CXXXV Perkara yang (Ke)seratus Tiga Puluh
It must be observed, that in all Lima
causes which come into the Courts, the Pada hal segala bicara yang
respective parties in them shall plead in dibawa pada landrad atau tempat
their own behalf. It not having been periksaan bupati, maka orang2 yang
heretofore usual to employ Vakeels, or lawan bicara tadapat tiada akan
native lawyers, for this purpose, no melawan sendiri bicaranya dan tiada
persons of this description shall be boleh ia memakai pada itu barang
admitted. And it is trusted, that wakil2nya sebab itu tiada biasa atau
litigation will be considerably reduced beradat pada dahulu2. Maka kepada
and discouraged by this measure, as the orang2 itu akan tiada diluluskan sebab
trouble of it will then fall heavily and dirasa bahwa oleh perbuatan itu, maka
entirely on the principals themselves; bicara itu jadi kurang, dan segala susah,
that class of people not being allowed dan usaha kemudian semata2 akan
to exist, who, as deriving from litigation jatuh sekali dan sendiri atas orang2
their sole subsistence, may fairly and juga yang kepala membawa hal itu.
without invidiousness, be considered as Maka itulah kepada orang2 sebagian
having some interest in increasing the tiada patut diluluskan yang mencahari
business of the Courts. saja daya peliharanya daripada bicara2
perbantahan, maka itu juga kepada
orang2 itu boleh dipikir mereka itu ada
punya faedah pada hal melebihkan
pekerjaan2 landrad adanya.
Berdasarkan contoh yang dimuat Pada dekade kedua abad ke-19, kata
dalam tabel di atas, kata “bicara” digunakan “bicara” telah lazim digunakan oleh penutur
untuk menerjemahkan lima kata dalam bahasa Melayu. Salah satu buktinya, kata itu
bahasa Inggris, yakni “fact”, “case”, dimuat di dalam kamus Melayu-Inggris. Di
“cause”, “suit”, atau “litigation”. Di dalam dalam Marsden (1812: 37), misalnya,
Naskah Kitab Hukum, kata “bicara” yang dinyatakan bahwa kata “bicara” memiliki
digunakan untuk menerjemahkan kata “fact” enam arti, salah satunya adalah ‘suit, cause’.
dimuat sebanyak 2 kali, kata “case” 15 kali, Kata “bicara”, dengan perubahan bunyi
kata “cause” 13 kali, dan kata “suit” 8 kali. konsonan pertama pada kata itu, menjadi
Selain itu, kata “bicara” juga digunakan “wicara”, juga dimuat di dalam kamus Jawa-
untuk membentuk sejumlah istilah di bidang Belanda. Bahkan, di dalam Gericke &
hukum, seperti “rumah/tempat bicara” (the Roorda (1847: 390) juga Roorda (1875:
court), “lawan bicara” (the parties), “(orang) 515-516), secara tegas dinyatakan bahwa
yang alah/hilang bicara” (the loser of the kata “wicara” merupakan variasi dari bahasa
suit), “kepala bicara” (the president of Melayu “bicara”. Kedua kata itu sama-sama
court), dan “surat2 bicara” (the berasal dari bahasa Sanskerta. Selain itu,
proceedings). untuk bahasa-bahasa Austronesia, perubahan
Page 65 of 278
bunyi [b] menjadi [w] merupakan sesuatu Jawa. Ketiga, domestikasi terhadap istilah-
yang alamiah, sehingga ia menyebutnya istilah bahasa Inggris yang tidak familiar di
dengan istilah the natural sound change, telinga penduduk Jawa.
sebagaimana perubahan bunyi [p] menjadi
Proses legislasi ditunjukkan oleh upaya
[f]. Meskipun demikian, di dalam bahasa
Raffles untuk terlebih dahulu mengunjungi
Sunda, kerap terjadi perubahan bunyi yang
banyak daerah di Pulau Jawa lalu
aneh (the bizarre sound change), dimana
bunyi [b] atau [w] justru berubah menjadi mengumpulkan banyak informasi, baik dari
[c] atau [nc], seperti para pejabat kolonial maupun pejabat pribumi.
Page 68 of 278
PERSEPSI ORANG JAWA TERHADAP NAPOLÉON BONAPARTE
BERDASARKAN MANUSKRIP NASKAH SERAT NAPOLIYUN KARYA
SULTAN HAMENGKU BUWONO VI
Djoko Marihandono15
14 Makalah ini disajikan dalam rangka Simposium Internasional Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta,
5-6 Maret 2019, di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta.
15 Pemakalah bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,
Departemen Sejarah, Program Studi Prancis. Pemakalah dapat dihubungi melalui email: dmarihan@ui.ac.id atau
djoko_marihandono@yahoo.com
Page 69 of 278
dominasi beberapa bangsa asing. Pada 1795, yang besar di wilayah koloni Hindia Timur.
Belanda menjadi negara satelit Prancis. Hal ini disebabkan karena Inggris dan
Negara Belanda saat itu bernama Republik sekutunya menjadikan negeri Belanda
Bataf. Republik Bataf berlangsung di sebagai akses mereka untuk masuk ke
Belanda hingga 1806, berada di bawah Eropa. Oleh karena itu, perang-perang
pimpinan Jan Rutger Schimmelpeninck, satu antara koalisi Prancis melawan koalisi
dari beberapa orang anggota direksi Inggris selalu terjadi di wilayah Belanda.
Republik Bataf. Pada Mei 1806, Napoléon Hal inilah yang membuat kondisi politik di
Bonaparte membubarkan Republik Bataf Belanda sangat labil. Bahkan pemerintah
dan menggantinya dengan Kerajaan Republik Bataf yang disokong oleh Prancis
Belanda. Adiknya yang bernama Louis harus mengevaluasi semua pengeluaran
Napoléon Bonaparte dinobatkan sebagai negara sebagai akibat dari besarnya
Raja Belanda. Namun pada Juli 1810, ia anggaran untuk perang ini. Akibatnya,
diturunkan dari tahtanya. Negara Belanda kongsi dagang Belanda Vereenigde Oost
berada di bawah kekuasaan Napoléon Indische Compagnie (VOC) yang posisi
Bonaparte, hingga ia ditangkap setelah kalah neracanya selalu merugi, diputuskan untuk
dalam perang di Leipzig, Saxony yang dibubarkan, dan tidak diizinkan untuk
berlangsung pada 16-19 Oktober 1813. beroperasi kembali setelah 31 Desember
Namun pada Maret 1815, ia berhasil 1799. Dengan demikian setelah
melarikan diri dari Pulau Elba, kemudian dibubarkannya VOC. wilayah koloni
memerintah kembali di Paris selama 100 Hindia Timur diambil alih dan dikelola oleh
hari dari bulan Maret hingga 18 Juni 1815. pemerintah Belanda mulai 1 Januari 1800.
Ia melanjutkan perang dengan Inggris dan Namun, wilayah koloni juga tidak dapat
sekutunya. Ketika perang di Waterloo, ia dikelola dengan baik karena perang yang
tertangkap kembali pada 28 Juni 1815, terus menerus terjadi di wilayah negeri
kemudian ditahan di Inggris, selanjutnya Belanda. Sebagai akibat gagalnya
dibuang ke pulau Saint Helena hingga akhir Kesepakatan Amiens (Traité d’Amiens)
hayatnya. Untuk lebih jelasnya, perlu dilihat yang ditandatangani pada 25 Maret 1802
apa yang terjadi selama periode itu di negeri perang di antara kedua kubu itu menjadi
Belanda pada era tersebut. lebih dahsyat. Blocus Continental yang
dimaklumatkan oleh Napoléon Bonaparte,
Kondisi di Eropa, khususnya negeri
melarang semua kapal dagang Inggris
Belanda selama 20 tahun sejak berdirinya
berlabuh di daratan Eropa dan sekutunya.
Republik Bataf pada 1795 hingga
Hal ini membuat Inggris tidak tinggal diam.
pembuangan Napoléon Bonaparte ke Saint
Klaim itu dibalas oleh Inggris dengan
Helena pada 1815 membuat kondisi politik
mengancam akan menguasai jalur timur
Belanda sangat labil dan membawa dampak
Page 70 of 278
pelayaran (melalui Tanjung Harapan, Jenderal Albertus Henricus Wiesse. Dari
Ceylon, Malaka) yang menuju ke Hindia hasil pertemuan itu, diputuskan untuk segera
Timur. dilakukan upacara serah terima jabatan
Gubernur Jenderal pada 14 Januari 1808.
Pada Januari 1806, pimpinan Republik
Walaupun tanpa menunjukkan sepotong
Bataf mengirimkan 2 orang calon pejabat
surat pun, Wiesse bersedia untuk
tinggi ke Hindia Timur, yakni calon
menyerahkan kekuasaannya kepada
Gubernur Jenderal dan calon Ketua Raad
Daendels, karena sebelumnya ia telah
van Indie (Dewan Hindia) untuk
mengetahui penggantian dirinya dari koran
menggantikan Gubernur Jenderal Albertus
yang dibawa oleh para pelaut Amerika yang
Henricus Wiesse yang sudah habis masa
singgah di Batavia.
jabatannya. Namun pada Mei 1806,
Republik Bataf dibubarkan oleh Napoléon Sebagai seorang pengagum Napoléon
Bonaparte, karena dianggap gagal dalam Bonaparte, Daendels berusaha untuk
membendung armada Inggris masuk ke mematuhi semua instruksi Napoléon
benua Eropa. Sementara itu, ketika kedua Bonaparte. Ada dua tugas pokok yang harus
pejabat tinggi itu sampai di Amerika Serikat ia jalankan di Hindia Timur, yakni
(mereka mengambil pelayaran ke Hindia menerapkan sistem administrasi koloni
Timur melalui jalur utara), mereka berdua dengan baik agar membawa keuntungan
diinstruksikan untuk kembali ke negeri bagi negara induk, dan mempertahankan
Belanda karena Raja Belanda (Lodewijk pulau Jawa selama mungkin dari ancaman
Napoléon) tidak menyetujui pengangkatan Inggris. Walaupun Daendels menjabat
kedua pejabat tersebut. Sebagai gantinya, sebagai Gubernur Jenderal hanya selama 3
pada Januari 1807, Raja Belanda menunjuk tahun, namun banyak hal yang
Herman Willem Daendels untuk diangkat dilakukannya, antara lain mengatur kembali
menjadi Gubernur Jenderal di Hindia sistem peradilan, sistem birokrasi
Timur. Pada awal Februari 1807, setelah pemerintahan, hubungan dengan raja-raja
berpamitan kepada Raja Lodewijk lokal, pembangunan jalan raya pos Anyer
Napoléon, Daendels pergi ke Paris untuk sampai Panarukan yang panjangnya 1000
menghadap Napoléon Bonaparte. Dari Paris, sekitar kilometer. Pada 15 Mei 1811, ia
ia melanjutkan perjalanannya dengan bertemu dengan Jan Willem Janssens yang
berlayar menuju ke Jawa. Setelah berlayar membawa instruksi dari Napoleon
selama 10 bulan, pada 1 Januari 1908, Bonaparte. Dalam surat itu disebutkan
Daendels mendarat di Anyer dan langsung bahwa ia harus menyerahkan jabatan
berangkat menuju ke Batavia dengan gubernur jenderal kepada penggantinya Jan
menggunakan jalan darat. Pada 4 Januari Willem Janssens dalam waktu 1 X 24 jam
1808 ia berhasil bertemu dengan Gubernur setelah mereka berjumpa. Setelah serah
Page 71 of 278
terima jabatan dilakukan, Daendels harus Dengan demikian, berakhirlah pemerintahan
segera kembali ke Paris. Serah terima koalisi Belanda dan Prancis di Hindia Timur.
jabatan gubernur jenderal dilakukan pada
Beberapa Manuskrip tentang Napoléon di
16 Mei 1811. Namun Daendels baru dapat
Jawa
meninggalkan pulau Jawa pada 29 Mei 1811
karena harus menjual beberapa aset Serat Napoliyun Bonaparte merupakan
pribadinya berupa beberapa hektar tanah satu dari Sembilan naskah yang membahas
yang berada di Buitenzorg. Dengan tentang Napoléon Bonaparte. Semua serat
demikian, mulai 16 Mei 1811 Gubernur tentang Napoléon Bonaparte ditulis dengan
Jenderal Hindia Timur dijabat oleh Jan menggunakan aksara Jawa. Ada dua model
Willem Janssens. tulisan tentang Napoléon Bonaparte, yakni
dalam bentuk nyanyian tradisional (sekar)
Tiga bulan setelah pergantian
dan dalam bentuk cerita novel. Data yang
kekuasaan di Hindia Timur, Pasukan Inggris
digunakan dalam artikel ini diambil dari
berhasil mendarat di Batavia, pada 4
Koleksi nomor A 65 Perpustakaan Widya
Agustus 1811, dengan mendaratkan 99
Budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
armada perang di Cilincing. Dampak dari
Manuskrip ini berisi 102 halaman. Serat
pendaratan tersebut, dalam waktu 3 hari,
Napoliyun Bonaparte koleksi nomor A 65
Batavia dapat dengan mudah dikuasai.
ini sudah ditransliterasikan oleh KRT
Janssens beserta anak buahnya dan warga
Wignyasubroto pada 1999. Selain sudah
sipil Eropa di Batavia, mengungsi ke
ditransliterasikan dalam aksara latin, naskah
benteng Meester Cornelis yang sudah
ini juga sudah diterjemahkan dalam Bahasa
dipersiapkan sebagai benteng pertahanan
Indonesia dengan judul Serat Napoliyun
dan perlindungan oleh gubernur jenderal
Bonaparte Suntingan Teks, Terjemahan dan
terdahulu. Terjadi peperangan hebat di
Analisis Semiotik (Berdasarkan Naskah
Matraman, sementara tentara koalisi
Nomor A65) yang disusun oleh Marsono dan
Belanda Prancis bertahan di benteng
Waridi Hendrosaputro (1999), yang
Meester Cornelis. Namun karena terdesak
diterbitkan oleh Lembaga Studi Jawa
akhirnya Janssens beserta anak buahnya
bersama dengan Lembaga Indonesia Prancis
melarikan diri ke Semarang melalui
di Yogyakarta
Cirebon. Setelah beberapa hari terkepung,
akhirnya ia menyerah kalah di benteng Selain Serat Napoliyun Bonaparte
Tuntang, yang berada di Jawa Tengah. nomor A 65, terdapat karya kedua yang
Sebagai tanda penyerahan itu, ia harus berjudul Babad Napoléyon, koleksi
menandatangani Kapitulasi Tuntang dan Perpustakaan Pura Pakualaman
menyerahkan Hindia Timur kepada Inggris.
Page 72 of 278
Yogyakarta16 . Karya ketiga berjudul Serat demikian, serat ini ditulis 53 tahun setelah
Napoliyun Bonaparte tersimpan di terjadinya peristiwa perang Napoléon di
Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Eropa. Ada pun tujuan dari penulisan Serat
Mangkunegaran, Surakarta nomor B 36a. Napoliyun Bonaparte ini adalah agar
Karya keempat berjudul Serat Ngengreng dijadikan teladan para punggawa dan rakyat
Anggitanipun Napoliyun Bonaparte yang Jawa. Agar dapat dinikmati oleh pembaca
tersimpan di Perpustakaan Rekso Pustaka yang tidak mampu untuk membaca aksara
Pura Mangkunegaran. Karya kelima Jawa, naskah ini diterjemahkan oleh KRT.
berjudul Babad Perang Nederlan tersimpan Wignyasubroto pada 1999 (Marsono, et all.
di Perpustakaan Reksi Pustaka Pura 1999).
Mangkunegaran. Karya keenam berjudul
Naskah ini ditulis dalam bentuk
Prabu Bonaparte, disimpan di Museum
tembang macapat. Macapat adalah karya
Radya Pustaka Surakarta. Karya ketujuh
sastra berbahasa Jawa baru yang berbentuk
berjudul Cariyos Napoléyon disimpan di
puisi, disusun menurut kaidah tertentu, yaitu
Museum Radya Pustaka Surakarta. Karya
memiliki guru gatra, guru wilangan, dan
kedelapan berjudul Serat Napoleyon
guru lagu. Guru wilangan adalah jumlah
disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
baris dalam setiap bait. Guru wilangan
Dan karya kesembilan berjudul Napoleyon
adalah jumlah suku kata dalam setiap gatra
Bonaparte, disimpan di Universiteit Leiden
(bait), dan guru lagu adalah bunyi akhir dari
(Marsono, et all. 1999).
setiap gatra (bait) (Saputra, 1992).
Serat Napoliyun Bonaparte Seri A 65 Koleksi Sementara itu ada pula yang mendefinisikan
Perpustakaan Widya Budaya macapat sebagai puisi tradisi Jawa yang
dinyanyikan secara acapela (tanpa iringan
Serat Napoliyun Bonaparte merupakan
instrumen apa pun) dengan menggunakan
koleksi Perpustakaan Widya Budaya Kraton
patokan-patokan tertentu (Purna 1996).
Yogyakarta dengan katalog nomor A 65
Selanjutnya Saputra mengatakan bahwa
setebal 102 halaman ditulis dalam aksara
satuan bunyi terkecil dari macapat adalah
Jawa. Serat ini ditulis pada 6 Mei 1856 atau
bunyi (guru lagu). Bunyi ini digunakan
pada tanggal 1 bulan Puasa tahun Be dengan
sebagai alat untuk menghadirkan estetika.
sengkalan Dadya murti sabda prabu atau
Sementara itu pupuh adalah bentuk puisi
sama dengan 1784 berdasarkan sistem
tradisional Jawa yang memiliki guru gatra,
penanggalan Jawa. Serat ini ditulis atas
guru wilangan dan guru lagu. Pupuh juga
inisiatif dari Sultan Hamengku Buwono VI
dapat disebut gatra.
(Selanjutnya disingkat HB VI). Dengan
16 Babad Napoléyon naskahnya tidak ada lagi di Perpustakaan Nasional RI maupun di Ruang Naskah Perpustakaan
Universitas Indonesia (hilang). Hanya tinggal transliterasi latinnya yang masih tersimpan di kedua institusi
penyimpanan naskah tersebut.
Page 73 of 278
Serat Napoliyun Bonaparte yang Setelah menjelaskan tentang siapa
dijadikan sumber data makalah ini diawali HB VI, dan bagaimana serat ini ditulis,
dengan pujian kepada Sultan HB VI yang pada bab I Asmaradana, pupuh 14 mulailah
dianggap sangat terkenal dalam peperangan, diceritakan tentang Prancis, suatu negara
sehingga ia dimuliakan dan diberikan gelar besar di kawasan Eropa. Pupuh ini kemudian
Ngabdulrahman Sayidin Panatagama dilanjutkan dengan keterangan tentang
Kalifatullah. Sultan HB VI dianggap sangat Perang Napoléon yang terjadi di kawasan
masyhur dan berbudi luhur bagaikan Eropa pada 1815 atau pada 1742 tahun
pendeta, serta jauh dari kesombongan Jawa (Sengkala: Peksa catur pandhiteng
(Asmaradana I, pupuh 1-12). Sultan HB VI rat), yang bertepatan dengan pemerintahan
dianggap sebagai raja yang berpegang teguh Sultan HB IV. Dalam kaitannya dengan
dalam berpendirian, selalu adil dalam Napoléon Bonaparte, serat ini disebutkan
berperilaku. Sebagai wakil Tuhan di dunia bahwa di Eropa saat itu sedang berlangsung
(Kalifatullah) ia menguasai matahari dan huru-hara yang sangat besar. Napoléon
bulan. Menguasai matahari dapat diartikan Bonaparte membelot dan semakin menjadi-
sebagai seseorang yang menerangi hidup jadi karena ia merasa banyak pendukungnya
manusia, dan menguasai bulan diartikan dan memiliki kesaktian serta ahli dalam
sebagai memberikan ketenteraman kepada berperang (I. Asmaradana, pupuh 16).
semua umat manusia. Ia mampu untuk
Pada bagian selanjutnya dibahas
melindungi semua makhluk manusia
tentang tertangkapnya Napoléon Bonaparte
termasuk kerabat raja.
yang kemudian diasingkan ke Pulau Elba.
Sultan HB VI dianggap sebagai Dari pulau ini, ia menyusun kekuatan untuk
titisan eyangnya (Sultan HB I) yang melarikan diri dari pulau itu pada 26
memiliki sifat menyayangi semua orang. Februari 1815. Ia mendarat di Provenvce
Sultan HB VI digambarkan sebagai orang pada 1 Maret dan tiba di Paris pada 20
suci seperti halnya Sultan HB IV. Sebagai Maret 1815. Selanjutnya ia mulai berkuasa
raja yang keempat, Sultan HB IV sangat kembali pada 20 Mei sampai dengan 28 Juni
disayang oleh pemerintah Belanda dan 1815. Raja Louis XVIII yang berdasarkan
berhasil menjamin kerja sama yang baik Kongres Wina telah diangkat menjadi Raja
dengan pihak Pemerintah Belanda. Sang Prancis, akhirnya melarikan diri ke Inggris.
Raja tidak usah diperintah oleh siapa pun, Pada awal pemerintahannya ia kemudian
sudah mengetahui apa yang menjadi membentuk kembali pasukannya dan
kewajibannya. Perilaku ini menunjukkan kemudian kembali bertempur melawan
kesetiaannya kepada rakyatnya. koalisi Inggris dan Rusia serta negara Eropa
lainnya yang masih menggunakan sistem
monarki. Napoleon Bonaparte berhasil
Page 74 of 278
kembali bertakhta selama 100 hari, yang Bahasa Jawa disebut sebagai macapat.
dikenal dengan 100 hari pemerintahan Menurut falsafah masyarakat Jawa, macapat
Napoléon Bonaparte (20 Maret sampai memiliki kedudukan penting dalam
dengan 28 Juni 1815). Perang demi perang masyarakat Jawa. Hal ini dapat diketahui
terus berlanjut selama pemerintahannya bahwa tembang macapat dapat diungkapkan
tersebut. dalam bentuk lisan ataupun tulis. Usia
tembang macapat sudah sangat lama, tidak
Dalam serat ini juga diceritakan
diketahui secara pasti kapan dan siapa yang
bagaimana terjadinya peperangan dengan
menciptakannya. Hingga saat ini, macapat
Belanda, Belgia, Inggris dan Rusia. Senjata-
masih hidup dan digunakan sebagai sarana
senjata diperoleh dari merampas senjata dan
untuk mengungkapkan perasaan anggota
digunakan oleh Pasukan Napoléon
masyarakat Jawa, dan digunakan dalam
Bonaparte untuk menggempur lawan-
berbagai macam kegiatan misalnya untuk
lawannya. Demikian pula sebaliknya, lawan-
merayakan kelahiran seorang bayi, ucapan
lawan pasukan Prancis berhasil merampas
syukur dalam acara pernikahan, atau pun
senjata, dan digunakan untuk menggempur
dalam kesempatan lain. Penggunaan
pasukan Prancis. Pada bagian akhir dari
macapat dalam berbagai kesempatan
serat ini, digunakan macapat jenis
tersebut karena masyarakat Jawa
Asmaradana, yang berisi 39 pupuh. Pada
menganggap bahwa macapat merupakan
bagian ini diceritakan bahwa pada 14
bagian dari kehidupan mereka.
September 1815, anggota koalisi
mengadakan perjanjian yang dinamakan Menurut Karsono H Saputra (2012)
Perjanjian Paris II, dan menetapkan bahwa terdapat 15 macam tembang macapat.
Napoléon Bonaparte dijadikan tahanan Kelima belas tembang macapat dapat
perang. Ia dibawa ke Inggris, kemudian diklasifikasikan sebagai macapat asli (9
dikirim ke pulau Saint Helena. Pada 15 buah); tembang tengahan sebanyak (5
Oktober 1815 ia tiba di pulau itu, dan buah); dan sekar ageng (1 buah).
tinggal di sana sampai akhir hidupnya Kesembilan macapat yang dianggap sebagai
(Marsono, et all, 1999). macapat asli, antara lain: 1)
Dhandhanggulo; 2) Sinom; 3) Asmaradana;
Bentuk Ekspresi Serat Napoliyun Bonaparte
4) Durma; 5) Pangkur; 6) Mijil; 7) Kinanthi;
versi serat-serat tradisional yang membahas Sementara itu, 5 tembang yang termasuk
tentang Napoléon Bonaparte. Secara nyata, dalam sekar tengahan antara lain: 1)
dengan bentuk puisi tradisional yang dalam Megatruh, dan 5) Balabak. Sementara yang
Page 75 of 278
termasuk sebagai Sekar Ageng adalah satu pupuh terdiri atas beberapa pada (baris)
Girisa. (Saputra, 2012). Jumlah pupuh (bait) yang
ada dalam teks tersebut seperti tertera
Dari data yang diperoleh dari Serat
dalam tabel berikut:
Napoliyon Bonaparte koleksi A 65, serat ini
terdiri atas 19 tembang. Tembang tersebut
terdiri atas beberapa pupuh (bait), dan dalam
Tabel 1:
Jumlah tembang berdasarkan jenisnya
Page 76 of 278
tujuan agar dipahami oleh sebagian besar untuk memberikan perintah kepada
kalangan priyayi dan ningrat. pasukannya tentang strategi perang
yang diterapkannya;
Penggunaan 8 jenis tembang dapat
dijelaskan sebagai berikut: d. Durma. Istilah Durma dalam Bahasa
Jawa klasik berarti ‘harimau’.
a. Asmaradana. Tembang Asmaradana
Harimau merupakan binatang yang
berasal dari dua kata, yakni
menyeramkan bagi masyarakat.
‘Asmara’, yaitu nama dewi cinta,
Penggunaan jenis macapat Durma ini
sementara dana berasal dari kata
untuk menunjukkan suasana seram
‘dhana’ yang berarti api. Penggunaan
dalam peperangan, yang merupakan
jenis tembang Asmaradana
perang dahsyat antara pasukan
menunjukkan sifat sosial, suka
Prancis melawan pasukan Inggris
memberi, dan memahami apa yang
bersama koalisinya;
dikehendaki oleh banyak orang;
e. Gambuh. Penggunaan jenis Gambuh
b. Sinom. Kata Sinom berasal dari kata
memberikan dampak kepastian dan
‘enom/nom’, yaitu pemuda.
tidak ragu-ragu. Gambuh digunakan
Digunakannya jenis tembang Sinom
untuk memastikan kekalahan
karena dalam perang ini, kedua belah
Napoléon Bonaparte dalam perang di
pihak, yakni pasukan Napoléon
Leipzig di wilayah Saxony. Dalam
Bonaparte melawan koalisi Inggris
perang tersebut, ia tertangkap dan
dan beberapa sekutunya tetap
kemudian dibuang ke pulau Elba.
bertempur dengan semangat yang
tinggi. Akibatnya, perang tersebut f. D h a n d h a n g g u l o . Nama
menimbulkan banyak korban dan Dhandhanggulo diambil dari salah
menguras amunisi perang yang cukup satu nama raja di Kediri. Ia dikenal
besar; sebagai raja yang memberikan
harapan baik bagi masyarakatnya.
c. Pangkur. Pangkur memiliki makna
Penggunaan jenis Dhandhanggulo
ekor. Penggunaan jenis Pangkur
dalam serat ini adalah harapan akan
dalam serat ini untuk
kebaikan terhadap sikap Napoléon
menggambarkan bahwa para prajurit
Bonaparte yang dianggap melawan
Prancis yang dipimpin langsung oleh
raja-raja Eropa. Dengan
Napoléon Bonaparte berada di
menggunakan tembang ini,
belakangnya. Sebagai komandan
diharapkan akan muncul harapan dan
perang, ia memimpin langsung
sikap yang baik yang akan
tentaranya dan berada di garis depan
Page 77 of 278
mengakhiri terjadinya perang di memimpin pasukan Prancis selama
Eropa. 100 hari; Akhirnya ia harus
menandatangani Perjanjian Paris II,
g. Mijil. Mijil berarti keluar. Biasanya
yang intinya ia akan diasingkan ke
digunakan sebagai lambang keluar
Pulau Saint Helena.
dari kesulitan, yang berakhir dengan
kebahagiaan. Penggunaan jenis Dari data yang terkumpul, Serat
tembang Mijil mengibaratkan bahwa Napoliyun Bonaparte seri A 62 terdiri atas
dengan tertangkapnya Napoléon 19 jenis macapat, seperti terlihat pada tabel
Bonaparte dalam perang di Waterloo, berikut. Dari ke 19 jenis macapat yang
akan berakibat pada munculnya digunakan, sekar Asmaradana digunakan
ketenangan, ketenteraman, dan sebanyak empat kali, yakni no. 1, 7, 12, dan
kedamaian di seluruh wilayah Eropa. 19. Untuk Sekar Sinom, digunakan dua kali,
Pembuangan Napoleon Bonaparte ke yakni no. 2, dan no. 14. Pangkur,
Saint Helena akan menyelesaikan digunakan sebanyak empat kali, yakni no. 3,
permasalahan yang ada di Eropa 6, 9, dan 15. Tembang Durma, digunakan
terutama yang disebabkan oleh sebanyak 4 kali juga yakni no. 4, 8, 10, dan
ekspansionisme Napoléon. 16. Sementara sekar Gambuh, Megatruh,
dan Mijil masing-masing satu kali, yakni
h. Megatruh. Kata ini berasal dari kata
nomor 5, 7 dan 8, dan yang terakhir sekar
‘megat’ dan ‘roh’. ‘Megat’ artinya
Dhandhanggulo sebanyak 2 kali, yakni no.
menceraikan, memutuskan,
6, dan 11. Dengan demikian Serat Napoliyun
menyelesaikan, sementara ‘roh’
Bonaparte nomor A 62 diungkapkan dengan
adalah jiwa. Megatruh sering
menggunakan 19 jenis macapat.
diartikan sebagai membuang, atau
menghilangkan semua yang dianggap Dari segi isi, ke-19 jumlah sekar
jelek. Pembuangannya ke pulau Elba tersebut, Serat Napoliyun Bonaparte dengan
dianggap sebagai penyelesaian jenis Asmaradana berisi 162 pupuh; Sinom
terbaik terjadinya perang di Eropa. 57 pupuh; Pangkur 132 pupuh; Durma 140
Oleh karena itu, pihak pemenang pupuh; Gambuh 46 pupuh, Dhandhanggulo
langsung mengesahkan Perjanjian 52 pupuh, Megatruh 33 pupuh, dan Mijil 38
Paris I, dan dilanjutkan dengan pupuh. Dengan demikian bila dijumlahkan,
Traktat London I. Namun, Napoléon serat ini berisi sebanyak 660 pupuh.
Bonaparte berhasil melarikan diri
dari pulau Elba dan kembali
Page 78 of 278
Tabel:2
Jumlah Pupuh dalam Setiap Jenis Macapat
1. Asmaradana 20 18 14 10 62
2. Sinom 6 17 23
3. Pangkur 7 3 5 7 22
4. Durma 7 11 6 1 25
5. Gambuh 3 3
6. Dhandhanggulo 12 7 19
7. Megatruh 9 9
8 Mijil 15 15
Jumlah 178
Dari jumlah pupuh yang ada dalam karya tersebut, yang berjumlah 660 pupuh, nama
Napoliyun disebutkan sebanyak 178 kali dalam 178 pupuh. Hal ini menunjukkan bahwa
peranan Napoléon Bonaparte sangat dominan bila dibandingkan dengan tokoh lain, seperti
Jenderal Nelson, Jenderal Nei, Jenderal Brune, Jenderal Carnot (Tertulis Karnot dalam
naskah), atau Jenderal Nelsen. Peranan tokoh Napoléon Bonaparte sangat besar baik
Page 80 of 278
dianggap sebagai inisiator, organisator, maupun sebagai inspirator dalam perang 100 hari
pemerintahannya setelah melarikan diri dari pulau Elba.
Adapun persepsi masyarakat Jawa Serat Napoliyun Bonaparte seri A 62 adalah
terhadap Napoléon Bonaparte berdasarkan sebagai berikut:
Page 82 of 278
dan selalu menjauhi kesusilaan. Semua Raja Perubahan sistem ketatanegaraan
Eropa memusuhinya dan bersatu untuk inilah yang membuat kekhawatiran para raja
menghancurkan negara Prancis. Eropa. Ide Revolusi Prancis yang
menyatakan bahwa kekuasaan negara berada
Melihat semakin besarnya musuh
di tangan rakyat sangat menakutkan para
Prancis di Eropa, ia menobatkan dirinya
raja Eropa. Mereka bersatu padu untuk
menjadi Raja Prancis (Empereur de la
menahan agar ide Revolusi Prancis jangan
France). Telah disebutkan sebelumnya
sampai tumbuh di wilayah mereka.
bahwa musuh Revolusi Prancis ada dua,
Sementara itu dari pihak Prancis,
yakni adalah masalah sosial, yang
menyelamatkan gagasan Revolusi Prancis
diakibatkan oleh rawan pangan sebagai
adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Oleh
akibat dari gagal panen; dan masalah politik,
karena itu ekspansionisme Napoléon di
yakni bergantinya sistem ketatanegaraan.
Eropa mendapat dukungan sepenuhnya dari
Saat ia berkuasa, masalah kerawanan pangan
rakyat Prancis. Akibatnya, semua raja Eropa
sudah dapat diatasi. Namun perubahan
bersatu padu untuk menghancurkan Prancis
sistem ketatanegaraan akibat Revolusi
dengan tujuan agar gagasan Revolusi
Prancis menjadi ancaman negara-negara
Prancis tidak hidup di negara mereka
yang menganut sistem monarki di Eropa.
(Hinnewinkel, et all. 1981)
Revolusi Prancis mengubah kekuasaan
negara berada di tangan rakyat dan bukan
lagi berada di raja.
Dangu-dangu juga milih, sumuyud mring Lama-lama juga memilih dan mengasihani
Bonaparta, pracayeng kaprawirane, dhasar Napoléon serta percaya akan kepewiraannya.
mring Lodhewik nata, langkung kedik kang Sebalikya sangat sedikit yang mengasihani
tresna, samanta Lodhewik Prabu, sareng Lodewijk.
kesisan ing Bala (1,36)
Page 83 of 278
perdamaian di Eropa segera dapat yakni kembali pada batas-batas negara tahun
dilaksanakan dan ditegakkan secepat 1792. Selama ekspansionisme Napoléon
mungkin. Negara-negara Eropa mendesak terjadi di Eropa, batas-batas wilayah
agar kondisi politik dan keamanan segera antarnegara menjadi kacau, karena
ditegakkan di Eropa mengingat perang yang kebanyakan dari negara-negara yang telah
terjadi melawan Prancis telah berlangsung dikuasai oleh Prancis dijadikan wilayah
lama dan memakan banyak korban. Prancis. Keputusan kembali kepada batas
wilayah sebelum tahun 1792 merupakan
Keputusan Perjanjian Paris I yang
batas wilayah pada saat sebelum terjadinya
penting untuk mengembalikan stabilitas
ekspansionisme Napoléon diakui oleh semua
keamanan negara-negara Eropa, adalah
negara di Eropa (Nembrini, et all. 1985).
diberlakukannya batas-batas negara Eropa
sebelum Napoléon Bonaparte berkuasa,
e. Napoléon sebagai pemberontak
Bonaparte Napoliyun, kang wus sepuluh Napoleon yang sudah sepuluh tahun
warsa, denya gung sikareng Gusti, mengko memberontak, akhirnya nanti akan kembali
bali marang ing Prangkrik Nagara. pulang ke Prancis.
(II, 13)
...lan denambalidadi, dadi tan nedya mrih Perbuatan membelot supaya diikuti dan
rukun, heh payo tumandang prang.... (II, 16) yang disuruhnya pun mau. Jadi tidak
mengusahakan kerukunan.
Sebagai pemimpin Prancis yang posisinya pada saat itu menjadi musuh
memperoleh amanat dari konstitusi Prancis, Prancis. Belanda sejak 1795 sampai dengan
Napoléon Bonaparte harus menyelamatkan 1813 merupakan negara di bawah
ide Revolusi Prancis. Walaupun protektorat Prancis. Namun berdasarkan
mendapatkan serangan dari negara-negara Traktat London I pada 13 Agustus 1814,
yang menggunakan sistem monarki di Inggris berhasil meyakinkan Belanda untuk
Eropa, ia harus menjalankan tugasnya yang memisahkan diri dari Prancis. Imbalan yang
sudah dituliskan dalam Konstitusi Prancis. diberikan oleh Inggris atas perubahan sikap
Apa yang dilakukan oleh semua pemimpin Belanda adalah dikembalikannya bekas
negara Prancis selalu mengacu pada jajahan Belanda yang dikuasai oleh Inggris
konstitusi yang merupakan ciri khas di Hindia Timur termasuk pulau Jawa yang
pemerintahan Prancis pascarevolusi. sudah dikuasai oleh Inggris sejak 18
September 1811. Setelah 1816 wilayah
Pandangan bahwa Naploéon
Hindia Timur menjadi wilayah koloni
Bonaparte sebagai pemberontak, merupakan
Hindia Belanda sampai dengan kekalahan
suatu fenomena terbalik yang merupakan
Belanda atas Jepang berdasarkan Perjanjian
sosok dipandang dari sudut lawan-lawan
Kalijati yang dilaksanakan pada 8 Maret
Prancis. Hal ini dapat dimaklumi karena
1942. Perjanjian itu pada intinya berisi
Hindia Belanda saat serat ini ditulis berada
tentang penyerahan wilayah Hindia Belanda
di bawah dominasi bangsa Belanda, yang
kepada Jepang.
Page 85 of 278
f. Napoléon adalah orang yang sangat kuat
Ngunduri barisipin, bala Pras surak Pasukan Pras bertepuk sorak gemulai.
gumuruh. Wana Bossu kang kidul pan Hutan Bossu sudah dikuasai oleh pasukan
s a m p u n k e n g i n g , m r i n g w a d y a n y a Hernonimus. Napoléon sangatlah kuatnya.
Hernonimus. Bonaparte kyating pupoh (V,
17)
Dalam peperangan, Napoléon dianggap sanggup menyemangati semua prajuritnya.
sebagai orang yang pandai berperang. Hal inilah yang menyebabkan ia sangat
Sebagai seorang jenderal angkatan darat dicintai oleh rakyat Prancis terutama oleh
lulusan Académie Militaire di Paris, ia anggota pasukannya. Ia dikenal sebagai
dikenal sebagai seorang ahli strategi. orang yang sangat berani, selalu berada di
Musuh-musuhnya, terutama Nelson garis depan, sehingga tentaranya tidak
mengakui bahwa Napoléon Bonaparte pernah kehilangan semangat untuk
adalah seorang jenderal sejati, yang bertempur. (Bajou, 2012)
memiliki akal sangat cemerlang, dan
dengan pemerintah Belanda juga baik dan pemberontak terhadap kesepakatan yang
akrab. Dengan demikian kehidupan di tanah telah dibuat oleh raja-raja Eropa. Ia
berjalan sesuai tugas dan tanggung sebagai raja Prancis. Dalam berperang, ia
jawabnya. Semua orang hidup serba teratur, dianggap sebagai jenderal yang sangat kuat
tentara. Ia dapat dijadikan contoh karena strategi perangnya. Oleh karena itu, ia
Page 87 of 278
negaranya membuat ia tidak pernah bersedia Saputro, Karsono H, (2012) Puisi Jawa
Struktur dan Estetika. Jakarta:
untuk menyerah dalam peperangan apa pun
Wedatama Widya Sastra
dan di mana pun.
Susetyo, Wawan. (2007). Kepemimpinan Jawa.
Yogyakarta: Narasi.
Referensi
Verkuyl, J. (1951). Ketegangan Antara
Imperialisme dan Kolonialisme Barat
Sumber Data
pada Masa Politik Etis. Translated from
Anonim. Serat Napoliyun Bonaparte. Koleksi
balans van Beleid: Terug op de laatste
manuskrip Perpustakaan Widya
halve eeuw van Nederlandsch Indie.
Budaya, Kesultanan Ngayogyakarta
Assen: Van Gorcum.
Hadiningrat.
Wade, J. Nicholas. (2005). Perception and
Marsono and Waridi Hendrosaputro. (1999).
Illusion: Historical Perspective.
Serat Napoliyun Bonaparte. Suntingan
Dordrecht: Springer.
Teks, Terjemahan dan Analisis Semiotik
(Based on the traditional letter No. A
65). Yogyakarta: Lembaga Studi Jawa
dengan Lembaga Indonesia Prancis.
Buku
Page 88 of 278
SESI II
FILOLOGI
Page 89 of 278
JAVANESE MANUSCRIPTS FROM YOGYAKARTA
IN THE BRITISH LIBRARY
Page 95 of 278
Javanese bindings from Yogyakarta is, in the colour of the ink, the style of the
some cases, the density of stamped handwriting, any illumination or decoration
ornament, particularly in the series of in the books, and the materials used for
rectangular frames, which sometimes reach bindings. Sometimes these codicological
5 or 6 layers. In one manuscript, Arjuna features can shed light on manuscripts, and
Sasrabahu (MSS Jav 46), the boards are so suggest links between different books and
densely covered with stamped ornaments texts. It is to be hoped that the Javanese
that the small area of unstamped leather manuscripts from Yogyakarta in the British
stands out decoratively in contrast. Library, which are now fully accessible
through digitisation, will become objects of
Similar dark brown leather bindings
study, to contribute to our knowledge about
are found on manuscripts in the Raffles,
the arts of the book in Yogyakarta.
Crawfurd and Mackenzie collections, and
this is important confirmation that these
Bibliography
might be original Kraton bindings, for each
of these collections also contain many Behrend, T. E.
manuscripts with later bindings. However, 1996 Textual gateways: the Javanese
manuscript tradition. Illuminations:
one unusual feature is only found on writing traditions of Indonesia, ed. Ann
Crawfurd manuscripts, and this is the use of Kumar & John H. McGlynn; pp.
161-200. Jakarta: Lontar Foundation.
a small metal clasp to hold the envelope flap 2005 Frontispiece architecture in
shut. This is actually a unique feature never Ngayogyakarta: notes on structure and
sources. Archipel, (69): 39-60.
seen before on Islamic bindings elsewhere in
Carey, P. B. R.
the world. But the fact that these clasps are 1980 The archive of Yogyakarta. Volume I.
only found on Crawfurd manuscripts, and Documents relating to politics and
internal court affairs. Oxford:
not on Raffles and Mackenzie manuscripts, published for the British Academy by
suggests that these clasps might be later Oxford University Press. (Oriental
Documents; 3).
additions, rather than originating from the 1992 The British in Java 1811-1816: a
Kraton tradition. Javanese account. A text edition,
English synopsis and commentary on
British Library Additional Manuscript
Conclusion 12330, Babad Bedhah ing
Ngayogyakarta. Oxford: published for
the British Academy by Oxford
Javanese manuscripts have University Press.
traditionally been studied as works of Carey, Peter and Hoadley, Mason C. (eds.)
2000 The archive of Yogyakarta. Volume II.
history and literature, and objects of
Documents relating to economic and
philological study, focussing on the texts. agrarian affairs. Oxford: published for
But the material aspects of the manuscripts the British Academy by Oxford
University Press. (Oriental Documents;
also deserve study, such as the paper used, 11).
Page 96 of 278
Kumar, Ann and McGlynn, John H. (eds.)
1996 Illuminations: writing traditions of
Indonesia. Jakarta: Lontar.
Plomp, M.
1993 Traditional bookbindings from
Indonesia. Materials and decorations.
Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde, 149(3): 571-592.
Ricklefs, M. C. and Voorhoeve, P.
1977 Indonesian manuscripts in Great
Britain. Oxford: Oxford University
Press. (London Oriental Bibliographies;
5).
Ricklefs, M. C., Voorhoeve, P., and Gallop,
Annabel Teh
2014 Indonesian manuscripts in Great
Britain. New edition with Addenda et
corrigenda. Jakarta: Ecole française
d’Extrême-Orient, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Page 97 of 278
BAHASA SEBAGAI JENDELA DUNIA :
KAJIAN TENTANG BABAD NGAYOGYAKARTA
Teks Babad Ngayogyakarta sangat kaya akan Naskah adalah peninggalan masa lalu
informasi. Informasi dari teks Babad yang identik dengan buku kuna, buku usang
Ngayogyakarta yang ada sangat kompleks baik
dari bahasa, sastra maupun budaya yang yang berdebu dengan tulisan yang tidak
tersirat dan tersurat dari dalam teks. Ranah jelas. Bahkan ketika orang mengatakan
bahasa dapat dilihat bahwa teks yang ditulis bicara naskah identik dengan sesuatu yang
menggunakan aksara Jawa ini merekam tata
cara penulisan yang bisa jadi merupakan ciri cenderung hanya disakralkan, disimpan di
pada masa tertentu. Tradisi penulisan naskah tempat yang khusus dan mendapatkan
secara kodikologi juga dapat menjadi ciri perlakuan khusus. Apa sebenarnya naskah
penulis atau pemrakarsanya. Segi Budaya
banyak merekam kebiasaan atau tata cara yang itu? Sebenarnya bagaimana kita
berlaku pada masa yang diceritakan. Dari sisi memperlakukan naskah dan apa yang dapat
Sastra berarti teks merekam tata cara kita manfaatkan dari naskah?
penyampaian ide atau fakta yang nantinya
akan disampaikan pada pembaca. Teks menjadi
Naskah sebagai wujud fisik sebuah
rekaman proses pemvokalisasian sebuah fakta.
Dengan demikian pembacaan dari sebuah karya yang memang ditulis dengan media
Babad bisa melihat produksi teks atau dapat tradisional dan menggunakan aksara daerah
juga mengungkapkan makna teks.
(Saputra, 2008:2). Kondisi yang demikian
membuat masyarakat kadang sudah merasa
Page 99 of 278
(iii)Pustaha Lak-lak (a) (iv) Pustaha Lak-lak (b)
yang diceritakan, misal Sinuwun 169 mempunyai judul naskah yang sama
Tabel 2. Perbandingan Pupuh Babad Ngayogyakarta SB 169-A87(a)
▪ “ ”ھmenunjukkan tahun
Jawa yaitu Ehe
▪ “1780” menunjukkan
pembacaan dari sengkalan
▪ “Rĕ” menunjukkan
Rĕgen Bantul
dan ini menunjuk orang
Jawa (Radyan Nitinegari)
sehingga disimbolkan
dengan aksara Jawa.
"
Tata cara dengan scholia ini dan ini membuka informasi tentang siapa
menunjukkan bagaimana penulis atau carik dan apa yang ada dalam teks.
memperlihatkan kepandaiannya dalam hal
Ketrampilan Bahasa dalam Babad
membuat catatan yang mempermudah
Ngayogyakarta HB IV-V
pembaca ataupun penulis itu sendiri. Kedua
contoh di atas memperlihatkan peran naskah Selain dari sisi produksi teks ternyata
dengan melihat tata cara menulis teks dapat dilihat mengenai adanya peran bahasa
naskah. Tata tulis dengan scholia telah yang sangat penting dalam ranah kekuasaan
mengajarkan kepada kita mengenai tata cara atau masa pemerintahan sebuah periode.
penulis jaman dahulu mencoba memberi Teks Babad Ngayogyakarta HB IV-V sangat
catatan tepi yang dapat membantu pembaca/ jelas menunjukkan bahwa penguasaan
penulis sendiri menandai adanya pergantian bahasa adalah hal yang penting bagi seorang
tokoh penting , penanda sengkalan ataupun Raja. Hal tersebut pernah disinggung
tahun Jawa yang berarti berhubungan Wulandari (2014) bahwa penguasaan bahasa
dengan peristiwa. Hanya saja, catatan ini sangat diperlukan untuk menguak banyak
tersebut tidak akan dapat “terbaca” kalau informasi dari teks. Demikian halnya bagi
kita tidak menguasai aksara dan bahasa Raja. Dari sejak persiapan sebagai raja
dalam teks yang berarti informasi mengenai maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tahun, tokoh dsb tidak terungkap. Kembali tersebut disebabkan bahasa adalah alat
peran tata tulis teks pada naskah komunikasi yang jelas sangat penting dalam
mengungkap pola kerja penulis masa lalu proses pemerintahan juga alat
pengembangan wawasan. Karena pentingnya
Page 107 of 278
peran bahasa itulah maka dalam teks memberi pengajar orang Melayu, Encik
disampaikan adanya pengajaran khusus bagi Atas namanya, supaya Kangjeng Prabu
Raja. Selain itu tampak pula di dalam teks menguasai berbagai bahasa. Pengajaran
adanya peran penerjemah dalam setiap sudah berjalan.
aktifitas raja ketika berkomunikasi dengan
Sang Raja sudah bisa berbahasa Melayu
Belanda.
serta Sastra Arab dan Jawa. Senang hati
a. Pengajaran Bahasa pada Sultan HB eyang dan ibu. Kanjeng Ratu Kencana
IV berbicara kepada ibunda dengan pelan.’
19 Naskah : Arap
Tinunggilkěn raka tětiga Sang Prabu, tan Amat Ngusman teman mengajar Bekel
pisah ing siyang latri, sěparan aruntung- Suranata setiap pagi di Gedhong Jene.
runtung, kang mulang ngaos Kur’ani, Semakin pandai Sri Raja. Diceritakan
lurah Suranata katong. Mister Garnam,..
20 Naskah : Alipbi
21 Naskah : yya
Page 110 of 278
diperlukan. Sebagai contoh dapat dilihat dari Kutipan di atas menunjukkan salah satu
teks berikut. contoh bagaimana setiap pembacaan plakat
ataupun surat selalu dengan dua kali
Tuwan Garnam gya nambut, sěrat plěkat
pembacaan . Pembacaan pertama dengan
tědhak sing kursi, Pangran Dipati
menggunakan bahasa Inggris dengan
miwah, juměněng sědarum, pangran
tujuan untuk para minister dan selanjutnya
myang tuwan-tuwan, pra bupati ministěr
dibacakan dengan bahasa Jawa oleh
gya maos tulis, palěkat basa Ingglan
penerjemah uuntuk kalangan masyarakat
Wusnya dugi gennya maos tulis, Jawa. Hal inilah yang dapat dimaknai
sinambětan plěkat těmbung Jawa, Juru bahwa pengasaan bahasa asing dalam
Basa ingkang maos, něnggih udayeng rangka pengembangan kepemimpinan di
těmbung, pengět iki srat undhang mami,
lingkungan kraton dibutuhkan.
Jěng Tuwan Mistěr Garnam, kang
ngrěseng prajagung, Nagara
Dua contoh kasus di atas menunjukkan
Ngayugyakarta, andělira Jěng Tuwan
bahwa peran bahasa sangatlah diperlukan.
Raples Gupěrnir, Jendral ing Batawiyah.
Pengembangan wawasan sebagai pemimpin
(Babad Ngayogyakarta HB IV-V, Pp. I: akan dapat terlaksana jika penguasaan
30d-31) bahasa sendiri (Jawa) dan bahasa asing
dilakukan. Komunikasi dengan pihak luar
Terjemahan: lebih mudah dan pengembangan bacaan
akan memperkaya pola pikir pemimpin.
Tuan Garnam segera menyambut surat
Penguasaan bahasa sendiri jelas semakin
palkat. (Ia) turun dari kursi. Pangeran
memperkuat karakter pemimpin Jawa yang
Adipati (dan ) semua berdiri. Pangeran
berpikir secara ketimuran tetapi tidak berarti
dan para tuan (serta) para bupati.
ketinggalan. Sikap ketimuran dan tetap
Minister segera membaca palkat
berada di jalan yang benar adalah produk
berbahasa Inggris.
pembiasaan dengan memperkuat bacaan
Setelah selesai membaca suratnya, terhadap sastra Jawa dan berpegang pada
disambung dengan palkat berbahasa Quran.
Jawa, Juru Bahasa yang membaca.
Penutup
Adapun isi kalimatnya (demikian),
“Surat maklumat saya, Kanjeng Tuan Babad ternyata dapat menceritakan sisi
Mister Garnam yang menjaga kerajaan lain yang juga merupakan karakter manusia
Negara Yogyakarta, kepercayaan Jawa.Tidak hanya sejarah yang identik
Gubernur Raffles, Jendral di Batavia.’ dengan tokoh , peristiwa dan waktu tetapi
memberi motivasi pada diri. Membaca teks Yogyakarta. Soetanto dan Behrend
terus diasah. Bahasa Arab sebagai kunci Saputra H, Karsono. 2008. Pengantar Filologi
membuka tata aturan yang berdasarkan Jawa. Jakarta : Wedatama Widya Sastra
Quran menjadi jembatan karakter pemimpin Wulandari, Arsanti. 2014. “Kritik Teks sebagai
yang lurus. Melayu sebagai bahasa Gerbang Informasi.” dalam Prosiding
komunikasi sebagai pembuka wawasan Seminar Internasional MANASSA
seorang pemimpin. 2014
Naskah:
“Berakar kuat dan menjulang tinggi”
SB 141a Babad Ngayogyakarta HB V dumugi
dapat dimaknai teguh, kuat dengan agama
HB VII, Koleksi Museum Sonobudoyo
yang benar serta mau memahami budaya
SB 169 Babad Ngayogyakarta HB IV-V,
sendiri tetapi mengembangkan wawasan
Koleksi Museum Sonobudoyo
adalah sikap yang diharapkan bagi
pemimpin. W.85/A.87(a). Babad Ngayogyakarta HB IV-V,
Koleksi Kraton Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
22 Materi disampaikan pada International Symposium on Javanese Studies and Manuscripts of Keraton Yogyakarta,
dalam rangka memperingati ulang tahun ke-30 tahun kenaikan tahta Sultan Hamengku Buwana X di Royal
Ambarrukmo Yogyakarta, 5-6 Maret 2019.
23 Penulis adalah mahasiswa S2 Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
24 Kisah terkenal ini telah diterbitkan oleh Penerbit Dian Rakyat pada tahun 2000.
Page 113 of 278
dan lêlana berarti “bepergian, berkeliling”. naskah ini hendak bercerita tentang keadaan
Jadi dapat disimpulkan bahwa arti kata politik pasca Perjanjian Giyanti, yang mana
santri lêlana adalah seseorang yang mencari membagi Mataram menjadi dua bagian,
ilmu dengan mengembara dan berkeliling ke yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Adipati
berbagai tempat. Tema semacam ini telah anom sendiri, melalui naskah ini,
menghasilkan banyak sekali karya sastra menuangkan harapannya bahwa kedua
yang masih terkenal sampai saat ini, salah kerajaan ini suatu saat akan bersatu kembali
satunya adalah naskah berjudul Sêrat di bawah panji Yogyakarta, dan Belanda
Cênthini atau Suluk Tambangraras. Naskah akan berbalik masuk Islam. Naskah yang
yang kerap kali disebut sebagai ditulis sendiri oleh adipati anom, kini
“ensiklopedia Jawa” ini memuat berbagai disimpan sebagai pusaka kerajaan bergelar
macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu Kangjeng Kyai Suryaraja. Ricklefs
keagamaan, ekonomi, kepercayaan, sejarah, menuliskan dalam bukunya, Jogjakarta
geografi, psikologi, petangan, sampai under Sultan Mangkubumi (1974), bahwa
kepada pengetahuan seks dengan adegan- naskah ini dapat dibaca hanya pada saat-saat
adegan erotisnya (acapkali disebut “porno” tertentu saja, itu pun dengan suatu upacara
oleh orang awam), dibawakan melalui narasi khusus yang diadakan pada hari tertentu dan
dengan tokohnya ialah Ki Amongraga dan disertai dengan seperangkat sesaji25.
Ki Cabolang. Kedua tokoh ini memulai
Bagaimana karya sastra santri lêlana
suatu pengembaraan, yang mana dalam
ini bisa masuk dalam khazanah kesusastraan
perjalanannya banyak berjumpa dengan
Jawa, tentu harus ditilik kembali dari sejarah
ulama, sèh, rêsi, pandhita, dan orang-orang
masuknya peradaban India ke Jawa. F.D.K.
suci lainnya. Dari sinilah bermacam-macam
Bosch, seorang arkeolog Belanda,
aspek pengetahuan umum Jawa disampaikan
mengemukakan pendapat bahwa perkenalan
melalui diskusi yang terjadi antara keduanya
Jawa dengan agama dan budaya India
dengan para tokoh yang ditemui dalam
dimungkinkan lewat ajaran kebatinan seperti
perjalanan (Behrend, 1990: 266-267).
Buddha. Akan terjadi hubungan timbal balik
Dari dalam lingkup istana, contoh yang seandainya kalangan kraton memeluk atau
terkenal adalah Sêrat Suryaraja, yang mana masuk ke dalam ajaran tersebut, yaitu orang
salah satu naskahnya dipercaya ditulis pergi ke India untuk belajar atau berziarah
sendiri oleh Sultan Hamengku Buwana II (Ras, 2014: 43-44). Berangkat dari
semasa menjabat sebagai adipati anom pemahaman ini, maka dimungkinkan terjadi
(putra mahkota) pada tahun 1774. Melalui bahwa melalui arus mobilisasi masyarakat
penggambaran-penggambaran yang ada, yang ingin belajar atau berziarah ke India,
27 Ibid., hlm. 223-225. Ia menyebutkan bahwa dari isi cerita Panji yang berlatar belakang daerah Jenggala dan
Panjalu, dapat disimpulkan bahwa cerita ini memang asli ciptaan para pujangga Jawa dan berasal dari satu era di
mana kedua kerajaan diperintah oleh raja-raja yang masih satu turunan. Disebutkan pula bahwa pengerjaan cerita
Panji ini langsung sebagai varian dari pernikahan Kresna dan Rukmini, atau Rama dan Sita.
Page 115 of 278
Dèwi Sri dan Radèn Sedana yang dianggap dijumpai, dan persebarannya pun terbilang
sebagai perwujudan Bathara Wisnu dan luas, dari mulai di Indonesia hingga ke luar
Bathari Sri28 . Penyatuan keduanya negeri, contohnya di Belanda, Inggris, dan
membawa implikasi adanya harmoni, dalam Perancis (Behrend, 1990, 1998; Behrend dan
hal ini jika dipandang dari sudut pandang Pudjiastuti, 1997a, 1997b; Cabaton, 1912;
sejarah adalah penyatuan Jenggala dan Florida, 2012; Pigeaud, 1968; Ricklefs,
Panjalu sebagai simbol kerukunan politik29 . Voorhoeve, dan Gallop, 2014; Saktimulya,
2005). Mengenai Sêrat Jayalêngkara
Tentang Sêrat Jayalêngkara
sendiri, naskah ini adalah salah satu dari
Salah satu dari kumpulan karya sastra naskah koleksi perpustakaan Kraton
Jawa bergaya santri lêlana adalah Sêrat Yogyakarta ketika pecah pertempuran antara
merupakan nama tokoh yang cukup terkenal, pada 19-20 Juni 1812, yang terkenal dengan
dan termasuk dalam nama tokoh siklus nama Gègèr Sêpehi. Pertempuran ini, yang
29 Cerita Panji sudah populer pada era Majapahit (+1300-1500 M). Salah satu tafsir penelitian menyebutkan bahwa
cerita Panji adalah cerminan sejarah yang berkaitan dengan kerajaan dan kehidupan dari masa Airlangga, Ken
Angrok, Raden Wijaya, atau Hayam Wuruk (Berg, 1959; Poerbatjaraka, 1968). Penyatuan dua kerajaan, Jenggala
dan Panjalu (oleh Kieven disebut Jenggala dan Kediri), akan memperkuat stabilitas politik dan ekonomi
Majapahit di era Hayam Wuruk, seperti dituliskan dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca. Ibid.,
hal. 1-2.
Page 116 of 278
sebagai “perampokan akbar” terhadap arsip naskah adalah IOL Neg 2425 33. Secara
dan naskah kerajaan oleh Raffles, dimana umum, naskah ini memiliki 404 lembar
hampir seluruh isi perpustakaan Kraton halaman bertulisan, dan 30 buah halaman
Yogyakarta dirampas dan menjadi barang kosong. Jumlah pupuh atau lagu sebanyak
jarahan Inggris30 . 94 buah, dan terdapat 27 buah hiasan berupa
iluminasi dan ilustrasi dalam naskah34 .
Salah satu dari naskah yang dirampas
ini, yang kemudian dikenal sebagai Sêrat Naskah ini bertarikh Soma (Senin)
Jayalêngkara 31, kemudian beralih ke tangan Pon, 22 Rajab tahun Jawa Jimakir 1730 (7
Kolonel Colin Mackenzie, seorang perwira November 1803, menurut konversi kalender
Inggris yang ikut dalam penyerbuan Gregorian) atau dalam era bertahtanya
tersebut32 . Naskah dalam kajian ini Sultan Hamengkubuwana II. Bahan
bernomor koleksi IOL Jav 24, dengan kode kertasnya berasal dari Belanda, dengan
koleksi pribadi Mackenzie B-56 dan tanggal watermark “D & C Blauw” dan “Pro Patria”.
inventaris 30 April 1823, dan telah diberi Terdapat selipan selembar halaman yang
nomor halaman pada 23 September 1988 ditempatkan sebelum halaman pertama,
oleh Annabel Gallop. Nomor kode microfilm yang berisi kesalahan penulisan pupuh III
30 Tentang pernyataan ini, periksa Carey, 2014:408. Tim Hannigan (2017: 223-224) mendeskripsikan peristiwa itu
sebagai suatu “pesta penjarahan”, pemuasan nafsu kekayaan yang mengalahkan bahkan nafsu birahi sekalipun.
Perampasan terhadap parap putri dan selir keluarga kraton, penggeledahan rumah-rumah, pengerukan parit,
penghancuran lemari, bahkan pencongkelan lemari menjadi pemandangan yang dilihat orang banyak. Secara
khusus, Raffles dan Crawfurd dengan “antusias” melakukan pencurian akademisi a lá Indiana Jones dengan
mencuri arsip-arsip, naskah berjilid, tulisan lontar, naskah babad, dan teks-teks dalam bahasa Kawi, Jawi, Arab,
dan Sansekerta. Parahnya lagi, para pangeran dan abdi dalem dipaksa menjadi kuli panggul guna mengangkut
jarahan itu dari kraton ke benteng. Penjarahan inilah yang mengakibatkan seorang perwira Inggris, Letnan
Hector MacLean dari Kompi Senapan ke-14 meregang nyawa dari tangan seorang putri kraton.
31 Naskah Serat Jayalengkara termasuk dalam 75 naskah Kraton Yogyakarta yang telah didigitalisasi. Naskah
digital telah tersedia di internet pada halaman berikut: http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?
ref=MSS_Jav_24 dan https://blogs.bl.uk/asian-and-african/javanese.html?
_ga=2.197920295.908761112.1533973436-768445457.1421359745
32 Kolonel Colin Mackenzie (ca. 1754-1821), adalah insinyur kepala tentara Inggris di Jawa dari Perhimpunan
Insinyur Madras (Madras Engineers), yang jasanya dipakai dalam merancang penyerbuan ke Keraton
Yogyakarta melalui surveinya tanggal 16-19 Juni 1812. Ia rupanya adalah kolektor naskah jarahan paling banyak
di antara perwira Inggris pasca-penyerbuan keraton, dimana sekurang-kurangnya 66 buah naskah dalam
koleksinya yang dibawa ke Benggala pada Juli 1813 (disebut juga The Mackenzie Private Collection), adalah
berbahasa Jawa. Mackenzie digambarkan mempekerjakan 3 orang pandit (cendekiawan India) yang bertugas
sebagai kolektor naskah dan peta dalam bahasa Kannada, Tamil, Telugu, dan Sanskerta (Carey, 2016: 355
gambar 36, 357, 407 catatan 15). Koleksi-koleksinya kemudian dijual kepada English East India Company, dan
sekarang berada dalam naungan India Office Library (Ricklefs, M.C., P. Voorhoeve, dan Annabel Teh Gallop,
2014: xxvi)
33 Naskah ini telah diulas pada 18 Agustus 2014 oleh Annabel Gallop, Lead Curator, Southeast Asia di British
Library. Ulasan selengkapnya dapat dilihat di halaman berikut: https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2014/08/a-
javanese-manuscript-artist-at-work.html
34 Mengenai berubahnya jumlah pupuh dan halaman, penulis menemukan perubahan ini ketika mengerjakan
naskah Serat Jayalengkara sebagai bahan skripsi sewaktu menempuh studi S1 Sastra Daerah di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta
Page 117 of 278
Maskumambang ke pupuh IV Mijil, sehingga sekuel dari Sêrat Jayalêngkara,
sebetulnya halaman ini bisa dibuang oleh berkorespondensi dengan naskah serupa
penyalin atau penulis pada waktu itu. Nama bernomor koleksi IOL Jav 1236 . Bahwa
penyalin naskah ini adalah Trunawisestra bagaimana naskah ini menjadi menarik
dari Purwareja, terletak pada pupuh awal untuk dikaji dari isi ceritanya, adalah karena
dan terakhir naskah Sêrat Jayalêngkara35. setiap episode penting yang tersaji pada
Sêrat Jayalêngkara memiliki kaitan dengan
Melalui katalog Indonesian
iluminasi yang dibuat pada awal pupuh, atau
Manuscripts in Great Britain: A Catalogue
lazim disebut dalam bahasa Jawa sebagai
of Manuscripts in Indonesian Languages in
wêdana. Ada dua versi wêdana37 yang
British Public Collections, New Edition with
terdapat dalam naskah ini, yaitu wêdana
Addenda et Corrigenda terbitan tahun 2014,
rênggan dan wêdana gapuran rênggan,
disebutkan bahwa naskah ini bercerita
beserta dengan hiasan ilustrasi yang disebut
mengenai seorang bernama Jayalêngkara,
sebagai rêrênggan38.
yang setelah melakukan perjalanan kelana
ke tempat-tempat spiritual, menjadi seorang
raja bergelar Prabu Surya Dipaningrat. Pada Jayalêngkara Sebagai Seorang Santri Lêlana
bagian akhir, dikatakan bahwa kandha
Sêrat Jayalêngkara dibuka dengan
Sukma Ngumbara merupakan salah satu
sebuah manggala (bait pujian yang
35 Tentang nama ini, akan ditunjukkan pada prolog dan epilog naskah berikut ini:
Pupuh I Dhandhanggula: (6) Wanci jam nawa wiwit manulis, ri Soma Pon ping rolikur Rajab, Jimakir
titimangsane, sèwu lan pitungatus, tigang dasa angkaning warsi, punika kuningana, taun mangka tugu,
pasangkara sang mangripta, Purwarêja dalême sang murwèng gurit, kinarya smaradana
Pupuh XCIV Dhandhanggula: (9) Tam Jayalêngkara kang winanci, darmi nurat pun Trunawisêstra, dèn gêng
aksamèng lêpate, rèh dede carik tuhu, santri nyebal fidharaèni, kinèn mangun wilapa, mung uninging grubyug,
saèstu tan wrin ing rêmbag, tumut pajêng pêksa kawor manuswa di, kang winastan ulama
37 Yang dimaksud wêdana adalah gambar ornamental pembingkai teks. Menurut Sri Ratna Saktimulya (2016: 8,
catatan 20), ada 2 jenis hiasan wêdana, yaitu wêdana rênggan dan wêdana gapura rênggan. Wêdana rênggan
adalah gambar ornamental pembingkai teks dengan pola dasar terdiri atas dua kolom teks dengan bingkai dalam,
enam gambar pokok (di atas teks yang berbingkai dalam, sisi luar bingkai dalam dan di bawah bingkai dalam),
empat latar (mengisi di antara gambar pokok), dan bingkai luar. Umumnya hiasan wêdana rênggan diletakkan
berpasangan di dua halaman naskah, sisi verso lembar yang satu dan recto pada lembar berikutnya. Wêdana
gapura rênggan adalah gambar ornamental pembingkai teks dengan pola dasar terdiri atas kolom teks dengan
bingkai dalam, gambar pokok (di atas teks yang berbingkai dalam), bingkai samping dan kaki wêdana
(Saktimulya, 1998).
38 Rêrênggan, berasal dari kata dasar rêngga, berarti pajangan atau hiasan (Poerwadarminta, 1939: 528).
Rêrênggan dimaksudkan sebagai ilustrasi atau gambar yang mêmbantu memperjelas isi teks. Wacana yang
dituangkan dalam teks digambarkan sesuai persepsi pelukis dan penulis naskah (Saktimulya, 2016: 8, catatan
19).
Page 118 of 278
diperuntukkan bagi patron penyalin atau kisah petualangan: menembus hutan hingga
pemrakarsa penulisan naskah), dengan salah menyeberang jurang, nyaris dirampok
satu pujiannya ditujukan kepada Kangjêng namun berhasil membela diri, membebaskan
Sultan ing Ngayogya39, dan diawali dengan seorang bernama Wirasmara yang
narasi bergaya suluk40 . Naskah menceritakan seharusnya menjalani hukuman buang,
sebuah kerajaan bernama Sonyawibawa berkunjung ke rumah para kyai, pandhita
dengan rajanya bergelar Prabu Santagnyana. guna berguru dan menimba pengetahuan
Permaisurinya bernama Dèwi Wirasmara, seperti moral, agama, hukum, menikah
dan ia memiliki 3 orang anak masing- dengan putri Maha Pandhita Angragasukma,
masing bernama Radèn Jayalêngkara, Radèn hingga akhirnya pulang kembali dan
Subêkti, dan Dèwi Ragasmara. mendapati negaranya diancam bahaya oleh
lima negeri, yaitu Singasari, Pringgabaya,
Sang putra sulung, Jayalêngkara, sejak
Wisantara, Tumasik, dan Sonyalaba.
awal memiliki ketertarikan untuk berkelana
dan menimba ilmu di luar lingkup kerajaan, Berbekal pengetahuan yang didapat
namun baik sang ayah maupun ibu tidak selama berkelana, ia menyusun siasat
setuju mengingat posisinya sebagai pewaris bersama orang-orang yang mengikutinya
tahta Sonyawibawa. Jayalêngkara beralasan, dari pertapaan Maha Pandhita
ia masih belum cukup pengetahuan Angragasukma (termasuk menyelundupkan
andaikata ia naik tahta sebagai raja, orang-orangnya sebagai mata-mata),
sehingga takut salah mengambil keputusan. berangkat berperang hingga akhirnya
Beberapa hari kemudian, setelah mengalami berhasil mengalahkan, bahkan menewaskan
pergulatan perasaan yang sangat menekan, raja-raja Singasari, Pringgabaya, dan
Jayalêngkara memutuskan untuk melarikan Wisantara, sementara raja Tumasik dan
diri dari kraton. Ia ditemani oleh Sujalma, Sonyalaba menyatakan takluk. Di bagian
anak patih Jayasonta yang juga melarikan puncak cerita, ia dinobatkan sebagai raja
diri dari rumah. Berdua mereka melakoni Sonyawibawa bergelar Maharaja Surya
Iluminasi dan Ilustrasi pada Sêrat “meyalakan” halaman dalam buku dengan
seluk beluk seluruh aspek naskah, dari mulai naskah ini hanya ditempatkan di bagian awal
bahan, umur, tempat penulisan, dan saja, namun di Yogyakarta dan sangat jarang
perkiraan penulis naskah (Robson, 1978: 26; di daerah tertentu, hiasan semacam ini
terdapat di beberapa tempat yang
Page 120 of 278
dimaksudkan sebagai penanda babak baru sekali, hanya menyisakan tulisan yang telah
dalam cerita (Gallop dan Arps, 1991: 92-93). dibingkai.
Pada naskah Sêrat Jayalêngkara, diketahui
Ke-27 hiasan naskah ini ditempatkan
terdapat hiasan naskah sebanyak 27 buah,
pada babak cerita yang terdapat di bawah
dengan rincian 4 buah wêdana rênggan, 18
ini. Singkatan pada kolom tipe berupa WR
buah wêdana gapura rênggan, dan 5 buah
menunjukkan wêdana rênggan, GR
rerênggan, namun 6 dari 27 buah iluminasi
menunjukkan wêdana gapura rênggan, dan
dan ilustrasi tersebut tidak selesai diwarnai,
R menunjukkan rerênggan.
bahkan ada yang belum digambar sama
42 Mengenai puisi Jawa dan canto indicators (penanda bait), telah diulas oleh Dr. Dick van der Meij dari
DREAMSEA Project Universitas Hamburg pada 11 Februari 2019. Artikel ulasan dapat dilihat pada halaman
berikut: https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2019/02/javanese-poetics-and-canto-indicators-jaya-lengkara-
wulang-mss-jav-24.html
Page 124 of 278
hanya terdapat pada pupuh XIII Mijil
dimana memang diceritakan sebagai desa
yang cukup asri dan besar.
43 Bendara Pangeran Harya Natakusuma adalah putra ke-11 Sultan Hamengku Buwana I dengan Bendara Raden
Ayu Srenggara (Mandoyokusumo, 1988: 11)
Bentuk hiasan tlacaban, yaitu deretan segitiga sama kaki
Bentuk tersebut apabila diperhatikan,
Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa akan mengingatkan pada konstruksi gapura
Tarunasura (plêngkung Wijilan) dan gapura
Motif tlacaban menggambarkan sinar Nirbaya (plêngkung Gading).
matahari atau sinar yang berkilauan,
sehingga sering ada orang menyebut hiasan
ini dengan nama sorotan, namun pada
dasarnya hiasan ini mengandung arti
kecerahan atau keagungan.
Page 131 of 278
Kesimpulan
Salfia Rahmawati
Universitas Gadjah Mada
Growing interest in things Javanese since early production and further studies on the variants
19th century leads to development of canon and which were presented in dominantly attractive
popular stories of wayang, folklores, and other illustration within the manuscripts.
forms of written culture. The Collectie Moens has
been significant collection of manuscript originated Keywords: Moens, manuscripts, Yogyakarta,
in Yogyakarta. There are at least five reason on why Javanese, Suburb, Culture
this collection matters: (1) in its quantity, it
contains of 254 manuscripts ranging from 170 to
Koleksi Moens dalam kurun waktu 10
1.570 pages each produced in certain period at the
same time; (2) raffish polychrome illustrations and tahun terakhir agaknya mulai menjadi
stories in these collection are distinct from other perhatian. Tidak hanya karena koleksinya
Javanese illustrative manuscripts; (3) unusual
belum banyak disentuh oleh para filolog dan
production site was in rural areas, in distance from
the palace (Keraton) as center of knowledge-based peneliti bidang kajian lain, namun juga
cultural production; (4) these were written by karena konten-konten yang disajikan dalam
dalang (puppeteer) who were usually skilled in oral
koleksi naskahnya menarik untuk dikuliti.
story-telling on puppet live performance, not
trained in writing; (5) the production of these Terlebih lagi naskah-naskah ini khas
collection were result of encouragement from menyajikan hal-hal yang nyeleneh, berani,
Dutch scholars and missionaries in that era: J.L.
dan beda dari pakem. Berbicara mengenai
Moens was one person in charge to collect these
specific manuscripts from such area, around Koleksi Moens tentu tidak bisa dilepaskan
1920-1940s. This paper discusses the collection in dari sosok J.L.Moens yang namanya melekat
general to answer: How was Yogyakarta suburb
dalam koleksi. Moens memang sosok
culture in the early 20th century represented in the
Collectie Moens? How does the Collectie Moens penting dalam koleksi ini sebab ialah yang
reflect alternative patronage on wayang manuscript menjadi pemrakarsa dan inisiator penulisan
production? How does variation in the Collectie
naskah-naskah dalam koleksi tersebut.
Moens indicate cultural dialogue among periphery,
courtship, and foreign agencies? Through Moens, melalui koleksinya, membawa arah
philological process and existing studies, the pengetahuan dan budaya pinggiran
analysis shows that: 1) The Collectie Moens is
masyarakat Jawa (khususnya Yogyakarta)
significant as part of manuscript collection
reflecting aspects of Yogyakarta in new perspective; yang biasanya hanya dituturkan melalui
2) Variants presented in The Collectie Moens tradisi lisan dan pertunjukan wayang oleh
contains collaborative matters different cultural
dalang, menjadi tradisi tulis. Melihat hal
background; 3) Alternative form of patronage allow
production of manuscript in relatively new tersebut, menjadi penting rasanya untuk
location: non-court. This urges further research on mendiskusikan Moens sebelum masuk pada
significance of Moens in Javanese manuscript
Page 136 of 278
pembahasan koleksi guna mengetahui berperan sebagai panitia bidang pameran
gambaran maksud dan bagaimana Moens (Supardi, 2013). Pada tahun 1935, Moens
bisa ‘menghasilkan’ ratusan naskah-naskah tergabung dalam dewan pengurus harian
pinggiran Yogyakarta. Museum Sonobudoyo dengan jabatan
sebagai wakil ketua (Supardi, 2013; Katalog
Moens dan Koleksi Moens
Sonobudoyo, 1990). Nama J.L. Moens juga
J.L. Moens (1887-1954) merupakan tercatat sebagai dewan redaksi pada majalah
insinyur perairan Belanda yang ditugaskan Djawa dan editor pada Tijdschrift van het
di Jawa. Pada tahun 1924, Moens ditugaskan Java-Instituut 4748 . Moens juga terlibat dalam
oleh pemerintah kolonial Belanda untuk urusan khusus pernaskahan melalui Stichting
menjabat sebagai Kepala Teknisi pada Dinas Panti Boedaja49 , sebuah yayasan yang
(Regeerings Almanak, 1924 II: 527). Saat dalam pelestarian tradisi kesusasteraan
bekerja di kedinasan tersebut, Moens Jawa, antara lain dengan jalan membeli
bertemu dengan para peminat dan pemerhati naskah dari berbagai tempat di pulau Jawa.
budaya Jawa dari kalangan bumi putera Banyak di antara naskah yang diperoleh
maupun dari Belanda termasuk Th. Pigeaud dengan metode ini kemudian
dan Mangkunegara VII. Selama kurun waktu dialihaksarakan oleh tim penyalin (termasuk
tahun 1919-1927, Moens turut mendukung penulis dan penerbit terkenal dari Surakarta,
Kongres Bahasa Jawa dan Sunda46 , dengan Pigeaud, yang menjabat sebagai
45 Ingenieur van het Centrale Waterschapskantoor voor de Vorstenlanden. Terjemahan bebas dalam konteks latar
belakang pendidikan J.L. Moens.
46 Kongres Kebudayaan pertama diberi nama Congres voor Javaansche Cultuur Ontwikkeling, yang kemudian
disusul oleh kongres-kongres berikutnya. Penyelenggaraan kongres tersebut merupakan salah satu keberhasilan
yang dicapai Java-Instituut selama sepuluh tahun dengan detail: Kongres Kebudayaan (1919, 1921, 1924, 1926);
Kongres Bahasa Jawa dan Sunda (1924, 1927). Kongres tersebut diketuai oleh Prof. Dr. R.A. Hoesein
Djajadiningrat dan S. Koperberg. (Supardi, 2013:693).
48 Gambaran terkait status, tugas, fungsi, dan susunan organisasi Java-Instituut dapat dilihat di Anggaran Dasar
Java-Instituut No. 75 Tahun 1919. Operasionalisasi lembaga Java-Instituut dilaksanakan dengan menggunakan
anggaran dari: (a) subsidi Pemerintah Batavia, Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta,
Keraton Kasultanan Yogyakarta, dan Pura Pakualaman Yogyakarta; (b) pemasukan internal dari iuran anggota,
uang langganan majalah, tiket masuk museum Sonobudoyo. Pendiri Java-Instituut: Dr. R. Hoesein
Djajadiningrat, R. Sastrowidjono, dan Dr. FDK. Bosch. Didirikan pada tanggal 4 Agustus 1919 dan dibubarkan
pada tanggal 4 Agustus 1948.
49 http://sonobudoyo.info-pts.com/id3/2721-2611/Sonobudoyo_24674_sonobudoyo-info-pts.html
Page 137 of 278
wetenschappelijk adviseur yayasan sejak Triwindoe-gedenkboek Mangkoe Nagoro
pendiriannya sampai dengan masuknya VII, Soerakarta, pp. 135-140, “Een
Jepang. Jogjasche wichelplank.” Djåwå 19: 1-11,
(1940) “Een toornige Buddhistische
Beberapa judul publikasi dari tulisan-
heiland.” Djåwå 20: 265-271,
tulisan Moens 50 diantaranya: (1918)
“Mededeelingen van het Museum ‘Sana
“Nogmaals het bronzen beeldje te Solo.” OV
Boedaja’ te Djokjakarta: verslag van de
1918: 86-93, (1919) “De hoofdpersonen van
aanwinsten over het 1e halfjaar 1940.”
de basreliefs in het voorportaal van den
Djåwå 20: 348-352, “Was Pūrṇavarman van
tjandi Mendut.” OV 1919: 31-35, “Hindu-
Tārumā een saura?” TBG 80: 78-109,
Javaansche portretbeelden: Çaiwapratiṣṭa
“Srīvijaya, Yāva en Katāha.”
en Boddhapratiṣṭa.” TBG 58: 493-526,
JRASMalaysian 17,2: 1-111. – Partial tr. by
(1920) “Hollandsche en Engelsche
R.J. de Touché of the 1937 ed., (1941) “The
oudheden te Benkoelen.” OV 1920: 89-92,
talking tree.” TBG 81: 58-64, “Een
“Een Kroëisch grafschrift.” OV 1920:
genezende heiland.” Djåwå 21: 40-48,
137-138, (1921) “Aanwinsten van de
(1947) Kanttekeningen bij: V.R. van
Archaeologische collectie van het
Romondt, Beschouwingen over bouwkunst,
Bataviaasch Genootschap 4: een Javaansch-
Djakarta.–stencil, (1948) “Een Hindoe-
Buddhistisch Gurubeeld.” OV 1921:
Javaanse Kṣitigarbha?” TBG 82: 339-346,
186-193, “De Tjandi Mendut.” TBG 59
“De eenhoorn van Skanda.” TBG 82:
(1919-1921): 529-600, “Een
347-361, (1949) “Van Çākyamuni en urnen
Boddhapratiṣṭa.” TBG 60: 78-85, (1924)
van overvloed.” TBG 83: 83-109, “Een
“Het Buddhisme op Java en Sumatra in zijn
Chineesche poppenkast en het spel van den
laatste bloeiperiode.” TBG 64: 521-579,
linnen zak.” Jade 12,3: 1-15, (1950) “De
(1926) Ringgit en wajang, Leiden, KITLV:
stamboom van Airlangga.” TBG 84:
H 1059, typoscript, (1931) & Th.G.Th.
110-158, (1951) “Barabuḍur, Mendut en
Pigeaud, “Verslag van de aankopen van
Pawon en hun onderlinge samenhang.” TBG
Javaansche handschriften.” TBG 71:
84: 326-432, (1953) “Perwudjudan
315-329. (1933) “Het Berlijnse Ardhanārī-
sungsang Indonesia,” Bahasa dan Budaja
beeld en de bijzettingsbeelden van
1,5: 7-11, (1954) “Wiṣṇuwardhana, radja
Kṛtānagara.” TBG 73: 123-150. – with
Singasari dan kaum keluarga Madjapahit.”
postscript by W.F. Stutterheim, pp. 292-306.
Bahasa dan Budaja 2,6: 3-30, (1955) “De
(1937) “Çrīvijaya, Yāva en Kaṭāha.” TBG
Noord-Sumatraanse rijken der parfums en
77: 317-487, (1939) “Van den knaap, wien
specerijen in voor-moslimse tijd.” TBG 85:
de dagtaak was opgelegd.” In: Het
325-364, “Wiṣṇuwardhana, vorst van
50 https://www.dutchstudies-satsea.nl/deelnemers/moens-j-l/
Page 138 of 278
Singasari en zijn Madjapaitse naskah, yaitu Perpustakaan Universitas
santānapratisantāna.” TBG 85: 365-436, Leiden (158 naskah), Perpustakaan Nasional
“Koṭināgara, het antieke handelscentrum op Republik Indonesia (85 naskah),
Yava’s eindpunt.” TBG 85: 437-449, Perpustakaan Universitas Indonesia (10
“Airlangga’s rijksdeling.” TBG 85: 449-454. naskah), dan Perpustakaan Sonobudoyo
Memperhatikan judul dan bidang tema Yogyakarta (6 naskah)51 . Koleksi naskah
tulisan Moens, terdapat diskonektifitas Moens dikumpulkan dalam kurun waktu
antara bidang kerja teknis perairan dengan tahun 1930-1942 dari dalang-dalang di desa-
kesejarahan Hindu-Budha, budaya wayang desa luar daerah perkotaan Yogyakarta
dalam koleksi pernaskahan, keterlibatan seperti Godean, Gunungkidul, Kulon Progo,
dalam Java Instituut, dan dewan editor dan lain-lain. Nama dalang Widiprayitna
majalah Djawa. Dengan mempertimbangkan dari Sentolo, Kulon Progo dan dalang
frekuensi informasi di atas, maka Moens Cermapawira dari Ngabangan, Godean
dalam pembahasan ini diperlakukan sebagai disebut sebagai dua orang dalang yang
pemerhati budaya Jawa terutama dengan paling produktif dalam membantu dan
dasar (1) sumbangan pemikirannya berkaitan memenuhi permintaan penciptaan naskah-
dengan khazanah kebudayaan Jawa; (2) naskah Moens52 . Belum diketahui secara
besarnya jumlah manuskrip Jawa (serta pasti bagaimana Moens menginventarisir
luasnya cakupan topik) yang berhasil dia naskah-naskahnya. Berdasarkan penuturan
‘pesan’ dan kumpulkan -dengan premis Clara (2016), koleksi Moens di perpustakaan
bahwa Moens memiliki ketertarikan yang Universitas Leiden merupakan hibah dari
tinggi dalam melihat budaya populer Jawa Museum Ethnology di Leiden pada sekitar
(pada masa itu). Poin kedua salah satunya tahun 1964. Adapun koleksi Moens di
turut memicu pertanyaan-pertanyaan yang Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
berkaitan dengan kadar subyektifitas dan merupakan koleksi yang sebelumnya pernah
intervensi Moens dalam pengumpulan dan menjadi milik Artati Marzuki-Sudirdjo -
produksi naskah tersebut sehingga laik mantan Menteri Pendidikan Dasar dan
untuk ditelusuri lebih lanjut. Kebudayaan RI pertama (tahun 1964)-
sehingga kemudian diberi kode AS. Behrend
Koleksi Moens secara keseluruhan
(1998) menyebutkan bahwa Naskah AS
tersimpan di tiga tempat penyimpanan
didapat Artati Sudirdjo dari Moens, namun
51 Lihat Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia jilid IV (Behrend,
1998); katalog Literature of Java (Pigeaud, 1968); Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Museum
Sonobudoyo Yogyakarta (Behrend, 1990).
52 Pigeaud dalam Literature of Java menyatakan bahwa naskah koleksi Moens dipopulerkan oleh dalang-dalang
dari daerah luar perkotaan Yogyakarta, terutama dalang Widiprayitna dari Sentolo. (Lihat: Pigeaud II, 1968:
679-693).
Page 139 of 278
tidak diketahui dengan jelas apakah naskah- yang cukup dominan. Gaya penulisan teks
naskah tersebut diterima langsung dari disertai ilustrasi yang menjadi ciri dari
Moens atau melalui perantaraan orang lain. koleksi AS antara lain sederhana, digores
Pada koleksi Museum Sonobudoyo (MSB), dengan pensil warna, sebagian bergaya
informasi yang berkembang menunjukkan wayang, sebagian yang lain bergaya
bahwa kemungkinan besar Moens nanturalistis53 . Karakter tersebut tampak
menyerahkan langsung naskah-naskah pula dalam naskah Moens koleksi Leiden
tersebut kepada Sonobudoyo mengingat (berkode LOr) yang memuat berbagai cerita
beliau juga merupakan pengurus inti lengkap dengan ilustrasi grafis berupa
Museum Sonobudoyo pada masa itu. Hal ini gambar-gambar berwarna. Perbedaan
dimungkinkan karena Moens terlibat banyak tampak saat kita menengok naskah Moens
kegiatan dengan Java Instituut dan kegiatan koleksi Sonobudoyodan FSUI. Karakter
lainnya sehingga sangat tampak bagaimana tulisan tebal-tebal dan cenderung besar tidak
Moens sangat serius berkegiatan di bidang tampak koleksi tersebut. Sebaliknya, gaya
budaya Jawa. tulisan cenderung rapi dan rapat. Ilustrasi
dan gambar pun jarang ditemukan. Kalaupun
Naskah Moens koleksi PNRI (berkode
ada (misal pada SK 83), pewarnaan tidak
AS) memiliki gaya tulisan yang kaku dan
menggunakan pensil warna-warni
besar-besar sehingga membuat naskah cukup
sebagaimana dalam koleksi PNRI dan
tebal pada kisaran 170-1.570 halaman.
Leiden, namun cenderung monokrom.
Naskah-naskah Moens juga disertai dengan
Demikian halnya dengan koleksi FSUI.
ilustrasi penuh maupun ilustrasi sebagian
53 Nuning Damayanti (2008: 8) mengungkapkan bahwa gambar ilustrasi Jawa periode 1800-1920 mengalami perubahan
dengan pergeseran gaya ke arah gaya naturalistis dan realis. Ciri-ciri visual pada ilustrasi naskah Jawa periode
1800-1920 yang nampak pula dalam naskah SN, antara lain: (1) Masih menganut pola pikir Pra-Hindu, yaitu
gambaran animisme dalam wujud makhluk gaib (etiologi); (2) Menganut konsep visual Barat dengan
munculnya perwatakan manusia, gambaran naturalistis-realis-ekspresif dan ungkapan liberal/kebebasan, tidak
terlalu terikat pada kaidah pakem dan munculnya ekspresi individu; (3) Penggayaan bentuk naturalistis-
perspektif-terbatas (bagungan gaya perspektif terbatas tradisi Jawa dan teknik gambar perspektifis seperti cara
Barat). Mengingat naskah ini merupakan naskah kisaran 1930-an, maka wajar apabila masih mendapat pengaruh
gaya ilustrasi yang sejaman atau berdekatan masa.
Page 140 of 278
Hanya saja setelah menilik beberapa Dhateng Resi Durna (AS 18), Lakon
naskah lain dalam koleksi yang sama, Wayang Warna-Warni (AS 21), Lakon
peneliti menyimpulkan bahwa karakter Warna-Warni (AS 22), Golek Warna-
tulisan bukan didasarkan pada tempat Warni (AS 26), Cerita Kama Salah
penyimpanan (PNRI, Leiden, FSUI, (AS 29), Kayon Cina (AS 31), Kayon
maupun MSB), melainkan didasarkan pada Gringsing III (AS 32), Kayon Kancil
penulis (dalang yang bertugas menulis (AS 33), Kumpulipun Beburon Wana
naskah tersebut). Ingkang Wonten Wastra (AS 34),
Kayon Klithik (AS 35, 59), Kayon
Dari total 254 jilid naskah koleksi
Madya (AS 37, 38, 39), Kayon
Moens yang tersimpan di PNRI, Leiden,
Menak (AS 40), Carita Kayon II (AS
FSUI, maupun Sonobudoyo, secara umum
41), Kayon Wanda Purwa (AS 42),
dapat dikategorikan menjadi beberapa
Lakon Muksa akaliyan Lakon Semar
bagian:
(AS 49), Lakon Ringgit Purwa
1. Naskah Sejarah: Babad Grenteng (AS Warna-Warni (AS 50), Lakon Wayang
4), Babad Lombok; Babad Palawija Kalabanjar (AS 52), Lakon Wayang
kaliyan Palawose (AS 5), Babad (AS 53), Lakon Topeng Waja (AS
Longge (AS 6), Blencong (AS 11), 54), Recasela (AS 55, 56), Lakon
Sejarah Kekayon (AS 8, 19, 20, 23, Wayang (AS 57), Pakem Grenteng
25, 30), Kayon Madya (AS 36), Jin (AS 58), Pakem Kandangwesi (AS
(AS 24), Babad Gangsa (LOr 60), Pakem Pakut Waja (AS 61),
Ringgit Gedhog (AS 66, 67), Kayon Wisnumaya (AS 80), Tumedhakipun
54 Beberapa judul naskah kuno dilaporkan pembeliannya bersama dengan naskah lain yang dikumpulkan Pigeaud
dalam jurnal Djawa yang berbahasa Belanda.
Page 144 of 278
dari segi media tulis cenderung tidak harus begitu beragam dan luas tentu menegaskan
selalu menggunakan material yang sama signifikansi koleksi ini karena tidak hanya
karena proses penulisannya yang berisi cerita yang disebut kanon tetapi juga
kemungkinan sekuensial acak. terbuka pada variasi kekayaan pengalaman
kehidupan sehari-hari dengan kesan yang
Secara khusus dalam naskah koleksi
lebih sederhana.
Moens, isi atau tema penulisan naskah
cenderung mengikuti keseharian hidup
masyarakat yang terkesan lebih spontan dan
terbuka, berupa hal-hal yang sudah menjadi
pengetahuan bersama dalam korpus
pengetahuan masyarakatnya melalui penulis
yang juga tinggal bersama dan mengalami
langsung kejadian-kejadian ataupun
imajinasi-imajinasi yang kuat dengan akar
pada akumulasi pengetahuan yang Wayang boneka Cina dan permainan tas linen55
55 “Een Chineesche poppenkast en het spel van den linnen zak”, cuplikan salah satu publikasi Moens tahun 1950
dan ada dalam katalog LOr 10.971-10.974 dengan skrip Ringgit en Wajang.
Page 145 of 278
ataupun kegunaan dari gambar tersebut Dalam proses mengumpulkan koleksi-
dalam rangkaian aktifitas Moens sejak dari koleksi naskahnya, Moens diasisteni
pengumpulan, pemesanan, pembuatan beberapa dhalang yang diketuai oleh dalang
naskah, dan inventarisasinya. Arsip Ki Widi Prayitna dari daerah Sentolo,
pendukung dan informasi bahwa Moens Kulonprogo, Yogyakarta. Relasi patron klien
sering mengunjungi daerah Pucung yang muncul dalam relasi ini didasarkan
memperkuat dugaan bahwa Moens juga pada transaksi ekonomi. Clara (2016)
tertarik dalam wayang tidak hanya dari segi menyebutkan bahwa Moens membayar
naratif atau prosa yang ilustratif. asisten-asistennya dengan bayaran yang
cukup layak sehingga produksi naskah
menjadi cukup konsisten. Sumber keuangan
ini diasumsikan berasal dari pemerintah
Belanda karena Moens dan Pigeaud juga
menulis laporan ini dalam dokumen resmi57 .
Beberapa naskah yang dibeli Moens antara
lain: Serat Dewaroetji Moeroehitasari (KBG
1), Proboe Soewelatjala, Kisah Sultan
Agung dengan Ratu Lara Kidoel (KBG 2),
Serat Anbia (KBG 3), Serat Darmagandoel
Kalamwadi, Serat Wedatama (KBG 4),
Kumpulan naskah tentang ajaran moral dan
adat istiadat (KBG 6), Serat
Arjoenasasrabahoe (KBG 7), Tjarijos
Salasilah para Loeloehoer (KBG 8),
Soeltanspranatans (KBG 9), Kumpulan
aturan upacara pernikahan (KBG 10),
Album wayang, Grebeg, Ande-ande
Loemoet, dan pembelian lain yang berisi
tentang upacara-upacara, jenis permainan
anak-anak, dongeng—naskah yang dianggap
LOr. 10.973 Ringgit en Wajang56 penting merefleksikan kehidupan dan
56 Bagian dari arsip foto atas nama J.L. Moen sang dikuratori oleh Holt di koleksi digital perpustakaan Universitas
Leiden
57 Laporan tersebut berjudul Verslag over de aankoopen van Javaasche Handschriften gedaan voor rekening het
Kon. Bataviassch Genootschap dor Ir. J.L. Moens te Jogja en Dr. Th. G. Pigeaud te Solo in de jaren 1929-1930
dan diterbitkan dalam kumpulan tulisan Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, 1931.
Page 146 of 278
kebudayaan Jawa, dan ada pula naskah Bali Diversitas topik dalam koleksi
yang dibeli oleh Moens. menunjukkan luasnya bidang yang diminati
Moens atas budaya Jawa, khususnya
Perlu diperhatikan bahwa dalam
Yogyakarta. Pada terbitan majalah Bahasa
bekerja, Moens bertugas untuk membeli dan
dan Budaja FSUI edisi Februari 1955
mengumpulkan naskah. Inisiatif
halaman 3 dengan tulisan berjudul “In
memproduksi atau membuat naskah muncul
Memoriam Ir. J.L. Moens”, Hoesein
karena dirinya menemukan bahwa sebagian
Djajadiningrat menyebut Moens sebagai
naskah-naskah yang dianggap penting tidak
sarjana yang aktif melakukan studi-studi di
dapat ditemukan dan dengan kebersediaan
Indonesia pada masa penjajahan. Hoesein
abdi dalem58 yang memiliki pengetahuan
Djajadiningrat mengingat: “Moens djuga
tentang itu serta ketrampilan menggambar
bernafsu mengumpulkan barang-barang
dipandangnya dapat menjadi solusi atas
prasedjarah, barang-barang kuno dan
masalah tersebut. Dengan demikian produksi
barang-barang jang aneh. Sajang sekali
naskah dapat dilakukan agar budaya-budaya
banjak dari hasil usahanja di lapangan ini
itu tidak hilang dipengaruhi jaman yang
hilang akibat pendudukan Djepang, waktu
semakin modern. Namun dalam praktiknya,
mana ia dimasukkan ke dalam tahanan.” Di
Moens seperti mengintervensi atau mungkin
mata Hoesein Djajadiningrat sebagai
juga karena akumulasi pengetahuannya dari
intelektual yang pernah kuliah di Belanda,
kumpulan cerita dan gambar serta wayang
Moens adalah tokoh yang pantas dihormati.
yang sudah berhasil dibeli dan dikumpulkan,
Penghormatan yang ditampilkan dalam satu
misalnya kumpulan wayang berbentuk
artikel khusus terbitan majalah FSUI ini
binatang ataupun naskah tentang kuda
mengindikasikan bahwa Moens memang
kepang, ataupun cerita-cerita mistis
dipandang cukup berjasa atas perhatiannya
sehingga menjadi sumber kreatifitas dalam
terhadap kebudayaan Jawa. Hal ini
produksi naskah cerita wayang yang berbeda
mempertegas asumsi bahwa arena kerja
dari lakon purwa yang sudah ada.
dengan jabatan strategis serta jajaran
Pengetahuannya tentang naskah-naskah
koleganya yang notabene orang-orang
kanon serta pengalamannya di lapangan
penting pada masa itu merupakan faktor-
sepanjang daerah di luar ‘kota’ menjadi
faktor yang memungkinkan dan
kombinasi yang memungkinkannya
memudahkan Moens dalam mengupayakan
memberikan gambaran yang cukup jelas
tugas mengumpulkan dan atau memproduksi
kepada asisten-asistennya dalam menulis
naskah.
sebuah lakon.
58 kemungkinan abdi dalem yang memiliki kemampuan ini adalah sosok seperti Atmo Karyo terutama dalam hal
kemampuan membuat karakter wayang dengan pewarnaannya, selain itu dalang yang berasal dari luar Kraton
juga berkontribusi membantu Moens menulis naskah-naskah sesuai pesanan Moens.
Page 147 of 278
Sebagai perbandingan atas indikasi pribadi Moens sendiri, bukan bagian dari
bentuk patronase yang bergerak di luar proyek bersama.
Kraton dalam produksi naskah atau
Lokasi geografis imajiner antara
publikasi tulisan, ada tokoh lain yaitu J.
Kraton, pusat pendidikan atau agama, dan
Kats yang menjadi pengelola Balai Pustaka.
non-kraton muncul menjadi perihal yang
J. Kats memiliki otoritas untuk menyaring
menarik dengan adanya naskah koleksi
tulisan dengan isi tertentu sehingga dapat
Moens. Jumlah naskah yang tidak sedikit
diterbitkan. Selain itu, Pigeaud dengan area
menjadi indikasi kuat bahwa penulisan dari
kerja Surakarta juga memiliki otoritas
daerah pinggiran Yogyakarta terbukti
filtrasi karena dirinya tidak hanya
dimungkinkan –meskipun tidak juga masuk
menginventarisasi, namun juga menjadi
dalam kategori kedua-. Konten yang berbeda
panitera atau orang yang menilaiapakah
tentu dapat dipandang sebagai proses kreatif
sebuah naskah itu penting dan layakn dibeli
dan sekaligus menjadi media saluran bagi
untuk kemudian dimasukkan dalam koleksi
dalang untuk menunjukkan sudut pandang
Koninklijk Bataviaasch Genootschap
yang berbeda sebagai orang Jawa yang
(KBG). Pada awal abad ke-20, kebijakan
hidup di luar lingkungan Kraton dan di luar
politik etis berjalan ke arah pengembangan
area yang dianggap sebagai pusat
kualitas masyarakat. Namun pada
pendidikan dan keagamaan. Dokumentasi
praktiknya, patron-patron asing masih
berupa foto-foto menunjukkan bahwa Moens
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
juga menjangkau daerah pinggiran seperti
menentukan produksi dan publikasi konten
Bantul, Guning Kidul, Godean, Kulon
budaya yang ada di wilayah Yogyakarta,
Progo, dan Klaten. Pegerakan ke arah timur
Surakarta, bahkan Nusantara. Agensi dalam
sampai dengan Surakarta tentu saja mudah
jejaring produksi naskah yang diprakarsai
diterima mengingat bahwa Moens juga
Moens dinyatakan sebagai hal umum yang
bekerja bersama-sama dengan Pigeaud dan
terjadi pada masa itu, sebagaimana
juga aktif dalam Java Instituut. Sedikit
dinyatakan Behrend (dalam Groenendael,
informasi yang di dapat mengenai produksi
2016). Namun menilik laporan pembelian
wayang adalah daerah Pucung di Bantul atau
naskah yang ditulis Moens dan Pigeaud
sekarang lebih dikenal dengan nama
menjadi indikasi bahwa hal tersebut adalah
Wukirsari. Dikisahkan bahwa seseorang
benar sekaligus tidak. Yang dimunculkan
bernama Atmo Karyo atau dikenal juga
dalam laporan (jumlah di Yogyakarta lebih
dengan nama Mbah Gembloh menjadi lurah
sedikit daripada di Surakarta oleh Pigeaud).
di daerah tersebut, dirinya dibantu dengan
Maka produksi pada kertas bergaris (koleksi
beberapa tetangganya yang bernama Mbah
PNRI) kemungkinan adalah ketertarikan
Reso Mbulu, Mbah Cermo, Mbah Karyo,
dan Mbah Sumo. Karya wayang kulit
Page 148 of 278
buatannya dibeli oleh Belanda, sebagian ideas (ide/gagasan), (2) activities (tindakan/
sumber lain juga menyatakan bahwa Atmo perilaku), dan (3) artefacts (hasil karya).
Karyo dipercaya untuk merawat wayang Ketiga gejala tersebut terjadi terus menerus
yang ada di Kraton Yogyakarta59 . secara turun-temurun selama kehidupan
manusia masih ada. Dengan demikian, maka
Dari pemaparan hasil penelusuran
kebudayaan didefinisikan sebagai
tentang kerja Moens dapat ditarik beberapa
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
simpulan diantaranya (1) bahwa Moens
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
memiliki jaringan yang cukup luas dengan
masyarakat yang dijadikan milik diri
orang-orang terpandang dan terpelajar yang
manusia dengan belajar 60. Dari ketiga wujud
memiliki minat, pengetahuan, dan kerja di
kebudayaan diatas, Koentjaraningrat
bidang kebudayaan Jawa. (2) Moens
(1983:205) kemudian menganalisis kembali
memiliki ketertarikan luas termasuk pada
keseluruhan sistem yang terintegrasi dan
kehidupan sehari-hari masyarakat sehingga
membaginya ke dalam tujuh unsur yang
bukan hanya kesenian adiluhung yang
turut mendukung dan membentuk suatu
dianggap penting tetapi juga kesenian
kebudayaan. Ketujuh unsur tersebut yaitu:
keliling atau yang dilakukan oleh kelompok-
(1) Bahasa; (2) Sistem pengetahuan; (3)
kelompok kecil. (3) Moens berinisiatif untuk
Organisasi Sosial; (4) Sistem peralatan
memproduksi naskah baru sebagai bentuk
hidup dan teknologi; (5) Sistem mata
rekaman pengalaman kehidupan masyarakat
pencaharian hidup; (6) Sistem religi; (7)
sehingga lebih bebas dalam berkreasi untuk
Kesenian. Dalam kerangka pikir ini maka
menulis dan mengembangkan lakon wayang
dapat terlihat bagaimana gambaran
yang sudah ada.
kehidupan masyarakat Yogyakarta pinggiran
melalui pembacaan naskah-naskah Moens
Potret Budaya Yogyakarta Pinggiran Awal dalam berbagai lakon cerita yang ada.
Abad ke-20
Naskah-naskah Moens yang diproduksi
Kebudayaan merupakan hasil dari pada kisaran tahun 1930-1942 digunakan
cipta, rasa, dan karsa. Ketiga unsur cipta, sebagai salah satu parameter untuk
rasa, dan karsa tersebut dikukuhkan sebagai menyebut ‘awal abad ke-20’ dengan asumsi
tiga wujud kebudayaan dalam teori yang bahwa repertoire pengetahuan yang sudah
disampaikan J.J. Honigmann (1959) tentang ada maupun yang sedang berlangsung dapat
adanya tiga “gejala kebudayaan”, yaitu (1) dikenali dalam muatan cerita dalam naskah.
Manikmaya, Ismaya dan Tejamaya membuka Nalagareng, Petruk, dan Wěrkudara membajak
hutan Tengguru (LOr. 10.900) di Bojang Rawe (LOr. 10.891)
Contoh lainnya ada dalam cerita Bima. Ada banyak sekali kemungkinan
Lakon cerita tentang Bima (werkudara) penilaian untuk memahami apa yang
dalam koleksi Moens cukup bervariasi dan direpresentasikan oleh sebuah gambar.
62 Ilustrasi sebenarnya dalam naskah berwarna warni menggunakan pensil warna. Ilustrasi monokrom dalam artikel
ini hanya sebagai sample karena ada kendala teknis terkait foto naskah.
Page 151 of 278
sehari-hari masyarakat desa. Meskipun isi pengulangan yang serupa berupa
dari Serat Narasawan cenderung vulgar penghadiran wujud-wujud hewan dalam
(berupa bestialitas), namun hal itu tidak cerita lakon yang ditulis. Format grafis
cukup kuat untuk menggambarkan realitas memang berbeda dan cenderung lekat
seksual masa itu, juga tidak berkaitan dengan tampilan wayang pada umumnya.
dengan moralitas masyarakat rural Karakter yang ditampilan dalam contoh di
Yogyakarta pada umumnya. Alih-alih bawah ini adalah unsur kambing dan ayam.
melihatnya demikian, penulis sepakat
dengan yang disampaikan Margana (2017)
dalam pernyataannya di media Historia
bahwa di balik vulgarnya cerita dalam
Narasawan, orang Jawa sedang
menyampaikan perubahan lingkungan yang
terjadi di sekitarnya. Ada banyak fenomena
aneh di koran-koran pada abad ke19 sampai
awal abad ke 20 seperti munculnya anak
kerbau aneh, anak sapi aneh, dsb yang
muncul sebagai efek dari bahan kimia yang
marak digunakan pada saat itu guna
mendukung produktifitas pertanian dan
perkebunan. Apa yang saat ini dipahami
sebagai mutasi gen pada masa lalu
diinterpretasikan sesuai pemahaman pada
zamannya. Dalam Serat Narasawan,
munculnya makhluk-makhluk hybrid
tersebut justru diceritakan selalu membawa
keberuntungan dan kekayaan bagi
pemiliknya. Hewan-hewan piaraan sangat
bernilai sebagai penyambung nyawa bagi
masyarakat agraris Jawa, terutama masa- (W 58) ……
Selanjutnya pada naskah AS 5 dapat
masa paceklik pada saat itu. Hal ini menjadi
dibaca kisah sebuah negara di Dahana Mulat
realitas sekaligus fantasi masyarakat agraris
yang dikuasai oleh Prabu Wisa Sampurna.
Jawa tentang konsep keberuntungan dan
Adiknya, Prabu Kalagadhung, sedang jatuh
kekayaan.
hati dengan Dewi Wiranggini dan mencoba
Pada naskah lainnya dalam koleksi untuk mendapatkannya. Maka Prabu Wisa
Museum Sonobudoyo (W 58) dapat terlihat Sampurna pun berniat membantu adiknya
Page 152 of 278
untuk mendapatkan Dewi Wiranggini. Benih atau biji merupakan komponen
Namun, mereka harus berhadapan dengan penting lainnya dalam proses kehidupan
Raden Gadhing Pawukir sehingga kemudian sebagai petani setelah pembukaan lahan,
terjadilah peperangan. Prabu Wisa Sampurna pengerjaan persiapan lahan. Tanpa benih
dan Prabu Kalagadhung mengalami atau biji maka pertanian tidak akan dapat
kekalahan. Dewi Wiranggini tanpa sengaja dilakukan. Cerita-cerita tentang asal-usul
terkena senjata trisara sehingga ia pun mati. biji atau benih ini menjadi cerminan
Ketiganya menjelma ke dalam sebuah biji bagaimana masyarakat pedesaan di
yang oleh Sanghyang Nrada diberi nama biji Yogyakarta mengembangkan kegiatan
gadhung, biji uwi, dan biji kacang. pertaniannya. Personifikasi biji atau benih
sangat dekat dengan perlakuan yang hormat
dan baik sehingga akan mendapatka hasil
Sanghyang Nrada tumĕdhak. Sadaya
yang baik pula. Menanamkan pemahaman
mrĕpĕgi, lajĕng kaparingan nama. Wiji
bahwa tanaman yang akan tumbuh dan harus
ingkang kadadosan Prabu Kalagadhung
dirawat itu memiliki kehalusan perasaan
kanamanan wiji gadhung. Saking Prabu
sama seperti halnya manusia adalah hal yang
Wisa Sampurna wiji uwi. Saking Dewi
dapat ditemukan dalam rangkaian kegiatan
Wiranggini wiji kacang. (VII/341)
menanam dan mengurus hingga masa panen
Terjemahan: tiba.
63 Gejala dari perpindahan permintaan ini tampak juga pada perkembangan harga umbi-umbian yang relatif lebih
tinggi seperti tampak pada tabel produksi pangan dan impor pangan di Jawa dan Madura tahun 1922-1935 (E. de
Vries, 1985)..
64 Dijelaskan Creutzberg (1974) dalam tulisannya Over Economisch Beleid in Nederlandsch Indie (Uitgaven van
de Commissie voor Bronnen Publicatie Betreffende de Geschiedenis van Nederlandsch Indie 1900-1943).
65 Fenomena ini juga dijelaskan lebih rinci dalam tabel Peningkatan Produksi pada tahun 1928-1930 dan
1935-1937 (E. de Vries, 1985)
Page 154 of 278
yang menampilkan banyak varietas palawija transenden dari masyarakat Jawa juga
sebagai bagian dari upaya penanaman tampak menjadi bagian yang tak
pengetahuan mengenai alternatif pangan. terpisahkan, Meskipun tidak identik dengan
Penggambaran palawija dalam ilustrasi- hanya masyarakat pedesaan atau pinggiran,
ilustrasi yang sederhana memudahkan aspek spiritualitas ini mewakili unsur-unsur
pembaca dalam memvisualisasikan varietas penghargaan terhadap alam dan lingkungan.
yang ingin dihadirkan. Egbert de Vries Contoh yang dapat dilihat dari lakon Dewi
dalam tulisannya menjelaskan bahwa Rěkathawati lahiraken tigan dan
“Petani Jawa itu biar bagaimanapun ingin Dumadosipun Kayangan Junggring Slaka
tetap menjadi petani” meski dalam keadaan adalah penyampaian ekslpisit keberadaan
krisis sekalipun. De Vries mengulangi tiga alam yaitu alam dewa-dewa, alam roh,
pernyataannya dengan tegas bahwa dan alam manusia. Alam yang berbeda-beda
“Akhirnya orang tidak dapat dapat berbuat tersebut memiliki karakter yang berbeda dan
banyak untuk petani, jika tidak petani itu juga dikuasai oleh tokoh yang berbeda pula
sendiri yang melakukannya.” Sekarang yang —dalam lakon tersebutkan Manikmaya,
lebih diperlukan lagi adalah dasar untuk Tejamaya, dan Ismaya. Dalam naskah
kemajuan yang ditempatkan pada hati petani lainnya dapat ditemukan bentuk budaya
sendiri, dan tidak berdasarkan perhitungan lainnya berupa tindakan spiritualitas tapa
untung rugi saja. Hal ini menjadi dasar atau semedi, juga mencari pesugihan. Hal-
moral dari pembaruan pedesaan. Penanaman hal semacam ini merupakan bentuk nyata
prinsip-prinsip tersebut pada generasi bahwa serpihan-serpihan unsur kebudayaan
selanjutnya menjadi sangat penting dalam menjadi lengkap melalui deskripsi kegiatan-
kaitannya dengan moralitas dan pembaruan kegiatan yang dilakukan tokoh-tokoh
pedesaan. Salah satu media yang karakter dalam cerita atau lakon yang
diasumsikan mudah untuk diterima dan memang digambarkan sesuai dengan visual
masuk ke dalam alam bawah sadar manusia orang Jawa dan petani pada umumnya.
yaitu melalui mitos. Hal inilah yang Kedekatan unsur ini memudahkan
mendasari penciptaan naskah Babad masyarakat untuk dapat menerima
Palawija. Cerita yang diusung menyiratkan keberagaman lakon terutama pada saat
bahwa tanah mereka merupakan tanah yang dalang melaksanakan pertunjukkan wayang.
telah ditakdirkan para dewa untuk ditumbuhi
Melalui uraian singkat mengenai
palawija sehingga harus menjadi suatu
gambaran umum kehidupan kebudayaan
komoditas kebanggaan.
masyarakat pinggiran Yogyakarta dilihat
Disamping aspek agraria yang kental dari naskah-naskah koleksi Moens, dapat
terbaca dalam naskah-naskah koleksi dinyatakan bahwa naskah yang ditulis benar-
Moens, spiritualitas atau ranah pandangan benar memiliki keluwesan dan kealamiahan
Page 155 of 278
kehidupan masyarakat. Gagasan dan wujud Dapat dibayangkan bagaimana kehidupan
pengetahuan yang muncul cukup jelas masyarakat pada waktu itu sebagai pekerja
menggambarkan bagaimana sekelompok baik di pabrik maupun di perkebunan,
masyarakat menjalani kehidupan dengan terlebih lagi pada periode awal abad 20
beragam pengalaman dan situasi yang dinyatakan sebagai fase puncak dari industri
dinamis. gula di Jawa sebelum krisis melanda.
Sebagai wilayah koloni, tentu saja
kehidupan masyarakat Yogyakarta tidaklah
Dialog Kultural: ‘Pinggiran’, Keraton, dan
berbanding lurus dengan kemajuan tersebut.
Agensi Asing
Hanya segelintir orang yang menjadi
Gambaran keseharian dan kegiatan- masyarakat kelas menengah, terutama yang
kegiatan masyarakat ataupun tokoh-tokoh tinggal di wilayah perkotaan atau yang dekat
dalam lakon yang ditulis dalam koleksi dengan area Kraton. Ketimpangan yang ada
Moens perlu dilihat dari sisi yang lain. merupakan akibat langsung kebijakan kultur
Dengan asumsi bahwa naskah tersebut baik stelsel yang diterapkan, kopi merupakan
sebagian ataupun seluruhnya merupakan salah satu komoditas wajib yang harus
rekaman atau mimesis dari kondisi nyata ditanam67 . Warga kaum petani tidak
masyarakat Yogyakarta pinggiran, maka memiliki kebebasan untuk mengelola
dilakukan penelusuran dan penelitian untuk tanahnya sesuai dengan kebutuhan,
menemukan kesesuaian ataupun irisan antara melainkan harus mengutamakan komoditas
yang tertulis dalam lakon dengan kondisi non-pangan karena hasilnya dijual ke pasar
yang sesungguhnya. Aspek-aspek yang dunia. Kondisi ini pun memicu krisis pangan
diperhatikan fokus kepada kondisi sosial di masyarakat, faktor luasan lahan pertanian
politik dan ekonomi Yogyakarta, Jawa dan yang menyempit untuk tanaman pangan
sekitarnya yang dapat mempengaruhi gerak dengan tanaman industri menjadi penyebab
dan dinamika dalam masyarakat. minimnya kuantitas panen terutama padi
sebagai bahan pokok bagi masyarakat.
Wilayah Nusantara yang menjadi
Keadaan krisis yang dihadapi kaum petani
koloni-koloni Belanda secara umum
dan masyarakat luas memberikan
diekploitasi hasil kekayaan alamnya melalui
sumbangan repertoir memori tersendiri bagi
berbagai cara; salah satunya adalah
masyarakat pinggiran. Kebutuhan bahan
pertanian dengan komoditas wajib tanam66 .
66 Yogyakarta merupakan wilayah yang secara umum menjadi pusat industri gula dan kopi sebagai komoditas
dunia yang dibutuhkan VOC. Terdapat sembilan belas pabrik gula tersebar di wilayah Yogyakarta seperti
Sewugalur, Pundong, Randugunting, Medari, Berbah, Rewulu, Madukismo, dan lainnya. Jejaknya sekarang
hanya tersisa beberapa titik yang masih terlihat dan beralih fungsi.
67 Fernando, M.R. Coffee Cultivation in Java, 1830–1917 dalam Clarence-Smith, W.G. dan Topik, S. The Global
Coffee Economy in Africa, Asia, and Latin America, 1500-1989
Page 156 of 278
pangan alternatif (seperti palawija) menjadi wilayah tersebut belum terjangkau sistem
hal yang sangat mendesak sebagai salah satu irigasi atau pengairan. Di sisi lain, karakter
jalan keluar yang paling mungkin ditempuh. tanah yang demikian juga cukup menunjang
Kaum petani mulai menanam dalam jumlah jenis tanaman palawija untuk tumbuh
yang lebih besar sehingga substitusi dengan baik sehingga dapat menjadi
komoditas dapat dipenuhi dan mereka juga alternatif pemenuhan kebutuhan pangan bagi
tetap ‘aman’ karena masih menanam warga masyarakat yang tinggal di wilayah
komoditas industri sesuai dengan aturan tersebut. Kebijakan distribusi lahan pun
pemerintahan yang berlaku. tidak banyak memberikan efek struktural
terhadap peningkatan kehidupan masyarakat.
Sebagian besar penduduk hampir tidak
memiliki akses ke tanah atau hanya
menguasai sebidang kecil tanah. Di
kabupaten Bantul dan Sleman di mana
sebagian besar lahan irigasi berada,
misalnya, sebuah rumah tangga tidak
memiliki lebih dari 0,75 hektar. Sementara
itu sebagian besar orang di kabupaten Kulon
Progo, Adikarto dan Gunung Kidul lainnya
memiliki tanah yang kurang subur dan
berbatu, meskipun setiap rumah tangga
menguasai tanah yang lebih luas (Purwanto,
2005).
68 Bloeiende koffie in het Zuider-gebergte (ook Goenoeng Kidoel genaamd) bij Jogjakarta.
69 Sawah's in de omgeving van het Zuider-gebergte (Goenoeng Kidoel) bij Jogjakarta.
Page 157 of 278
oleh warga asing yang tinggal bersama. pergerakan ‘pembangunan’ manusia dengan
Kesamaan yang dapat diasumsikan adalah mulai dibukanya sekolah-sekolah dan
keinginan untuk bebas dan berdiri sendiri bentuk pendidikan literasi bagi masyarakat
dengan identitas—kaum terpelajar bumi —meskipun masih berlaku untuk kalangan
putera mulai berdiplomasi dan gerakan- terbatas, medium bahasa pun masih
gerakan menuju ‘nasionalis’ juga mulai menggunakan bahasa Belanda. Hal ini
dibentuk. Di daerah pinggiran tentu masih menegaskan bagaimana orang-orang di
didominasi dengan keinginan untuk bebas pinggiran tentu belum mendapatkan akses
memenuhi kebutuhan dasar akan pangan, sehingga salah satu jalur yang tersedia
bebas untuk hidup dengan caranya sendiri. adalah melalui kesenian. Dhalang
merupakan salah satu kesempatan
Pada abad ke 19, minimnya pendidikan
mendapatkan penguatan literasi terutama
menjadi permasalahan orang-orang
dalam kemampuan menulis dan membaca
pinggiran pada umumnya, tidak terkecuali
aksara Jawa.
termasuk dalang-dalangnya. Poensen (1872)
bahkan mengemukakan bahwa dalang- Perubahan dan gerak variasi dalam
dalang pinggiran (ndeso) cenderung naskah koleksi Moens mengindikasikan
(sebagaimana masyarakat pedesaan yang) keterbukaan kemungkinan untuk melihat
tidak bisa baca tulis serta tidak selalu bisa adanya pengaruh kebijakan politik etis dan
memahami suluk. Hal ini sebagai dampak intervensi kebudayaan. Pendirian sekolah
dari acuhnya pemerintah kolonial terhadap dan lembaga pendidikan bagi masyarakat
perkembangan masyarakat pedesaan70 . Indonesia; termasuk Yogyakarta
Meskipun demikian, hal tersebut berubah menimbulkan efek diantaranya kebutuhan
pada awal abad ke 20 sejak diubahnya arah bacaan yang relatif lebih mudah.
kebijakan pemerintah kolonial dari fokus Keberadaan Moens dengan akses kekuasaan
ekonomi menjadi fokus moral dalam memungkinkan dirinya untuk melakukan
memajukan kualitas populasi bangsa produksi baru naskah cerita wayang sebagai
jajahan. Pergerakan kaum terpelajar pribumi salah satu komponen kuat kebudayaan lisan
pada saat itu sudah berhasil memunculkan Jawa untuk digerakkan ke arah tulisan
kebijakan etis bahwa Belanda juga sehingga frekuensi pertunjukkan bisa
seharusnya memperhatikan perkembangan ditingkatkan. Kemungkinan lain bahwa fisik
masyarakat setelah segala bentuk naskah dengan huruf yang relatif besar
kemakmuran yang mereka dapatkan dari memberikan manfaat tersendiri bagi dhalang
wilayah Nusantara. Efeknya adalah yang tradisi tulisnya belum mapan, terutama
70 The dearth of education, not just among the dalangs but among the indigenous people in general, was one of the
consequences of the negligent attitude shown by the colonial government towards the betterment of these people;
a matter which had actually been raised on a number of occasions in the Dutch Parliament.
Page 158 of 278
karena dhalang-dhalang yang bekerja meninggalkan setitik ingatan ketika
dengan Moens tidak berasal dari tradisi dilakukan dengan cukup massif dan intensif.
keraton.
Groenendael (2016) menyinggung
Moens dengan jaringan pembesar di beberapa kondisi yang diakibatkan oleh
Yogyakarta bersama dengan segelintir pelaksanaan kebijakan politik etis terkait
generasi terpelajar Indonesia yang dididik di dengan pendidikan pada tradisi pedalangan.
sekolah-sekolah dengan kultur Belanda Beberapa hal yang disebutkan diantaranya
menjadi penggerak kebijakan-kebijakan keberadaan sekolah rakyat, pengadaan bahan
non-ekonomi untuk Indonesia. Java Instituut bacaan pada Balai Pustaka, Java Instituut,
menjadi media untuk bekerja terutama pada jurnal Djawa, dan juga pendidikan khusus
hal-hal yang terkait dengan kebudayaan. dhalang. Pada sisi positif, tentu saja hal
Perhatian yang lebih kepada representasi tersebut meningkatkan literasi masyarakat,
pusat, memberikan ruang dan kesempatan namun masih dalam golongan tertentu.
bagi Moens yang memang memiliki Dengan melihat kondisi tersebut,
ketertarikan terhadap seni popular wayang keberadaaan Moens untuk memprakarsai
di Jawa serta tentang keagamaannya. cerita yang dekat dengan masyarakat
menjadi sangat logis sebagai salah satu
Repertoire Moens tentang
upaya meningkatkan minat baca terhadap
perkembangan budaya dan sastra membuat
hal-hal yang cukup ‘nyentrik’. Cukup
produksi naskah yang diprakarsainya
mengherankan jika Moens sebagai insinyur
memiliki ciri yang berbeda cukup jauh dari
teknik memberikan perhatian yang begitu
yang sudah ada di Jawa, Yogyakarta,
besar. Hal ini sedikit mendapatkan titik
terlebih lagi di daerah pinggiran. Klaim pada
terang dengan menilik kedekatanya pada
penelitian Raharja (2016) yang tidak
Pigeaud dan popularitas Moens yang dikenal
menemukan jejak Ki Widi dengan karya
melalui buku-buku dan tulisanya terkait
yang ditulisnya dapat menuntun pada
perkembangan Hindu dan Budha di
dugaan bahwa memang produksi itu
Nusantara. Keterlibatan Moens sebagai
dilakukan semata-mata dalam permintaan
pengurus Java Instituut dan sepak terjangnya
industri kecil seiring peningkatan
dalam produksi naskah varian cerita wayang
ketertarikan tentang hal yang berbau Jawa
purwa kembali menegaskan keterkaitan
terutama pada seni wayang. Dugaan ini
dengan kebijakan etis kerajaan Belanda.
diperkuat dengan asumsi bahwa pewarisan
Budaya itu sendiri merupakan hal yang
kemampuan dhalang dilakukan secara turun
dinamis. Oleh karena itu, berbagai kondisi
teumurun. Rentang waktu yang cukup lama;
yang melingkupi kehidupan masyarakatnya.
sekitar seperempat abad, seharusnya
Komposisi masyarakat di Jawa, khususnya
Yogyakarta tidaklah homogen dengan
Page 159 of 278
sekelompok elit pejabat, misionaris, dan manusia atau masyarakatnya.
ilmuwan yang secara khusus bekerja dan Selanjutnya adalah ketika sikap terhadap
terkait langsung dengan kebudayaan pada otherness yang dibawa oleh tokoh-tokoh
masa awal abad ke dua puluh. seperti Moens, Pigeaud, Kats dan lainnya
karena kecurigaan dan rasa was-was
Hoogervorst & Nordholt (2017)
menghadapi pertanyaan mana yang asli atau
menyimpulkan dengan sebuah pertanyaan.
palsu atau campuran keduanya dalam
Jika Kebijakan Etis dan aspek-aspeknya
menyikapi temuan bahwa Moens secara
menargetkan kesejahteraan di kota-kota
khusus berperan besar dalam produksi
menghasilkan kelas menengah Indonesia
naskah yang masif dan beragam dalam
yang bercita-cita untuk gaya hidup modern
konteks pinggiran Yogyakarta.
dalam konteks pemerintahan kolonial,
mereka adalah bagian dan paket 'kolonial'.
Kesimpulan
Lalu, apa implikasi untuk studi dekolonisasi
dan peran kunci yang dimainkan dalam Penelusuran mengenai Moens sebagai
proses ini oleh kelas menengah Indonesia, salah satu orang berpengaruh pada masa
yang ambisi dan kegelisahannya sebagian colonial Belanda di Yogyakarta cukup
besar telah diabaikan dalam sumber-sumber menjelaskan bagaimana naskah-naskah baru
kolonial dan nasionalis sama? Beberapa dalam konteks budaya Jawa khususnya
solusi, seperti yang telah kami utarakan, wayang dapat tercipta. Moens yang
dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa berteman dekat dengan Pigeaud sebagai
dan budaya visual. ilmuwan yang khusus ditugaskan untuk
bidang kebudayaan serta Mangkunegara VII
Keadaan-keadaan relasi manusia yang
sebagai pemimpin pada masa itu ditambah
terlibat di dalam masa awal abad ke 20 di
lagi dengan sekelompok pribumi terpelajar,
Yogyakarta mengerucut pada konstelasi
sunguh merupakan jaringan yang sangat
pengetahuan tentang pinggiran, yaitu lokasi
kondusif untuk semua pergerakan yang
geografis fisik maupun imajiner non-Kraton.
dilakukannya. Ketertarikannya pada
Hal ini memunculkan permasalahan-
perkembangan Hindu dan Budha di
permasalahan dengan terbukanya
Nusantara juga telah membuat Moens
interpretasi ketika dihadapkan dengan
dikenal luas melalui tulisan-tulisannya.
pertanyaan manakah yang lebih baik atau
Kondisi ini memunculkan wilayah kajian
unggul. Konstelasi Kraton sebagai pusat
yang lebih luas secara khusus pada ranah
pemerintahan yang bekerja baik pada level
filologi dan kebudayaan terkait dengan ciri
fisik dan imajiner juga mendapatkan
tersendiri dari naskah-naskah yang
persoalan bagaimana menjadi representasi
diprakarsai oleh Moens terutama munculnya
yang menyeluruh dari cakupan kewilayahan
SESI III:
SENI PERTUNJUKAN
Biographies of Two Palace Gamelans highlight and the several forms of the
garuda worked into its casings allow it to
It should be evident from the blend in smoothly to the palace setting. The
preceding discussion that the gamelans of word “Guntur” in its name is found in only
the Keraton Yogyakarta are more than two other archaic palace gamelan names,
simply musical instruments. They have been and both of those gamelans are also pusaka
given distinct personalities, are understood and serve as effective physical and sonic
to possess invisible spiritual qualities, and symbols of the Sultan’s legitimacy and
are treated respectfully. I will now share power. A renowned warrior himself, the First
with you some of what I know about two Sultan found in K.K. Guntur Sari the perfect
particular palace gamelans to illustrate how voice for the accompaniment of another of
the many attributes and associations his creations, the dance Beksan Trunajaya,
presented above come together in individual in which he expressed and celebrated the
palace gamelans. These brief biographies martial character of his court. The
can be thought of as overviews of what these accompaniment of the Beksan Trunujaya has
gamelans can potentially bring to any remained the primary task of this gamelan,
ceremonial occasioninto which they are but it was also incorporated into Garebeg
inserted. The two gamelans chosen were, by Mulud processions during much of the
the way, part of palace life in 1812 when the history of the Sultanate of Yogyakarta. Due
British seized the Keraton, and both will be to simplifications in palace ceremonial life
in one way or another part of this over the past eighty years, K.K. Guntur Sari
symposium. is today seldom sounded. But in the minds
Page 167 of 278
of Yogyakarta courtiers, this majestic- for them following their participation in
looking and -sounding kagunganan dalem jousting exercises (watangan). During the
pusaka gamelan still conjures strong reigns of the Sixth and Seventh Sultans, this
associations with the persona of First Sultan gamelan was used to accompany bedhaya
of Yogyakarta, the greatness of his court, dances and wayang wong, and continued to
and cultural concepts of strength and provide accompaniment for wayang kulit
boldness that reside at the core of Yogyanese performances such as bedhol songsong.
identity. Between 1925 and the 1990s the gamelan
was lent to the Habirandha dhalang school,
K.K. Marikangen
but has now been repatriated to the palace.
K.K. Marikangen is a gamelan sléndro Besides being a witness and survivor of the
from the court of Hamengku Buwana II, 1812 attack on the Keraton by the British,
created in the early years of the 19th century. this kagungan dalem gamelan will always be
In contrast to K.K. Guntur Sari, this linked to HB II, the prajurit Langen
gamelan is small in size and delicate in Kusuma, and the palace wayang kulit
Oleh:
KRT. Condrowasesa Kuswarsantyo
(KHP. Kridha Mardawa Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat /
Dosen Jurusan tari FBS UNY)
Image masyarakat terhadap karya seni Lawung Ageng saat ini sering
tari klasik yang hidup dan berkembang di dipertunjukkan oleh enambelas orang penari,
dalam kraton, identik dengan karya yang meskipun pada akhir abad sembilan belas,
sudah mapan. Seolah karya seni itu tak seorang Belanda menyaksikan beksan
dapat disentuh oleh perubahan. Hal itu Lawung Ageng dengan jumlah empat puluh
terjadi karena tari klasik adalah bagian dari dua penari. Namun ketika dikaji ulang
sesuatunya harus mengikuti tata aturan yang pementasan di mana ia melihat penari
berlaku. Terlebih untuk acara penting dan Lawung Ageng sedang tampil sebagai bagian
sakral sepeti Jumenengan Dalem, maka tari dari beksan Trunajaya. Di mana penari
klasik di posisikan sebagai bagian dari ritual Lawung Alit dan Sekar Medura disimping
kenegaraan di dalam kraton. Namun seiring (siap di kiri kanan pemaos Kandha)
dengan berjalannya waktu, dari masa Sultan ditambah 2 orang botoh yang tidak menari
Hamengku Buwana I hingga saat ini, banyak duduk diantara pemaos Kandha (pembaca
Lawung Ageng salah satu tari klasik Pramutomo, 2008: 94). Hal ini sangat
karya Sri Sultan Hamengku Buwana I, pada beralasan, karena Beksan Trunajaya
awal diciptakannya merupakan bagian dari merupakan salah satu tari yang sangat
Beksan Trunajaya yang berisi beksan khusus, di mana semua penarinya hingga
Ploncon, 4 Jajar, 4 Lurah, 2 Botoh dan 2 dipilih dari kesatuan prajurit Nyutra, yang
Beksan Lawung Ageng ketika ditampilkan di Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta untuk
Pawiwahan Penganten Putri Raja (dok. Effy WP)
Penari Lawung, naik kuda menuju ke Kepatihan dalam rangkaian acara seremonial (dok.
Kraton 2014)
Sumber Acuan
Besar Gubernur Jendral atas upaya Ibunda Ibunda Hamengku Buwana III). Dalam
Sultan, yang menghendaki Sultan naik di sejarah perkembangan tari gaya Yogyakarta,
Seni pertunjukan Wayang Wong seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa peran
Rudy Wiratama
Wayang gědhog merupakan sebuah bentuk seni Keraton sebagai pusat peradaban tentu
pertunjukan teater boneka tradisional Jawa
yang mengambil repertoar ceritanya dari kisah- berperan besar bagi berkembangnya seni dan
kisah Panji. Pakěliran wayang gědhog lebih kebudayaan baik sebagai sebuah institusi
banyak berkembang di lingkungan keraton maupun kumpulan pribadi-pribadi. Sebagai
sehingga kehadirannya kurang diketahui
masyarakat, terutama di Yogyakarta. Wayang contoh, dalam konteks kerajaan-kerajaan
gědhog gaya Yogyakarta mengalami nasib Jawa, historiografi tradisional mengenali
tidak sebaik gaya Surakarta, karena selain beberapa raja dan bangsawan Keraton
tiadanya penggemar dan penanggap, regenerasi
dalang dan ketersediaan sumber-sumber baik sebagai agen aktif dalam perkembangan
tertulis maupun lisan sebagai panduan kesenian, baik dalam menuangkan idenya
pengenalan maupun pementasan sangat sedikit, kepada para abdi dalěm maupun menangani
walaupun artefak wayangnya masih tersimpan
dengan baik terutama di Kasultanan dan Pura sendiri prosesnya, seperti yang tampak
Pakualaman. Artikel ini mencoba membahas dalam keberadaan tapak asta dalěm atau
struktur naratif dan dramaturgi dalam pakěliran wayang hasil karya sang raja sendiri, di
wayang gědhog gaya Yogyakarta dengan
pendekatan tekstual, yakni melalui pembacaan antaranya Arjuna Kyahi Jayaningrum yasan
beberapa naskah lama tentang wayang gědhog Sultan Hamengkubuwana I (1755-1792),
Yogyakarta dan membandingkannya dengan Panji Kartala tatahan Sunan Pakubuwana IV
naskah serupa yang beredar di lingkungan
Keraton Surakarta. (1788-1820), atau penggubahan lakon
wayang orang Gandawěrdaya di era
Hamengkubuwana I dan penulisan lakon
Kata kunci: wayang gědhog, Yogyakarta, wayang kulit Gěndrèh Kěmasan di era
Surakarta, dramaturgi, naskah Pakubuwana III, yang masing-masing selain
menjadi sebuah karya seni juga berfungsi
sebagai media penyampaian nilai historis
yang dikemas dalam bentuk pasěmon atau
kode-kode tertentu.
Page 196 of 278
Kehadiran wayang gědhog dalam pemerintahan Paku Buwana II (1726-1749)
dunia kesenian Jawa pun, tidak dapat pada saat masih bertahta di Kartasura
dilepaskan dari peranan raja dan orang- dengan pembuatan perangkat wayang
orang di sekitarnya dalam penciptaan dan gĕdhog yang diberi nama Kyahi Banjĕd.
pengembangannya. Tradisi babad orang Paku Buwana III (1749-1788) yang
Jawa mencatat bahwa semula wayang berpindah ke Surakarta kemudian
gědhog dianggap sebagai hasil inisiatif menciptakan perangkat Kyahi Banjĕd Nèm,
Sunan Giri II atau Paněmbahan Ratu yang disempurnakan lagi oleh Paku Buwana
Tunggul pada abad ke-16, tepatnya pada IV (1788-1820) menjadi perangkat wayang
tahun 1485 AJ (1542 AD) dengan sengkalan/ gĕdhog jujudan (berukuran besar) bernama
kronogram Gaman Naga Kinaryèng Kanjeng Kyahi Déwakatong yang berfungsi
Bathara, sebagai salah satu alat dakwah sebagai regalia atau pusaka dan alat
agama Islam.71 Kerajaan Mataram Islam, legitimasi raja, serta mulai dibuat pada
utamanya pada masa pemerintahan Sultan tahun 1730 AJ (sekitar 1802-1803 Masehi)
Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) juga dengan sěngkalan Tanpa Guna Pandhita ing
mengenal adanya wayang gĕdhog sebagai Praja.73 Serrurier memberikan angka tahun
seni pertunjukan istana. Berita tentang yang lebih dini tentang peristiwa penciptaan
keberadaan wayang gĕdhog di lingkungan wayang gĕdhog jujudan ini, yakni pada
istana diperkuat dengan adanya berita tahun 1724 AJ (sekitar 1790 Masehi).74
tentang seorang abdi dalĕm dhalang khusus
Kesenian wayang gědhog tidak hanya
wayang gĕdhog yang hidup pada masa
dikembangkan oleh Kasunanan Surakarta
Sultan Agung dan Amangkurat I
dan Mangkunagaran saja, melainkan
(1646-1677), yakni cucu Pangeran Panjang
lingkungan Kasultanan Ngayogyakarta
Mas yang bernama Ki Wayah.72
Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman juga
Perkembangan wayang gĕdhog sempat memiliki dan pernah mengembangkannya
terhenti pada waktu terjadinya pula. Hanya saja, data-data tertulis tentang
pemberontakan Trunajaya (1677-1680) dan bentuk wayang, nama-namanya, lakon-
dilanjutkan kembali pada masa lakonnya, serta sistematika pertunjukannya
73 R.M.Sajid, Bauwarna Kawruh Wajang djilid I, (Surakarta: Widya Duta, 1971), 145.
74 Lindor Serrurier, De Wajang Poerwa, Eene Ethnologische Studie, (Leiden: E.J. Brill, 1896), 67.
Page 197 of 278
sangat terbatas, jika tidak dapat dikatakan terlalu tinggi dan kadang di lingkungan
hampir tidak ada. Beberapa keterangan yang masyarakat pedalangan sendiri hal tersebut
coba penulis dapatkan tentang ini dianggap angin lalu.
kebanyakan berupa data lisan, yang pada
Beberapa fenomena ini tentu memantik
akhirnya bermuara kepada kesimpulan
pertanyaan di benak penulis, di antaranya:
sementara bahwa berdasar pembacaan
Apakah hal ini berarti sebelum tahun 1829,
terhadap artefak wayang gědhog di
wayang gědhog tidak dikenal di Yogyakarta,
lingkungan Kasultanan dan Pakualaman
terutama di lingkungan Keraton? Jika
berkembang pada masa Hamengkubuwana V
sebelumnya ada, seperti apa kiranya bentuk
(1823-1855) dan Pakualam II (1829-1858).
wayang gědhog di Yogyakarta terutama
Sesudah itu, wayang gědhog hanya sesekali
versi Keraton? Bagaimana sebenarnya
muncul di berita-berita singkat, di antaranya
bentuk boneka wayang, struktur naratif dan
pada paruh pertama abad ke-20 KGPAA
dramaturginya? Apakah pakěliran wayang
Hangabehi putra Hamengkubuwana VII
gědhog gaya Yogyakarta versi Keraton
sering menanggap wayang gědhog dengan
masih bisa direkonstruksi dengan segala
dalang Ki Wirjojawoto. Selebihnya, hanya
keterbatasan data yang tersedia? Dan yang
ada beberapa keterangan lisan bahwa
terpenting, apa signifikansi dan urgensi
wayang gědhog di Yogyakarta semakin
melestarikan dan merekonstruksi wayang
terpinggir oleh ketenaran wayang purwa,
gědhog gaya Yogyakarta di masa sekarang?
dan beberapa dalang yang menguasainya
harus mengikuti perkembangan zaman yang Perjalanan untuk menjawab
tak dapat ditahan itu dengan ikut berpindah pertanyaan-pertanyaan yang selalu
haluan, seperti Ki Cermawasita Tulung, Ki berkecamuk di benak penulis menemukan
Gito Ngrajeg, sama halnya dengan yang jawabannya di tempat yang tidak terduga,
terjadi dengan dalang wayang genre lain yakni dunia maya. Pada waktu yang hampir
seperti Ki Widisuwarno Pugeran, yang bersamaan, yakni pada paruh kedua tahun
bahkan adiknya sendiri tidak mau mengikuti 2018, penulis menerima sebuah bingkisan
jejak kakaknya dan lebih memilih menjadi yang berharga dari saudara Ananto
dalang wayang purwa. Belakangan, wayang Wicaksono (Nanang), cucu almarhum Ki
gědhog dikembangkan secara swadaya oleh Ledjar Soebroto, yang dengan kemurahan
beberapa dalang di wilayah Yogyakarta, hati mengusahakan sebuah salinan dari
dengan daya intelektual dan kreativitasnya naskah wayang gědhog gaya Yogyakarta
sendiri-sendiri. Beberapa kali tersiar kabar koleksi perpustakaan Universitas Leiden,
bahwa wayang gědhog dipentaskan di tulisan Mas Ngabèhi Wangsadipoera dari
sekolah-sekolah, Balai Bahasa, juga Bangsal kantor Kepatihan (dienst van
Srimanganti, meskipun intensitasnya tidak Rijksbestierder) Yogyakarta, berangka tahun
75 T.E. Behrend,dkk. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara jilid I: Museum Sonobudoyo Yogyakarta (Jakarta,
1990: Djambatan), 156.
Page 199 of 278
bahwa perubahan yang terjadi di kurun British Museum berhasil menemukan kurang
waktu setengah abad jarak penulisan lebih seratus buah boneka wayang gědhog
keduanya, relatif sedikit. Kedua naskah ini eks koleksi Sir Thomas Stamford Raffles,
akan menjadi bahan pembahasan dalam yang dihibahkan oleh Rev. William Charles
artikel ini. Raffles-Flint pada tahun 1859. Tidak ada
informasi lebih jauh terkait dengan
B. Wayang Gědhog Gaya Yogyakarta dari
keberadaan dan asal wayang-wayang ini,
Masa ke Masa: Adakah Perubahan dan
akan tetapi ditinjau dari segi bentuk, tatahan
Perkembangan?
dan sunggingannya mendekati gaya
sementara kita dapat berasumsi bahwa dengan wayang gědhog yang masih
Akan tetapi, satu pertanyaan baru muncul: di bagian muka: wayang gědhog yang masih
jika boneka wayang adalah elemen yang tersimpan di Kasunanan bentuk wandanya
paling vital dalam pakěliran, seperti apa mengacu kepada wayang purwa, sementara
sumber yang ditemui, boneka-boneka yakni bentuk sinom atau rambut depan
wayang gědhog dari masa memenuhi wilayah dahi dan pelipis seperti
Hamengkubuwana I sendiri nyaris tak dapat blungkangan topèng, serta bentuk mulutnya
ditemui baik di lingkungan Kasultanan yang tidak memakai salitan atau kèkètan.77
76 Wawancara dengan Mas Bekel Sumanto Susilomadyo, S.Sn. (Kasultanan Yogyakarta) dan Raden Ngabehi Bima
Slamet Raharja Cermoraharjo, MA (Pura Pakualaman)
77 Untuk ciri mulut tanpa kèkètan ini masih dapat ditemukan pada perangkat wayang Kyahi Buntit (Kyahi Banjěd
Nèm), salinan dari Kyahi Banjěd ciptaan Pakubuwana II di Surakarta, meski bentuk wanda-nya telah
menunjukkan perubahan mendekati idiom rupa wayang purwa.
78 R. Van Beuringen van Helsdingen, “The Javanese Theatre: Wayang Purwa and Wayang Gedhog”, dalam The
Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society, no. 65 hal.19-65. (Kuala Lumpur:, 1913: Malaysian
Branch of the Royal Asiatic Society).
Pakěliran wayang gědhog gaya sisanya pada Panji Angronakung dari Jawa
Yogyakarta, sebagaimana wayang gědhog Timur yang berangka tahun 1686 Jawa
Lakon Panji yang bersifat non-siklus sebagai figur “nyata” yang dapat melakukan
S.O. Robson, yakni berkutat pada ihwal peperangan dan pernikahan yang juga
pengembaraan dan percintaan Panji dan ditemukan pada tipe lakon non-siklus, juga
kekasihnya, dan selesai dalam satu teks yang dapat berputra, bercucu, menyerahkan tahta
sama.79 Ciri-ciri teks Panji ini banyak dan meninggal dunia. Hal ini tentu berlainan
diketemukan pada kidung-kidung bertema dengan tipe Panji dalam teks non-siklus
Panji dari abad XVII yang dikembangkan di yang tetap muda dari waktu ke waktu, dan
79 S.O. Robson, Wangbang Wideya: A Javanese Panji Romance, (The Hague, 1971: Martinus Nijhoff), 12.
80 Karsono H. Saputra, Panji Angronakung, (Jakarta, 2014: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia), 133.
Page 202 of 278
mengakhiri perjalanannya dengan sepenuhnya identik dengan naskah-naskah
pernikahan dengan kekasihnya saja. Tipe Panji tunggal (Angronakung dan terlebih
teks Panji non-siklus, di antaranya dapat lagi Jayakusuma dan Jayalěngkara yang
ditemukan dalam Sěrat Kandha, juga dalam semi-siklus), yang beredar di masa
Pustaka Raja karya Ranggawarsita. Ciri lain kemudian. Kedua lakon ini tampak tidak
dari teks Panji tipe ini, ialah adanya sebuah saling berhubungan satu sama lain, akan
pembakuan penokohan, mulai dari siapa tetapi jejak-jejaknya masih dapat kita baca
orang tua Panji, siapa leluhurnya, siapa pada naskah Or. 6428 dari Kepatihan
sanak-saudaranya dan siapa pengasuhnya. Yogyakarta di koleksi Leiden.
Dari sini, mulai muncul sosok Panji yang
Kumpulan lakon wayang gědhog
kita kenal dalam ragam lakon wayang
koleksi Leiden yang terdiri dari 51 lakon,
gědhog, yang justru tertinggal jauh
rupa-rupanya dapat dibagi menjadi beberapa
kepopulerannya apabila dibandingkan
tema. Ada di antaranya yang dapat
dengan ragam cerita Panji dalam folklore
digolongkan sebagai sebuah kronologi, akan
dan budaya populer. Lalu, seperti apa cerita
tetapi banyak pula yang tidak berkaitan
Panji dalam naskah-naskah lama tentang
dengan yang lainnya. Cerita Panji yang
wayang gědhog yang berasal dari
beralur “historis” tampak pada lakon Raja
Yogyakarta?
Kěling daměl sayabara Tunggulwulung (1),
Naskah-naskah koleksi British Library serta lakon Parangkěncana (31) yang
yang dinyatakan dari akhir abad ke-18, pada masing-masing menceritakan asal-usul
umumnya belum memuat banyak lakon. orangtua Panji dan saudara-saudaranya,
Setiap naskah pada umumnya berupa teks serta kejadian-kejadian setelah Raden
pocapan,janturan dan sulukan (dalam tradisi Brajanata (kakak tiri Panji) naik tahta di
Yogyakarta: kawin dan lagon) dari sebuah Jenggala dengan gelar Prabu Tuguwasésa
lakon tertentu, di antaranya MSS Jav 62 dan Panji dinobatkan sebagai raja Kediri.
yang menceritakan rencana perkawinan Cerita Panji yang lain, di antaranya Panji
Panji yang menyamar sebagai Adipati Angronangkung (8), dan Jayahasmara ing
Cakraněgara dari Pranaraga dengan Rětna Wangsul (10), menunjukkan adanya
Cindhaga putri Ngurawan (pp.3), sementara pengambilan bahan dari teks-teks Panji
pada MSS Jav 44 ceritanya tentang Raden lainnya yang lebih tua yakni Angronakung
Panji Jayèngrěsmi yang mencari hilangnya dan Jayakusuma, meskipun di sana-sini
sang istri, Radèn Ayu Wulantumanggal (pp. terdapat “muatan lokal” khas gaya
8) dan mendirikan sebuah kerajaan bernama Yogyakarta, yakni adanya tokoh Prabu
Siptagiripura (pp.23). Lakon-lakon ini Klana dari Maguwa sebagai antagonis, dan
berbeda dengan versi Sěrat Kandha dari munculnya figur-figur penyamaran yang
zaman Mataram, namun juga tidak tadinya tidak ada di teks sumber, seperti
Page 203 of 278
Téjakusuma atau Téjaasmara penjelmaan koleksi British Library MSS Jav 44 dan 62
Panji-Nom (Sinomprědapa) dan Bambang dari era Hamengkubuwana I yang masih
Suksmalěngkara sebagai penjelmaan sangat terikat pada “pakěm” cerita Panji,
(malihan) dari Candrakirana. Penyamaran yakni seputar perjalanan kembara percintaan
Panji sebagai Jayakusuma dan Candrakirana Panji dan Candrakirana dalam berbagai
sebagai Nawangrěsmi dalam teks bentuk penyamaran, meskipun dalam
Angronangkung sendiri, tidak hanya muncul naskah MSS Jav 62 dan 44, kolektor
dalam satu lakon, namun juga dalam menganggap bahwa cerita-cerita yang
berbagai lakon lainnya seperti Panji dikumpulkannya pun “bermuatan sejarah”,
Ngèngèr (18), di mana kedua tokoh dari teks ditunjukkan dengan catatan tambahan pada
yang berbeda ini dapat bertemu dalam satu judul bahwa buku itu memuat The History of
lakon. Sebagian cerita lagi menunjukkan Wong agoong of Oorawan (sejarah raja
sifat-sifat yang mirip dengan cerita wayang Urawan) dan The History of the Rajah
purwa, seperti lakon Atmasutéja (39) yang Shreenorodipah N.I.( Sejarah raja
menceritakan tentang Atmasutéja putra Panji Shreenorodipah---sri naradipa, yang secara
yang menjadi titisan Sang Hyang Wěnang, harfiah berarti memang “raja”).
sebanding dengan Wisanggěni dalam Pengembangan yang dilakukan di
wayang purwa, juga lakon Pudhak Satěgal- lingkungan Keraton Yogyakarta ini berbeda
Nungsabarong (16) yang mengisahkan dengan pendekatan yang dilakukan di
Raden Pěrtala (Kartala) saudara Panji yang Kasunanan sejak Pakubuwana IV yang
diangkat sebagai cucu oleh Antaboga, “mengkondisikan” cerita Panji sebagai
mencari ilmu sejatining ngagěsang dan sebuah satuan-satuan lepas, kembali ke
menikah dengan putri Sang Hyang Baruna tradisi pra-Kandha, meski dalam sebuah
yang bernama Mandayawati, menunjukkan bingkai yang baku terutama dari segi
jejak-jejak teks Déwaruci meskipun hanya penokohan dan latar belakang, juga berbeda
sangat sedikit disinggung. pula dengan pendekatan Ranggawarsita yang
berusaha memposisikan cerita Panji sebagai
Ragam lakon wayang gědhog dari
bagian dari “sejarah”, sejalan dengan Sěrat
naskah Or. 6428 menunjukkan bahwa baik
Kandha, lengkap dengan urutan kejadian
dari segi sumber lakon maupun struktur
dan angka tahunnya.
naratifnya, pada era Hamengkubuwana V
telah terjadi sebuah pengembangan yang Dalam beberapa bahasan tadi, kita
sangat kreatif, tidak hanya mengambil dari bergelut dengan bagaimana boneka wayang
naskah-naskah Panji yang telah ada baik dan struktur lakon wayang gědhog gaya
versi Kandha maupun lainnya, namun juga Yogyakarta dengan segala keunikannya.
memasukkan pengaruh wayang purwa di Akan tetapi, dari teks-teks di atas, kita
dalamnya, apalagi jika dibandingkan dengan belum menggali tentang bagaimana bentuk
Page 204 of 278
pakěliran wayang gědhog ditinjau dari jikalau ada, kalangan seniman tradisi di
dramaturgi pedalangan (istilah dari swargi pedesaan jarang sekali mengaksesnya.
Prof. Dr. R.M. Soedarsono), atau dalam Keadaan ini mengakibatkan mereka
lingkungan akademisi seni diistilahkan kemudian mengembangkannya secara
sebagai garap pakěliran. Bahasan tentang mandiri dengan material yang tersedia di
ini kami sajikan dalam pokok bahasan masyarakat. Sebagai contoh, menurut Ki
berikut. Supono (Ponowiguna) dari Krantil,
Pendowoharjo, Bantul, iringan pakěliran
D. Garap Pakěliran Wayang Gědhog Gaya
wayang gědhog memiliki kemiripan dengan
Yogyakarta: Hasil Pelacakan dari Naskah-
wayang golèk, di antaranya dengan
Naskah Lama
Srěpěgan Kěmbang Jěruk, Kěmbang Gayam
struktur sebuah teks pertunjukan yang utuh, wayang topèng. Sementara di sisi lain,
karena dalam garap terkandung berbagai terdengar pula kabar dari Mas Bekel
memperoleh kemantapan rasa hayatan dalam “wayang dengan iringan pélog”, sehingga
pergelaran. Bambang Murtiyoso membagi iringan dan tata adegannya adalah wayang
bagian, yaitu catur, sabět dan iringan, fenomena tersebut tentunya bukan sebuah
sedangkan Soetarno membaginya dalam hal yang tabu, mengingat kesenian tentu
empat bagian, dengan bagian pertama akan mengalami dinamika sesuai dengan
lingkungan Keraton sendiri sebagai sebuah garap adegan dan iringan pada pakěliran
pusat kebudayaan sangat terbatas, dan wayang gědhog pun dibingkai dengan sistem
81Bambang Murtiyoso, Pengetahuan Pedalangan, (Surakarta, 1983: Proyek Pengembangan IKI, Subproyek ASKI
Surakarta), 8. Lihat juga Soetarno, Sunardi, Sudarsono, Estetika Pedalangan, (Surakarta,2007: ISI Surakarta dan CV.
Adji), 27.
82 Nojowirongko, Serat Tuntunan Padhalangan I, (Yogyakarta:, 1960: Cabang Bagian Bahasa Yogyakarta,
Jawatan Kebudayaan Departemen P.P. dan K), 56.
83 R. Madyopradonggo, Tuntunan Pedalangan Ringgit Gedog jilid I (Surakarta, 1970: Akademi Seni Karawitan
Indonesia), 12,14.
Page 208 of 278
těppi, kang wétan dumugi pagongan, Mahésanabrang kaya pinětik
kang kilèn hanglangkunga hing wantilan, talingannira, -o- -o- -o- wahuta
kanglèr dumugi pangurakan, kaya hikang tompa sěmu dalěm nyahi
rubuhha wancaksuji kayu harěng Hangsoka kalih nyahi Hangsana,
bahuwarna, saking kathahhé wadyabala, palajěngngé kayata měnjangan katawang,
wahuta sawiyossira wong ngagung -o- rěp-o-
ngurawan punnapa hantawissira yèn
miyos, sěnjata hagěng mungěl hambal Sehingga dalam cak sabět jějěran
ping tiga, grě, grě, grě, -o- hèh wong wayang gědhog pada waktu bědhol jějěr
batur calik padha sumi[ng]gah kangjěng juga terdapat beberapa sekuen, yakni (a) raja
sinuwun miyos –o- rěp-o- (pp.5) meninggalkan sitihinggil, (b) kěparak
beranjak mundur dari persidangan mengikuti
Petunjuk tentang adanya cak sabět
raja, (c) Mahésanabrang menggerutu,
pada bagian bědhol jějěr juga tampak dalam
Brajanata yang mendengarnya hampir saja
tulisan berikut
terpantik emosinya, (d) Nyai Hangsoka dan
[pp.6]-o- Wahuta sarěng sampun dhawah Hangsana (Nyahi Tuměnggung) berlari
timbalandalěm hangragonni tuhu sabda menghampiri Brajanata dan Mahésanabrang,
[pp.7] pandhita ratu, ngandika sapisan memerintahkan keduanya untuk
rampung, lir hupamanné mangsi tumiba meninggalkan sitihinggil karena persidangan
děllancang tan kěnna lumèbèk lah hi[ng] telah usai. Petunjuk lain tentang cak sabět
kono nulya kondur hangědhaton, tědhak pada jějěr wayang gědhog tampak dalam
saking dhadhampar gadhing, -o- naskah Or. 6428 sebagai berikut.
-o-Pantěs tannana hiwang yè[n]
……/ Prabu Kěling jěngkar kundur/
kondur hangědhaton giněběg sakathahe
Parěkan andhawuhi ngatos-atos/ kalih
para biyada, ma[ng]gung muwahha
sami kinèn animbali ratu sèwu něgari/
těnnapi badhaya, hudakawis kalih lajur
ingkang sami anglamar dhatěng Dèwi
sisih hikang ngampil hupacara, hikang
Patmasěkar/ Patih mědal Parěkan
hijo pipilingnganné kang rompyoh
wangsul/ kunduripun Prabu Kěling
rompyoh sinommé, kang sapěkak
kènděl sangajěngipun gapura/…. (pp.1)
těngahé, kang sajari miring tapakké, kang
kétol-kétol běrotollé, kang mandul- Dengan demikian tampaklah bahwa
mandul payudaranné, kang mungal sosok parěkan atau Nyahi Tuměnggung
pěnggalakké kang gampang memiliki peran sebagai protokoler dan
pěllatukkanné, -o- mara mara děg penghubung antara raja dengan para
rěgědděg rěgědděg,-o- -o- Wahuta punggawa, bertugas menyampaikan titah
radèn Brajanata sarěng mirsa haturré pun
Penterj.) rukmi, habdi dalěm prajurit rětna pagut lan liringnging tingal kaya ta
hikang jajarri, hing ngarsa prayayi kilat barung lan thathit wibuh hakarya
84 Koreksi: wontěn
85 Koreksi: wuri
86 Koreksi: hasěngkang
Page 211 of 278
ingkang badhé anjajari tindak-dalěm, Pembahasan tentang hal ini masih
andhèr mangalèr dumugi kagungandalěm membutuhkan kajian yang lebih mendalam,
Srimanganti, ing ngriku pasowanipun terlebih jika dibandingkan dengan survei
para abdi kěparak Sangkragnyana awal yang penulis lakukan terhadap kedua
satitindhihipun, mangilèn dumugi naskah lama dari Universitas Leiden dan
kagungandalěm bangsal Marakata, British Library. Penggalian terhadap
pasowananipun bupati kěparak kiwa sumber-sumber lain yang masih belum
těngěn…..87 tersentuh diperlukan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih lengkap guna
Selain ciri khusus yang terdapat pada
merekonstruksi pakěliran wayang gědhog
cak sabět dan janturan, wayang gědhog
gaya Yogyakarta utamanya yang pernah
memiliki ciri khas lain, yakni dalam adegan
berkembang di lingkungan Kasultanan dan
pathět lima di antaranya jějěr dan paséban
Pakualaman.
jawi menggunakan basa kědhaton atau
bagongan, dan sesudah masuk ke pathět D. Signifikansi dan Urgensi Rekonstruksi
něm kembali menggunakan bahasa dan Revitalisasi Pakěliran Wayang Gědhog
pědhalangan biasa, terdiri dari struktur Gaya Yogyakarta
ngoko dan krama. Dalam beberapa kasus,
Wayang gědhog di berbagai Keraton
ada tokoh-tokoh yang berbicara dalam
di Jawa, khususnya penerus dinasti Mataram
bahasa Melayu, seperti Rěngganisura
Islam, dari masa ke masa mengalami nasib
komandan Bugis, juga sosok panakawan
yang kurang menggembirakan. Frekuensi
jika sedang melawak. Ciri khas lain dalam
pentas yang jarang serta sedikitnya orang
wayang gědhog, dalam aděgan jějěr sang
yang mengenali keberadaan jenis wayang ini
raja menggunakan antawěcana warna suara
menunjukkan betapa masyarakat tidak lagi
berat, tiap-tiap kali hendak memulai
memiliki rasa handarbèni (memiliki)
berbicara pertama kali menggunakan
terhadapnya, sementara ketika UNESCO
nggěrěng atau menggeram seperti Bratasena
mengukuhkan Cerita Panji sebagai Warisan
dalam wayang purwa, disambut dengan
Budaya Dunia, euforia yang terjadi tidak
gong gědhé.
sampai menyentuh wayang gědhog dalam
Unsur-unsur garap pakěliran lainnya bentuk klasiknya, baik gaya Yogyakarta
dari wayang gědhog gaya Yogyakarta tentu maupun Surakarta.
masih banyak yang mengandung ciri khas,
Kemunduran dan kepunahan pakěliran
akan tetapi dalam makalah ini tidak akan
wayang gědhog sendiri dipengaruhi oleh
kami ketengahkan semuanya mengingat
beberapa faktor. Soetarno mengidentifikasi
terbatasnya waktu yang tersedia.
87 Madyapradangga, 13.
Page 212 of 278
faktor kepunahan wayang gědhog sebagai sosial budaya ditunjukkan pada
berikut. (a) tidak adanya regenerasi dalang kecenderungan kerabat keraton sendiri untuk
wayang gědhog, (b) mayoritas masyarakat merasa jenuh terhadap pertunjukan wayang
tidak mengenal wayang gědhog sehingga gědhog yang ditampilkan pada upacara
kurang tertarik mendalaminya, dan (c) cerita midadareni.90 Sumber-sumber lisan yang
yang bersumber dari Serat Panji kurang penulis terima juga menunjukkan hal serupa,
dikenal dan tidak populer di masyarakat.88 di antaranya pendapat bahwa wayang
Sigit Astono dalam laporan penelitiannya gědhog tidak dapat diterima masyarakat
membagi faktor kemunduran ini dalam tiga umum karena sangat vulgar dalam
ranah yang berbeda, yakni dalam ranah menyampaikan lelucon-lelucon yang
teknis, sosial ekonomi dan sosial budaya. bernuansa seksual, serta sifat wayang
Faktor teknis yang berkontribusi terhadap gědhog yang sangat mat-matan
kemunduran kehidupan pakěliran wayang menjadikannya kurang sesuai untuk ritme
gědhog terdiri dari (a) langkanya keberadaan kehidupan manusia modern yang semakin
boneka wayang gědhog di masyarakat luar dinamis.
keraton, (b) langkanya dalang wayang
Jika dilihat dari berbagai faktor dan
gědhog, (c) rumitnya garap pakěliran
perbandingannya baik dengan wayang
wayang gědhog, dan (d) tema lakon yang
purwa maupun seni pertunjukan modern,
monoton, yakni sekitar percintaan.89 Faktor
wayang gědhog dirasa mustahil untuk dapat
sosial ekonomi menurut Astono
tampil ke depan sebagai sebuah produk seni
berhubungan erat dengan posisi raja sebagai
tradisi yang dapat dibanggakan, lantas apa
patron kebudayaan yang didukung oleh
signifikansi dan urgensi dari pelestarian
kemampuan finansial yang memadai, secara
wayang gědhog gaya Yogyakarta, terutama
tiba-tiba mengalami perubahan sebagai
dalam bentuk rekonstruksi dan revitalisasi
akibat terjadinya kemerdekaan Republik
pakěliran? Menurut hemat penulis, ada
Indonesia, juga perubahan posisi dan peran
beberapa hal positif terkait wayang gědhog
politis raja baik Surakarta dan Yogyakarta,
yang sangat potensial dimanfaatkan untuk
di samping adanya perubahan zaman yang
kepentingan bangsa dan negara, yang dapat
semakin kurang memungkinkan untuk
tumbuh suburnya wayang gědhog. Faktor
89 Sigit Astono,dkk. “Keberadaan Karawitan Wayang Gedog Gaya Surakarta Dewasa Ini, Ditinjau dari Aspek
Struktur Musikal, Deskripsi Sajian, Fungsi dan Perkembangannya”, Laporan Penelitian Kelompok, (Surakarta,
1995: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta), 61-62
90 Astono, 1995,64-65.
Wayang gědhog sebagai sebuah seni yang memiliki kekuatan fisik seperti sosok
dan bentuk pergelaran yang mirip wayang perkawinan Prabu Lěmbuamiluhur raja
purwa, akan tetapi sesungguhnya sejak dari Jenggala dengan seorang wanita yang
konsep telah memiliki jalur yang berbeda. dulunya adalah abdi Prabu
Jika wayang purwa berpusat pada cerita Mandrawijayabuja dari Kěling, yang
Panji yang cenderung menunjukkan Timur, antara kepulauan Maluku dan Papua
Bathara Guru, Narada, Durga, Bathara Kala Panji Inukertapati berinisiatif menikahkan
dan figur-figur mitologis lain perlu salah satu adik iparnya, Kudanadpada dari
dimunculkan, walau secara esensi tidak Bali dengan seorang putri dari Ternate.91 Hal
91 Anonim, “Sěrat Pakěm Ringgit Gědhog”, koleksi Museum Radyapustaka Surakarta nomor RP 252, pp. 9.
Page 214 of 278
b. Wayang gědhog adalah sarana mannah gurnat, méga malang sasi
dokumentasi tentang suasana kehidupan di sumurup mariyěm… (pp.14)
lingkungan Keraton pada zamannya
Dalam pocapan tersebut kita
Tidak dapat dipungkiri bahwa wayang menemukan banyaknya jenis artileri yang
gědhog, dilihat dari sumber naskahnya dimiliki Keraton di Jawa pada waktu
maupun garap pakělirannya adalah sebuah penulisannya, atau setidak-tidaknya pernah
bentuk kesenian yang Keraton-sentris, dikenali saat itu dalam bentuk wangsalan, di
meskipun pada kenyataannya sekarang di antaranya hadoh katon (terlihat jauh) untuk
masyarakat telah timbul pula berbagai mengatakan bědhil léla, duwèk hilang
bentuk pertunjukan wayang gědhog dengan katěmu (barang hilang yang ditemukan)
tafsir pribadi senimannya masing-masing. untuk huděrbus (blunderbuss), kawining
Walaupun demikian, hal ini jangan diartikan wanodya wawrat (bahasa Kawi untuk wanita
bahwa wayang gědhog versi Keraton dapat mengandung) untuk kěrbin (karabin), dan
ditinggalkan begitu saja, karena selain lain sebagainya. Pada pocapan gapuran pun
berfungsi sebagai pedoman untuk dapat ditemukan uraian tentang lay-out
menggarap bentuk pertunjukannya, naskah- bangunan kěputrèn, arsitektur, hiasan,
naskah wayang gědhog gaya Keraton sampai kepada sistem pengairan. Pada
memiliki banyak sekali uraian tentang adegan jějěr Klana, tampil pula berbagai
bagaimana kehidupan berjalan di lingkungan macam nyanyian Melayu dan pernak-pernik
dalam istana pada saat itu. Janturan dan keramaian perayaan Sekaten. Hal-hal ini
pocapan dalam wayang gědhog tentunya sangat berguna untuk
memperlihatkan hal-hal tersebut, di merekonstruksi tidak hanya bentuk
antaranya pada pocapan pěrang ampyak pakělirannya sendiri, namun juga sampai
yang termuat dalam MSS Jav 62 sebagai kepada bagaimana bentuk dan fungsi
berikut. bangunan Keraton sejak Kartasura hingga
Yogyakarta pada abad ke-18 hingga ke-19
kunning pracékanning bědhil, tiba tangi
juga seluk beluk kehidupan di dalamnya.
rakang hadoh katon léla, duwèk hilang
katěmu huděrbus, jalma wawuh sunapan, c. Wayang gědhog adalah cara Keraton untuk
jalma karongron bědhil pěngantèn, menunjukkan paradigma dan ideologi
prawan tan pasinjang bědhil politiknya
larakawudan, kawining wanodya wawrat
Sebagai sebuah bentuk seni
kěrbin, bulussalit pěstul, lalěr gědhé
pertunjukan yang berkembang di Keraton,
tiktak kawon kan bum balang wongwa
tentu saja wayang gědhog tidak dapat
gutuk hapi, jalma kapidhara kalataka,
dilepaskan dari alam pikir para
satriya wibawa gurnada, suka hing
94 Sebagai perbandingan, dapat dibaca makalah Wisma Nugraha, “Kisah Panji Versi Pakubuwana IV”, disajikan
pada Diskusi Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 24 Maret 2015,
Page 217 of 278
Terbitnya salinan digital dari naskah- yang konsekuensi di dalamnya tentu harus
naskah Keraton dari era awal Kasultanan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, těpa
Ngayogyakarta dari Javanese Manuscript salira dan samad-sinamadan, daya dinayan,
from Yogyakarta Digitisation Project British saling menghormati, mengisi dan
Library tentu saja perlu disambut gembira, menguatkan satu sama lain untuk mencapai
karena dengan adanya teks-teks tersebut, tujuan-tujuan bersama secara positif. Upaya
setidaknya kita dapat memiliki gambaran rekonstruksi dan revitalisasi pakěliran
yang lebih pasti tentang bagaimana dunia wayang gědhog gaya Yogyakarta ditinjau
seni pertunjukan di Yogyakarta terus dari sisi lain juga dapat diharapkan untuk
berkembang dari waktu ke waktu hingga memberikan “narasi alternatif” bagi
mencapai bentuknya yang telah mapan pada masyarakat untuk dapat lebih mengenal dan
saat ini, serta dalam lingkup yang lebih luas mengakrabi wayang, karena cerita Panji
memungkinkan bagi kita untuk mempelajari, sebagai repertoarnya dipandang lebih dekat
memahami, mementaskan lagi dan dengan konteks Keindonesiaan dewasa ini,
mengembangkan bentuk-bentuk seni terlebih jika dibandingkan dengan
pertunjukan yang selama ini “tidur” dalam Mahabharata dan Ramayana yang,
bayang-bayang kepunahan. walaupun sangat populer akan tetapi masih
terkesan berjarak dengan dunia sekitarnya.
E. Kesimpulan dan Saran
Pengembangan cerita wayang gědhog
Keempat rumusan tentang signifikansi berbasis teks Panji sebagai narasi alternatif,
dan urgensi rekonstruksi dan revitalisasi selain dilakukan dengan jalan penggalian
wayang gědhog gaya Yogyakarta di atas dan konservasi juga dapat dilakukan dengan
pada dasarnya menjelaskan kepada kita merangkul pertunjukan wayang gědhog yang
bahwa pakěliran wayang gědhog sebenarnya ada di masyarakat, bukan dengan tujuan
masyarakat banyak, karena selain memiliki yang ada dalam wayang gědhog versi
wayang gědhog juga memuat banyak nilai diinternalisasikan, diolah dan disajikan
yang dapat diterapkan dalam kehidupan ulang oleh masyarakat sehingga tetap
masyarakat Yogyakarta pada khususnya dan menampilkan seni pertunjukan yang padat
Indonesia pada umumnya. Tentu saja, hal isi dan “padat gizi”, tanpa harus menjadi
tersebut perlu diiringi sebuah kesadaran sebuah momok baik bagi seniman maupun
bahwa dalam masa ini kita telah hidup khalayaknya. Keberadaan wayang gědhog
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik juga dapat menjadi wadah untuk berbagai
Indonesia, juga sebagai global villagers macam folklore bertema Panji untuk dapat
di mana masyarakat terputus dari sejarahnya Nugraha, Wisma. 2015. “Kisah Panji Versi
Pakubuwana IV”, makalah disajikan pada
dan tercerabut dari akarnya, yang berakibat Diskusi Pascasarjana Fakultas Ilmu
kepada runtuhnya tatanan kehidupan di Budaya Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, 24 Maret 2015.
berbagai sisi.
Robson, S.O.1971. Wangbang Wideya: a
Rahayu ingkang sagung pinanggih. Javanese Panji Romance, The Hague:
Martinus Nijhoff.
REFERENSI Sajid, R.M. 1971. Bauwarna Kawruh
Wajang djilid I, Surakarta: Widya Duta
Manuskrip:
Saputra, Karsono H. 2014. Panji
Anonim, ca. 1790 AD,“Wayang gědhog Angronakung, Jakarta: Perpustakaan
texts”, naskah MSS Jav 44, koleksi Nasional Republik Indonesia
British Library, ex-libris Collin
Serrurier, L. 1896. De Wajang Poerwa, een
Mackenzie Ethnologische Studie, Leiden: E.J. Brill.
Anonim, ca. 1790 AD,“Wayang gědhog Soetarno,2010. Teater Wayang Asia,
texts”, naskah MSS Jav 62, koleksi Surakarta: ISI Press.
British Library, ex-libris Collin
Mackenzie Soetarno,Sunardi dan Sudarsono, 2007. Estetika
Pedalangan, Surakarta: ISI Surakarta dan
Anonim, ca. 1890 AD, “Serat Pakěm Ringgit CV. Adji.
Gědhog”, naskah RP 252, koleksi
Museum Radyapustaka Surakarta Subalidinata,R.S. 1985. Serat Kandhaning
Ringgit Purwa jilid I,Jakarta: Djambatan.
Wangsadipoera, 1832 AJ. “Serat Pakěm
Ringgit Gědhog”, naskah Or. 6428 van Helsdingen, R. Van Beuningen. 1913. “The
koleksi Leiden University Javanese Theatre: Wayang Purwa and
Wayang Gedhog”, dalam The Journal of
Buku dan Artikel: the Straits Branch of the Royal Asiatic
Society, no. 65 hal.19-65. Kuala Lumpur:
Malaysian Branch of the Royal Asiatic
Behrend, T.E. dkk. 1990. Katalog Induk Society.
Naskah-naskah Nusantara jilid I:
Museum Sonobudoyo Yogyakarta,
Jakarta: Djambatan
SESI IV:
SOSIAL BUDAYA
Pengetahuan dalam naskah Serat Primbon naskah. Padahal, di dalam naskah-naskah itu
Reracikan Jampi Jawi ternyata sangat bermanfaat banyak tercantum kearifan lokal yang
bagi kehidupan masyarakat sekarang. Dalam
menyangkut aspek-aspek kehidupan
naskah Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi
terdapat lebih dari 1000 ramuan untuk ratusan manusia. Meskipun naskah-naskah itu
penyakit. Namun jika tidak disosialisasikan akan muncul pada masa lalu, nilai-nilai dan
punah tanpa sempat disentuh. Hal ini dikarenakan
manfaat yang terkandung di dalam teksnya
teks dalam naskah tersebut menggunakan aksara
dan bahasa Jawa yang semakin lama semakin tetap relevan bagi kehidupan manusia pada
sedikit penuturnya. masa sekarang maupun masa yang akan
datang.
Tulisan ini dilakukan berdasarkan studi pustaka,
yaitu dengan membaca naskah-naskah Serat
Primbon Reracikan Jampi Jawi sebagai objek Ilmu pengobatan merupakan warisan
materialnya serta teks-teks pendukung analisis. nenek moyang. Selain diturunkan secara
Selanjutnya, data yang diperoleh dari pembacaan
lisan, metode pengobatan tradisional mereka
atas naskah objek material dianalisis dengan
memahami maknanya dalam konteks masyarakat catat dalam naskah-naskah. Dari sekian
pendukung. banyak naskah-naskah Jawa, beberapa di
antaranya adalah naskah-naskah yang berisi
teks tentang obat dan pengobatan
Kata kunci: naskah lama, pengobatan tradisional,
tradisional. Obat-obat herbal, makanan
variasi, pemanfaatan.
suplemen herbal, kosmetik herbal sebagai
bagian dari obat tradisional mulai banyak
dimanfaatkan. Hal ini dapat dipahami karena
Page 221 of 278
masyarakat sering putus asa, takut, atau demikian, beberapa di antara naskah-naskah
kurang telaten dalam menjalani pengobatan tersebut ada yang hilang dan ada yang
dengan obat-obat kimia. Melihat arti kondisi naskah rusak sehingga sulit dan
pentingnya kehadiran naskah-naskah lama bahkan tidak dapat dibaca. Dengan kondisi
yang mengungkapkan berbagai aspek yang demikian, kiranya penting dilakukan
kehidupan, termasuk tentang obat pelestarian dan penelitian atas naskah-
tradisional, maka pembahasan ilmiah naskah tersebut agar pengetahuan yang ada
terhadap naskah-naskah lama dipandang di dalamnya tidak hilang tanpa sempat
perlu untuk dilakukan. diketahui. Dari beberapa naskah tersebut di
atas, satu naskah akan dibahas dalam tulisan
Berdasarkan penelusuran beberapa
ini yaitu Serat Primbon Reracikan Jampi
catalog dan pengecekan di beberapa tempat
Jawi Jilid 2 koleksi Perpustakaan Sasana
penyimpanan naskah, dijumpai beberapa
Pustaka Keraton Surakarta dengan kode
naskah Jawa yang berisi resep-resep untuk
koleksi 550 ra.
pengobatan secara tradisional. Beberapa di
antaranya adalah Buku Primbon Jampi Jawi Tulisan ini akan mengemukakan
(Perpustakaan Museum Sonobudoyo, Sk 143 variasi ramuan dan variasi pemanfaatan
b 7), Pratelan Jampi Sakit Warni-warni ramuan dalam Serat Primbon Reracikan
(Perpustakaan Balai Kajian Sejarah dan Jampi Jawi Jilid 2. Uraian tentang variasi
Nilai Tradisional, Yogyakarta, S 634), Buku ramuan dan variasi pemanfaatan dilakukan
Jampi (Perpustakaan Widya Pustaka Pura karena dalam Serat Primbon Reracikan
Pakualaman, 2438/PP/73), Pakem Tarugana Jampi Jawi Jilid 2 dijumpai penyakit
(Perpustakaan Widya Pustaka Pura tertentu terdapat beberapa ramuan yang
Pakualaman, Pi 16 – 0076/PP/73), Serat memiliki perbedaan bahan, takararan, cara
Primbon Jampi Jawi (Perpustakaan Reksa meramu, dan cara pemanfatannya. Variasi
Pustaka Pura Mangkunegaran, M 18), Serat ramuan dan variasi pemanfaatan ini
Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 mengindikasikan bahwa banyak bahan
(Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton herbal yang memiliki kandungan tertentu
Surakarta, 550 ra), Kawruh Bab Jampi- yang dapat digunakan untuk mengobati
jampi Jawi (Perpustakaan Sasana Pustaka penyakit tertentu. Artinya, pengetahuan
Keraton Surakarta, 219 ra), Serat Reracikan tentang bahan-bahan obat herbal telah lama
Jampi Warni-warni (Perpustakaan Sasana dipahami oleh masyarakat Jawa
Pustaka Keraton Surakarta, 79 ra), Racikan
Jampi Jawi (Perpustakaan Sasana Pustaka
Keraton Surakarta, 261 ha), Kawruh Bab
Jampi-jampi Jawi (Perpustakaan Sasana
Pustaka Keraton Surakarta, 212 na). Namun
Page 222 of 278
2. SERAT PRIMBON RERACIKAN termasuk cara pengobatan berbagai macam
JAMPI JAWI JILID 2 penyakit disertai perlengkapan
pengobatannya, tanaman-tanaman obat, serta
Istilah primbon sangat dekat dalam
cara pengobatannya (Serat Primbon
kehidupan masyarakat Jawa. Namun
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 kode 550 ra).
demikian, mereka yang mempercayai
primbon dipandang negatif. Hal ini Telah disebutkan di atas bahwa naskah
dikarenakan istilah primbon dipandang yang dijadikan objek material dalam tulisan
sebagai hal yang takhayul, tidak dapat ini adalah Serat Primbon Reracikan Jampi
dipercaya kebenarannya. Dengan kata lain Jawi Jilid 2. Naskah ini dipilih karena dari
primbon dipandang sebagai kebohongan beberapa naskah yang ada dan layak baca,
(Sumardjo, 2002, 81). Anggapan ini Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi terdiri
mengakibatkan buku-buku primbon tabu atas 4 jilid. Jilid 2 yang paling layak baca
untuk dibaca. Mereka yang ingin membaca karena kondisi naskah masih sangat baik.
cenderung membaca secara sembunyi- Jilid 1 dan jilid 4 kondisinya tidak lengkap,
sembunyi, takut jika ada yang mengetahui banyak lembaran yang hilang. Jilid 3 tidak
jika sedang membaca primbon. Akibat diketahui keberadaannya atau hilang. Secara
selanjytnya, buku-buku primbon cenderung keseluruhan jilid (jilid 1-4) memuat 1.734
tidak tersentuh, apalagi buku-buku primbon ramuan obat tradisional Jawa. Secara rinci
sebagian besar masih menggunakan tulisan jumlah ramuan yang terdapat dalam setiap
dan bahasa Jawa. jilid dapat dilihat dalam tabel berikut.
Primbon cenderung diartikan sebagai Tabel 1. Jumlah Ramuan dalam 4 Jilid Serat
teks yang berisi perhitungan waktu untuk Primbon Reracikan Jampi Jawi
melakukan suatu kegiatan terkait dengan
S e r a t P r i m b o n Jumlah Ramuan
siklus hidup manusia, ramalan, dan Reracikan Jampi Jawi
sebagainya. Menurut Poerwadarminta (1939: Jilid 1 497
ramuan, misalnya penyakit berkaitan dengan dalam naskah Serat Primbon Reracikan
perut, kewanitaan, dan batuk. Adanya Jampi Jawi Jilid 2 adalah ramuan untuk
banyak variasi ramuan ini, mengindikasikan gangguan kesehatan pada perut yaitu ada 65
kemungkinan pada waktu itu penyakit- ramuan. Dalam naskah Serat Primbon
penyakit perut, kewanitaan, dan batuk Reracikan Jampi Jawi Jilid 2, gangguan
adalah penyakit yang frekuensi kesehatan perut ini disebut dengan macam-
Ada satu lagi istilah untuk gangguan tubuhnya belum sempurna sehingga anak-
kesehatan pada perut yaitu gecok. Istilah ini anak juga rentan terkena penyakit. Ramuan
memiliki arti ’lauk dengan bahan dasar penyakit perut bagi perempuan yang
daging cincang’. Maksudnya, gecok ini menyusui berbeda dengan ramuan yang lain.
diberikan pada orang yang susah makan. Demikian halnya ramuan penyakit pada
Ramuan dalam kaitannya dengan gecok perut dengan kondisi penyakit yang berbeda
merupakan ramuan dengan nomor ramuan juga dibedakan ramuannya. Artinya,
898 (j), 900 ((j), dan 901 (j). pengetahuan masyarakat Jawa tentang
pengobatan sudah rinci. Ciri penyakit yang
Berdasarkan Tabel 3, dapat dikatakan
berbeda, ramuannya juga berbeda. Sebagai
bahwa ramuan untuk gangguan kesehatan
contoh, ramuan untuk sakit wawratan ‘diare’
pada perut sangat beragam. Ramuan untuk
bagi perempuan yang sedang menyusui
anak-anak cenderung sama dengan ramuan
(nomor ramuan 725) berbeda dengan diare
untuk orang tua. Hal ini dapat dipahami
pada orang dewasa umumnya (nomor
karena kondisi fisik orang yang sudah tua
ramuan 749) dan anak-anak atau orang
sudah rentan lagi terhadap penyakit karena
lanjut usia (nomor ramuan 750).
daya imun tubuh orang lanjut usia sudah
menurun. Sementara anak-anak daya imun
Page 226 of 278
Perbedaannya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Perbedaan Ramuan Sakit Wawratan pada Wanita Menyusui, Anak-Anak dan
Lansia, serta Orang Dewasa.
Wanita Menyusui (725) Dewasa Umum (749) Anak-anak dan Lansia (750)
Ramuan: Ramuan: Ramuan:
Babakan jambet bol panjangipun Adas 2 jodho, pulasari saros Godhong jambu kluthuk 7
sekilan wiyaripun 2 dariji, dariji, podhi 3 saga, sari 3 saga, punggel, mesoyi panjangipun
babakan kajeng turi brit murmak 3 saga, daging 3 saga, sadariji, menyan saklungsu,
panjangipun sadariji. Sadaya kajeng legi 3 saga, brambang sarem 3 wuku, areng jati saros
babakan kaparut dipuntadhahi s a t u n g g a l k a b a k a r, k u l i t dariji, dipunpipis kaliyan toya
godhong pisang kluthuk kang rambutan satugel kabakar, mateng nunten kasaring lajeng
nem sarta alit 2 iji dipunkukus. dipunpipis kaliyan toya, dipunombekaken.
Pisang kluthuk ingkang ageng dipunombekaken kanthi sarem 3
sarta mentah dipunparut mawi wuku. Terjemahan:
adas 2 jodho, pulasari Daun jambu klutuk bagian ujung
panjangipun dasariji, brambang Terjemahan: 7 potong, mesoyi sepanjang satu
3 dipunbakar, kajeng legi 3 saga Adas 2 rakit, pulasari satu ruas jari, kemenyan sebesar biji asam,
d i p u n b a k a r, l a j e n g s e d a y a jari, podi 3 saga, sari 3 saga, garam 3 gelintir, arang jati satu
kapipis dipunsaring, dipunombe murmak 3 saga, daging 3 saga, ruas jari, semua bahan dihaluskan
mawi sarem 3 wuku. kayu manis 3 saga, bawang bersama air matang lalu disaring
m e r a h s a t u d i b a k a r, k u l i t dan diminumkan.
Terjemahan: rambutan sepotong dibakar,
Potongan kayu jambu bol dihaluskan bersama air lalu
sepanjang ibu jari hingga diminumkan dengan garam 3
kelingking lebar 2 jari, potongan gelintir.
kayu turi merah sepanjang satu
jari, semua potongan kayu
diparut ditempatkan pada daun
pisang klutuk yang muda dan
kecil sebanyak 2 buah lalu
dikukus. Pisang klutuk yang
besar dan mentah diparut
bersama adas 2 rakit, pulasari
sepanjang sepuluh jari, bawang
merah 3 dibakar, lalu semua
dihaluskan disaring lalu diminum
dengan garam 3 gelintir.
Mencermati Tabel 4 di atas tampaklah ramuannya tidak enak karena ada campuran
bahwa meskipun penyakitnya sama namun yang tidak lazim dikonsumsi manusia yaitu
karena penderitanya berbeda kondisi maka kemenyan dan arang.
ramuannya juga berbeda. Ramuan untuk
Dalam sistem pengobatan tradisional
wanita yang sedang menyusui tampak lebih
dalam kehidupan masyarakat Jawa sudah
beragam bahan-bahannya dan lebih banyak
mengarah dan memikirkan untuk
takarannya daripada yang lain. Ramuan
membedakan pengobatan pada orang dalam
untuk anak-anak dan orang lanjut usia lebih
kondisi tertentu. Demikian halnya dengan
sederhana dan takarannya ringan. Sementara
gangguan kesehatan yang lain. Berikut
itu, ramuan untuk oprang dewasa jika
contoh lain dalam kaitannya dengan variasi
dicermati, dapat dibayangkan rasa
pengobatan berdasarkan ramuan-ramuan
Page 227 of 278
dalam Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi
Jilid 2.
Tabel 5. Perbedaan Ramuan Sakit Batuk Biasa, Batuk Menggigil, Batuk Darah, dan
Batuk pada Anak-Anak dan Lansia.
tampak jelas, teks-teks Serat Serat Primbon c. parem digunakan dengan cera melumurkan
pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 dapat lain,
Page 228 of 278
d. Pilis digunakan dengan cara menempelkan f. Tapel digunakan dengan cara ditempelkan
atau mencoletkan hasil ramuan di dahi. pada bagian yang sakit.
e. Sembur digunakan dengan cara disemburkan Berikut adalah contoh variasi
pada bagian yang sakit.
pemanfaatan ramuan dalam Serat Primbon
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2.
Tabel 6. Variasi Pemanfaatan Ramuan dalam Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2
95 Senior lecturer, Department of Architecture Faculty of Civil Engineering and Planning Universitas Islam
Indonesia. The author would like to express his gratitude to Drs. Wahyu Indrasana for allowing to use
the data and studies in the Reconstruction of Trajumas Hall Kraton Yogyakarta.
Page 231 of 278
INTRODUCTION: NUMBER AND related with inland tradition. Both are
JAVANESE WORLDVIEW significantly different, indicating the
plurality of practices in conceiving and
Javanese traditions concerning
implementing such aspect. In the nineteenth
building construction was transmitted from
century, the writing of this type of books
one generation to the next generation by
flourished in Java following the Dutch
means of oral storries and manual practices.
scholars’ activism in cultural studies.
Writing or producing text was not the
primary means to transmit such tradition. In the realm guidance for living,
Serat Tjarios Bab Kawroeh Kalang gave petungan found in many books known as
some interesting insight about the intention primbon. Kumar (1996:xix, cited in
behind its author decision to write. First, is Robertson, 2012) defines primbon as “mini-
the revelation of the secret to more general encyclopedia containing notes and diagrams
audience. The previously oral tradition on everything from numerology to
through passed down to the next generation aphrodisiacs, once again reflecting the
now is written and becomes accessible to spread of literacy beyond elite circles”.
everyone. Second, written by Raden Primbon, however, is an encyclopedia of
Sosrowiryatmo at the turn of the twentieth “how to” to consult when some in about
century, this manuscript is produced in order doing something important rather than to
to preserve a tradition of house building enrich someone’s world of knowledege. The
knowledge which was on the verge of most widely spread and elaborate primbon is
disappearing (Robertson, 2012) known as Primbon Betaljemur, consisting of
eight volumes, compiled by Pangeran
Numerical aspect of building
Cakraningrat or Patih Danureja VI and
construction or petungan occupies a central
published in printed version by his
position in Javanese culture and Javanese
grandson. Lombard (II 1996) considers that
literary tradition. It stands in among three
the popularity of primbon is in line with the
primary realms of literary works, namely:
discovery of the “self” after the arrival of
cultural studies, guidance for living and
Islam. The “self” becomes an autonomous
manual for carpenters. In the sphere of
subject free from genealogy and other forms
cultural studies, petungan is found in the
of social hierarchy. A primbon book contains
major book of Javanese culture often dubbed
dozens of petungan involving many aspects
as the Javanese Encyclopedia titled Serat
of human life, from finding appropriate life
Centhini. This voluminous book includes
mate, buying livestocks, direction to go on
this aspects in two sections in volume 1
certain days, making ladders and of course
based on northern coastal area (pasisiran)
site appropriation and building construction.
tradition and in volume 3 being more closely
The reminder 5 is called “Pokah” As the omah mburi has the value of
meaning multitude or bountiful, derived Sri, meaning flower, its considered the
from the word “akeh” or many. essence of a tree, in bringing beauty and
fruit. Pendopo is related with wood or trunk
of a tree being the certainty and strength.
THE IDEA OF TOTALITY
Kitchen is associated with fruit especially
Architects are preoccupied with the edible fruit being the concrete benefit of a
idea of totality consisting of elements tree. Stable represent the branches of a tree
interrelated in a system. A totality is making people comfortable to take shelter
necessary to define the entity of underneath. Prayer house or gate is like
architecture, to propose the ideal quality of roots to make the tree stand firmly n the
such entity, and to identify certain elements ground.
necessary to constitute such entity. The most
Even though in petungan system, every
fundamental theory of system in architecture
pavilion Each of the pavilion is useless or
is proposed by the theoretician Vitruvius in
has no value without its relationship with
the first century by proclaiming that in any
other pavilions forming the house.
good architecture should posses the values
of strength, use and beauty. Semper in the THE NOTION OF LEVEL
nineteenth century argues that the elements
ofarchitecture should be the primary Javanese house (omah or griya)
consideration in defining the total system of consists a number of pavilions. Structurally
architecture. speaking, each ofthe pavilion is an
independent entity. The name of the dhapur
Javanese architecture with the strong griya (joglo, limasan, tajug and kampung)
underlying notion of harmony emphasizes refers to this structural entity, so that it bears
on the qualities as embodied in the name of griya, such as griya joglo
numerological system to constitute employed as pendopo.
harmonious totality. Serat Tjarios Bab
Kawruh Kalang bring the idea of All of the technics included in
completeness into light by employing the Javanese building treatises are explainable
metaphor of tree. Tree is a well known, in terms of constructing a single pavilion.
profound and powerful metaphor in From ridge beam, roof construction, posts
Javanese tradition as epitomized in a kayon and beams arrangement, to column
or tree figure in a wayang play. The tree
The result of the reckoning of total Along the north-south axis of the
number of rafters in Bangsal Trajumas is 0 Kraton, there are six roofed gates (regol).
or pokah. In Serat Kawruh Griya, it is From the north side, the name of these regol
considered appropriate for granary. The are: Brajanala, Srimanganti, Danapratapa,
author interpret this association because of Kemagangan, Gadhung Mlathi and
its fullnest with goods and because of its Kemandhungan. All of these gates are
simplicity. Both ideas are not easy to covered with single level limasan shaped
associate with Trajumas since this building roof, and reinforced with exposed radiant
has no particular puroses. However, in the rafters. The number of the rafters and the
symbolic aspect of Trajumas is profound. Its result of the petungan are as follows:
name means “golden scale” symbolizing
justice. It is understandable then if gana is
Name of Number
Reminder Attribute
related with granary as the grain should be Gate of rafters
penyalin kedua.
Berdasarkan pendapat para ahli seperti
3. Teks dengan tanda (***) disalin oleh
Bayong (2006: 12), Howel dalam Agung
penyalin ketiga. Mulyo (2004), dan Katili (1975) dapat
dijelaskan bahwa gempa bumi adalah
Gempa dan Gerhana dalam Teks Serat getaran, serentetan getaran, atau sentakan
PPPP pada kulit bumi yang sifatnya tidak abadi
dan menyebar ke segala arah. Yang paling
Gempa
sering terjadi gempa bumi yang disebabkan
Dari bagian-bagian teks di atas oleh pergerakan lempeng bumi disebut
penelitian ini dibatasi pada gempa dan gempa tektonik dan gempa yang disebabkan
gerhana yang ada dalam teks Serat PPPP. oleh letusan gunung berapi disebut gempa
Dalam teks ini gempa dan gerhana yang vulkanik. Selain itu, Nandi (2006) juga
terjadi pada waktu-waktu tertentu menyebutkan bahwa ada gempa bumi yang
mengisyaratkan kejadian-kejadian tertentu. disebabkan oleh runtuhan lubang-lubang
Kata‘gempa’ sering diikuti kata ‘bumi’ yang
Gempa yang terjadi pada bulan-bulan gempa yang terjadi siang hari, gempa yang
Jawa di atas mengisyaratkan kejadian- terjadi pada malam hari pada 12 bulan Jawa
kejadian tertentu. Kejadian yang dapat merupakan pertanda kejadian baik,
diisyaratkan adanya gempa pada setiap pertanda kejadian buruk, pertanda kejadian
bulan dibedakan waktu terjadinya, yaitu netral, dan pertanda kejadian campuran.
siang atau malam. Misalnya, kejadian yang
Gempa yang terjadi pada malam hari
diisyaratkan adanya gempa yang terjadi pada
pada tiga bulan Jawa memberikan pertanda
siang hari Bulan Safar akan berbeda dengan
baik, misalnya hewan akan sehat(Safar),
kejadian yang diisyaratkan adanya gempa
palawija lestari; sumber air besar
yang terjadi pada malam hari bulan yang
(Rabiulakhir), dan banyak orang bersolek
sama.
hati; beras padi murah (Saban). Gempa yang
Semua gempa yang terjadi pada 12 terjadi pada malam hari pada enam bulan
bulan pada siang hari adalah pertanda akan Jawa adalah pertanda kejadian buruk.
terjadinya kejadian buruk. Tidak seperti Kejadian-kejadian buruk tersebut misalnya
Page 250 of 278
makanan sulit didapat (Muharam), ombak misalnya hewan (Safar), ombak angin
besar; angin dingin (Rabiulawal), tumbuhan (Rabiulawal), palawija dan sumber air
banyak yang runtuh (Jumadilawal), orang (Rabiulakhir), tumbuh-tumbuhan
banyak yang sakit dan mati (Jumadilakhir), (Jumadilawal), dan hujan dan padi
terjadi peperangan di desa; orang (Dulhijah).Gempa yang terjadi pada malam
bermusuhan (Rejeb), dan orang bertengkar: hari pada Bulan Saban merupakan pertanda
berperang (Sawal). Gempa yang terjadi pada kejadian yang berdampak campuran pada
malam hari pada dua bulan Jawa merupakan manusia dan lingkungan.
pertanda kejadian netral, yaitu orang pindah
Gerhana
dari tempatnya (Ramelan dan Dulkangidah).
Gempa yang terjadi pada malam hari pada Gerhana berarti suatu kejadian
Bulan Dulhijah adalah pertanda campuran tertutupnya sumber cahaya oleh benda lain
akan terjadinya kejadian baik dan buruk (Susiknan Azhari, 2008: 471). Pendapat lain
yaitu desa akan rusak dan hujan deras, tapi menyatakan bahwa gerhana adalah
di sisi lain juga akan murah pangan, banyak fenomena tertutupnya arah pandang
kebaikan, dan keselamatan. pengamatan benda langit oleh benda langit
lainnya yang lebih dekat dengan pengamat
Gempa yang terjadi siang hari pada 11
(Slamet Hambali, 2012: 228). Sedangkan
bulan Jawa berdampak langsung pada
Dendy Sugono (2008: 471) berpendapat
manusia. Gempa yang terjadi pada siang hari
bahwa gerhana adalah berkurangnya
pada Bulan Jumadilakhir tidak berdampak
ketampakan benda atau hilangnya benda dari
langsung pada manusia tapi berdampak
pandangan sebagai akibat masuknya benda
langsung pada hewan dan sumber air.
itu ke dalam bayangan yang dibentuk oleh
Gempa yang terjadi pada malam hari benda lain. Dari pendapat-pendapat di atas
pada 12 bulan Jawa ada yang berdampak dapat dijelaskan bahwa gerhana adalah
langsung pada manusia, berdampak tertutupnya sebuah benda langit sebagai
langsung pada alam dan lingkungan, dan sumber cahaya oleh benda lain yang lebih
berdampak campuran. Gempa yang terjadi dekat dengan pengamat. Terlihat atau
pada malam hari pada enam bulan Jawa tertutupnya benda langit ini dilihat dari
berdampak langsung pada manusia. Bulan- sudut pandang pengamat. Hal ini disebabkan
bulan tersebut adalah Bulan Muharam, benda yang diamati masuk ke dalam
Bulan Jumadilakhir, Bulan Rejeb, Bulan bayangan yang dibentuk oleh benda lain.
Ramelan, Bulan Sawal, dan Bulan
Saat ini ada dua gerhana yang umum
Dulkangidah. Gempa yang terjadi pada
diketahui oleh masyarakat yaitu gerhana
malam hari pada lima bulan Jawa
bulan dan gerhana matahari. Tidak ada
berdampak pada alam dan lingkungan
Teks ini hanya berisi sebelas kejadian- Gerhana yang terjadi pada kesebelas
kejadian yang diisyaratkan oleh gerhana bulan Jawa ada yang merupakan pertanda
yang terjadi pada sebelas bulan Jawa. Tidak kejadian yang berdampak langsung kepada
ada informasi mengenai gerhana yang terjadi manusia, berdampak langsung kepada alam,
pada Bulan Sawal dan kejadian apa yang dan berdampak campuran kepada alam dan
diisyaratkan oleh gerhana yang terjadi pada manusia. Gerhana yang terjadi pada lima
bulan tersebut. Gerhana yang terjadi pada bulan Jawa adalah pertanda kejadian yang
bulan-bulan Jawa ada yang merupakan berdampak langsung kepada manusia.
pertanda kejadian baik dan pertanda Bulan-bulan tersebut adalah Muharam,
kejadian buruk. Rabiulawal, Rabiulakhir, Rejeb, dan Saban.
Gerhana yang terjadi pada 3 bulan Jawa
Gerhana yang terjadi pada tiga bulan
adalah pertanda kejadian yang berdampak
Jawa merupakan pertanda baik misalnya
langsung kepada alam misalnya hujan;
orang kaya dan miskin akan sehat; beras
ombak; dan angin (Safar), halilintar; marcu;
padi murah (Muharam), palawija akan
hujan ribut(Jumadilawal), dan bumi; angin;
lestari; pedagang banyak yang didatangi;
pohon (Dulkangidah). Gerhana yang terjadi
orang merasa nyaman (Jumadilakhir), dan
pada 3 bulan Jawa adalah pertanda kejadian
orang saling mengasihi; banyak orang
yang berdampak campuran yaitu berdampak
bersyukur kepada Allah (Saban). Gerhana
pada manusia dan pada alam, misalnya
yang terjadi pada delapan bulan Jawa
palawija lestari; pedagang banyak didatangi;
merupakan pertanda kejadian buruk
dan orang merasa nyaman (Jumadilakhir),
misalnya kelaparan kematian; angin besar
paceklik dan orang banyak ditumpas
(Safar), kelaparan dan bencana
(Ramelan), dan akhir zaman (Dulhijah).
(Rabiulawal), kepindahan dan kesulitan
(Rabiulakhir), halilintar; hujan; dan Kesamaan dari keseluruhan isi teks di
keributan (Jumadilawal), kelaparan; celaka; atas adalah setiap kejadian tidak dapat lepas
dan fitnah (Rejeb), paceklik dan dari konteks waktu. Kejadian-kejadian pada
penumpasan manusia (Ramelan), bumi waktu-waktu tertentu merupakan pertanda
bergoncang; angin besar; pohon rubuh akan terjadinya kejadian lainnya. Dalam
(Dulkangidah), dan akhir zaman (Dulhijah). bahasa yang lebih sederhana keseluruhan isi
mengisyaratkan kejadian baik dan buruk. Hartono. (2016). Petung dalam Primbon
Gerhana yang terjadi pada 12 bulan adalah Jawa. Litera: Jurnal Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri
pertanda kejadian yang berdampak langsung Yogyakarta edisi Oktober tahun 2016.
pada manusia, hewan, tumbuhan, dan alam.
John A. Katili. (1975). Volcanism and Plate
Persamaan dari keseluruhan isi teks di atas tectonics in the Indonesian Island arcs.
adalah setiap kejadian tidak dapat lepas dari Tectonophys., v. 26., p 165-188. April
1975.
konteks waktu. Dalam bahasa yang lebih
sederhana keseluruhan isi teks Serat PPPP Nandi. (2006). Gempa Bumi. Handouts
Geologi Lingkungan Jurusan
iniseolah mengatakan bahwa waktu adalah Pendidikan Geografi, Fakultas
faktor yang sangat penting yang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia.
mempengaruhi kehidupan alam dan
manusia. Hal ini berkaitan dengan Ngakan Putu Putra. (2018). Makalah dalam
Diskusi Peluncuran Buku Manusia
kepercayaan masyarakat Jawa tentang
Tattwa di Yogyakarta Bulan Desember
mitologi waktu yang identik dengan sosok 2018.
Bathara Kala.
Nurcholis Madjid. (2000). Islam Agama
Peradaban, Membangun Makna dan
Relevansi Doktrin Islam dalam
Daftar Pustaka Sejarah. Jakarta: Paramadina.
96 Peneliti dan wartawan harian Kompas. Tulisan dipersiapkan untuk International Symposium on Javanese Studies
and Manuscripts of Yogyakarta, 5-6 March 2019.
97 Ahmad Arif, Jurnalisme Bencana Bencana Jurnalisme, 2010
99 Katrin Monecke, Willi Finger, David Klarer, Widjo Kongko, dkk dalam A 1,000-year Sediment Record of
Tsunami Recurrence in Northern Sumatra, Jurnal Nature,Vol 455/30 Oktober 2008
100 Ahmad Arid, Hidup Mati di Negeri Cincin Api, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012
101 Ahmad Arif dalam Menulis Ulang Nusantara, Kompas, 16 Agustus 2014, hal. 14
Page 259 of 278
sekitarnya?” Bukankah, tsunami juga sudah “dalam” ini berarti harus dilakukan dari
berulangkali terjadi di perairan Nusantara? "geladak kapal sendiri,"104 dengan lebih
banyak melihat dan menafsir ulang sumber-
Kata tsunami memang berasal dari
sumber lokal yang selama ini kerap
bahasa Jepang, tsu dan nami yang berarti
diabaikan, bahkan oleh sarjana Indonesia
ombak (yang menghancurkan) pelabuhan.
sendiri.
Kata ini tercatat pertama kali dipakai
dalam Sanpuki, sejarah tertulis Jepang untuk Jejak Tsunami di Selatan Jawa
mengisahkan kejadian tsunami yang
Secara geologi, zona subduksi yang
menghancurkan pantai dan pelabuhan di
berada di bawah Samudra Hindia di selatan
pantai timur Sendai, 2 Desember 1611.
Jawa diketahui sebagai salah satu zona
Namun, frekuensi gempa dan tsunami
subduksi yang berpotensi dilanda gempa
mematikan di Indonesia sebenarnya tak
besar dan tsunami. Zona subduksi itu
kalah dibandingkan Jepang. Bahkan,
terbentuk dari tumbukan Lempeng Indo-
khasanah bahasa dan pengetahuan lokal kita
Australia dan Lempeng Eurasia dengan
sebenarnya kaya dengan kata-kata dan narasi
kecepatan pergerakan 66 milimeter per
tentang tsunami. Ini menandakan bahwa
tahun atau 8 mm lebih tinggi daripada
fenomena alam ini telah lama diketahui,
pergerakan di zona subduksi barat Sumatera.
namun belakangan dilupakan atau tepatnya
Di zona tumbukan ini terdapat bidang
gagal diserap ke dalam ilmu pengetahuan
kuncian (locked patches) yang terisolasi dan
modern kita, bahkan juga bahasa
ketika akhirnya lepas akan menghasilkan
Indonesia.102
gempa bermagnitudo besar.
Kejanggalan definisi "tsunami" juga
McCaffrey (2008) mengusulkan
mencerminkan kegagalan kita dalam melihat
hipotesis baru mengenai potensi gempa
Indonesia, dengan kacamata “diri sendiri”.
besar (M≥ 9,0) yang berpotensi terjadi di
Padahal, seperti diingatkan oleh Resink,
semua zona subduksi di dunia setelah
untuk mempelajari sejarah Indonesia
tsunami Aceh 2004. Hipotesis ini kemudian
hendaknya dilakukan pendekatan dari dalam
dikuatkan dengan tsunami yang
atau bersifat Indonesia-sentris.103 Bagi
sejarawan Adrian B Lapian, pendekatan dari
102 Lihat penjelasan di bagian bawah tentang keragaman khasanah pengetahuan tentang tsunami di berbagai daerah
103 Adrian B Lapian, Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, 2009, h.24. Dalam catatan kakinya menyebutkan, istilah
“Indonesia-centric” pertama kali digunakan oleh Resink dalam karangannya tentang “Conflictenrecht…” (1959),
tetapi sebelumnya Locher (1948-1949) juga telah menggunakannya. Sebelum Perang Dunia II Van Leur (1939)
pernah menggunakan pengertian “Indo-centric” baik dalam arti “India-sentris” mauapun “Indonesia-sentris.”
Penerapan awal dari pandangan ini dalam penulisan sejarah Indonesia, menurut Adrian, antara lain dalam Armijn
Pane (1951) dan Muhammad Yamin (1953).
104 Ibid, h. 1
Page 260 of 278
dibangkitkan gempa M 9,1 di Sendai, hingga Cilacap, artinya jangkauannya sudah
Jepang, pada 2011. sekitar 500 kilometer. Ini artinya gempanya
di atas M 9 atau setara dengan tsunami
Kajian Rahma Hanifa (2016)
Jepang tahun 2011. Sementara jika ternyata
menyebutkan, segmen gempa di selatan
jejak tsunami di Pacitan juga sezaman,
Jawa Barat saja berpotensi memicu gempa
artinya wilayah terdampak sepanjang 800
hingga M 8,7. Kalau runtuhnya bersamaan,
kilometer.106
segmen-segmen di selatan Jawa memicu
gempa sampai M 9,2. Kekuatan gempa itu Kajian dari geolog Amerika Serikat,
setara yang terjadi di Aceh tahun 2014. Ron Harris, dan Purna S Putra baru-baru ini
Dibandingkan dengan gempa berkekuatan M juga menemukan endapan tsunami di selatan
7,8 yang memicu tsunami di Pangandaran, Bali. Jika ternyata endapan tsunami di
Jabar, pada 2006, potensi gempa di selatan selatan Bali juga sezaman dengan yang
Jawa yang belum terlepas ini jauh lebih selatan Jawa, artinya tsunaminya sangat
besar. Karena gempa merupakan siklus, apa besar. Sebagai perbandingan, tsunami Aceh
yang berpotensi terjadi di masa depan melanda kawasan pesisir sepanjang sekitar
seharusnya pernah terjadi di masa lalu. 1.300 km.
Kajian yang dilakukan Kepala Pusat
Sekalipun kajian geologi, termasuk
Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
dengan pendekatan paleotsunami, telah
(LIPI) Eko Yulianto dan peneliti
menyepakati adanya potensi gempa bumi
paleostunami LIPI, Purna Sulastya Putra,
besar dan bukti-bukti tsunami di selatan
beberapa tahun terakhir, menemukan bukti-
Jawa, namun secara historis tidak ada
bukti penting adanya endapan tsunami tua
catatan tentang bencana ini. Tsunami di
atau paleotsunami di sepanjang pantai
selatan Jawa dengan skala kecil hingga
selatan Jawa. Endapan itu ditemukan di
menengah hanya tercatat pernah terjadi
Lebak (Banten), Pangandaran, Cilacap (Jawa
pernah melanda Banyuwangi pada 1994
Tengah), Pacitan (Jawa Timur), dan di
(Abercrombie, dkk, 2001) dan yang melanda
Kulon Progro (DI Yogyakarta). Sebagian
Pangandaran pada 2006 (Satake, 2006).
telah diketahui memiliki kesamaan umur,
Tidak ada laporan kolonial tentang tsunami
yaitu sekitar 300 tahun lalu. Beberapa
di selatan Jawa di masa lalu, padahal
lapisan lagi memiliki lapisan lebih tua yang
tsunami yang yang melanda pesisir Pulau
menunjukkan keberulangan kejadian
Ambon dan Pulau Seram pada 1674 terekam
tsunami di masa lalu (Arif, 2017).105Jika
dalam catatan Rumphius. Demikian halnya,
daerah yang terlanda tsunami dari Lebak
kejadian tsunami di selatan Jawa jika tidak
105 Seperti diberitakan Kompas, edisi Jumat, 28 Juli 2017, halaman 13.
106 Ibid
Page 261 of 278
tercatat dalam katalog gempa bumi, tsunami, peristiwa ini tidak pernah terjadi. Akan
letusan gunung api, yang dibuat geolog tetapi, hal ini sangat mungkin disebabkan
Jerman-Belanda, Arthur Wichman. Padahal, ketiadaan data-data kolonial sebelum 1839
katalog ini merangkum data hasil tentang selatan Jawa, sedangkan gempa
pengamatan dalam kurun 350 tahun, dari bumi besar memiliki siklus yang lebih
periode 1538 - 1877.107 panjang. Seperti diingatkan Ron Haris dan
Mayor (2016), kesalahan prediksi terhadap
Sekalipun Wichman menyerap
gempa besar dan tsunami Jepang 2011
beberapa sumber lokal sebelum era kolonial,
karena tidak melihat siklus perulangan
namun sebagian besar data dalam katalog ini
tsunami dalam rentang lebih lama. Padahal,
dikompilasi dari catatan Belanda, sejak era
gempa bumi dari zona subduksi dengan
Dutch East India Company of Indonesia
skala M 9 ke atas, seperti terjadi di Aceh
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie/
2004 dan Jepang 2011, memiliki
VOC). Masalahnya, tidak ada pos Belanda
keberulangan hingga ratusan tahun.
di selatan Jawa sampai tahun 1839, ketika
kemudian mereka membangun pusat kontrol Menurut perhitungan Robert
di Cilacap. Sejak tahun itu, mulai terekam McCaffrey (2008), periode perulangan
kejadian gempa bumi dan tsunami. gempa di atas M 9 yang bisa memicu
Disebutkan misalnya, tsunami pernah terjadi tsunami rakasasa di selatan Jawa berada
di selatan Jawa bagian tengah - Yogyakarta dalam kisaran waktu 700 hingga 3.000
pada tahun 1840, 1859, dan 1921.108 Tidak tahun.110 Dengan rentang waktu ini, berarti
ada rincian mengenai dampak kerusakan dan kita dituntut untuk melihat lebih dalam
jumlah korban, namun tsunami ini diduga sumber-sumber lokal yang selama ini
memiliki skala kecil, tidak akan melebihi cenderung diabaikan dalam khasanah ilmu
yang pernah melanda Banyuwangi pada pengetahuan modern di Indonesia.
1994 dan Pangandaran pada tahun 2006.109
107 Ron Harris dan Joanthan Mayor dalam Waves of destruction in the East Indies: the Wichmann catalogue of
earthquakes and tsunami in the Indonesian region from 1538 to 1877, The Geological Society of London
, 2016
108 Newcomb and McCann, Seismic history and seismotectonics of the Sunda Arc: 27, 431
109 Ibid
110 Robert McCaffrey, Global frequency of magnitude 9 earthquakes, Geology 36, 3 (2008): 263–6.
111 Ricklefs (2008) hanya menyebut sepintas, persisnya dua halaman, tentang bencana gempa dan tsunami 2004 dan
beberapa bencana geologi lain setelahnya, dalam bukunya yang setebal 865 halaman. Seperti buku sejarah
lainnya, buku ini lebih banyak melihat sejarah pergolakan politik di Indonesia.
112 Baru belakangan, setelah tsunami 2014, Anthony Reid mulai mengkaji tentang bencana alam besar yang pernah
terjadi di Nusantara. Hal itu terlhat dari tulisannya, Historical Evidence for Major Tsunamis in the Java
Subduction Zone. Singapura: Asia Research Institute, 2012
Page 263 of 278
daya ubah.113 Namun, soal bencana ini diketahui pernah meletus hebat tahun 1257.
hanya disinggung sekilas oleh dua penulis di Letusan Samalas disebut melebihi
atas. Kajian khusus soal sejarah bencana di kedahsyatan Gunung Tambora di Pulau
Nusantara ini sepertinya memang belum Sumbawa yang saat meletus pada 1815
pernah dilakukan sejawaran, baik Indonesia menyebabkan tahun itu tanpa musim panas
maupun asing. Adrian B Lapian, sebenarnya di Eropa. Seperti letusan Tambora, letusan
berhasrat menerbitkan buku tentang sejarah Samalas juga disebut berdampak global.
bencana di Nusantara itu, namun kematian Ditemukannya ribuan kerangka manusia di
keburu menjemputnya. 114 Absennya kajian London dari tahun 1258 kemungkinan
sejarah kebencanaan ini, terutama dari terkait erat dengan dampak global letusan
sumber-sumber lokal, turut berkontribusi Samalas tahun 1257.115
terhadap lemahnya mitigasi bencana di
Temuan ini bukan hanya mengejutkan,
Indonesia.
karena nama Samalas bahkan tidak pernah
Urgensi soal sumber lokal dalam riset disebut dalam Katalog Gunung Api di
kebencaan ini bisa kita lihat dari kasus Indonesia oleh Badan Geologi. Hingga
ditemukannnya bukti-bukti adanya letusan sebelum tahun 2010, Pusat Vulkanologi dan
Gunung Samalas di Pulau Lombok baru- Mitigasi Bencana Geologi-Badan Geologi
baru ini. Pada akhir tahun 2013, gunung api membagi gunung api aktif di Indonesia
di Pulau Lombok, yang tak dikenal dalam dalam tiga kelompok berdasarkan sejarah
katalog gunung api di Indonesia, baru letusannya. Tipe A (79 buah) adalah gunung
113 Kita tentu masih ingat tsunami Aceh pada pengujung 2004, yang dianggap menandai fase baru tata politik
kawasan di ujung barat negeri ini. Setelah 32 tahun konflik berdarah melanda Aceh, perjanjian damai akhirnya
ditandatangani pada Agustus 2005. Di masa lalu, bencana telah dijadikan sebagai pertanda terhadap perubahan
sosial. Misalnya, dalam Nukilan kitab Nagarakertagama gubahan Prapanca (Slamet Muljana, 2006) disebutkan,
”Tahun saka masa memanah surya (1256 Saka atau 1334 Masehi) dia lahir untuk menjadi narpati. Selama dalam
kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran. Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar
menyambar-nyambar. Gunung Kampud (Kelud) bergemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari negara.
Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma sebagai Raja Besar....” Letusan Gunung Kelud telah menandai
lahirnya raja besar Majapahit, Hayam Wuruk. Presiden Soekarno agaknya memahami betul kisah ini. Dalam
biografi yang ditulis Cindy Adams (1971), Soekarno menggunakan letusan Gunung Kelud pada 1901 untuk
membangun ”keistimewaan” dirinya. ”Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan. Gunung Kelud, yang tidak
jauh letaknya dari tempat kami, meletus. Orang meramalkan, ini penyambutan terhadap bayi Soekarno,” kata
Soekarno.
114 Berdasarkan korespondensi dengan J.J Rizal dari Penerbit Komunitas Bambu, Adrian sebenarnya tengah
menyiapkan naskah tentang sejarah bencana di Indonesia. Namun, paper Adrian B. Lapian berjudul Bencana
Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888), telah diterbitkan dalam buku Letusan Gunung
Tambora 1815, Penerbit Ombak, 2012
115 Penelitian ini dilakukan tim gabungan internasional. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo, Danang
Sri Hadmoko dari Geografi Universitas Gadjah Mada, dan Surono. Dari luar negeri yang terlibat meliputi 12
ahli dari sejumlah kampus ternama di Eropa, di antaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne,
Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, dan Clive Oppenheimer dari University of Cambridge,
Inggris. Mereka awalnya melacak letusan Samalas dari jejak rempah vulkanik yang ada di lapisan es Kutub
Utara. Jejak itu terkonfirmasi dalam Babad Lombok yang menyebut cukup rinci. Laporan penelitian ini
dipublikasi di Jurnal PNAS edisi akhir September 2013.
Page 264 of 278
api yang meletus sejak tahun 1600, tipe B banyak yang mati. Tujuh hari lamanya,
(29 buah) yang diketahui meletus sebelum gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar
tahun 1600, dan tipe C (21 buah) adalah di Leneng (lenek), diseret oleh batu
lapangan solfatara dan fumarola (Bemmelen, gunung yang hanyut, manusia berlari
1949; Van Padang, 1951; Kusumadinata, semua, sebagian lagi naik ke bukit…”117
1979).
Kenyataan bahwa Babad Lombok—
Setelah letusan Gunung Sinabung pada sumber lokal—yang mengisahkan tentang
2010, gunung api tipe A di Indonesia kedahsyatan letusan Gunung Samalas ini
bertambah. Sinabung yang semula tipe B, semestinya cukup untuk menyusun ulang
dan karenanya tak dipantau dan tidak katalog gunung api di Indonesia. Lebih
memiliki pos pemantauan, dinaikkan tipenya penting lagi, sumber-sumber lokal, yang
menjadi A. selama ini diabaikan dalam menyusun basis
ilmu pengetahuan kita, harus mulai dikaji
Selain penentuan tipe gunung api ini
dengan serius.
memang sarat masalah, patokan yang
dipakainya juga patut digugat karena Indonesia salah satu negara pemilik
mengabaikan sumber-sumber lokal. 116 naskah kuno (manuskrip) terbesar di dunia,
Patokan tahun 1600 untuk menentukan dengan tak kurang dari 20 ragam bahasa
tipologi gunung api tipe A di Indonesia lokal yang dipakai. Naskah kuno itu
mengikuti pencatatan Belanda. Pendaratan seharusnya jadi sumber primer karena
pertama Belanda di Banten pada 1596, itulah mengandung sejarah kehidupan masyarakat
yang dijadikan titik awal pencatatan gunung Nusantara, termasuk kondisi alamnya di
api Indonesia modern. masa lalu. Beberapa naskah ini terbukti
merekam peristiwa-peristiwa penting.
Padahal, letusan Gunung Samalas di
Pulau Lombok sekitar 1257 ternyata terekam Selain Babad Lombok, beberapa
dalam Babad Lombok. manuskrip juga mengisahkan letusan gunung
api, misalnya naskah Bo’ Sangaji Kai di
”Gunung Rinjani longsor, dan Gunung
Bima, salah satu sumber terpenting petaka
Samalas runtuh, banjir batu gemuruh,
letusan Gunung Tambora, 11 April 1815,
menghancurkan Desa Pamatan, rumah-
yang mengubur tiga kerajaan di leremhmua
rumah roboh dan hanyut terbawa lumpur,
dan membuat Eropa tanpa musim panas.
terapung-apung di lautan, penduduknya
Naskah itu menceritakan:
116Seharusnya tidak ada pembedaan tipe gunung api, sebagaimana dilakukan di Jepang. Semua gunung api aktif harus
dipantau karena bisa meletus. Pembedaan tipe ini lebih ke persoalan keterbatasan anggaran negara untuk memantau
gunung api. Keterangan berdasar wawancara dengan Dr Surono, Kepala Badan Geologi.
119Syair Lampung Karam ini dibukukan ulang oleh Suryadi dalam buku Syair Lampung Karam: Dahsyatnya Letusan
Krakatau 1883, Komunitas Penggiat Sastra Padang: 2009
Page 266 of 278
pagarpagar tembok habislah gugur air laut; penduduk bagian utara negeri
berhanyutan sana kemari, tiangtiang Sunda sampai Gunung Raja Basa
seperti sampah rupanya…”120 tenggelam dan hanyut beserta semua
harta milik mereka.”122
Sumber lebih tua, yaitu Kitab Raja
Purwa, tulisan pujangga Kesultanan Masalahnya, buku ini ditulis
Surakarta, Ronggowarsito, juga Ronggowarsito pada tahun 1869 atau 14
mengisahkan kedahsyatan letusan gunung tahun sebelum letusan Krakatau 1883. Itu
yang disebut Gunung Kapi itu: memicu tanya, apakah buku ini reportase
peristiwa letusan Krakatau sebelum 1883
“Seluruh dunia terguncang hebat, guntur
atau ”nubuat” terhadap letusan 1883?
menggelegar, diikuti hujan lebat dan
badai, tetapi hujan itu bukannya Dalam pembukaan bukunya,
mematikan ledakan Gunung Kapi, justru Ronggowarsito menyebut sebagian naskah
semakin mengobarkannya; suaranya diambil dari catatan Raja Kediri Sri Bathara
mengerikan; akhirnya Gunung Kapi Aji Jayabaya, yang terkenal dengan ramalan
dengan suara dahsyat meledak ”Zaman Edan”-nya. Kitab Raja
berkeping-keping dan tenggelam ke Purwa sendiri diterbitkan pertama kali tahun
bagian terdalam Bumi.”121 1869 atau 14 tahun sebelum letusan
Krakatau 1883. Kitab ini mengisahkan asal-
Deskripsi dalam kitab ini sangat mirip
usul Pulau Jawa termasuk pemisahan Jawa
dengan peristiwa tsunami saat Krakatau
dengan Sumatera karena letusan hebat
meletus pada 1883. Sebagaimana
Gunung Kapi.
didokumentasikan Simkin dan Fiske (1984),
letusan Krakatau pada 1883 telah Naskah Raja Purwa kerap menjadi
menghancurkan tubuh gunung, lalu memicu referensi para dalang. Namun, kitab ini
tsunami raksasa hingga Lampung dan ternyata juga dirujuk oleh Arthur Wichmann
Banten. Tak diragukan lagi, yang dimaksud untuk menyusun katalog tentang gempa di
Gunung Kapi oleh Ronggowarsito adalah Nusantara (1918). Disebut dalam katalog
Krakatau. Wichmann yang diambil dari Raja Purwa,
”Di tahun Saka 338 (416 Masehi) gempa
”Air laut naik dan membanjiri daratan,
bumi terjadi di Jawa dan Sumatera saat
negeri di timur Gunung Batuwara sampai
Pulau Krakatau meletus. Sebuah bunyi
Gunung Raja Basa (Lampung) dibanjiri
121 Berdasar naskah Kitab Raja Purwa yang tersimpan di Bagian Naskah Kuno, Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Ahmad Arif, Gunung “Kapi” Krakatau, Kompas, 12 Agustus 2014, h.14
122 Ibid
Page 267 of 278
menggelegar terdengar dari Gunung ”... Jika gempa pada bulan Rajab, pada
Batuwara yang dijawab dengan suara serupa waktu subuh, alamatnya segala isi negeri
yang datang dari Gunung Kapi (Krakatau).” bersusah hati dengan kekurangan
makanan. Jika pada waktu duha gempa
Bagaimana jika informasi
itu, alamatnya air laut keras akan datang
Ronggowarsito soal letusan Gunung
ke dalam negeri itu....”124
Krakatau ini sebenarnya bukan ramalan,
melainkan sebuah catatan peristiwa alam Demikian halnya sebuah manuskrip
yang memang pernah terjadi? asal abad 19 di Zawiyah Tanoh Abee, Aceh
Besar, yang melaporkan bahwa:
Para vulkanolog meyakini bahwa
sebelum 1883, Krakatau purba pernah “wa-kanat al-zalzalah al-syadidah al-
meletus hebat, bahkan kemungkinan lebih tsaniyah fajr yawm alkhamis tis’ah
dahsyat lagi. Setelah letusan itu, dari bekas ayyam min jumadil akhir sanah 1248 min
Kaldera Krakatau purba muncul tiga pulau hijrah al-nabawiyah…”,125 telah terjadi
gunung api; Rakata, Danan, dan Perbuatan, gempa besar untuk kedua kalinya pada
yang kemudian hancur kembali saat letusan dini hari Kamis 9 Jumadil akhir 1248 H,
1883. atau 3 November 1832 M.
Selain naskah tentang gunung api, Semua naskah ini ditemukan sesudah
naskah-naskah tentang gempa—dan tsunami terjadinya gempa dan tsunami yang
—, ternyata banyak dijumpai, terutama di melumatkan Aceh pada 2004. Andai saja
daerah yang memang kerap diguncang naskah-naskah lama ini ditemukan lebih
gempa. Di Sumatera Barat, naskah ini awal; andai kesaksian para pencerita naskah
dikenal sebagai “Takwil Gempa”, di Aceh tersebut didengarkan dan menjadi rujukan
“Takbir Gempa”, dan naskah “Lindu” di untuk membuat kebijakan, mungkin korban
Cirebon.123 Naskah dengan isi nyaris sama gempa bumi dan tsunami Aceh tidak akan
ini memaparkan kejadian yang akan mencapai 200.000 jiwa!
mengikuti gempa bumi dalam rentang waktu
Ketika 78.128 penduduk di Pulau
dari subuh hingga tengah malam, dalam 12
Simeuleu—yang sebagian besar tinggal di
bulan. Dalam salah satu bagian naskah
pantai—secara turun-temurun merawat
gempa yang ditemukan di Surau Lubuk
ingatan kolektifnya tentang smong, “hanya”
Ipuh, Pariaman, Sumatera Barat ditulis:
123 Lihat Yusri Akhimuddin, Naskah-naskah Gempa: Perspektif Orang Melayu Minangkabau tentang Gempa Bumi.
Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Sosial Kemasyarakatan, 2013.
124 Ahmad Arif, Gempa dalam Rekaman Warga, Kompas, 21 April 2012, h. 43
125 Oman Fathurahman [et. al.]. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar. Jakarta: Penerbit Komunitas
Bambu, 2010: xx.
Page 268 of 278
7 di antara mereka yang tewas pada bencana tahun 1800-an hingga lebih dari 50 tahun
gempa dan tsunami 26 Desember 2004, kemudian.
sekalipun ribuan rumah mereka hancur. Ini
Suatu ketika, Saleh berdagang hingga
karena mereka faham bahwa smong, atau
ke Pulau Tello. Saat perahunya bersandar di
ombak tinggi dari lautan, niscaya akan
pelabuhan di pulau tersebut, gempa tiba-tiba
menerjang daratan saat air laut tiba-tiba
mengguncang. Saleh menyebutkan, gempa
surut setelah gempa, sehingga merekapun
terjadi pukul 20.00. Saleh tidak
sudah tahu harus “…lari ke atas
menyebutkan hari dan tahun kejadian, tetapi
gunung…”126 Pengetahuan tentang smong
kemungkinan besar gempa ini terjadi pada
diperoleh dari pengalaman gempa dan
tahun 1833. Sebagaimana disebutkan Danny
tsunami yang melanda Simeulue pada tahun
Hilman (2005), pada pukul 20.00 tanggal 24
1907. Kisah ini kemudian diwariskan
November 1833 telah terjadi gempa
melalui dongeng sebelum tidur dan
bermagnitudo 8,9 yang diikuti tsunami di
nyanyian.127
kawasan pantai barat Sumatera.
Benarkah pengetahuan berharga
Saleh menyebutkan, gempa pada
tentang tsunami itu hanya dimiliki warga
malam itu sangat kuat, menyebabkan
Simeulue?
perahunya dan dua perahu lain yang sandar
Sebuah buku tua karangan pribumi di dermaga terombang-ambing. Gempa itu
yang mengisahkan terjadinya tsunami di terjadi cukup lama. ”Orang-orang berlarian
Pulau Tello, Nias, tahun 1800-an, pergi ke atas bukit dekat pasar. Rumah-
membuktikan bahwa pengetahuan tentang rumah dan uang tidak diacuhkan, diabaikan
bahaya tsunami sebenarnya tak hanya saja, tidak menjadi hirauan sekali-kali, tidak
dimiliki masyarakat Simeulue. Buku itu terpikir akan hilang atau rugi. Orang hanya
berupa autobiografi yang ditulis hendak menyelamatkan jiwa masing-masing.
Moehammad Saleh, Riwajat Hidoep dan Kepala pemerintahan ikut dengan
Perasaian Saja. Naskah yang awalnya nyonyanya melarikan diri ke bukit,” tulis
ditulis dalam aksara Arab pada tahun 1914 Saleh.
ini kemudian ditulis ulang oleh cucunya, SM
Pimpinan di kampung pecinan yang
Latif, dalam abjad Indonesia dan diterbitkan
disebutnya Baba Gadang menghampiri
pada tahun 1965. Buku ini mencatat
perahu Saleh. Baba Gadang berseru keras
perjalanan hidup M Saleh yang bergelar
dan berulang-ulang, ”Nakhoda, lekas turun
Datuk Orang Kaya Besar sejak pertengahan
ke daratan, jangan tinggal di biduk.
126 Ahmad Arif, Hidup Mati di Negeri Cincin Api, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012.
127 Ibid
Page 269 of 278
Mungkin datang ombak besar. Lihatlah, di Beruntung pelabuhan itu terlindungi
sebelah selatan sudah kedengaran bunyi teluk-teluk yang memecah ombak, air laut
badai mendengung-dengung. Jika datang yang menerjang tidak terlalu tinggi sehingga
gelombang kemari, biduk nakhoda akan perahunya selamat. Dua hari kemudian, saat
pecah diempaskannya dan nakhoda tidak perahu Saleh hendak bertolak meninggalkan
akan selamat. Orang-orang di pasar sudah Pulau Tello, sebuah perahu tiba dari Pulau
lari ke atas gunung. Mari, turunlah lekas!” Simuk. ”Ia berlabuh dekat kami. Di
dalamnya bergelimpangan delapan orang
Setelah teriakan Baba Gadang itu,
sakit, dibawa dari Natal,” tulis Saleh.
”Ketika itu juga susutlah air laut dan perahu
”Menurut kabar yang kami dengar, Pulau
kami hampir tersekat. Saya katakan kepada
Simuk didatangi ombak-ombak besar setelah
jurumudi bahwa saya akan mengikuti Baba
gempa berkecamuk sehingga banyaklah
Gadang.” Namun, sang jurumudi tak mau
orang yang mendapat celaka. Di sebelah
beranjak. ”Jangan kita lari. Biarlah kita di
barat Pulau Simuk konon lebih dari 150
dalam biduk saja. Kalau kita mati uang yang
orang yang mati. Mayat-mayat terserampang
f 500, cukup banyak untuk membeli kain
di batang-batang kelapa, yang tergelimpang
kafan,” ujar sang jurumudi kepada Saleh.
di mana-mana. Orang hilang bukan pula
128 Kata ie beuna sebenarnya telah dikenal di Aceh jauh sebelum tsunami 2004. Masyarakat mengenalnya sebagai
gelombang laut besar—bukan pasang biasa—yang bisa menghancurkan daratan, bahkan kota-kota mereka.
Selian ie beuna, masyarakat Aceh juga mengenal ie rayeuk, yang digunakan untuk menjelaskan banjir besar dari
gunung dan sungai. Ie beuna seringkali dipakai untuk mengisahkan kehancuran Bumi saat banjir besar melanda
di era Nabi Nuh, namun setelah tsunami 2004, masyarakat Aceh mulai menghubungkan ie beuna tak lain dari
tsunami.
130 Kata galoro dipakai oleh warga Singkil untuk menyebut banjir besar dari laut. Kata ini untuk membedakan banjir
besar dari gunung yang disebut sebagai galodo—istilah ini dipakai juga di Minangkabau.
131 Claude Guillot dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2008) menyebutkan, kehancuran Barus karena
serangan gergasi. Cerita lokal menyebutkan, gergasi adalah sosok raksasa yang datang dari lautan. Ada
kemungkinan, sosok raksasa ini adalah tsunami besar yang pernah melanda pantai barat sumetara ini. Kajian
lebih rinci dibutuhkan untuk menguji apakah Barus—yang telah disebut dalam buku Ptolemeus abad ke-4
Masehi itu memang hilang tiba-tiba karena tsunami.
132 Kalimat ini bermakna: jika ada gelombang laut naik, bumi akan hancur berantakan. Kisah ini penulis temukan
dari cerita lisan warga Kampung Kopo Kene, Desa Maubasa, Kecamatan Ndori, Kabupaten Ende, Nusa
Tenggara Timur. Masyarakat di sana percaya, bahwa nenek moyang mereka dulu berasal dari Nuaria. Syahdan,
Nuaria adalah kampung yang damai. Berada di pesisir laut selatan Flores, daerah itu menjadi tempat tinggal yang
nyaman bagi nelayan. Seluruh isi kampung hancur berantakan. Daratan bekas perkampungan kemudian
menjelma menjadi lautan. Bekas kampung itu kini menjadi dasar laut yang dangkal, yang oleh warga Kopo Kene
disebut Sera Ndori, yang berarti tempat dangkal. Kehancuran itu dimulai dengan serbuan ombak laut sangat
besar secara tiba-tiba ke daratan.
133 Kisah mengenai hilangnya Negeri Elpaputih ini dicatat dalam buku tulisan tangan oleh ayah Jonas Kaihena (81),
tokoh adat Negeri (Desa) Elpaputih, Seram Bagian Barat, Maluku. Dalam catatan itu disebutkan, ”Tanah goyang
(gempa) terjadi pukul 01.00 tengah malam, 29 Februari 1899.” Koran Australia, The Brisbane Courier, menulis
peristiwa itu pada edisi 1 Desember 1899 dengan judul Banyak Korban Tewas, Gempa Mematikan di Hindia
Timur. ”Telegram dari Makassar bertanggal 12 Oktober (1899) menyebutkan, pantai selatan Seram diterjang
ombak tinggi (tsunami) dan gempa bumi. Sebanyak 4.000 orang tewas atau hilang, 500 luka. Amahai hancur
total”. Penelitian terbaru mencatat kejadian di Elpaputih itu sebagai amblesan dasar laut yang disusul tsunami,
sebagaimana dicatat Latief Hamzah, Nanang T Puspito, dan Fumihiko Imamura dalam Tsunami Catalog and
Zones in Indonesia (2000)
Page 271 of 278
dengan ciri-ciri fisik kedatangan tsunami? kekuasan Mataram Yogyakarta. Dukungan
Juga tentang ketakutan masyarakat pesisir Ratu Kidul dipercaya yang turut
Jawa Selatan terhadap penguasa laut: Ratu memenangkan peperangan Panembahan
Kidul?134 Senapati melawan Sultan Pajang hingga dia
bisa memerintah Mataram Islam 1585-1601.
Ratu Kidul dan Tsunami
Selama ini, tafsir sosio-politik
Selama berabad-abad, kisah tentang
tentang Ratu Kidul cenderung dominan.
Ratu Kidul tersebut menjadi narasi yang
Bahkan, upaya demitologi yang dilakukan
dipercaya masyarakat di pantai selatan Jawa.
sasatrawan Pamoedya Ananta Toer terhadap
Ada banyak tafsir mengenai asal-usul sosok
keberadaan Ratu Kidul, juga dalam ranah
ini. Robert Wessing (1997), menyatakan
ini. Dalam pidato penerimaan penghargaan
bahwa Ratu Kidul ini mulanya adalah putri
Ramon Magsaysay 1988, Pramoedya
dari Kerajaan Galuh, sekira abad ke-13.
mengatakan bahwa cerita Ratu Laut Kidul
Namun, ada pula versi yang menyebut dia
itu hanyalah mitos. Menurut dia, mitos ini
adalah keturunan penguasa Pajajaran.
diciptaan para pujangga Mataram sebagai
Kemudian ada yang mengatakan dia
pengalihan terhadap kekalahan Sultan
keturunan Raja Airlangga dari Kahuripan,
Agung saat menyerang Batavia dan
bahkan masih ada yang mengaitkannya
kegagalan menguasai jalur perdagangan di
dengan Raja Kediri Jayabaya.135
Pantai Utara Jawa. “Untuk menutupi
asal-usul, hampir semua narasi ini menciptakan Dewi Laut Nyai Roro Kidul
adikodrati yang dimiliki Ratu Kidul. Dia menguasai laut, di sini Laut Selatan
digambarkan sebagai sosok yang ditakuti (Samudera Hindia). Mitos ini melahirkan
sekaligus dihormati. Dia bisa mendatangan anak-anak mitos yang lain: bahwa setiap raja
kehancuran, namun juga sekutu dan Mataram beristerikan Sang Dewi tersebut,”
perlindungan. Secara politis, keberadaan tulis Pram. Pram juga mengatakan bahwa
Ratu Kidul juga menjadi bagian penting dari mitos tabu menggunakan pakaian berwarna
134 Secara tradisional, pesisir selatan Jawa dihindari masyarakat, Berbeda dengan pantai utara yang disesaki kota-
kota, pertumbuhan kota dan jejak peradaban di kawasan selatan ini realtif sedikit. Masyarakat di selatan Jawa ini,
hingga saat ini masih mengetahui cerita tentang sosok ”Ratu Selatan”, penguasa “mistis” di lautan yang takuti.
Masalahnya, bagaimana jika sebenarnya kisah tradisional Ratu Selatan itu punya pesan agar kita waspada
tsunami, sebagaimana diperingatkan dalam Babad Ing Sangkala: Nir buta iku/bumi/kala wong Pajang kendhih/
lungo tilar nagara/Adipatinipun angungsi ing Giri Liman/ing Mataram angalih mring Karta singgih/nir tasik buta
tunggal. (Saat ’lenyap berubah jadi laut/buminya’/ orang-orang Pajang dikalahkan/mereka meninggalkan
tanahnya/Adipati mereka mengungsi ke Giri (Gunung) Liman/Di Mataram, mereka pindah ke Karta, Ketika
menghilang/semua kembali ke laut’).
135 Robert Wessing, “A Princess from Sunda: Some Aspects of Nyai Roro Kidul,” Asian Folklore Studies Vol. 56
tahun 1997
Page 272 of 278
hijau di wilayah Pantai Selatan karena Berikut bait dalam kronogram dalam
pujangga istana Mataram ingin memutuskan Babad Ing Sangkala, dan bagoan yang
asosiasi orang pada warna pakaian tentara dianggap memiliki relevansi dengan
Kompeni yang juga berwarna hijau.136 kejadian tsunami dalam huruf tebal:
136 Pidato kebudyaan Pramoedya Anantha Toer Sastra, Sensor dan Negara: Seberapa Jauh Bahaya Bacaan? (1988)
137 Anthony Reid, "Two hitherto unknown Indonesian tsunamis of the seventeenth century: Probabilities and
context", Journal of Southeast Asian Studies, 47(1), pp 88–108 February 2016.
138Tanaka Shigeyoshi, dkk dalam buku Orang-Orang yang Bertahan dari Tsunami, JST JICA-Nagoya University,
Jepang, 2011.
139
Eko Yulianto, dkk dalam buku Selamat dari Bencana Tsunami, Pembelajaran dari Aceh dan Pangandaran, JTIC-
UNESCO, 2008
140 Tsunami Tak Terprediksi, harian Kompas, Senin 24 Desember 2018, hal. 1
141Penerjemahan dari naskah Serat Sri Nata ini ke dalam bahasa Indonesia atas bantuan dari Josphine Apriastuty
Rahayu, 2018.
Page 274 of 278
Panjumegur swara kagiri-giri (Gemuruh Anglir agni klangkung panasih warih
suaranya menakutkan) (Bagaikan api, sangatlah panas airnya)
Narka yen kiyamat iku (Mengira bahwa Mina sedaya pan lampus (Semua ikan
itu adalah kiamat) mati)
Toya minggah ngawiyat (Air naik ke Baya ari kiyamat (Mungkin hari kiamat
angkasa) ini)
Apan kaya amor mina toyanipun Bagi para saksi mata kejadian tsunami
(Bahkan, seperti bercampur ikan airnya) yang telah berulangkali melanda negeri ini
dalam beberapa tahun terakhir, narasi dalam
Semana datang winarna (Pada saat itu
serat ini yang bisa mengingatkan tentang
tidak dikisahkan)
kejadian tsunami di antaranya: panjumegur
Ratu Kidul duk miyarsi (Ratu Kidul saat swara kagiri-giri (gemuruh suaranya
Selawas sun durung mulat (Selama ini jugrug, segoro asat (bumi berguncang,
aku belum pernah menyaksikan) gunung ambruk, lautan kering), yang sering
dituturkan para dhalang dalam pewayangan
Samodra pun dadi kisik (Samudra untuk membuka adegan gara-gara atau
menjadi daratan) huru-hara dan kekacauan. Bumi berguncang
dengan mudah bisa diasosiasikan dengan
Dene panase kang toya (Bahkan
gempa bumi, demikian halnya gunung
panasnya air)
ambruk dengan letusan, namun bagaimana
Page 275 of 278
mungkin lautan bisa kering dan berubah sangat padat dan mendekati pantai, kawasan
menjadi daratan? Akan tetapi, kejadian selatan Jawa secara tradisional cenderung
tsunami Aceh tahun 2004 dengan jelas berjarak dari pantai.
menunjukkan bahwa setelah gempa bumi,
Pola keruangan yang menjauh dari
laut pun surut hingga berkilo-kilo meter.
Pantai Selatan Jawa juga masih terjadi
Pada saat itulah, banyak orang terheran-
hingga abad ke-19. Berdasarkan peta
heran, bahkan ada yang datang ke pantai
Belanda tahun 1800-an, lokasi permukiman
untuk memunguti ikan. Mereka tak mengira,
di pantai selatan Jateng dan DIY cenderung
bahwa laut yang surut itu akan segera diikuti
berjarak dari pantai. Permukiman hanya ada
dengan datangnya gelombang tsunami.142
di sebelah utara Jalan Daendels. Jalan
Pola Ruang dan Kerentanan Bencana tersebut berjarak 1 km sejajar pantai dan
memanjang 130 km di Karang Sewu, Kulon
Jika tsunami besar benar terjadi di
Progo. Jalan ini menghubungkan empat
selatan Jawa pada S 1540 (1618/1619)
wilayah di selatan, yakni Bantul, Purworejo,
seperti diusulkan oleh Reid (2015)
Kebumen, dan Cilacap (Eko Yulianto dalam
kemungkinan tidak berdampak katastropik
Arif, 2017).143
terhadap pusat kekuasaan Sultan Agung di
Mataram. Hal ini karena Kuta Gede, yang Pertumbuhan kawasan ini baru terjadi
menjadi batas selatan Kota Yogyakarta saat setelah Belanda membangun pelabuhan di
ini, berada sekitar 20 km dari Pantai Selatan. Cilacap pada tahun 1840. Hingga awal
Namun demikian, mengacu pada kejadian 1900-an, kawasan di pesisir selatan Jawa
Aceh 2004, tsunami besar dari zoan yang relatif berkembang hanya Cilacap.
subduksi Samudera Hindia, bisa memicu Seperti ditulis Ahmad Wongsosewodjo
kehancuran total di area pesisir sejauh 5 km, dalam bukunya, Berkeliling Hindia: Tanah
bahkan mencapai 10 km dari muara sungai. Djawa Keradjaan Lama (1937), ”Di pantai
selatan seluruh tanah Jawa, hanya sebuah
Tak ada data-data mengenai kondisi
negeri Cilacap sajalah bandar pelabuan yang
pesisir Jawa selatan pada tahun-tahun ini.
diperbaiki gubermen dan yang disinggahi
Namun, keberadaan sosok Ratu Kidul ini,
kapal.”
patut diperhitungkan turut memengaruhi
pola keruangan masyarakat di selatan Jawa Patut diduga, siklus tsunami besar
yang sejak dulu cenderung menjauh dari yang melanda pesisir Nusantara di masa lalu
kawasn pesisir. Berbeda dengan pola turut mempengaruhi pola keruangan, bahkan
permukiman di pantai utara Jawa yang juga tumbuh dan matinya peradabann besar
142 Ahmad Arif dalam Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme. Penerbit Buku Kompas, 2010
143 Ibid
Page 276 of 278
Nusantara di masa lalu. Misalnya, peradaban saat ini menghadapi ancaman gempa bumi
besar di Sumatera hampir semuanya tumbuh dari segmen Mentawai yang dianggap telah
di sepanjang pantai timur yang aman dari mendekati siklusnya, jelas berlipat.
bencana, mulai dari Kerajaan Sriwijaya,
Fenomena serupa terjadi di pesisir
Melayu-Riau, hingga Samudera Pasai.
selatan Jawa yang menghadapi ancaman
Bahkan, akses utama ke Kerajaan
gempa dan tsunami. Pertumbuhan kawasan
Pagaruyung di Minangkabau melalui sungai-
ini baru terjadi setelah Belanda membangun
sungai di pantai timur, dibandingkan pantai
pelabuhan di Cilacap pada tahun 1840.
barat Sumatera.
Selain faktor perdagangan dan kolonial,
Catatan kolonial menunjukkan, pertumbuhan penduduk ke zona rentan
tsunami-tsunami besar yang berulangkali tsunami ini juga dipicu oleh siklus bencana
melanda pantai barat Sumatera di masa lalu, yang panjang. Setelah letusan Gunung
tidak berdampak signifikan pada masyarakat Krakatau diikuti tsunami pada tahun 1883
lokalnya. Catatan kolonial menyebutkan, yang menewaskan lebih dari 36.000 jiwa,
pada 10 Februari 1797 pukul 22.00 malam, geologi Indonesia memasuki fase tenang.
terjadi gempa bumi yang disusul tsunami Pada periode inilah pertumbuhan penduduk
yang menghancurkan permukiman di Air melonjak dari 25 juta jiwa pada tahun 1885
Manis (Padang Selatan) dan menewaskan menjadi 205 juta jiwa pada tahun 2000,
300 orang, yang patut diduga sebagian besar sebagian besar di antaranya tinggal di pesisir
di antaranya pendatang. Satu kapal terbawa (Reid, 2016).
hingga 5,5 kilometer ke daratan (Soloviev
Pertumbuhan penduduk ini
dan Go, 1974). Hingga tahun 1797 itu,
meningkatkan kerentanan, seperti terlihat
pesisir Padang masih sepi penduduk karena
dalam 15 tahun terakhir, korban jiwa akibat
orang Minang aslinya tinggal di pedalaman
gempa dan tsunami di negeri ini mencapai
Bukit Barisan. Peta kuno Belanda tahun1781
lebih dari 200 ribu jiwa. Sebagian besar
menunjukkan, permukiman masyarakat lokal
korban terjadi karena penduduk yang tinggal
hanya ada di sisi selatan Batang Arau, di
di zona bahaya tidak memiliki pengetahuan
kaki Gunung Padang (Apenberg) sekitar 2
tentang risiko bencana di tempat tinggalnya
kilometer dari pantai.
sebagaimana terjadi di Lombok, Palu, dan
Namun, seiring waktu, Padang tumbuh Selat Sunda pada 2018 lalu.
menjadi kota pesisir. Sekitar 830.000 jiwa
Kesimpulan
penduduknya kini tinggal di tepi pantai barat
Sumatera yang rentan terdampak tsunami. Narasi tentang Ratu Kidul yang begitu
Jadi, dibandingkan 222 tahun lalu, risiko kuat tertanam di kalangan masyarakat Jawa,
gempa dan tsunami di Kota Padang, yang yang dari perspekif ilmu alam memiliki
Page 277 of 278
kedekatan dengan ciri-ciri tsunami, bisa di masa lalu cenderung berjarak dengan
digolongkan sebagai geomythology yang pantai selatan Jawa, sekarang perlahan
juga dikenal sebagai legends of the earth, kawasan ini mulai berkembang pesat.
myth of observation, natural knowledge, and Seiring memudarnya narasi tentang Ratu
physico-mythology. 144 Dengan perspektif Kidul, kantong-kantong permukiman
ini, geomitologi Ratu Kidul ini bisa tumbuh semakin mendekat ke pantai.
disetarakan dengan kisah Poseidon atau Apalagi, pemerintah saat ini
Dewa Laut dari Yunani yang bisa memprioritaskan pembangunan di kawasan
menciptakan gempa bumi dan tsunami.145 selatan Jawa yang tergolong tertinggal. Jalan
Para peneliti di dunia Barat telah lintas pantai selatan Jawa, Bandar Udara
menemukan bukti-bukti bahwa, narasi Kulon Progo, dan jalan lintas selatan Jawa
tentang Poseidon ini sebagai tsunami yang sepanjang 1.556 km akan dibangun di
pernah melanda Laut Aegean ribuan tahun kawasan selatan Jawa. Narasi lokal dari
lalu. Sekalipun dalam era modern belum berbagai daerah, termasuk kisah tentang
pernah tercatat lagi adanya tsunami di Ratu Kidul di selatan Jawa perlu dilihat
kawasan ini, namun fosil-fosil kerang hasil lebih dalam lagi, untuk menemukenali
deposit tsunami, yang terkubur di bukit tentang peristiwa alam di masa lalu dan
Semenanjung Yunani, yang dari proses respon masyarakat saat itu, termasuk
penanggalan sekitar 500 sebelum Masehi, kecenderungan menjauhnya hunian
plus minus 25 - 30 tahun, menjadi bukti kuat masyarakat dari pesisir pantai yang rentan
tentang sejarah geologi kawasan ini. tsunami ini, untuk membangun startegi
Fenomena yang dipercaya akan bisa mitigasi ke depan.
berulang di masa depan.146
144 Penjelasan tentang geomitologi ini bisa dilihat lebih jauh dalam Adrienne Mayor dalam Enciclopedia of
Geology, ed Richard Selley, Robin Coks, and Ian Palmer. Elseviee, 2004.
145 Penyair Yunani Kuno, Herodotus menulis, sekitar 470 sebelum Masehi, saat terjadi penyerbuan tentara Persia ke
wilayah Kassandra di pesisir Yunani, terjadi fenomena alam yang aneh. Air laut tiba-tiba surut jauh ke belakang
dalam waktu cukup lama sehingga para tentara Persia ini berbondong-bondong menyerbut Kassandra dengan
bersemangat dari arah pesisir yang mengering itu. Namun, tiba-tiba gelombang laut raksasa kembali datang
hingga menenggelamkan para tentara Persia ini. Herodotus menyebut, hal ini karena pertolongan Dewa
Posoeidon. Namun, para ilmuwan belakangan menemukan bukti-bukti jejak tsunami besar yang pernah melanda
kawasan ini, sehingga Poseidon kerap disebut sebagai terjadinya tsunami ribuan tahun lalu.
146 Andree Mustain dalam Ancient Wave of Poseidon Was Real Tsunami, Livescience.com, 20 April 2012.
Page 278 of 278