Anda di halaman 1dari 278

PROCEEDING

Page 1 of 278
SAMBUTAN PANITIA

SIMPOSIUM INTERNASIONAL BUDAYA JAWA

DAN NASKAH KERATON YOGYAKARTA


SAMBUTAN KETUA PANITIA

SIMPOSIUM INTERNASIONAL BUDAYA JAWA

DAN NASKAH KERATON YOGYAKARTA

Page 2 of 278
Assalamu 'alaikum warrahmatullohi
wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat Ngarso Dalem Sampeyan


Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan
Hamengku Buwono X, Bapak dan Ibu
tamu undangan, pembicara, moderator,
serta hadirin sekalian yang berbahagia.

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke


hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat rahmat-Nya sehingga kita bisa dipertemukan dalam acara Simposium
Internasional Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta.

Simposium kali ini diadakan dalam rangka 30 tahun Jumeneng Dalem Sri Sultan
Hamengku Buwono X dalam hitungan masehi. Sekaligus juga menandai diserahkannya bentuk
digital naskah-naskah Keraton Yogyakarta yang telah 207 tahun berada di Inggris.

Hilangnya naskah-naskah tersebut, diperkirakan sebagai akibat dari serangan tantara


Inggris terhadap Keraton Yogyakarta dalam peristiwa Geger Sepehi pada tahun 1812.
Akibatnya, hanya tertinggal tiga naskah di perpustakaan keraton, diantaranya: Serat
Suryaraja, Kanjeng Kyahi Al-Quran dan Serat Arjuna Wiwaha. Sudah barang tentu, hal ini
sedikit banyak mempengaruhi tradisi keilmuan di dalam lingkungan keraton.

Keraton sendiri sebagai pusat kebudayaan tentu tidak pernah berhenti untuk
memproduksi maupun mereproduksi ilmu pengetahuan. Hingga saat ini, karya-karya keraton
dalam bentuk Serat, Babad, atau Catetan Werni-Werni masih terus dipelihara dan
diaktualisasikan melalui berbagai aktifitas seperti Waosan Macapat dan rekonstruksi tari.
Namun, tentu tidak bisa dipungkiri bahwa ada mata rantai yang terputus, sejak Peristiwa
Geger Sepehi hingga bangkit kembalinya tradisi penulisan naskah di Keraton Yogyakarta.

Dalam ilmu arsitektur misalnya, kita kehilangan catatan mengenai sumber tata ruang
Yogyakarta yang didesain simetris dan melahirkan apa yang kita kenal sebagai sumbu filosofi.
Begitu juga di dalam ilmu geologi, Yogyakarta sering kali "berdialog" dengan gempa bumi
dan erupsi Merapi, namun seolah tidak memiliki catatan apapun mengenai apa yang kita kenal
dengan mitigasi bencana dalam perspektif kearifan lokal. Maka Serat Primbon "Palindhon,

Page 3 of 278
Palintangan lan Pakedhutan" yang ada dalam salah satu daftar dari 75 naskah digital di
British Library, tentu menarik untuk dikaji.

Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah maka kami mengundang para akademisi,


praktisi dan peneliti untuk berdiskusi sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan yang
bersumber pada tradisi Keraton Yogyakarta. Sungguh sangat membahagiakan, prakarsa kami
untuk membuka keterlibatan public melalui call for paper mendapat respon yang luar biasa,
dengan terkumpulnya 138 abstrak dari dalam maupun luar negeri. Dari 138 abstrak tersebut,
setelah kami diskusikan dengan mempertimbangan kesesuaian tema dan lain-lain, terpilihlah 8
naskah yang akan dipresentasikan dalam symposium kali ini. Selain itu, selama dua hari sejak
tanggal 5-6 Maret 2019 ini, panitia symposium juga mengundang 8 pembicara tamu, untuk
bersama-sama membahas bidang keilmuan sejarah, filologi, seni pertunjukan dan sosial-
budaya.

Atas nama panitia, kami mohon maaf apabila tidak bisa memenuhi harapan banyak
pihak. Termasuk pendaftaran peserta yang harus kami batasi dengan sistim registrasi online
yang hanya bisa mengakomodasi 500 orang setiap hari, menyesuaikan kapasitas maksimal
ruangan.

Harapan kami, simposium kali ini akan dapat dijadikan wahana bagi para akademisi,
praktisi, peneliti dan pemerhati dalam bertukar pikiran untuk mengidentifikasi dan merangkai
kembali jejak-jejak pengetahuan warisan para leluhur yang sempat hilang catatannya.

Akhir kata, terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan dari Ngarso Dalem Sri Sultan
Hamengku Buwono X, para pembicara, peserta, panitia dan segenap pengisi acara Simposium
Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta. Selamat mengikuti seluruh rangkaian acara,
dan semoga apa yang kita laksanakan hari ini dapat bermanfaat bagi kemajuan kita ke depan.

Amin.

Terimakasih.

Wassalamu 'alaikum warrohmatullohi wabarokatuh

Ketua Panitia Simposium

Gusti Kanjeng Ratu Hayu


Page 4 of 278

DAFTAR ISI

Page 5 of 278
DAFTAR ISI

Kata Sambutan Ketua Panitia Simposium 3

Profil Singkat Pembicara dan Moderator 8

Sesi 01: Sejarah 15

Kolonialis – Imperialis Raffles – Inggris VS Belanda – Prancis Memperebutkan Jawa


Nusantara : Sebuah Catatan dalam Rangka 30 Tahun Hamengku Buwono X Sebagai Sultan
Gubernur DIY Yogyakarta 

Oleh : Anhar Gonggong 16

‘Dia Yang Menyerah’ – Zaman Inggris dalam pandangan seorang Pangeran Sastrawan Yogya

Oleh: Peter Carey 26

Raffles, Naskah Kitab Hukum, dan Rekayasa Sosial Terhadap Penduduk Jawa Tahun 1814

Oleh: Hazmirullah 41

Persepsi Orang Jawa terhadap Napoléon Bonaparte berdasarkan Manuskrip Naskah Serat
Napoliyun Karya Sultan Hamengku Buwono VI 

Oleh: Prof. Djoko Marihandono 69

Sesi 02: Filologi 88

Javanese Manuscripts from Yogyakarta in the British Library



Oleh: Annabel Teh Gallop 89

Bahasa sebagai Jendela Dunia: Kajian tentang Babad Ngayogyakarta



Oleh: Arsanti Wulandari 98

Iluminasi, Ilustrasi, dan Kisah Santri Lêlana Dalam Sêrat Jayalêngkara



Oleh: Stefanus Krisandi Setiawan 114

The Collectie Moens: Dialektika Produksi Naskah dan Budaya Rural Yogyakarta Awal Abad
ke-20

Oleh: Salfia Rahmawati 138

Sesi 03: Seni Pertunjukan 165

Gamelans in the Keraton Yogyakarta—Valued Actors in the Service of Javanese Kingship



Oleh: Roger Vetter 165
Page 6 of 278
Beksan Lawung Ageng Karya Sri Sultan Hamengku Buwono I

Oleh: KRT. Condrowaseso/Dr. Kuswarsantryo 171

Wayang Wong the Kraton of Yogyakarta: Its Text and Context



Oleh: R.M. Pramutomo 180

Melacak Jejak Pakēliran Wayang Gēdhog Gaya Yogyakarta: Upaya Rekonstruksi dan
Revitalisasi Pertunjukan Melalui Pembacaan Naskah-naskah Lama

Oleh: Rudy Wiratama 197

Sesi 04: Sosial Budaya 221

Variasi Sistem Pengobatan Tradisional dalam Naskah Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi

Oleh: Fransisca Tjandrasih Adji 222

The Ideas of Totality and Levels in the Application Javanese Reckoning System in Kraton
Yogyakarta

Oleh: Revianto Budi Santosa 232

Gempa dan Gerhana dalam Teks Serat Primbon Palintangan Palindhon Pakedutan

Oleh: Ghis Nggar Dwiadmojo 241

Jejak Ratu Kidul di Selatan Jawa: Kajian tentang Mitigasi Tsunami

Oleh: Ahmad Arif 258

Page 7 of 278

PEMAKALAH DAN MODERATOR

Page 8 of 278
Sesi I: Sejarah

Moderator

Dra. Triana Wulandari, M.Si lahir di Magelang tahun


1962, mendapat gelar Sarjana S1 dari Program Studi
Sejarah Universitas Sebelas Maret dan S2 Antropologi
Universitas Indonesia. Saat ini menjabat sebagai Direktur
Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Pemakalah

Anhar Gonggong, lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan,


tahun 1943, mengenyam pendidikan Sarjana Muda (BA)
dalam bidang Ilmu Sejarah Asia, Universitas Gadjah Mada
(1967), Sarjana (Drs.) dalam bidang Ilmu Sejarah
Indonesia, Universitas Gadjah Mada (1976), Kuliah
Orientasi tentang Sistem Politik di Negara-negara
Berkembang pada Jurusan Ilmu Politik Fakultas Hukum,
Universitas Leiden, Negeri Belanda (1980), dan Pascasarjana (Doktor) Ilmu-ilmu Sastra
bidang Sejarah, Universitas Indonesia (1990). Pernah menjabat sebagai Deputi Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Bidang Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata (2001-2003) dan Pembantu Khusus Menteri Bidang Sejarah dan Purbakala,
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2004). Saat ini menjadi staf pengajar pada Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Atmajaya Jakarta, Jurusan Sejarah/Program Pascasarjana
Universitas Indonesia dan Staf Pengajar pada Jurusan Sejarah Universitas Negeri Jakarta.

Peter Carey lahir di Ranggon, Burma tahun 1948, lulus


dari Modern History at Trinity College, Oxford tahun 1969,
kemudian mengajar MA Course di Southeast Asian Studies
di Cornell University, Amerika Serikat. Dikenal luas atas
studi tak kenal hentinya mengenai Pangeran Diponegoro
dan awal abad kesembilan belas di Jawa, penelitiannya
telah diterbitkan dalam beberapa buku seperti "Kuasa
Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855" (Kepustakaan
Populer Gramedia) dan "Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia; Dari Daendels sampai
Reformasi" (Komunitas Bambu). Saat ini menjadi Adjunct (Visiting) Professor di Fakultas

Page 9 of 278
Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan Fellow Emeritus di Trinity College,
Oxford.

Hazmirullah, lahir di Tanjung Batu tahun 1979, lulus dari


Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran (2001), Program Magister Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Padjadjaran tahun (2017), dan sedang
menempuh Program Doktoral Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Padjadjaran. Telah menulis berbagai karya
ilmiah seperti "Surat-surat Tengku Pangeran Siak: Sebuah
Reportase Perjalanan untuk Raffles" (Manuskripta) dan
"Salam Perpisahan untuk Raffles: Kajian Terhadap Makna
Cap Surat Para Penguasa Lokal 'Jawa Barat' Tahun 1816" (Raness Media Rancage). Saat ini
bekerja sebagai Redaktur Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung.

Prof. Dr. Djoko Marihandono, lahir di Yogyakarta tahun


1954, meraih gelar Sarjana S1 dari Jurusan Sastra Perancis
Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1980), S2 dari
Jurusan Antropologi Linguistik Fakultas Sastra Universitas
Indonesia (1990), dan S3 dari Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Indonesia (2005). Telah
menghasilkan begitu banyak publikasi, di antaranya
"Sultan Hamengku Buwono II:Pembela Tradisi dan
kekuasaan Jawa" (Jurnal Makara) dan "Kebijakan Politik dan Ekonomi Rezim Napoléon
Bonaparte di Jawa 1806—1811" (Lubuk Agung). Saat ini menjabat sebagai Guru Besar dan
mengajar di Program Studi Prancis, Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.

Sesi II: Filologi

Moderator

Sinta Ridwan, lahir di Cirebon tahun 1985, meraih gelar


Sarjana Bahasa dan Sastra Inggris Sekolah Tinggi Bahasa
Asing Yayasan Pariwisata Indonesia-Akademi Bahasa
Asing, Bandung, tahun (2007), gelar Magister Humaniora
dari Program Magister (S2) Filologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Padjajaran Bandung tahun (2011), lalu

Page 10 of 278
meneruskan Program Doktor (S3) Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran dan
Ethnolinguistic Universite de La Rochelle, Perancis. Aktif menulis berbagai buku dan
publikasi lainnya, salah satunya turut menulis "Ensiklopedia Jawa Barat: Alam, Masyarakat,
dan Budaya" (Mata Bangsa)

Pemakalah

Annabel Teh Gallop lahir di Inggris tahun 1961,


menempuh pendidikan B.Sc. (Hons) Mathematics (2.2),
University of Bristol (1979-1982), MA (with distinction)
Indonesian and Malay Studies, SOAS, University of
London (1983-1985), dan PhD, SOAS, University of
London (2002). Saat ini menjabat sebagai Kepala Koleksi
Asia Tenggara di British Library, London. Bukunya "Malay
seals from the Islamic world of Southeast Asia" akan
diterbitkan pada bulan Juli 2019 oleh NUS Press.

Arsanti Wulandari, S.S., M.Hum. lahir di Yogyakarta


tahun 1972, mendapat gelar Sarjana S1 dari Jurusan Sastra
Daerah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (1995)
dan S2 Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Program Studi Sastra
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (2002).
Telah berkali-kali menjadi penulis maupun editor untuk
pelatinan dan penerjemahan, di antaranya pelatinan Babad
Ngayogyakarta SB 169 dan SK 113, juga pelatinan dan
penerjemahan Babad Mentawis HB II. Saat ini menjabat
sebagai Sekretaris Jurusan Sastra Nusantara/Prodi Sastra
Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dan Staf Pengajar Bahasa Indonesia
untuk Penutur Asing di INCULS-FIB UGM.

Stefanus Krisandi Setiawan, lahir di Yogyakarta tahun


1994, meraih gelar Sarjana S1 dari Prodi Sastra Daerah
Bidang Filologi Universitas Sebelas Maret tahun 2018.
Selain sedang menempuh pendidikan S2 Program Studi
Magister Sastra Universitas Gadjah Mada, juga bergabung
dengan Komunitas Jagongan Naskah (Jangkah), komunitas
yang berisi filolog-filolog muda Yogyakarta.


Page 11 of 278
Salfia Rahmawati, lahir di Sukoharjo tahun 1992, lulus
dari Program Sarjana Sastra Jawa Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (2014) dan
Program Master Antropologi Universitas Gadjah Mada
(2018). Telah sering menjadi pembicara berbagai seminar
dan konferensi, juga menulis berbagai publikasi seperti
"Serat Narasawan (AS75) - Studi Filologi Naskah Jawa
1930an" (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) dan
“Fenomena Bestialitas dalam Cerita Jawa 1930-
an” (Yayasan Obor).

Sesi III: Seni dan Pertunjukan

Moderator

Dra. Yutta Daruni, M. Hum. telah mengajar di Jurusan


Tari Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta sejak 1986. Memiliki gelar sarjana S1 dari
ISI Yogyakarta dan S2 dari Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora,
Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan. Selain aktif
menari dan menata tari, teater, konser karawitan di dalam
dan luar negeri, juga pernah melakukan Rekonstruksi
Serimpi Pramugari berdasar naskah Keraton Yogyakarta
dan Perancangan Langen Mandra Wanara di Dusun Sembungan. Beberapa tulisannya antara
lain "Wayang Wong Menak Cipta Budaya, Ekspresi Budaya Masyarakat Desa Tutup
Ngisor" (Jurnal Resital), "Opera Jawa Langen Mandrawanara: Model Pembelajaran dan Media
Transmisi Nilai-Nilai Tradisional Bagi Generasi Muda" (Jurnal Panggung), dan Greged Joged
(Bunga Rampai).

Roger R. Vetter menempuh pendidikan B.Ed.:


Instrumental Music, University of Hawai (1973), M.A. in
Music: Music Theory, University of Hawaii (1977), dan
Ph.D., Musicology, University of Wisconsin (1986). Saat
ini menjadi Emeritus Professor of Music di Grinnel
College, Iowa. Hasil penelitiannya mengenai gamelan Jawa
dari rangkaian kunjungan ke Yogyakarta antara tahun 1973
dan 2017 disajikan melalui Web Projects "The Gamelans of
Page 12 of 278
the Kraton Yogyakarta" yang dapat diakses melalui http://vetter.sites.grinnell.edu/gamelan/

Kuswarsantyo, atau KRT Condrowasesa, merupakan


Abdi Dalem Pengajeng Beksa Kakung di KHP
Kridhamardawa Keraton Yogyakarta. Lulus dari Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta (1991),
memperoleh gelar Magister Humaniora di Universitas
Gadjah Mada (UGM) (1997), dan gelar Doktor Pengkajian
Seni Pertunjukan di Program Pascasarjana UGM (2014).
Selain aktif sebagai praktisi kesenian, peneliti dan penulis,
saat ini menjabat sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Tari
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dan Ketua Dewan Kebudayaan Kota
Yogyakarta.

R.M. Pramutomo, lahir di Yogyakarta tahun 1968, meraih


gelar Sarjana S1 bidang Seni Tari di Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta tahun 1992, gelar Magister Humaniora
dari Program Pengkajian Seni Pertunjukan Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2001.
Mengikuti Program of Culture and Performance Studies,
University of California at Los Angeles (UCLA), Amerika
Serikat (2001—2002), serta meraih gelar Doktor dalam
bidang Pengkajian Seni Pertunjukan di UGM tahun 2008.
Pada tahun 2009—2010 mengikuti Senior Lecturer Fellowship Program of Academic
Recharge (PAR) di Leiden University, Belanda. Saat ini menjabat sebagai Ketua Pengelola
sebuah Pusat Kajian yang didirikannya pada tahun 2006 bernama Center of Arts Archives and
Documents Studies KRT.Wiroguno, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan
Kerjasama ISI Surakarta, pengajar tetap di Fakultas Seni Pertunjukan dan Program Pasca
Sarjana di ISI Surakarta.

Rudy Wiratama, lahir di Surakarta tahun 1990, meraih


gelar Sarjana S1 di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Gadjah Mada (UGM) tahun 2014, gelar S2 di Program
Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Sekolah
Pascasarjana UGM tahun 2016, dan sekarang sedang
meneruskan studi S3 di Program Studi Program Studi
Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Sekolah

Page 13 of 278
Pascasarjana UGM. Pada 2006, pernah mengikuti Kursus Pedalangan Pasinaon Dhalang ing
Mangku Nagaran (PDMN). Saat ini menjabat sebagai Sekretaris PEPADI (Persatuan
Pedalangan Indonesia) Komisariat Kota Surakarta dan menjadi asisten dosen pada Mata
Kuliah Pengantar Kebudayaan Indonesia dan Macapat pada Prodi Sastra Jawa Fakultas Ilmu
Budaya UGM.

Sesi IV: Sosial Budaya

Moderator

Radhar Panca Dahana, lahir di Jakarta tahun 1965,


menempuh pendidikan di Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan Sosiologi Ecole
des Hautes Etudes en Science Sociales, Perancis. Saat ini
aktif sebagai dosen jurusan Sosiologi Universitas Indonesia
di samping sebagai sastrawan sekaligus kritikus dan
budayawan.

Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M. Hum. menempuh


pendidikan S1 Jurusan Sastra Nusantara Fakultas Sastra
Universitas Gadjah Mada, S2 Program Studi Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Jawa, Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora,
Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, dan saat
ini sedang menempuh studi S3 di Program Studi Ilmu-ilmu
Humaniora Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada. Pada tahun 1989-1992 mengajar di AKS Tarakanita,
Yogyakarta, 1996-sekarang mengajar di Prodi Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Pernah pula mengajar di Universitas
Janabadra Yogyakarta (2000-2007), di APER Panti Rapih Yogyakarta (2006-2017), di Akper
Notokusumo Yogyakarta (2008-2011), di Universitas Atmajaya Yogyakarta (2013).

Revianto Budi Santosa, lahir di Yogyakarta tahun 1966.


Pada tahun 1991 lulus dari program Sarjana Jurusan Teknik
Arsitektur Universitas Gadjah Mada, tahun 1997 lulus dari
program Master of Architecture Department of Architecture
McGill University Montreal, tahun 2017 lulus dari program
Doktor Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh
Page 14 of 278
November Surabaya. Pernah menjadi ahli arsitektur dalam pengawasan Pemugaran Bangsal
Kemagangan dan Ponconiti Keraton Yogyakarta (2008), juga Pembangunan Kembali Bangsal
Trajumas Keraton Yogyakarta (2009), Wakil Ketua Dewan Kebudayaan DIY (2014-2018), dan
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Yogyakarta (2016-2019). Saat ini menjabat sebagai dosen
Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia, Ketua Tim Pertimbangan Pelestarian Warisan
Budaya Kota Yogyakarta, dan Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Sleman.

Ghis Nggar Dwiadmojo, lahir di Madiun tahun 1990,


meraih gelar sarjana S1 dari Pendidikan Bahasa Jawa
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
tahun 2013 dan S2 Pendidikan Bahasa Jawa Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2017.
Pernah belajar pada Pamulangan Dhalang Habirandha
Keraton Yogyakarta (2010-2011), Pelatihan Karawitan
PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta (2014-2016),
Pasinaon Dhalang Padhasuka Keraton Surakarta
(2015-2017), dan Kelompok Karawitan Pura Mangkunegaran Surakarta (2017). Saat ini
menjadi Asisten Dosen di Prodi Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Ahmad Arif, lahir tahun 1977, lulus dari Jurusan Arsitek


Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
tahun 2001 dan Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia tahun 2016. Saat ini
bekerja sebagai jurnalis di surat kabar Kompas. Pernah
menjadi Ketua Tim Ekspedisi Cincin Api (2011-2012) dan
konsultan pada Early Warning Assessment - Indonesia
Tsunami, UN ISDR (2018-2019)

Page 15 of 278

SESI I

SEJARAH

Page 16 of 278
Kolonialis – Imperialis Raffles – Inggris VS Belanda – Prancis Memperebutkan
Jawa Nusantara : Sebuah Catatan dalam Rangka 30 Tahun Hamengku Buwono
X Sebagai Sultan Gubernur DIY Yogyakarta

Oleh : Anhar Gonggong

I. Pendahuluan : Impian (ke) Pulau Darsiti Suratman, sebagai Ketua Jurusan


Harapan Sejarah, Fakultas Sastra dan Kebudayaan
UGM → Fakultas Sasdaya UGM, memberi
Siapa di antara kita yang mengingat
tahu kepada saya bahwa saya sudah dapat
tentang kolonialis-imperialis Inggris pernah
menulis Skripsi Sarjana Sejarah; beliau
menjajah wilayah yang kini diberi nama
menyarankan untuk segera membuat
(Republik) Indonesia. Mungkin kalau ingat,
proposal pembahasan skripsi yang akan
hanya ingatan yang “samar-samar saja”.
diajukan dan disetujui oleh jurusan,
Angka tahun – dari tahun berapa sampai
terutama persetujuan dari Bapak Prof. Dr.
kapan, juga tidak ingat? Tak ingatnya kita
Sartono. Setelah saya mengumpulkan bahan-
akan periode penjajahan kolonialis-
bahannya, maka saya dapat membuat sebuah
imperialis Inggris itu, mungkin karena
proposal skripsi sebagaimana yang
waktu penjajahan Inggris itu memang sangat
disarankan oleh Dra. Darsiti Suratman,
singkat; hanya sekitar 6-7 tahun, 1811-1818,
Ketua Jurusan Sejarah. Saya serahkan
atau mungkin guru-guru kita, baik di tingkat
kepada beliau, dan berkata “tunggulah
SMP maupun SMA hanya menerangkannya
barang seminggu; akan diserahkan kepada
secara sangat singkat. Mungkin hanya
Bapak Prof. Sartono untuk mendapat
sekali-dua kali jam pelajaran yang juga
persetujuannya. Seminggu kemudian, saya
sangat singkat, 45 menit, atau paling-paling
menghadap Ibu Dra. Darsiti, dan ternyata,
90 menit, satu-setengah jam perminggu.
proposal saya tidak disetujui oleh Prof.
Atau bahkan tidak pernah disinggung sama
Sartono. Alasannya, jarak waktu dari
sekali oleh guru sejarah di kelas mereka.
masalah itu terlalu baru, “belum” sejarah.

Dengan demikian pengetahuan-ingatan Yang saya ajukan ketika itu ialah

pada remaja kita tentang periode ini Permasalahan Manifesto Kebudayaan.

sangatlah sedikit kalau ada. Tentu saja saya tidak bisa berbuat apa-apa.
Ketika itu Ketua jurusan meminta saya
Tetapi saya pribadi, ketika tahun akhir untuk memilih permasalahan yang lain, yang
dari masa kuliah saya di Jurusan Sejarah, “benar-benar sejarah”. Saya pun
1974-1975 memang memiliki cerita yang melakukannya – berjarak satu bulanan
mungkin dapat dikatakan uniek? Ibu Dra. setelah yang pertama – dan proposal kedua
Page 17 of 278
saya serahkan kepada Ketua jurusan. bahwa Kerajaan Belanda tidak saja hanya
Seminggu kemudian setelah penyerahan sebagai wilayah taklukan Prancis, melainkan
proposal itu saya dipanggil oleh Ketua sungguh-sungguh merupakan bagian dari
jurusan sejarah. Kembali saya harus Prancis (Tim Hannigan, Raffles dan Invasi
“kecewa”, karena ternyata Bapak Prof. Inggris Ke Jawa, KPG/(Kepustakaan
Sartono kembali menyatakan Populer Gramedia), Jakarta, 2017, hal. 25).
ketidaksetujuannya. Alasannya nanti akan
Dengan tindakan Prancis itu, maka
“kesulitan” untuk mendapatkan bahan-bahan
pimpinan Perusahaan Hindia Timur Inggris
pembahasannya, baik dokumen arsip
tidak mau melihat Prancis mengambil
maupun yang berupa buku-buku.
wilayah rempah- rempah dan terbayangkan
Permasalahan yang saya ajukan pada
harta karun milik raja-raja yang kaya raya
proposal kedua itu adalah tentang Kebijakan
itu. Karena itu Komite Rahasia Perusahaan
Raffles Berkaitan dengan Pajak Tanah.
Hindia Timur Inggris memerintahkan untuk
Penolakan proposal itu dengan mengusir Belanda dari Jawa. Untuk maksud
sendirinya saya harus mencari bahan-bahan itu, pada 31 Agustus 1810 Dewan
yang lain untuk proposal yang ketiga. Dan Perusahaan India Timur Inggris menyurat
sejak penolakan itu, dapat dikatakan: saya kepada Lord Minto, Gubernur Jenderal
“melupakan periode penguasaan kolonialis- Inggris di India, yang menyatakan
imperialis Inggris di Indonesia; paling- persetujuannya mengenai gagasan perlunya
paling yang saya ingat adalah karya utama mengusir musuh dari pemukiman mereka di
Raffles The History of Java; sekarang sudah pulau Jawa dan dari setiap tempat lain yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. mereka tempati di Perairan Timur. Musuh
yang dimaksud itu tidak lain adalah Prancis
Penguasaan Inggris atas wilayah Jawa-
– Napoleon yang telah menduduki Belanda.
Nusantara, tidaklah dapat dilepaskan dengan
Dalam kaitan itu, menurut sejarawan
situasi yang berkembang di Eropa. Inggris
Belanda, Vlekke “Aneksasi Belanda ke
dan Prancis menjadi dua negara kerajaan
dalam imperium Napoleon dan usaha
yang menjadi musuh tak terelakan.
Daendels mengorganisir kekuatan militer
Napoleon Bonaparte terus berusaha untuk
Hindia Belanda adalah penyebab langsung
meng-konsolidasikan kekuatan-kerajaannya,
serangan Britania atas wilayah luar negeri
dan untuk itu kaisar yang “bertubuh kecil
Belanda yang terakhir.” (Bernard H.M.
ini, memang bermimpi untuk menjadi yang
Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, KPG
terkuasa; ia kemudian menganeksasi
(Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta,
Kerajaan Belanda dan mengangkat adik laki-
2018, hal. 238).
lakinya Louis, sebagai raja Belanda. Dengan
tindakannya itu, maka ia menyimbolkan

Page 18 of 278
Di mata para petinggi – Direktur tidak mendapat bantuan dari raja-raja Jawa.
Perusahaan Inggris prospek menyerang Jawa Kekalahan Belanda-Prancis tak dapat
tidaklah menarik. Mereka tidak mau dihindari dan pada 18 September 1811
memperoleh kedaulatan atas Jawa, karena penyerahan kekuasaan kepada Lord Minto
mereka sangat memandang rendah nilai ditandatangani. Jawa, dan semua
ekonomis pulau itu (Ibid.). Kalau begitu bawahannya, Timor, Makassar dan
mengapa para petinggi Perusahaan Inggris Palembang menjadi wilayah pendudukan
pada akhirnya menyepakati gagasan Lord Inggris.
Minto, Gubernur Jenderal di India itu ?
II. Ketika Urutan Kursi Tempat Duduk
Vlekke memberikan keterangannya:
Menjadi Persoalan
“Pemerintah Britania ingin melakukan
Di tengah-tengah situasi kritis pada
ekspedisi itu karna alasan strategis, tapi
awal pendudukan Jawa- Yogyakarta oleh
walaupun dapat mengklaim Jawa untuk
Raffles-Inggris, maka terjadi persoalan
tahta Britania, ia tidak tertarik
posisi tempat duduk ketika Raffles (akan)
menduduki pulau itu secara permanen.
masuki ruang-Istana Sultan. Salah satu
Karena itulah serangan itu dirancang
sumber memberikan gambaran-illustratif,
sebagai ekspedisi penghukuman untuk
sebagai berikut
mengusir musuh dari semua permukiman
mereka, menghancurkan semua benteng “Pendatang baru itu hanya merupakan
mereka, merampas semua gudang senjata antek Minto, dan sepengetahuan mereka,
dan amunisi, demi pengembalian semua dalam susunan pangkat kolonial, pangkat
per-mukiman itu ke tangan penduduk berikutnya setelah Gubernur Jenderal
asli” (Ibid, hal. 239). adalah residen, orang yang mungkin
sekadar pemimpin beberapa kampung
Dengan dukungan yang demikain Lord
terpencil. Mengatur supaya orang
Minto, Leyden dan Raffles dengan kekuatan
semacam itu bisa duduk dengan kepala
yang dapat dikatakan “sangat besar” –
lebih tinggi daripada Sultan adalah
hampir 100 kapal dengan 12000 serdadu,
mustahil. Ketimbang ujian untuk
berlayar dari Malaka dan pada 3 Agustus
keberanian Raffles, penataan kursi itu
1811, dia muncul di Batavia (Ibid., 242).
lebih mungkin merupakan satu-satunya
Dengan kekuatan yang demikian itu, Jansen,
pilihan jelas yang tersedia bagi pejabat
Gubernur Jenderal Belanda-Prancis yang
istana manapun yang menyusunnya.
menggantikan Daendels, tentu saja tidak
Karena berani mengeluh dengan
dapat mengatur pasukannya untuk
keterlaluan, maka yang “berperilaku
menghadapi kekuatan perang Lord Minto –
Inggris yang demikian besar. Apalagi Jansen

Page 19 of 278
kurang ajar” adalah Raffles bukan ditampakkan oleh Sultan, kesabaran yang
Sultan”(Op. Cit., hal. 143). luar biasa (Ibid., hal 144). Keris kembali
masuk ke sarung dan tempat duduk diatur
Tim Hannigan melanjutkan keterangan
kembali, dan Raffles berhasil lolos dengan
tentang tingkah laku Raffles di dalam Istana
ego yang semakin membesar (Ibid.). Tapi
Kesultanan Yogyakarta, dalam ungkapan
hasil dari kesabaran raja Jawa-Yogyakarta

“Tidak jelas apa alasan dia bertindak adalah ditandatanganinya kesepakatan atas

seperti itu, berdiri memandang dengan pengakuan terhadap Sultan yang memiliki

marah ke penataan kursi di tengah kembali singgasananya (Ibid.).

Paviliun Emas” (Ibid.).


Di balik kedatangan-pendudukan

Tentu saja tingkah laku yang Inggris yang berlangsung “amat singkat”

dipragakan oleh Raffles-pemimpin bangsa dilihat dari lamanya penguasaan sistem

pendudukan atas kerajaan yang bermartabat kolonialis, telah terjadi situasi yang dapat

dengan etika, tata cara kehidupannya yang disebut tragedi dan konflik di lingkungan

baku dan khas, telah dicederai secara Kraton Yogyakarta. Suatu adegan

terbuka, di depan orang banyak. Para diceritakan sendiri oleh Pangeran Kerajaan

pemimpin-pemimpin VOC – Belanda yang di dalam babad yang ditulis Pangeran

telah menguasai kerajaan-kerajaan Jawa Panular – Peter Carey menggambarkan:

sekian lama, tidak pernah melakukan


Kelak, di Karesidenan, dalam satu
“kekurangajaran” seperti yang ditampakkan
adegan yang diamati secara luar biasa,
oleh Raffles pada hari itu. Ketika peristiwa
kedua pesaing untuk Kesultanan Yogya,
itu terjadi, tentu saja terjadi ketegangan
Putera Mahkota (kelak Sultan Hamengku
karena para petinggi Kraton Yogyakarta, dan
Buwono III) dan Pakualam I, digambarkan
abdi-abdi dalam yang menyaksikan
duduk, berdampingan, dengan sengaja saling
peristiwa itu, tentu “lebih dari tersinggung”,
mengabaikan, “seperti perempuan sesama
dan memang – sebagaimana yang dituliskan
isteri baru yang baru saja ditinggalkan oleh
oleh Hannigan: “Bisik-bisik kemarahan
lelaki mereka (Peter Carey, Inggris di Jawa,
memang muncul dan menyebar di antara
1811-1816, Kompas, Jakarta, 2017, hal. 17).
tiang-tiang pendopo yang penuh sesak,
diikuti oleh bunyi menakutkan lusinan keris Suatu pelanggaran lain yang disajikan
yang dengan cepat terhunus dari di dalam karya Babadnya itu menurut Peter
sarungnya” (Ibid.). Carey

Namun, di balik ketersinggungan yang “Ujung-ujungnya pada babad babad itu,


dilahirkan oleh sikap angkuh Raffles sebagai selama pernikahan Sultan Keempat yang
“penakluk” ada sikap “penyelamat” yang masih bocah dengan seorang puteri dari
Page 20 of 278
Patih Yogya yang terbunuh, Danuredjo II khususnya mengalami rusak berat karena
(menjabat 1799-1811), para kerabat kubu pertahanannya paling dekat dengan
Kerajaan digambarkan bergegas maju ke tembakan senjata Inggris dari benteng
depan, masing-masing ingin sekali (Laji, Vreleurg) (bait 10). Tetapi pembela
menjadi yang pertama memberi selamat pangeran di sektor ini (Diposono dan
kepada raja itu, seperti orang kebanyakan Muhammad Abubakar) ketakutan dan
yang berebut mengambil uang picis yang merungkut mencari keselamatan di pintu
dilemparkan sebagai sumbangan raja gapura (pipi regol (Tanjung Anom yang
pada upacara-upacara” (Ibid.). termasuk aman (bait 11). Hanya paman
Putera Mahkota, Pangeran Panular,
Gambaran babad Panular tersebut,
penulis babad ini, sungguh tabah dalam
merupakan – menurut Peter Carey – “tanpa
pertempuran dan berupaya menggalang
ampun diejek sebagai mereka yang
pasukan Putera Mahkota” (Ibid., hal. 81).
berkedudukan rendahan” (Ibid.).
Di tengah-tengah situasi yang kritis
Babad tulisan Pangeran Panular ini
kacau balau itu Pangeran Panular berusaha
sangat penting untuk mendapatkan
untuk mengkolidasi pasukan Putera
gambaran situasi lingkungan Keraton – dari
Mahkota, terjadilah fakta yang menunjukkan
Sultan dan pejabat-pejabatnya, pangeran-
sikap-psikologis seorang manusia dengan
pangerannya ketika menghadapi
tanggung jawabnya atas tugas yang
penyerangan yang dilakukan oleh pasukan-
dibebankan oleh pekerjaannya; melihat
pasukan Raffles yang terdiri dari pasukan
situasi kacau-balau itu Panular amat gusar
(berbangsa) Inggris dan pasukan (berbangsa
dan berusaha memaksa mereka (pasukan
India) Sepoy. Ketika pasukan Inggris
keraton) kembali dengan mengacungkan
menyerang Yogyakarta, babad Panular pada
masa tombak atau landheyan-nya (bait
pupuh I mencatat bahwa
13-14).

“Ketepatan dan keterampilan para


“Kebanyakan dengan enggan turun
penembak Inggris (bait 5) benar-benar
kembali ke menara, tetapi seorang opsir
bertolak belakang dengan penampilan
artileri (Lurah Sutabel) dengan gemetar
menyedihkan dari Sutabel Jawi (pasukan
menolak turun sambil mengatakan bahwa
artileri Jawa) yang agak bisa dimaklumi
dia hanya punya satu nyawa untuk
kurang bertekad karena gajinya kecil
dikorbankan – bukan tujuh – dan bahwa
(bait 6). Para Pangeran Yogya yang
bagaimanapun juga meski bekerja keras
seharusnya memberikan contoh, juga
dia tidak dianugerahi pangkat bupati (bait
tampak amat pengecut (bait 8-9).
15) (Ibid., hal. 82).
Kediaman Putera Mahkota (Kadipaten),

Page 21 of 278
Kalau dilihat dari kekuatan dan menganggap kita sebagai orang yang
pengalaman yang dimiliki pasukan-pasukan kurang berkuasa daripada Pemerintah
Inggris yang digunakan untuk melakukan (Napoleon) yang mendahului kita, dan
tindakan “penghukumannya” terhadap demi ketenangan Negara, kita sangat
Belanda-Prancis di Hindia dan untuk perlu mengajar dia untuk berfikir
menduduki Kerajaan-kerajaan Jawa – sebaliknya. (Tim Hannigan, Op.Cit., hal.
termasuk Kesultanan Yogyakarta – maka, 184).
setidaknya menurut penglihatan-
Dengan alasan: “mengajar dia untuk
pengetahuan saya,– Raffles tidak perlu
berfikir sebaliknya itu” dalam arti untuk
melakukan penyerangan kekerasan dengan
menunjukkan bahwa Raffles-Inggris lebih
kekuatan besarnya itu. Karena pasukan-
berkuasa daripada Belanda-Prancis
pasukan Belanda-Prancis yang ketika itu
(Napoleon) yang lebih dahulu menguasai
dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jansen,
Jawa- Yogyakarta, maka Raffles-Inggris
pengganti Herman Daendels walaupun
menghukum Belanda-Prancis-Sultan
jumlahnya cukup besar, demikian pula
Yogyakarta dengan kekerasan. Dan tindakan
dengan pasukan-pasukan Kraton Jawa-
kekerasan penghukuman yang dilakukan
Yogyakarta, tidaklah sebanding dengan
oleh pasukan Raffles-Inggris itu telah
kekuatan dan pengalaman pasukan-pasukan
berhasil, karena memang pasukan-pasukan
milik Kraton. Tetapi, tampaknya, ada alasan
Inggris memporak-porandakan kekuatan
Raffles untuk melakukan penggunaan
pasukan Belanda-Prancis dan Kesultanan
kekuatan kekerasan dalam pendudukan –
Jawa-Yogyakarta. Kejadian penghukuman
penghukuman terhadap Kerajaan Jawa-
yang dilakukan oleh Inggris itu telah
Yogyakarta. Alasan itu diungkapkan sendiri
diceritakan dengan “bagus-lugas” oleh
oleh Raffles dalam suratnya kepada
Pangeran Panular di dalam babad yang
atasannya, Lord Minto
ditulisnya dalam tahun-tahun keberadaan
“Mungkin ada berapa motivasi yang Inggris di Jawa-Nusantara (untuk isi dari
berperan dalam keinginannya untuk babad ini, lihat Peter Carey, Inggris di Jawa
mendominasi. Kepraktisan tentu salah 1811-1816), passim.
satunya: rencana Raffles untuk Jawa itu
III. Jarahan Harta Karun Oleh Pasukan
luas dan ambisius, dan keberadaan
Inggris
sepasang raja yang saling cemburu dan
terikat protokol mungkin dapat Dalam kaitan sub judul ini, bagus dan
mengganggu reformasi besar – dan berguna untuk mengutip gambaran yang
berpotensi. Juga ada harga diri nasional. diberikan oleh Tim Hannigan:
Meski tampak aneh, tulis Raffles kepada
Minto, “Sultan (Yogyakarta) jelas
Page 22 of 278
“Namun meski terdapat aura birahi yang atas lainnya menyuruh staf mereka menjarah
besar, pada 20 Juni di Yogyakarta, baik atas nama mereka; barang jarahan pribadi
pusaka India maupun Inggris sebagian kolonel senilai £15.000 dalam bentuk emas,
besarnya tidak melecehkan perempuan: perhiasan, dan uang (setara sekitar setengah
“Nafsu kekayaan mengalahkan nafsu juta poundsterling dengan hitungan uang
birahi”. Tidak ada pemerkosaan namun sekarang), sedangkan Raffles membayar
terjadi banyak perampokan, dan ketika tunai untuk artefak curian dan dia serta
merampok mereka benar-benar Crawfurd dengan antusias memulai
mengamuk. Di sekitar Bangsal Kencono, pencurian akademis besar-besaran,
para putri dan selir dirampas pendekatan India Jones untuk penelitian
perhiasannya. Sarung dan kebaya sejarah: mereka mencuri seluruh arsip
disobek bukan karena pelecehan seksual Keraton, setiap naskah yang dijilid, setiap
melainkan untuk mendapatkan harta tulisan di daun lontar, setiap babad, setiap
karun yang mungkin disembunyikan teks dalam bahasa Kawi, Jawi, Arab, dan
dibaliknya – dan di seluruh kota, pesta Sangsekerta. Dan yang disuruh-paksa
penjarahan terjadi. Rumah-rumah menjadi kuli pengangkut jarahan- jarahan
digeledah, pintu ditendang dan semuanya mereka ialah, mereka, para Pangeran, abdi
diambil, pasukan berseragam merah dalam, melintasi Alun-Alun menuju
Inggris tampaknya hampir sepenuhnya benteng. (Ibid., 224).
tak terkendali dalam melakukan
Ada hal yang menarik dengan tindakan
penjarahan: mereka sampai mengeruk
penjarahan yang dilakukan oleh pasukan
parit, menghancurkan lemari, menuruni
pada ketika itu. Dalam pertempuran-
sumur, dan bahkan membongkar lantai
penyerangan Inggris terhadap Yogyakarta itu
agar tidak ada harta karun kecil luput dari
memang tidak ada seorang pun anggota
perhatian mereka (hal. 223).
pasukannya yang gugur. Tetapi ketika
Ketika Inggris telah berhasil penjarahan terjadi, maka salah seorang
menduduki Yogyakarta tampak memang anggotanya mati di dalam penjarahan itu; ia
mereka “teringat” akan kekayaan raja-raja adalah Letnan Hector MacLean dari kompi
kesultanan timur yang digambarkannya senapan ke-14. Sang Letnan ikut penjarahan
sebagai harta karun. Ketika penjarahan itu yang liar, dan ketika memasuki keputren ia
dilakukan oleh pasukan-pasukan bertemu dengan seorang perempuan
rendahannya, para anggota senior bukannya kerajaan yang gemetar, sendirian dan rapuh.
menghentikan penjarahan yang dilakukan, Saat itulah sang Letnan memutuskan untuk
malah sebaliknya, anggota senior melampiaskan nafsu bejatnya dengan
rombongan Inggris itu turut serta dengan perempuan yang ketakutan itu. Tetapi
bersemangat. Gillespie dan pemimpin kelas walaupun dalam keadaan ketakutan,
Page 23 of 278
perempuan Keraton itu telah menyiapkan kembali diturunkan dari tahta. Putera
keris untuk membela diri – tentu Mahkota ditempatkan di tempat duduk di
tersembunyi – dalam situasi kritis yang panggung di sebelah – bukan di atas –
dihadapinya. Dan terjadilah situasi kritis itu, Thomas Stamford Raffles” (Ibid., hal.
karena sang Letnan setelah menjarah harta, 225).
ia juga berniat dan bertindak untuk
Di dalam pelantikan itu, para petinggi
memperkosanya. Dan dalam situasi kritis
– penguasa Inggris, tampak tampil sebagai
yang mengancam harga dirinya, sang
pemenang yang “berhak menghinakan siapa
perempuan keraton mengambil kerisnya dan
pun”, termasuk petinggi dan keluarga
menusuk leher sang Letnan. Ia meninggal
Kesultanan Yogyakarta.
bersama dengan nafsu jahatnya, walaupun
komandannya memberikan “harga tinggi”, “Raffles berdiri tegak seperti seorang
sebagai orang yang “bersemangat dan Kaisar Romawi. Crawfurd mengawasi
berjasa” (Ibid., hal. 224). panggung seperti pembawa acara, dan
tujuannya menjadi jelas ketika paman
Hal yang juga perlu dicatat ialah
kerajaan yang pertama menaiki
pengangkatan Sultan Hamengku Buwono
panggung. Sebagai adik sultan yang baru
III. Pada Minggu, 21 Juni, Putera Mahkota
diturunkan, pangeran itu bersikap benar
secara resmi disetujui menjadi Sultan
ketika memberi penghormatan terhadap
Yogyakarta. Pengumuman persetujuan itu
orang sederajat kepada sultan yang baru,
dilakukan pada saat para penjajah masih
namun Crowfurd menghendaki
beraksi. Dan di tengah-tengah upacara itu,
kepatuhan total terhadap raja boneka
terjadi hal yang sangat tidak pantas
Inggris baru tersebut. Menjulang lebih
dilakukan; tetapi tampak hal itu dilakukan
tinggi dari laki-laki itu, Crowfurd
untuk menunjukkan kuasa “pemerintah”
memerlukan sang paman berlutut dan
pendudukan Inggris atas Kesultanan
mencium lutut sultan baru, seolah-olah
Yogyakarta”.
keponakannya itu orang yang lebih
“Ada pernyataan bangsa akan kejayaan tua” (Ibid., hal. 226).
militer Inggris dan pengumuman
Tentu saja tingkah laku sang Residen
mengenai keadilan dan belas kasih
yang demikian angkuh, sangat menghinakan
pemerintah Inggris, dibacakan dalam
keluarga Kerajaan Jawa dengan segala
bahasa Inggris dengan diterjemahkan
(nilai) adat- istiadatnya yang “tabu”
dalam bahasa Jawa, dan pengumuman
dilanggar. Crawfurd tidak berhenti dengan
yang menyatakan bahwa sultan lama
tindakan penghinaannya itu.
(yang masih terkunci di dalam benteng
dan siap dibuang ke pos Raffles, Tenang)

Page 24 of 278
“Sesudah menyelesaikan tindakan hina beradab – melangkahi kesopanan bangsa dan
yang tidak sesuai itu, sang paman yang kerajaan Inggris sendiri.
lalu bangkit pelan-pelan dan menghadap
Tentu saja kita berkumpul di sini, walau salah
Raffles. Membungkuk dengan hormat,
satu topik utamanya adalah tentang
dia mengulurkan tangan untuk memberi
pemerintahan Inggris di Jawa-Nusantara,
salam ala Eropa, namun Crawfurd yang
1811-1816, tetapi pada hari ini yang jauh lebih
berdiri memperhatikan di belakangnya
penting adalah meletakkan Daerah Istimewa
menggeram marah. Crawfurd
Kesultanan/Propinsi Yogyakarta sebagai bagian
mencengkeram tengkuk sang Pangeran,
dari NKRI dan melanjutkan hidup bersama
memaksanya berlutut, dan mendorong
sebagai warga-bangsa tetap merdeka di hari
wajah Pangeran ke lutut Letnan
depan.
Gubernur yang bercelana
panjang.” (Ibid.). Kini, 30 tahun yang lalu, Sultan
Hamengkubuwono X telah memulai peran
IV. Penutup: Kini, 30 Tahun Yang Lalu,
baru sebagai sultan dari sebuah kerajaan
Untuk Sebuah Masa Depan di dalam
yang diakui keberadaannya, dalam rangka
Republik Indonesia
negara Republik Indonesia. Beliau tidak
Secara sengaja saya mengungkap- hanya sultan yang menduduki singgasana
bicarakan persoalan-persoalan sejarah kesultanannya, melainkan juga adalah
tingkah laku tindakan “penghukuman” seorang Gubernur dari sebuah Propinsi di
terhadap Belanda-Prancis yang dilakukan dalam wadah Republik, bangsa Indonesia
oleh Inggris-Raffles dalam jarak waktu ±5 yang Proklamasi Kemerdekaan bangsanya
tahun. Dan dalam penglihatan saya, Inggris- pada tanggal 17 Agustus 1945 dan
Raffles-Crawfurd tidaklah menghukum menjadikan NKRI pada tanggal 18 Agustus
kepada Belanda-Prancis-Napoleon, 1945 dengan dasar negara Pancasila.
melainkan yang justru mengalami tindakan
Dengan posisinya yang seperti itu,
penghukuman itu adalah Kesultanan
maka yang terhormat Sultan
Yogyakarta. Pasukan- pasukannya porak-
Hamengkubuwono X mempunyai posisi
poranda, wilayah Kerajaannya terbelah dan
yang tidak saja khas, uniek, melainkan juga
Sultan – walau mereka yang mengangkatnya
mengandung kenyataan yang rumit. Karena
– bersama keluarganya, mengalami
dalam hidup sehari-harinya dan menjalankan
penghinaan di luar batas kesopanan; tidak
tugas pengabdiannya, “wajahnya, tingkah
hanya melanggar kesopanan kesultanan
lakunya” bersifat mendua. Di satu pihak
Yogyakarta, melainkan juga – kalau mereka
beliau adalah sultan dari sebuah kerajaan
mengaku memiliki kesopanan manusia
yang menjalankan kehidupannya lebih dari

Page 25 of 278
seratus tahun, yang mengatur kehidupan Hamengkubuwono X akan terus berjalan
bersama warganya berdasarkan ketentuan- bersama takdir dan rakyatnya, menuju
ketentuan aturan kerajaan. Di lain pihak bangunan kehidupan yang selalu lebih baik
beliau adalah Gubernur dari sebuah Propinsi dan lebih baik. Selama 30 tahun yang lalu
dalam wilayah Republik Indonesia yang sampai kini, tentu sultan telah berusaha
harus menjalankan tugas pengabdiannya dengan sekuat kemampuan yang
untuk NKRI dengan aturan- aturan dimilikinya, bersama rakyat Yogyakarta dan
perundang-undangannya yang berlaku sama rakyat Indonesia, berjalan ke depan dengan
dengan Propinsi- propinsi lainnya di dalam kekuatan yang ditopang oleh sebuah
wilayah NKRI. kepercayaan bersama rakyatnya.

Tetapi, kini, 30 tahun yang lalu Sultan “Yang terhormat Sultan dan –
Hamengkubuwono X telah melaksanakan Gubernur DIY Yogyakarta, Selamat atas 30
kedua wajah tugas kehidupannya dengan tahun menduduki posisinya untuk Rakyat.
segala hasil yang dapat kita saksikan dan Hari Kini dan Hari Depan akan terus
rasakan. Perkembangan yang dihadapi dan menuntut perbuatan baik Anda !
akan dihadapi – sejalan dengan
perkembangan yang terjadi secara mondial –
tentu akan makin rumit. Kita semua harus
mampu beralternatif menghadapi
perkembangan dengan segala dampak baik
dan buruknya.

Kini, 30 tahun yang lalu, yang


terhormat Sultan Yo g y a k a r t a ,

Page 26 of 278
‘Dia Yang Menyerah’ – Zaman Inggris dalam pandangan seorang Pangeran
Sastrawan Yogya


Merayakan “Manuskrip Yogya Kembali” dengan membaca kembali Pangeran Aryo Panular
(sekitar 1772-1826) – putra-sentana dan sejarawan Keraton Yogya yang mampu
mengkisahkan sisi lain zaman Inggris (1811-1816) dari pihak Jawa dalam Babad Bedhah ing
Ngayogyakarta (1812-1816)


Peter Carey
(Emeritus Fellow, Trinity College, Oxford; dan Profesor Tamu FIB-UI)

Sinopsis: Dimulai tepat pada saat serangan Inggris ke Yogya


pada pagi buta 20 Juni 1812 dan ditutup sedikit
sebelum Inggris menyerahkan koloni kembali
Masa pendudukan Inggris yang singkat di Jawa
kepada Belanda pada 19 Agustus 1816, catatan
(1811-1816) di akhir Perang Napoleon merupakan
sejarah yang ditulis Panular menghidupkan kembali
titik penting dalam sejarah modern Indonesia.
berbagai kejadian di tanah kerajaan Jawa pada
Untuk pertama kali, Pemerintah Kolonial
tahun-tahun pendudukan Inggris. Selain itu,
mempunyai cukup aset militer untuk menaklukkan
Panular juga memberikan pandangan unik tentang
raja-raja pribumi yang sebelumnya meraih daulat
sosok Jawa dan Inggris, termasuk Pangeran
yang signifikan. Kekuasaan Eropa yang mutlak ini,
Diponegoro dan Raffles.
yang didukung politik kolonial baru berupa pajak
tanah (land-rent), hukum Eropa dan sistem
sentralisasi Pemerintah. Terjadilah pergeseran 1. Mengenal Pangeran Aryo Panular
mendasar dalam hubungan politik antara
(sekitar 1772-1826)—Latar-bekalang
Pemerintah Eropa di Batavia dan kekuasaan lokal
di pedalaman Jawa. keluarga dan hubungan dengan
Belanda/VOC
Walaupun banyak tulisan dari perspektif Inggris
tentang periode ini—khususnya mengenai Letnan
Pengarang dari Babad Bedhah ing
Gubernur Inggris, Thomas Stamford Raffles
(1781-1826)—sedikit sekali diketahui tentang Ngayogyakarta (1812-1816), yang kita
pandangan Jawa terhadap perubahan mendasar merayakan hari ini adalah Bendoro Pangeran
yang diprakarsai Inggris tersebut. ‘Dia yang
Aryo Panular (atau pendeknya “Pangeran
Menyerah’ adalah sebuah artikel yang mengkajikan
sebuah babad (tarikh Jawa dalam bentuk sanjak), Aryo”), putra Sultan Pertama Yogyakarta,
berupa buku harian yang ditulis seorang pangeran Sultan Mangkubumi (HB I, 1749-92), dari
senior di Yogyakarta, Pangeran Aryo Panular
seorang garwa paminggir (selir kelas dua),
(sekitar 1772-1826). Memoar Panular yang amat
pribadi ini memperlihatkan sejarah pendudukan Mas Ayu Tondhosari, yang berasal dari
Inggris di Jawa dari perspektif yang berbeda—yaitu Blambangan. Lahir di Keraton Yogyakarta
perspektif Keraton Yogya.
sekitar 1772, Panular terbunuh di Lèngkong,
Sleman, dalam suatu sergapan yang dipimpin
Page 27 of 278
panglima Diponegoro, Sentot Ali Basah Jan Mathijs van Rhijn (menjabat, 1773-86),
(sekitar 1808-1855), pada 30 Juli 1826. dan Gubernur Pantai Timur Laut Jawa,
Johannes Robbert van der Burgh (menjabat,
Di antara banyak detail menarik yang
1771-80) (Carey 1992:252-53).
Panular sajikan tentang hidupnya dalam
babadnya, ada satu deskripsi yang menarik Sayangnya, tidak ada yang
tentang asal-usul ibunda. Menurut Pangeran menguatkan cerita ini dalam sumber-sumber
Aryo, ia berasal dari kerajaan Blambangan di Belanda. Namun, ada kemungkinan bahwa
ujung timur Jawa dan diberikan sebagai istri cerita itu memang benar. Ini jelas
triman kepada Sultan Mangkubumi tidak menggarisbawahi adanya hubungan yang
lama setelah Perjanjian Giyanti (13 Februari luar biasa ramah yang bisa timbul dari
1755) oleh Gubernur Pantai Timur Laut waktu ke waktu di antara pejabat Belanda
Jawa, Nicolaas Hartingh (menjabat, yang peka budaya Jawa seperti Hartingh dan
1754-1761). Pejabat VOC yang amat raja Jawa seperti Mangkubumi. Keramahan
kompeten dan mahir Bahasa Jawa, Hartingh yang sama tampak ada di antara John
adalah orang yang paling bertanggung jawab Crawfurd yang cakap dan cepat mampu
atas negosiasi politik yang membuahkan berbahasa Jawa yang alus (kromo inggil),
Perdamaian Giyanti. Sebagai cinderamata dan ayah Diponegoro, HB III (bertakhta,
dari apresiasi pribadinya, HB I memberikan 1812-1814) (Carey 1992:296, 453 catatan
salah seorang istri selir kesayangannya 262), meskipun hampir sulit membayangkan
sendiri, Mas Ayu Retno Sekar, kepada orang Skotlandia yang masam itu terlibat
Gubernur Hartingh untuk dijadikan garwa dalam semacam “tukar-menukar istri“
paminggir. Sebagai balasannya, Hartingh seperti dinikmati Hartingh dan Mangkubumi
mengirimkan ibunda Panular, Mas Ayu setelah perdamaian Giyanti! Kebiasaan
Tondhasari, kepada Sultan itu. Dengan cara santai para pejabat Kompeni Belanda pada
ini, ikatan persahabatan dan kasih sayang abad ke-18, dan hubungan mereka yang
antara kedua lelaki itu jadi amat dekat. sering kali bersifat intim dengan orang
Panular, anak Hamengku Buwono I dengan Indonesia dari semua kelas, sangat jauh dari
Mas Ayu Tondhosari, pun dianggap oleh sikap orang Inggris yang sarat rasis dan suka
Sultan sebagai salah satu ‘jimat hidup’ dari merendahkan bangsa non-Barat.
hubungan yang mengikatnya dalam
2. Hubungan kurang sahabat dengan
persahabatan dengan VOC – sampai Panular
Paku Alam I (pra-1812, Pangeran
sendiri menceriterakan dalam Babad Bedhah
Notokusumo)
bahwa ketika masih kecil, ia bersama dua
adiknya, Mangkukusumo dan Adikusumo, Asal usul ‘Kompeni’ Panular itu nyata-
sering diajak menghadap wakil Belanda di nyata membuatnya jadi kesayangan Sultan
Jawa Tengah, seperti Residen Yogyakarta,
Page 28 of 278
Pertama, meskipun ibunya lahir dari dipakai oleh Poensen dalam artikelnya
keluarga yang berstatus rendah. Berarti, tentang pemerintahan Sultan Kedua
ketika diangkat menjadi seorang Pangeran (Poensen 1905:73-346; Carey 1992:55).
tidak lama sebelum Hamengku Buwono I
3. Panular dalam Pusaran Politik
wafat pada Maret 1792, tanah apanase yang
Kasepuhan dan Kanoman di Keraton
dia terima lebih kecil daripada yang diterima
oleh adik-adiknya. Ada kemungkinan ibunya Pada waktu ayahnya meninggal pada
sudah meninggal tidak terlalu lama setelah 1792, masalah dengan Notokusumo/Paku
dia lahir pada 1772, karena Panular Alam I masih dalam masa depan dan selama
menyebutkan bahwa dia diangkat (pinèt) bertahun-tahun Panular hampir sama sekali
oleh ibunda Paku Alam I, Bendoro Raden tidak disebutkan dalam babad (hikayat) Jawa
Ayu Srenggoro, garwa padmi (isteri kelas dan laporan kolonial Belanda. Faktanya,
satu) dari keluarga terkemuka (wangsa) di satu-satunya acuan kepadanya sebelum 1819
Kedu (Carey 1992:386, 519 catatan 579). ada dalam Memorie van Overgaven (laporan
Dengan begitu dia dibesarkan dalam akhir jabatan) dari Residen-residen Belanda
lingkaran keluarga dari salah satu protagonis di Yogyakarta seperti Wouter Hendrik van
politik utama dari periode 1810-12, seorang IJsseldijk (menjabat, 1786-1798) dan Matthijs
yang pada akhirnya diakui sebagai seorang Waterloo (menjabat, 1803-1808), di mana
Pangeran Miji (Pangeran langsung di bawah Panular disebutkan sebagai salah seorang
kekuasaan pemerintah kolonial dengan gelar dari banyak saudara dari HB II (bertakhta,
Paku Alam) oleh Raffles pada 22 Juni 1812. 1792/ 1811-12/1826-28) dan sebagai
Bagaimanapun juga, relasi masa kecil ini seseorang yang tidak berbobot alias
tidak bertahan lama, karena selama tahun- “konsekuensi politik kecil” (Carey 1992:57
tahun yang sama, Panular menjadi lebih catatan 34).
akrab dengan lingkaran seputar Putra
Mahkota Yogya (kelak Sultan Hamengku Setelah 1808, dengan meningkatnya

Buwono III; bertakhta, 1812-14), yang tak tekanan yang dibebankan pada kerajaan-

lama kemudian menjadi seorang lawan kerajaan Jawa tengah-selatan oleh Marsekal

sengit dari Paku Alam I yang ambisius itu. Herman Willem Daendels (menjabat,

Oleh karena itu, secara umum Babad 1808-11), dan berkembangnya persaingan

Panular berisi gambaran yang kritis terhadap politik dengan cepat di keraton, setiap

Paku Alam perdana dan watak sombongnya, pangeran kerajaan pun mulai dipandang

yang menjadi satu penawar yang berguna sebagai seorang musuh atau lawan potensial,

terhadap versi Pakualaman sendiri tentang baik oleh pemerintah Eropa di Batavia

kejadian-kejadian yang disajikan secara maupun oleh fraksi-fraksi keraton yang

begitu persuasif dalam babad prosa yang bersaing di Yogyakarta dan Surakarta.

Page 29 of 278
Di dalam keluarga inti kesultanan, di Babad Bedhahing Ngayogyakarta, yang
mana tekanan politik berjalan paling kuat, ditulis Panular sendiri, membahas tahun-tahun
muncul dua fraksi utama—mereka yang itu dengan singkat dan menceritakan
mengelompokkan diri seputar Putra Mahkota bagaimana dia selalu membela putra
yang dikenal sebagai kelompok menantunya yang kelak akan memerintah
‘Karajan’ (yakni pengikut `Raja Putra sebagai Sultan Ketiga (1812-1814). Bahkan,
Naléndra Mataram' yakni sang ahli waris pada saat-saat ancaman bahaya paling besar
takhta kesultanan)—dan pendukung Sultan seperti selama kunjungan Putra Mahkota
“Tua” (Sultan Sepuh; yakni Hamengku kepada Sultan Kedua dalam minggu-minggu
Buwono II) yang dijuluki ‘Kasepuhan’ (Carey sebelum serangan Inggris pada Sabtu, 20 Juni
1992:57 catatan 35). 1812, ketika tampaknya raja Yogya yang
bengis itu berencana membunuh putranya
Dalam tahun-tahun yang sarat tekanan
(Carey 1992:57 catatan 38, 340).
tersebut, amat sulit bagi para bangsawan
Yogya menahan diri untuk tidak terlibat dalam 3. Kisah heroik seorang punggawa/
konflik politik, meskipun beberapa dari kerabat inti keraton yang setia
mereka memang mencoba. Salah satu adalah
Satu tema utama dalam babad Panular
pangeran yang amat eksentrik, Muhamad
ini, yang sesungguhnya menjadi alasan untuk
Abubakar alias Dipowijoyo I (1767-1826),
penulisannya, merupakan catatan atas
yang memangkas rambutnya dalam gaya
kesetiaan tak tergoyahkan dari Pangeran
santri dan mengumumkan bahwa ia
penulis kepada Putra Mahkota Yogya.
bermaksud naik haji ke Mekah (Carey
Tindakan yang setia ini diceriterakan panjang
1992:400). Bagi Panular, sikap menjaga
lebar dalam babadnya. Selama bulan-bulan
jarak seperti itu sekarang jadi mustahil
Panular terpaksa bertahan antara hidup dan
karena putri sulungnya, Raden Ayu Retno
mati. Sebuah kurun waktu yang mengerikan
Adiningdyah, sudah bertunangan dengan
sebab sarat ancaman dari pihak Kasepuhan
Putra Mahkota. Melalui hubungan keluarga itu
hingga serangan Inggris atas Keraton Yogya
dia semakin jauh terseret ke dalam jaringan
(18-20 Juni 1812) dan saat Sultan yang baru
berbahaya dari intrik dan kontra-intrik di
(HB III) diangkat oleh Raffles untuk
antara dua fraksi bermusuhan di keraton. Pada
menggantikan ayahnya—yang diasingkan ke
November 1810, Panular sudah dijuluki oleh
Pulau Pinang (1812-1815)— bertakhta di
Residen Belanda sebagai seorang pendukung
Yogya (21 Juni 1812). Permulaan mendadak
kuat Putra Mahkota dan sebagai seorang calon
dari kronik tersebut, seolah di tengah-tengah
sekutu pemerintah kolonial dengan
pengeboman Inggris pertama yang gencar
menghadapi Sultan Kedua yang keras kepala
terhadap Keraton Yogya pada sore hari Kamis,
itu (Carey 1992:57 catatan 37).
18 Juni 1812, bukanlah suatu rancangan sastra

Page 30 of 278
untuk merenggut perhatian pembaca. Tapi dadya tekèng grah lan pati (‘pengorbanan
justru mengkisahkan heroisme terbesar diri hatinya [sampai menderita] sakit dan
Panular. Pangeran penulis digambarkan dalam kematiannya’) (Carey 1992:276-77, 295,
pupuh kelima berani menantang peluru 338-39, 348-49, 379) mencerminkan sifat
pasukan Sepoy (Spehi) dan Inggris-Skotlandia ‘nrima’ batin Panular. Dengan begitu,
(Buckinghamshires [Bucks], pembuka pupuh itu telah menetapkan topik
Nottinghamshires [Notts], Ross-shire Buffs) untuk keseluruhan babad ini, karena
untuk memandu rombongan Putra Mahkota ke memberinya satu keterkaitan dan makna
Taman Sari (Istana Air). Panular kemudian khusus.
menjaga mereka dengan tombak pusakanya,
Satu sub-tema, yang erat berkaitan
Kiai Kondhang, ketika Putra Mahkota dan
dengan yang telah disebutkan di atas, adalah
rombongannya sedang dihujani mimis
tentang hubungan putri Panular dengan
(peluru) dari pasukan Inggris-India di atas
Sultan Ketiga. Seperti ayahnya, dia tidak
balowerti (benteng keraton). Pada saat itu,
mencari perlindungan ketika Putra Mahkota
mereka berlindung dalam salah satu pintu
dan beberapa pendukungnya terpaksa lari
gerbang yang terkunci yang menuju ke
dari Kadipaten (kediaman Putra Mahkota)
dalam Taman Sari (Carey 1992:222-223).
pada pagi-pagi buta Sabtu, 20 Juni 1812.
Serupa dengan cara para Jenderal Sebagai gantinya, dia tetap tinggal bersama
Indonesia masa ‘Orde Baru’ Presiden suaminya, menantang bahaya fisik dari
Soeharto (berkuasa, 1966-1998) peluru musuh sepanjang benteng keraton
mendapatkan kedudukan lewat aksi dan lirikan serdadu Sepoy ketika rombongan
perlawanan terhadap Belanda selama Putra Mahkota dikawal menuju Benteng
perjuangan kemerdekaan (1945-49) (Roeder Vredeburg (Carey 1992:220-26). Menurut
1982:206-7), begitu pulalah Panular pendapat Panular, perilaku yang bisa
memandang tindakannya yang berani selama dicontoh ini memberi putrinya satu tempat
serangan Inggris. Tindakan gagah berani khusus di antara para istri Sultan Ketiga,
demikian, menurut Panular, layak membuat meskipun harapan besarnya untuk melihat
dirinya dipertimbangkan secara khusus putrinya itu diangkat sebagai Ratu
dalam pemerintahan baru menantunya, tampaknya tidak pernah kesampaian (Carey
Sultan Ketiga itu. Oleh karena itu, karena 1992:492 catatan 440, 512 catatan 546).
merasa bahwa dia tidak dihargai
Oleh karena itu, dalam banyak hal
sepantasnya, berkali-kali episode-episode
babad tersebut harus dilihat sebagai satu
awal membahas pangkat Panular di kerajaan,
kisah keluarga yang intim mengenai upaya-
posisi kedudukannya dan tanah apanasenya
upaya politik dari kubu bermusuhan
yang tidak memadai. Frase yang Panular
kerajaan yang penting itu. Dengan begitu
sering memakai di babad – labuh ing tyas
Page 31 of 278
babad tersebut menceritakan kepada kita sebuah keluarga untuk mengonsolidasi suatu
tentang sekian banyak cobaan dan derita posisi pengaruh di pusat istana, pada era
hidup seorang punggawa keraton di Yogya penuh kegelisahan.
selama zaman Inggris yang gawat ini.
Para sejarawan modern yang belajar di
Apalagi babad membuka mata kita tentang
Barat, yang lalu mempelajari naskah itu
situasi yang tidak aman yang bergulir terus-
untuk data tentang perkembangan non-
menerus dari satu sistem politik yang
politik, harus terus-menerus memikirkan
bergantung pada hubungan politik dengan
kenyataan ini. Tidak seperti memoar
penguasa.
berbahasa Barat yang setara, disusun dalam
4. Tetek-bengek status dan gaya Raja Frederik Sang Agung (Friedrich
kedudukan untuk seorang
der Groẞe) dari Prusia (Jerman) (1712-86,
punggawa senior Keraton
bertakhta 1740-1786) berjudul Histoire de
Mon Temps (1746), Babad Panular tidak
Kalau kita akan cari contoh dari
pernah dimaksudkan untuk memberi satu
sejarah Inggris yang paling tepat, saya kira
tinjauan tentang kejadian-kejadian sezaman.
ini adalah Mayor-Jenderal Sir Frederick
Apalagi babad tidak bermaksud untuk
Henry Ponsonby (1825-1895), yang
menceriterakan realpolitik atau sejarah dari
menjabat sebagai sekretaris pribadi Ratu
pandang politik nyata. Sebaliknya,
Victoria (bertakhta 1837-1901) selama 25
catatannya selalu dipahami sebagai satu
tahun (1870-1895). Serat pribadi serta buku
sarana untuk memproyeksikan pemahaman
harian Ponsonby disunting oleh anaknya,
sang pangeran sendiri. Pemahaman ini
Arthur Ponsonby, dan diterbitkan sebagai
bersifat sangat pribadi dan berkisar tentang
Queen Victoria’s Private Secretary; His Life
masalah-masalah yang Pangeran
from His Letters (New York: Macmillan,
menghadapi sekaligus meredakan
1943). Buku yang sangat menarik ini
keinginannya yang sering dikecewakan.
mengkisahkan suatu dunia istana yang amat
protokoler dimana status dan kedudukan Meskipun berani menggambarkan
menjadi amat penting bagi punggawa bagaimana peningkatan kekuasaan keluarga
keraton dan keluarga inti Ratu. itu tidak dapat dihindari, bisa dikatakan
Babad Panular memiliki kelemahan dan
Meskipun babad Panular ini
kekuatannya sendiri. Penulis sendiri
mengandung banyak detail menarik tentang
dipandang sebagai satu karakter yang setia,
kebudayaan dan masyarakat Jawa pada awal
sopan, jujur dan baik hati, tetapi bukanlah
abad ke-19, pada dasarnya hal itu tidak
seseorang yang punya naluri “berani
merupakan tema utama babad tersebut. Tema
menantang” (combative) atau
utama, menurut saya, adalah upaya dari
“membunuh” (killer instinct). Naluri ini

Page 32 of 278
sesungguhnya diperlukan dalam bertahan amat langka bagi sejarawan dan penulis
hidup dan mendapat kemakmuran dalam biografi—data yang tidak tercampur
situasi politik yang curang di lingkungan pandangan ex post facto setelah Pangeran
keraton-keraton Jawa pada awal abad ke-19. menjadi tersohor (atau tercela dalam
Dalam hal ini, ia amat berbeda dari kakaknya pandangan Keraton) akibat peran dalam
yang ambisius, Paku Alam I (1764-1829; Perang Jawa (1825-1830):
bertakta 1812-1829), dan keponakannya,
XXIV. 21. […]
Pangeran Diponegoro (1785-1855), yang Di antara putra-putra Sultan,
keterampilan politik dan daya pengarahannya salah satu yang paling terkemuka
adalah Pangeran Diponegoro,
sering disinggung dalam babad (Carey
sebab dialah yang tertua,
1992:290, 450-51 catatan 244). Mari kita [dan] hatinya menyatu dengan sang ayah.
ambil kesempatan untuk mempertimbangkan
22. Ia cerdas, murah hati [dan] bersemangat,
kualitas dari dua sosok kontemporer ini. tidak takut di hadapan banyak orang.
Ia fasih berbicara [dan] lembut penuh
5. Munculnya orang-orang kuat di keraton keakraban,
[dan] ikut merasakan penderitaan semua orang
pasca-1812: Diponegoro dan Paku Alam I
di kerajaan itu,
sebab dia diberi kepercayaan oleh ayahnya.
Kenyataannya, amat berbeda dengan Besar [dan] kecil, muda [dan] tua,
Panular yang peka, Diponegoro-lah, yang semua berada di bawah kewenangannya.
pada waktu itu belum kepala tiga, sebenarnya 23. Ia menangani segala urusan dengan
muncul sebagai “orang kuat” dari Karesidenan:
setiap hari Senin [dan] Kamis Sang Pangeran
pemerintahan Sultan Ketiga. Oleh karena itu,
mengunjungi Karesidenan ditemani
timbul ledakan kecemburuan di pihak Pangeran Dipowiyono,
Panular terhadap sanaknya yang jauh lebih adik Sultan. […]

muda ini—yang dia gambarkan dalam


XXIV.21 […]
babadnya sebagai ‘tonggak negara utama Semanten putra Sang Katong
negara itu [Yogya]’ (uger praja gung) dan ingkang kinarya pangarsa
Pangran Dipanegara
seseorang yang sering bertindak seperti
dhasar ingkang putra sepuh
penguasa itu sendiri: Pangćran ing mongsa kang tyas condhok lan kang rama
puniku / […] / pan mèh sasat salirèng Aji
22. lantip beranyak bèrbudi
(Carey 1992:327). Tetapi pada saat yang lain tan ulap dhateng ing kathah
Panular mengakui sisi positif Diponegoro sabda luwes manis ajèr
anjangkahing wong sapraja
sebagai penasihat utama sang ayahnya, dan dhasar kaidèn rama
sebenarnya data yang diajukan Panular gedhé cilik anom sepuh
samya winengku ing karsa
tentang sosok yang bakal akan menjadi
pemimpin Perang Jawa sangat penting bagi 23. ngadani prakarèng Laji
sejarawan sebab merupakan sesuatu yang mila Senèn Kemis Pangran
sowan ing Laji rowangé
Page 33 of 278
Pangéran Dipawiyana tidak berhati-hati itu mengangkat Paku Alam
[…] I sebagai seorang Pangeran Wali sehingga
meruntuhkan satu Dewan Pewalian (Regency
Dalam konteks ini, pengangkatan Council)—yang lebih diterima keluarga inti
Panular sebagai seorang Pangeran Miji sultan—yang telah didirikan oleh Residen
langsung merupakan jawaban Sultan pada Inggris, Kapten Robert Clement Garnham
Oktober 1812, harus dilihat sebagai (menjabat, 1814-15) (Carey 1992:517-19
semacam “hadiah hiburan”, suatu cara catatan 577).
menghargai seorang paman tua atau
pakdhénya tanpa benar-benar memberinya Posisi politik baru Paku Alam I pun

suatu kekuasaan nyata. Pada saat-saat lebih menghidupkan kembali banyak permusuhan

reflektif, Panular terlihat sudah menyadari lama di Keraton Yogya. Tetapi, pasca-

bahwa rasa gampang tersinggungnya November 1814, oposisi kepada Sang

mengenai kehormatan lebih menunjukkan Pangeran Adipati yang ambisius itu tidak

kelemahan daripada kekuatan. berpusat di sekitar Panular yang sekarang


sudah disingkirkan secara politik dan tidak
Babadnya itu ditutup dengan kesan berbobot lagi. Justru tokoh-tokoh utamanya
tidak jelas sejauh berkaitan dengan Panular adalah ibunda Sultan muda itu, Ratu Ibu
dan putrinya. Pada Mei 1816, putra menantu (pasca-1820, Ratu Agung, sekitar 1780-1826)
tercinta Panular—Sultan Hamengku Buwono seorang putri bupati mancanegara timur
III—sudah berbulan-bulan wafat (3 kelahiran Jipang (sekarang Bojonegoro), dan
November 1814). Kita mengetahui dari sekutunya yang juga berasal dari Jawa Timur
sumber-sumber lain bahwa bayi yang (Japan, pasca-1838, Mojokerto) dari darah
dikandung oleh Raden Ayu Retno campuran Tionghoa (marga Pei dari Sidoarjo)
Adiningdyah ketika HB III mangkat adalah dan Bali (trah Untung Surapati, 1645-1706),
perempuan, bukan laki-laki, sehingga ini yakni Patih yang baru, Danurejo IV (sekitar
menghapuskan setiap harapan yang 1780-1849; menjabat, 1813-47) (Carey
dibayangkan Panular untuk melihat cucunya 1992:407 catatan 40, 498-99 catatan 486).
suatu hari menjadi Sultan. Pada waktu yang Pada tahun-tahun menjelang Perang Jawa
sama pemerintahan baru Sultan bocah (1825-1830), yaitu kurang lebih suatu
ingusan—Hamengku Buwono IV (bertakhta dasawarsa sejak kembalinya Belanda pada 19
1814-22)—dimulai secara tidak pasti dengan Agustus 1816 dan pecahnya perang pada 20
semua masalah mengiringi sebuah periode Juli 1825, berkembang satu keretakan besar
perwalian untuk Sultan yang di bawah umur antara fraksi keraton yang dipimpin oleh
itu (Carey 1992:385, 517-519 catatan 577). kedua orang itu dan Diponegoro yang
Dibutakan oleh kecintaannya kepada sahabat semakin terkucilkan serta sakit hati.
karib Pangeran Adipati itu, Raffles yang
Page 34 of 278
6. Nasib naas Panular, 1825-1826 ramah and bersifat damai pun akhirnya
menjadi korban dari semacam kebiadaban
Kelihatannya, dari sumber-sumber yang
yang selalu mendasari manuver politik
tersedia, Panular tidak mempunyai peran
halus di Keraton dalam dasawarsa-
penting di kemelut politik di pusaran keraton
dasawarsa bermasalah sebelum 1825.
pasca-Agustus 1816. Sudah berusia kepala
lima pada medio 1820-an, pangeran tua itu 7. Persentuhan Panular dengan dunia
tidak terlalu akrab, baik dengan klik Keraton pewayangan, sastra Islam dan seni tari
Yogya yang dipimpin Ratu Ibu/Agung, atau
Kalau kami memandang kehidupan
dengan Diponegoro yang bersemangat
dan riwayat Panular dari pandanga politik
bersungut-sungut di Tegalrejo. Baru setelah
murni tidak bisa dianggap sukses. Akan
perang pecah maka Panular mengalami satu
tetapi ada indikasi bahwa di bidang
masa pendek dengan posisi politik yang
lainnya Pangeran yang naas itu adalah
penting: pada November 1825 dia ditarik dari
seorang lelaki cerdas dan sopan dengan
masa semi-pensiunnya untuk menjadi salah
rasa keagamaan yang kuat. Salah satu
seorang dari dua wali Sultan bocah (HB V,
aspek yang langsung mengejutkan
bertakhta, 1822-26/1828-55) (Louw dan
pembaca babad ini, adalah bahwa sang
De Klerck 1894-1909, I:451). Sembilan
pengarang amat mengenal dunia wayang
bulan kemudian dia sudah wafat dalam
dan aktivitas seni di keraton. Gambar
pertempuran tragis, dibunuh bersama
wayang melimpah dalam teks itu dan
dengan 25 pangeran dan kerabat inti Sultan
referensi terkait pewayangan sering
Yogya lainnya, yang masih setia kepada
menandai keganjilan sesaat maupun satu
Belanda, dalam sebuah penyergapan yang
aspek dari karakter seseorang. Misalnya,
dipimpin panglima Diponegoro, Sentot Ali
adik Sultan Kedua yang cerewet, Pangeran
Basah (sekitar 1808-1855) di Lengkong di
Demang, yang sering menghibur penguasa
perbatasan Sleman dan Kedu pada 30 Juli
Yogya itu dengan cerita-ceritanya yang
1826 (Louw dan De Klerck 1894-1909, II:
lucu, sesaat sebelum Sultan Kedua itu
386-87).
ditangkap Inggris pada delapan pagi, 20
Walaupun secara pribadi Diponegoro Juni 1812, dirujuk seperti seorang dalang
tidak merencanakan tindakan ini dan yang “ketahuan oleh pagi”. Pendek kata,
benar-benar menyesali hilangnya nyawa dia tidak pernah tahu kapan harus
secara mengerikan di kalangan sanak mengakhiri percakapannya secara tepat
saudara dekatnya itu, semua ini seakan- (Carey 1992:233, 411 catatan 68). Kelak,
akan mengisyaratkan akhir tragis dari satu ketika pelaut Inggris yang punya banyak
persaingan politik yang merentang sejak bekas luka bertempur, Laksamana Madya
pemerintahan Sultan Ketiga. Panular yang (Vice Admiral) Sir Samuel Hood

Page 35 of 278
(1762-1814) melakukan kunjungan singkat pemerintahan Sultan Ketiga, juga
ke Yogya pada Juli 1814, Panular membuat menunjukkan bahwa dia sungguh
Residen Inggris, John Crawfurd (menjabat, mengapresiasi bentuk-bentuk seni tersebut.
1 8 11 - 1 8 1 4 / 1 8 1 6 ) , secara pas Lebih jauh lagi, Babad Panular menekankan
membandingkannya dengan raja-raksasa, betapa pentingnya pertunjukan seni ini
Prabu Dasamuka (Rawana), yang untuk menegaskan otoritas seorang
menyimpan lima jimat (‘aji pancasona’) penguasa baru. Pementasan drama wayang
dalam tenggorokannya, yang wong yang panjang, yang sering ditulis atau
memungkinkannya bangkit dari kematian dikoreografi sang raja sendiri, merupakan
dalam peperangan dengan cara ajaib salah satu cara untuk membuat sanak
menyambung kembali kepala dan tubuhnya keluarganya (putra sentana) dan para
(Carey 1992:377, 510 catatan 538). pejabat keraton terkesan dengan talenta
Akhirnya, Panular, yang mengingat kreatif raja dan sensibilitas artistiknya yang
keberaniannya yang tidak memikirkan istimewa (Carey 1992:466 catatan 316).
dirinya sendiri pada waktu Putra Mahkota Dengan demikian Panular mencatat bahwa
ditangkap sebagai tawanan di Loji Wétan dia setuju soal bagaimana putra
(Benteng Vredeburg), berkomentar bahwa menantunya suka sekali menghidupkan
tindakannya agak mirip dengan Patih kembali kreasi-kreasi Sultan Pertama di
Prahastha yang setia, yang memohon bidang seni tari, khususnya tarian sakral
kepada Batara Guru untuk menyelamatkan bedaya dan wayang wong (Carey
hidup tuannya, Dasamuka, dengan 1992:336). Menurut pangeran itu, ini
menawarkan dirinya sendiri sebagai mewakili intisari dari pencapaian
penggantinya (Carey 1992:339, 487 kebudayaan dan dia selalu mendorong
catatan 409). Referensi-referensi itu Sultan Ketiga itu untuk mengambil mereka
biasanya tepat dan menyentuh, sebagai contoh.
menunjukkan bahwa pengarangnya
8. Hidup religius Panular dan
seseorang yang luar biasa fasih dalam
persentuhan dengan Islam
pengetahuan pewayangan.

Pada tingkat yang lebih pribadi,


Bagian-bagian lainnya memberi
jelaslah bahwa Panular taat secara religius
kesan bahwa Panular juga kenal dengan
dan punya keterlibatan nyata kepada iman
sastra Islam Jawa seperti epik Ménak Amir
Islamnya. Ternyata dia hafal dan dapat
Hamza yang juga menjadi favorit
mengutip ayat-ayat Al Quran (Carey
Diponegoro (Carey 1992:341,487 catatan
1992:299, 457 catatan 276), dan dengan
414). Deskripsinya yang jelas akan wayang
bangga menyebutkan bahwa dia sudah
wong, wayang topeng, pertunjukan serimpi
menyelesaikan satu masjid pribadi dengan
dan bedaya di Keraton Yogya selama
Page 36 of 278
satu surambi tertutup dan balumbang untuk keras seorang ahli Islam Jawa, S. Soebardi,
ritual wudhu sebelum sembahyang yang dia yang dengan keras membantah untuk
bangun di dekat kediamannya (Carey semakin besar penyerapan ‘ortodoksi’ Islam
1992:356). Pada waktu ibu-angkatnya, ke dalam tradisi keraton yang mulai merosot
Bendoro Raden Ayu Srenggoro, sakit parah dan semakin pentingnya ketaatan pada Islam
pada November 1814, tampaknya Panular sebagai satu bagian intrinsik dari identitas-
memberi beliau semacam “jampi saking diri orang Jawa pada tahun-tahun sebelum
Allah”, mungkin air zamzam dari mata air Perang Jawa (1825-30) (Soebardi
suci terkenal di dataran Arafat dekat Mekah 1971:331-49).
yang sering dibawa kembali oleh orang
9. Selera humor Panular
Jawa yang naik haji (Carey 1992:389, 410
catatan 60, 521 catatan 588). Di seluruh Di samping sisi yang serius ini,
babad itu juga ada berbagai kesempatan Panular tampaknya juga punya selera
ketika Panular tergerak untuk mohon humor yang tajam, berkali-kali dibubuhi
berkah dari Allah, Nabi Muhammad dan ironi yang cekatan. Maka, kakaknya yang
Wali-wali Islam, serta nenek moyang eksentrik, calon haji Pangeran Mohammad
ayahnya yang dihormati bagi mereka yang Abubakar (sekitar 1765-1826), biasanya
dia kasihani (Carey 1992:225-26, 265, diacu dalam babad itu dalam nada sindiran
382-83). Di lain kesempatan, waktu dia dan digambarkan sebagai seorang bodoh
merasa mendapat cobaan berat atau yang tidak becus. Dalam pupuh pertama dia
terancam secara pribadi, dia diperkenalkan tengah memohon untuk ganti
menggambarkan bagaimana dia baju karena jubah haji yang dikenakannya
mempercayakan dirinya sendiri kepada melambai-lambai sehingga mudah terlihat
Allah (pasrahing Allah), karena ia merasa oleh para penembak Inggris dari benteng.
pasti bahwa ia akan mendapat Kemudian, ketika disediakan baju Jawa
penghiburan dan perlindungan ilahi yang lebih masuk akal, ternyata dia tidak
(Carey 1992:207, 226, 299). Semua detail bisa mengenakan itu semua di depan
tersebut menggambarkan seseorang, yang pengawal perempuan atau prajurit èstri
mungkin mencerminkan kalangan orang Sultan. Akhirnya dia harus menyatakan
sezamannya, yang benar-benar takut kepada dengan gaya jera bahwa konsep yang dulu
Allah dan taat kepada Islam. Sikap dari dibanggakannya tentang pakaian yang
lingkaran keraton Jawa tengah-selatan mencolok untuk (prang sabil) melawan
kepada Islam selama periode ini Inggris ini tidak sesuai (Carey 1992:209,
(1812-1816) merupakan satu subjek yang 400 catatan 5). Kelak dalam babad itu,
masih membutuhkan riset yang lebih waktu mendiskusikan tentang upaya
terperinci. Kita ingat disini pembantahan setengah-hati Abubakar dalam menyiapkan

Page 37 of 278
perjalanannya ke Mekah, sekali lagi dia berpura-pura takut menolak kembali ke
dibuat terlihat konyol, karena ditunjukkan posnya di dinding bermenara keraton
sebagai seseorang yang lebih prihatin soal dengan menyatakan bahwa nyawanya
posisi keuangannya dan basa-basi pamit hanya satu bukan tujuh dan dia tidak akan
secara resmi kepada Sultan daripada suatu dianugerahi pangkat bupati untuk jerih
keterlibatan murni kepada iman Islamnya payahnya (Carey 1992:206). Sementara
(Carey 1992:290-92). Hal yang sama juga itu, ketika beberapa pangeran dari keraton
terjadi dengan acuan Panular yang kasar tergesa-gesa lari, adik Panular yang
kepada ulama Yogya yang disamakan bongkok (? menderita polio), Pangeran
dengan kelompok sosial lainnya sebagai Diposono (lahir 1778-meninggal dalam
langsung bertanggung jawab untuk pengasingan di Ambon pasca-1822),
keruntuhan moral Yogya menghadapi diceritakan sedang diangkat begitu saja ke
invasi asing. Orang-orang itu, yang sudah atas tangga oleh para pengikutnya, dan
mendapatkan kemasyhuran oleh mendarat ting gedebug di sisi lain tembok
pendidikan mereka, digambarkan oleh keraton dan bergegas lari bahkan tanpa
Panular sebagai sekadar “kanthong lir berhenti untuk mengambil kerisnya yang
watak sudagar”, mengantongi uang jatuh (Carey 1992:221-22).
seperti pedagang, dan jika mereka akan
Kelak, di Benteng Vredeburg, dalam
mendapatkan uang, mereka akan berjuang
satu adegan yang diamati secara luar
mati-matian untuk itu, tanpa peduli
biasa, kedua pesaing untuk Kesultanan
mendepak teman-temannya (Carey
Yogya, Putra Mahkota (kelak Sultan
1992:267, 434 catatan 168). Tampaknya
Hamengku Buwono III) dan Paku Alam I,
sang pengarang bisa mengenali kalau
digambarkan duduk berdampingan,
melihat kecurangan! Memang, deskripsi
dengan sengaja saling mengabaikan,
dari komunitas agama itu begitu
“seperti perempuan dengan sesama istri
menggigit sehingga orang bisa mengira
baru yang baru saja ditinggalkan oleh
bahwa Panular punya satu kapak khusus
lelaki mereka” (Carey 1992:227).
untuk menggerus ulama kalau belum
Akhirnya, ketika upacara penobatan Putra
mengenali iman pribadinya yang tidak
Mahkota selesai dan Raffles maju untuk
diragukan lagi.
secara resmi memeluk sang raja baru,
Kalau berurusan dengan tokoh-tokoh gerakan kedua lelaki yang berciuman ala
dari seksi lain masyarakat, rasa humor kadarnya itu diacu oleh Panular sebagai
Panular juga bersifat ironis, kadang tajam, lir puyuh têtarungan, burung puyuh
kadang jenaka. Jadi, dalam pupuh pertama bertarung (Carey 1992:264). Ujung-
ada satu adegan ‘kasar” dengan seorang ujungnya, pada akhir babad itu (Mei
Lurah Kěstabel (opsir artileri Jawa) yang, 1816), selama pernikahan Sultan Keempat
Page 38 of 278
yang masih bocah dengan seorang putri cocok dengan situasi, dan cepat melihat
dari Patih Yogya yang terbunuh, Danurejo kelucuan bahkan dalam situasi yang paling
II (menjabat: 1799-1811), para kerabat resmi. Tentu saja, dengan tujuan merasakan
kerajaan digambarkan bergegas maju ke kepenuhan kekayaan naskahnya, karya itu
depan, masing-masing ingin sekali menjadi harus dilantunkan dalam sekar macapat
yang pertama memberi selamat kepada raja seperti yang maksud aslinya, karena hanya
itu, seperti orang kebanyakan yang berebut dengan begitu maka irama onomatopea, frasa
mengambil uang picis yang dilemparkan aliteratif dan pasemon-nya, sindirannya, bisa
sebagai sumbangan raja pada upacara- diapresiasi secara memadai. Tetapi bahkan
upacara (Carey 1992:397, 527). Jadi, yang jika dibaca habis begitu saja oleh seorang
menggelikan adalah bahwa orang-orang pembaca yang kurang bisa mengapresiasi
yang berpangkat tinggi dan kuat itu tanpa puisi Jawa yang halus itu, suatu kelenturan
ampun diejek sebagai mereka yang dan kekayaannya sebagai satu karya sastra
berkedudukan kurang tinggi. yang dilantunkan masih bisa sekilas
dirasakan. Jadi karya ini menjadi satu sumber
Nada yang kaya akan humor dan ironi
yang kaya bagi mahasiswa sastra Jawa pada
inilah yang menghidupkan seluruh karya itu,
awal abad ke-19, terutama mereka yang
kalau tidak, deskripsinya yang angkuh ini
tertarik dalam penulisan babad khas gaya
akan mendapat semacam bingkai yang pedas.
Yogya.
Orang merasa bahwa Panular seharusnya
menjadi dalang yang hebat karena jelas Panular jelas bukan pujangga yang
dirinya punya bakat narator dengan bahasa. setara dengan sastrawan Surakarta seperti
Ia selalu mampu mengubah nadanya agar Raden Ngabehi Ranggowarsito (1802-73),

Page 39 of 278
Mangkunegoro IV (bertakhta, 1853-81) dan dimungkinkan. Baru kemudian akan muncul
kedua Yosodipuro,1 tetapi dia tidak satu gambaran yang lebih bulat dari evolusi
kekurangan bakat sastra. Memang, sastra Jawa modern. Karena, mungkin Panular
kerendahan hatinya sebagai seorang lebih ingin diingat sebagai seorang pengarang,
sastrawan membuatnya menarik. Dari apa dan bukan seorang politisi.
yang kita ketahui tentang Keraton Yogya
Kesimpulan
pada periode ini, ada banyak orang seperti
dia, raja maupun pangeran, yang iseng-iseng Satu prawacana pendek semacam ini
menekuni kesenian dan sastra sebagai hobi hanya dapat memberi petunjuk soal betapa
yang pantas bagi seorang Jawa (satria, Babad Panular begitu kaya sebagai satu
bangsawan) tanpa bertujuan mencari sumber historis untuk mahasiswa yang
ketenaran atau pengakuan.2 Sampai sekarang, mendalami sejarah Jawa pada awal abad
menurut perkiraan penyunting buku ini, jauh ke-19. Sejarawan masa depan pasti tidak ragu
terlalu banyak perhatian yang sudah diberikan menggalinya dalam cara mereka sendiri
kepada karya pujangga Surakarta yang lebih menurut minat khusus dan bidang studi
terkenal, sedangkan perhatian terlalu sedikit mereka. Kelas, babad Jawa lainnya dari
bagi produksi lebih bersahaja dari sesama periode yang sama—termasuk mungkin tiga
mereka yang dari Yogyakarta. Kalau jilid Babad Inggris yang menarik—agar
ketidakseimbangan ini diatasi, barulah arti memberikan satu pemahaman baru pada
penting apresiasi yang memadai dari para pandangan orang Jawa tentang pendudukan
penulis semacam Panular yang ironis itu dan Inggris yang hanya sebentar dan akan
penulis sesamanya di Keraton Yogya bisa menempatkan Babad Panular dalam konteks.

1 Untuk satu diskusi tentang arti penting pujangga Surakarta ini, lihat Soebardi, 'Raden Ngabehi Jasadipura I, Court
Poet of Surakarta. His Life dan his Works', Indonesia no. 8 (Okt. 1969), hlm. 99-112; Id., 'Prince Mangku Negara IV. A
Ruler dan a Poet of 19th Century Java', Journal of the Oriental Society of Australia, jilid 8 no. 1/2 (Des. 1971), hlm.
28-58; Id., The Book of Cabolek (The Hague, 1975), hlm. 17-26; M.C. Ricklefs, Modern Javanese Historical Tradition,
A Study of an Original Kartasura Chronicle and Relaxed Materials (London: Oxford University Press, 1978). hlm.
211-18; dan Day, 'Meanings of Change', hlm. 167ff. Yosodipuro I (1729-1803) dan putranya, Yosodipuro II (kelak
Raden Tumenggung Sostronegoro) (ft 1790-1820), aktif selama pemerintahan PB III (1749-88) dan PB IV
(1788-1820).

2 Lihat Carey 1992:404 catatan 29 tentang putra HB I, Pangeran Kusumoyudo, seorang seniman dan penulis minor;
catatan 316 babad itu (tentang aktivitas sastrawi/kesusastraan HB III waktu beliau masih Putra Mahkota); Pigeaud,
Literature of Java, jilid II, hlm. 417 sub: `LOr 6789’ (tentang versi dari Serat Rama yang ditulis oleh putra HB II,
Pangeran Joyokusumo [kelak Pangeran Ngabèhi] (sekitar 1787-1829); dan LOr 8987 no. I, R. Prawirawinarsa dan R.
Arya Jayengpranata, Babad Alit, pt. 21 (tentang ‘kelanjutan’ dari lingkaran dongeng romantik Jawa Timur yang populer,
Damar Wulan, oleh Raden Ronggo Prawirodirjo III [sekitar 1779-1810; menjabat sebagai Bupati Wedana Yogya di
Madiun, 1796-1810], yang jelas menggabungkan tanggung jawab politiknya yang berat dengan minat sastrawi [inggih
punika ingkang nyambĕti Sĕrat Damarwulan wiwit Damar Wulan bégal]). Untuk diskusi lebih jauh dari kegiatan
sastrawi dari istana Yogya selama periode ini, lihat Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan
Lama di Jawa, 1785-1855 (Jakarta: KPG, 2012), Bab. 2.

Page 40 of 278
Tetapi tampaknya agak mustahil bahwa satu keraton yang dihancurkan oleh trauma
Babad ini akan tersaingi oleh kronik Jawa Perang Jawa (1825-30). Jadi babad ini
lainnya sebagai sumber kontemporer untuk memetakan nasib satu masyarakat di ambang
tahun-tahun tersebut. Ini karena tidak ada era yang baru; satu masyarakat yang tidak
naskah Jawa lainnya dari periode tersebut hanya penuh kesangsian akan masa depan,
yang ditulis dalam zaman yang sama dengan tetapi juga memelihara banyak kemegahan
peristiwa yang tengah mereka deskripsikan, budaya masa lalu.
juga tidak ada satu pun naskah (sejauh yang
diketahui) yang berupa manuskrip asli yang Daftar Pustaka
tanggalnya bisa dipastikan berasal dari Carey, Peter 1992
The British in Java, 1811-1816. A
sebelum 1816. Jadi, pada titik tertentu,
Javanese Account. Oxford: OUP untuk
Babad Panular cukup unggul sebagai The British Academy.
pembanding untuk banyak sekali sumber
Louw, P.J.F. and E.S. de Klerck 1894-1909.
Inggris dari periode yang sama. Untuk De Java-Oorlog van 1825-1830. ’s-
pertama kalinya, naskah babad ini Gravenhage: Nijhoff / Batavia:
Landsdrukkerij. Enam jilid.
memberikan sudut pandang yang baru,
mengutamakan keprihatinan khusus Poensen, C. 1905
‘Amăngku Buwånå II (Sĕpuh);
masyarakat Jawa dan membantu
Ngayogyåkarta’s Tweede Sultan (naar
memperbaiki posisi tidak seimbang antara Aanleiding van een Javaansch
sejarah penjajah dan sejarah yang dijajah di Handschrift)', Bijdragen tot de Taal-,
Land- en Volkenkunde 58:73–346.
Indonesia.
Roeder, O.G. 1970
Dalam meninjau pentingnya sejarah The Smiling General; President Soeharto
of Indonesia. Djakarta: Gunung Agung.
Babad Panular, aspek tertentu lainnya juga
menonjol. Pertama, ini adalah satu babad Soebardi 1971
keluarga yang mengandung ketakutan dan `Santri-Religious Elements as Reflected
in the Book of Tjentini', Bijdragen tot de
aspirasi dari seorang pangeran senior yang Taal-, Land- en Volkenkunde, 127.3:
dekat dengan pusat kekuasaan di Yogya 331-49.
dalam satu masa singkat setelah 1812.
Kedua, dan mungkin yang paling penting,
babad ini memberikan satu wawasan akan
tantangan dari pihak Inggris kepada rasa
percaya diri dan identitas masyarakat Jawa
selama satu periode penuh perubahan pesat,
sosial politik dan ekonomi. Ketiga, ini suatu
sumber yang kaya akan informasi tentang
kepribadian, kebudayaan dan masyarakat dari
Page 41 of 278
Raffles, Naskah Kitab Hukum, 

dan Rekayasa Sosial 

Terhadap Penduduk Jawa Tahun 1814


Hazmirullah, Titin Nurhayati Ma’mun, Reiza D. Dienaputra, dan U. Sudjana

ABSTRAK untuk memaksimalkan pendapatan Inggris dari


Pulau Jawa.
Naskah Kitab Hukum (koleksi British Library
Mss. Eur. D.742/1, ff. 155-166) merupakan Kata Kunci: Raffles; Naskah Kitab Hukum,
salah satu naskah penting dalam perjalanan Rekayasa Sosial; Jawa.
sejarah sistem peradilan di Indonesia. Naskah
itu diterbitkan oleh Thomas Stamford Raffles
pada tanggal 11 Februari 1814 karena, pada
Pendahuluan
masa-masa awal bertugas sebagai Letnan-
Gubernur Jawa dan Wilayah-wilayah
taklukannya, ia menyaksikan bahwa sistem Pada 1814, tahun ketiga masa
peradilan di Pulau Jawa diselenggarakan secara pemerintahan sementara Inggris di Pulau
rumit dan membingungkan serta dijalankan Jawa, Thomas Stamford Raffles, Letnan
dengan hukum Romawi secara merepotkan.
Gubernur Jawa dan Wilayah Jajahannya,
Di dalam artikel ini, kami terlebih dahulu akan memutuskan untuk menerbitkan sebuah
mengkaji Naskah Kitab Hukum secara filologis
peraturan tentang penyelenggaraan
dan difokuskan pada kajian kodikologi.
Selanjutnya, kandungan naskah tersebut administrasi kepolisian dan peradilan.
didialogkan dengan sumber-sumber sejarah, Naskah peraturan yang diterbitkan Raffles
terutama yang berhubungan dengan sistem
itu kini menjadi bagian dari koleksi British
peradilan di empat “pusat kebudayaan” Pulau
Jawa, yakni Kesultanan Yogyakarta, Library, diberi kode Mss. Eur. D.742/1, ff.
Kasunanan Surakarta, Kesultanan Cirebon, dan 155-166, dan ditulis dalam bahasa Melayu
Kesultanan Banten. Di dalam analisis, kami
dengan menggunakan aksara Jawi (Arab
juga menggunakan teori sociological
jurisprudence dan teori terjemahan. Melayu). Kami memperoleh “salinan”
digital naskah tersebut melalui situs web
Hasil penelitian menunjukkan, Raffles
menjadikan Naskah Kitab Hukum sebagai www.bl.uk. Di bagian keterangan di situs
sarana untuk rekayasa sosial terhadap web itu, disebutkan bahwa naskah tersebut
penduduk Jawa. Hal itu dapat dilihat
merupakan “hasil terjemahan dalam bahasa
setidaknya melalui tiga hal. Pertama, proses
legislasi sebelum penerbitan regulasi itu. Melayu terhadap Peraturan tentang
Kedua, akomodasi terhadap sejumlah aturan Kepolisian dan Peradilan, ditandatangani
yang sejak lama berlaku di masyarakat Jawa.
dan dicap oleh Raffles, Letnan Gubernur
Ketiga, domestikasi berbagai istilah hukum
yang tidak familiar di telinga penduduk Jawa. yang terhormat atas Pulau Jawa dan
Selain itu, ternyata, penerbitan regulasi takluknya, ditulis di Jawa pada tanggal 11
tersebut juga merupakan bagian dari upaya
Februari 1814”. Pernyataan itu juga
Page 42 of 278
ditegaskan melalui tulisan berbunyi ”Malay dengan hukum Romawi secara merepotkan
Translation of the Police & Judicial (Raffles, 1814: 156). Sementara di bagian
Regulations” yang terdapat di bagian pembuka regulasi itu (baris ke-3 dan ke-4),
belakang naskah (166 verso). Selanjutnya, dinyatakan bahwa Naskah Kitab Hukum
kami akan menyebut naskah itu sebagai ditulis –hatta diterbitkan dan disebarluaskan
Naskah Kitab Hukum, sesuai dengan dengan —untuk dua tujuan. Pertama, “supaya boleh
teks yang terdapat di baris ketiga naskah dapat pegang pekerjaan hukum dengan
tersebut, yakni “Bahwa dari sebab Tuan lekas dan patut dalam jajahan2 pulau ini”.
Letnan Gurnadur Yang Terhormat dalam Kedua, “memberi tahu kepada sekalian
Perhimpunan Raad telah timbang- pasak2 negeri kebetulannya dan
menimbang wajib menetapkan satu kitab pekerjaannya supaya mereka itu boleh dapat
hukum yang betul dan adil...”. mengerti dan boleh dapat keteguhan dan
yakin dengan sempurna akan hal dirinya
Penerbitan regulasi itu didasarkan
sendiri dan harta bendanya”.
kepada keinginan Raffles untuk memastikan
bahwa proses peradilan, khususnya terhadap Berdasarkan latar belakang dan tujuan
kalangan pribumi di Pulau Jawa, penerbitan Naskah Kitab Hukum, kami
dilaksanakan secara adil. Hal itu diperlukan berpendapat bahwa Raffles hendak
sebagai jaminan bagi Inggris untuk menjalankan rekayasa sosial (social
memaksimalkan pengelolaan potensi engineering) terhadap penduduk pribumi
pendapatan Inggris dari Tanah Jawa. Raffles Jawa; sementara rekayasa sosial merupakan
mengungkapkan, sebagaimana termaktub di pusat dari teori sociological jurisprudence.
dalam sebuah laporannya kepada Lord Rekayasa sosial (social engineering)
Minto, Gubernur Jenderal East India didesain sebagai upaya untuk menciptakan
Company, bahwa pada masa-masa awal keseimbangan dan harmoni dari berbagai
bertugas, ia menemukan kenyataan bahwa konflik kepentingan yang ada di dalam
sistem peradilan di Pulau Jawa masyarakat. Hal itu didasarkan atas
diselenggarakan secara rumit dan pemikiran bahwa hukum merupakan sarana
membingungkan. Pengadilan didirikan di yang dapat digunakan untuk membentuk
sejumlah kota utama, tetapi dijalankan masyarakat dan mengatur perilaku manusia.


Page 43 of 278
Gambar 1. Halaman depan dan belakang Naskah Kitab Hukum Raffles
(Mss Eur D.742/1, f. 155r dan Mss Eur D.742/1, f. 166r)

masyarakat. Oleh karena itu, pusat


Teori Sociological Jurisprudence perkembangan hukum terletak pada
masyarakat itu sendiri, bukan pada badan-
Sociological jurisprudence termasuk
badan legislatif, keputusan-keputusan badan
ke dalam mazhab hukum sosiologis, aliran
yudikatif, ataupun ilmu hukum. Namun, tata
yang marak digunakan oleh kalangan ahli
tertib dalam masyarakat didasarkan pada
hukum sejak awal abad ke-20. Soekanto
peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh
(2016: 42) menyatakan, aliran sociological
negara.
jurisprudence dipelopori oleh Eugen Ehrlich
(1826-1922), ahli hukum berkebangsaan Belakangan, sociological jurisprudence
Austria, melalui karya masyhur berjudul berkembang dan menjadi populer di
Fundamental Principles of the Sociology of Amerika Serikat, terutama berkat jasa
Law (1913). Ajaran Ehrlich berpokok pada Roscoe Pound (1870-1964). Ia menjadi
pembedaan hukum positif dan hukum yang pemimpin mazhab sosiologis yang diakui di
hidup (living law). Menurut dia, hukum Amerika selama lebih dari setengah abad.
positif hanya akan efektif apabila selaras Pound memahami hukum, secara kodrati,
dengan hukum yang hidup di dalam dalam tiga arti. Pertama, ”bentuk khusus
Page 44 of 278
pengendalian sosial dalam organisasi (working of law) daripada kandungan
masyarakat yang dikembangkan secara abstrak (abstract content) produk-produk
politis” diperoleh dengan penerapan hukum. Menurut mereka, hukum selayaknya
kekuatan masyarakat tersebut (”a highly dipelajari dalam konteks tindakan, bukan
specialized form of social control in a melulu didasarkan kepada buku teori
developed politically organized society” (textbook). Tak heran, para penganut aliran
obtained by the application of force of that sosiologis berkonsentrasi terhadap studi
society). Kedua, kumpulan panduan hukum dalam hubungannya dengan
otoritatif untuk mengambil keputusan (a masyarakat. Menurut Pound (1912: 516),
body of authoritative guides to decision). para penganut aliran sosiologis menekankan
Ketiga, proses yudisial dan administratif, di perhatian terhadap tujuan-tujuan sosial yang
mana panduan-panduan untuk mengambil disediakan oleh hukum, bukan pada sanksi.
keputusan itu dikembangkan dan diterapkan Oleh karena itu, mereka mendorong agar
dengan teknik-teknik otoritatif seturut cita- pedoman hukum (legal precepts) hanya
cita otoritatif yang diterima (a judicial and dianggap sebagai panduan untuk hasil-hasil
administrative process, in which the guides yang bersifat sosial sekaligus menimimkan
to decision are developed and applied by produk hukum yang tak fleksibel. Satu ciri
authoritative techniques, in the light of utama pendekatan ini adalah penelaahan
received authoritative ideals). Oleh karena terhadap dampak dari hubungan saling
itu, ia mendefinisikan hukum sebagai memengaruhi antara hukum dan masyarakat
“pengalaman yang disusun dan (the effect of law and society on each other).
dikembangkan dengan berbagai alasan, Hal itu lantaran hukum dianggap sebagai
disebarluaskan secara otoritatif oleh badan sarana untuk mencapai kemajuan sosial (law
pembuat undang-undang atau organ-organ as an instrument of social progress). Dengan
pendeklarasian hukum di dalam masyarakat kata lain, menurut Singh (2016),
yang diorganisasikan secara politis, dan sosiological jurisprudence merupakan studi
didukung penuh oleh kekuatan masyarakat fungsional hukum yang diterapkan terhadap
tersebut (Law is experience organized and masalah-masalah sosial konkret dalam
developed by reason, authoritatively rangka menjadikan hukum sebagai sarana
promulgated by the lawmaking or law- pengendalian sosial yang efektif untuk
declaring organs of a politically organized menyelaraskan konflik kepentingan
society and backed by the force of that antarindividu di dalam masyarakat.
society) (Pound, 1944: 62 dalam Gardner,
Kandungan Naskah Kitab Hukum
1961: 12; McManaman, 1958: 13).

Naskah Kitab Hukum yang memuat


Para ahli hukum yang menganut aliran
173 pasal dan secara umum, mengatur dua
ini berkonsentrasi terhadap kerja hukum
Page 45 of 278
hal, yakni (1) struktur peradilan dan (2) turut dua kuasa adanya” (155 recto; Perkara
tugas pokok dan fungsi badan-badan Ke-5; baris ke-23).
peradilan (beserta para pejabatnya). Satu hal
Setelah itu, Naskah Kitab Hukum
yang menjadi catatan penulis, Raffles tidak
memuat tugas pokok dan fungsi para pejabat
memisahkan tugas antara pemegang kuasa
kewilayahan secara berjenjang, dimulai dari
eksekutif dan yudikatif, sebagaimana
kepala desa (dengan berbagai sebutannya,
berlaku di Indonesia saat ini. Seorang
seperti petinggi, bekel, lurah, kuwu, dan
residen, misalnya, selain menjalankan tugas
mandor). Terdapat 18 perkara (Perkara ke-7
eksekutif (pemerintahan), juga mengemban
hingga ke-24) yang mengatur tugas-tugas di
tugas yudikatif selaku hakim (ketua
bidang kepolisian untuk menjaga keamanan
pengadilan). Demikian pula para pejabat di
dan ketertiban masyarakat. Tugas itu
bawahnya, yakni bupati dan kepala divisi.
melekat pada diri para kepala desa dan
Meskipun demikian, Naskah Kitab aparat kepolisian. Para kepala desa
Hukum tidak langsung berbicara tentang berkewajiban menerima dan menjalankan
sistem peradilan serta tugas pokok dan semua perintah --yang diturunkan secara
fungsi badan-badan peradilan. Enam pasal berjenjang dari gubernemen kepada residen,
pertama menjelaskan tentang “ketentuan bupati, dan kepala divisi—hatta
umum” yang terkait dengan pembagian menyebarluaskannya kepada rakyat.
kekuasaan secara berjenjang, mulai dari Selanjutnya, mereka bertanggung jawab
residen, bupati (kepala jajahan, kepala terhadap keamanan dan kedamaian wilayah.
distrik), kepala divisi (kepala bahagian Para kepala desa juga wajib membuat daftar
kecil), hingga kepala desa (kepala penduduk secara lengkap (tentang nama,
kampung). Dijelaskan bahwa tiap-tiap umur, tempat tinggal, mata pencaharian,
keresidenan akan dibagi ke dalam sejumlah ciri-ciri fisik, dan jumlah populasi) serta
kabupaten, disesuaikan dengan luas wilayah, memperbaharuinya setiap enam bulan.
jumlah penduduk, atau seturut adat yang Selain itu, bersama pejabat polisi, para
berlaku sejak dulu. Selanjutnya, wilayah kepala desa berwenang menangkap orang
kabupaten akan dibagi-bagi lagi menjadi yang secara nyata (disertai bukti ataupun
sejumlah divisi. Di dalam Naskah Kitab pengaduan) telah berbuat jahat. Disebutkan
Hukum, dicantumkan ketentuan secara jelas pula bahwa para kepala desa berhak
bahwa luas tiap-tiap divisi tak boleh kurang mendapat upah berupa sepenggal tanah dan
dari 10 pal, tetapi tak boleh lebih dari 20 jaminan bantuan (yang diperlukan) dari
pal. Selain itu, dinyatakan pula bahwa batas pemerintah.
setiap divisi adalah desa terluar, tidak
Berikutnya, terdapat 33 pasal yang
melulu berpatokan kepada luas wilayah,
memuat tugas pokok dan fungsi kepala
“supaya orang2 dalam satu desa2 jangan
Page 46 of 278
divisi (Pasal ke-25 hingga ke-57). Selain sebagian kecil yang diserahkan kepada
bertanggung jawab terhadap urusan Pengadilan Divisi-- merupakan wewenang
administrasi pemerintahan dan kepolisian, Pengadilan Residen (Raad Residen).
tiap-tiap kepala divisi juga menyandang
Pada tingkatan berikutnya, residen
kuasa yudikatif. Di dalam Perkara ke-47,
juga memiliki kuasa eksekutif dan yudikatif.
misalnya, disebutkan bahwa kepala divisi –
Terdapat 67 pasal (Perkara ke-84 hingga
bersama mantri dan pembantu lainnya—
ke-150) di dalam Naskah Kitab Hukum yang
harus berada di paseban (atau ruang terbuka)
mengatur ihwal tugas pokok dan fungsi
di kantor polisi, sekurang-kurangnya sekali
residen. Di dalam praktik persidangan,
dalam sepekan, untuk memeriksa dan
residen bertindak sebagai hakim tunggal.
menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi
Para bupati (atau patih) harus menghadiri
di wilayahnya. Walakin, kewenangan kepala
persidangan di Pengadilan Residen untuk
divisi terbatas pada kasus remeh-temeh,
memberikan pendapat dan/atau informasi
seperti pembagian air yang tidak merata,
yang dibutuhkan. Jaksa kepala dan penghulu
pelanggaran batas, dan perselisihan kecil
juga wajib hadir dan bertugas menjelaskan
yang lazim terjadi di tingkat desa. Kepala
tentang hukum, adat istiadat yang berlaku,
divisi pun berwenang menangani perkara
serta mengambil keterangan saksi.
utang piutang (perdata), tetapi dengan nilai
Sementara jaksa kabupaten (tempat
yang tak lebih dari 20 rupiah. Meskipun
kejahatan terjadi) bertindak sebagai
demikian, kepala divisi hanya boleh
penuntut umum. Selain itu, persidangan juga
menjatuhkan hukuman denda (itu pun tak
dihadiri oleh sejumlah pejabat lain, seturut
boleh lebih dari 10 rupiah), tidak berwenang
adat yang berlaku sejak dulu.
menangkap, apalagi memenjarakan
tersangka. Pengadilan Residen berwenang
menangani perkara perdata dan pidana, baik
Selanjutnya, Naskah Kitab Hukum
perkara original maupun perkara banding
memuat tugas pokok dan fungsi para bupati
dari pengadilan tingkat sebelumnya.
yang diatur ke dalam 26 pasal (Perkara
Walakin, untuk perkara perdata (utang
ke-58 hingga ke-83). Di tingkat kabupaten,
piutang), nilai uangnya tidak boleh kurang
gubernemen telah mendirikan pengadilan
dari 50 rupiah. Sementara untuk perkara
reguler dan dipimpin oleh bupati. Meskipun
pidana, Pengadilan Residen hanya
demikian, pengadilan di tingkat kabupaten
menangani perkara kriminal yang tidak
hanya diberi kewenangan menangani
diancam dengan hukuman mati. Soalnya,
perkara utang piutang (perdata) dengan nilai
semua tindak kriminal yang diancam
yang tak kurang dari 20 rupiah, tetapi tak
hukuman mati harus diserahkan kepada
lebih dari 50 rupiah. Sementara penanganan
Raad Sambang/Raad Keliling (Court of
semua perkara pidana (kriminal) --kecuali
Page 47 of 278
Circuit). Residen hanya berhak Satu hal yang membedakan Raad
memerintahkan pemenjaraan tersangka. Sambang dengan pengadilan-pengadilan
Aturan di dalam Kitab Hukum juga lainnya adalah kehadiran “pihak” yang
mengharuskan residen bertanggung jawab disebut juri. Di dalam Naskah Kitab Hukum,
terhadap pengelolaan rumah penjara. disebutkan bahwa juri beranggotakan lima
Setidaknya sekali dalam dua pekan, residen orang. Mereka haruslah paham betul ihwal
wajib berkunjung untuk memantau langsung perkara yang sedang ditangani dan memiliki
(juga menerima laporan) ihwal pelayanan pangkat sekurang-kurangnya setara dengan
kesehatan bagi para penghuni penjara dan kepala desa. Anggota juri yang memiliki
perilaku para sipir. Soal pelayanan pangkat paling tinggi secara otomatis
kesehatan, residen harus mendatangkan dijadikan sebagai koordinator. Dinyatakan
dokter keresidenan untuk memeriksa para pula bahwa pihak terdakwa dan penuntut
tahanan setidaknya sekali dalam sehari. berhak menerima atau menolak anggota juri,
Dokter pun harus menyampaikan laporan sebagaimana juga berlaku di pengadilan
bulanan kepada residen. Inggris. Di dalam pelaksanaan pengadilan,
Raffles –selaku Letnan Gubernur Jawa dan
Terakhir, Naskah Kitab Hukum
Wilayah Jajahannya— menjadi pengambil
mengatur ihwal tugas pokok dan fungsi
putusan akhir, terutama untuk dua hal.
Raad Sambang atau Raad Keliling (Court of
Pertama, ketika terjadi perbedaan pendapat
Circuit) dalam 21 pasal (Perkara ke-151
di antara para pelaksana peradilan. Kedua,
hingga ke-171). Pengadilan itu sebenarnya
hukuman yang dijatuhkan berupa penjara
tidaklah bersifat reguler, tetapi hanya
seumur hidup atau pembuangan.
diselenggarakan sekurang-kurangnya empat
kali dalam setahun. Pemimpin pengadilan Temuan dan Pembahasan
itu pun sebenarnya berstatus sebagai
Social engineering didesain sebagai
anggota Raad van Justitie di Batavia,
upaya untuk menciptakan keseimbangan dan
Semarang, atau Surabaya. Hanya, seorang di
harmoni dari berbagai konflik kepentingan
antara mereka ditugaskan untuk menggelar
yang ada di dalam masyarakat. Hal itu
persidangan di keresidenan-keresidenan
didasarkan atas pemikiran bahwa hukum
yang berada “di bawah naungan” tiap-tiap
merupakan sarana yang dapat digunakan
Raad van Justitie. Persidangan pun digelar
untuk membentuk masyarakat dan mengatur
di tempat yang biasa digunakan oleh
perilaku manusia. Oleh karena itu, melalui
residen. Setiap kali hakim Raad Sambang
teori sociological jurisprudence, Pound ingin
menggelar sidang, residen harus mencari
menjadikan hukum sebagai medium dinamis
tempat lain jika tiba waktu persidangan di
yang mampu mengakomodasi kohesi sosial
Pengadilan Residen.
dengan menggunakan berbagai macam cara

Page 48 of 278
(teknik) yang memungkinkan semua aspirasi 1. Proses Legislasi
masyarakat dapat terpenuhi dan terlaksana.
Sebelum menerbitkan aturan anyar
Untuk mencapai tujuan itu, perlu dilakukan
tersebut, Raffles terlebih dahulu
identifikasi dan proteksi terhadap berbagai
mengumpulkan banyak informasi, baik dari
kepentingan masyarakat dengan menerapkan
para pejabat kolonial maupun pejabat-
pendekatan aneka segi (multi-faceted) dan
pejabat pribumi, lalu mengonsultasikannya.
bertingkat (multi-staged). Itulah yang ia
sebut sebagai teori kepentingan (theory of ‘Setelah menempuh beberapa perjalanan
interest). Menurut Pound, kepentingan menyusuri pulau (Jawa), saya dapat
adalah ”tuntutan dan kehendak yang mengumpulkan informasi yang sangat
manusia --baik secara individu maupun banyak; dan balasan sejumlah residen
kelompok—berusaha untuk atas surat saya, membuat saya memiliki
memperolehnya”. Kepentingan tersebut bahan, cukup memadai untuk meletakkan
harus dilindungi secara hukum dengan dasar-dasar sebuah peraturan umum
memberikan kepadanya status sebagai hak mengenai masalah ini’ (Raffles, 1814:
hukum (legal right). Dengan demikian, 155).
tujuan utama konsep social engineering
adalah: “to construct as efficient a structure Raffles memang rutin berkunjung ke

of society as possible which requires the daerah. Pada bulan Desember 1811, dua

satisfaction of wants with the minimum of bulan setelah menjabat letnan gubernur, ia

friction and waste resources. It means Law mengunjungi Kesultanan Yogyakarta “untuk

should work for balancing of competing menetapkan hubungan di antara kedua

interest within the society for the greatest pemerintahan dalam sebuah perjanjian..”.

benefit. Pada bulan Mei 1812, ia berada di Cirebon


(Thorn, 2004: 122, 165). Empat bulan
Dalam konteks penerbitan Naskah kemudian, Raffles berkunjung ke ujung
Kitab Hukum, rekayasa sosial yang timur Pulau Jawa (Raffles, 1814: 28). Tak
dilakukan Raffles terhadap masyarakat Jawa hanya itu, ia pun menerima laporan dari
dapat dilihat setidaknya dari tiga hal. David Hopkins dan John Crawfurd.
Pertama, proses legislasi sebelum penerbitan Kalakian, Hopkins menduduki jabatan
regulasi. Kedua, akomodasi terhadap kohesi Komisaris untuk Mengurusi Pendapatan di
sosial penduduk Jawa di dalam regulasi. Tingkat Distrik, sedangkan Crawfurd
Ketiga, domestikasi berbagai istilah hukum menjabat Residen Yogyakarta. Akan tetapi,
yang tidak familiar di telinga penduduk di dalam laporan untuk Lord Minto, Raffles
Jawa. hanya menyitat laporan Hopkins.
Dinyatakan bahwa penduduk Jawa memang

Page 49 of 278
sudah memiliki aturan-aturan hukum yang menyeluruh dan tidak memihak di serata
dinilai sudah sangat baik. Mereka Pulau Jawa. Hal itu ditujukan untuk
memadukan adat yang diwariskan oleh membimbing para pejabat pemerintah dalam
nenek moyang dengan nilai-nilai Islam, menjalankan tugas sekaligus melindungi
agama yang hadir kemudian. Akan tetapi, rakyat dari perlakuan tidak adil.
tak satu pun aturan hukum itu berlaku secara
“nasional”.
2. Akomodasi terhadap Kohesi Sosial
Kondisi itulah yang membuat Raffles Penduduk Jawa
merasa perlu menerbitkan regulasi untuk
Pada bulan September 1812, Raffles
semua penduduk Pulau Jawa sekaligus
berkunjung ke ujung timur Pulau Jawa. Di
penyempurna aturan-aturan yang semula
sana, ia merasakan kehidupan masyarakat
berlaku. Soalnya, tanpa perbaikan terhadap
yang masih alami karena tidak dicampuri
aturan-aturan mengenai peradilan dan
oleh kekuasaan Eropa dan minimnya
kepolisian, semua perubahan yang
pengaruh pemerintahan Islam. Raffles pun
dimaksudkan untuk mendukung industri
menemukan dua kebiasaan positif, yakni,
sekaligus menghapuskan penindasan serta
pertama, pemilihan kepala desa yang
tindakan kasar akan menjadi sia-sia belaka
dilakukan oleh masyarakat setempat. Kedua,
(Raffles, 1830: 320-321). Apalagi, seperti
kebiasaan ronda untuk mencegah terjadinya
dinyatakan di bagian sebelumnya, Raffles
pencurian. Belakangan, ia menemukan
menyatakan bahwa pada masa-masa awal
kenyataan serupa di Jepara, Juwana, daerah
bertugas, ia menemukan kenyataan bahwa
Sunda, Cirebon, dan Tegal. Tak heran jika
sistem peradilan di Jawa diselenggarakan
kemudian Raffles sampai pada kesimpulan
secara rumit (complicated) dan
bahwa:
membingungkan (confused). Pengadilan
didirikan di sejumlah kota utama, tetapi “...setiap desa (di Jawa) memiliki
dijalankan dengan formalitas hukum perangkat keamanan yang bagus, dan
Romawi yang menyusahkan. Di daerah- adanya hak bagi rakyat untuk memilih
daerah lain juga terdapat pengadilan tingkat pemimpin menunjukkan adanya
provinsi dan disebut Landraad. Akan tetapi, kebebasan. Hak untuk memilih yang
di sana, aturan dan hukum pribumi dibiarkan dimiliki penduduk desa, seperti yang
dipraktikkan dengan segala kebarbaran dan telah diamati, akan tampak pada suatu
penyiksaannya. Kenyataan itulah yang waktu menjadi umum di seluruh
membuat Raffles merasa perlu untuk pulau” (Raffles, 1830: 319).
memimpin penyusunan langkah-langkah
untuk membangun kepolisian yang baik dan
efisien serta administrasi peradilan yang
Page 50 of 278
Dua kebiasaan positif itu kemudian disebut sebagai pateh nagari yang secara
dimasukkan oleh Raffles ke dalam Naskah harfiah berarti ‘tiang atau penyangga
Kitab Hukum. Ketentuan tentang pemilihan negara’. Mereka ini bertugas memeriksa
kepala desa tertulis di dalam Pasal 7, bukti dan memberikan sudut pandang hukum
sedangkan tentang ronda termaktub di dalam terhadap pelanggaran yang terjadi. Oleh
Pasal 31. karena itu, putusan hukum yang dijatuhkan
merujuk kepada hasil pekerjaan mereka.
Merujuk kepada laporan Hopkins,
Sementara Pengadilan Jaksa terdiri atas
Raffles juga menyatakan bahwa penduduk
seorang Jaksa Kepala (sosok yang
Jawa sudah memiliki aturan-aturan hukum
merupakan pejabat hukum di lingkungan
yang dinilai sudah sangat baik, hasil
perdana menteri) dan para jaksa yang
perpaduan hukum-hukum adat yang
merupakan Kliwon (asisten) sehingga
diwariskan oleh nenek moyang dengan
membentuk sebuah majelis hakim (Raffles,
ajaran Islam. Pada umumnya, di ibu kota
1830: 310-311). Komposisi pengadilan
pemerintahan Pulau Jawa, terdapat dua jenis
semacam itu, termasuk kitab undang-undang
pengadilan, yakni Pengadilan Penghulu dan
yang berlaku sebelum kedatangan Belanda,
Pengadilan Jaksa. Kedua pengadilan itu
tak berubah hingga Inggris menguasai Jawa
berwenang menerima perkara banding dari
pada tahun 1811 (Raffles, 1830: 313).
pengadilan yang lebih rendah. Pengadilan-
pengadilan rendah itu, sesuai dengan Sebenarnya, kondisi itu telah berlaku
namanya, ada yang berada di bawah setidaknya sejak awal abad ke-17, ketika
yurisdiksi Demang (kepala subdivisi), ada VOC memulai perniagaan di Nusantara.
pula yang berada di bawah yurisdiksi Bekel Walakin, pada mulanya, maskapai dagang
(kepala desa/kampung). Akan tetapi, untuk Belanda itu hanya peduli terhadap urusan
pengadilan-pengadilan rendah itu, otoritas perdagangan. Tak heran, langkah pertama
Penghulu dan Jaksa tidak lebih dari yang ditempuh difokuskan terhadap
memeriksa bukti dan saksi (evidence) untuk penguasaan jalur-jalur perdagangan laut di
kemudian disampaikan kepada otoritas yang Hindia Timur, terutama di dua selat
lebih tinggi; menyelesaikan perselisihan strategis, yakni Selat Malaka dan Selat
kecil, dan menyelenggarakan upacara- Sunda. Hal itu lantaran maskapai dagang
upacara rutin keagamaan. Pengadilan Belanda tersebut tak mudah untuk
Penghulu senantiasa dilangsungkan di mendapatkan supremasi perniagaan karena
serambi (pelataran masjid), dengan sebuah harus bertarung dengan pusat-pusat
majelis yang terdiri atas penghulu kekuasaan di Hindia Timur dan para
(pemimpin ulama di masjid tersebut) dan pedagang bangsa Barat lainnya, terutama
empat anggota yang juga berfungsi sebagai Portugis dan Inggris. Oleh karena itu,
pejabat keagamaan. Keempat orang itu seluruh kekuatan VOC difokuskan di
Page 51 of 278
wilayah-wilayah pesisir, seperti Batavia, proses pengadilan di Cirebon. Disebutkan
Cirebon, dan Semarang. Akibatnya, dalam bahwa jika para jaksa (pemimpin Pengadilan
jangka waktu cukup lama, VOC sama sekali Karta atau Pengadilan Jaksa Pepitu) atau
tak tahu mengenai luas dan jenis harta penghulu (pemimpin Pengadilan Penghulu)
(Pulau Jawa) yang mereka duduki sejak awal tak menemukan kata sepakat, mereka harus
abad ke-17. Kompeni baru masuk wilayah menyerahkan perkara kepada sultan.
pedalaman pada paruh kedua abad ke-17, itu Selanjutnya, sultanlah yang akan
pun karena adanya keharusan untuk menjatuhkan vonis, tetapi menghindari jenis
berpihak di medan konflik kekuatan politik hukuman yang kejam, apalagi menyebabkan
pribumi (Breman, 2014: 14). cacat badan. Selain itu, sultan juga
dibolehkan menjatuhkan hukuman mati,
Tak dinyana, hal itu justru memberikan
tetapi harus melalui persetujuan pejabat
“bonus” untuk VOC. Betapa tidak, pada
Kompeni di Batavia (Satibi, 2014: 127).
masa-masa berikutnya, perlahan tapi pasti,
Aturan itu termaktub di dalam Pepakem,
Kompeni mampu mengendalikan semua
kitab kompilasi hukum yang diterbitkan
aspek kehidupan masyarakat pribumi,
pada tahun 1768 atas gagasan VOC. Sejak
termasuk bidang hukum yang di dalamnya
itu, Pepakem menjadi kitab acuan hakim,
terdapat peran para penghulu. Meminjam
baik di Pengadilan Karta maupun
istilah Hoadley (2009), VOC menjalankan
Pengadilan Penghulu, dalam menjatuhkan
proses kolonialisasi-syariatisasi untuk
putusan.
menghadirkan wajah baru hukum di Tanah
Jawa. Dalam tataran hukum substantif3 , Kondisi serupa berlaku di “Jawa
Kompeni menggunakan sebanyak mungkin Tengah”. Pada tahun 1754, Gubernur
aturan yang termaktub di dalam khazanah Jenderal Jacob Mossel (menjabat pada
hukum Jawa, tetapi dengan catatan bahwa periode 1750-1761) memerintahkan pejabat
“semuanya harus dapat ditoleransi”. administrasi Belanda –dibantu kalangan
Sementara dalam tataran prosedural4 , ulama dan para kepala kampung—untuk
penyelenggaraan hukum harus tunduk mengompilasi aturan-aturan hukum sipil dan
kepada cara-cara yang ditetapkan oleh adat istiadat yang terserak di serata negeri.
Kompeni. Bahkan, untuk perkara dengan Ia bermaksud membuat sebuah
kriteria tertentu, putusan akhir dalam proses ”ringkasan” (compendium) yang nantinya
pengadilan tetap berada di tangan pejabat dapat digunakan oleh para hakim lokal
Kompeni. Hal ini dapat kita lihat dalam untuk mengambil putusan terhadap perkara-

3 Terkait dengan hukum materiil, yakni peraturan perundang-undangan atau hukum tertulis yang mengatur hak dan
kewajiban semua pihak di dalam suatu yurisdiksi hukum.

4 Berkaitan dengan hukum formil atau hukum acara, yakni bagaimana menegakkan atau menjalankan hukum materiil.
Page 52 of 278
perkara yang diadukan oleh para penduduk a. Yogyakarta dan Surakarta
pribumi. Setelah berkonsultasi dengan para
Sebagai konsekuensi penandatanganan
penghulu, ulama, dan pemimpin pribumi,
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755,
pada tahun 1760, Freijer --sosok yang
Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua
ditunjuk untuk mempersiapkan buku itu—
bagian, yakni Kesultanan Yogyakarta dan
menerbitkan Compendium der voornaamste
Kesunanan Surakarta. Kesultanan Mataram
Mahomedansche wetten en gewoonten
mewariskan dua jenis pengadilan kepada
nopens erfenissen, huwelijken en
dua wilayah tersebut, yakni Pengadilan
echtscheidingen (Ringkasan Pokok-pokok
Pradata (badan pengadilan yang mengurusi
Hukum Islam dan Adat Istiadat tentang
perkara kriminal) dan Pengadilan Surambi
Warisan, Perkawinan, dan Perceraian).
(mengurusi perkara sengketa keluarga,
Belakangan, melalui resolutie yang
warisan, pernikahan, perceraian, gono-gini,
diterbitkan pada 27 November 1804, kitab
dan wasiat). Belakangan, dibentuk lagi satu
yang masyhur dikenal sebagai Compendium
jenis pengadilan yang khusus menangani
Freijer itu dicabut karena dinilai “tidak
perkara administratif dan agraria, biasa
membumi” sehingga tidak berfungsi secara
disebut sebagai Pengadilan Balemangu. Di
efektif dalam penegakan hukum. Sementara
Pengadilan Pradata dan Balemangu,
itu, di Semarang, daerah yang baru saja
pengambilan putusan didasarkan kepada
diserahkan Mataram kepada VOC, pada
kitab-kitab hukum seperti Nawala Pradata,
tahun 1750, disusun pula sebuah
Angger Ageng, Angger Arubiru, dan Angger
compendium, diberi nama Mogharraer, dan
Sadasa. Sementara di Pengadilan Surambi,
dimaksudkan sebagai kitab acuan untuk
pengambilan putusan didasarkan kepada
landraad, badan pengadilan yang dipimpin
kitab-kitab Moharrar5 , Mahalli6 , Tuhpah7 ,
oleh gubernur dan beranggotakan tujuh
P a t a k u l m u n g i n8 , d a n
bupati (Hisyam, 2001: 50).
Patakulwahab 9(Susilantini dkk, 2014:

5 Merujuk kepada kitab al-Muḥarrar fī Fiqh al-Imām al-Syāfi’i karya Imam al-Rafi’i (555-624 H/ 1160-1227 M),
salah satu kitab fikih yang menjadi rujukan utama dalam Mazhab Syafi’i.

6 Merujuk kepada nama penulisnya, yakni Imam Jalāl al-Dīn al-Mahalli (791-864 H/1389-1459 M); sementara kitab
yang dimaksud sebagai pedoman pengambilan putusan di Pengadilan Surambi adalah Kanz al-Rāghibīn, anotasi
(syarh) dari Kitab Minhāj al-Thālibīn karya Imam Nawawi (631-676 H/1233-1277 M).

7 Merujuk kepada Kitab Tuhfah al-Muhtāj karya Ibn Hajar al-Haytamī (909-973 H/ 1503-1566 M).

8 Merujuk kepada Kitab Fatḥ al-Mu’īn karya Zayn al-Dīn al-Malibari (938-987 H/1532-1579 M), ulama yang
merupakan murid Ibn Hajar al-Haytamī.

9 Merujuk kepada Kitab Fatḥ al-Wahhāb karya Imam Zakariyya al-Anshārī (824-926 H/1421-1520 M), anotasi dari
Kitab Manhāj al-Ṭullāb karyanya sendiri. Sementara Manhāj al-Ṭullāb merupakan ringkasan dari Kitab Minhāj al-
Ṭālibīn karya Imam Nawawi.
Page 53 of 278
23-25). Untuk keperluan penanganan 41 pasal. Penandatanganan perjanjian itu
perkara, biasanya kandungan kitab-kitab itu disaksikan dan disetujui oleh residen dari
dibuat ringkasan lalu diterjemahkan ke kedua wilayah, yakni Rijck van Prehn
dalam bahasa lokal (Raffles, 1830: 312). (Surakarta) dan Huibert Gerard Nahuys van
Salah satu contohnya adalah ringkasan Burgst (Yogyakarta) (Yuwono, 1999: 90;
(pěpěthikan) Kitab Tuhfah dalam bahasa Roorda, 2002: 70, 242; Susilantini dkk,
Jawa (Roorda, 1895). 2014: 23-24)10 . Dalam versi terakhir ini,
intervensi kompeni dalam sistem peradilan
VOC semakin jauh melibatkan diri ke
sudah sangat kentara. Dua di antaranya
dalam urusan hukum karena pembagian eks
termaktub di dalam Pasal 23 dan 39. Pasal
wilayah Kesultanan Mataram itu tidak
23 mengatur tentang kewajiban menjaga
sepenuhnya berjalan mulus. Di sana, terjadi
bandar milik kerajaan, baik di Surakarta
peningkatan kegawatan seiring dengan
maupun Yogyakarta, pada malam hari. Dua
munculnya berbagai pertikaian, bahkan
puluh orang ditugaskan untuk itu. Siapa pun
peperangan, antarpenduduk kedua wilayah.
yang meninggalkan tugas akan didenda
Situasi itu berlaku hingga lebih dari satu
sebesar 50 real 11. Denda akan semakin besar
dekade dan tentu saja sangat merugikan
jika semakin banyak orang yang tidak hadir
VOC yang saat itu tengah giat-giatnya
(Roorda, 2002: 112, 285). Sementara di
mengumpulkan pendapatan dari wilayah
dalam Pasal 39, gubernemen akan
koloni. Atas dasar itu, pada tahun 1771,
menjatuhkan denda sebesar 50 real kepada
residen Yogyakarta dan residen Surakarta
Raden Adipati Sasradiningrat (di Surakarta)
memaksa pemimpin kedua wilayah untuk
dan Raden Adipati Danureja (di
menandatangani perjanjian, terdiri atas 16
Yogyakarta). Hal itu jika mereka tak mampu
pasal, dan disebut sebagai Angger Ageng.
menyelesaikan semua perkara yang masuk
Pada tahun-tahun berikutnya, regulasi itu
ke pengadilan dalam waktu dua bulan
diperbaharui dan disertai dengan
(Roorda, 2002: 127-128, 302-303).
penambahan sejumlah pasal. Dalam versi
terakhir yang ditandatangani pada 16 Selain Angger Ageng, terdapat dua
Oktober 1817, Angger Ageng telah memuat produk hukum lain yang diterbitkan pada

10 Di dalam naskah hasil alih aksara dan alih bahasa, tertulis Rijk van Prén dan Aibret Gerarnaus. Van Prehn menjabat
Residen Surakarta pada periode 1817-1820, sedangkan Gerard Nahuys menjabat Residen Yogyakarta pada periode
1816-1822.

11 1 real sama dengan 1 dolar Spanyol. Menurut Kumar (2008: 85), dolar Spanyol (peso duro) lama menjadi mata uang
standar di Jawa dan sekitarnya. Biasanya dikenal dengan nama real, singkatan dari real de a ocho, ‘kepingan
delapan real’. Nama lainnya adalah ringgit Jawa, pasmat (gubahan dari Spaansche mat), dan piaster. Di Eropa,
nilainya hampir sama dengan rijksdaalder Belanda. Keduanya bernilai antara 0,22-0,23 gulden pada periode
1651-1781. Di wilayah Indonesia, dolar Spanyol menjadi mata uang yang paling disukai dan selalu dihargai lebih
(antara 25-40%) daripada nilai resminya vis-à-vis mata uang Belanda.
Page 54 of 278
abad ke-18. Pertama, Angger Arubiru yang dan Pradata Akir yang diterbitkan pada
memuat 4 perkara, ditulis di Semarang pada masa belakangan.
tahun 1773 Masehi dan disempurnakan di
b. Cirebon
Yogyakarta pada tahun 1781 Masehi
(Roorda, 2002: 9-10). Kedua, Angger Pada paruh kedua abad ke-18,
Pradata Akir yang memuat 21 perkara, Kesultanan Cirebon memiliki dua jenis
ditulis pada tahun 1786 Masehi (Pranidhana, pengadilan, yakni Pengadilan Penghulu dan
2003: 85). Kemungkinan besar, naskah ini Pengadilan Karta. Pengadilan Penghulu,
diperbaharui pada tahun 1831 dan bersalin yang dipimpin oleh penghulu (pemimpin
nama menjadi Angger Pradata Dalem. Hal tertinggi agama Islam), memiliki wewenang
itu mengingat kesamaan isi kedua naskah untuk menangani perkara-perkara
(Yuwono, 1999: 91). Selain Pradata Akir, keagamaan. Sementara Pengadilan Karta
Kesultanan Yogyakarta juga mengenal diselenggarakan oleh tujuh jaksa (jaksa
Angger Pradata Awal yang, sayangnya, tak pipitu) dan bertugas menangani perkara-
diketahui kapan pertama kali ditulis. Yang perkara umum, seperti hak kepemilikan,
jelas, kedua naskah itu disalin ulang pada utang piutang, dan perkara-perkara
tahun 1865 atas perintah Sultan Hamengku kejahatan. Di dalam praktiknya, Pengadilan
Buwana VI (1855-1877) (Susilantini dkk, Karta juga memiliki fungsi arbitrase untuk
2014: 80). Sebelum Semarang Compendium, mendamaikan para pihak yang beperkara.
seperti dijelaskan sebelumnya, Kesultanan Jika perdamaian dicapai, perkara tidak perlu
Mataram memiliki dua jenis pengadilan, dilanjutkan ke pengadilan. Dalam hal ini,
yakni Pengadilan Pradata dan Pengadilan konsep awal hukum Jawa diakomodasi demi
Surambi. Pada tahun 1737, Pengadilan mengembalikan harmoni sosial (tata
Pradata direorganisasi sebagai konsekuensi tentrem) di antara masyarakat. Apalagi, bagi
dari penandatanganan jurisdictie contract orang Jawa, sengketa justru akan
yang menghasilkan produk hukum bernama menyebabkan “...orang kaya menjadi
Nawala Pradata dan sejak itu menjadi kitab miskin, orang miskin menjadi seperti mati
hukum acuan (Susilantini dkk, 2014: 120). meninggalkan prabéya dan tombok”12 .
Sayangnya, tak diketahui secara pasti Kedua jenis pengadilan itu mendasarkan
kandungan Nawala Pradata dan bagaimana putusan kepada kitab hukum standar yang
hubungannya dengan Angger Pradata Awal dinamai Pepakem13 . Dalam praktiknya, para

12 Di dalam bahasa Jawa, prabéya memiliki dua makna, yakni 1) wragad ‘uang yang digunakan untuk membayar suatu
tindakan’; dan 2) pajěg, ‘uang yang harus dibayarkan sebagai penanda kepatuhan’. Sementara tombok bermakna
‘jumlah kekurangan uang untuk menggenapkan harga (additional amount to complete the price)’.

13 Kerap juga disebut Pepakem Jaksa Pipitu, Pepakem Tjerbon, Papakem Cerbon, Tjeribonsch Wetboek, atau
Cerbonsche Rechtboek.
Page 55 of 278
jaksa dan penghulu bertindak atas nama formal, regulasi itu diterbitkan oleh empat
sultan, pemegang otoritas di Cirebon yang sultan di Cirebon, tetapi berada di bawah
kala itu bersumber dari empat kesultanan, pengaruh kekuasaan “...Tuan Residen
yakni Kasepuhan, Kanoman, Kaprabonan, Willem Tersmitten yang memerintah di
dan Kacirebonan. Tak heran, jika para jaksa Tanah Cirebon”. Satu produk hukum lain
dan penghulu tak menemukan suara bulat, yang semakin menegaskan campur tangan
putusan akhir berada di tangan sultan VOC di bidang hukum adalah Undang Nitih
(Satibi, 2014: 125-126). Cirebon (1723-1735). Di dalamnya, terdapat
aturan bahwa empat tumenggung dan tujuh
Di Cirebon, tonggak awal campur
jaksa yang bertugas di pengadilan harus
tangan VOC di bidang hukum dapat kita
mengucapkan sumpah di hadapan residen.
lihat dalam rangkaian “kontrak
persahabatan” pada tahun 1681, 1685, 1688, Pada akhirnya, pada tahun 1768,
hingga 1699. Di dalam Pasal 4 kontrak campur tangan VOC semakin lengkap
tahun 1685, misalnya, terdapat keharusan seiring dengan diterbitkannya Pepakem,
untuk menggelar pengadilan saban Sabtu di hasil kodifikasi berbagai aturan hukum yang
Alun-alun Keraton Kasepuhan. Para mantri sebelumnya terdapat di dalam berbagai
dari tiga keraton berkumpul terlebih dulu, naskah, di antaranya Raja Niscaya, Jaya
sedangkan Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Lengkara, Kuntaramanawa, dan Adilullah.
Pangeran Tohpati tetap berada di dalam Seperti halnya Compendium Freijer dan
keraton untuk menunggu kepulangan Compendium Semarang, penerbitan
Francois Tak dari Mataram. Setelah itu, Pepakem juga digagas oleh Kompeni. Sejak
barulah semua perkara, baik yang lama itu, semua jenis pengadilan di Cirebon harus
maupun baru, ditangani. Di dalam kontrak mendasarkan pengambilan putusan kepada
itu (Pasal 7, 8, dan 9), disebutkan pula Pepakem. Meskipun demikian, dalam
tentang eksistensi pengadilan yang dipimpin penilaian Hoadley, Pepakem Cirebon
oleh para mantri, diselenggarakan dua kali merupakan salah satu naskah kunci untuk
dalam sepekan, yakni pada hari Minggu dan menyelami tradisi hukum Jawa. Pasalnya,
Rabu, di depan Masjid Agung. Pengadilan aturan-aturan yang terdapat di dalamnya
itu diselenggarakan oleh dewan hakim yang mengakomodasi tiga tradisi hukum
beranggotakan tujuh orang, dengan sekaligus, yakni hukum Jawa, hukum Barat,
perincian 3 orang dari pihak Sultan Sepuh, 2 dan hukum Islam.
orang dari pihak Sultan Anom, dan 2 orang
Pepakem mengatur tentang otoritas
dari pihak Pangeran Tohpati. Pengaruh VOC
para sultan dan pejabat kompeni di bidang
semakin kuat seiring dengan diterbitkannya
hukum. Seperti dinyatakan di bagian
Surat Undang-Undang Cirebon (1721) yang
terdahulu, sultan berwenang mengambil
diinspirasi oleh hukum Belanda. Secara
Page 56 of 278
putusan akhir sebuah perkara, terutama jika sana, otoritas kehakiman –terutama terhadap
para jaksa dan penghulu tak menemukan kasus-kasus yang tergolong nonlitigasi--
kata sepakat. Sultan pun diperbolehkan berada di tangan pejabat yang dinamakan
menjatuhkan hukuman mati, tetapi harus qadi. Tak heran jika pengadilan di Banten
disetujui oleh pejabat Kompeni di Batavia. disebut sebagai Pengadilan Qadi.
Aturan itu menegaskan bahwa di atas para Berdasarkan catatan pengadilan (register of
sultan, terdapat otoritas yang tinggi dalam the qadi court), sebagian besar kasus yang
praktik peradilan, yakni pejabat kompeni ditangani oleh Pengadilan Qadi tergolong
(gubernur jenderal). Selain itu, Pepakem nonlitigasi dan terbagi ke dalam beberapa
juga memuat sejumlah ketentuan yang, kategori, yakni (1) masalah keluarga
kemungkinan besar, dipengaruhi oleh ajaran (mencakup pernikahan, perceraian, warisan,
Islam, terutama dalam hal pembuktian dan dan perlindungan anak), (2) padu
saksi. Semua saksi yang dihadapkan ke (perselisihan), (3) penyerahan harta, (4)
muka pengadilan harus memenuhi pembayaran dan pengakuan utang, (5)
setidaknya dua kriteria utama. Pertama, ia pemberian akomodasi kepada seseorang, (6)
harus mengerti betul segala apa yang ia kekerasan terhadap perempuan, dan (7)
ucapkan. Kedua, ia harus konsisten antara aneka ragam kategori yang mencakup
tindakan dan ucapan. Jika saksi tak transaksi jual beli, kunjungan tak terduga
memenuhi dua kriteria itu, perkara apa pun seorang anak, pengakuan kekalahan, dan
tidak akan bisa diputuskan. Pembuktian dan informasi tentang kematian. Satu hal yang
saksi merupakan dua hal penting dalam menarik, di dalam register pengadilan itu,
praktik peradilan untuk menghindari sama sekali tak tercantum kasus-kasus
kesalahan dalam penetapan hukum sehingga pembunuhan (kriminal) dan segala sesuatu
rasa keadilan dapat terpenuhi. Hal ini yang terkait dengan transaksi komersial
bersesuaian dengan ketentuan mutlak di dalam ukuran besar. Kemungkinan besar,
dalam hukum Islam (fikih) yang perkara pembunuhan berada dalam
mengharuskan adanya empat hal dalam wewenang istana (dalěm) atau perdana
penanganan perkara hukum, yakni menteri (bumi), sedangkan transaksi
pengakuan (iqrar), saksi (dua orang laki- komersial dalam ukuran besar merupakan
laki), alat bukti (qarinah), dan sumpah wewenang syahbandar (Yakin, 2015:
(qasamah) (Satibi, 2014: 131). 452-453). Meskipun demikian, pada
dasarnya, Pengadilan Qadi juga menerima
c. Banten
perkara-perkara kriminal (Yakin, 2015:

Di Kesultanan Banten, pada paruh 472).

kedua abad ke-18, pelaksanaan sistem


Penjelasan di atas mengindikasikan
hukum menunjukkan sedikit perbedaan. Di
bahwa qadi di Banten merupakan salah satu
Page 57 of 278
pejabat tertinggi yang bertugas menjalankan merasa tidak puas dengan putusan para
salah satu tanggung jawab sultan, yakni pejabat yang merupakan kepanjangan tangan
sebagai pemimpin agama. Di wilayah qadi, pangulu misalnya, ia dapat
Kesultanan Mataram –dan kemudian mengajukan banding kepada qadi. Demikian
dilanjutkan oleh Kesultanan Yogyakarta dan pula, jika salah satu pihak tidak terima akan
Surakarta, juga Cirebon—tanggung jawab putusan qadi, ia dapat mengajukan banding
tersebut berada di tangan penghulu (Hisyam, kepada bumi (perdana menteri) atau dalěm
2001: 16). Indikasi itu terlihat dari (istana/keraton) (Yakin, 2015: 472-473).
banyaknya urusan yang diemban oleh qadi.
Sepanjang abad ke-16 hingga
Oleh karena itu, qadi tidak bekerja sendirian
pertengahan abad ke-18, Pengadilan Qadi di
untuk melaksanakan urusan-urusan tersebut.
Banten diselenggarakan di alun-alun (royal
Ia memiliki banyak pejabat bawahan yang
square), di bawah pohon beringin, pada
membantunya dalam melaksanakan tugas-
siang hari. Belakangan, Yakin menemukan
tugas tersebut, seperti pangulu, karta, jaksa,
fakta tentang adanya Bale Watangan (yang
dan paliwara (Yakin, 2015: 417). Keempat
secara harfiah berarti ‘court room’) meski
pejabat itu merupakan kepanjangan tangan
tak tahu lokasinya di mana. Pada akhir abad
(adjunct) qadi yang bertugas di wilayah
ke-19, diketahui bahwa Kantor Qadi berada
perkampungan untuk melayani penduduk
di Bale Bandung (yang secara harfiah berarti
yang rumahnya terlalu jauh dari pusat
‘the listening room’). Ternyata, perubahan
pemerintahan Banten (Yakin, 2015: 470).
tempat penyelenggaraan pengadilan itu
Setelah menerima sebuah perkara, tak terjadi pada abad ke-18. Selain itu,
selamanya qadi memerankan diri sebagai pengadilan tak hanya dilaksanakan pada
hakim untuk menyelesaikan sengketa siang, tetapi hingga malam hari (Yakin,
hukum. Ada kalanya ia memosisikan diri 2015: 471-472).
sebagai notaris, terutama dalam hal
Dalam menetapkan putusan, Qadi
pengakuan atau pembayaran utang. Perkara
Banten biasanya menggunakan diskresi
ini dilaporkan kepada qadi untuk
personalnya (ijtihad) yang bersumber dari
mengantisipasi munculnya potensi konflik di
tradisi fikih (Islam), tetapi pada saat
kemudian hari. Selanjutnya, qadi juga dapat
bersamaan juga mempertimbangkan hukum
bertindak sebagai depositari, orang yang
adat. Tak heran, dalam banyak perkara yang
dipercaya menyimpan barang-barang
ditangani, ia mengeluarkan putusan yang
tertentu untuk selanjutnya disampaikan
merupakan perpaduan antara hukum fikih
kepada sang pemilik. Terakhir, qadi
dan hukum adat. Ia menggunakan
bertindak sebagai wali (guardian) dan
intrepretasinya sendiri dalam tiap-tiap
pencatat pernikahan dan kematian. Satu hal
perkara, didasarkan kepada pemahamannya
yang juga perlu dicatat, jika salah satu pihak
Page 58 of 278
terhadap kebudayaan Jawa dan doktrin Tak heran jika kemudian Raffles
hukum Islam. Qadi memahami betul sistem mengakomodasi keterlibatan penghulu, ahli
hukum di Banten. Oleh karena itu, Banten hukum agama (Islam) sekaligus hukum adat,
dan karakteristik kebudayaannya di dalam proses peradilan. Di dalam Naskah
memengaruhi sistem kerja dan etika qadi. Ia Kitab Hukum, terdapat 10 pasal yang
menggunakan bahasa Jawa dalam mengatur tentang fungsi dan kedudukan
pengambilan putusan, tetapi menggunakan penghulu; perinciannya, 3 pasal (yakni Pasal
istilah fikih berbahasa Arab untuk konsep- 65, 66, 67) berada di ranah Pengadilan
konsep hukum. Kabupaten, 6 pasal (yakni Pasal 88, 90, 105,
106, 107, dan 125) di ranah Pengadilan
Meskipun demikian, Qadi Banten
Keresidenan, dan 1 pasal (Pasal 165) berada
menggunakan fikih sebagai sumber
di ranah Pengadilan Keliling (Raad
penyelesaian (ajudikasi) untuk hukum
Sambang).
keluarga. Ia mengambil putusan berdasarkan
ketentuan yang terdapat di dalam al-Quran, Pada intinya, penghulu berkewajiban
hadis Nabi, dan/atau ijtihad para ulama untuk menjawab semua pertanyaan yang
fikih. Sementara di dalam menyelesaikan dilontarkan oleh hakim (ketua pengadilan)
perkara-perkara kriminal, Qadi Banten tidak tentang perkara yang sedang ditangani. Ia
menggunakan jenis-jenis hukuman “kejam”, harus menerangkan secara rinci perkara
seperti had, diyat, atau qisas. Merujuk tersebut berdasarkan aturan-aturan hukum --
kepada Undhang-Undhang Banten, kitab baik yang bersumber dari hukum Islam
hukum yang berlaku pada pertengahan abad maupun kebiasaan masyarakat setempat--
ke-18, hakim dilarang memvonis seseorang yang telah ditulis, diakui, dan disepakati
dengan hukuman-hukuman seperti itu dalam menjadi adat sejak dahulu kala. Untuk
perkara kriminal. Pelarangan itu berlaku Pengadilan Kabupaten, jika pendapat
setelah Banten sepenuhnya berada di bawah penghulu bersesuaian dengan ketua
dominasi VOC pada tahun 1682. Di samping pengadilan, perkara dapat segera diputuskan.
itu, qadi mungkin berpikir bahwa hukuman Jika pendapat penghulu justru
“kejam” dapat menyebabkan ketidakpuasan, berseberangan, bupati harus melaporkan
bahkan kemarahan, penduduk Bantěn karena secara detail perkara itu kepada residen.
mereka mungkin berpikir bahwa hukuman Untuk Pengadilan Keresidenan, putusan
semacam itu tidak sesuai dengan tradisi dan dapat segera dijatuhkan jika pendapat
adat istiadat setempat. Oleh karena itu, qadi penghulu bersesuaian dengan ketua
menggunakan adat sebagai sumber hukum pengadilan dan ancaman hukuman tidak
untuk memutuskan perkara-perkara kriminal terlalu berat, seperti penjara seumur hidup
(Yakin, 2015: 473-474). atau pembuangan. Jika terjadi perbedaan
pendapat atau ancaman hukuman yang berat,
Page 59 of 278
residen harus melaporkan perkara itu kepada 3. Domestikasi Istilah-istilah yang Tidak
gubernemen. Putusan harus ditangguhkan Familiar
hingga ia menerima perintah dari Letnan
Keinginan Raffles untuk menjadikan
Gubernur. Sementara untuk Pengadilan
Naskah Kitab Hukum sebagai sarana
Keliling (Raad Sambang), terdapat
rekayasa sosial bagi penduduk Jawa juga
ketentuan bahwa hakim harus mengabaikan
terlihat dari perintahnya untuk
semua aturan hukum pribumi, sebagaimana
menerjemahkan teks regulasi itu dari bahasa
diuraikan oleh penghulu dan jaksa. Ia hanya
Inggris ke dalam bahasa Jawa dan Melayu.
mempertimbangkan hukum Eropa,
Ketentuan itu tercantum di dalam Pasal 173.
sebagaimana diberlakukan atas Pulau Jawa,
Setakat kini, kami hanya menemukan teks
dalam membuat putusan sehingga hukum
asli yang terdapat di dalam Substance of a
dapat dilaksanakan secara benar dan adil.
Minute Recorded by The Honourable
Uraian di atas membuktikan bahwa Thomas Stamford Raffles, Lieutenant-
Raffles menerbitkan Naskah Kitab Hukum Governor of Java and its Dependencies, on
sebagai sarana untuk membentuk the 11th February 1814; on the Introduction
masyarakat sekaligus mengatur perilaku of an Improved System of Internal
manusia dengan terlebih dahulu Management and the Establishment of a
mempertimbangkan berbagai kepentingan Land Rental on the Island of Java dan the
yang ada di dalamnya. Apalagi, menurut History of Java. Sementara teks terjemahan
Day (1904: 195), Raffles dinilai berhasil dalam bahasa Jawa belum berhasil kami
menerapkan sistem peradilan yang lebih temukan.
efisien di Pulau Jawa dan menetapkan
Kami telah membandingkan teks asli
prinsip-prinsip sehingga terbangun
Naskah Kitab Hukum yang berbahasa
hubungan yudisial dengan penduduk
Inggris dengan versi terjemahan dalam
pribumi. Hal itu merupakan buah dari kerja
bahasa Melayu (objek penelitian ini).
keras Raffles dalam mengumpulkan
Ternyata, kami menemukan fakta menarik
informasi tentang adat istiadat asli, terutama
bahwa penulis, tepatnya penerjemah, Naskah
yang berkaitan dengan sistem peradilan. Ia
Kitab Hukum versi bahasa Melayu tidak
pun dinilai berhasil mendorong penduduk
hanya menerjemahkan teks dari bahasa
pribumi untuk menyerahkan semua kasus ke
Inggris sebagai bahasa sumber. Ia mengganti
pengadilan yang berada di bawah pengaruh
banyak istilah ke dalam bahasa Melayu
Eropa.
(sebagai bahasa target) yang, bisa jadi, lebih
akrab di telinga penduduk Jawa
dibandingkan dengan istilah-istilah dalam
bahasa Inggris. Dengan demikian, penduduk

Page 60 of 278
Jawa sebagai subjek hukum paham betul mengatur tentang luas wilayah tiap-tiap
mengenai berbagai aturan yang terdapat di divisi. Dua istilah itu sebenarnya berbeda
dalam regulasi tersebut. jenis. Square miles digunakan sebagai
satuan luas, sedangkan paal sebagai satuan
Di dalam teori terjemahan, fenomena
panjang. Akan tetapi, paal merupakan istilah
itu disebut sebagai domestikasi, istilah yang
yang lebih akrab di telinga penduduk Jawa
diperkenalkan oleh Venuti (1995).
pada dekade kedua abad ke-19, bahkan
Domestikasi merupakan strategi
hingga kini masih digunakan meski untuk
penerjemahan dengan menggunakan bahasa
menyebut tempat.
yang transparan dan lancar untuk
meminimalkan keanehan teks bahasa asing Hal itu merujuk kenyataan bahwa
(bahasa sumber) bagi pembaca teks bahasa penduduk Pulau Jawa terbiasa membangun
sasaran (Shuttleworth & Cowie, 2014: permukiman berpola linier. Pada mulanya,
43-44). Di dalam artikel ini, kami hanya penduduk Jawa terbiasa membangun
akan menyajikan kajian terhadap tiga kata permukiman yang memanjang di daerah
sebagai contoh kasus. aliran sungai, sebagaimana ditemukan oleh
penjelajah awal VOC. Pada masa itu,
a. Kata “Pal”
permukiman yang dibentuk masih dalam

Di dalam Naskah Kitab Hukum hasil ukuran kecil, jumlah penduduk yang sedikit,

terjemahan dalam bahasa Melayu, kata dan letak yang berjauhan. Meskipun

“division” diterjemahkan sebagai “bahagian demikian, di sepanjang sungai, terjadi lalu

kecil”. De Klein (1931) lebih suka lintas ekonomi yang cukup padat (Breman,

menggunakan kata “cutak” untuk menyebut 2014: 28, 55).

wilayah tersebut. Divisi, bahagian kecil, dan


Belakangan, pembangunan jalan raya
cutak, secara administratif, merupakan
pos (de groote postweg) mengubah kondisi
wilayah yang berada setingkat di bawah
ekonomi dan kehidupan penduduk Jawa
kabupaten dan terdiri atas beberapa desa.
secara besar-besaran. Kehadiran jalan raya
Saat ini, di Indonesia, wilayah itu disebut
itu memungkinkan hadirnya perhubungan
“kecamatan”. Lihat tabel 1 di bawah.
darat antara wilayah timur dan barat Pulau

Di dalam contoh di atas, dapat kita Jawa, munculnya mobilitas pada komunitas-

lihat bahwa satuan luas yang, dalam bahasa komunitas petani, dan komersialisasi hasil

Inggris, disebut “square miles” diubah bumi. Kehadiran jalan raya pos juga

menjadi “pal”, kata yang dipinjam dari menciptakan kelompok sosial yang teramat

bahasa Belanda (paal). Di dalam Naskah penting, yakni kaum pedagang perantara

Kitab Hukum, kata/frasa itu hanya muncul (Lombard, 2008: 74, 139). Sejak itu, pola

sekali, yakni di dalam Pasal 5 yang permukiman penduduk tak lagi memanjang

Page 61 of 278
di sepanjang aliran sungai, tetapi
memanjang mengikuti jalan raya.

Tabel 1. Domestikasi Kata “Pal”

Source text (English) Target Text (Malay)


V Perkara yang Kelima
These Districts, again, shall be subdivided Bahwa jajahan2 itu akan dibahagi kembali
into divisions, the extent and limits of each of which dalam bahagian2 kecil dan watas2nya itu nanti
will be clearly marked out and made known. Their diunjuk. Dan besarnya bahagian kecil itu akan
size must, of course, entirely depend on the greater diturut desa2 punya jahu atau dekat, dan orang2 di
or less propinquity of the villages they contain, and situ punya banyak atau sedikit. Tetapi jangan satu
on the more or less numerous population by which bahagian itu lebih kecil dari sepuluh pal atau lebih
these are inhabited; but, generally speaking, no besar dari dua puluh pal. Hanya watas bahagian itu
Division shall be less than ten, or more than twenty akan diturut watas desa2 supaya orang2 dalam satu
square miles in extent. It must also be observed, that desa2 jangan turut dua kuasa adanya.
the limits of the division follow those of the
villages; it being quite contrary to a system of good
police, that inhabitants of the same place should be
subject to different authorities.

Isnaeni (2015), mengutip hasil 1,5 kilometer’. Informasi berbeda


wawancara dengan Djoko Marihandono, dinyatakan Toer (2005, p. 24) bahwa
sejarawan Universitas Indonesia, Daendels menancapkan tonggak (paal)
menyatakan bahwa Daendels membubuhkan sebagai tanda setiap kali ruas jalan yang
tanda dengan ukuran paal untuk setiap ruas dibangun mencapai panjang 150,960 meter.
jalan yang rampung dibangun. Oleh karena Itu membuka kemungkinan bahwa 1 paal
itu, banyak daerah yang dilintasi oleh jalan sebenarnya bukanlah jarak antartonggak,
raya pos memiliki nama dengan awalan melainkan setiap sepuluh tonggak (1.509
“Pal”, seperti Pal Merah, Pal Meriam, dan meter).
Pal Sigunung. Di sejumlah daerah di
b. Kata “Sejumat”
Indonesia, konversi pal berbeda-beda.
Menurut Sastrodinomo (2009), di Jawa, 1 Kata lain yang menarik untuk dikaji di
pal setara dengan 1.507 meter, sedangkan di dalam Naskah Kitab Hukum versi bahasa
Sumatra 1.852 meter. Sementara Kamus Melayu adalah “sejumat”. Ternyata, kata itu
Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan digunakan untuk menerjemahkan kata
(Online) memuat lema “pal” yang berarti bahasa Inggris “a week”. Lihat tabel 2 di
‘tonggak batu sebagai tanda jarak, antara bawah ini.

satu tonggak dan tonggak yang lain berjarak

Page 62 of 278
Tabel 2. Domestikasi Kata “Sejumat”

Source text (English) Target Text (Malay)


LXXV Perkara yang Ketujuh Puluh Lima
This complaint being filed, a Jikalau pengaduan itu telah
copy of it shall be sent to the person ditulis, maka nanti dikirimkan satu
complained of, with an order to answer salinan dari itu kepada orang yang
it at most within a week; and on receipt atasnya sudah dibawa pengaduan,
of this answer, notice shall be given on dengan perintah pada menyahuti itu
what day (at farthest a week from the sekurang2nya dalam sejumat lamanya.
time of the receipt) the cause will be Dan setelah sudah diterima jawab itu,
tried. Such witnesses as are necessary maka nanti diberi tahu apa hari,
will be summoned; and on the day sekurang2nya se-jumat di belakang
prescribed, the complaint and answer keterimaan itu, maka bicara itu akan
being read, and evidence being taken, diputuskan dan dipanggil kepada saksi2
the Court shall give its decision. yang wajib. Dan pada hari yang
tersebut setelah sudah dibaca
pengaduan2 dan sudah dipanggil
kepada saksi2, maka kedudukan akan
memputuskan bicara itu adanya.

Contoh pada tabel di atas kami Berdasarkan penelusuran kami, kata


ambilkan dari Pasal 75. Di dalam Naskah “sejumat” sudah digunakan setidaknya pada
Kitab Hukum, kata “sejumat” ditulis abad ke-17 Masehi. Bukti tentang itu
sebanyak tujuh kali. Selain di Pasal 75, kata terdapat di dalam perjanjian kerja sama
“sejumat” juga dimuat di Pasal 67, 80, 91, (kontrak) Kesultanan Cirebon dengan VOC
97, dan 101. Domestikasi terhadap kata ini yang ditandatangani pada tanggal 4
berkaitan dengan hari kerja yang berlaku di Desember 1685. Di dalam Pasal 10
Pulau Jawa pada masa itu. Tentang hal ini, perjanjian itu, disebutkan bahwa “...prakara
Lombard (2008: 153-154) menyatakan witjara iku, pingkalih sadjumangat,
bahwa menjelang tahun 1910, Djawi Kanda, amitjarakakěn, ing dina Rěbo sapisan dina
sebuah surat kabar Surakarta, memberi A(h)ad sapisan, ing a(l)un-a(l)unan masigit
catatan yang cukup masuk akal bahwa, agung iku lan ěnggoning kuna-kuna,
mengingat adanya satu hari tenang sudah amitjarakakěn, sakaṭahing prakawis,
diterima oleh setiap orang, seharusnya lebih titi” (Brandes, 1894: 469).
wajar, kalau di Nusantara, yang
c. Kata “Bicara”
penduduknya berjuta-juta Muslim dan
segelintir penganut Kristen, hari tenang Selanjutnya, kami akan mengkaji
jatuh pada hari Jumat, bukan Minggu. penggunaan kata “bicara” di dalam Naskah
Kitab Hukum. Ternyata, kata itu tak hanya
digunakan untuk menerjemahkan satu kata
Page 63 of 278
dalam bahasa Inggris, tetap banyak kata, bawah ini.

sebagaimana ditunjukkan di dalam tabel 3 di

Tabel 3. Domestikasi Kata “Bicara”

Teks Sumber (Inggris) Teks Sasaran (Melayu)


XXXVI Perkara yang Ketiga Puluh Enam
They will then, with this Mereka itu akan kirimkan orang2
statement accompanying, forward, yang terbelenggu serta dengan surat
under a sufficient guard, the prisoner or bepertahukan dan dengan jaga2 yang
prisoners, together with the persons keras ke hulu negeri jajahan atau
complaining or aggrieved, and the kabupaten di mana bupati tinggal
witnesses of the facts, towards the chief bersama2 dengan orang2 yang
town of the district where the Bopati mengadu dan yang membuat salah
resides. beserta dengan saksi2 daripada bicara
itu adanya.
LII Perkara yang Kelima Puluh Dua
But the complaint having been Tetapi jikalau telah dibawa
given in, the person complained of, if masuk pengaduan2, maka kepada
not present, shall be summoned to orang yang sudah kenah pengadu2an,
appear by the next day of sitting, when jikalau ia tiada hadir, maka nanti
the cause shall be heard and decided on dipanggil supaya datang menghadap
without delay. In failure of attendance dengan bermula kali kepada tempat
on the part of the plaintiff, the case shall kedudukan. Maka kemudian nanti
be dismissed; on the part of the diperiksa dan diselesaikan bicara itu
defendant, the cause shall be proceeded dengan tiada bertangguh. Dan jikalau
with ex parte. The sentence, whatever it orang yang telah membawa pengaduan
may be, shall be carried into execution tiada menghadap, maka bicara itu akan
by means of the authority vested in the dipegang sudah habis. Tetapi daripada
Heads of Villages. pihak orang yang terbelenggu, maka
bicara itu akan dijalankan atau
dihambatkan. Dan surat putusan
bagaimana juga itu, maka akan
dilakukan oleh daya kuasa kepala2
desa adanya.
CXVIII Perkara yang (Ke)seratus Delapan
On the decision of the suit, a fee Belas
of two Rupees from the gainer, and of Dengan memputuskan bicara
one from the loser of it, shall be nanti diambil bea dua rupiah dari yang
received; and costs, at the rate of ten untung dan satu rupiah dari yang alah
per cent on the amount of the sentence, dan belanja2 akan sepuluh persent atas
being the custom of the country, shall jumlah surat putusan maka nanti
be levied from the party against whom dipungut daripada orang yang alah
the decision has been given. bicara turut adat negeri adanya.

Page 64 of 278
CXXXV Perkara yang (Ke)seratus Tiga Puluh
It must be observed, that in all Lima
causes which come into the Courts, the Pada hal segala bicara yang
respective parties in them shall plead in dibawa pada landrad atau tempat
their own behalf. It not having been periksaan bupati, maka orang2 yang
heretofore usual to employ Vakeels, or lawan bicara tadapat tiada akan
native lawyers, for this purpose, no melawan sendiri bicaranya dan tiada
persons of this description shall be boleh ia memakai pada itu barang
admitted. And it is trusted, that wakil2nya sebab itu tiada biasa atau
litigation will be considerably reduced beradat pada dahulu2. Maka kepada
and discouraged by this measure, as the orang2 itu akan tiada diluluskan sebab
trouble of it will then fall heavily and dirasa bahwa oleh perbuatan itu, maka
entirely on the principals themselves; bicara itu jadi kurang, dan segala susah,
that class of people not being allowed dan usaha kemudian semata2 akan
to exist, who, as deriving from litigation jatuh sekali dan sendiri atas orang2
their sole subsistence, may fairly and juga yang kepala membawa hal itu.
without invidiousness, be considered as Maka itulah kepada orang2 sebagian
having some interest in increasing the tiada patut diluluskan yang mencahari
business of the Courts. saja daya peliharanya daripada bicara2
perbantahan, maka itu juga kepada
orang2 itu boleh dipikir mereka itu ada
punya faedah pada hal melebihkan
pekerjaan2 landrad adanya.

Berdasarkan contoh yang dimuat Pada dekade kedua abad ke-19, kata
dalam tabel di atas, kata “bicara” digunakan “bicara” telah lazim digunakan oleh penutur
untuk menerjemahkan lima kata dalam bahasa Melayu. Salah satu buktinya, kata itu
bahasa Inggris, yakni “fact”, “case”, dimuat di dalam kamus Melayu-Inggris. Di
“cause”, “suit”, atau “litigation”. Di dalam dalam Marsden (1812: 37), misalnya,
Naskah Kitab Hukum, kata “bicara” yang dinyatakan bahwa kata “bicara” memiliki
digunakan untuk menerjemahkan kata “fact” enam arti, salah satunya adalah ‘suit, cause’.
dimuat sebanyak 2 kali, kata “case” 15 kali, Kata “bicara”, dengan perubahan bunyi
kata “cause” 13 kali, dan kata “suit” 8 kali. konsonan pertama pada kata itu, menjadi
Selain itu, kata “bicara” juga digunakan “wicara”, juga dimuat di dalam kamus Jawa-
untuk membentuk sejumlah istilah di bidang Belanda. Bahkan, di dalam Gericke &
hukum, seperti “rumah/tempat bicara” (the Roorda (1847: 390) juga Roorda (1875:
court), “lawan bicara” (the parties), “(orang) 515-516), secara tegas dinyatakan bahwa
yang alah/hilang bicara” (the loser of the kata “wicara” merupakan variasi dari bahasa
suit), “kepala bicara” (the president of Melayu “bicara”. Kedua kata itu sama-sama
court), dan “surat2 bicara” (the berasal dari bahasa Sanskerta. Selain itu,
proceedings). untuk bahasa-bahasa Austronesia, perubahan

Page 65 of 278
bunyi [b] menjadi [w] merupakan sesuatu Jawa. Ketiga, domestikasi terhadap istilah-
yang alamiah, sehingga ia menyebutnya istilah bahasa Inggris yang tidak familiar di
dengan istilah the natural sound change, telinga penduduk Jawa.
sebagaimana perubahan bunyi [p] menjadi
Proses legislasi ditunjukkan oleh upaya
[f]. Meskipun demikian, di dalam bahasa
Raffles untuk terlebih dahulu mengunjungi
Sunda, kerap terjadi perubahan bunyi yang
banyak daerah di Pulau Jawa lalu
aneh (the bizarre sound change), dimana
bunyi [b] atau [w] justru berubah menjadi mengumpulkan banyak informasi, baik dari

[c] atau [nc], seperti para pejabat kolonial maupun pejabat pribumi.

“beringin”-“caringin” (banyan, Ficus spp.), Dengan demikian, ia memperoleh bahan yang


“sawa”-“sanca” (python), memadai untuk meletakkan dasar-dasar dalam
“ketumbar”-“katuncar” (coriander seed), dan penerbitan peraturan tentang kepolisian dan
“kawah”-“kancah” (vat, cauldron) (Blust, peradilan di Pulau Jawa.
2005: 220, 238). Akomodasi ditunjukkan melalui
pencantuman sejumlah aturan hukum dan
Kata “wicara” yang berarti ‘perkara,
kebiasaan yang telah lama berlaku di Pulau
kasus’ ternyata telah digunakan oleh penutur
Jawa. Selain itu, akomodasi juga
bahasa Jawa setidaknya sejak abad ke-17.
ditunjukkan melalui pelibatan penghulu, ahli
Perhatikan Pasal 10 perjanjian kerja sama
hukum Islam dan hukum adat, dalam
(kontrak) Kesultanan Cirebon dan VOC
pelaksanaan peradilan. Hal itu didasarkan
tanggal 4 Desember 1685, sebagaimana
kepada kenyataan bahwa sebenarnya
telah disinggung sebelumnya. Di sana,
penduduk Jawa sudah memiliki aturan-
terdapat kata “witjara” (case, suit, cause)
aturan hukum yang dinilai sudah sangat
dan “amitjarakakěn” (to handled/to tried in
baik, hasil perpaduan hukum-hukum adat
the court).
yang diwariskan oleh nenek moyang dengan
Konklusi ajaran Islam, meski tidak diberlakukan
secara “nasional”.
Analisis di atas menunjukkan bahwa
Raffles menjadikan Naskah Kitab Hukum, Sementara domestikasi ditunjukkan
peraturan yang diterbitkan pada tanggal 11 oleh penggantian beberapa istilah dalam
Februari 1814, sebagai sarana rekayasa bahasa Inggris yang dinilai “asing” kepada
sosial terhadap penduduk pribumi Jawa. istilah-istilah yang dianggap lebih akrab di
Bukti untuk itu setidaknya dapat dilihat dari telinga penduduk Jawa. Dengan demikian,
tiga hal, yakni pertama, proses legislasi penduduk Jawa sebagai subjek hukum
sebelum penerbitan regulasi. Kedua, paham betul mengenai berbagai aturan yang
akomodasi terhadap kohesi sosial penduduk terdapat di dalam regulasi tersebut sekaligus
meningkatkan peluang terjadinya rekayasa
Page 66 of 278
sosial terhadap penduduk Jawa, Hoadley, Mason C. 2009. Islam Dalam Tradisi
sebagaimana keinginan Raffles. Hukum Jawa & Hukum Kolonial.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Referensi
Isnaeni, Hendri F. 2015. Sepuluh Fakta di
Blust, Robert. 2005. Must Sound Change be Balik Pembangunan Jalan Daendels dari
Linguistically Motivated? Diachronica, Anyer ke Panarukan. Diakses pada
22 (2), 219-269. tanggal 16 Oktober 2018 melalui https://
Brandes. J. 1894. Eenige officieele Stukken historia.id/kuno/articles/sepuluh-fakta-
met Betrekking tot Tjërbon. Tijdschrift di-balik-pembangunan-jalan-daendels-
voor Indische Taal-, Land- en dari-anyer-ke-panarukan-6ae2W.
Volkenkunde (Deel XXXVII). Batavia/’S Kumar, Ann. 2008. Prajurit Perempuan Jawa:
Hage: Albrecht & Rusche/M. Nijhoff, Kesaksian Ihwal Istana dan Politik Jawa
449-488. Akhir Abad ke-18. Jakarta: Komunitas
Breman, Jan. 2014. Keuntungan Kolonial dari Bambu.
Kerja Paksa, Sistem Priangan dari Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa: Silang
Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870. Budaya. Batas-batas Pembaratan.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Jakarta: Gramedia Pustaka Utama/École
Indonesia. française d’Extrême-Orient.
Day, Clive. 1904. The Policy and Marsden, William. 1812. Dictionary of the
Administration of the Dutch in Java. Malayan Language. London: Cox and
New York/London: The Macmillan Baylis.
Company. McManaman, Linus J. 1958. Social
De Klein, Jacob Wouter. 1931. Het Engineering: The Legal Philosophy of
Preangerstelsel (1677-1871) en Zijn Roscoe Pound. St. John's Law Review 33
Nawerking. Delft: N.V. Technische (1), 1-47.
Boekhandel en Drukkerij J. Waltman Jr. Pound, Roscoe. 1912. The Scope and Purpose
Gericke, J. F.C. & Roorda, T. 1847. of Sociological Jurispridence. Harvard
Javaansch-Nederduitsch Woordenboek. Law Review 25 (6), 489-516.
Amsterdam: Johannes Müller. Pranidhana, Ugrasena. 2003. Angger Pradata
Hisyam, Muhamad. 2001. Caught between Akir: Peraturan Hukum di Kerajaan Jawa
Three Fires: the Javanese Pangulu under Sesudah Mataram. Makara, Seri Sosial
the Dutch Colonial Administration Humaniora 7 (2), 82-87.
(1882-1942), Indonesian-Netherlands Gardner, James A. 1961. The Sociological
Cooperation in Islamic Studies (INIS). Jurisprudence of Roscoe Pound (Part I).
Villanova Law Review 7 (1), 1-26.
Page 67 of 278
Raffles, Thomas Stamford. (1814). Substance Shuttleworth, Mark & Cowie, Moira. 2014.
of a Minute Recorded by The Honourable Dictionary of Translation Studies.
Thomas Stamford Raffles, Lieutenant- London/New York: Routledge.
Governor of Java and its Dependencies, Singh, Manmeet. 2016. Sociological
on the 11th February 1814; on the Jurisprudence. Diakses pada tanggal 21
Introduction of an Improved System of Januari 2018 melalui http://
Internal Management and the www.legalservicesindia.com/article/
Establishment of a Land Rental on the a r t i c l e / s o c i o l o g i c a l -
Island of Java. London: Black, Parry, and jurisprudence-2190-1.html.
Co (Printed but not published). Soekanto, Soerjono. 2016. Pokok-pokok
Raffles, Thomas Stamford. 1830. The History Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
of Java. Second Edition. Vol I. London: Susilantini, Endah., Nurhajarini, Dwi Ratna.,
John Murray. Suyami. 2014. Serat Angger Pradata
Roorda, T. 1875. Javaansch-Nederduitsch Awal & Pradata Akhir di Kraton
Handwoordenboek. Amsterdam: Yogyakarta: Kajian Filologis Historis.
Johannes Müller. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai
_____. 1895. Kitab Toehpah, een Javaansch Budaya Yogyakarta.
Handboek voor het Mohammedaansche Thorn, Major William. 2004. Memoir of The
Recht. Leiden: E.J. Brill. Conquest of Java. Singapura: Periplus.
_____. 2002. Javaansche Wetten (Serat Toer, Pramoedya Ananta. 2005. Jalan Raya
Angger-anggeran Jawi). Terjemahan Pos, Jalan Daendels. Jakarta: Lentera
Jumeiri Siti Rumidjah. Yogyakarta: Dipantara.
KEPEL Press. Venuti, Lawrence. 1995. The Translator’s
Sastrodinomo, Kasijanto. 2009. ”Mil, Invisibility: a History of Translation.
Kilometer, dan Pal”. Diakses pada London/New York: Routledge.
tanggal 30 Juli 2017 dari http:// Yakin, Ayang Utriza, The Register of the Qadi
cetak.kompas.com/read/xml/ Court ‘Kiyahi Pěqih Najmuddin’ of the
2009/07/31/03141170/ Sultanate of Bantěn, 1754-1756 CE,
mil.kilometer.dan.pal. Studia Islamika 22 (3), 443-486.
Satibi, Ibi. 2014. Produk Pemikiran Hukum Yuwono, Prapto. 1999. Sistem Hukum Jawa
Islam di Kerajaan Islam Cirebon Abad Dalam Masyarakat Jawa Abad ke-18.
Ke-18 M (Studi Atas Kitab Hukum Adat Wacana 1 (1), 85-118.
Pepakem). Saintifika Islamica 1 (2),
110-138.

Page 68 of 278
PERSEPSI ORANG JAWA TERHADAP NAPOLÉON BONAPARTE
BERDASARKAN MANUSKRIP NASKAH SERAT NAPOLIYUN KARYA
SULTAN HAMENGKU BUWONO VI

(PERCEPTIONS OF JAVANESE PEOPLE ABOUT NAPOLÉON BONAPARTE


BASED ON THE MANUSCRIPT LETTER SERAT NAPOLIYUN OF HAMENGKU
BUWONO THE VI)14

Djoko Marihandono15

Faculty of Humanities, Universitas Indonesia

Abstract detained in Britain, he exiled in Saint Helena Island


until his death. This article used the narrative
In the early od XIX century, Dutch East Indies was methodology by relating between one data to
colonized by the coalition between Dutch and another based on the periodical fact. To achieve the
French. After the government of Government comprehensive understanding, this article used the
General Herman Willem Daendels, Dutch East heuristic method which contained 4 steps: data
Indies was led by government General Jan Willem collecting, critic of data, interpretation and the
Janssens (May 16, 1811- September 19, 1811). writing of the research result. This article
Based on the Tuntang Capitulation, signed on discussed about the Javanese perception of
September 19, 1811, Dutch East Indies was Napoléon Bonaparte based on the Napoleonic
occupied by the British. Java was submitted and Letter (Serat Napoliyun), a manuscript wrote in
led by Lieutenant Government General Sir Thomas Javanese letters, created by Sultan Hamengku
Stamfort Raffles. The position of Dutch East Indies Buwono the VI. This collection was guarded in
was under controlled by the Government General Widya Budaya Library in Yogyakarta.
Lord Minto who seated in Calcutta in India. In the
other side, the political situation in Europe in this Keywords: Napoleonic war, Javanese perception,
moment was chaotic. After the invasion of the One hundred days of Napoleonic government,
Napoleonic troops to Russia, Napoleon Bonaparte Napoléonic Letter, narrative methodology.
had to back down his troops. Finally, he had to
surrendered in the battle of Leipzig in November,
21th, 1813. After his arrest, Napoleon Bonaparte
was exiled to Island of Elba. After imprisoning Pendahuluan: Perang Napoléon di Eropa
during more than 1 year, he escaped to came back
to Paris and govern again his country for 100 days. Pada akhir abad XVIII dan awal abad
On March, 1st, 1815 he debarked Paris. After his XIX Wilayah Indonesia, yang saat itu
defeat in the war of Waterloo (near Belgium) on
bernama Hindia Timur, berada dalam
22th June, 1815, he was arrested. After being

14 Makalah ini disajikan dalam rangka Simposium Internasional Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta,
5-6 Maret 2019, di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta.

15 Pemakalah bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,
Departemen Sejarah, Program Studi Prancis. Pemakalah dapat dihubungi melalui email: dmarihan@ui.ac.id atau
djoko_marihandono@yahoo.com
Page 69 of 278
dominasi beberapa bangsa asing. Pada 1795, yang besar di wilayah koloni Hindia Timur.
Belanda menjadi negara satelit Prancis. Hal ini disebabkan karena Inggris dan
Negara Belanda saat itu bernama Republik sekutunya menjadikan negeri Belanda
Bataf. Republik Bataf berlangsung di sebagai akses mereka untuk masuk ke
Belanda hingga 1806, berada di bawah Eropa. Oleh karena itu, perang-perang
pimpinan Jan Rutger Schimmelpeninck, satu antara koalisi Prancis melawan koalisi
dari beberapa orang anggota direksi Inggris selalu terjadi di wilayah Belanda.
Republik Bataf. Pada Mei 1806, Napoléon Hal inilah yang membuat kondisi politik di
Bonaparte membubarkan Republik Bataf Belanda sangat labil. Bahkan pemerintah
dan menggantinya dengan Kerajaan Republik Bataf yang disokong oleh Prancis
Belanda. Adiknya yang bernama Louis harus mengevaluasi semua pengeluaran
Napoléon Bonaparte dinobatkan sebagai negara sebagai akibat dari besarnya
Raja Belanda. Namun pada Juli 1810, ia anggaran untuk perang ini. Akibatnya,
diturunkan dari tahtanya. Negara Belanda kongsi dagang Belanda Vereenigde Oost
berada di bawah kekuasaan Napoléon Indische Compagnie (VOC) yang posisi
Bonaparte, hingga ia ditangkap setelah kalah neracanya selalu merugi, diputuskan untuk
dalam perang di Leipzig, Saxony yang dibubarkan, dan tidak diizinkan untuk
berlangsung pada 16-19 Oktober 1813. beroperasi kembali setelah 31 Desember
Namun pada Maret 1815, ia berhasil 1799. Dengan demikian setelah
melarikan diri dari Pulau Elba, kemudian dibubarkannya VOC. wilayah koloni
memerintah kembali di Paris selama 100 Hindia Timur diambil alih dan dikelola oleh
hari dari bulan Maret hingga 18 Juni 1815. pemerintah Belanda mulai 1 Januari 1800.
Ia melanjutkan perang dengan Inggris dan Namun, wilayah koloni juga tidak dapat
sekutunya. Ketika perang di Waterloo, ia dikelola dengan baik karena perang yang
tertangkap kembali pada 28 Juni 1815, terus menerus terjadi di wilayah negeri
kemudian ditahan di Inggris, selanjutnya Belanda. Sebagai akibat gagalnya
dibuang ke pulau Saint Helena hingga akhir Kesepakatan Amiens (Traité d’Amiens)
hayatnya. Untuk lebih jelasnya, perlu dilihat yang ditandatangani pada 25 Maret 1802
apa yang terjadi selama periode itu di negeri perang di antara kedua kubu itu menjadi
Belanda pada era tersebut. lebih dahsyat. Blocus Continental yang
dimaklumatkan oleh Napoléon Bonaparte,
Kondisi di Eropa, khususnya negeri
melarang semua kapal dagang Inggris
Belanda selama 20 tahun sejak berdirinya
berlabuh di daratan Eropa dan sekutunya.
Republik Bataf pada 1795 hingga
Hal ini membuat Inggris tidak tinggal diam.
pembuangan Napoléon Bonaparte ke Saint
Klaim itu dibalas oleh Inggris dengan
Helena pada 1815 membuat kondisi politik
mengancam akan menguasai jalur timur
Belanda sangat labil dan membawa dampak
Page 70 of 278
pelayaran (melalui Tanjung Harapan, Jenderal Albertus Henricus Wiesse. Dari
Ceylon, Malaka) yang menuju ke Hindia hasil pertemuan itu, diputuskan untuk segera
Timur. dilakukan upacara serah terima jabatan
Gubernur Jenderal pada 14 Januari 1808.
Pada Januari 1806, pimpinan Republik
Walaupun tanpa menunjukkan sepotong
Bataf mengirimkan 2 orang calon pejabat
surat pun, Wiesse bersedia untuk
tinggi ke Hindia Timur, yakni calon
menyerahkan kekuasaannya kepada
Gubernur Jenderal dan calon Ketua Raad
Daendels, karena sebelumnya ia telah
van Indie (Dewan Hindia) untuk
mengetahui penggantian dirinya dari koran
menggantikan Gubernur Jenderal Albertus
yang dibawa oleh para pelaut Amerika yang
Henricus Wiesse yang sudah habis masa
singgah di Batavia.
jabatannya. Namun pada Mei 1806,
Republik Bataf dibubarkan oleh Napoléon Sebagai seorang pengagum Napoléon
Bonaparte, karena dianggap gagal dalam Bonaparte, Daendels berusaha untuk
membendung armada Inggris masuk ke mematuhi semua instruksi Napoléon
benua Eropa. Sementara itu, ketika kedua Bonaparte. Ada dua tugas pokok yang harus
pejabat tinggi itu sampai di Amerika Serikat ia jalankan di Hindia Timur, yakni
(mereka mengambil pelayaran ke Hindia menerapkan sistem administrasi koloni
Timur melalui jalur utara), mereka berdua dengan baik agar membawa keuntungan
diinstruksikan untuk kembali ke negeri bagi negara induk, dan mempertahankan
Belanda karena Raja Belanda (Lodewijk pulau Jawa selama mungkin dari ancaman
Napoléon) tidak menyetujui pengangkatan Inggris. Walaupun Daendels menjabat
kedua pejabat tersebut. Sebagai gantinya, sebagai Gubernur Jenderal hanya selama 3
pada Januari 1807, Raja Belanda menunjuk tahun, namun banyak hal yang
Herman Willem Daendels untuk diangkat dilakukannya, antara lain mengatur kembali
menjadi Gubernur Jenderal di Hindia sistem peradilan, sistem birokrasi
Timur. Pada awal Februari 1807, setelah pemerintahan, hubungan dengan raja-raja
berpamitan kepada Raja Lodewijk lokal, pembangunan jalan raya pos Anyer
Napoléon, Daendels pergi ke Paris untuk sampai Panarukan yang panjangnya 1000
menghadap Napoléon Bonaparte. Dari Paris, sekitar kilometer. Pada 15 Mei 1811, ia
ia melanjutkan perjalanannya dengan bertemu dengan Jan Willem Janssens yang
berlayar menuju ke Jawa. Setelah berlayar membawa instruksi dari Napoleon
selama 10 bulan, pada 1 Januari 1908, Bonaparte. Dalam surat itu disebutkan
Daendels mendarat di Anyer dan langsung bahwa ia harus menyerahkan jabatan
berangkat menuju ke Batavia dengan gubernur jenderal kepada penggantinya Jan
menggunakan jalan darat. Pada 4 Januari Willem Janssens dalam waktu 1 X 24 jam
1808 ia berhasil bertemu dengan Gubernur setelah mereka berjumpa. Setelah serah
Page 71 of 278
terima jabatan dilakukan, Daendels harus Dengan demikian, berakhirlah pemerintahan
segera kembali ke Paris. Serah terima koalisi Belanda dan Prancis di Hindia Timur.
jabatan gubernur jenderal dilakukan pada
Beberapa Manuskrip tentang Napoléon di
16 Mei 1811. Namun Daendels baru dapat
Jawa
meninggalkan pulau Jawa pada 29 Mei 1811
karena harus menjual beberapa aset Serat Napoliyun Bonaparte merupakan
pribadinya berupa beberapa hektar tanah satu dari Sembilan naskah yang membahas
yang berada di Buitenzorg. Dengan tentang Napoléon Bonaparte. Semua serat
demikian, mulai 16 Mei 1811 Gubernur tentang Napoléon Bonaparte ditulis dengan
Jenderal Hindia Timur dijabat oleh Jan menggunakan aksara Jawa. Ada dua model
Willem Janssens. tulisan tentang Napoléon Bonaparte, yakni
dalam bentuk nyanyian tradisional (sekar)
Tiga bulan setelah pergantian
dan dalam bentuk cerita novel. Data yang
kekuasaan di Hindia Timur, Pasukan Inggris
digunakan dalam artikel ini diambil dari
berhasil mendarat di Batavia, pada 4
Koleksi nomor A 65 Perpustakaan Widya
Agustus 1811, dengan mendaratkan 99
Budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
armada perang di Cilincing. Dampak dari
Manuskrip ini berisi 102 halaman. Serat
pendaratan tersebut, dalam waktu 3 hari,
Napoliyun Bonaparte koleksi nomor A 65
Batavia dapat dengan mudah dikuasai.
ini sudah ditransliterasikan oleh KRT
Janssens beserta anak buahnya dan warga
Wignyasubroto pada 1999. Selain sudah
sipil Eropa di Batavia, mengungsi ke
ditransliterasikan dalam aksara latin, naskah
benteng Meester Cornelis yang sudah
ini juga sudah diterjemahkan dalam Bahasa
dipersiapkan sebagai benteng pertahanan
Indonesia dengan judul Serat Napoliyun
dan perlindungan oleh gubernur jenderal
Bonaparte Suntingan Teks, Terjemahan dan
terdahulu. Terjadi peperangan hebat di
Analisis Semiotik (Berdasarkan Naskah
Matraman, sementara tentara koalisi
Nomor A65) yang disusun oleh Marsono dan
Belanda Prancis bertahan di benteng
Waridi Hendrosaputro (1999), yang
Meester Cornelis. Namun karena terdesak
diterbitkan oleh Lembaga Studi Jawa
akhirnya Janssens beserta anak buahnya
bersama dengan Lembaga Indonesia Prancis
melarikan diri ke Semarang melalui
di Yogyakarta
Cirebon. Setelah beberapa hari terkepung,
akhirnya ia menyerah kalah di benteng Selain Serat Napoliyun Bonaparte
Tuntang, yang berada di Jawa Tengah. nomor A 65, terdapat karya kedua yang
Sebagai tanda penyerahan itu, ia harus berjudul Babad Napoléyon, koleksi
menandatangani Kapitulasi Tuntang dan Perpustakaan Pura Pakualaman
menyerahkan Hindia Timur kepada Inggris.

Page 72 of 278
Yogyakarta16 . Karya ketiga berjudul Serat demikian, serat ini ditulis 53 tahun setelah
Napoliyun Bonaparte tersimpan di terjadinya peristiwa perang Napoléon di
Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Eropa. Ada pun tujuan dari penulisan Serat
Mangkunegaran, Surakarta nomor B 36a. Napoliyun Bonaparte ini adalah agar
Karya keempat berjudul Serat Ngengreng dijadikan teladan para punggawa dan rakyat
Anggitanipun Napoliyun Bonaparte yang Jawa. Agar dapat dinikmati oleh pembaca
tersimpan di Perpustakaan Rekso Pustaka yang tidak mampu untuk membaca aksara
Pura Mangkunegaran. Karya kelima Jawa, naskah ini diterjemahkan oleh KRT.
berjudul Babad Perang Nederlan tersimpan Wignyasubroto pada 1999 (Marsono, et all.
di Perpustakaan Reksi Pustaka Pura 1999).
Mangkunegaran. Karya keenam berjudul
Naskah ini ditulis dalam bentuk
Prabu Bonaparte, disimpan di Museum
tembang macapat. Macapat adalah karya
Radya Pustaka Surakarta. Karya ketujuh
sastra berbahasa Jawa baru yang berbentuk
berjudul Cariyos Napoléyon disimpan di
puisi, disusun menurut kaidah tertentu, yaitu
Museum Radya Pustaka Surakarta. Karya
memiliki guru gatra, guru wilangan, dan
kedelapan berjudul Serat Napoleyon
guru lagu. Guru wilangan adalah jumlah
disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
baris dalam setiap bait. Guru wilangan
Dan karya kesembilan berjudul Napoleyon
adalah jumlah suku kata dalam setiap gatra
Bonaparte, disimpan di Universiteit Leiden
(bait), dan guru lagu adalah bunyi akhir dari
(Marsono, et all. 1999).
setiap gatra (bait) (Saputra, 1992).
Serat Napoliyun Bonaparte Seri A 65 Koleksi Sementara itu ada pula yang mendefinisikan
Perpustakaan Widya Budaya macapat sebagai puisi tradisi Jawa yang
dinyanyikan secara acapela (tanpa iringan
Serat Napoliyun Bonaparte merupakan
instrumen apa pun) dengan menggunakan
koleksi Perpustakaan Widya Budaya Kraton
patokan-patokan tertentu (Purna 1996).
Yogyakarta dengan katalog nomor A 65
Selanjutnya Saputra mengatakan bahwa
setebal 102 halaman ditulis dalam aksara
satuan bunyi terkecil dari macapat adalah
Jawa. Serat ini ditulis pada 6 Mei 1856 atau
bunyi (guru lagu). Bunyi ini digunakan
pada tanggal 1 bulan Puasa tahun Be dengan
sebagai alat untuk menghadirkan estetika.
sengkalan Dadya murti sabda prabu atau
Sementara itu pupuh adalah bentuk puisi
sama dengan 1784 berdasarkan sistem
tradisional Jawa yang memiliki guru gatra,
penanggalan Jawa. Serat ini ditulis atas
guru wilangan dan guru lagu. Pupuh juga
inisiatif dari Sultan Hamengku Buwono VI
dapat disebut gatra.
(Selanjutnya disingkat HB VI). Dengan

16 Babad Napoléyon naskahnya tidak ada lagi di Perpustakaan Nasional RI maupun di Ruang Naskah Perpustakaan
Universitas Indonesia (hilang). Hanya tinggal transliterasi latinnya yang masih tersimpan di kedua institusi
penyimpanan naskah tersebut.
Page 73 of 278
Serat Napoliyun Bonaparte yang Setelah menjelaskan tentang siapa
dijadikan sumber data makalah ini diawali HB VI, dan bagaimana serat ini ditulis,
dengan pujian kepada Sultan HB VI yang pada bab I Asmaradana, pupuh 14 mulailah
dianggap sangat terkenal dalam peperangan, diceritakan tentang Prancis, suatu negara
sehingga ia dimuliakan dan diberikan gelar besar di kawasan Eropa. Pupuh ini kemudian
Ngabdulrahman Sayidin Panatagama dilanjutkan dengan keterangan tentang
Kalifatullah. Sultan HB VI dianggap sangat Perang Napoléon yang terjadi di kawasan
masyhur dan berbudi luhur bagaikan Eropa pada 1815 atau pada 1742 tahun
pendeta, serta jauh dari kesombongan Jawa (Sengkala: Peksa catur pandhiteng
(Asmaradana I, pupuh 1-12). Sultan HB VI rat), yang bertepatan dengan pemerintahan
dianggap sebagai raja yang berpegang teguh Sultan HB IV. Dalam kaitannya dengan
dalam berpendirian, selalu adil dalam Napoléon Bonaparte, serat ini disebutkan
berperilaku. Sebagai wakil Tuhan di dunia bahwa di Eropa saat itu sedang berlangsung
(Kalifatullah) ia menguasai matahari dan huru-hara yang sangat besar. Napoléon
bulan. Menguasai matahari dapat diartikan Bonaparte membelot dan semakin menjadi-
sebagai seseorang yang menerangi hidup jadi karena ia merasa banyak pendukungnya
manusia, dan menguasai bulan diartikan dan memiliki kesaktian serta ahli dalam
sebagai memberikan ketenteraman kepada berperang (I. Asmaradana, pupuh 16).
semua umat manusia. Ia mampu untuk
Pada bagian selanjutnya dibahas
melindungi semua makhluk manusia
tentang tertangkapnya Napoléon Bonaparte
termasuk kerabat raja.
yang kemudian diasingkan ke Pulau Elba.
Sultan HB VI dianggap sebagai Dari pulau ini, ia menyusun kekuatan untuk
titisan eyangnya (Sultan HB I) yang melarikan diri dari pulau itu pada 26
memiliki sifat menyayangi semua orang. Februari 1815. Ia mendarat di Provenvce
Sultan HB VI digambarkan sebagai orang pada 1 Maret dan tiba di Paris pada 20
suci seperti halnya Sultan HB IV. Sebagai Maret 1815. Selanjutnya ia mulai berkuasa
raja yang keempat, Sultan HB IV sangat kembali pada 20 Mei sampai dengan 28 Juni
disayang oleh pemerintah Belanda dan 1815. Raja Louis XVIII yang berdasarkan
berhasil menjamin kerja sama yang baik Kongres Wina telah diangkat menjadi Raja
dengan pihak Pemerintah Belanda. Sang Prancis, akhirnya melarikan diri ke Inggris.
Raja tidak usah diperintah oleh siapa pun, Pada awal pemerintahannya ia kemudian
sudah mengetahui apa yang menjadi membentuk kembali pasukannya dan
kewajibannya. Perilaku ini menunjukkan kemudian kembali bertempur melawan
kesetiaannya kepada rakyatnya. koalisi Inggris dan Rusia serta negara Eropa
lainnya yang masih menggunakan sistem
monarki. Napoleon Bonaparte berhasil
Page 74 of 278
kembali bertakhta selama 100 hari, yang Bahasa Jawa disebut sebagai macapat.
dikenal dengan 100 hari pemerintahan Menurut falsafah masyarakat Jawa, macapat
Napoléon Bonaparte (20 Maret sampai memiliki kedudukan penting dalam
dengan 28 Juni 1815). Perang demi perang masyarakat Jawa. Hal ini dapat diketahui
terus berlanjut selama pemerintahannya bahwa tembang macapat dapat diungkapkan
tersebut. dalam bentuk lisan ataupun tulis. Usia
tembang macapat sudah sangat lama, tidak
Dalam serat ini juga diceritakan
diketahui secara pasti kapan dan siapa yang
bagaimana terjadinya peperangan dengan
menciptakannya. Hingga saat ini, macapat
Belanda, Belgia, Inggris dan Rusia. Senjata-
masih hidup dan digunakan sebagai sarana
senjata diperoleh dari merampas senjata dan
untuk mengungkapkan perasaan anggota
digunakan oleh Pasukan Napoléon
masyarakat Jawa, dan digunakan dalam
Bonaparte untuk menggempur lawan-
berbagai macam kegiatan misalnya untuk
lawannya. Demikian pula sebaliknya, lawan-
merayakan kelahiran seorang bayi, ucapan
lawan pasukan Prancis berhasil merampas
syukur dalam acara pernikahan, atau pun
senjata, dan digunakan untuk menggempur
dalam kesempatan lain. Penggunaan
pasukan Prancis. Pada bagian akhir dari
macapat dalam berbagai kesempatan
serat ini, digunakan macapat jenis
tersebut karena masyarakat Jawa
Asmaradana, yang berisi 39 pupuh. Pada
menganggap bahwa macapat merupakan
bagian ini diceritakan bahwa pada 14
bagian dari kehidupan mereka.
September 1815, anggota koalisi
mengadakan perjanjian yang dinamakan Menurut Karsono H Saputra (2012)
Perjanjian Paris II, dan menetapkan bahwa terdapat 15 macam tembang macapat.
Napoléon Bonaparte dijadikan tahanan Kelima belas tembang macapat dapat
perang. Ia dibawa ke Inggris, kemudian diklasifikasikan sebagai macapat asli (9
dikirim ke pulau Saint Helena. Pada 15 buah); tembang tengahan sebanyak (5
Oktober 1815 ia tiba di pulau itu, dan buah); dan sekar ageng (1 buah).
tinggal di sana sampai akhir hidupnya Kesembilan macapat yang dianggap sebagai
(Marsono, et all, 1999). macapat asli, antara lain: 1)
Dhandhanggulo; 2) Sinom; 3) Asmaradana;
Bentuk Ekspresi Serat Napoliyun Bonaparte
4) Durma; 5) Pangkur; 6) Mijil; 7) Kinanthi;

Telah disebutkan bahwa terdapat 9 8) Maskumambang; dan 9) Pucung.

versi serat-serat tradisional yang membahas Sementara itu, 5 tembang yang termasuk

tentang Napoléon Bonaparte. Secara nyata, dalam sekar tengahan antara lain: 1)

kesembilan versi tersebut diungkapkan Jurudemung; 2) Wirangrong; 3) Gambuh; 4)

dengan bentuk puisi tradisional yang dalam Megatruh, dan 5) Balabak. Sementara yang

Page 75 of 278
termasuk sebagai Sekar Ageng adalah satu pupuh terdiri atas beberapa pada (baris)
Girisa. (Saputra, 2012). Jumlah pupuh (bait) yang
ada dalam teks tersebut seperti tertera
Dari data yang diperoleh dari Serat
dalam tabel berikut:
Napoliyon Bonaparte koleksi A 65, serat ini
terdiri atas 19 tembang. Tembang tersebut
terdiri atas beberapa pupuh (bait), dan dalam

Tabel 1:
Jumlah tembang berdasarkan jenisnya

No. Nama Tembang Urutan Jumlah


Tembang Tembang
1. Asmaradana 1, 7, 12, 19 4
2. Sinom 2, 14 2
3. Pangkur 3, 6, 9, 15 4
4. Durma 4, 8,10, 16 4
5. Gambuh 5 1
6. Dhandhanggulo 11, 17 2
7. Megatruh 13 1
8 Mijil 18 1
Jumlah JenisTembang 19
sisanya 25% menggunakan macapat
Dari jumlah 19 jenis tembang tengahan.
macapat, Serat Napoliyun Bonaparte hanya
menggunakan 8 jenis tembang, yakni Kondisi ini menunjukkan bahwa serat
Asmaradana, Sinom, Pangkur, Durma, ini digunakan dalam jenis sastra lisan
Gambuh, Dhandhanggulo, Megatruh, dan kerajaan karena menggunakan macapat asli,
Mijil. Dari delapan tembang yang digunakan dan macapat tengahan. Penggunaan
dalam Serat Napoliyun Bonaparte, macapat asli merupakan jenis sastra lisan
menggunakan 6 macapat asli, yakni: yang tinggi, yang digunakan di kalangan
Asmaradana, Sinom, Pangkur, Durma, masyarakat yang berkelas sosial tinggi.
Dhandhanggulo dan Mijil. Sementara Sementara dua tembang yang masuk dalam
terdapat 2 macapat tengahan yang macapat tengahan merupakan bagian dari
digunakan yakni Gambuh dan Megatruh. masyarakat umum. Dengan demikian Serat
Dengan demikian, jenis sastra ini 75% Napoliyun Bonparte ini diciptakan dengan
menggunakan macapat asli, sementara

Page 76 of 278
tujuan agar dipahami oleh sebagian besar untuk memberikan perintah kepada
kalangan priyayi dan ningrat. pasukannya tentang strategi perang
yang diterapkannya;
Penggunaan 8 jenis tembang dapat
dijelaskan sebagai berikut: d. Durma. Istilah Durma dalam Bahasa
Jawa klasik berarti ‘harimau’.
a. Asmaradana. Tembang Asmaradana
Harimau merupakan binatang yang
berasal dari dua kata, yakni
menyeramkan bagi masyarakat.
‘Asmara’, yaitu nama dewi cinta,
Penggunaan jenis macapat Durma ini
sementara dana berasal dari kata
untuk menunjukkan suasana seram
‘dhana’ yang berarti api. Penggunaan
dalam peperangan, yang merupakan
jenis tembang Asmaradana
perang dahsyat antara pasukan
menunjukkan sifat sosial, suka
Prancis melawan pasukan Inggris
memberi, dan memahami apa yang
bersama koalisinya;
dikehendaki oleh banyak orang;
e. Gambuh. Penggunaan jenis Gambuh
b. Sinom. Kata Sinom berasal dari kata
memberikan dampak kepastian dan
‘enom/nom’, yaitu pemuda.
tidak ragu-ragu. Gambuh digunakan
Digunakannya jenis tembang Sinom
untuk memastikan kekalahan
karena dalam perang ini, kedua belah
Napoléon Bonaparte dalam perang di
pihak, yakni pasukan Napoléon
Leipzig di wilayah Saxony. Dalam
Bonaparte melawan koalisi Inggris
perang tersebut, ia tertangkap dan
dan beberapa sekutunya tetap
kemudian dibuang ke pulau Elba.
bertempur dengan semangat yang
tinggi. Akibatnya, perang tersebut f. D h a n d h a n g g u l o . Nama
menimbulkan banyak korban dan Dhandhanggulo diambil dari salah
menguras amunisi perang yang cukup satu nama raja di Kediri. Ia dikenal
besar; sebagai raja yang memberikan
harapan baik bagi masyarakatnya.
c. Pangkur. Pangkur memiliki makna
Penggunaan jenis Dhandhanggulo
ekor. Penggunaan jenis Pangkur
dalam serat ini adalah harapan akan
dalam serat ini untuk
kebaikan terhadap sikap Napoléon
menggambarkan bahwa para prajurit
Bonaparte yang dianggap melawan
Prancis yang dipimpin langsung oleh
raja-raja Eropa. Dengan
Napoléon Bonaparte berada di
menggunakan tembang ini,
belakangnya. Sebagai komandan
diharapkan akan muncul harapan dan
perang, ia memimpin langsung
sikap yang baik yang akan
tentaranya dan berada di garis depan
Page 77 of 278
mengakhiri terjadinya perang di memimpin pasukan Prancis selama
Eropa. 100 hari; Akhirnya ia harus
menandatangani Perjanjian Paris II,
g. Mijil. Mijil berarti keluar. Biasanya
yang intinya ia akan diasingkan ke
digunakan sebagai lambang keluar
Pulau Saint Helena.
dari kesulitan, yang berakhir dengan
kebahagiaan. Penggunaan jenis Dari data yang terkumpul, Serat
tembang Mijil mengibaratkan bahwa Napoliyun Bonaparte seri A 62 terdiri atas
dengan tertangkapnya Napoléon 19 jenis macapat, seperti terlihat pada tabel
Bonaparte dalam perang di Waterloo, berikut. Dari ke 19 jenis macapat yang
akan berakibat pada munculnya digunakan, sekar Asmaradana digunakan
ketenangan, ketenteraman, dan sebanyak empat kali, yakni no. 1, 7, 12, dan
kedamaian di seluruh wilayah Eropa. 19. Untuk Sekar Sinom, digunakan dua kali,
Pembuangan Napoleon Bonaparte ke yakni no. 2, dan no. 14. Pangkur,
Saint Helena akan menyelesaikan digunakan sebanyak empat kali, yakni no. 3,
permasalahan yang ada di Eropa 6, 9, dan 15. Tembang Durma, digunakan
terutama yang disebabkan oleh sebanyak 4 kali juga yakni no. 4, 8, 10, dan
ekspansionisme Napoléon. 16. Sementara sekar Gambuh, Megatruh,
dan Mijil masing-masing satu kali, yakni
h. Megatruh. Kata ini berasal dari kata
nomor 5, 7 dan 8, dan yang terakhir sekar
‘megat’ dan ‘roh’. ‘Megat’ artinya
Dhandhanggulo sebanyak 2 kali, yakni no.
menceraikan, memutuskan,
6, dan 11. Dengan demikian Serat Napoliyun
menyelesaikan, sementara ‘roh’
Bonaparte nomor A 62 diungkapkan dengan
adalah jiwa. Megatruh sering
menggunakan 19 jenis macapat.
diartikan sebagai membuang, atau
menghilangkan semua yang dianggap Dari segi isi, ke-19 jumlah sekar
jelek. Pembuangannya ke pulau Elba tersebut, Serat Napoliyun Bonaparte dengan
dianggap sebagai penyelesaian jenis Asmaradana berisi 162 pupuh; Sinom
terbaik terjadinya perang di Eropa. 57 pupuh; Pangkur 132 pupuh; Durma 140
Oleh karena itu, pihak pemenang pupuh; Gambuh 46 pupuh, Dhandhanggulo
langsung mengesahkan Perjanjian 52 pupuh, Megatruh 33 pupuh, dan Mijil 38
Paris I, dan dilanjutkan dengan pupuh. Dengan demikian bila dijumlahkan,
Traktat London I. Namun, Napoléon serat ini berisi sebanyak 660 pupuh.
Bonaparte berhasil melarikan diri
dari pulau Elba dan kembali

Page 78 of 278
Tabel:2
Jumlah Pupuh dalam Setiap Jenis Macapat

No. Nama Tembang Jumlah Pupuh setiap Jumlah Total


tembang Pupuh
1. Asmaradana 45 42 36 39 162
2. Sinom 27 30 57
3. Pangkur 35 32 34 37 132
4. Durma 37 32 34 37 140
5. Gambuh 46 46
6. Dhandhanggulo 26 26 52
7. Megatruh 33 33
8 Mijil 38 38
Jumlah 660
karya ini, yakni berisi sebanyak 33 pupuh.
Asmaradana digunakan paling banyak Sekar ini merupakan salah satu sekar yang
dalam karya ini, yakni sebanyak 162 pupuh, menggambarkan tentang kondisi manusia
sementara Megatruh hanya digunakan satu saat menjelang kematian. Proses kematian
kali, dengan pupuh sebanyak 26 pupuh. merupakan misteri bagi manusia, karena
Asmaradana merupakan tembang alit yang manusia akan berpindah ke alam lain.
disukai oleh masyarakat. Oleh karena itu, Penggunaan Megatruh menandakan
sekar jenis ini sering digunakan oleh penyesalan, prihatin, kecemasan, dan paling
masyarakat bila dibandingkan dengan jenis berat adalah kesedihan.
sekar lainnya. Jenis sekar Asmaradana
biasanya digunakan oleh orang yang sedang Persepsi Masyarakat Jawa terhadap
jatuh cinta, atau pun semua aktivitas lain Napoléon Bonaparte
yang berhubungan dengan kegiatan yang
Untuk membahas bagian ini perlu
sifatnya afektif. Selain itu, sekar
diketahui terlebih dahulu apa yang
Asmaradana juga memiliki makna api.
dimaksudkan dengan persepsi. Persepsi
Asmaradana juga berkaitan dengan
adalah proses pemberian arti terhadap
hangusnya dewa Asmara sebagai akibat dari
sesuatu oleh seorang individu atau kelompok
sorot mata dewa Syiwa seperti dalam sekar
(Gibson, James, L. 2012). Selain itu,
Smaradhana.
persepsi juga dipahami sebagai proses
Sementara itu, Megatruh merupakan menerima, menyeleksi, mengorganisasikan,
sekar yang paling sedikit digunakan dalam mengartikan, menguji, dan memberikan
reaksi kepda suatu peristiwa atau
Page 79 of 278
permasalahan (Aaronson, 1914). Dalam Sultan Yogyakarta adalah penguasa dunia.
artikel ini konsep persepsi yang digunakan Apa pun kata raja harus dilaksanakan dan
adalah konsep persepsi dari Gibson yakni ditaati oleh rakyatnya. Oleh karena itu sabda
“pemberian arti terhadap sesuatu oleh seorang raja Jawa selalu berwibawa dan
seseorang individu atau kelompok”. selalu konsisten (Susetya, 2007).

Karya sastra tinggi biasanya Dari Serat Napoliyun Bonaparte seri


berkembang di kalangan istana. Di Jawa A 62 penyebutan nama Napoliyun Bonaparte
konsep raja baik pada masa Hindu-Budha terhitung sebanyak 178 kali. Ada pun
maupun pada masa Islam tidak jauh berbeda. perinciannya seperti tertuang dalam tabel
Gelar yang melekat pada Raja Jawa, berikut:
khususnya Yogyakarta pada masa
pemerintahan Sutan HB VI adalah
Ngabdulrahman Sayidin Panatagama
Kalifatullah. Gelar yang melekat pada

Penyebutan Napoléon Bonaparte


Dalam setiap jenis Sekar Macapat

No. Nama Tembang Jumlah penyebutan Jumlah Total Pupuh


Nama Napoléon

1. Asmaradana 20 18 14 10 62
2. Sinom 6 17 23
3. Pangkur 7 3 5 7 22
4. Durma 7 11 6 1 25
5. Gambuh 3 3
6. Dhandhanggulo 12 7 19

7. Megatruh 9 9
8 Mijil 15 15
Jumlah 178

Dari jumlah pupuh yang ada dalam karya tersebut, yang berjumlah 660 pupuh, nama
Napoliyun disebutkan sebanyak 178 kali dalam 178 pupuh. Hal ini menunjukkan bahwa
peranan Napoléon Bonaparte sangat dominan bila dibandingkan dengan tokoh lain, seperti
Jenderal Nelson, Jenderal Nei, Jenderal Brune, Jenderal Carnot (Tertulis Karnot dalam
naskah), atau Jenderal Nelsen. Peranan tokoh Napoléon Bonaparte sangat besar baik

Page 80 of 278
dianggap sebagai inisiator, organisator, maupun sebagai inspirator dalam perang 100 hari
pemerintahannya setelah melarikan diri dari pulau Elba. 

Adapun persepsi masyarakat Jawa Serat Napoliyun Bonaparte seri A 62 adalah
terhadap Napoléon Bonaparte berdasarkan sebagai berikut:

a. Sifat ambisius menjadi Raja Prancis

Napoleyon Bonaparte, linuhur istidratira Napoleon Bonaparte membelot dan semakin


prawira mandraguna, kawijayanira masyur, menjadi karena merasa banyak pendukungnya
kretarta pranuden prang (I, 16) dan memiliki kesaktian serta ahli dalam
berperang

Tinenga ing nungsabumi, linulutan ing Dengan kekuasaannya di dunia dan


Kuswala, jumeneng aneng Prangkrike , nguni keinginannya yang sangat besar, ia berambisi
kang madeg narendra, aneng Paris nagara, menjadi raja di Prancis. Pada waktu itu yang
Raja Lodewik sang Prabu, Kang kaping menjadi raja di Paris adalah Raja Lodewijk
wolulasira (I, 17) XVIII

ditangkap dan dipenjara karena telah


Sebagai orang yang berkuasa dan meminta bantuan tentara dari Austria untuk
banyak pendukungnya, ia yang memiliki membantunya. Terjadi perang antara tentara
banyak pendukung dan kesaktian serta ahli Austria dan tentara Prancis. Raja Louis XVI
dalam berperang. Sementara semasa masa tertangkap di kota Sedan, di luar kota Paris
penahanannya, ia berambisi untuk kembali karena akan melarikan diri ke Austria. Pada
menjadi Raja Prancis kembali. Napoléon 1791 ia dan istrinya (Marie Antoinette)
Bonaparte pada 1804 telah dikukuhkan dihukum mati. Pemerintahan di Prancis
menjadi Kaisar Prancis. Ia menjadi Raja dilanjutkan oleh pemerintahan Terreur.
Prancis dan berakhir ketika tertangkap di Semua orang baik orang Prancis maupun
Leipzig dan kemudian dibuang ke pulau orang asing yang dianggap musuh Revolusi
Elba. Ia melanjutkan pemerintahannya Prancis dijatuhi hukuman mati.
setelah melarikan diri dari pengasingannya Pemerintahan Terreur banyak dikuasai oleh
dan melanjutkan pemerintahannya selama kaum montagnard yang mayoritas berasal
100 hari. Selama dalam pengasingannya di dari kaum Jacobins di Prancis, suatu
pulau Elba, yang menjadi raja Prancis kelompk yang sangat ekstrem. Pemerintahan
adalah Raja Louis XVIII. Terreur dipimpin oleh kelompok garis keras
di bawah pimpinan Robbespierre. Namun
Pada saat meletusnya Revolusi
pada 1795, pemerintahan Terreur
Prancis pada 1789, Prancis berada di bawah
dibubarkan digantikan oleh pemerintahan
kekuasaan raja Louis XVI. Raja Louis XVI
Directoire, karena kondisi di Prancis sudah
Page 81 of 278
dianggap kondusif. Musuh-musuh Revolusi yang merupakan musuh Revolusi Prancis.
Prancis yang berasal dari warga negara Raja-raja Eropa sangat khawatir ide
Prancis sendiri telah banyak yang Revolusi Prancis menjalar ke negara-negara
tertangkap, ditahan, maupun dihukum mati Monarki di Eropa. Prancis mengalami
dengan cara digouillotine . Namun ancaman dari semua Raja di Eropa. Dengan
kenyataannya, kondisi di dalam negeri ketenarannya itu, ia berhasil menghimpun
Prancis semakin membahayakan karena banyak orang untuk dilatih menjadi tentara,
terjadinya ancaman dari dalam negeri yang yang kemudian diberi nama Grande Armée.
lain dan ancaman kelaparan sebagai akibat
Raja Louis XVI telah dihukum mati.
dari gagal panen. Akhirnya pemerintahan
Anaknya dua orang, satu meninggal dunia
Directoire memanggil Napoléon Bonaparte
karena sakit paru-paru dan satu lainnya sakit
yang saat itu sedang berperang melawan
jiwa. Oleh karena itu, berdasarkan
Inggris di Mesir. Ia yang saat itu mulai
Perjanjian Paris II, yang berhak menjadi
tenar namanya karena berhasil mengalahkan
Raja Prancis, menggantikan Napoléon
Kerajaan Austria dan Kerajaan Italia yang
Bonaparte adalah adik kandung Raja Louis
merupakan musuh Revolusi Prancis, mulai
XVI, karena keturunan Louis XVI sudah
dikagumi oleh rakyat Prancis. Sesampai di
tidak ada lagi. Dalam sejarah Prancis tidak
Paris, ia membubarkan pemerintahan
pernah ada Raja Louis XVII. Saudara
Directoire dan membentuk pemerintahan
kandungnya ini diangkat menjadi raja
Consulat yang ia pimpin. Namanya
dengan gelar Louis XVIII.
semakin terkenal karena ia mampu
membangkitkan optimisme bangsa Prancis
setelah berhasil mengalahkan dua kerajaan

b. Napoléon sebagai Musuh Raja-Raja Eropa


Keser rinubaseng jurit, mring Bonaparte Kalah dalam peperangan melawan
narendra, Sri Napoliyun ambege, deksura Napoleon Bonaparte. Napoleon Bonaparte
kras rudopekso, harda murkeng bawana, bersifat kurang pantas, keras, penjilat dan
sajumenengira ratu, tambet suselaning raja. murka. Sewaktu menjadi raja, ia selalu
(1, 18) menjauhi kesusilaan.
Tan mrih rukun samya aji, lumuh kapadhan Tidak pernah tunduk dan rukun terhadap
luwarnya, asring ngelar jajane, yata kang semua raja dan sering meluaskan daerah
para narendra, tanah eropa samya, gilig ing jajahan. Para raja di Eropa semua bersatu
karsa sabyantu, ngrurahi Prangkrik nagara. kehendak saling membantu melawan negara
(1,19) Prancis.

Eropa lainnya karena memiliki sifat keras,


Napoléon Bonaparte dianggap sebagai penjilat dan memiliki sifat murka. Ia
Raja yang bermusuhan dengan raja-raja bukanlah orang yang pantas menjadi raja

Page 82 of 278
dan selalu menjauhi kesusilaan. Semua Raja Perubahan sistem ketatanegaraan
Eropa memusuhinya dan bersatu untuk inilah yang membuat kekhawatiran para raja
menghancurkan negara Prancis. Eropa. Ide Revolusi Prancis yang
menyatakan bahwa kekuasaan negara berada
Melihat semakin besarnya musuh
di tangan rakyat sangat menakutkan para
Prancis di Eropa, ia menobatkan dirinya
raja Eropa. Mereka bersatu padu untuk
menjadi Raja Prancis (Empereur de la
menahan agar ide Revolusi Prancis jangan
France). Telah disebutkan sebelumnya
sampai tumbuh di wilayah mereka.
bahwa musuh Revolusi Prancis ada dua,
Sementara itu dari pihak Prancis,
yakni adalah masalah sosial, yang
menyelamatkan gagasan Revolusi Prancis
diakibatkan oleh rawan pangan sebagai
adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Oleh
akibat dari gagal panen; dan masalah politik,
karena itu ekspansionisme Napoléon di
yakni bergantinya sistem ketatanegaraan.
Eropa mendapat dukungan sepenuhnya dari
Saat ia berkuasa, masalah kerawanan pangan
rakyat Prancis. Akibatnya, semua raja Eropa
sudah dapat diatasi. Namun perubahan
bersatu padu untuk menghancurkan Prancis
sistem ketatanegaraan akibat Revolusi
dengan tujuan agar gagasan Revolusi
Prancis menjadi ancaman negara-negara
Prancis tidak hidup di negara mereka
yang menganut sistem monarki di Eropa.
(Hinnewinkel, et all. 1981)
Revolusi Prancis mengubah kekuasaan
negara berada di tangan rakyat dan bukan
lagi berada di raja.

c. Belas Kasih Raja Ludhewig terhadap Napoléon


Tuhu sinihan jalma lit, rawuh ing Prankrik Sangat setia terhadap rakyat kecil, dan
negara, wong Paris kewran manahe, yun sujud kedatangannya ke Prancis orang Paris tidak
mring Bonaparta, ajrih mring para raja senang hatinya. Mereka mendukung sebagai
nungkemi Lodhewik Prabu, jrih mring Napoléon sebagai raja dan menganggap
Napoliyun raja. (1,35) Lodewijk takut terhadap Napoléon

Dangu-dangu juga milih, sumuyud mring Lama-lama juga memilih dan mengasihani
Bonaparta, pracayeng kaprawirane, dhasar Napoléon serta percaya akan kepewiraannya.
mring Lodhewik nata, langkung kedik kang Sebalikya sangat sedikit yang mengasihani
tresna, samanta Lodhewik Prabu, sareng Lodewijk.
kesisan ing Bala (1,36)

Setelah Napoléon Bonaparte ditangkap Napoléon Bonaparte harus menjalani


sebagai akibat dari kekalahannya dalam hukuman berupa pembuangan dari Eropa,
perang di Leipzig, ditandatanganilah karena kebaradaanya membahayakan semua
perjanjian Paris I. Salah satu keputusan negara Eropa. Pembuangan ke luar Eropa
penting dalam Perjanjian Paris I, antara lain harus dilakukan secepat mungkin agar

Page 83 of 278
perdamaian di Eropa segera dapat yakni kembali pada batas-batas negara tahun
dilaksanakan dan ditegakkan secepat 1792. Selama ekspansionisme Napoléon
mungkin. Negara-negara Eropa mendesak terjadi di Eropa, batas-batas wilayah
agar kondisi politik dan keamanan segera antarnegara menjadi kacau, karena
ditegakkan di Eropa mengingat perang yang kebanyakan dari negara-negara yang telah
terjadi melawan Prancis telah berlangsung dikuasai oleh Prancis dijadikan wilayah
lama dan memakan banyak korban. Prancis. Keputusan kembali kepada batas
wilayah sebelum tahun 1792 merupakan
Keputusan Perjanjian Paris I yang
batas wilayah pada saat sebelum terjadinya
penting untuk mengembalikan stabilitas
ekspansionisme Napoléon diakui oleh semua
keamanan negara-negara Eropa, adalah
negara di Eropa (Nembrini, et all. 1985).
diberlakukannya batas-batas negara Eropa
sebelum Napoléon Bonaparte berkuasa,

d. Penantang Raja-Raja Eropa


Kagyat ingkang para ratu, duk win Ketika melihat Napoléon Bonaparte dapat
Napoliyun raja. Lolosing Elba nagari, meninggalkan pulau Elba dan menuju ke
wangsul mring Prangkrik paradya, lan laju Prancis kemudian menjadi raja dan
jumeneng katong, sarta nantang prang pra menantang perang kembali dengan raja-
nata, wau sagung narendra, sigra miranti raja. Semua rajanya supaya mempersiapkan
ing pupuh,matah senopati yuda. (1, 38-39) perang, untuk melawan pasukannya.

Kehadiran Napoléon Bonaparte di wilayah Prancis. Perang kembali terjadi di


Paris setelah melarikan diri dari pulau Elba, Eropa. Inggris sebagai musuh Prancis segera
kembali menggegerkan semua negara Eropa. mengumpulkan pasukan multinasionalnya
Tidak ada seorang pun yang menyangka bersama dengan Belanda, Rusia. Setelah 100
bahwa ia dapat kembali ke Paris. Pada 1 hari menjadi Raja Prancis dan memimpin
Maret 1815, ia berhasil mendarat di Nice kembali pasukan Prancis, Napoléon salah
berkat bantuan orang-orangnya yang setia menerapkan strateginya dalam perang di
kepadanya. Dengan mudah ia sampai ke Waterloo. Napoléon Bonaparte kalah dalam
Paris dan disambut oleh mantan tentaranya, pertempuran di Waterloo. Ia tertangkap,
khususnya mereka yang berasal dari Paris. kemudian ditawan di Inggris, selanjutnya
Raja Louis XVIII yang baru saja naik takhta, diasingkan ke Pulau Saint Helena di Pasifik
terpaksa melarikan diri ke luar Paris dan hingga akhir hayatnya. Akibat dari perang
meminta perlindungan kepada semua raja ini, Prancis telah kehilangan 800.000 tentara
Eropa. Napoléon berhasil menduduki takhta dan sebagian besar tentara yang cacad akibat
sebagai raja Prancis kembali. Ia berhasil perang. Wilayah Prancis juga menjadi
menghimpun kembali sisa pasukannya, dan semakin sempit sebagai akibat dari
mulai melakukan ekspansionisme ke luar
Page 84 of 278
Perjanjian Paris II yang sangat merugikan
negara Prancis (Grimal, et all. 1969).


e. Napoléon sebagai pemberontak

Bonaparte Napoliyun, kang wus sepuluh Napoleon yang sudah sepuluh tahun
warsa, denya gung sikareng Gusti, mengko memberontak, akhirnya nanti akan kembali
bali marang ing Prangkrik Nagara. pulang ke Prancis.
(II, 13)
...lan denambalidadi, dadi tan nedya mrih Perbuatan membelot supaya diikuti dan
rukun, heh payo tumandang prang.... (II, 16) yang disuruhnya pun mau. Jadi tidak
mengusahakan kerukunan.

Sebagai pemimpin Prancis yang posisinya pada saat itu menjadi musuh
memperoleh amanat dari konstitusi Prancis, Prancis. Belanda sejak 1795 sampai dengan
Napoléon Bonaparte harus menyelamatkan 1813 merupakan negara di bawah
ide Revolusi Prancis. Walaupun protektorat Prancis. Namun berdasarkan
mendapatkan serangan dari negara-negara Traktat London I pada 13 Agustus 1814,
yang menggunakan sistem monarki di Inggris berhasil meyakinkan Belanda untuk
Eropa, ia harus menjalankan tugasnya yang memisahkan diri dari Prancis. Imbalan yang
sudah dituliskan dalam Konstitusi Prancis. diberikan oleh Inggris atas perubahan sikap
Apa yang dilakukan oleh semua pemimpin Belanda adalah dikembalikannya bekas
negara Prancis selalu mengacu pada jajahan Belanda yang dikuasai oleh Inggris
konstitusi yang merupakan ciri khas di Hindia Timur termasuk pulau Jawa yang
pemerintahan Prancis pascarevolusi. sudah dikuasai oleh Inggris sejak 18
September 1811. Setelah 1816 wilayah
Pandangan bahwa Naploéon
Hindia Timur menjadi wilayah koloni
Bonaparte sebagai pemberontak, merupakan
Hindia Belanda sampai dengan kekalahan
suatu fenomena terbalik yang merupakan
Belanda atas Jepang berdasarkan Perjanjian
sosok dipandang dari sudut lawan-lawan
Kalijati yang dilaksanakan pada 8 Maret
Prancis. Hal ini dapat dimaklumi karena
1942. Perjanjian itu pada intinya berisi
Hindia Belanda saat serat ini ditulis berada
tentang penyerahan wilayah Hindia Belanda
di bawah dominasi bangsa Belanda, yang
kepada Jepang. 


Page 85 of 278
f. Napoléon adalah orang yang sangat kuat
Ngunduri barisipin, bala Pras surak Pasukan Pras bertepuk sorak gemulai.
gumuruh. Wana Bossu kang kidul pan Hutan Bossu sudah dikuasai oleh pasukan
s a m p u n k e n g i n g , m r i n g w a d y a n y a Hernonimus. Napoléon sangatlah kuatnya.
Hernonimus. Bonaparte kyating pupoh (V,
17)
Dalam peperangan, Napoléon dianggap sanggup menyemangati semua prajuritnya.
sebagai orang yang pandai berperang. Hal inilah yang menyebabkan ia sangat
Sebagai seorang jenderal angkatan darat dicintai oleh rakyat Prancis terutama oleh
lulusan Académie Militaire di Paris, ia anggota pasukannya. Ia dikenal sebagai
dikenal sebagai seorang ahli strategi. orang yang sangat berani, selalu berada di
Musuh-musuhnya, terutama Nelson garis depan, sehingga tentaranya tidak
mengakui bahwa Napoléon Bonaparte pernah kehilangan semangat untuk
adalah seorang jenderal sejati, yang bertempur. (Bajou, 2012)

memiliki akal sangat cemerlang, dan

g. Napoléon adalah Jenderal yang Tidak Pernah Menyerah


Kasor ing prang raja Bonaparte, taksih Bonaparte sudah kalah tetapi masih perang
yuda lan Jendral Tileman neng Weper kanan melawan Jendral Tileman di sekitar Weper.
keringe, duk jam sekawan wau wrining Pukul empat tadi takut berita kalah, maka
warta kasoring jurit, Sri Napoliyun Nata, Napoléyon beserta pasukannya menggempur
saha bala nggempur, kalangkung kageting Jendral Grusi. Ia terkejut dan segera
driya, Jenderal Grusi gya memerintahkan pasukannya untuk mundur
prentahngumpulken baris, kinen mundur semua.
sadaya. (XI, 19)

Sebagai seorang jenderal angkatan Kesimpulan


darat yang paham betul tentang medan
Membicarakan persepsi seseorang atau
perang di Eropa, Napoléon Bonaparte masih
sekelompok orang sangat dipengaruhi oleh
mampu untuk mencari celah untuk
sudut pandang mana orang itu memandang
memenangkan pertempuran walaupun
dan menganalisis permasalahan yang
tentaranya sudah kalah. Semangat yang
dihadapi. Sudut pandang sangat ditentukan
tinggi dan keahliannya dalam strategi perang
oleh beberapa hal, antara lain identitas
menyebabkan ia sukar untuk ditaklukkan
pribadi, tujuan, ambisi, keinginan atau hal-
oleh siapa pun. Walaupun hari sudah
hal lain yang dapat mempengaruhi persepsi
petang, dan pasukannya mengalami
seseorang atau sekelompok orang terhadap
kekalahan, ia masih berupaya untuk
orang atau sekelompok orang lain. Persepsi
menggempur musuh dengan segara upaya
sangat ditentukan oleh kepentingan dan
dan daya demi memenangkan perang
suasana zaman pada masa karya sastra itu
tersebut. (Antoine Auger, et all. 2008).
Page 86 of 278
ditulis. Serat Napoliyun Bonaparte ditulis Yogyakarta. Terdapat tujuh persepsi
pada saat Sultan HB VI bertakhta di istana terhadap orang yang dianggap sebagai
Kraton Yogyakarta. musuh raja-raja Eropa, yakni sebagai orang
yang memiliki sifat ambisius yang ingin
Pada awal serat ini, telah
menjadi raja Prancis; sebagai raja yang tidak
dikemukakan bagaimana kondisi Sultan HB
bisa bekerja sama dengan raja-raja Eropa
VI saat itu, yang digambarkan sebagai orang
karena memiliki sifat yang keras kepala dan
yang sangat terkenal dalam peperangan,
mau menangnya sendiri; Ia dianggap sebagai
sangat dimuliakan, sangat termasyhur dan
seorang warga negara biasa yang ingin
berbudi luhur bagaikan pendeta, serta jauh
menjadi raja berkat belas kasihan Raja
dari kesombongan. Sultan HB VI dikenal
Lodhewijk XVIII yang seharusnya menjadi
sebagai pribadi yang teguh dalam
Raja Prancis pascarevolusi Prancis; Sebagai
berpendirian, menguasai matahari dan bulan.
raja yang bukan keturunan bangsawan, ia
Ia dianggap memberi ketenteraman kepada
dianggap sebagai raja yang tidak memiliki
dunia terhadap dunia, dan dianggap setia
moral yang baik. Oleh karena itu ia berani
terhadap kerbatnya sehingga tidak ada
menantang raja-raja Eropa dan
keributan dalam kehidupan keluarga maupun
menginginkan untuk menguasai wilayah
keluarga kraton. Ia dianggap bertindak adil
mereka untuk dijadikan koloninya. Setelah
dan berbelas kasih kepada siapa pun.
melarikan diri dari pulau Elba dan kembali

Sebagai seorang raja, hubungannya memimpin Prancis, ia dianggap sebagai

dengan pemerintah Belanda juga baik dan pemberontak terhadap kesepakatan yang

akrab. Dengan demikian kehidupan di tanah telah dibuat oleh raja-raja Eropa. Ia

Jawa pada masa pemerintahan Sultan HB dianggap memberontak untuk

VI, rakyat hidup tenteram. Semua kehidupan mempertahankan kembali kekuasaannya

berjalan sesuai tugas dan tanggung sebagai raja Prancis. Dalam berperang, ia

jawabnya. Semua orang hidup serba teratur, dianggap sebagai jenderal yang sangat kuat

termasuk di dalamnya rakyat jelata dan baik kepribadiannya, fisiknya, maupun

tentara. Ia dapat dijadikan contoh karena strategi perangnya. Oleh karena itu, ia

mampu untuk hidup bersama dengan sangat disegani oleh musuh-musuhnya.

penguasa lainnya di tanah Jawa. Keberaniannya melawan koalisi semua raja


Eropa membuktikan bahwa demi
Berbeda dengan apa yang penyelamatan ide Revolusi Prancis, ia
dipersepsikan oleh masyarakat Jawa tentang sanggup untuk berjuang bersama seluruh
Napoléon Bonaparte berdasarkan Serat warga Prancis melawan gabungan raja-raja
Napoliyun Bonaparte seri A 65 koleksi Eropa. Semangatnya yang tinggi dan
Perpustakaan Widya Budaya Kraton tanggung jawabnya terhadap bangsa dan

Page 87 of 278
negaranya membuat ia tidak pernah bersedia Saputro, Karsono H, (2012) Puisi Jawa
Struktur dan Estetika. Jakarta:
untuk menyerah dalam peperangan apa pun
Wedatama Widya Sastra
dan di mana pun.
Susetyo, Wawan. (2007). Kepemimpinan Jawa.
Yogyakarta: Narasi.
Referensi
Verkuyl, J. (1951). Ketegangan Antara
Imperialisme dan Kolonialisme Barat
Sumber Data
pada Masa Politik Etis. Translated from
Anonim. Serat Napoliyun Bonaparte. Koleksi
balans van Beleid: Terug op de laatste
manuskrip Perpustakaan Widya
halve eeuw van Nederlandsch Indie.
Budaya, Kesultanan Ngayogyakarta
Assen: Van Gorcum.
Hadiningrat.
Wade, J. Nicholas. (2005). Perception and
Marsono and Waridi Hendrosaputro. (1999).
Illusion: Historical Perspective.
Serat Napoliyun Bonaparte. Suntingan
Dordrecht: Springer.
Teks, Terjemahan dan Analisis Semiotik
(Based on the traditional letter No. A
65). Yogyakarta: Lembaga Studi Jawa
dengan Lembaga Indonesia Prancis.

Buku

Aaronson, Issac. (1914) “Perception” dalam


The Journal of Philosophy, Psychology,
and Scientific Methods. Vol. 11 No. 2
(Jan. 15, 1914), pp. 37-46.

Auger, Antoine, Jacques Garnier and Vincent


Rollin. (2008). Napoléon Bonaparte.
Paris: Larousse

Bajou, Valérie. 2012. Les Guerres de


Napoléon Bonaparte. Paris: Edition
Hazan.
Carpentier, Jean and François Lebrun.
2011. Sejarah Prancis. Translated from
from Histoire de France. Jakarta: KPG
Gramedia.

Gibson, James L, John M. Ivancevich, James H


Donelly Jr, Robert Konopaske. (2012)
Organization, Behavior, Structure,
Processes. USA: McGraw-Hill.

Grimal, Henri and Lucien Moreau. (1960).


Histoire de France. Paris: Fernand Nathan
Editeur.

Page 88 of 278

SESI II

FILOLOGI

Page 89 of 278
JAVANESE MANUSCRIPTS FROM YOGYAKARTA 

IN THE BRITISH LIBRARY

Annabel Teh Gallop



The British Library

there is also one significant Javanese source,


The royal library of Yogyakarta the Babad Bedhah ing Ngayogyakarta (Add.
12303), composed between 1812 and 1816
On 7 March 2019, on the occasion of
by Pangeran Arya Panular (c. 1771-1826),
the 30th anniversary of the coronation of
an uncle of Sultan Hamengku Buwana III
Sultan Hamengku Buwana X, the Palace of
(Carey 1992: 1-5). And it is Panular’s
Yogyakarta will launch its digital library
source which is of especial importance for
portal, providing full online access to 30,000
information on the fate of the manuscripts
images from 75 Javanese manuscripts from
from the royal library following the sack of
Yogyakarta now held in the British Library,
the kraton.
including 60 which are known to have been
seized from the palace library by British According to Panular, for four days
forces in 1812. after the fall of the kraton, the defeated
Javanese troops and officials were forced to
The story of the British attack on the
carry countless large teak chests from the
palace of Yogyakarta on 20 June 1812 is
kraton to the Residency house. Manuscripts
well-documented in numerous historical
and documents were taken to the secretarial
sources. The valuables of the kraton,
office in the Residency, where they were
comprising heirloom weapons, jewellery and
unpacked and sorted by Crawfurd and C.F.
the contents of the treasury, were seized and
Krijgsman, the official Javanese interpreter.
fell to the British Prize Agents to be divided
At least two of these manuscripts went to
between the troops according to rank. The
the Pakualaman: Panular recounts that
manuscripts from the royal library and
Raffles gave Paku Alam I a finely decorated
archival documents from the palace
genealogy of the rulers of Java which he
secretariat (Gedhong Pacarikan) were also
himself had drawn up, but which had been
taken to the British Residency, where they
seized from his personal library by Sultan
were divided between Raffles, Crawfurd and
Hamengkubuwono. Another manuscript – a
Mackenzie. Most of the sources for this
copy of Serat Ambiya in Pegon script – was
period are from the British perspective,17 but

17 Thorn 1815; Carey 1980. 1992..


Page 90 of 278
handed over by Crawfurd to Pangeran publications by Peter Carey since around
Mangkudiningrat, one of the second Sultan’s 1980. Carey, then at Trinity College,
sons (Carey 1980: 1). However it is not Oxford, set out to try to identify any
clear exactly how many manuscripts were manuscripts originating from the palace of
taken from the kraton, and whether others Yogyakarta held in British collections, with
might have been destroyed in the attack a view to seeking funding for the
(Carey 1980: 1). It appears that only three microfilming of these manuscripts, so that
manuscripts remained in the court library they could be made available, once again, in
after the event: a copy of Serat Suryaraja Yogyakarta. Carey requested help from
dated 1774, a copy of Arjuna Wiwaha of Merle Ricklefs, in view of his work with P.
1778, and a copy of the Qur’an (Carey 1980: Voorhoeve on the catalogue of Indonesian
13, n. 11). The Qur’an is an exceptionally manuscripts in Great Britain (1977).
fine and large manuscript in two volumes, Ricklefs provided Carey with a marked-up
illuminated throughout, and copied at the photocopy of pages from the catalogue,
Kraton of Surakarta by Ki Atmaparwita; identifying manuscripts in three categories:
exceptionally, it gives the date of the start of
copying (3 October 1798) and completion √ Tentu atau barangkali dari Yogya
(23 February 1799) (Lindsay, Soetanto &
Feinstein 1994: 209; Kumar & McGlynn √√ Tentu atau barangkali diambil orang
1996: 35). Inggeris dari Kraton Yogya, 1812

Since the decimation of 1812, the ? mungkin dari Yogya


library at the Kraton has slowly grown
throughout the course of the 19th century, On this basis, Ricklefs identified a
and 450 manuscripts in the Widya Budaya total of 83 manuscripts probably from
library and 250 in the Krida Mardawa Yogyakarta held in the UK: 75 in the British
library are listed in the catalogue by Jennifer Library (which since 1984 has included the
Lindsay, R.M. Sutanto and Alan Feintein India Office Library), 4 in the Royal Asiatic
(1994). Society, London, and 4 in the John Rylands
University Library of Manchester. Of these
Project to trace the Javanese manuscripts 83 manuscripts, 62 fall in the category as
from Yogyakarta being ‘certainly or probably’ taken by
British forces in 1812 from the Kraton of
As is apparent from the bibliographical Yogya: 2 in the Royal Asiatic Society from
references above, much of what we know the Raffles collection, and 60 in the British
about the fate of the royal library of Library.
Yogyakarta is due to research and
Page 91 of 278
With the support of Sir John Burgh, of using the microfilm reader, and in time
President of Trinity College, Oxford the microfilms themselves degraded due to
(1987-1996) and former Director-General of environmental conditions.
the British Council (1980-1987), in 1988
The development of digital
funding was obtained from the British
photography as a means of capturing the
Council to microfilm all 83 manuscripts. In
content of manuscripts, and enabling the
Indonesia, the project was supported by
images to be made available freely via the
Stephan Roman, Libraries and Information
internet, represents an enormous advance in
Officer at the British Council, and in 1989
widening access to precious and fragile
the microfilms were presented to Sri Sultan
manuscripts. The initial costs of digitation
Hamengku Buwono IX of Yogyakarta by the
are still considerable, in terms of the need
British Ambassador to Indonesia. The
for conservation care prior to photography,
following year, 1990, the British Council
the services of a skilled photographer,
funded the microfilming of all other
provision of metadata, as well as the
Indonesian manuscripts in the British
technical development for a portal to enable
Library, and a complete set of microfilms of
online delivery. But the benefits are
the 450 manuscripts was presented to the
astonishing, for now that almost everyone
National Library of Indonesia.
has access to the internet through
For many decades microfilm had been smartphones or computers, for the first time
the standard archival medium of ensuring really ensuring that knowledge is freely
the capture and preservation of the contents available to all.
of mansucripts and archives, and to this day,
For some years now the British Library
microfilm is still widely in use in libraries
has been seeking external partnerships to try
and archives to provide access to fragile
to make its collections more accessible
material such as newspapers. However,
worldwide, especially to regions distant
reading microfilm necessitates a microfilm
from the UK. For example, in 2013, with
reader, an expensive piece of hardware that
the support of William and Judith Bollinger,
needs careful maintenance, and microfilm
all the 120 Malay manuscripts in the British
needs to be stored in conditions of
Library – with about half originating from
controlled humidity and temperature.
the territory of present-day Indonesia – were
Although the presentation of microfilms of
digitised and made available through the
the Javanese manuscripts from the UK to the
British Library’s Digitised Manuscripts
Kraton of Yogyakarta in 1989 did mean that
website. At around this time, in 2013 a
the contents were now accessible, it is
delegation from the Libraries and Archives
probably true to say that not much use was
Board of the Special District of Yogyakarta
made of the microfilms due to the difficulty
Page 92 of 278
(BPAD), headed by Mr Budi Wibowo, manuscripts. Blog articles about these
visited the British Library, with a mandate manuscripts have been contributed from
from His Excellency the Governor of leading experts including Prof. Ann Kumar
Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono and Prof. Merle Ricklefs of ANU, and Dr
X, to explore the prospect of obtaining Dick van der Meij of Hamburg University.
digital copies of the Javanese manuscripts Newly-digitised manuscripts are also
from Yogyakarta.   Since then, the British promoted through social media, on
Library prioritised the digitisation of one or Facebook, Twitter and the British Library’s
two Yogya manuscripts each year, whilst Asian and African studies blog. Finally, in
collaborating with BPAD to continue to seek March 2019, the project was completed,
external funding to digitise the full with 30,000 images from 75 manuscripts
collection.   One of the finest Javanese now fully accessible through the British
manuscripts from Yogyarta, a royal copy of Library’s Digitised Manuscripts website, as
Serat Jaya Lengkara Wulang (MSS Jav 24) wall as on the Kraton’s own website. It is
was digitised and copies shared with BPAD indeed fitting that the successful end to this
in 2015, and the next year, digital copies of long journey has taken place on the 70th
four volumes of palace archives were anniversary of the establishment of
digitised and presented to Sri Sultan in diplomatic relations between the UK and the
Yogyakarta in November 2016. Republic of Indonesia .

Thus the British Library was The royal library reconsidered


immensely grateful to Mr S P Lohia, who in
According to oral tradition in Yogya,
2017 pledged funding for the Javanese
after the sack of the Kraton in June 1812
Manuscripts from Yogyakarta Digitisation
‘Raffles kept many of the most valuable and
Project, to digitise the rest of the 75
beautiful volumes for himself, allowing the
Javanese manuscripts in the British Library
rest to be divided amongst Crawfurd and
identified by Dr Peter Carey as originating
Col. Colin Mackenzie’ (Carey 1980: 1).
from Yogyakarta. The project was launched
Raffles certainly had a large and important
at the British Library in London by Sri
collection of 44 Javanese manuscripts which
Sultan Hamengku Buwana X on 20 March
are now held in the Royal Asiatic Society,
2018, and over the past year conservators,
but strangely, only two of these can be
photographers and digital technicians have
positively identified as originating from the
been busy preparing and photographing the
Kraton of Yogyakarta. These are Raffles
manuscripts, and checking the digital images
Java 4, Serat Rama Kawi, and Raffles Java
and mounting them online. A dedicated
7, Babad Mataram. Both manuscripts are
webpage on the British Library website
large, with finely illuminated double frames
provides quick links to all these digitised
Page 93 of 278
at the beginning, and original brown leather strong in historical works (babad and
bindings stamped with frames and sejarah) and literature (serat, carita), with a
ornaments. small selection of other titles including a
pawukon, primbon, and ethical texts.
Of the 60 Kraton manuscripts in the
Mackenzie’s collection also holds historical
British Library, 21 came from the collection
works – including the Babad ing Sengkala
of John Crawfurd, who was British Resident
dated 1738 (Ricklefs 1978), the oldest dated
in Yogyakarta from 1811 to 1814. Crawfurd
manuscript in the collection – and literary
sold his collection of Malay, Bugis and
texts such as Damar Wulan and Arjuna
Javanese manuscripts to the British Museum
Sasrabahu. But the unique strengths of the
in 1842, and these manuscripts can be
Mackenzie collection are the many primbon
identified by their ‘Add.’ shelfmarks. The
and wayang texts, and the tales of Muslim
other 39 manuscripts come from the
heroes such as Carita Yusup, Ahmad
collection of Colin Mackenzie, who was
Muhammad, Caritanya Nabi Muhammad,
Chief Engineer of the British army in Java
Serat Anbiya and Menar Amir Hamza.
from 1811 to 1813. Mackenzie took his
Although Crawfurd’s collection holds one
Javanese manuscripts back to Calcutta,
copy of the Menak Amir Hamza, this is such
where he died in 1821, after which his
an exceptionally large manuscript of 1,520
collection went to the India Office Library
folios raising the possibility that it may have
in London, and is now held in the British
been selected by Crawfurd because of its
Library. The Javanese manuscripts from the
size rather than its contents.
Mackenzie collection bear ‘MSS Jav’
shelfmarks. At present, those manuscripts from
the Mackenzie collection known to originate
There is quite a clear distinction
from the Kraton of Yogyakarta are bound in
between the profiles of the Crawfurd and
39 volumes, but the original number of
Mackenzie collections. One of the
manuscripts would have been considerably
outstanding features of the Crawfurd
higher, as many small manuscripts were
collection is the Archive of Yogyakarta: a
bound together in Calcutta. For example,
collection of some four hundred manuscript
MSS Jav 42 is a single volume containing 8
documents in Javanese dating from 1772 to
primbon, while MSS Jav 20 is a volume
1813, comprising official reports, letters,
containing 7 wayang texts. According to
accounts and other documents as well as the
Carey, the number of manuscripts taken
private papers of Sultan Hamengku Buwana
from the royal library in 1812 was estimated
II (r. 1792-1810, 1811-1812, 1826-1828) and
at over 150 (Carey 1992: 40). So far only 62
his successor Sultan Hamengku Buwana III
volumes have been identified in the BL and
(r. 1812-1814). Crawfurd’s collection is also
RAS, but a reappraisal of the Mackenzie
Page 94 of 278
collection will certainly raise the figure collection are three other manuscripts from
upwards. Yogyakarta, but these all post-date the attack
on the kraton of 1812 and derive from the
The art of the book in Yogyakarta:
Pakualaman, including a copy of Serat Panji
illumination and binding
Angronagung Pakualaman, dated 1813

The two manuscripts selected by (Add. 12281).

Raffles do indeed have fine decorated


Two copies of pawukon are filled
opening frames, but there are surprisingly
with illustrations of wuku. One is of
few illuminated manuscripts in the British
particular interest, as it is found after the
Library collection. Of the 60 manuscripts
end of the Babad ing Sangkala dated 1738
known to have come from the Kraton, only
mentioned above (MSS Jav 36). Only 16
six have substantial illumination. The finest
drawings of wuku are found, without the
is a copy of Jaya Lengkara Wulang dated
accompanying descriptions of the attributes
1803 (MSS Jav 24), with two sets of densely
normally found in a pawukon. But these
decorated double frames, and many
drawings may the oldest dated drawings of
elaborate canto markers involving animal
wuku known. The other pawukon, Add.
figures and martial imagery. Interestingly,
12338, dated 1807, is finely drawn and
there is another copy of Jaya Lengkara
coloured and contains 29 drawings of the
Wulang (Add 12310) which is decorated in a
wuku (missing only one).
very similar style, and it would be
interesting to have a close comparison to A proportion of the Javanese
determine whether the same artist was manuscripts still appear to have their
involved. Another manuscript with full original bindings, and through an
decorated frames is a copy of Bratayudha examination of these bindings it may be
kawi miring, dated 1797 (MSS Jav 4), which possible to define the ‘Yogyakarta style’ of
although in poor condition has glowing binding. These are dark brown leather full
frames with strong colours. Islamic-style bindings, with ‘envelope
flaps’, which wrap around the outside of the
A copy of Serat Rejunawijaya (Add
front cover. The front and back boards are
12302) has a set of double frames in the
blind-stamped with a series of frames, and
wadana gapura style, resembling gateways.
the resulting inner rectangular panel is
This style is very well known from many
decorated with corner pieces and a central
Yogyakarta manuscripts in the 19th century,
medallion. This description is typical of
but this manuscript is dated 1802, which
bindings from all over the Islamic world,
might make it one of the earliest known
and from other parts of the Nusantara
examples. Also digitised in the Crawfurd
archipelago. What distinguishes the

Page 95 of 278
Javanese bindings from Yogyakarta is, in the colour of the ink, the style of the
some cases, the density of stamped handwriting, any illumination or decoration
ornament, particularly in the series of in the books, and the materials used for
rectangular frames, which sometimes reach bindings. Sometimes these codicological
5 or 6 layers. In one manuscript, Arjuna features can shed light on manuscripts, and
Sasrabahu (MSS Jav 46), the boards are so suggest links between different books and
densely covered with stamped ornaments texts. It is to be hoped that the Javanese
that the small area of unstamped leather manuscripts from Yogyakarta in the British
stands out decoratively in contrast. Library, which are now fully accessible
through digitisation, will become objects of
Similar dark brown leather bindings
study, to contribute to our knowledge about
are found on manuscripts in the Raffles,
the arts of the book in Yogyakarta.
Crawfurd and Mackenzie collections, and
this is important confirmation that these
Bibliography
might be original Kraton bindings, for each
of these collections also contain many Behrend, T. E.
manuscripts with later bindings. However, 1996 Textual gateways: the Javanese
manuscript tradition. Illuminations:
one unusual feature is only found on writing traditions of Indonesia, ed. Ann
Crawfurd manuscripts, and this is the use of Kumar & John H. McGlynn; pp.
161-200. Jakarta: Lontar Foundation.
a small metal clasp to hold the envelope flap 2005 Frontispiece architecture in
shut. This is actually a unique feature never Ngayogyakarta: notes on structure and
sources. Archipel, (69): 39-60.
seen before on Islamic bindings elsewhere in
Carey, P. B. R.
the world. But the fact that these clasps are 1980 The archive of Yogyakarta. Volume I.
only found on Crawfurd manuscripts, and Documents relating to politics and
internal court affairs. Oxford:
not on Raffles and Mackenzie manuscripts, published for the British Academy by
suggests that these clasps might be later Oxford University Press. (Oriental
Documents; 3).
additions, rather than originating from the 1992 The British in Java 1811-1816: a
Kraton tradition. Javanese account. A text edition,
English synopsis and commentary on
British Library Additional Manuscript
Conclusion 12330, Babad Bedhah ing
Ngayogyakarta. Oxford: published for
the British Academy by Oxford
Javanese manuscripts have University Press.
traditionally been studied as works of Carey, Peter and Hoadley, Mason C. (eds.)
2000 The archive of Yogyakarta. Volume II.
history and literature, and objects of
Documents relating to economic and
philological study, focussing on the texts. agrarian affairs. Oxford: published for
But the material aspects of the manuscripts the British Academy by Oxford
University Press. (Oriental Documents;
also deserve study, such as the paper used, 11).
Page 96 of 278
Kumar, Ann and McGlynn, John H. (eds.)
1996 Illuminations: writing traditions of
Indonesia. Jakarta: Lontar.
Plomp, M.
1993 Traditional bookbindings from
Indonesia. Materials and decorations.
Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde, 149(3): 571-592.
Ricklefs, M. C. and Voorhoeve, P.
1977 Indonesian manuscripts in Great
Britain. Oxford: Oxford University
Press. (London Oriental Bibliographies;
5).
Ricklefs, M. C., Voorhoeve, P., and Gallop,
Annabel Teh
2014 Indonesian manuscripts in Great
Britain. New edition with Addenda et
corrigenda. Jakarta: Ecole française
d’Extrême-Orient, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Page 97 of 278
BAHASA SEBAGAI JENDELA DUNIA :

KAJIAN TENTANG BABAD NGAYOGYAKARTA

Oleh: Arsanti Wulandari18



Prodi Sastra Jawa FIB UGM

Filologi berusaha mengungkapkan hal-hal di
ABSTRAK atas. Kata-kata yang menjadi sarana
terwujudnya sebuah teks dicoba dimaknai.Teks
Babad disampaikan Ann Kumar (1984) dapat yang sudah tersedia diusahakan untuk
berisikan diary seorang pemimpin pada masa diungkap dengan melalui penyajian dan
tertentu atau dapat juga genealogi. Babad penafsiran. Penguasaan bahasa dan aksara
Ngayogyakarta salah satunya. Teks Babad menjadi kunci utama dalam proses ini. Bahasa
Ngayogyakarta sendiri mempunyai banyak sebagai alat komunikasi adalah unsur penting
judul yang mencantumkan periode yang sdang dalam kehidupan. Hal inipun tertera dalam teks
dan akan diceritakan. Hanya saja perlu bahwa belajarlah bahasa untuk melihat dunia.
diketahui penulisan diary seorang Raja dalam
wujud teks babad juga tidak selalu ditulis pada Kata kunci : bahasa, Babad Ngayogyakarta,
masa Raja tersebut bertahta, sehingga bisa jadi fungsi dan makna
penulisan tersebut tidak sekedar menulis diary
tetapi tergolong penilaian penulis atau
mencoba menghadirkan raja pemrakarsa dalam
teks tersebut. Pendahuluan

Teks Babad Ngayogyakarta sangat kaya akan Naskah adalah peninggalan masa lalu
informasi. Informasi dari teks Babad yang identik dengan buku kuna, buku usang
Ngayogyakarta yang ada sangat kompleks baik
dari bahasa, sastra maupun budaya yang yang berdebu dengan tulisan yang tidak
tersirat dan tersurat dari dalam teks. Ranah jelas. Bahkan ketika orang mengatakan
bahasa dapat dilihat bahwa teks yang ditulis bicara naskah identik dengan sesuatu yang
menggunakan aksara Jawa ini merekam tata
cara penulisan yang bisa jadi merupakan ciri cenderung hanya disakralkan, disimpan di
pada masa tertentu. Tradisi penulisan naskah tempat yang khusus dan mendapatkan
secara kodikologi juga dapat menjadi ciri perlakuan khusus. Apa sebenarnya naskah
penulis atau pemrakarsanya. Segi Budaya
banyak merekam kebiasaan atau tata cara yang itu? Sebenarnya bagaimana kita
berlaku pada masa yang diceritakan. Dari sisi memperlakukan naskah dan apa yang dapat
Sastra berarti teks merekam tata cara kita manfaatkan dari naskah?
penyampaian ide atau fakta yang nantinya
akan disampaikan pada pembaca. Teks menjadi
Naskah sebagai wujud fisik sebuah
rekaman proses pemvokalisasian sebuah fakta.
Dengan demikian pembacaan dari sebuah karya yang memang ditulis dengan media
Babad bisa melihat produksi teks atau dapat tradisional dan menggunakan aksara daerah
juga mengungkapkan makna teks.
(Saputra, 2008:2). Kondisi yang demikian
membuat masyarakat kadang sudah merasa

18 Mahasiswa S3 Ilmu-ilmu Humaniora FIB UGM


Page 98 of 278
harus mengistimewakan dalam Nusantara sangat kaya dengan naskah ,
memperlakukan sebuah naskah. Hanya saja misal Pustaha Lak-lak yaitu naskah dari
perlakuan istimewa bukan berarti hanya Batak yang terbuat dari kulit kayu yang
disembah dan disimpan di atas langit-langit dalam membacanya seperti orang bermain
rumah karena dianggap sesuatu yang suci, akordion, naskah Bugis yang menulisnya
tetapi perlu penanganan tidak hanya fisik. disebut masureq adalah naskah yang ditulis
Penanganan yang dimaksud adalah diatas daun lontar yang ditulis dengan
memahami apa isi kandungan naskah. aksara Bugis dibaca dengan model seperti
Kandungan naskah atau isi naskah inilah memutar kaset, atau naskah Bali yang ditulis
yang disebut dengan teks (Saputra, di atas lontar dibaca dengan urutan lempir,
2008:5-6). Pemahaman atas teks inilah yang atau gelumpai yaitu naskah Lampung yang
memerlukan ketrampilan dan ketelitian. Hal biasanya ditulis diatas bambu dengan aksara
itu disebabkan teks ditulis dalam aksara Rencong atau aksara Lampung, dan masih
daerah dan bahasa daerah yang tidak semua banyak lagi yang lain. Demikian keadaan
orang dapat membacanya. Mengapa pernaskahan di Nusantara.
memahami teks itu penting?

(i) Naskah Bugis (ii) Naskah lontar Bali


Page 99 of 278
(iii)Pustaha Lak-lak (a) (iv) Pustaha Lak-lak (b)

Demikian halnya kondisi pernaskahan Hanya saja masing-masing naskah pastilah


di Jawa yang sangat beragam. Banyak mempuyai kekhasan tesendiri yang akan
tempat-tempat penulisan naskah yang dibahas. Babad Ngayogyakarta dikenal
disebut skriptorium yang kaya akan naskah dengan banyak versi dan masing-masing pun
dengan berbagai jenis media tulis. Naskah sebenarnya mempunyai penamaan khusus
lontar, kertas Eropa dan daluwang ada yang akan diuraikan lebih lanjut. Tidak
tersimpan di Jawa. Namun sekali lagi ini sekedar dari judul umum yang terkesan
adalah kekayaan budaya yang perlu cerita tentang Yogyakarta saja, tetapi juga
diungkap isinya. Teks atau isi kandungan akan disampaikan apa yang ada di dalam
naskah merekam sebuah kondisi di masa teks itu.
lalu dan memberi informasi yang beragam
Inventarisasi dan Penamaan Babad
(Pudjiastuti, 2010: 3-10). Teks bisa jadi
Ngayogyakarta
merupakan cerminan pola pikir masa lalu..

Pendataan mengenai Babad


Demikian halnya dengan teks Babad
Ngayogyakarta dapat dilihat dari tabel
Ngayogyakarta yang ternyata mempunyai
berikut.

jumlah eksemplar yang cukup banyak.

Page 100 of 278


Tabel 1. Hasil Inventarisasi Babad Ngayogyakarta (Behrend, 1990) dan
Lindsay (1994)

No Kode Judul Keterangan


SONOBUDOYO
1 S 105/SB 135 Babad Ngayogyakarta - Penobatan HB II-HB V, hingga
(815 hal) Jilid. 1 Jawa jatuh ke tangan Inggris
- Sudah ada alih aksaranya (S.
105a/SB 175)
- ditulis 3 Sura 1805/31 Januari
1876 didasarkan pada
kronometris dalam naskah
2 S 106/SB 136 Babad Ngayogyakarta - kronik Jogja setelah jatuh ke
(67 lb) Jilid 2 Inggris hingga laporan Residen
Domis kepada Jendral van Geen
utk memberi bantuan dalam
rangka pemberontakan di
Demak
- Sudah ada alih aksaranya (S.
106a/SB 176)
3 S 107/SB 144b Babad Ngayogyakarta - kronik Jogja setelah penumpasan
(840 lb) Jilid 3 pemberotakan di Demak oleh Hindia
Bld, perang Diponegoro, dan
Kapt .de Kock, pisowanan HB V
- Sudah ada alih aksaranya (S.108/SB
177)
4 S 109/PB A 280 Babad Ngayogyakarta - Pemerintahan HB II – pengepungan
(401 lb) HB II-HB V Dipanegara di Selarong.
- Sudah ada alih aksaranya oleh Tim
Prodi Jawa (2010)
- Naskah berkarakter Surakarta

Page 101 of 278


5 S 110/SK 113 Babad Ngayogyakarta - Berkisah tentang Ratu Bendara
(838 lb) HB III pulang ke Jogja dan berselisih dengan
HB II dan peristiwa selanjutnya
hingga perjalanan gupernur jendral
ke Jogja untuk menahan ancaman
Inggris
- Sudah ada alih aksaranya oleh Tim
Prodi Jawa (2016)
- Naskah berkarakter Yogya
- selesai ditulis 6 besar 1823/10 juni
1894
(berdasar catatan di luar teks setelah
selesai penulisan/ dihal.826)
- diminta bandingkan dengan Babad
Krajan
6 S 111/SK 96 Babad Ngayogyakarta - Kronik Jogja dari penobatan HB IV
(1321 lb) HB IV-HB VI (1814)-pernikahan HB V (1835)
- diperkirakan lanjutan dari S 110
- di kolophon , mulai ditulis 28 Sept
1873 (Jimakir 1802 TJ)-
dimungkinkan ini adalah tanggal
penulisan babad yang disalin setia
- Di bag. depan tertulis : “Punika Serat
Babad Diponegoro nyariyosaken awit
jumeneng Dalem ingkang Sinuhun
Kanjeng Sultan Kaping IV, ngantos
dumugi krama dalem ingkang
Sinuhun Kanjeng Sultan kaping V

Page 102 of 278


7 S 112/SB 169 B a b a d - Di bagian awal tertulis : “Babad
(720 lb) H a m e n g k u b u w a n a kawiwitan djuměněngipoen K.
IV-V Soeltan kaping 4 – K.S. kaping 5.”
- Pada bagian kolophon awal naskah
disebut naskah disalin 1881 dari
naskah produksi 1869 oleh Carik
Sastrapratama
- Sedangkan penulisnya adalah RT
Sasraadipura dan dikarang oleh
Suryawijaya (data dari kolophon)
pada 1869 (13 Muharam Je 1798 ,
diprakarsai HB VI
- Sudah ada alih aksaranya oleh Tim
Prodi Jawa (2015)
- Secara kodikologis agak kurang tepat
utk tahun penyalinan karena kertas
sudah berkop dan mungkin kolophon
kedua adalah penyalinan setia
terhadap babonnya

8 S 115/PB G 54 Babad Ngayogyakarta -Berisi banyak teks :


(726 lb) saha sanes-sanesipun 1. Babad Ngayogyakarta HB V (hal.
(naskah ketikan) 1-707)(dari masa wafatnya HB IV,
masa kecil HB V dengan
perwaliannya, perang Dipanegara,
pernikahan HB V)
-bandingkan dengan YKM/W-85,
W-86, W-87 : ttg HB V
2. Cariyos Krakal (hal. 707-711)
3. Serat Silsilah HB I-IV (hal. 712-715)
4. Pepali Ki Ageng Sela(718-727)

Page 103 of 278


9 S 116/SB 141a Babad Ngayogyakarta - Pada bagian awal tertulis, “Sinuhun
(724 lb) HB V dumugi VII Ping Gangsal supit”
Sěrat bakda dahuru Dipaněgaran
dumugi juměněngipun ingkang
Sinuwun kaping: 8/7?: něgari
Ngayogyakarta
- Kronik Yogyakarta 1846-1877 M
- ditulis/disalin tahun 1810 TJ atau
1886 TM oleh Natadirja (punakawan
Silir Ngayogyakarta), pada masa HB
VII
- Ditilik karakter tulisan/aksara adalah
khas Yogyakarta
- Sudah ada alih aksaranya oleh Tim
Prodi Jawa (2009)
-
10 S 117/SB 141b Babad Ngayogyakarta - kronik Yogyakarta , 1875-1886 ,
(597 lb) HB V dumugi HB VII sampai pembuangan Jayakusuma
(putra HB VII-1887)
- teks terputus , lembaran hilang.
KRATON
11 W.85/A.87 Babad Ngayogyakarta -Kondisi sangat rusak, hanya halaman
HB IV-V depan yang terbaca telah ada
salinannya( lih. No.12)
- Teks yang terbaca hanya halaman 2,
selebihnya rusak
- Teks mempunyai judul Serat Kanjeng
Ratu Kencana (pada pembungkus
naskah)
12 W.85/A.87(a) Babad Ngayogyakarta - Naskah salinan W.85/A.87 (no11)
HB IV-V - atas prakarsa HB VI dan Kumendur
Bintang Leyo dan Mayor Jenderal
yang berkuasa di Mataram
- Ditulis Sabtu Pon, 12 Sura, Wuku
Sinta, mangsa Destha 1798/ 24 April
1869
- disebutkan tentang Babad HB IV,
yang menggantikan ayahndanya
diusia 14 tahun. Dinyatakan setelah
sunat dan tampak dewasa, atas
kehendak Tuwan Kroparet sudah
pantas menikah (awal teks-bait 1-4)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa


teks Babad Ngayogyaarta sangatlah kaya
Page 104 of 278
aakan salinan atau eksemplarnya. Dari dua Dengan demikian naskah
tempat penyimpanan sudah didapat 12 memungkinkan mempunyai lebih dari dua
naskah yang mengandung cerita tentang judul yang ditulis terkadang dalam teks atau
Yogyakarta dan mempuyai judul khusus di luar teks, atau di lembar-lembar bagian
yang beraneka. Sebutan yang umum untuk depan naskah. Judul naskah yang membatasi
mengenai naskah didasarkan pada konten penceritaan teks tersebut tidak menentukan
yang bercerita tentang Yogyakarata, namun masa penulisannya. Misal, Babad
sebenarnya terdapat judul khusus yang Ngayogyakarta HB IV-V ini ditulis bukan
menjadi ciri dari masing-masing naskah. oleh carik masa HB IV/V tetapi ditulis masa
Judul khusus didasarkan pada beberapa HB VI sehingga penulisan sebuah teks di
pertimbangan, misal : sini juga dipengaruhi oleh siapa penulis atau
pada masa siapa teks tersebut ditulis.
(i) Raja yang sedang bertahta yang
Sehingga sangat mungkin ketika bicara
menjadi inti yang diceritakan
tentang tokoh yang sama akan diceritakan
dalam teks, misal Babad
dengan dua model yang berbeda dalam
Ngayogyakarta HB IV-V
penceritaannya. Misal , Babad

(ii) Peristiwa yang mendominasi teks Ngayogyakarta HB IV-V (W.85) dengan SB

yang diceritakan, misal Sinuwun 169 mempunyai judul naskah yang sama

Ping Gangsal Supit; “Babad persis akan tetapi kenyataannya ekspresi

kawiwitan djumě (ně)ngipoen K. pengarang berbeda dalam penyajian teksnya.

Soeltan kaping 4 – K.S. kaping Ekspresi pengarang yang disajikan dalam

5.” bentuk tembang berbeda baik jenis


tembangnya maupun vokalisasi ataupun
pengemasan fakta yang dikemasnya, misal :


Tabel 2. Perbandingan Pupuh Babad Ngayogyakarta SB 169-A87(a)

Pupuh Babad Ngayogyakarta HB IV-V (SB Babad Ngayogyakarta HB IV-V (A


169) 87(a))
1 Dhandhanggula Dhandanggula
2 Asmaradana Kinanthi
3 Sinom Wijil
4 Wijil Sinom
5 Megatruh Pocung

Page 105 of 278


Melihat contoh di atas tampaklah Tata Tulis Teks Babad Ngayogyakarta SB
bahwa pupuh yang mempunyi watak 141a
masing-masing sudah menunjukkan
Teks dalam naskah sebagai sumber
perbedaan akan tetapi perlu dipahami lebih
informasi. Inilah yang menjadi alasan
lanjut makna masing-masing. Vokalisasi
mengapa naskah perlu dipahami. Teks harus
tulisan yang menceritakan fakta yang sama
dipahami dengan baik dan benar. Tradisi
tapi ekspresi berbeda. Kembali bahwa
tulis masa lalu yang diekspresikan dengan
pengamatan terhadap bahasa yang dipakai
berbeda-beda oleh tiap penulis. Misal tradisi
dalam teks memerlukan kejelian tersendiri.
tulis teks SB 141a yang menunjukkan
kecendekiaan dalam kepenyairan Jawa

Tabel 3. Tata Tulis SB 141a


Contoh: (1)

▪ “G” menunjukkan ganti


subjek yaitu pergantian
Gupenur Belanda yaitu
Jongkir Kurnelis(Betawi).
Penggunaan aksara Latin
disebabkab menunjuk pada
orang Belanda.

▪ “‫ ”ھ‬menunjukkan tahun Jawa


Ehe

▪ “1772” menunjukkan tahun


yang dimunculkan dalam teks
"
peksa nabda nunggang jalmi,

Page 106 of 278


Contoh (2)

▪ “‫ ”ھ‬menunjukkan tahun
Jawa yaitu Ehe

▪ “1780” menunjukkan
pembacaan dari sengkalan

Nir slira muji nabi’

▪ “Rĕ” menunjukkan
Rĕgen Bantul
dan ini menunjuk orang
Jawa (Radyan Nitinegari)
sehingga disimbolkan
dengan aksara Jawa.
"

Tata cara dengan scholia ini dan ini membuka informasi tentang siapa
menunjukkan bagaimana penulis atau carik dan apa yang ada dalam teks.
memperlihatkan kepandaiannya dalam hal
Ketrampilan Bahasa dalam Babad
membuat catatan yang mempermudah
Ngayogyakarta HB IV-V
pembaca ataupun penulis itu sendiri. Kedua
contoh di atas memperlihatkan peran naskah Selain dari sisi produksi teks ternyata
dengan melihat tata cara menulis teks dapat dilihat mengenai adanya peran bahasa
naskah. Tata tulis dengan scholia telah yang sangat penting dalam ranah kekuasaan
mengajarkan kepada kita mengenai tata cara atau masa pemerintahan sebuah periode.
penulis jaman dahulu mencoba memberi Teks Babad Ngayogyakarta HB IV-V sangat
catatan tepi yang dapat membantu pembaca/ jelas menunjukkan bahwa penguasaan
penulis sendiri menandai adanya pergantian bahasa adalah hal yang penting bagi seorang
tokoh penting , penanda sengkalan ataupun Raja. Hal tersebut pernah disinggung
tahun Jawa yang berarti berhubungan Wulandari (2014) bahwa penguasaan bahasa
dengan peristiwa. Hanya saja, catatan ini sangat diperlukan untuk menguak banyak
tersebut tidak akan dapat “terbaca” kalau informasi dari teks. Demikian halnya bagi
kita tidak menguasai aksara dan bahasa Raja. Dari sejak persiapan sebagai raja
dalam teks yang berarti informasi mengenai maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tahun, tokoh dsb tidak terungkap. Kembali tersebut disebabkan bahasa adalah alat
peran tata tulis teks pada naskah komunikasi yang jelas sangat penting dalam
mengungkap pola kerja penulis masa lalu proses pemerintahan juga alat
pengembangan wawasan. Karena pentingnya
Page 107 of 278
peran bahasa itulah maka dalam teks memberi pengajar orang Melayu, Encik
disampaikan adanya pengajaran khusus bagi Atas namanya, supaya Kangjeng Prabu
Raja. Selain itu tampak pula di dalam teks menguasai berbagai bahasa. Pengajaran
adanya peran penerjemah dalam setiap sudah berjalan.
aktifitas raja ketika berkomunikasi dengan
Sang Raja sudah bisa berbahasa Melayu
Belanda.
serta Sastra Arab dan Jawa. Senang hati
a. Pengajaran Bahasa pada Sultan HB eyang dan ibu. Kanjeng Ratu Kencana
IV berbicara kepada ibunda dengan pelan.’

Penguasaan bahasa menjadi hal Kutipan di atas menunjukkan HB IV


penting bagi seorang pemimpin. HB IV yang yang baru saja dinobatkan sebagai Raja
diangkat di usia belia (12 tahun) dan diberi kesempatan oleh Garnam unntuk
mengalami perwalian dalam menjalani roda belajar bahasa Melayu dengan memberi
pemerintahan berkesempatan belajar banyak Guru baginya. Bahkan dengan sangat jelas
bahasa. Usia yang belia masih disebutkan supaya sang Raja menguasai
memungkinkan HB IV muda untuk berbagai bahasa. Dilanjutkan bahwa HB IV
menguasai banyak bahasa. Disampaikan juga menguasai Sastra Arab dan Jawa.
dalam Babad Ngayogyakarta HB IV-V Keadaaan ini menunjukkan bahasa adalah
sebagai berikut. hal yang penting. Penguasaan bahasa dinilai
sangat perlu hingga butuh didatangkan guru.
...,Mistěr Garnam winiraos.

anyaosi pamulang jalma Lumayu, Ěncik Kala itu komunikasi dengan bahasa
Atas kang wěwangi, amrih Kanjěng Sang Melayu dalam ruang pemerintahan sangat
Aprabu, putusing basa sěkalir, perlu. Pemerintah tampaknya menggunakan
wuwulangira kělakon. 
 bahasa Melayu dalam berkomunikasi dengan
Sri Narendra wus sagět basa Lumayu, Belanda. Kepentingan inilah hingga
tuwin sastra arap19 Jawi, sukeng tyas dipandang oleh Garnam perlu adanya
kang eyang ibu, Jěng Ratu Kěncana pengajar khusus bagi Raja. Sebagai Raja
něnggih, matur mring kang ibu alon.
 harus menguasai bahasa percakapan ini,, dan
(Babad Ngayogyakarta HB IV-V, pp.V: ini kesempatan untuk membuka wawasan .
34e-36)
Selain itu dikatakan Sastra Arab dan
Terjemahan : Jawa juga dikuasai HB IV dan membuat
bangga ibu dan neneknya tampak menjadi
‘...Diceritakan Mister Garnam-
simbol. Sastra Arab disinggung sebelumnya

19 Naskah : Arap

Page 108 of 278


sebagai pembacaan terhadap Quran, eyang Kangjeng Ratu Ageng yang
sedangkan penguasaan sastra Jawa tetap tinggal di istana. Raja( belajar) dengan
diharuskan untk dipelajari. Hal terebut saudara-saudaranya..
tertuang dalam kutipan berikut.
Ketiga kakak yang sebaya Raja, pertama
Saběn ari winulang ngaos kurkanu, Raden Mas Suratmani, kedua Raden Mas
sědene kang sastra Jawi, mring kang Masngud, Raden Mas Alibi yang ketiga,
eyang Jěng Ratu, Agěng wus manggen keempat saudara sepupu yang lebih
neng puri, lan kadang-kadang Sang muda,
Katong.
(yaitu) Raden Mas Subarda putra Raden
Prěnah raka tětiga pantaran Prabu, juga Rangga yang dahulu memberontak. Putra
Denmas Suratmani, kalih Raden Mas dari Kangjeng Ratu Maduretna, adik
Masngud, Den Mas Alibi20 ya katri, catur paling kecil Sultan Sang Raja.
kadang nak-sanak nom.
disatukan dengan ketiga kakanda Sang
Rahaden Mas Subarda atmajanipun, Prabu, tak berpisah siang malam.
Dyan Rangga kang ngraman nguni, Kemanapun (mereka) bersama-
patutan sangkin gJěng Ratu, Madurětna sama.Yang mengajar mengaji Quran,
ari wragil, ira Sultan Raja Katong. Lurah Suranata.

Tinunggilkěn raka tětiga Sang Prabu, tan Amat Ngusman teman mengajar Bekel
pisah ing siyang latri, sěparan aruntung- Suranata setiap pagi di Gedhong Jene.
runtung, kang mulang ngaos Kur’ani, Semakin pandai Sri Raja. Diceritakan
lurah Suranata katong. Mister Garnam,..

Amat Ngusman pra kadang Setiap hari dikondisikan Sang Raja


pamulangipun, Běkěl Suranata něnggih, dengan sudara-saudaranya harus belajar
neng Gědhong Jěne běn esuk, saya sagěd Quran.ini berarti pembiasaan yang
Sri Bupati, Mistěr Garnam winiraos. diharapkan akan menghasilkan
pembangunan karakter yang baik.
(Babad Ngayogyakarta HB IV-V, pp.V:
Pembiasaan menjadi sarana edukasi. Dengan
30-34)
setiap hari mengaji, pastilah tidak sekedar

Terjemahan: membaca Quran tetapi diserta mengkaji


nilai-nilai di dalamnya. Dengan demikian
‘Setiap hari diberi pelajaran Quran, Raja dikondisikan untuk mempelajari juga
sedangkan (belajar) Sastra Jawa, pada bahasanya. Raja diharapkan memahami

20 Naskah : Alipbi

Page 109 of 278


konteks yang tertuang dalam Quran. Dengan dijiwai sehingga kita tidak hanya belajar
demikian bahasa kembali menjadi jembatan bahasa asing tetapi bahasa sendiri wajib
untuk mengembangkan pribadi, membaca dipahami. Sastra Jawa mengajarkan banyak
Quran menguatkan budi. Gurupun kembali nilai yang membangun karakter diri.
didatangkan untuk selalu mengajarkan
Ketiga bahasa tersebut terkesan
mengaji dan mengkaji, dalam hal ini Lurah
imbang. Tampaknya penguasaan bahasa
Suranata dan Amat Ngusman.
Melayu, Arab dan Jawa sendiri dinilai
Meski demikian, sastra Jawa pun sangat berperan bagi seorang pemimpin.
taklepas untuk terus diasah. Berguru pada Penguasaan bahasa Arab akan membentuk
eyangnya maka HB IV tetap mempelajari karakter religius karena dengan mendalami
budaya sendiri melalui sastranya. Hal inipun Quran maka mempengaruhi gaya
beralasan dan disampaikan dalam teks kepemimpinannya. Segala aturan yang
sebagai berikut. dibuat diharapkan berdasarkan Quran.
Penguasaan bahasa Jawa juga membangun
Mila atur wulangipun, kang raka Sri
karakter berciri budaya sendiri.
Narapati, Pangeran Dipanagara,
Kesimbangan agama dan budaya inilah
rehireng měngku prajadi, ywa21 supe
menjadi karakter pempimpin Jawa.
wěwaton sastra, Jawi tuwin kurup
Sedangkan bahasa Melayu juga mendukung
Ngarbi.
dalam hal membuka wawasan atau bersifat

(Babad Ngayogyakarta HB IV-V, pp.VI: humanis. Membangun komunikasi dengan

10) pihak luar berarti membuka wawasan. Sikap


religius dan humanis serta mempuyai budi
Terjemahan : pekerti yang luhur adalah Raja yang ideal.

‘Maka ajaran kakanda Sri Raja, Pangeran b. Peran Penerjemah


Dipanagara dalam memangku kekuasaan,
jangan melupakan ajaran sastra Jawa dan Dalam teks Babad Ngayogyakarta HB

huruf Arab.’ IV-V banyak disinggung dan muncul peran


penerjemah. Tampaknya jelas saat itu
Seorang pemimpin yang sedang komunikasi sedikit terhambat oleh bahasa,
berkuasa jangan lupa Sastra Jawa dan huruf sehingga dibutuhkan penerjemah untuk
Arab. Dengan demikian sangat gayut bahwa beberapa bahasa yag dipakai sebagai alat
bahwa budaya sendiri (sastra Jawa) yang komunikasi. Hal inilah yang menjadi salah
harus juga dikuasai Raja mempunyai nilai satu alasan penguasaan bahasa non Jawapun
yang akan terus dipertahankan, yang terus

21 Naskah : yya
Page 110 of 278
diperlukan. Sebagai contoh dapat dilihat dari Kutipan di atas menunjukkan salah satu
teks berikut. contoh bagaimana setiap pembacaan plakat
ataupun surat selalu dengan dua kali
Tuwan Garnam gya nambut, sěrat plěkat
pembacaan . Pembacaan pertama dengan
tědhak sing kursi, Pangran Dipati
menggunakan bahasa Inggris dengan
miwah, juměněng sědarum, pangran
tujuan untuk para minister dan selanjutnya
myang tuwan-tuwan, pra bupati ministěr
dibacakan dengan bahasa Jawa oleh
gya maos tulis, palěkat basa Ingglan
penerjemah uuntuk kalangan masyarakat
Wusnya dugi gennya maos tulis, Jawa. Hal inilah yang dapat dimaknai
sinambětan plěkat těmbung Jawa, Juru bahwa pengasaan bahasa asing dalam
Basa ingkang maos, něnggih udayeng rangka pengembangan kepemimpinan di
těmbung, pengět iki srat undhang mami,
lingkungan kraton dibutuhkan.
Jěng Tuwan Mistěr Garnam, kang
ngrěseng prajagung, Nagara
Dua contoh kasus di atas menunjukkan
Ngayugyakarta, andělira Jěng Tuwan
bahwa peran bahasa sangatlah diperlukan.
Raples Gupěrnir, Jendral ing Batawiyah.
Pengembangan wawasan sebagai pemimpin
(Babad Ngayogyakarta HB IV-V, Pp. I: akan dapat terlaksana jika penguasaan
30d-31) bahasa sendiri (Jawa) dan bahasa asing
dilakukan. Komunikasi dengan pihak luar
Terjemahan: lebih mudah dan pengembangan bacaan
akan memperkaya pola pikir pemimpin.
Tuan Garnam segera menyambut surat
Penguasaan bahasa sendiri jelas semakin
palkat. (Ia) turun dari kursi. Pangeran
memperkuat karakter pemimpin Jawa yang
Adipati (dan ) semua berdiri. Pangeran
berpikir secara ketimuran tetapi tidak berarti
dan para tuan (serta) para bupati.
ketinggalan. Sikap ketimuran dan tetap
Minister segera membaca palkat
berada di jalan yang benar adalah produk
berbahasa Inggris.
pembiasaan dengan memperkuat bacaan
Setelah selesai membaca suratnya, terhadap sastra Jawa dan berpegang pada
disambung dengan palkat berbahasa Quran.
Jawa, Juru Bahasa yang membaca.
Penutup
Adapun isi kalimatnya (demikian),
“Surat maklumat saya, Kanjeng Tuan Babad ternyata dapat menceritakan sisi
Mister Garnam yang menjaga kerajaan lain yang juga merupakan karakter manusia
Negara Yogyakarta, kepercayaan Jawa.Tidak hanya sejarah yang identik
Gubernur Raffles, Jendral di Batavia.’ dengan tokoh , peristiwa dan waktu tetapi

Page 111 of 278


piwulang bagi pemimpin juga kecendekiaan Sonobudoyo. Jakarta: Yayasan Obor
masa lalu pun dapat terkuak dari Babad. Indonesia
Namun hal tersebut tidak akan dicapai jika Kumar, Ann.1984. ‘On Variation in Babads’.
pembaca tidak menguasai aksara dan bahasa Bijdragen tot de Taal-, Land- , en
Volkenkunde 140, hlm. 223-247.
Babad. Membaca sumber –sumber lokal
Lindsay, Jennifer. dkk. 1994. Katalog Induk
sangat membantu kita mencermati
kecendekiaan masa lalu. Kecendekiaan yang Naskah Nusantara Jilid 2. Kraton

memberi motivasi pada diri. Membaca teks Yogyakarta. Soetanto dan Behrend

berarti menengok masa lalu, untuk (Terjmhn.). Jakarta: Yayasan Obor


melangkah maju dan itu tidak berarti Indonesia
tertinggal, namun “mau belajar dari masa Poerwadarminta, WJS. 1939. Baoesastra
lalu”. Djawa. JB Wolters:Batavia
Pudjiastuti,Titik. 2010. Naskah dan Identitas
Bahasa sebagai jendela dunia tampak
Budaya. Pidato Pengukuhan Guru
dalam kutipan-kutipan di atas. Penguasaan
Besar Tetap Fakultas Ilmu
bahasa bagi seorang pemimpin sangat
Pengetahuan Budaya Universitas
penting. Bahasa Jawa sebagai kunci
Indoenasia
membuka budaya sendiri yang memperteguh
Sajid, RM. tt. Serat Kawruh Bab Candr
budi, membangun karakter yang kuat yang
tercermin dalam banyak karya sastra harus Sangkala. Sala

terus diasah. Bahasa Arab sebagai kunci Saputra H, Karsono. 2008. Pengantar Filologi

membuka tata aturan yang berdasarkan Jawa. Jakarta : Wedatama Widya Sastra
Quran menjadi jembatan karakter pemimpin Wulandari, Arsanti. 2014. “Kritik Teks sebagai
yang lurus. Melayu sebagai bahasa Gerbang Informasi.” dalam Prosiding
komunikasi sebagai pembuka wawasan Seminar Internasional MANASSA
seorang pemimpin. 2014
Naskah:
“Berakar kuat dan menjulang tinggi”
SB 141a Babad Ngayogyakarta HB V dumugi
dapat dimaknai teguh, kuat dengan agama
HB VII, Koleksi Museum Sonobudoyo
yang benar serta mau memahami budaya
SB 169 Babad Ngayogyakarta HB IV-V,
sendiri tetapi mengembangkan wawasan
Koleksi Museum Sonobudoyo
adalah sikap yang diharapkan bagi
pemimpin. W.85/A.87(a). Babad Ngayogyakarta HB IV-V,
Koleksi Kraton Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA

Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah


Nusantara Jilid 1. Museum
Page 112 of 278
Iluminasi, Ilustrasi, dan Kisah Santri Lêlana Dalam Sêrat Jayalêngkara22

Oleh: Stefanus Krisandi Setiawan23 



Abstrak romantika, mistik, peperangan, membuat
karya sastra seperti ini layak dan menarik
Karya sastra bertema santri lêlana dalam kesusastraan
Jawa masuk dan berkembang seiring dengan penyebaran untuk dibaca. Contohnya kisah Ivanhoe,
agama dan budaya India di Jawa. Munculnya karya sebuah cerita karya Sir Walter Scott24
sastra ‘asli’ Jawa bertema Panji menunjukkan bahwa
berlatar belakang era Perang Salib yang
Jawa memiliki bentuk kesusastraannya sendiri, terlepas
dari kesusastraan India yang berkembang juga di Jawa menceritakan kisah seorang ksatria bernama
waktu itu. Sêrat Jayalêngkara merupakan salah satu dari Ivanhoe, seorang anak yang diusir oleh
bagiannya, di mana dalam kajian ini difokuskan pada
ayahnya karena mendukung Raja Richard,
sebuah naskah koleksi British Library bernomor IOL Jav
24. Naskah ini berasal dari Kraton Yogyakarta tahun seorang Norman, di tengah sentimen anti-
1803. Melalui penelitian yang saksama, ditemukan Norman, dan karena menyenangi Lady
adanya kaitan antara iluminasi dan ilustrasi dengan
Rowena, anak perwalian ayahnya yang
babak cerita yang dihias, serta desain iluminasi dan
ilustrasi yang memiliki kesamaan dengan desain berasal dari keturunan raja-raja Saxon. Di
arsitektur tradisional Jawa di lingkungan kraton saat itu, para bangsawan Norman semakin
Yogyakarta.
menekan rakyat Inggris yang notabene
Kata kunci: santri lêlana, iluminasi, ilustrasi, Sêrat beretnis Saxon. Ivanhoe kembali ke Inggris,
Jayalêngkara, kesusastraan Jawa, naskah Kraton
namun sangat dimusuhi oleh seorang
Yogyakarta
Norman, Sir Brian de Bois-Guilbert, karena
keinginannya menuntut hak rakyat Saxon,
Pengantar
dan mempersiapkan kepulangan Raja
Bagi para pemerhati karya sastra, Richard ke Inggris setelah sempat ditawan.
cerita-cerita bertema petualangan atau kisah Cerita yang semacam ini tentu tidak akan
seseorang yang mengelana tentu menjadi pernah lekang untuk dibaca maupun
salah satu favorit dari bahan bacaan. Isi dinikmati.
cerita yang menggambarkan seseorang pergi
Dalam dunia kesusastraan Jawa,
meninggalkan tempat asalnya, lalu pergi
terdapat pula sebuah tema berupa santri
berkelana dan bertemu dengan berbagai
lêlana. Santri, atau disebut juga sêntêri,
macam hal baru, kadang-kadang ditambahi
menurut Poerwadarminta (1939) berarti
dengan bumbu-bumbu tertentu seperti kisah
“orang yang mengembara mencari ilmu”,

22 Materi disampaikan pada International Symposium on Javanese Studies and Manuscripts of Keraton Yogyakarta,
dalam rangka memperingati ulang tahun ke-30 tahun kenaikan tahta Sultan Hamengku Buwana X di Royal
Ambarrukmo Yogyakarta, 5-6 Maret 2019.

23 Penulis adalah mahasiswa S2 Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

24 Kisah terkenal ini telah diterbitkan oleh Penerbit Dian Rakyat pada tahun 2000.
Page 113 of 278
dan lêlana berarti “bepergian, berkeliling”. naskah ini hendak bercerita tentang keadaan
Jadi dapat disimpulkan bahwa arti kata politik pasca Perjanjian Giyanti, yang mana
santri lêlana adalah seseorang yang mencari membagi Mataram menjadi dua bagian,
ilmu dengan mengembara dan berkeliling ke yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Adipati
berbagai tempat. Tema semacam ini telah anom sendiri, melalui naskah ini,
menghasilkan banyak sekali karya sastra menuangkan harapannya bahwa kedua
yang masih terkenal sampai saat ini, salah kerajaan ini suatu saat akan bersatu kembali
satunya adalah naskah berjudul Sêrat di bawah panji Yogyakarta, dan Belanda
Cênthini atau Suluk Tambangraras. Naskah akan berbalik masuk Islam. Naskah yang
yang kerap kali disebut sebagai ditulis sendiri oleh adipati anom, kini
“ensiklopedia Jawa” ini memuat berbagai disimpan sebagai pusaka kerajaan bergelar
macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu Kangjeng Kyai Suryaraja. Ricklefs
keagamaan, ekonomi, kepercayaan, sejarah, menuliskan dalam bukunya, Jogjakarta
geografi, psikologi, petangan, sampai under Sultan Mangkubumi (1974), bahwa
kepada pengetahuan seks dengan adegan- naskah ini dapat dibaca hanya pada saat-saat
adegan erotisnya (acapkali disebut “porno” tertentu saja, itu pun dengan suatu upacara
oleh orang awam), dibawakan melalui narasi khusus yang diadakan pada hari tertentu dan
dengan tokohnya ialah Ki Amongraga dan disertai dengan seperangkat sesaji25.
Ki Cabolang. Kedua tokoh ini memulai
Bagaimana karya sastra santri lêlana
suatu pengembaraan, yang mana dalam
ini bisa masuk dalam khazanah kesusastraan
perjalanannya banyak berjumpa dengan
Jawa, tentu harus ditilik kembali dari sejarah
ulama, sèh, rêsi, pandhita, dan orang-orang
masuknya peradaban India ke Jawa. F.D.K.
suci lainnya. Dari sinilah bermacam-macam
Bosch, seorang arkeolog Belanda,
aspek pengetahuan umum Jawa disampaikan
mengemukakan pendapat bahwa perkenalan
melalui diskusi yang terjadi antara keduanya
Jawa dengan agama dan budaya India
dengan para tokoh yang ditemui dalam
dimungkinkan lewat ajaran kebatinan seperti
perjalanan (Behrend, 1990: 266-267).
Buddha. Akan terjadi hubungan timbal balik
Dari dalam lingkup istana, contoh yang seandainya kalangan kraton memeluk atau
terkenal adalah Sêrat Suryaraja, yang mana masuk ke dalam ajaran tersebut, yaitu orang
salah satu naskahnya dipercaya ditulis pergi ke India untuk belajar atau berziarah
sendiri oleh Sultan Hamengku Buwana II (Ras, 2014: 43-44). Berangkat dari
semasa menjabat sebagai adipati anom pemahaman ini, maka dimungkinkan terjadi
(putra mahkota) pada tahun 1774. Melalui bahwa melalui arus mobilisasi masyarakat
penggambaran-penggambaran yang ada, yang ingin belajar atau berziarah ke India,

25 Gallop dan Arps, 1991: 80


Page 114 of 278
dari sana dibawalah karya sastra India yang berbahasa Jawa Kuna, dan menceritakan
dipelajari atau didapatkan untuk tentang epos dari India. Karya sastra
dipergunakan di Jawa. Bosch menunjuk semacam ini disebut sebagai kakawin, yang
adanya aliran Siddhanta dalam agama sebenarnya berasal dari kata kawi (penyair,
Hindu, yang dalam kurun abad ke-4 dan penyanyi), dan bisa juga diartikan sebagai
ke-6, brahmana dari aliran ini pergi dari ‘gubahan puitis’ (Ras, 2014: 61). Munculnya
India ke Jawa untuk bekerja sebagai suatu karya sastra berjudul Panji menjadi
penasihat, pendeta kerajaan, pujangga sebuah tanda bahwa ada sebuah karya sastra
kerajaan, hakim kepala, ahli nujum, dan lain yang bisa dikatakan ‘merdeka’ dan ‘orisinil’,
sebagainya di kerajaan-kerajaan Jawa guna maksudnya adalah merupakan ciptaan asli
meningkatkan wibawa raja yang pujangga tanah Jawa. Cerita ini ditulis
mempekerjakan mereka 26. dengan metrum Jawa berbentuk kidung pada
era Jawa Tengahan. Kisah Panji bercerita
Karya sastra santri lêlana tergolong
tentang seorang pangeran Jenggala bernama
dalam cerita hiburan, meskipun bisa juga
Radèn Panji, dalam kisah petualangannya
digolongkan sebagai narasi bertema moral
mencari seorang putri Panjalu bernama
didaktis berisi berbagai macam pengetahuan.
Candrakirana (dikenal juga dengan nama
Para pembaca akan disuguhkan narasi
Sekartaji atau Radèn Galuh). Melalui
tentang perjalanan seseorang yang
berbagai macam lika-liku dan penderitaan
berkeinginan mencari pengetahuan (santri)
dalam perjalanannya, akhirnya Panji
ke tempat-tempat tertentu, dan kepada
berhasil bertemu dan menikah dengan putri
orang-orang saleh sembari berkelana
yang masih tergolong saudara sepupunya
(lêlana). Tak jarang perjalanan ini
tersebut27 .
menyuguhkan peristiwa-peristiwa yang bisa
membuat pembacanya terhibur sembari Ada pandangan yang mengemukakan
menyerap piwulang atau ajaran sebagai bahwa cerita Panji ini tidak bisa dimaknai
intisarinya; jadi, kisah santri lêlana ini hanya sebagai sebuah karya sastra
kadang-kadang menjadi sarana pengantar bertemakan petualangan saja, namun ada sisi
yang dimaksudkan oleh pengarang untuk spiritual di balik cerita Panji tersebut.
menuju pada inti cerita. Masyarakat Jawa di masa lalu menghormati
Panji dan Sekartaji sebagai simbol
Beberapa karya sastra era Jawa Kuna
kesuburan, layaknya mitos Jawa tentang
ditulis menggunakan metrum tembang India,

26 Periksa Ras, 2014: 44

27 Ibid., hlm. 223-225. Ia menyebutkan bahwa dari isi cerita Panji yang berlatar belakang daerah Jenggala dan
Panjalu, dapat disimpulkan bahwa cerita ini memang asli ciptaan para pujangga Jawa dan berasal dari satu era di
mana kedua kerajaan diperintah oleh raja-raja yang masih satu turunan. Disebutkan pula bahwa pengerjaan cerita
Panji ini langsung sebagai varian dari pernikahan Kresna dan Rukmini, atau Rama dan Sita.
Page 115 of 278
Dèwi Sri dan Radèn Sedana yang dianggap dijumpai, dan persebarannya pun terbilang
sebagai perwujudan Bathara Wisnu dan luas, dari mulai di Indonesia hingga ke luar
Bathari Sri28 . Penyatuan keduanya negeri, contohnya di Belanda, Inggris, dan
membawa implikasi adanya harmoni, dalam Perancis (Behrend, 1990, 1998; Behrend dan
hal ini jika dipandang dari sudut pandang Pudjiastuti, 1997a, 1997b; Cabaton, 1912;
sejarah adalah penyatuan Jenggala dan Florida, 2012; Pigeaud, 1968; Ricklefs,
Panjalu sebagai simbol kerukunan politik29 . Voorhoeve, dan Gallop, 2014; Saktimulya,
2005). Mengenai Sêrat Jayalêngkara
Tentang Sêrat Jayalêngkara
sendiri, naskah ini adalah salah satu dari

Salah satu dari kumpulan karya sastra naskah koleksi perpustakaan Kraton

Jawa bergaya santri lêlana adalah Sêrat Yogyakarta ketika pecah pertempuran antara

Jayalêngkara. Nama Jayalêngkara sendiri tentara Inggris dengan tentara kesultanan

merupakan nama tokoh yang cukup terkenal, pada 19-20 Juni 1812, yang terkenal dengan

dan termasuk dalam nama tokoh siklus nama Gègèr Sêpehi. Pertempuran ini, yang

Panji. Naskah-naskah berjudul Panji berakhir dengan kekalahan Kesultanan

Jayalêngkara sendiri cukup banyak Yogyakarta, menyebabkan apa yang disebut

28 Periksa Kieven, 2018: 16

29 Cerita Panji sudah populer pada era Majapahit (+1300-1500 M). Salah satu tafsir penelitian menyebutkan bahwa
cerita Panji adalah cerminan sejarah yang berkaitan dengan kerajaan dan kehidupan dari masa Airlangga, Ken
Angrok, Raden Wijaya, atau Hayam Wuruk (Berg, 1959; Poerbatjaraka, 1968). Penyatuan dua kerajaan, Jenggala
dan Panjalu (oleh Kieven disebut Jenggala dan Kediri), akan memperkuat stabilitas politik dan ekonomi
Majapahit di era Hayam Wuruk, seperti dituliskan dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca. Ibid.,
hal. 1-2.
Page 116 of 278
sebagai “perampokan akbar” terhadap arsip naskah adalah IOL Neg 2425 33. Secara
dan naskah kerajaan oleh Raffles, dimana umum, naskah ini memiliki 404 lembar
hampir seluruh isi perpustakaan Kraton halaman bertulisan, dan 30 buah halaman
Yogyakarta dirampas dan menjadi barang kosong. Jumlah pupuh atau lagu sebanyak
jarahan Inggris30 . 94 buah, dan terdapat 27 buah hiasan berupa
iluminasi dan ilustrasi dalam naskah34 .
Salah satu dari naskah yang dirampas
ini, yang kemudian dikenal sebagai Sêrat Naskah ini bertarikh Soma (Senin)
Jayalêngkara 31, kemudian beralih ke tangan Pon, 22 Rajab tahun Jawa Jimakir 1730 (7
Kolonel Colin Mackenzie, seorang perwira November 1803, menurut konversi kalender
Inggris yang ikut dalam penyerbuan Gregorian) atau dalam era bertahtanya
tersebut32 . Naskah dalam kajian ini Sultan Hamengkubuwana II. Bahan
bernomor koleksi IOL Jav 24, dengan kode kertasnya berasal dari Belanda, dengan
koleksi pribadi Mackenzie B-56 dan tanggal watermark “D & C Blauw” dan “Pro Patria”.
inventaris 30 April 1823, dan telah diberi Terdapat selipan selembar halaman yang
nomor halaman pada 23 September 1988 ditempatkan sebelum halaman pertama,
oleh Annabel Gallop. Nomor kode microfilm yang berisi kesalahan penulisan pupuh III

30 Tentang pernyataan ini, periksa Carey, 2014:408. Tim Hannigan (2017: 223-224) mendeskripsikan peristiwa itu
sebagai suatu “pesta penjarahan”, pemuasan nafsu kekayaan yang mengalahkan bahkan nafsu birahi sekalipun.
Perampasan terhadap parap putri dan selir keluarga kraton, penggeledahan rumah-rumah, pengerukan parit,
penghancuran lemari, bahkan pencongkelan lemari menjadi pemandangan yang dilihat orang banyak. Secara
khusus, Raffles dan Crawfurd dengan “antusias” melakukan pencurian akademisi a lá Indiana Jones dengan
mencuri arsip-arsip, naskah berjilid, tulisan lontar, naskah babad, dan teks-teks dalam bahasa Kawi, Jawi, Arab,
dan Sansekerta. Parahnya lagi, para pangeran dan abdi dalem dipaksa menjadi kuli panggul guna mengangkut
jarahan itu dari kraton ke benteng. Penjarahan inilah yang mengakibatkan seorang perwira Inggris, Letnan
Hector MacLean dari Kompi Senapan ke-14 meregang nyawa dari tangan seorang putri kraton.

31 Naskah Serat Jayalengkara termasuk dalam 75 naskah Kraton Yogyakarta yang telah didigitalisasi. Naskah
digital telah tersedia di internet pada halaman berikut: http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?
ref=MSS_Jav_24 dan https://blogs.bl.uk/asian-and-african/javanese.html?
_ga=2.197920295.908761112.1533973436-768445457.1421359745

32 Kolonel Colin Mackenzie (ca. 1754-1821), adalah insinyur kepala tentara Inggris di Jawa dari Perhimpunan
Insinyur Madras (Madras Engineers), yang jasanya dipakai dalam merancang penyerbuan ke Keraton
Yogyakarta melalui surveinya tanggal 16-19 Juni 1812. Ia rupanya adalah kolektor naskah jarahan paling banyak
di antara perwira Inggris pasca-penyerbuan keraton, dimana sekurang-kurangnya 66 buah naskah dalam
koleksinya yang dibawa ke Benggala pada Juli 1813 (disebut juga The Mackenzie Private Collection), adalah
berbahasa Jawa. Mackenzie digambarkan mempekerjakan 3 orang pandit (cendekiawan India) yang bertugas
sebagai kolektor naskah dan peta dalam bahasa Kannada, Tamil, Telugu, dan Sanskerta (Carey, 2016: 355
gambar 36, 357, 407 catatan 15). Koleksi-koleksinya kemudian dijual kepada English East India Company, dan
sekarang berada dalam naungan India Office Library (Ricklefs, M.C., P. Voorhoeve, dan Annabel Teh Gallop,
2014: xxvi)

33 Naskah ini telah diulas pada 18 Agustus 2014 oleh Annabel Gallop, Lead Curator, Southeast Asia di British
Library. Ulasan selengkapnya dapat dilihat di halaman berikut: https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2014/08/a-
javanese-manuscript-artist-at-work.html

34 Mengenai berubahnya jumlah pupuh dan halaman, penulis menemukan perubahan ini ketika mengerjakan
naskah Serat Jayalengkara sebagai bahan skripsi sewaktu menempuh studi S1 Sastra Daerah di Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta
Page 117 of 278
Maskumambang ke pupuh IV Mijil, sehingga sekuel dari Sêrat Jayalêngkara,
sebetulnya halaman ini bisa dibuang oleh berkorespondensi dengan naskah serupa
penyalin atau penulis pada waktu itu. Nama bernomor koleksi IOL Jav 1236 . Bahwa
penyalin naskah ini adalah Trunawisestra bagaimana naskah ini menjadi menarik
dari Purwareja, terletak pada pupuh awal untuk dikaji dari isi ceritanya, adalah karena
dan terakhir naskah Sêrat Jayalêngkara35. setiap episode penting yang tersaji pada
Sêrat Jayalêngkara memiliki kaitan dengan
Melalui katalog Indonesian
iluminasi yang dibuat pada awal pupuh, atau
Manuscripts in Great Britain: A Catalogue
lazim disebut dalam bahasa Jawa sebagai
of Manuscripts in Indonesian Languages in
wêdana. Ada dua versi wêdana37 yang
British Public Collections, New Edition with
terdapat dalam naskah ini, yaitu wêdana
Addenda et Corrigenda terbitan tahun 2014,
rênggan dan wêdana gapuran rênggan,
disebutkan bahwa naskah ini bercerita
beserta dengan hiasan ilustrasi yang disebut
mengenai seorang bernama Jayalêngkara,
sebagai rêrênggan38.
yang setelah melakukan perjalanan kelana
ke tempat-tempat spiritual, menjadi seorang
raja bergelar Prabu Surya Dipaningrat. Pada Jayalêngkara Sebagai Seorang Santri Lêlana
bagian akhir, dikatakan bahwa kandha
Sêrat Jayalêngkara dibuka dengan
Sukma Ngumbara merupakan salah satu
sebuah manggala (bait pujian yang

35 Tentang nama ini, akan ditunjukkan pada prolog dan epilog naskah berikut ini:
Pupuh I Dhandhanggula: (6) Wanci jam nawa wiwit manulis, ri Soma Pon ping rolikur Rajab, Jimakir
titimangsane, sèwu lan pitungatus, tigang dasa angkaning warsi, punika kuningana, taun mangka tugu,
pasangkara sang mangripta, Purwarêja dalême sang murwèng gurit, kinarya smaradana
Pupuh XCIV Dhandhanggula: (9) Tam Jayalêngkara kang winanci, darmi nurat pun Trunawisêstra, dèn gêng
aksamèng lêpate, rèh dede carik tuhu, santri nyebal fidharaèni, kinèn mangun wilapa, mung uninging grubyug,
saèstu tan wrin ing rêmbag, tumut pajêng pêksa kawor manuswa di, kang winastan ulama

36 Ricklefs, Voorhoeve, dan Gallop, 2014: 61

37 Yang dimaksud wêdana adalah gambar ornamental pembingkai teks. Menurut Sri Ratna Saktimulya (2016: 8,
catatan 20), ada 2 jenis hiasan wêdana, yaitu wêdana rênggan dan wêdana gapura rênggan. Wêdana rênggan
adalah gambar ornamental pembingkai teks dengan pola dasar terdiri atas dua kolom teks dengan bingkai dalam,
enam gambar pokok (di atas teks yang berbingkai dalam, sisi luar bingkai dalam dan di bawah bingkai dalam),
empat latar (mengisi di antara gambar pokok), dan bingkai luar. Umumnya hiasan wêdana rênggan diletakkan
berpasangan di dua halaman naskah, sisi verso lembar yang satu dan recto pada lembar berikutnya. Wêdana
gapura rênggan adalah gambar ornamental pembingkai teks dengan pola dasar terdiri atas kolom teks dengan
bingkai dalam, gambar pokok (di atas teks yang berbingkai dalam), bingkai samping dan kaki wêdana
(Saktimulya, 1998).

38 Rêrênggan, berasal dari kata dasar rêngga, berarti pajangan atau hiasan (Poerwadarminta, 1939: 528).
Rêrênggan dimaksudkan sebagai ilustrasi atau gambar yang mêmbantu memperjelas isi teks. Wacana yang
dituangkan dalam teks digambarkan sesuai persepsi pelukis dan penulis naskah (Saktimulya, 2016: 8, catatan
19).
Page 118 of 278
diperuntukkan bagi patron penyalin atau kisah petualangan: menembus hutan hingga
pemrakarsa penulisan naskah), dengan salah menyeberang jurang, nyaris dirampok
satu pujiannya ditujukan kepada Kangjêng namun berhasil membela diri, membebaskan
Sultan ing Ngayogya39, dan diawali dengan seorang bernama Wirasmara yang
narasi bergaya suluk40 . Naskah menceritakan seharusnya menjalani hukuman buang,
sebuah kerajaan bernama Sonyawibawa berkunjung ke rumah para kyai, pandhita
dengan rajanya bergelar Prabu Santagnyana. guna berguru dan menimba pengetahuan
Permaisurinya bernama Dèwi Wirasmara, seperti moral, agama, hukum, menikah
dan ia memiliki 3 orang anak masing- dengan putri Maha Pandhita Angragasukma,
masing bernama Radèn Jayalêngkara, Radèn hingga akhirnya pulang kembali dan
Subêkti, dan Dèwi Ragasmara. mendapati negaranya diancam bahaya oleh
lima negeri, yaitu Singasari, Pringgabaya,
Sang putra sulung, Jayalêngkara, sejak
Wisantara, Tumasik, dan Sonyalaba.
awal memiliki ketertarikan untuk berkelana
dan menimba ilmu di luar lingkup kerajaan, Berbekal pengetahuan yang didapat
namun baik sang ayah maupun ibu tidak selama berkelana, ia menyusun siasat
setuju mengingat posisinya sebagai pewaris bersama orang-orang yang mengikutinya
tahta Sonyawibawa. Jayalêngkara beralasan, dari pertapaan Maha Pandhita
ia masih belum cukup pengetahuan Angragasukma (termasuk menyelundupkan
andaikata ia naik tahta sebagai raja, orang-orangnya sebagai mata-mata),
sehingga takut salah mengambil keputusan. berangkat berperang hingga akhirnya
Beberapa hari kemudian, setelah mengalami berhasil mengalahkan, bahkan menewaskan
pergulatan perasaan yang sangat menekan, raja-raja Singasari, Pringgabaya, dan
Jayalêngkara memutuskan untuk melarikan Wisantara, sementara raja Tumasik dan
diri dari kraton. Ia ditemani oleh Sujalma, Sonyalaba menyatakan takluk. Di bagian
anak patih Jayasonta yang juga melarikan puncak cerita, ia dinobatkan sebagai raja
diri dari rumah. Berdua mereka melakoni Sonyawibawa bergelar Maharaja Surya

39 Pujian ini terdapat pada bait ke-4 pupuh I Dhandhanggula:


(4) Ping pitu barkating guru nadi, ingkang salèh kang karana Allah, trêwalak ing Pangerane, lan barkating pra
ratu, kang pinaring nugrahèng Widi, Kangjêng Sultan Mataram, kang turun-tumurun, Kangjêng Sultan ing
Ngayogya, ngrilanana ingkang abdi mangun tulis, kandha Jayalêngkara.

40 Bait ke-3 hingga 6 dalam pupuh II Asmaradana. Isinya sebagai berikut:


(3) Kang kaeka dasa adi, purwa eka tadhah tunggal, adi ing kaluwihane, dasa sêpuluh artinya, purwa lir ing
wiwitan, nadyan kathah apraja gung, tan wontên kang mirib memba.
(4) Sêdasa kathah praja di, jêr sawêg Sonyawibawa, kang tinêdahkên baguse, kinarya witing carita, pasir wukir
wulusan, mêngkêr arga mangku laut, murah sandhang murah pangan.
(5) Limpada ingkang ngrênggani, Sri Maha Sonyawibawa, pinudya dening wadyane, narendra kanthi sêntana,
keringan pramudita, bisikanira sang Prabu, Abathara Santagnyana.
(6) Rumêksa ing bala tani, miwah mantri kulawarga, tan sinung rêngat manahe, kalangkung asih ing wadya,
panjênêngan sang Nata, atitikrama ing têmbung, kinajriyan parangmuka.

Page 119 of 278


Dipaningrat, Khalifahing Ywang Manon, Baried, 1985: 55, dalam Mulyadi, 1994: 2).
Ngabdurrahman Wakilaturrasulluhu Salah satu bahan kajian dari ilmu kodikologi
Sayiddin Panatagama. Orang-orang yang adalah iluminasi dan ilustrasi. Sri Wulan
telah berjasa baginya, ia angkat sebagai raja Rujiyati Mulyadi membedakan kedua hiasan
dan pejabat pemerintahan baru di negeri- dalam naskah menjadi dua, yaitu: (1) hiasan
negeri taklukannya tersebut. bingkai yang biasanya terdapat pada
halaman awal atau pada halaman akhir,
Menjelang akhir cerita, Raja Singasari,
dinamakan iluminasi, dan (2) hiasan
Prabu Anyakrakusuma, memberi nasihat
pendukung teks, dinamakan ilustrasi (1994:
kepada Patih Andayaningrat mengenai
69). Lebih lanjut dikatakan bahwa kata
delapan hal (asthabrata), yaitu bekerja
iluminasi yang dulunya dipakai untuk
dengan baik guna kesejahteraan negeri dan
menyebut hiasan emas dalam naskah,
rakyat, memberantas kejahatan tanpa
sekarang digunakan untuk menggambarkan
pandang bulu, bersikap murah hati, santun
semua bentuk hiasan atau dekorasi dalam
dan berhati-hati, berbudi pekerti yang baik,
naskah, sedangkan ilustrasi adalah
jangan merubah yang sudah pantas,
visualisasi berbentuk gambar, lukisan, dan
mengusahakan kecukupan pangan, dan
lain-lain yang berfungsi menjelaskan
mengasihi rakyat kecil. Cerita ditutup
maksud kalimat tertentu dalam teks
dengan penggambaran tentang pemerintahan
(Fathurahman, 2017: 137). Di Eropa, pada
Prabu Surya Dipaningrat yang semakin
abad ke-12 muncul istilah illuminator bagi
sentosa, dan kunjungan ratu Pringgabaya
mereka yang mempraktekkan seni menghias
dan Singasari membawa persembahan.
buku, atau semacam orang yang

Iluminasi dan Ilustrasi pada Sêrat “meyalakan” halaman dalam buku dengan

Jayalêngkara warna-warna terang dan emas yang


mengkilat. Proses-proses ini memberikan
Berbicara tentang iluminasi dan saran tentang definisi seni ini. Iluminasi
ilustrasi dalam Serat Jayalêngkara, ada yang baik harus mengandung baik warna
baiknya jika diterangkan terlebih dahulu dan logam (Bradley, 1920: 3).
tentang induk dari kedua istilah ini, yaitu
kodikologi. S.O. Robson menyebut Dalam khazanah pernaskahan Jawa,

kodikologi sebagai pelajaran naskah, menurut sejarahnya, puncak dari seni

sedangkan Baried mengemukakan menghias naskah terjadi di Kesultanan

kodikologi adalah ilmu yang mempelajari Yogyakarta. Di beberapa daerah, bingkai

seluk beluk seluruh aspek naskah, dari mulai naskah ini hanya ditempatkan di bagian awal

bahan, umur, tempat penulisan, dan saja, namun di Yogyakarta dan sangat jarang

perkiraan penulis naskah (Robson, 1978: 26; di daerah tertentu, hiasan semacam ini
terdapat di beberapa tempat yang
Page 120 of 278
dimaksudkan sebagai penanda babak baru sekali, hanya menyisakan tulisan yang telah
dalam cerita (Gallop dan Arps, 1991: 92-93). dibingkai.
Pada naskah Sêrat Jayalêngkara, diketahui
Ke-27 hiasan naskah ini ditempatkan
terdapat hiasan naskah sebanyak 27 buah,
pada babak cerita yang terdapat di bawah
dengan rincian 4 buah wêdana rênggan, 18
ini. Singkatan pada kolom tipe berupa WR
buah wêdana gapura rênggan, dan 5 buah
menunjukkan wêdana rênggan, GR
rerênggan, namun 6 dari 27 buah iluminasi
menunjukkan wêdana gapura rênggan, dan
dan ilustrasi tersebut tidak selesai diwarnai,
R menunjukkan rerênggan.

bahkan ada yang belum digambar sama

No. Halaman Tipe Letak pada pupuh Deskripsi babak


Manggala dan kolofon atau tarikh penulisan
1 1-2 WR I Dhandhanggula naskah, Rabu Pon, 22 Rejeb 1730 AJ/7 November
1803.
2 11 GR IV Mijil Pisowanan di Sonyawibawa.
Padepokan bernama Dorabêksana milik Ki Buyut
3 31 GR X Pocung
Inawirya.
Pedukuhan di Dipa Prewata, milik Ki Buyut
4 37 GR XII Sinom
Wignyantara.
Pertapaan di Dipa Prewata (kemudian diceritakan
bernama Giri Prawata), dengan pemiliknya
5 41 GR XIII Mijil
bernama Sang Maha Jatiwara dan pembantunya
bernama Jagawasita.
Jayalêngkara dan Sujalma hendak pamit
meninggalkan pertapaan guna menghadap Maha
6 57-58 GR XVIII Mijil
Pandhita Angragasukma, yang berdiam di Giri
Prawata.
Pernikahan Jayalêngkara dengan Dèwi
Sunyagnyana, dan Sujalma dengan Niken Supadni.
7 79 GR XXV Sinom
Keduanya adalah putri Maha Pandhita
Angragasukma.
Iring-iringan dari pertapaan Giri Prawata hendak
8 111 R XXXII Pangkur mengikuti perjalanan Jayalêngkara dan Sujalma
kembali ke Sonyawibawa.
Rombongan Jayalêngkara dan Sujalma yang terdiri
XXXIII dari Radèn Wirasastra, Radèn Prataliyuda, Radèn
9 115 GR
Asmaradana Wiradi, Radèn Pragalba, Ki Sutali, dan Radèn
Yudapati. Latar tempat masih di Giri Prawata.

Page 121 of 278


Pertemuan kembali Prabu Santagnyana dengan
Jayalêngkara, setelah sekian lama pergi
meninggalkan Sonyawibawa guna berkelana
10 145 GR XLI Megatruh mencari ilmu. Pertama kalinya diceritakan keadaan
negeri yang menghadapi ancaman dari lima
negara, yaitu Pringgabaya, Singasari, Wisantara,
Sonyalaba, dan Tumasik.
11 151 GR XLIII Pangkur Acara grogolan di Sonyawibawa.
Negeri Singapuspa atau Singasari, musuh
12 175 GR XLVII Durma Sonyawibawa. Rajanya bergelar Prabu
Sontabuwana, dan patihnya bernama Jarasanda.
13 181 GR XLVIII Mijil Pisowanan di Sonyawibawa.
Negeri Pringgabaya, musuh Sonyawibawa.
14 205 GR LII Pangkur Rajanya bergelar Maharaja Dursanta, patihnya
bernama Suwanda.
Prabu Santagnyana sedang menonton pertunjukan
tari Srimpi (kêlangênan Srimpi) di Bangsal Sri
15 211 GR LIII Dhandhanggula
Menganti, ditemani para abdi dalem Manggung
dan Bêdhaya, serta para abdi penabuh gamelan.
Pertemuan antara Prabu Santagnyana dengan
16 225 GR LVI Dhandhanggula Jayalêngkara, Subêkti, Wirasastra, dan Sujalma, di
Bangsal Priyêmbada.
Acara makan bersama antara raja Singasari dan
17 255 GR LXIII Kinanthi raja Pringgabaya, beserta para pejabat tinggi
kerajaan.
Rombongan prajurit Sonyawibawa yang siap
18 274 R LXVII Durma
berangkat perang.
Persiapan raja-raja Pringgabaya dan Singasari, dan
19 278 R LXVIII Pangkur pecahnya pertempuran antara pasukan
Sonyawibawa dan pasukan dari lima negeri.
Serangan mendadak prajurit cadangan
Sonyawibawa terhadap pasukan Pringgabaya dan
20 285 R LXIX Durma Singasari yang sedang menjarah mayat prajurit
Sonyawibawa. Terbunuhnya raja Pringgabaya dan
Singasari.

Page 122 of 278


Penyergapan iring-iringan prajurit Wisantara yang
kelelahan oleh lima orang pembesar Sonyawibawa
(Ki Pragalba, Ki Sutali, Tumênggung Amongyuda,
Radèn Sujanasastra, dan Radèn Prataliyuda),
21 308 R LXXIII Durma
berakhir dengan gugurnya raja Wisantara, Prabu
Endrabuwana, patihnya Endrasuwarna dan
beberapa prajurit. Sisa prajurit Wisantara
kemudian melarikan diri.
Prabu Santagnyana menyatakan diri turun tahta
dan menobatkan putranya, Jayalêngkara, sebagai
raja baru di Sonyawibawa bergelar Maharaja
22 339-340 WR LXXX Megatruh
Surya Dipaningrat, Khalifahing Ywang Manon,
Ngabdurrahman Wakilaturrasulluhu Sayiddin
Panatagama. Tidak sempat diwarnai.
Pertemuan Prabu Surya Dipaningrat dengan para
23 361 GR LXXXIV Sinom
raja dari Pringgabaya, Singasari, dan Tumasik.
Kedatangan raja-raja dari Pringgabaya, Wisantara,
Tumasik, dan Sonyalaba ke Singasari. Cerita tidak
24 371 GR LXXXVI Mijil
lengkap, tiba-tiba terpotong pada akhir bait
pertama.
Raja Singasari, Prabu Anyakrawati, kembali ke
25 381 GR* XC Sinom istana, disambut oleh permaisuri, segenap bupati
dan para mantri. Desain GR tidak sempat dibuat.
Pertemuan di pagelaran agung negeri
Pringgabaya, dihadiri oleh raja Pringgabaya, Prabu
26 389 GR* XCII Pangkur Krêntêgnyana, patih Andayaningrat, para bupati
dan pegawai lainnya. Desain GR tidak sempat
dibuat.
Epilog yang menyatakan bahwa cerita telah
XCIV selesai, permohonan maaf dari penyalin naskah,
27 403-404 WR
Dhandhanggula dan pernyataan bahwa kandha Sukma Ngumbara
adalah sebuah sekuel dari cerita ini.
Keterangan: *) tidak sempat digambar

Page 123 of 278


Wêdana rênggan pupuh I Dhandhanggula pada halaman awal naskah Sêrat Jayalêngkara.

Sumber: British Library

Jayalengkara adalah pembuatan desain


Ke-27 hiasan yang terbagi dalam tiga wêdana atau rêrênggan42 .
kategori, yaitu wêdana rênggan, wêdana
gapura rênggan, dan rerênggan masing-
masing memberikan penanda atas cerita
yang dianggap penting dalam Sêrat
Jayalêngkara, dalam perspektif pengarang
atau penyalin. Penempatan wêdana atau Dari kiri ke kanan, berurutan adalah
rêrênggan pada babak cerita tertentu wêdana gapura rênggan pupuh X Pocung
dimungkinkan terinspirasi pada tradisi halaman 31, pupuh XII Sinom halaman 37,
pedalangan, di mana setiap awal babak baru dan pupuh XIII Mijil halaman 41. Ketiga
selalu didahului dengan narasi oleh wêdana gapura rênggan hendak
dhalang41 . menceritakan tiga desa yang dilalui
Jayalengkara dan Sujalma dalam perjalanan
Contoh dari kaitan antara wêdana dan
mereka, yaitu Dorabeksana, Dipa Prewata,
rêrênggan dengan babak cerita dalam Serat
dan pangadhangan Dipa Prewata. Perbedaan

41 Periksa Gallop dan Arps, 1991: 95

42 Mengenai puisi Jawa dan canto indicators (penanda bait), telah diulas oleh Dr. Dick van der Meij dari
DREAMSEA Project Universitas Hamburg pada 11 Februari 2019. Artikel ulasan dapat dilihat pada halaman
berikut: https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2019/02/javanese-poetics-and-canto-indicators-jaya-lengkara-
wulang-mss-jav-24.html
Page 124 of 278
hanya terdapat pada pupuh XIII Mijil
dimana memang diceritakan sebagai desa
yang cukup asri dan besar.

Gambar singa di atas hendak Gambar di atas berasal dari pupuh


menceritakan isi pupuh XLVII Durma pada LXIII Kinanthi halaman 255, mengisahkan
halaman 175, yaitu narasi tentang negeri tentang acara jamuan makan antara raja
Singapuspa atau Singasari, dengan rajanya Singasari dan Pringgabaya yang digelar di
bergelar Prabu Sontabuwana dan perdana Singasari. Gambar singa dan buaya
menterinya, Patih Jarasanda. Gambar buaya mengindikasikan peristiwa tersebut. Lebih
juga hendak menceritakan isi pupuh LII lanjut diceritakan bahwa jamuan makan
Pangkur pada halaman 205, yaitu narasi tersebut dilanjutkan dengan minum-minum
tentang negeri Pringgawèsthi atau hingga mabuk.
Pringgabaya, dengan rajanya bergelar
Maharaja Dursanta dan perdana menterinya,
Patih Suwanda. Yang membedakan adalah
bahwa hanya ada satu wêdana gapura
rênggan yang memakai hiasan mirong, yaitu
milik Singasari, sedangkan Pringgabaya
Gambar di atas berasal dari pupuh
tidak.
LXXIII Durma halaman 308, mengisahkan
penyergapan pasukan Wisantara hingga
mengakibatkan raja, patih, dan beberapa
prajurit Wisantara tewas, sedangkan lainnya
melarikan diri. Penggambaran antara pihak
yang unggul dan kalah terlihat dari ujung
umbul-umbul yang berkibar naik
(Sonyawibawa), dan ujung umbul-umbul
yang turun (Wisantara). Standar atau panji-

Page 125 of 278


panji perang Wisantara berwarna hijau Pangeran Suryanegara dari Kadipaten
terdesak oleh standar dari Sonyawibawa Pakualaman menyebutkan dalam hasil
yang berwarna merah. karyanya, Buk rênggan wadana utawi pada
sekar, bahwa seni menghias naskah mulai
dikembangkan oleh Sultan Hamengku
Buwana II semasa menjadi adipati anom,
dan oleh adik tirinya, Bendara Pangeran
Harya Natakusuma43 , yang di kemudian hari
bertahta sebagai Paku Alam I pada tahun
181344 . Kesusastraan dalam dinasti
Pakualaman turut mewarisi seni menghias
naskah seperti halnya yang ada di
Yogyakarta.

Dari hasil pengamatan, ditemukan


suatu indikasi bahwa pembuatan wêdana
rênggan dan wêdana gapura rênggan pada
Sêrat Jayalêngkara mengambil desain dari
gaya arsitektur Jawa yang berkembang di
Gambar di atas menunjukkan pupuh Kraton Yogyakarta. Hal ini bisa dilihat dari
LXXXVI Mijil merupakan kelanjutan dari bentuk wêdana rênggan yang jika diamati
pupuh sebelumnya, yang menceritakan dengan saksama, akan terlihat seperti langit-
pertemuan para raja dari Singasari, langit sebuah pendhapa yang dihias sangat
Pringgabaya, Wisantara, Tumasik dan mewah menggunakan lis atau garis tepi
Sonyalaba. Bedanya, ini merupakan berwarna emas. Dalam beberapa
pertemuan setelah perang, dimana yang kesempatan, bentuk wêdana gapura rênggan
menjadi raja di Singasari, Pringgabaya, dan menunjukkan keterkaitan antara iluminasi
Wisantara semuanya adalah kerabat dengan babak pada cerita yang dihias. Ambil
Jayalêngkara. Gambar singa dan buaya di saja contoh dari wêdana gapura rênggan
bawah menunjukkan ada raja Singasari dan pada pupuh XLVIII Mijil dengan babak yang
Pringgabaya. menceritakan acara pisowanan di sitihinggil
kerajaan Sonyawibawa, dihadiri oleh Prabu
Desain iluminasi dan ilustrasi pada Sêrat Santagnyana. Salah satu motif yang terdapat
Jayalêngkara

43 Bendara Pangeran Harya Natakusuma adalah putra ke-11 Sultan Hamengku Buwana I dengan Bendara Raden
Ayu Srenggara (Mandoyokusumo, 1988: 11)

44 Periksa Gallop dan Arps, 1991: 65.


Page 126 of 278
dalam wêdana gapura rênggan adalah motif
putri mirong.

Kata mirong merujuk pada suatu


bentuk hiasan dalam seni pahat yang
menunjukkan seorang putri sedang mungkur
(duduk menghadap ke belakang), sehingga
kerap kali dinamakan putri mirong. Bentuk
hiasan ini kemungkinan berkiblat pada
desain di Bangsal Tamanan peninggalan
Gambar motif putri mirong dan wujud stilisasi
Kyai Ageng Paker dari era Majapahit. Selain dari kata Muhammad Rasulullah

Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur
itu, motif putri mirong dapat diartikan Rumah Tradisional Jawa
sebagai stilisasi aksara Arab alif, lam, dan
mim, atau rangkaian huruf yang jika dibaca Gambar di atas adalah bentuk dari
berbunyi Muhammad Rasulullah. motif putri mirong serta stilisasinya. Dengan
contoh yang telah diambil pada pembahasan
Motif putri mirong sering
di atas, yaitu wêdana gapura rênggan pupuh
diasosiasikan sebagai perwujudan dari
XLVIII Mijil pada Sêrat Jayalêngkara, motif
Retnaning Dyah Angin-angin (atau
tersebut menjadi jelas peruntukannya, yaitu
Kangjeng Ratu Kidul) yang datang ke kraton
diberikan untuk babak cerita yang di
guna menyaksikan pentas Bedhaya Semang,
dalamnya ada kehadiran raja, entah dalam
namun dengan bersembunyi di balik tiang.
suatu acara seperti pisowanan atau narasi
Oleh karena penempatan motif ini yang
tentang sebuah negara, seperti Singasari
hanya dikhususkan pada bangunan utama
pada pupuh XLVII Durma dan pupuh
kraton, seperti Bangsal Kencana, Bangsal
LXXXVI Mijil.
Pancaniti, Bangsal Witana, surambi Masjid
Agung Kauman, dan lain-lain), maka
pengerjaannya harus disertai, jika perlu,
dengan puasa dan matiraga (Ismunandar,
2001: 52-55)

Page 127 of 278


garis berkotak-kotak. Setiap kotak berisi
hiasan daun atau bunga, tunggal atau ganda.
Garis-garis kotaknya selalu sudut-menyudut,
hingga bentuk bujur sangkarnya selalu
miring.

Motif putri mirong pada wêdana gapura rênggan


pupuh XLVIII Mijil diperbandingkan dengan
sketsa motif putri mirong.

Sumber: (kiri) British Library; (kanan) R.
Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa

Ornamen saton yang terletak paling bawah pada hiasan


sebuah tiang

Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa

Hiasan saton ini dapat diukirkan


dengan desain warna polos maupun
berwarna. Pada pola ukir bangunan di
Kraton Surakarta maupun Yogyakarta,
terdapat desain saton yang dibuat berwarna
sesuai dengan warna latar (background),
Sultan Hamêngku Buwana VIII menjamu
Residen Yogyakarta, Lucien Adam, dan para entah berwarna hijau tua maupun merah tua.
pejabat Belanda lainnya dengan pertunjukan tari Kadang-kadang ornamen saton ditambah
di Bangsal Kêncana. Pada keempat saka Bangsal
Kêncana terdapat ornamen putri mirong. dengan warna kuning emas.
Karya alm. R. Martosoewita,
koleksi pribadi. Contoh dari hiasan ini berada di wêdana
rênggan halaman 1-2 pupuh I Dhandhanggula.
Motif hiasan kedua adalah saton.
Etimologi kata saton ialah dari kata satu,
yaitu kue yang dibuat dengan cetakan.
Dinamakan demikian karena mirip dengan
kue satu, berbentuk bujur sangkar dengan
hiasan daun-daunan atau bunga-bungaan.
Ragam hiasnya berbentuk pahatan dengan

Page 128 of 278


lung-lungan membentuk semacam bunga,
atau membentuk semacam ornamen pada
langit-langit seperti terdapat pada ornamen
saton di atas.

Ornamen saton pada pupuh I Dhandhanggula


(ditunjukkan oleh anak panah), bersama
ornamen-ornamen lainnya.

Sumber: British Library

Motif ketiga adalah wajikan (berasal


dari kata dasar wajik, sebuah makanan yang
dibuat dari beras ketan dengan campuran
gula kelapa). Disebut wajikan karena
bentuknya yang menyerupai irisan wajik
(belah ketupat sama sisi), namun ada juga Berbagai macam ornamen wajikan yang distilisasi dalam
yang menyebutnya sebagai sêngkulunan, Serat Jayalêngkara

Sumber: British Library
nama motif batik yang bentuknya belah
ketupat pula. Motif keempat adalah praba, dalam
bahasa Kawi berarti sinar, cahaya, bayangan
kepala atau punggung, atau hiasan di
belakang wayang di belakang punggung
(seperti sayap) (Poerwadarminta, 1939:
508). Praba sendiri pada dasarnya juga
pahatan ukir yang menggambarkan sinar
Ornamen wajikan yang dibuat secara vertikal
 cahaya.
Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa
Hiasan praba merupakan ukiran relief
Pada naskah Serat Jayalêngkara, yang bentuknya melengkung tinggi dan
ornamen wajikan banyak dijumpai pada lancip. Gambarannya seperti daun-daun
beberapa wêdana, dengan penempatan yang pohon yang bulat layaknya ekor burung
bervariasi: bisa digabung dengan ornamen merak yang sedang ngigêl (mekar). Hiasan

Page 129 of 278


tersebut pada umumnya berwarna seperti batik yang bernama lung kangkung. Khusus
kuning emas yang dibuat dari bahan prada untuk lung-lungan, terdiri dari bentuk
(bubukan emas), tapi pada beberapa tangkai, daun, bunga dan buah yang
bangunan tua, hiasan prada ini ada yang dibentuk sedemikian rupa, sesuai dengan
berwarna hijau, biru merah, dan disungging daerah asalnya, seperti model Mataraman,
(diberi gambar dengan mengecat). Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Jepara,
Madura, Bali, dan lain sebagainya.

Bentuk ornamen lung-lungan gaya Yogyakarta



Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa

Contoh bentuk hiasan praba
 Dalam dunia bangunan Jawa,


Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah pewarnaan ukiran dengan motif lung-lungan
Tradisional Jawa
tersebut disesuaikan dengan bahan dan
Dalam Serat Jayalêngkara, ornamen pemilik rumah: jika dari kayu jati, maka
praba dapat dijumpai pada desain wêdana dapat dihias secara polos karena masih
gapura rênggan, pada gambar tiang-tiang diberi hiasan dengan motif relief, sedangkan
penyangga gapura, dengan contoh sebagai rumah bangsawan diberi warna dengan cara
berikut: disungging atau dengan cara yang lain.

Pada naskah Serat Jayalêngkara, motif


lung-lungan terdapat di semua desain baik
wêdana rênggan maupun wêdana gapura
rênggan.

Empat buah bentuk ornamen praba pada wêdana gapura


rênggan naskah Serat Jayalêngkara

Sumber: British Library

Motif kelima adalah lung-lungan (dari


kata dasar lung, batang tumbuh-tumbuhan
yang masih muda, masih melengkung). Kata
lung juga adalah nama daun atau ujung
ketela rambat. Ada pula nama sebuah motif

Page 130 of 278


Contoh dari penggunaan motif
tlacaban pada Serat Jayalêngkara adalah
sebagai berikut:

Ornamen lung-lungan pada wêdana rênggan dan


wêdana gapura rênggan naskah Serat Jayalêngkara

Ornamen tlacaban yang terdapat dalam wêdana gapura
Sumber: British Library
rênggan pada naskah Serat Jayalêngkara

Sumber: British Library
Motif terakhir adalah tlacaban (dari
kata dasar tlacab, yang mendapat akhiran –
Pada wêdana gapura rênggan halaman
an). Kata tlacab sendiri berarti hiasan yang
11, 41, serta wêdana rênggan halaman 57,
berupa deretan segitiga sama kaki, sama
terdapat gambar bingkai teks berwujud 3
tinggi, dan sama besar. Selain itu juga bisa
buah lingkaran seperti dalam gambar di
polos, bisa diisi hiasan lung-lungan, daun,
bawah ini.
atau bunga-bungaan yang telah digayakan.
Pembuatan tlacaban dapat dilakukan dengan
atau tanpa garis tepi.

Motif pada wêdana gapura rênggan halaman 11 (no. 1),


halaman 41 (no. 2), dan halaman 57 (no. 3)

Sumber: British Library

Bentuk hiasan tlacaban, yaitu deretan segitiga sama kaki
 Bentuk tersebut apabila diperhatikan,
Sumber: R. Ismunandar K., Joglo Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa akan mengingatkan pada konstruksi gapura
Tarunasura (plêngkung Wijilan) dan gapura
Motif tlacaban menggambarkan sinar Nirbaya (plêngkung Gading).
matahari atau sinar yang berkilauan,
sehingga sering ada orang menyebut hiasan
ini dengan nama sorotan, namun pada
dasarnya hiasan ini mengandung arti
kecerahan atau keagungan.
Page 131 of 278
Kesimpulan

Karya sastra bertema santri lêlana


memiliki sejarah yang panjang, tehitung dari
sejak dimulainya penyebaran agama dan
budaya India, hingga munculnya karya
sastra ‘orisinil’ dari Jawa, yaitu cerita Panji.
Naskah Sêrat Jayalêngkara merupakan satu
Gapura Tarunasura atau plêngkung Wijilan, pintu masuk dari sekian banyak naskah bertema Panji
sisi timur laut kraton.
 yang masih bisa dijumpai saat ini.
Sumber: van Bruggen, M. P., dan R. S. Wassing. 1998.
Djokja en Solo. Beeld van de Vorstenlanden. Purmerend: Keberadaannya yang jauh tak lain akibat
Asia Maior fakta sejarah berupa pertempuran antara
tentara Inggris melawan tentara Kesultanan
Selain terdapat di kedua plêngkung
Yogyakarta atau Gègèr Sêpehi, yang
tersebut, bentuk konstruksi tersebut terdapat
berakhir dengan kekalahan tentara
pada 2 buah gapura di dalam kompleks
kesultanan dan terjadinya penjarahan koleksi
Taman Sari, yaitu Gapura Panggung
perpustakaan kraton dengan dalih sebagai
(gerbang timur Taman Sari) dan Gapura
rampasan perang oleh Raffles.
Agung (gerbang barat Taman Sari).
Naskah ini berasal dari koleksi pribadi
seorang perwira Inggris, Kolonel Colin
Mackenzie, yang kini berada dalam naungan
India Office Library. Naskah setebal 434
halaman ini memuat 94 pupuh, 27 buah
hiasan berupa iluminasi dan ilustrasi.
Naskah juga telah melalui proses kodifikasi,
baik semenjak berada dalam koleksi pribadi
Mackenzie sampai menjadi koleksi India
Office Library dengan nomor barunya, yaitu
IOL Jav 24. Sêrat Jayalêngkara bercerita
tentang seorang putra raja bernama Radèn
Gapura Panggung, gerbang sisi timur kompleks Taman
Jayalêngkara, berpetualang mencari
Sari.

Karya T. Aartsen, sumber: van Bruggen, M. P., dan R. S. berbagai macam ilmu pengetahuan gua
Wassing. 1998. Djokja en Solo. Beeld van de
mempersiapkan dirinya sebagai raja di
Vorstenlanden. Purmerend: Asia Maior
negeri Sonyawibawa.

Page 132 of 278


Naskah ini dihias dengan 27 buah DAFTAR PUSTAKA
iluminasi dan ilustrasi (dalam bahasa Jawa
Bradley, John W. 1920. Illuminated
disebut wêdana dan rêrênggan), yang
Manuscripts, Second Edition. London:
sayangnya tidak semuanya selesai digambar.
Methuen & Co. Ltd., 36 Essex Street W.C.
Ada kaitan antara iluminasi dan ilustrasi
dalam Serat Jayalengkara, dimana pada Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah-

beberapa gambar seperti gambar sebuah naskah Nusantara Jilid 1: Museum

pedesaan, binatang buas tertentu (singa, Sonobudoyo Yogyakarta. Jakarta: Penerbit


buaya), dan adegan pertempuran, Djambatan
mengindikasikan bahwa iluminasi atau ___________. 1998. Katalog Induk Naskah-
ilustrasi sebagai pengantar pembaca kepada naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan
babak yang akan diceritakan. Desain dari Nasional Republik Indonesia. Jakarta:
hiasan pada naskah Serat Jayalengkara, Yayasan Obor Indonesia dan Ecole française
khususnya bagian iluminasi, diindikasikan d’Extrême-Orient
mendapat pengaruh dari desain arsitektur Behrend, T.E., dan Titik Pudjiastuti. 1997a.
tradisional dari Kraton Yogyakarta, sebagai Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara
ciri khas naskah buatan Yogyakarta. Ada Jilid 3A: Fakultas Sastra Universitas
enam buah motif, yaitu putri mirong, saton,
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
wajikan, praba, lung-lungan, dan tlacaban
dan Ecole française d’Extrême-Orient
yang diindikasi terdapat pada desain
______________________________. 1997b.
iluminasi naskah Serat Jayalengkara.
Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara
Sebuah motif lainnya, diketahui mengacu
Jilid 3B: Fakultas Sastra Universitas
dari konstruksi gapura kraton. Hal semacam
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
ini tentu diharapkan semakin memperkaya
dan Ecole française d’Extrême-Orient
khazanah kebudayaan yang ada di daerah
Bruggen, M. P. van, et. al. 1998. Djokja en
tertentu melalui bidang pernaskahan atau
kesusastraan, khususnya yang ada di Jawa. Solo. Beeld van de Vorstenlanden.
Purmerend: Asia Maior
Cabaton, A. 1912. Catalogue Sommaire des
Manuscrits Indiens Indo-Chinois & Malayo-
Polinésiens de la Bibliothèque Nationale.
Paris: Ernest Leroux, Éditeur, 28, Rue
Bonaparte, VIe
Carey, Peter. 2016. Kuasa Ramalan: Pangeran
Diponegoro dan Akhir Tatanan lama di
Jawa, 1785-1855 Jilid 1. Jakarta:

Page 133 of 278


Kepustakaan Populer Gramedia, bekerja Khusus No. 24, Fakultas Sastra Universitas
sama dengan Koninklijke Instituut voor Indonesia, Depok
Taal-, Landen Volkenkunde Pigeaud, Theodore G. Th.. 1968. Codices
__________. 2016. Kuasa Ramalan, Pangeran Manuscripti X Literature of Java, Volume II:
Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Descriptive Lists of Javanese Manuscripts.
Jawa 1785-1855 Jilid 2. Jakarta: Bibliotheca Universitatis Lugduni
Kepustakaan Populer Gramedia, bekerja Batavorum
sama dengan Koninklijk Instituut voor Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra
Taal-, Land-, en Volkenkunde Djawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers-
Florida, Nancy K. 2012. Javanese Literature in Maatschappij, Groningen
Surakarta Manuscripts, Volume 3: Ras, J.J. 2014. Masyarakat dan Kesusastraan
Manuscripts of the Radya Pustaka Museum di Jawa. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia
and the Hardjonagaran Library. New York: Ricklefs, M.C., P. Voorhoeve (†), dan Annabel
Cornell Southeast Asia Program Teh Gallop. 2014. Indonesian Manuscripts
Publications in Great Britain: A Catalogue of
Gallop, Annabel Teh, dan Bernard Arps. 1991. Manuscripts in Indonesian Languages in
Golden Letters Writing Traditions of British Public Collections, New Edition with
Indonesia. Kerjasama antara British Library Addenda et Corrigenda. Kerjasama antara
dan Yayasan Lontar Ecole française d’Extrême-Orient,
Hannigan, Tim. 2017. Raffles dan Invasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
Inggris ke Jawa. Jakarta: Kepustakaan dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Populer Gramedia Saktimulya, Sri Ratna. 2005. Katalog Naskah-
Ismunandar K., R. 2001. Joglo Arsitektur naskah Perpustakaan Pura Pakualaman.
Rumah Tradisional Jawa. Semarang: Effhar Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan The
Kieven, Lydia. 2018. Menelusuri Panji & Toyota Foundation
Sekartaji, Tradisi Panji dan Proses ____________________. 2016. Naskah-
Transformasinya Pada Zaman Kini. naskah Skriptorium Pakualaman Periode
Yogyakarta: Penerbit Ombak Paku Alam II (1830-1858). Jakarta:
Mandoyokusumo, K.P.H. 1988. Sêrat Raja Kepustakaan Populer Gramedia, bekerja
Putra Yogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: sama dengan Ecole française d’Extrême-
Bebadan Museum Karaton Yogyakarta Orient dan Perpustakaan Widyapustaka Pura
Hadiningrat Pakualaman
Mulyadi, Sri Wulan Rujiyati. 1994. Kodikologi Scott, Sir Walter. 2000. Ivanhoe. Jakarta: Dian
Melayu di Indonesia. Lembar Sastra Edisi Rakyat

Page 134 of 278


Sumber lain
h t t p : / / w w w. b l . u k / m a n u s c r i p t s /
FullDisplay.aspx?ref=MSS_Jav_24, diakses
tanggal 18 Februari 2019
https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2014/08/a-
javanese-manuscript-artist-at-work.html,
diakses tanggal 23 Februari 2019
https://blogs.bl.uk/asian-and-african/
j a v a n e s e . h t m l ?
_ga=2.197920295.908761112.1533973436-
768445457.1421359745, diakses 23
Februari 2019
https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2019/02/
javanese-poetics-and-canto-indicators-jaya-
lengkara-wulang-mss-jav-24.html, diakses
27 Februari 2019
https://www.sastra.org/, diakses 22 Februari
2019

Page 135 of 278


The Collectie Moens: Dialektika Produksi Naskah dan Budaya Rural
Yogyakarta Awal Abad ke-20

Salfia Rahmawati

Universitas Gadjah Mada


Growing interest in things Javanese since early production and further studies on the variants
19th century leads to development of canon and which were presented in dominantly attractive
popular stories of wayang, folklores, and other illustration within the manuscripts.
forms of written culture. The Collectie Moens has
been significant collection of manuscript originated Keywords: Moens, manuscripts, Yogyakarta,
in Yogyakarta. There are at least five reason on why Javanese, Suburb, Culture
this collection matters: (1) in its quantity, it
contains of 254 manuscripts ranging from 170 to
Koleksi Moens dalam kurun waktu 10
1.570 pages each produced in certain period at the
same time; (2) raffish polychrome illustrations and tahun terakhir agaknya mulai menjadi
stories in these collection are distinct from other perhatian. Tidak hanya karena koleksinya
Javanese illustrative manuscripts; (3) unusual
belum banyak disentuh oleh para filolog dan
production site was in rural areas, in distance from
the palace (Keraton) as center of knowledge-based peneliti bidang kajian lain, namun juga
cultural production; (4) these were written by karena konten-konten yang disajikan dalam
dalang (puppeteer) who were usually skilled in oral
koleksi naskahnya menarik untuk dikuliti.
story-telling on puppet live performance, not
trained in writing; (5) the production of these Terlebih lagi naskah-naskah ini khas
collection were result of encouragement from menyajikan hal-hal yang nyeleneh, berani,
Dutch scholars and missionaries in that era: J.L.
dan beda dari pakem. Berbicara mengenai
Moens was one person in charge to collect these
specific manuscripts from such area, around Koleksi Moens tentu tidak bisa dilepaskan
1920-1940s. This paper discusses the collection in dari sosok J.L.Moens yang namanya melekat
general to answer: How was Yogyakarta suburb
dalam koleksi. Moens memang sosok
culture in the early 20th century represented in the
Collectie Moens? How does the Collectie Moens penting dalam koleksi ini sebab ialah yang
reflect alternative patronage on wayang manuscript menjadi pemrakarsa dan inisiator penulisan
production? How does variation in the Collectie
naskah-naskah dalam koleksi tersebut.
Moens indicate cultural dialogue among periphery,
courtship, and foreign agencies? Through Moens, melalui koleksinya, membawa arah
philological process and existing studies, the pengetahuan dan budaya pinggiran
analysis shows that: 1) The Collectie Moens is
masyarakat Jawa (khususnya Yogyakarta)
significant as part of manuscript collection
reflecting aspects of Yogyakarta in new perspective; yang biasanya hanya dituturkan melalui
2) Variants presented in The Collectie Moens tradisi lisan dan pertunjukan wayang oleh
contains collaborative matters different cultural
dalang, menjadi tradisi tulis. Melihat hal
background; 3) Alternative form of patronage allow
production of manuscript in relatively new tersebut, menjadi penting rasanya untuk
location: non-court. This urges further research on mendiskusikan Moens sebelum masuk pada
significance of Moens in Javanese manuscript
Page 136 of 278
pembahasan koleksi guna mengetahui berperan sebagai panitia bidang pameran
gambaran maksud dan bagaimana Moens (Supardi, 2013). Pada tahun 1935, Moens
bisa ‘menghasilkan’ ratusan naskah-naskah tergabung dalam dewan pengurus harian
pinggiran Yogyakarta. Museum Sonobudoyo dengan jabatan
sebagai wakil ketua (Supardi, 2013; Katalog
Moens dan Koleksi Moens
Sonobudoyo, 1990). Nama J.L. Moens juga

J.L. Moens (1887-1954) merupakan tercatat sebagai dewan redaksi pada majalah

insinyur perairan Belanda yang ditugaskan Djawa dan editor pada Tijdschrift van het

di Jawa. Pada tahun 1924, Moens ditugaskan Java-Instituut 4748 . Moens juga terlibat dalam

oleh pemerintah kolonial Belanda untuk urusan khusus pernaskahan melalui Stichting

menjabat sebagai Kepala Teknisi pada Dinas Panti Boedaja49 , sebuah yayasan yang

Pengairan di wilayah Yogyakarta45 didirikan pada tahun 1930 untuk membantu

(Regeerings Almanak, 1924 II: 527). Saat dalam pelestarian tradisi kesusasteraan

bekerja di kedinasan tersebut, Moens Jawa, antara lain dengan jalan membeli

bertemu dengan para peminat dan pemerhati naskah dari berbagai tempat di pulau Jawa.

budaya Jawa dari kalangan bumi putera Banyak di antara naskah yang diperoleh

maupun dari Belanda termasuk Th. Pigeaud dengan metode ini kemudian

dan Mangkunegara VII. Selama kurun waktu dialihaksarakan oleh tim penyalin (termasuk

tahun 1919-1927, Moens turut mendukung penulis dan penerbit terkenal dari Surakarta,

penyelenggaraan Kongres Kebudayaan, R. Tanojo) di bawah bimbingan Dr. Th.

Kongres Bahasa Jawa dan Sunda46 , dengan Pigeaud, yang menjabat sebagai

45 Ingenieur van het Centrale Waterschapskantoor voor de Vorstenlanden. Terjemahan bebas dalam konteks latar
belakang pendidikan J.L. Moens.

46 Kongres Kebudayaan pertama diberi nama Congres voor Javaansche Cultuur Ontwikkeling, yang kemudian
disusul oleh kongres-kongres berikutnya. Penyelenggaraan kongres tersebut merupakan salah satu keberhasilan
yang dicapai Java-Instituut selama sepuluh tahun dengan detail: Kongres Kebudayaan (1919, 1921, 1924, 1926);
Kongres Bahasa Jawa dan Sunda (1924, 1927). Kongres tersebut diketuai oleh Prof. Dr. R.A. Hoesein
Djajadiningrat dan S. Koperberg. (Supardi, 2013:693).

47 Dapat dibaca dalam bahasa Belanda pada tautan https://archive.org/stream/in.ernet.dli.


2015.108036/2015.108036.Djawa-Tijdschrift-Van-Het-Java-instituut-Vol21_djvu.txt

48 Gambaran terkait status, tugas, fungsi, dan susunan organisasi Java-Instituut dapat dilihat di Anggaran Dasar
Java-Instituut No. 75 Tahun 1919. Operasionalisasi lembaga Java-Instituut dilaksanakan dengan menggunakan
anggaran dari: (a) subsidi Pemerintah Batavia, Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta,
Keraton Kasultanan Yogyakarta, dan Pura Pakualaman Yogyakarta; (b) pemasukan internal dari iuran anggota,
uang langganan majalah, tiket masuk museum Sonobudoyo. Pendiri Java-Instituut: Dr. R. Hoesein
Djajadiningrat, R. Sastrowidjono, dan Dr. FDK. Bosch. Didirikan pada tanggal 4 Agustus 1919 dan dibubarkan
pada tanggal 4 Agustus 1948.

49 http://sonobudoyo.info-pts.com/id3/2721-2611/Sonobudoyo_24674_sonobudoyo-info-pts.html
Page 137 of 278
wetenschappelijk adviseur yayasan sejak Triwindoe-gedenkboek Mangkoe Nagoro
pendiriannya sampai dengan masuknya VII, Soerakarta, pp. 135-140, “Een
Jepang. Jogjasche wichelplank.” Djåwå 19: 1-11,
(1940) “Een toornige Buddhistische
Beberapa judul publikasi dari tulisan-
heiland.” Djåwå 20: 265-271,
tulisan Moens 50 diantaranya: (1918)
“Mededeelingen van het Museum ‘Sana
“Nogmaals het bronzen beeldje te Solo.” OV
Boedaja’ te Djokjakarta: verslag van de
1918: 86-93, (1919) “De hoofdpersonen van
aanwinsten over het 1e halfjaar 1940.”
de basreliefs in het voorportaal van den
Djåwå 20: 348-352, “Was Pūrṇavarman van
tjandi Mendut.” OV 1919: 31-35, “Hindu-
Tārumā een saura?” TBG 80: 78-109,
Javaansche portretbeelden: Çaiwapratiṣṭa
“Srīvijaya, Yāva en Katāha.”
en Boddhapratiṣṭa.” TBG 58: 493-526,
JRASMalaysian 17,2: 1-111. – Partial tr. by
(1920) “Hollandsche en Engelsche
R.J. de Touché of the 1937 ed., (1941) “The
oudheden te Benkoelen.” OV 1920: 89-92,
talking tree.” TBG 81: 58-64, “Een
“Een Kroëisch grafschrift.” OV 1920:
genezende heiland.” Djåwå 21: 40-48,
137-138, (1921) “Aanwinsten van de
(1947) Kanttekeningen bij: V.R. van
Archaeologische collectie van het
Romondt, Beschouwingen over bouwkunst,
Bataviaasch Genootschap 4: een Javaansch-
Djakarta.–stencil, (1948) “Een Hindoe-
Buddhistisch Gurubeeld.” OV 1921:
Javaanse Kṣitigarbha?” TBG 82: 339-346,
186-193, “De Tjandi Mendut.” TBG 59
“De eenhoorn van Skanda.” TBG 82:
(1919-1921): 529-600, “Een
347-361, (1949) “Van Çākyamuni en urnen
Boddhapratiṣṭa.” TBG 60: 78-85, (1924)
van overvloed.” TBG 83: 83-109, “Een
“Het Buddhisme op Java en Sumatra in zijn
Chineesche poppenkast en het spel van den
laatste bloeiperiode.” TBG 64: 521-579,
linnen zak.” Jade 12,3: 1-15, (1950) “De
(1926) Ringgit en wajang, Leiden, KITLV:
stamboom van Airlangga.” TBG 84:
H 1059, typoscript, (1931) & Th.G.Th.
110-158, (1951) “Barabuḍur, Mendut en
Pigeaud, “Verslag van de aankopen van
Pawon en hun onderlinge samenhang.” TBG
Javaansche handschriften.” TBG 71:
84: 326-432, (1953) “Perwudjudan
315-329. (1933) “Het Berlijnse Ardhanārī-
sungsang Indonesia,” Bahasa dan Budaja
beeld en de bijzettingsbeelden van
1,5: 7-11, (1954) “Wiṣṇuwardhana, radja
Kṛtānagara.” TBG 73: 123-150. – with
Singasari dan kaum keluarga Madjapahit.”
postscript by W.F. Stutterheim, pp. 292-306.
Bahasa dan Budaja 2,6: 3-30, (1955) “De
(1937) “Çrīvijaya, Yāva en Kaṭāha.” TBG
Noord-Sumatraanse rijken der parfums en
77: 317-487, (1939) “Van den knaap, wien
specerijen in voor-moslimse tijd.” TBG 85:
de dagtaak was opgelegd.” In: Het
325-364, “Wiṣṇuwardhana, vorst van

50 https://www.dutchstudies-satsea.nl/deelnemers/moens-j-l/
Page 138 of 278
Singasari en zijn Madjapaitse naskah, yaitu Perpustakaan Universitas
santānapratisantāna.” TBG 85: 365-436, Leiden (158 naskah), Perpustakaan Nasional
“Koṭināgara, het antieke handelscentrum op Republik Indonesia (85 naskah),
Yava’s eindpunt.” TBG 85: 437-449, Perpustakaan Universitas Indonesia (10
“Airlangga’s rijksdeling.” TBG 85: 449-454. naskah), dan Perpustakaan Sonobudoyo
Memperhatikan judul dan bidang tema Yogyakarta (6 naskah)51 . Koleksi naskah
tulisan Moens, terdapat diskonektifitas Moens dikumpulkan dalam kurun waktu
antara bidang kerja teknis perairan dengan tahun 1930-1942 dari dalang-dalang di desa-
kesejarahan Hindu-Budha, budaya wayang desa luar daerah perkotaan Yogyakarta
dalam koleksi pernaskahan, keterlibatan seperti Godean, Gunungkidul, Kulon Progo,
dalam Java Instituut, dan dewan editor dan lain-lain. Nama dalang Widiprayitna
majalah Djawa. Dengan mempertimbangkan dari Sentolo, Kulon Progo dan dalang
frekuensi informasi di atas, maka Moens Cermapawira dari Ngabangan, Godean
dalam pembahasan ini diperlakukan sebagai disebut sebagai dua orang dalang yang
pemerhati budaya Jawa terutama dengan paling produktif dalam membantu dan
dasar (1) sumbangan pemikirannya berkaitan memenuhi permintaan penciptaan naskah-
dengan khazanah kebudayaan Jawa; (2) naskah Moens52 . Belum diketahui secara
besarnya jumlah manuskrip Jawa (serta pasti bagaimana Moens menginventarisir
luasnya cakupan topik) yang berhasil dia naskah-naskahnya. Berdasarkan penuturan
‘pesan’ dan kumpulkan -dengan premis Clara (2016), koleksi Moens di perpustakaan
bahwa Moens memiliki ketertarikan yang Universitas Leiden merupakan hibah dari
tinggi dalam melihat budaya populer Jawa Museum Ethnology di Leiden pada sekitar
(pada masa itu). Poin kedua salah satunya tahun 1964. Adapun koleksi Moens di
turut memicu pertanyaan-pertanyaan yang Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
berkaitan dengan kadar subyektifitas dan merupakan koleksi yang sebelumnya pernah
intervensi Moens dalam pengumpulan dan menjadi milik Artati Marzuki-Sudirdjo -
produksi naskah tersebut sehingga laik mantan Menteri Pendidikan Dasar dan
untuk ditelusuri lebih lanjut. Kebudayaan RI pertama (tahun 1964)-
sehingga kemudian diberi kode AS. Behrend
Koleksi Moens secara keseluruhan
(1998) menyebutkan bahwa Naskah AS
tersimpan di tiga tempat penyimpanan
didapat Artati Sudirdjo dari Moens, namun

51 Lihat Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia jilid IV (Behrend,
1998); katalog Literature of Java (Pigeaud, 1968); Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Museum
Sonobudoyo Yogyakarta (Behrend, 1990).

52 Pigeaud dalam Literature of Java menyatakan bahwa naskah koleksi Moens dipopulerkan oleh dalang-dalang
dari daerah luar perkotaan Yogyakarta, terutama dalang Widiprayitna dari Sentolo. (Lihat: Pigeaud II, 1968:
679-693).
Page 139 of 278
tidak diketahui dengan jelas apakah naskah- yang cukup dominan. Gaya penulisan teks
naskah tersebut diterima langsung dari disertai ilustrasi yang menjadi ciri dari
Moens atau melalui perantaraan orang lain. koleksi AS antara lain sederhana, digores
Pada koleksi Museum Sonobudoyo (MSB), dengan pensil warna, sebagian bergaya
informasi yang berkembang menunjukkan wayang, sebagian yang lain bergaya
bahwa kemungkinan besar Moens nanturalistis53 . Karakter tersebut tampak
menyerahkan langsung naskah-naskah pula dalam naskah Moens koleksi Leiden
tersebut kepada Sonobudoyo mengingat (berkode LOr) yang memuat berbagai cerita
beliau juga merupakan pengurus inti lengkap dengan ilustrasi grafis berupa
Museum Sonobudoyo pada masa itu. Hal ini gambar-gambar berwarna. Perbedaan
dimungkinkan karena Moens terlibat banyak tampak saat kita menengok naskah Moens
kegiatan dengan Java Instituut dan kegiatan koleksi Sonobudoyodan FSUI. Karakter
lainnya sehingga sangat tampak bagaimana tulisan tebal-tebal dan cenderung besar tidak
Moens sangat serius berkegiatan di bidang tampak koleksi tersebut. Sebaliknya, gaya
budaya Jawa. tulisan cenderung rapi dan rapat. Ilustrasi
dan gambar pun jarang ditemukan. Kalaupun
Naskah Moens koleksi PNRI (berkode
ada (misal pada SK 83), pewarnaan tidak
AS) memiliki gaya tulisan yang kaku dan
menggunakan pensil warna-warni
besar-besar sehingga membuat naskah cukup
sebagaimana dalam koleksi PNRI dan
tebal pada kisaran 170-1.570 halaman.
Leiden, namun cenderung monokrom.
Naskah-naskah Moens juga disertai dengan
Demikian halnya dengan koleksi FSUI.

ilustrasi penuh maupun ilustrasi sebagian


 Karakter tulisan salah satu Karakter tulisan salah satu


koleksi Moens PNRI koleksi Moens FSUI

53 Nuning Damayanti (2008: 8) mengungkapkan bahwa gambar ilustrasi Jawa periode 1800-1920 mengalami perubahan
dengan pergeseran gaya ke arah gaya naturalistis dan realis. Ciri-ciri visual pada ilustrasi naskah Jawa periode
1800-1920 yang nampak pula dalam naskah SN, antara lain: (1) Masih menganut pola pikir Pra-Hindu, yaitu
gambaran animisme dalam wujud makhluk gaib (etiologi); (2) Menganut konsep visual Barat dengan
munculnya perwatakan manusia, gambaran naturalistis-realis-ekspresif dan ungkapan liberal/kebebasan, tidak
terlalu terikat pada kaidah pakem dan munculnya ekspresi individu; (3) Penggayaan bentuk naturalistis-
perspektif-terbatas (bagungan gaya perspektif terbatas tradisi Jawa dan teknik gambar perspektifis seperti cara
Barat). Mengingat naskah ini merupakan naskah kisaran 1930-an, maka wajar apabila masih mendapat pengaruh
gaya ilustrasi yang sejaman atau berdekatan masa.
Page 140 of 278
Hanya saja setelah menilik beberapa Dhateng Resi Durna (AS 18), Lakon
naskah lain dalam koleksi yang sama, Wayang Warna-Warni (AS 21), Lakon
peneliti menyimpulkan bahwa karakter Warna-Warni (AS 22), Golek Warna-
tulisan bukan didasarkan pada tempat Warni (AS 26), Cerita Kama Salah
penyimpanan (PNRI, Leiden, FSUI, (AS 29), Kayon Cina (AS 31), Kayon
maupun MSB), melainkan didasarkan pada Gringsing III (AS 32), Kayon Kancil
penulis (dalang yang bertugas menulis (AS 33), Kumpulipun Beburon Wana
naskah tersebut). Ingkang Wonten Wastra (AS 34),
Kayon Klithik (AS 35, 59), Kayon
Dari total 254 jilid naskah koleksi
Madya (AS 37, 38, 39), Kayon
Moens yang tersimpan di PNRI, Leiden,
Menak (AS 40), Carita Kayon II (AS
FSUI, maupun Sonobudoyo, secara umum
41), Kayon Wanda Purwa (AS 42),
dapat dikategorikan menjadi beberapa
Lakon Muksa akaliyan Lakon Semar
bagian:
(AS 49), Lakon Ringgit Purwa

1. Naskah Sejarah: Babad Grenteng (AS Warna-Warni (AS 50), Lakon Wayang

4), Babad Lombok; Babad Palawija Kalabanjar (AS 52), Lakon Wayang

kaliyan Palawose (AS 5), Babad (AS 53), Lakon Topeng Waja (AS

Longge (AS 6), Blencong (AS 11), 54), Recasela (AS 55, 56), Lakon

Sejarah Kekayon (AS 8, 19, 20, 23, Wayang (AS 57), Pakem Grenteng

25, 30), Kayon Madya (AS 36), Jin (AS 58), Pakem Kandangwesi (AS

(AS 24), Babad Gangsa (LOr 60), Pakem Pakut Waja (AS 61),

12.512), Sejarah Blencong (LOr Panutupipun Kayon (AS 70),

12.514, WY 57), Sajarahing Kayon Panutup Panggung AS 71),

Purwa (LOr 12.515-12.516), Kayon Pecahipun Kayon (AS 72),

Ringgit Gedhog (AS 66, 67), Kayon Wisnumaya (AS 80), Tumedhakipun

(AS 82), Kayon (AS 83), Kumpulan Lakon-


Lakon (AS 84, LOr 10.887-10.906),
2. Naskah Wayang: Pakem Lakon Wanda-Wanda (LOr 10.907-10.920,
Ringgit Purwa Warna-Warni (AS 1), LOr 10.928-10.929), Pakem
Bima IX (AS 9), Brimbayeksa (AS Grenteng (10.921-10.923, W. 58),
12), Kawruh Padhalangan (AS 13), Lakon Topeng Waja (W. 57, WY 70,
Pakem Pancakaki (AS 14), WY 71), Penatah Kayon (AS 62),
Pancakaki (AS 7), Kayon Sajen (AS Panyipatipun Kayon (AS 63),
15), Dhanyang Salah Kedaden (AS Pangruwatipun Kayon (AS 64),
16), Buta Warna-Warni (AS 17), Pangruwatipun Kayon Gringsing (AS
Lakon Naga Cundhila Manukma

Page 141 of 278


69), Tarub Panggangpe Tratag Tabag dalam naskah ini menggunakan konteks
(AS 81). kehidupan sehari-hari dalam masyarakat
Jawa yang menampilkan unsur-unsur seperti
3. Naskah Kesusastraan: Ars Amandi I-
organisasi sosial, sistem kepercayaan, mata
III (AS 2-3, LOr 12.546), Carita
pencaharian, dan elemen pendukung lainnya.
Brayut (AS 10), Ama-Ama (AS 27),
Naskah koleksi Moens lain yang diteliti
Angin-Angin (AS 28), Carita Warna-
adalah AS 5 berjudul Babad Lombok: Babad
Warni (AS 44), Jaka Tarub (AS 45),
Palawija kaliyan Palawose (AS 5) yang
Jaka Lelana (As 46), Prabu Kala
berisi beberapa lakon wayang menceritakan
Arga (AS 47), Caliluk (AS 48),
asal-usul benih tanaman palawija yang
Nagari Siluman (AS 51),
umum ditemui di wilayah pinggiran
Padhanyangan Buda (AS 65),
Yogyakarta. Analisa kontekstual pada masa
Sakadomas Mas Mangkrat (AS 68),
naskah dibuat mengindikasikan adanya tren
Sarasilah Jaman (AS 73), Serat
kebutuhan untuk jenis tanaman alternatif -
Panutuping Gending (AS 74), Serat
selain padi yang ditanam di sawah- untuk
Narasawan (AS 75), Serat Pakem
memenuhi kebutuhan pangan. Kelangkaan
Kayon Prayungan (AS 76), Tulada
pangan mungkin saja terjadi karena krisis
Cintraka (AS 77), Serat Purba Sejati
dan sistem tanam paksa yang masih
(AS 78), Serat Umpak Bale
berlangsung—petani wajib mananam jenis
Marcutunda (AS 79), Kumpulan
tertentu untuk komoditas pasar dunia bagi
Ceritera (AS 85), Dongeng Ikan (AS
perusahaan Belanda. Penceritaan yang
43).
sangat kontekstual dengan dunia
pengetahuan dan mitos di dalam masyarakat
Tahun 2013 adalah awal mula peneliti Jawa membuat naskah ini seperti menyatu
berkenalan dengan koleksi Moens. Peneliti dengan denyut keseharian masyarakatnya.
melakukan studi filologi atas naskah Moens
Pada koleksi pakem wayang dengan
dari koleksi PNRI dengan kode AS 75
sebutan Grenteng, Raharja (2014) memulai
berjudul Serat Narasawan. Naskah ini
penelitian dengan koleksi AS 4 berjudul
ditulis dalam aksara Jawa setebal 728
Babad Grenteng. Analisa pada cerita lakon
halaman, berisi 15 cerita lakon dengan
wayang bergaya Grenteng adalah asal mula
ilustrasi eksplisit tentang perilaku seksual
Kiyai Genteng yang disusun oleh dalang
manusia dengan binatang dan makhluk
dari Maguwa, yaitu dalang Cermadiyasa.
halus. Ragam binatang yang dimunculkan
Analisa menunjukkan bahwa kecenderungan
dalam naskah ini sebagai partner seksual
pakem Grenteng dalam menyajikan lakon
antara lain sapi, kerbau, kambing, kuda,
adalah nilai utopia. Hal ini dimungkinkan
menjangan, kera, dan orangutan. Cerita
karena masyarakat pinggiran mengalami
Page 142 of 278
masa kehidupan yang cukup sulit sehingga Dalam penelitian-penelitian terdahulu
mendambakan situasi yang sangat ideal sebagaimana tersebut di atas, belum ada
terhadap kehidupan. Produksi gaya cerita ini yang membahas mengenai kemungkinan
pun logis untuk muncul dari wilayah bagaimana koleksi Moens secara
pinggiran karena masyarakat yang keseluruhan mampu merekonstruksi
terdampak langsung dari perkembangan kebudayaan ‘pinggiran’ Yogyakarta pada
situasi kolonial adalah kaum petani. awal abad ke-20. Selain itu, pemahaman
Meskipun cerita yang disampaikan masih lebih menyeluruh akan situasi dan kondisi
dengan kedekatan sedemikian rupa dengan penciptaan naskah-naskah ini dapat
pakem purwa, sudah tampak adanya menawarkan sudut pandang baru pemaknaan
pergeseran dan variasi-variasi yang sebuah budaya yang vital bagi masyarakat
dilakukan. Jawa. Penelusuran ini penting untuk
menambah korpus pengetahuan bahwa
Groenendael (2016) yang fokus pada
wayang ikut bertransformasi dengan
koleksi Moens di Leiden, mengambil contoh
perkembangan zamannya dalam pengaruh
dari LOr. 10.900, LOr. 10.891, dan LOr.
pergerakan, intensi, dan aktivisme orang-
10.973. Naskah-naskah ini mewakili varian-
orang yang memiliki ketertarikan dan
varian cerita tentang Bima (Werkudara) dan
kepedulian terhadap keberadaan dan
kisah lakon lainnya yang mendukung
pelestarian budaya ini. Penelitian ini juga
akumulasi ciri khas berbeda dari pakem
membuka kemungkinan lanskap baru
purwa atau yang lebih dikenal dengan asal
terhadap sikap dalam memperlakukan
dari lingkungan Kraton, baik Yogyakarta
naskah-naskah kebudayaan dengan
maupun Surakarta. Perbedaan bentuk dan
memperhatikan unsur baik dalam deskripsi
narasi dalam produksi naskah Moens yang
maupun simbol-simbol lainnya.
cenderung popular cukup bersesuaian
dengan situasi dimana hal-hal yang terkait
Produksi dan Pengumpulan Naskah
dengan kebudayaan Jawa mulai bergerak
Pinggiran Yogyakarta Awal Abad 20
menjadi sebuah komoditas yang menarik,
dalam istilahnya Clara menyebut sebagai Kisah-kisah dalam pewayangan yang
sebuah industri kecil. Dalam tulisannya, sudah ada sejak berabad lamanya menjadi
Clara juga mendeskripsikan gambaran medium hiburan sekaligus penanaman nilai-
bagaimana Moens mengkoleksi naskah- nilai ke-Jawa-an yang terus menerus
naskah terkait wayang di Yogyakarta dilakukan. Pakem cerita yang disampaikan
sekaligus menunjukkan pentingnya studi pun berulang dan cenderung monoton.
lanjutan terkait naskah dari luar Kraton, Secara hirarkis didistribusikan dari pusat ke
khususnya Gunung Kidul. pinggiran—mengingat produksi naskah

Page 143 of 278


terjadi di pusat pemerintahan dan pusat tekanan struktur dari Kraton sehingga
pendidikan. Tidak semua dhalang pun dhalang di luar Kraton lebih mungkin untuk
mempunyai kemampuan membaca dan melaksanakan permintaannya. Selain itu,
menulis, kemampuan mereka diwariskan Moens yang tertarik dengan keseharian
secara verbal. Sebagai seni cerita dan sastra masyarakat Jawa dapat diasumsikan melihat
tentu akan ada aspek atau unsur untuk variasi kehidupan yang lebih berwarna
merekam apa yang terjadi dalam masyarakat dibandingkan dengan yang jauh lebih
dan menjadi kesehariannya ketika dhalang preskriptif di lingkungan Kraton.
diberikan kebebasan untuk menyusun cerita
Variasi cerita atau lakon atas nama
atau lakonnya. Celah inilah yang kemudian
koleksi Moens menjadi bukti yang nyata.
dimanfaatkan oleh Moens untuk
Data yang didapat dari penelitian terdahulu:
menginisiasi penulisan naskah-naskah baru
Rahmawati (2013ab), Raharja (2014),
dengan kreatifitas yang sedikit berbeda dari
Groenendael (2016), Hernawan (2018), serta
pakem yang sudah ada.
pembacaan atas katalog naskah koleksi di
Posisi Moens dapat dikatakan sangat Universitas Leiden (LOr), Museum
strategis. Kegiatannya bersama dengan Sonobudoyo (MSB), Fakultas Sastra
Pigeaud untuk mengumpulkan naskah- Universitas Indonesia (FSUI), dan
naskah di Jawa menambah pengetahuannya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
akan lanskap pewayangan atau pedhalangan (PNRI) menunjukkan bahwa lakon yang
terutama di Yogyakarta sebagai wilayah ditulis memang berbeda dari naskah Kraton.
kerja penugasannya. Dirinya menjalankan Perbedaan mendasar yang tampak dari
tugas mengumpulkan naskah kuno54 dan koleksi Moens dibandingkan dengan naskah
sekaligus memprakarsai penulisan lakon keraton antara lain: (1) dari segi isi
wayang dengan gaya dan karakter cerita cenderung bebas dengan tidak terlalu terikat
yang berbeda –meskipun masih mengikuti pada kaidah atau aturan struktur penulisan
alur cerita pewayangan pada umumnya yang berupa kata pengantar khusus, atau
mengacu pada cerita babon Ramayana atau penyebutan pihak-pihak yang mengotorisasi
Mahabarata. Perintah Moens kepada penulisannya, (2) dari segi penyusunan
beberapa dhalang untuk menulis naskah cenderung ilustratif karena kemungkinan
seperti mendapatkan sambutan positif, selain tujuan pembaca yang berbeda dari kalangan
karena imbalan, juga berupa kesempatan dalam lingkaran Kraton, (3) dari segi
yang selama ini belum berani dilakukan. tampilan cenderung pada esensi terbaca
Moens meminta kepada dhalang dari luar karena ukuran, jarak, dan letak simetris yang
Kraton dengan kemungkinan pertimbangan tidak terlalu dipertimbangkan penting, (4)

54 Beberapa judul naskah kuno dilaporkan pembeliannya bersama dengan naskah lain yang dikumpulkan Pigeaud
dalam jurnal Djawa yang berbahasa Belanda.
Page 144 of 278
dari segi media tulis cenderung tidak harus begitu beragam dan luas tentu menegaskan
selalu menggunakan material yang sama signifikansi koleksi ini karena tidak hanya
karena proses penulisannya yang berisi cerita yang disebut kanon tetapi juga
kemungkinan sekuensial acak. terbuka pada variasi kekayaan pengalaman
kehidupan sehari-hari dengan kesan yang
Secara khusus dalam naskah koleksi
lebih sederhana.
Moens, isi atau tema penulisan naskah
cenderung mengikuti keseharian hidup
masyarakat yang terkesan lebih spontan dan
terbuka, berupa hal-hal yang sudah menjadi
pengetahuan bersama dalam korpus
pengetahuan masyarakatnya melalui penulis
yang juga tinggal bersama dan mengalami
langsung kejadian-kejadian ataupun
imajinasi-imajinasi yang kuat dengan akar
pada akumulasi pengetahuan yang Wayang boneka Cina dan permainan tas linen55

dimilikinya. Sebagai contoh dapat diambil Selain dalam pengertian produksi


AS 5 Babad Lombok; babad palawija naskah berupa cerita atau lakon-lakon yang
kaliyan palawose, atau pada AS 27 Ama dilakukan oleh para dalang di luar Kraton
Ama yang menceritakan tentang berbagai Yogyakarta, dapat dilihat pula kemungkinan
macam hama tanaman. Adaptasi berbagai keterlibatan Moens pada pembuatan
macam lakon tentang Bhima(Werkudara) lembaran wayang itu sendiri. Tentu saja
pada AS 9, LOr 10.887-10.891, tidak sepenuhnya bahwa pesanan naskah-
12.565-12.577 yang menunjukkan kedekatan naskah yang diprakarsai Moens hanya akan
karakteristik pada kehidupan pertanian di berbentuk jilid kertas tersusun yang tidak
Jawa. Contoh lain adalah AS 51 Nagari akan dipentaskan. Arsip foto dengan
Siluman, AS 16 Dhanyang Salah Kedaden, keterangan bagian dari skrip publikasi
AS 24 Jin yang menjadi aspek pemahaman Moens dengan judul Ringgit en Wajang
dunia-dunia lain, atau sekedar dongen ikan menampilkan dua tokoh karakter dalam
serta kancil pada AS 33 dan AS 43, dan sketsa. Tampilan seperti pahatan timbul ini
naskah lainnya yang dicirikan pula dengan mungkin merupakan master pencetak atau
ilustrasi visual. Bahkan cukup mengejutkan pun diperlakukan seperti stempel. Masih
ketika Moens memiliki koleksi dengan tema diperlukan penelitian lebih jauh lagi
Cina yaitu pada AS 31 dan sebagian pada mengenai metode pembuatan wayang
LOr 10.971-10.974. Rentang variasi yang

55 “Een Chineesche poppenkast en het spel van den linnen zak”, cuplikan salah satu publikasi Moens tahun 1950
dan ada dalam katalog LOr 10.971-10.974 dengan skrip Ringgit en Wajang.
Page 145 of 278
ataupun kegunaan dari gambar tersebut Dalam proses mengumpulkan koleksi-
dalam rangkaian aktifitas Moens sejak dari koleksi naskahnya, Moens diasisteni
pengumpulan, pemesanan, pembuatan beberapa dhalang yang diketuai oleh dalang
naskah, dan inventarisasinya. Arsip Ki Widi Prayitna dari daerah Sentolo,
pendukung dan informasi bahwa Moens Kulonprogo, Yogyakarta. Relasi patron klien
sering mengunjungi daerah Pucung yang muncul dalam relasi ini didasarkan
memperkuat dugaan bahwa Moens juga pada transaksi ekonomi. Clara (2016)
tertarik dalam wayang tidak hanya dari segi menyebutkan bahwa Moens membayar
naratif atau prosa yang ilustratif. asisten-asistennya dengan bayaran yang
cukup layak sehingga produksi naskah
menjadi cukup konsisten. Sumber keuangan
ini diasumsikan berasal dari pemerintah
Belanda karena Moens dan Pigeaud juga
menulis laporan ini dalam dokumen resmi57 .
Beberapa naskah yang dibeli Moens antara
lain: Serat Dewaroetji Moeroehitasari (KBG
1), Proboe Soewelatjala, Kisah Sultan
Agung dengan Ratu Lara Kidoel (KBG 2),
Serat Anbia (KBG 3), Serat Darmagandoel
Kalamwadi, Serat Wedatama (KBG 4),
Kumpulan naskah tentang ajaran moral dan
adat istiadat (KBG 6), Serat
Arjoenasasrabahoe (KBG 7), Tjarijos
Salasilah para Loeloehoer (KBG 8),
Soeltanspranatans (KBG 9), Kumpulan
aturan upacara pernikahan (KBG 10),
Album wayang, Grebeg, Ande-ande
Loemoet, dan pembelian lain yang berisi
tentang upacara-upacara, jenis permainan
anak-anak, dongeng—naskah yang dianggap
LOr. 10.973 Ringgit en Wajang56 penting merefleksikan kehidupan dan

56 Bagian dari arsip foto atas nama J.L. Moen sang dikuratori oleh Holt di koleksi digital perpustakaan Universitas
Leiden

57 Laporan tersebut berjudul Verslag over de aankoopen van Javaasche Handschriften gedaan voor rekening het
Kon. Bataviassch Genootschap dor Ir. J.L. Moens te Jogja en Dr. Th. G. Pigeaud te Solo in de jaren 1929-1930
dan diterbitkan dalam kumpulan tulisan Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, 1931.
Page 146 of 278
kebudayaan Jawa, dan ada pula naskah Bali Diversitas topik dalam koleksi
yang dibeli oleh Moens. menunjukkan luasnya bidang yang diminati
Moens atas budaya Jawa, khususnya
Perlu diperhatikan bahwa dalam
Yogyakarta. Pada terbitan majalah Bahasa
bekerja, Moens bertugas untuk membeli dan
dan Budaja FSUI edisi Februari 1955
mengumpulkan naskah. Inisiatif
halaman 3 dengan tulisan berjudul “In
memproduksi atau membuat naskah muncul
Memoriam Ir. J.L. Moens”, Hoesein
karena dirinya menemukan bahwa sebagian
Djajadiningrat menyebut Moens sebagai
naskah-naskah yang dianggap penting tidak
sarjana yang aktif melakukan studi-studi di
dapat ditemukan dan dengan kebersediaan
Indonesia pada masa penjajahan. Hoesein
abdi dalem58 yang memiliki pengetahuan
Djajadiningrat mengingat: “Moens djuga
tentang itu serta ketrampilan menggambar
bernafsu mengumpulkan barang-barang
dipandangnya dapat menjadi solusi atas
prasedjarah, barang-barang kuno dan
masalah tersebut. Dengan demikian produksi
barang-barang jang aneh. Sajang sekali
naskah dapat dilakukan agar budaya-budaya
banjak dari hasil usahanja di lapangan ini
itu tidak hilang dipengaruhi jaman yang
hilang akibat pendudukan Djepang, waktu
semakin modern. Namun dalam praktiknya,
mana ia dimasukkan ke dalam tahanan.” Di
Moens seperti mengintervensi atau mungkin
mata Hoesein Djajadiningrat sebagai
juga karena akumulasi pengetahuannya dari
intelektual yang pernah kuliah di Belanda,
kumpulan cerita dan gambar serta wayang
Moens adalah tokoh yang pantas dihormati.
yang sudah berhasil dibeli dan dikumpulkan,
Penghormatan yang ditampilkan dalam satu
misalnya kumpulan wayang berbentuk
artikel khusus terbitan majalah FSUI ini
binatang ataupun naskah tentang kuda
mengindikasikan bahwa Moens memang
kepang, ataupun cerita-cerita mistis
dipandang cukup berjasa atas perhatiannya
sehingga menjadi sumber kreatifitas dalam
terhadap kebudayaan Jawa. Hal ini
produksi naskah cerita wayang yang berbeda
mempertegas asumsi bahwa arena kerja
dari lakon purwa yang sudah ada.
dengan jabatan strategis serta jajaran
Pengetahuannya tentang naskah-naskah
koleganya yang notabene orang-orang
kanon serta pengalamannya di lapangan
penting pada masa itu merupakan faktor-
sepanjang daerah di luar ‘kota’ menjadi
faktor yang memungkinkan dan
kombinasi yang memungkinkannya
memudahkan Moens dalam mengupayakan
memberikan gambaran yang cukup jelas
tugas mengumpulkan dan atau memproduksi
kepada asisten-asistennya dalam menulis
naskah.
sebuah lakon.

58 kemungkinan abdi dalem yang memiliki kemampuan ini adalah sosok seperti Atmo Karyo terutama dalam hal
kemampuan membuat karakter wayang dengan pewarnaannya, selain itu dalang yang berasal dari luar Kraton
juga berkontribusi membantu Moens menulis naskah-naskah sesuai pesanan Moens.
Page 147 of 278
Sebagai perbandingan atas indikasi pribadi Moens sendiri, bukan bagian dari
bentuk patronase yang bergerak di luar proyek bersama.
Kraton dalam produksi naskah atau
Lokasi geografis imajiner antara
publikasi tulisan, ada tokoh lain yaitu J.
Kraton, pusat pendidikan atau agama, dan
Kats yang menjadi pengelola Balai Pustaka.
non-kraton muncul menjadi perihal yang
J. Kats memiliki otoritas untuk menyaring
menarik dengan adanya naskah koleksi
tulisan dengan isi tertentu sehingga dapat
Moens. Jumlah naskah yang tidak sedikit
diterbitkan. Selain itu, Pigeaud dengan area
menjadi indikasi kuat bahwa penulisan dari
kerja Surakarta juga memiliki otoritas
daerah pinggiran Yogyakarta terbukti
filtrasi karena dirinya tidak hanya
dimungkinkan –meskipun tidak juga masuk
menginventarisasi, namun juga menjadi
dalam kategori kedua-. Konten yang berbeda
panitera atau orang yang menilaiapakah
tentu dapat dipandang sebagai proses kreatif
sebuah naskah itu penting dan layakn dibeli
dan sekaligus menjadi media saluran bagi
untuk kemudian dimasukkan dalam koleksi
dalang untuk menunjukkan sudut pandang
Koninklijk Bataviaasch Genootschap
yang berbeda sebagai orang Jawa yang
(KBG). Pada awal abad ke-20, kebijakan
hidup di luar lingkungan Kraton dan di luar
politik etis berjalan ke arah pengembangan
area yang dianggap sebagai pusat
kualitas masyarakat. Namun pada
pendidikan dan keagamaan. Dokumentasi
praktiknya, patron-patron asing masih
berupa foto-foto menunjukkan bahwa Moens
memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
juga menjangkau daerah pinggiran seperti
menentukan produksi dan publikasi konten
Bantul, Guning Kidul, Godean, Kulon
budaya yang ada di wilayah Yogyakarta,
Progo, dan Klaten. Pegerakan ke arah timur
Surakarta, bahkan Nusantara. Agensi dalam
sampai dengan Surakarta tentu saja mudah
jejaring produksi naskah yang diprakarsai
diterima mengingat bahwa Moens juga
Moens dinyatakan sebagai hal umum yang
bekerja bersama-sama dengan Pigeaud dan
terjadi pada masa itu, sebagaimana
juga aktif dalam Java Instituut. Sedikit
dinyatakan Behrend (dalam Groenendael,
informasi yang di dapat mengenai produksi
2016). Namun menilik laporan pembelian
wayang adalah daerah Pucung di Bantul atau
naskah yang ditulis Moens dan Pigeaud
sekarang lebih dikenal dengan nama
menjadi indikasi bahwa hal tersebut adalah
Wukirsari. Dikisahkan bahwa seseorang
benar sekaligus tidak. Yang dimunculkan
bernama Atmo Karyo atau dikenal juga
dalam laporan (jumlah di Yogyakarta lebih
dengan nama Mbah Gembloh menjadi lurah
sedikit daripada di Surakarta oleh Pigeaud).
di daerah tersebut, dirinya dibantu dengan
Maka produksi pada kertas bergaris (koleksi
beberapa tetangganya yang bernama Mbah
PNRI) kemungkinan adalah ketertarikan
Reso Mbulu, Mbah Cermo, Mbah Karyo,
dan Mbah Sumo. Karya wayang kulit
Page 148 of 278
buatannya dibeli oleh Belanda, sebagian ideas (ide/gagasan), (2) activities (tindakan/
sumber lain juga menyatakan bahwa Atmo perilaku), dan (3) artefacts (hasil karya).
Karyo dipercaya untuk merawat wayang Ketiga gejala tersebut terjadi terus menerus
yang ada di Kraton Yogyakarta59 . secara turun-temurun selama kehidupan
manusia masih ada. Dengan demikian, maka
Dari pemaparan hasil penelusuran
kebudayaan didefinisikan sebagai
tentang kerja Moens dapat ditarik beberapa
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
simpulan diantaranya (1) bahwa Moens
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
memiliki jaringan yang cukup luas dengan
masyarakat yang dijadikan milik diri
orang-orang terpandang dan terpelajar yang
manusia dengan belajar 60. Dari ketiga wujud
memiliki minat, pengetahuan, dan kerja di
kebudayaan diatas, Koentjaraningrat
bidang kebudayaan Jawa. (2) Moens
(1983:205) kemudian menganalisis kembali
memiliki ketertarikan luas termasuk pada
keseluruhan sistem yang terintegrasi dan
kehidupan sehari-hari masyarakat sehingga
membaginya ke dalam tujuh unsur yang
bukan hanya kesenian adiluhung yang
turut mendukung dan membentuk suatu
dianggap penting tetapi juga kesenian
kebudayaan. Ketujuh unsur tersebut yaitu:
keliling atau yang dilakukan oleh kelompok-
(1) Bahasa; (2) Sistem pengetahuan; (3)
kelompok kecil. (3) Moens berinisiatif untuk
Organisasi Sosial; (4) Sistem peralatan
memproduksi naskah baru sebagai bentuk
hidup dan teknologi; (5) Sistem mata
rekaman pengalaman kehidupan masyarakat
pencaharian hidup; (6) Sistem religi; (7)
sehingga lebih bebas dalam berkreasi untuk
Kesenian. Dalam kerangka pikir ini maka
menulis dan mengembangkan lakon wayang
dapat terlihat bagaimana gambaran
yang sudah ada.
kehidupan masyarakat Yogyakarta pinggiran
melalui pembacaan naskah-naskah Moens
Potret Budaya Yogyakarta Pinggiran Awal dalam berbagai lakon cerita yang ada.
Abad ke-20
Naskah-naskah Moens yang diproduksi
Kebudayaan merupakan hasil dari pada kisaran tahun 1930-1942 digunakan
cipta, rasa, dan karsa. Ketiga unsur cipta, sebagai salah satu parameter untuk
rasa, dan karsa tersebut dikukuhkan sebagai menyebut ‘awal abad ke-20’ dengan asumsi
tiga wujud kebudayaan dalam teori yang bahwa repertoire pengetahuan yang sudah
disampaikan J.J. Honigmann (1959) tentang ada maupun yang sedang berlangsung dapat
adanya tiga “gejala kebudayaan”, yaitu (1) dikenali dalam muatan cerita dalam naskah.

59 Berbagai sumber artikel https://wisatasekolah.com/destination/wisata-wayang/, https://belajar.kemdikbud.go.id/


PetaBudaya/Repositorys/sungging_wayang/ , dan http://yogyakarta.panduanwisata.id/daerah-istimewa-
yogyakarta/bantul/melihat-pembuatan-wayang-kulit-di-pucung-wukirsari/

60 Dalam Koentjaraningrat (1983). Hlm 182-188


Page 149 of 278
Hasil pembacaan beberapa naskah dari dengan jumlah yang cukup banyak61 .
koleksi Moens sangatlah beragam, namun Meskipun pembahasan terkait unsur tani
demikian dapat diambil beberapa hal yang dengan tokoh Bima tidak terlalu banyak,
cukup dominan menyumbangkan gagasan- setidaknya dapat dilihat korelasinya yang
gagasan dalam penciptaan dan penulisan terindikasi dari asumsi Duijker (2010)
naskahnya. Hal yang cukup dominan adalah bahwa Linthang Bhima Sekhti dan petani di
tentang pertanian sebagai hal yang tidak Jawa memang berhubungan erat
terpisahkan. Penggambaran tindakan sebagaimana yang juga diungkapkan dalam
pembersihan hutan menjadi fragmen yang penelitian Stutterheim (1956). Masyarakat
muncul. Alihfungsi lahan menjadi ide yang Jawa dengan panduan pada ramalan dan
tertanam dalam penceritaan. Di bawah ini primbon menentukan masa untuk menanam
adalah gambar yang menunjukkan kegiatan dengan memperhatikan kemunculan rasi
membabat hutan untuk digunakan sebagai bintang. Dalam naskah Moens, dapat terlihat
tempat tinggal. Meski tetap dalam konteks dengan cukup jelas bagaimana kegiatan
cerita wayang, pembuatan ilustrasi demikian pertanian ada dalam narasi dan ilustrasi
menjadi indikasi-indikasi bahwa cerita yang disampaikan. Pada ilustrasi lain
pengetahuan tentang penebangan pohon tentang Bhima ditampilkan bagaimana tokoh
lebih ikonis dibanding dengan yang lain tersebut mengendalikan alat pertanian
misalnya awal mula hutan ataupun berupa bajak, sebagaimana tampak dalam
gambaran saat pemberian tugas pekerjaan ilustrasi berikut:
tersebut.

Manikmaya, Ismaya dan Tejamaya membuka Nalagareng, Petruk, dan Wěrkudara membajak
hutan Tengguru (LOr. 10.900) di Bojang Rawe (LOr. 10.891)

Contoh lainnya ada dalam cerita Bima. Ada banyak sekali kemungkinan
Lakon cerita tentang Bima (werkudara) penilaian untuk memahami apa yang
dalam koleksi Moens cukup bervariasi dan direpresentasikan oleh sebuah gambar.

61 lihat katalog LOr dan PNRI


Page 150 of 278
Dengan tetap memperhatikan narasi yang perawatan dengan dimandikan langsung di
menyertainya, dapat dinyatakan bahwa sungai dll (angon) sebagaimana tampak
penggunaan kata subur, sawah, dan bajak, dalam cuplikan cerita dalam Serat
serta anjuran untuk melakukan sesaji atau Narasawan (AS 75) berikut ini62:
doa-doa sebelum melakukan kegiatan tanam
dapat dibaca secara eksplisit seperti pada
salah satu adegan dalam dialog antara Bima
dengan Sindurancah: “Mula aku prapta ana
ing alas ing Bojang Rawe sedyaku arep
lelana andon jurit. Nanging bareng aku
weruh kaenane alas ing Bojang Rawe iki kok
tak-sawang becik temen lemahe. Mungguh
alas iki tak-babadi, perlu tak-anggo sawah.
Apa kowe tulungake?” Bahasa yang lugas
dalam konteks pedesaan memberikan
kemudahan untuk mengerti bagaimana
esensi kerja yang perlu dilakukan dalam
Keterangan:
mempersiapkan lahan untuk segera dapat
Gb 1 Jaka Sudiya menggembala kambing Jawa
digunakan. Sawah yang identik dengan (cerita VI Serat Narasawan AS 75)
tanaman padi cukup menjadi dasar Gb 2 Jaka Sumbina menggembala kebo bule
(cerita VII Serat Narasawan AS 75)
bagaimana komoditas ini menjadi yang
utama untuk menunjang konsumsi pangan Kehadiran hewan-hewan dalam
bagi masyarakat Jawa pada umumnya. lingkaran pemahaman yang umum dalam
bingkai pertanian mempertegas cerminan
Unsur lain dari kehidupan agraria di bahwa masyarakat pinggiran Yogyakarta
pedesaan Yogyakarta nampak dalam hidup dengan cara demikian. Konteks
kehadiran berbagai macam binatang dalam kampung, persawahan, lahan pertanian,
relasi kedekatan -bahkan secara kasat mata hutan, hewan peliharaan dan untuk
akan cenderung melampaui yang ada pada pembantu kerja terus muncul dalam berbagai
naskah Moens. Salah satu yang dapat dilihat narasi. Wilayah atau ruang yang ditampilkan
adalah kedekatan manusia dengan kerbau juga sangat identik dengan lanskap pedesaan
bule dan kambing Jawa yang dalam dimana kegiatan terkait pertanian yaitu
keseharian umum pemilik atau orang yang dengan sapi, kerbau, atau kuda ditempatkan
dipekerjakan mengurusnya melakukan dengan kesesuaian yang nyata pada kegiatan
kegiatan berupa pemberian makan dan

62 Ilustrasi sebenarnya dalam naskah berwarna warni menggunakan pensil warna. Ilustrasi monokrom dalam artikel
ini hanya sebagai sample karena ada kendala teknis terkait foto naskah.
Page 151 of 278
sehari-hari masyarakat desa. Meskipun isi pengulangan yang serupa berupa
dari Serat Narasawan cenderung vulgar penghadiran wujud-wujud hewan dalam
(berupa bestialitas), namun hal itu tidak cerita lakon yang ditulis. Format grafis
cukup kuat untuk menggambarkan realitas memang berbeda dan cenderung lekat
seksual masa itu, juga tidak berkaitan dengan tampilan wayang pada umumnya.
dengan moralitas masyarakat rural Karakter yang ditampilan dalam contoh di
Yogyakarta pada umumnya. Alih-alih bawah ini adalah unsur kambing dan ayam.
melihatnya demikian, penulis sepakat
dengan yang disampaikan Margana (2017)
dalam pernyataannya di media Historia
bahwa di balik vulgarnya cerita dalam
Narasawan, orang Jawa sedang
menyampaikan perubahan lingkungan yang
terjadi di sekitarnya. Ada banyak fenomena
aneh di koran-koran pada abad ke19 sampai
awal abad ke 20 seperti munculnya anak
kerbau aneh, anak sapi aneh, dsb yang
muncul sebagai efek dari bahan kimia yang
marak digunakan pada saat itu guna
mendukung produktifitas pertanian dan
perkebunan. Apa yang saat ini dipahami
sebagai mutasi gen pada masa lalu
diinterpretasikan sesuai pemahaman pada
zamannya. Dalam Serat Narasawan,
munculnya makhluk-makhluk hybrid
tersebut justru diceritakan selalu membawa
keberuntungan dan kekayaan bagi
pemiliknya. Hewan-hewan piaraan sangat
bernilai sebagai penyambung nyawa bagi
masyarakat agraris Jawa, terutama masa- (W 58) ……
Selanjutnya pada naskah AS 5 dapat
masa paceklik pada saat itu. Hal ini menjadi
dibaca kisah sebuah negara di Dahana Mulat
realitas sekaligus fantasi masyarakat agraris
yang dikuasai oleh Prabu Wisa Sampurna.
Jawa tentang konsep keberuntungan dan
Adiknya, Prabu Kalagadhung, sedang jatuh
kekayaan.
hati dengan Dewi Wiranggini dan mencoba
Pada naskah lainnya dalam koleksi untuk mendapatkannya. Maka Prabu Wisa
Museum Sonobudoyo (W 58) dapat terlihat Sampurna pun berniat membantu adiknya
Page 152 of 278
untuk mendapatkan Dewi Wiranggini. Benih atau biji merupakan komponen
Namun, mereka harus berhadapan dengan penting lainnya dalam proses kehidupan
Raden Gadhing Pawukir sehingga kemudian sebagai petani setelah pembukaan lahan,
terjadilah peperangan. Prabu Wisa Sampurna pengerjaan persiapan lahan. Tanpa benih
dan Prabu Kalagadhung mengalami atau biji maka pertanian tidak akan dapat
kekalahan. Dewi Wiranggini tanpa sengaja dilakukan. Cerita-cerita tentang asal-usul
terkena senjata trisara sehingga ia pun mati. biji atau benih ini menjadi cerminan
Ketiganya menjelma ke dalam sebuah biji bagaimana masyarakat pedesaan di
yang oleh Sanghyang Nrada diberi nama biji Yogyakarta mengembangkan kegiatan
gadhung, biji uwi, dan biji kacang. pertaniannya. Personifikasi biji atau benih
sangat dekat dengan perlakuan yang hormat
dan baik sehingga akan mendapatka hasil
Sanghyang Nrada tumĕdhak. Sadaya
yang baik pula. Menanamkan pemahaman
mrĕpĕgi, lajĕng kaparingan nama. Wiji
bahwa tanaman yang akan tumbuh dan harus
ingkang kadadosan Prabu Kalagadhung
dirawat itu memiliki kehalusan perasaan
kanamanan wiji gadhung. Saking Prabu
sama seperti halnya manusia adalah hal yang
Wisa Sampurna wiji uwi. Saking Dewi
dapat ditemukan dalam rangkaian kegiatan
Wiranggini wiji kacang. (VII/341)
menanam dan mengurus hingga masa panen
Terjemahan: tiba.

Sanghyang Nrada turun. Semua Sangat menarik untuk menemukan


mendatangi, kemudian diberi nama. Biji naskah AS 27 dengan judul Ama Ama yang
yang berasal dari Prabu Kalagadhung menarasikan dengan serupa bagaimana
diberi nama biji gadung. Dari Prabu Wisa gangguan-gangguan hama menjadi persoalan
Sampurna (diberi nama) biji uwi. Dari nyata para petani. Gambaran ilustrasi
Dewi Wiranggini (diberi nama) biji berikut ini menunjukkan bagaimana tanaman
kacang. mendapatkan gangguan—meski jika dilihat
dalam pandangan saintifik bukan merupakan
gambar serangga. Penggambaran simbolis
memang menjadi warna yang kental dalam
wayang, sehingga keberadaan ilustrai yang
disajika Moens melalui perintahnya kepada
dalang sangat memudahkan pembaca
membayangkan bagaimana pekerjaan petani
merupakan perjalanan dalam rangkaian
Babad Palawija kaliyan Palawose (AS 5)
panjang serta penuh dengan persoalan.

Page 153 of 278


terdiri atas penduduk pedesaan, sekitar 70%
atau lebih bergantung pada pertanian
sendiri63 . Pada tahun 1931 terjadi
penyusutan areal tanaman tebu yang
berdampak pada perluasan tanaman jagung
dan kedelai. Adapun persediaan pangan pada
tahun 1935 menunjukkan adanya kenaikan
secara relatif pada umbi-umbian (ubi kayu
dan ubi jalar). Peningkatan yang besar dari
Ama Ama (AS 27
penanaman ubi kayu dan ubi jalar sebagian
Berbicara mengenai mitos palawija merupakan reaksi normal terhadap panen
dan kisah hama yang diwujudkan dalam yang buruk (1934). Hal ini dapat dijelaskan
cerita wayang dari dua naskah di atas, tentu karena adanya peningkatan kebutuhan di
akan lebih menarik apabila juga dikaitkan sebagian masyarakat atas pangan yang
dengan konteks pertanian pada masa naskah sangat murah, biarpun nilai gizinya
ini ditulis. Naskah BLBP ditulis di daerah rendah64 . Para petani Jawa sesudah tahun
Godean, Yogyakarta pada tahun 1930an. 1930 telah melaksanakan peningkatan
Dalam catatan masa perkembangan tahun produksi yang besar dari tanaman-tanaman
1905-1930, awal abad kedua puluh dianggap pangan yang penting. Apabila orang dapat
sebagai saat yang sangat tidak m e n g a t a k a n t e n t a n g
menguntungkan di Jawa. Perkebunan- “Erzeugungsschlacht” (pertempuran
perkebunan kopi dan gula antara tahun 1880 produksi), maka secara diam-diam di Jawa
dan 1890 dilanda hama dan kemerosotan telah berlangsung dan dimenangkan65 .
harga; harga beras turun sampai separuh, Produksi pangan bagi penduduk di Jawa
tingkat upah turun dengan tajam, pajak yang sangat padat menuntut peningkatan
dalam bentuk uang dan kerja terasa hasil per hektar tanah garapan. Pembibitan
menekan. Krisis besar dunia membawa varietas-varietas baru yang menghasilkan
pengaruh buruk terhadap ketahanan pangan lebih banyak dan atau lebih tahan terhadap
termasuk di Jawa. Pada tahun 1925-1929, serangan hama merupakan salah satu sarana
keadaan ekonomi di Hindia Belanda agak terbaik untuk keperluan tersebut. Hal
stabil. Masyarakat penduduk asli terutama tersebut tergambar dalam naskah BLBP

63 Gejala dari perpindahan permintaan ini tampak juga pada perkembangan harga umbi-umbian yang relatif lebih
tinggi seperti tampak pada tabel produksi pangan dan impor pangan di Jawa dan Madura tahun 1922-1935 (E. de
Vries, 1985)..
64 Dijelaskan Creutzberg (1974) dalam tulisannya Over Economisch Beleid in Nederlandsch Indie (Uitgaven van
de Commissie voor Bronnen Publicatie Betreffende de Geschiedenis van Nederlandsch Indie 1900-1943).
65 Fenomena ini juga dijelaskan lebih rinci dalam tabel Peningkatan Produksi pada tahun 1928-1930 dan
1935-1937 (E. de Vries, 1985)
Page 154 of 278
yang menampilkan banyak varietas palawija transenden dari masyarakat Jawa juga
sebagai bagian dari upaya penanaman tampak menjadi bagian yang tak
pengetahuan mengenai alternatif pangan. terpisahkan, Meskipun tidak identik dengan
Penggambaran palawija dalam ilustrasi- hanya masyarakat pedesaan atau pinggiran,
ilustrasi yang sederhana memudahkan aspek spiritualitas ini mewakili unsur-unsur
pembaca dalam memvisualisasikan varietas penghargaan terhadap alam dan lingkungan.
yang ingin dihadirkan. Egbert de Vries Contoh yang dapat dilihat dari lakon Dewi
dalam tulisannya menjelaskan bahwa Rěkathawati lahiraken tigan dan
“Petani Jawa itu biar bagaimanapun ingin Dumadosipun Kayangan Junggring Slaka
tetap menjadi petani” meski dalam keadaan adalah penyampaian ekslpisit keberadaan
krisis sekalipun. De Vries mengulangi tiga alam yaitu alam dewa-dewa, alam roh,
pernyataannya dengan tegas bahwa dan alam manusia. Alam yang berbeda-beda
“Akhirnya orang tidak dapat dapat berbuat tersebut memiliki karakter yang berbeda dan
banyak untuk petani, jika tidak petani itu juga dikuasai oleh tokoh yang berbeda pula
sendiri yang melakukannya.” Sekarang yang —dalam lakon tersebutkan Manikmaya,
lebih diperlukan lagi adalah dasar untuk Tejamaya, dan Ismaya. Dalam naskah
kemajuan yang ditempatkan pada hati petani lainnya dapat ditemukan bentuk budaya
sendiri, dan tidak berdasarkan perhitungan lainnya berupa tindakan spiritualitas tapa
untung rugi saja. Hal ini menjadi dasar atau semedi, juga mencari pesugihan. Hal-
moral dari pembaruan pedesaan. Penanaman hal semacam ini merupakan bentuk nyata
prinsip-prinsip tersebut pada generasi bahwa serpihan-serpihan unsur kebudayaan
selanjutnya menjadi sangat penting dalam menjadi lengkap melalui deskripsi kegiatan-
kaitannya dengan moralitas dan pembaruan kegiatan yang dilakukan tokoh-tokoh
pedesaan. Salah satu media yang karakter dalam cerita atau lakon yang
diasumsikan mudah untuk diterima dan memang digambarkan sesuai dengan visual
masuk ke dalam alam bawah sadar manusia orang Jawa dan petani pada umumnya.
yaitu melalui mitos. Hal inilah yang Kedekatan unsur ini memudahkan
mendasari penciptaan naskah Babad masyarakat untuk dapat menerima
Palawija. Cerita yang diusung menyiratkan keberagaman lakon terutama pada saat
bahwa tanah mereka merupakan tanah yang dalang melaksanakan pertunjukkan wayang.
telah ditakdirkan para dewa untuk ditumbuhi
Melalui uraian singkat mengenai
palawija sehingga harus menjadi suatu
gambaran umum kehidupan kebudayaan
komoditas kebanggaan.
masyarakat pinggiran Yogyakarta dilihat
Disamping aspek agraria yang kental dari naskah-naskah koleksi Moens, dapat
terbaca dalam naskah-naskah koleksi dinyatakan bahwa naskah yang ditulis benar-
Moens, spiritualitas atau ranah pandangan benar memiliki keluwesan dan kealamiahan
Page 155 of 278
kehidupan masyarakat. Gagasan dan wujud Dapat dibayangkan bagaimana kehidupan
pengetahuan yang muncul cukup jelas masyarakat pada waktu itu sebagai pekerja
menggambarkan bagaimana sekelompok baik di pabrik maupun di perkebunan,
masyarakat menjalani kehidupan dengan terlebih lagi pada periode awal abad 20
beragam pengalaman dan situasi yang dinyatakan sebagai fase puncak dari industri
dinamis. gula di Jawa sebelum krisis melanda.
Sebagai wilayah koloni, tentu saja
kehidupan masyarakat Yogyakarta tidaklah
Dialog Kultural: ‘Pinggiran’, Keraton, dan
berbanding lurus dengan kemajuan tersebut.
Agensi Asing
Hanya segelintir orang yang menjadi
Gambaran keseharian dan kegiatan- masyarakat kelas menengah, terutama yang
kegiatan masyarakat ataupun tokoh-tokoh tinggal di wilayah perkotaan atau yang dekat
dalam lakon yang ditulis dalam koleksi dengan area Kraton. Ketimpangan yang ada
Moens perlu dilihat dari sisi yang lain. merupakan akibat langsung kebijakan kultur
Dengan asumsi bahwa naskah tersebut baik stelsel yang diterapkan, kopi merupakan
sebagian ataupun seluruhnya merupakan salah satu komoditas wajib yang harus
rekaman atau mimesis dari kondisi nyata ditanam67 . Warga kaum petani tidak
masyarakat Yogyakarta pinggiran, maka memiliki kebebasan untuk mengelola
dilakukan penelusuran dan penelitian untuk tanahnya sesuai dengan kebutuhan,
menemukan kesesuaian ataupun irisan antara melainkan harus mengutamakan komoditas
yang tertulis dalam lakon dengan kondisi non-pangan karena hasilnya dijual ke pasar
yang sesungguhnya. Aspek-aspek yang dunia. Kondisi ini pun memicu krisis pangan
diperhatikan fokus kepada kondisi sosial di masyarakat, faktor luasan lahan pertanian
politik dan ekonomi Yogyakarta, Jawa dan yang menyempit untuk tanaman pangan
sekitarnya yang dapat mempengaruhi gerak dengan tanaman industri menjadi penyebab
dan dinamika dalam masyarakat. minimnya kuantitas panen terutama padi
sebagai bahan pokok bagi masyarakat.
Wilayah Nusantara yang menjadi
Keadaan krisis yang dihadapi kaum petani
koloni-koloni Belanda secara umum
dan masyarakat luas memberikan
diekploitasi hasil kekayaan alamnya melalui
sumbangan repertoir memori tersendiri bagi
berbagai cara; salah satunya adalah
masyarakat pinggiran. Kebutuhan bahan
pertanian dengan komoditas wajib tanam66 .

66 Yogyakarta merupakan wilayah yang secara umum menjadi pusat industri gula dan kopi sebagai komoditas
dunia yang dibutuhkan VOC. Terdapat sembilan belas pabrik gula tersebar di wilayah Yogyakarta seperti
Sewugalur, Pundong, Randugunting, Medari, Berbah, Rewulu, Madukismo, dan lainnya. Jejaknya sekarang
hanya tersisa beberapa titik yang masih terlihat dan beralih fungsi.

67 Fernando, M.R. Coffee Cultivation in Java, 1830–1917 dalam Clarence-Smith, W.G. dan Topik, S. The Global
Coffee Economy in Africa, Asia, and Latin America, 1500-1989
Page 156 of 278
pangan alternatif (seperti palawija) menjadi wilayah tersebut belum terjangkau sistem
hal yang sangat mendesak sebagai salah satu irigasi atau pengairan. Di sisi lain, karakter
jalan keluar yang paling mungkin ditempuh. tanah yang demikian juga cukup menunjang
Kaum petani mulai menanam dalam jumlah jenis tanaman palawija untuk tumbuh
yang lebih besar sehingga substitusi dengan baik sehingga dapat menjadi
komoditas dapat dipenuhi dan mereka juga alternatif pemenuhan kebutuhan pangan bagi
tetap ‘aman’ karena masih menanam warga masyarakat yang tinggal di wilayah
komoditas industri sesuai dengan aturan tersebut. Kebijakan distribusi lahan pun
pemerintahan yang berlaku. tidak banyak memberikan efek struktural
terhadap peningkatan kehidupan masyarakat.
Sebagian besar penduduk hampir tidak
memiliki akses ke tanah atau hanya
menguasai sebidang kecil tanah. Di
kabupaten Bantul dan Sleman di mana
sebagian besar lahan irigasi berada,
misalnya, sebuah rumah tangga tidak
memiliki lebih dari 0,75 hektar. Sementara
itu sebagian besar orang di kabupaten Kulon
Progo, Adikarto dan Gunung Kidul lainnya
memiliki tanah yang kurang subur dan
berbatu, meskipun setiap rumah tangga
menguasai tanah yang lebih luas (Purwanto,
2005).

Dengan informasi ini, dapat


Keterangan: dibayangkan bagaimana secara geografis
Gb. 1 KITLV 18576 Perkebunan kopi di
Gunung Kidul, Yogyakarta68 terdapat perbedaan karakter kehidupan di
Gb. 2 KITLV 404102 Sawah di sekitar Gunung masyarakat ‘pusat’ dengan ‘pinggiran’
Kidul, Yogyakarta69
sebagai penyangga. Dalam keseharian
Secara geografis, lanskap wilayah masyarakat pinggiran, kehidupan agraria
Godean, Kulon Progo, dan Gunung Kidul sangat mendominasi, sedangkan di pusat,
sebagaimana terlihat sampai sekarang adalah kegiatan menjadi lebih bervariasi ketika
wilayah yang dianggap cocok dengan kelas menengah muncul dan berasimilasi
komoditas gula dan kopi. Sebagian besar dengan gaya kehidupan modern yang dibawa

68 Bloeiende koffie in het Zuider-gebergte (ook Goenoeng Kidoel genaamd) bij Jogjakarta.
69 Sawah's in de omgeving van het Zuider-gebergte (Goenoeng Kidoel) bij Jogjakarta.
Page 157 of 278
oleh warga asing yang tinggal bersama. pergerakan ‘pembangunan’ manusia dengan
Kesamaan yang dapat diasumsikan adalah mulai dibukanya sekolah-sekolah dan
keinginan untuk bebas dan berdiri sendiri bentuk pendidikan literasi bagi masyarakat
dengan identitas—kaum terpelajar bumi —meskipun masih berlaku untuk kalangan
putera mulai berdiplomasi dan gerakan- terbatas, medium bahasa pun masih
gerakan menuju ‘nasionalis’ juga mulai menggunakan bahasa Belanda. Hal ini
dibentuk. Di daerah pinggiran tentu masih menegaskan bagaimana orang-orang di
didominasi dengan keinginan untuk bebas pinggiran tentu belum mendapatkan akses
memenuhi kebutuhan dasar akan pangan, sehingga salah satu jalur yang tersedia
bebas untuk hidup dengan caranya sendiri. adalah melalui kesenian. Dhalang
merupakan salah satu kesempatan
Pada abad ke 19, minimnya pendidikan
mendapatkan penguatan literasi terutama
menjadi permasalahan orang-orang
dalam kemampuan menulis dan membaca
pinggiran pada umumnya, tidak terkecuali
aksara Jawa.
termasuk dalang-dalangnya. Poensen (1872)
bahkan mengemukakan bahwa dalang- Perubahan dan gerak variasi dalam
dalang pinggiran (ndeso) cenderung naskah koleksi Moens mengindikasikan
(sebagaimana masyarakat pedesaan yang) keterbukaan kemungkinan untuk melihat
tidak bisa baca tulis serta tidak selalu bisa adanya pengaruh kebijakan politik etis dan
memahami suluk. Hal ini sebagai dampak intervensi kebudayaan. Pendirian sekolah
dari acuhnya pemerintah kolonial terhadap dan lembaga pendidikan bagi masyarakat
perkembangan masyarakat pedesaan70 . Indonesia; termasuk Yogyakarta
Meskipun demikian, hal tersebut berubah menimbulkan efek diantaranya kebutuhan
pada awal abad ke 20 sejak diubahnya arah bacaan yang relatif lebih mudah.
kebijakan pemerintah kolonial dari fokus Keberadaan Moens dengan akses kekuasaan
ekonomi menjadi fokus moral dalam memungkinkan dirinya untuk melakukan
memajukan kualitas populasi bangsa produksi baru naskah cerita wayang sebagai
jajahan. Pergerakan kaum terpelajar pribumi salah satu komponen kuat kebudayaan lisan
pada saat itu sudah berhasil memunculkan Jawa untuk digerakkan ke arah tulisan
kebijakan etis bahwa Belanda juga sehingga frekuensi pertunjukkan bisa
seharusnya memperhatikan perkembangan ditingkatkan. Kemungkinan lain bahwa fisik
masyarakat setelah segala bentuk naskah dengan huruf yang relatif besar
kemakmuran yang mereka dapatkan dari memberikan manfaat tersendiri bagi dhalang
wilayah Nusantara. Efeknya adalah yang tradisi tulisnya belum mapan, terutama

70 The dearth of education, not just among the dalangs but among the indigenous people in general, was one of the
consequences of the negligent attitude shown by the colonial government towards the betterment of these people;
a matter which had actually been raised on a number of occasions in the Dutch Parliament.
Page 158 of 278
karena dhalang-dhalang yang bekerja meninggalkan setitik ingatan ketika
dengan Moens tidak berasal dari tradisi dilakukan dengan cukup massif dan intensif.
keraton.
Groenendael (2016) menyinggung
Moens dengan jaringan pembesar di beberapa kondisi yang diakibatkan oleh
Yogyakarta bersama dengan segelintir pelaksanaan kebijakan politik etis terkait
generasi terpelajar Indonesia yang dididik di dengan pendidikan pada tradisi pedalangan.
sekolah-sekolah dengan kultur Belanda Beberapa hal yang disebutkan diantaranya
menjadi penggerak kebijakan-kebijakan keberadaan sekolah rakyat, pengadaan bahan
non-ekonomi untuk Indonesia. Java Instituut bacaan pada Balai Pustaka, Java Instituut,
menjadi media untuk bekerja terutama pada jurnal Djawa, dan juga pendidikan khusus
hal-hal yang terkait dengan kebudayaan. dhalang. Pada sisi positif, tentu saja hal
Perhatian yang lebih kepada representasi tersebut meningkatkan literasi masyarakat,
pusat, memberikan ruang dan kesempatan namun masih dalam golongan tertentu.
bagi Moens yang memang memiliki Dengan melihat kondisi tersebut,
ketertarikan terhadap seni popular wayang keberadaaan Moens untuk memprakarsai
di Jawa serta tentang keagamaannya. cerita yang dekat dengan masyarakat
menjadi sangat logis sebagai salah satu
Repertoire Moens tentang
upaya meningkatkan minat baca terhadap
perkembangan budaya dan sastra membuat
hal-hal yang cukup ‘nyentrik’. Cukup
produksi naskah yang diprakarsainya
mengherankan jika Moens sebagai insinyur
memiliki ciri yang berbeda cukup jauh dari
teknik memberikan perhatian yang begitu
yang sudah ada di Jawa, Yogyakarta,
besar. Hal ini sedikit mendapatkan titik
terlebih lagi di daerah pinggiran. Klaim pada
terang dengan menilik kedekatanya pada
penelitian Raharja (2016) yang tidak
Pigeaud dan popularitas Moens yang dikenal
menemukan jejak Ki Widi dengan karya
melalui buku-buku dan tulisanya terkait
yang ditulisnya dapat menuntun pada
perkembangan Hindu dan Budha di
dugaan bahwa memang produksi itu
Nusantara. Keterlibatan Moens sebagai
dilakukan semata-mata dalam permintaan
pengurus Java Instituut dan sepak terjangnya
industri kecil seiring peningkatan
dalam produksi naskah varian cerita wayang
ketertarikan tentang hal yang berbau Jawa
purwa kembali menegaskan keterkaitan
terutama pada seni wayang. Dugaan ini
dengan kebijakan etis kerajaan Belanda.
diperkuat dengan asumsi bahwa pewarisan
Budaya itu sendiri merupakan hal yang
kemampuan dhalang dilakukan secara turun
dinamis. Oleh karena itu, berbagai kondisi
teumurun. Rentang waktu yang cukup lama;
yang melingkupi kehidupan masyarakatnya.
sekitar seperempat abad, seharusnya
Komposisi masyarakat di Jawa, khususnya
Yogyakarta tidaklah homogen dengan
Page 159 of 278
sekelompok elit pejabat, misionaris, dan manusia atau masyarakatnya.
ilmuwan yang secara khusus bekerja dan Selanjutnya adalah ketika sikap terhadap
terkait langsung dengan kebudayaan pada otherness yang dibawa oleh tokoh-tokoh
masa awal abad ke dua puluh. seperti Moens, Pigeaud, Kats dan lainnya
karena kecurigaan dan rasa was-was
Hoogervorst & Nordholt (2017)
menghadapi pertanyaan mana yang asli atau
menyimpulkan dengan sebuah pertanyaan.
palsu atau campuran keduanya dalam
Jika Kebijakan Etis dan aspek-aspeknya
menyikapi temuan bahwa Moens secara
menargetkan kesejahteraan di kota-kota
khusus berperan besar dalam produksi
menghasilkan kelas menengah Indonesia
naskah yang masif dan beragam dalam
yang bercita-cita untuk gaya hidup modern
konteks pinggiran Yogyakarta.
dalam konteks pemerintahan kolonial,
mereka adalah bagian dan paket 'kolonial'.
Kesimpulan
Lalu, apa implikasi untuk studi dekolonisasi
dan peran kunci yang dimainkan dalam Penelusuran mengenai Moens sebagai
proses ini oleh kelas menengah Indonesia, salah satu orang berpengaruh pada masa
yang ambisi dan kegelisahannya sebagian colonial Belanda di Yogyakarta cukup
besar telah diabaikan dalam sumber-sumber menjelaskan bagaimana naskah-naskah baru
kolonial dan nasionalis sama? Beberapa dalam konteks budaya Jawa khususnya
solusi, seperti yang telah kami utarakan, wayang dapat tercipta. Moens yang
dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa berteman dekat dengan Pigeaud sebagai
dan budaya visual. ilmuwan yang khusus ditugaskan untuk
bidang kebudayaan serta Mangkunegara VII
Keadaan-keadaan relasi manusia yang
sebagai pemimpin pada masa itu ditambah
terlibat di dalam masa awal abad ke 20 di
lagi dengan sekelompok pribumi terpelajar,
Yogyakarta mengerucut pada konstelasi
sunguh merupakan jaringan yang sangat
pengetahuan tentang pinggiran, yaitu lokasi
kondusif untuk semua pergerakan yang
geografis fisik maupun imajiner non-Kraton.
dilakukannya. Ketertarikannya pada
Hal ini memunculkan permasalahan-
perkembangan Hindu dan Budha di
permasalahan dengan terbukanya
Nusantara juga telah membuat Moens
interpretasi ketika dihadapkan dengan
dikenal luas melalui tulisan-tulisannya.
pertanyaan manakah yang lebih baik atau
Kondisi ini memunculkan wilayah kajian
unggul. Konstelasi Kraton sebagai pusat
yang lebih luas secara khusus pada ranah
pemerintahan yang bekerja baik pada level
filologi dan kebudayaan terkait dengan ciri
fisik dan imajiner juga mendapatkan
tersendiri dari naskah-naskah yang
persoalan bagaimana menjadi representasi
diprakarsai oleh Moens terutama munculnya
yang menyeluruh dari cakupan kewilayahan

Page 160 of 278


berbagai ilustrasi sebagai komponen penting sebagai orang asing mampu masuk dalam
dalam penulisan lakon-lakon wayang konstelasi relasi masyarakat Jawa dan
ataupun cerita-cerita mitos, legenda, dan mampu meminta produksi cerita-cerita yang
cerita rakyat yang tampak dalam koleksi tidak lazim ada dalam khazanah
naskahnya. Hal ini memberikan satu sisi pengetahuan para dhalang terutama dalam
pandangan dari kebudayaan di Yogyakarta keberaniannya untuk menceritakan lakon
dari sudut luar dan terasa lebih nyata dengan yang jauh berbeda meskipun tetap dengan
mimesis kehidupan sehari-hari masyarakat bersumber pada pakem yang sudah ada.
dalam balutan cerita-cerita wayang yang
Paparan informasi dari koleksi Moens
berbeda dari pakem purwa, yang selama ini
turut menggambarkan bagaimana secara
menjadi satu-satunya rujukan praktik
geografis terdapat perbedaan karakter
pedhalangan.
kehidupan di masyarakat ‘pusat’ dengan
Variasi pakem pewayangan membawa ‘pinggiran’ sebagai penyangga. Dalam
indikasi bahwa wayang dalam produksi keseharian masyarakat pinggiran, kehidupan
lakon dari luar keraton memiliki keleluasaan agraria sangat mendominasi. Sedangkan di
yang lebih untuk pengembangn kreativitas. pusat, kegiatan menjadi lebih bervariasi
Ada unsur-unsur yang bukan Jawa kemudian ketika kelas menengah muncul dan
ditambahkan atau digabungkan dengan berasimilasi dengan gaya kehidupan modern
elemen lain—yang kemungkinan besar yang dibawa oleh warga asing yang tinggal
adalah repertoire pengetahuan dari Moens, bersama. Kesamaan yang dapat diasumsikan
baik secara sadar maupun tidak. Bentuk adalah keinginan untuk bebas dan berdiri
campuran unsur pengetahuan dan sendiri dengan identitas—kaum terpelajar
kebudayaan ini menjadi ciri baru terutama bumi putera mulai berdiplomasi dan
ke arah kesastraan yang popular karena gerakan-gerakan menuju ‘nasionalis’ juga
relative lebih mudah dibaca, mengingat mulai dibentuk. Di daerah pinggiran tentu
bahwa kemampuan literasi masyarakat masih didominasi dengan keinginan untuk
secara umum, bahkan termasuk dhalang bebas memenuhi kebutuhan dasar akan
yang juga mungkin belum merata. pangan, bebas untuk merespon masalah,
Keberaaan Moens sebagai pemrakarsa, serta mengekspresikan filosofi hidup dengan
buikan hanya sebagai kolektor naskah- caranya sendiri.
naskah Jawa kuno, mencerminkan
seperangkat bentuk relasi hirarkis antara Bibliography
dirinya dengan para dhalang sebagai
asistennya. Jika tidak disebut sebagai Behrend, T.E. (ed), dkk. 1990. Katalog Induk
Naskah-naskah Nusantara Museum
patronase, setidaknya ini menjadi awalan Sonobudoyo Yogyakarta.Jakarta:
untuk penelitian lebih lanjut karena Moens Penerbit Djambatan.
Page 161 of 278
____________________. 1994. Katalog Induk 9780190277727.001.0001/
Naskah-naskah Nusantara Keraton acrefore-9780190277727-e-44
Yogyakarta.Jakarta: Yayasan Obor Nuning Damayanti Adisasmito. 2008. Karakter
Indonesia. Visual dan Gaya Ilustrasi Naskah Lama
____________________. 1997. Katalog Induk di Jawa Periode 1900-1920. Fakultas
Naskah-naskah Nusantara Seni Rupa dan Desain, ITB.
FSUI.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Pigeaud, Theodore G. 1938. Javaans-
____________________. 1998. Katalog Induk Nederlands handwoordenboek. J.B.
Naskah-naskah Nusantara Wolters, Groningen/Batavia.
Perpustakaan Nasional Republik _________________. 1967. Literature of Java
Indonesia.Jakarta: Yayasan Obor Catalogue Volume I. The Hague:
Indonesia. Martinus Nijhoff.
Creutzberg, Pieter (ed). 1974. Over _________________. 1968. Literature of Java
Economisch Beleid in Nederlandsch Catalogue Volume II. The Hague:
Indie (Uitgaven van de Commissie voor Martinus Nijhoff.
Purwanto, B. 2005. “Conflict and Coexistence:
Bronnen Publicatie Betreffende de
Multicultural Images of Urban
Geschiedenis van Nederlandsch Indie Yogyakarta in the First Half of
1900-1943). Groningen. Twentieth Century”. Urban Culture
Duijker, Marijke. 2010. The worship of Bhīma; Research. Vol.2. Yogyakarta: Faculty of
The presentations of Bhīma on Java Cultural Sciences UGM: 27-38
during the Majapahit period. PhD Robson, S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi
thesis, Leiden University. 2 vols. Indonesia.Jakarta: RUL.
Supardi, Nunus. 2013. Bianglala Budaya:
[Amstelveen: Eon Pers.]
Rekam Jejak 95 Tahun Kongres
E. de Vries. 1939. Welvaartszorgen en Kebudayaan 1918-2013. Jakarta:
Welvaartszorg in Nederlandsch Indie, Kementerian Pendidikan dan
dalam Tijdseinen (Stemmen uit Kebudayaan.
Christelijk Historieschen Kring). NV. Stutterheim, W.F. 1956. “An ancient Javanese
Drukkerij C. Blommendaal
Bhīma cult”, in: F.D.K. Bosch (ed.),
s’Gravenhage.
____________. 1985. Pertanian dan Studies on Indonesian archaeology, pp.
Kemiskinan di Jawa. Jakarta: Yayasan 107-143. The Hague: Nijhoff.
Obor Indonesia. Van der Eng, P. 2000. Food for Growth: Trends
Fernando, M.R. Coffee Cultivation in Java, in Indonesia's Food Supply,
1830–1917 in Clarence-Smith, W.G. 1880-1995.Journal of Interdisciplinary
and Topik, S. The Global Coffee History
Economy in Africa, Asia, and Latin WJS. Poerwadarminta. 1939. B a o e s a s t r a
America, 1500-1989 (2003)-177-192 Djawa. Groningen, Batavia: JB
Hoogervorst, T. and Nordholt, S. H. (2017). Wolters’ Uitgevers-Maatschappij N.V.
Urban Middle Classes in Colonial Java Woro Aryandini Sumaryoto. 1995. Tinjauan
(1900–1942) Images and Language.
atas Tokoh Bhima dalam Bab Wayang
Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde Volume 173: Issue 4) Koleksi Ir. J.L. Moens (LOr. 10.887-91;
442–474. brill.com/bki 10.907-910; 12.565-577). Laporan
Knight, R. 2018. Indonesia’s Colonial Sugar Penelitian FSUI.
Industry. Oxford Research Wright, A. 1909. Twentieth century impressions
Encyclopaedias. DOI:10.1093/acrefore/ of Netherlands India: Its history,
9780190277727.013.44.in http:// people, commerce, industries and
oxfordre.com/asianhistory/view/
resources. Lloyd's Greater Britain Pub.
1 0 . 1 0 9 3 / a c r e f o r e /
Co

Page 162 of 278


SESI III:

SENI PERTUNJUKAN

Page 163 of 278


Gamelans in the Keraton Yogyakarta—Valued Actors in the Service of Javanese
Kingship

Oleh: Roger Vetter


Gamelans are undeniably music- with “biographies” of two palace gamelans


producing objects. However, there are to illustrate how, in Babcock’s words, they
Javanese social contexts in which gamelans “speak” when utilized in palace ceremonial
become more than simply functional musical and everyday interactions.
artifacts. Anthropologist Barbara Babcock
Palace Gamelans as Multi-Dimensional
sees artifacts as . . . repositories of
Objects in the Context of Javanese Kingship
significance, both embodying and collecting
cultural meanings that “speak" and are
vehicles as well as vestiges of human Appearances Matter
communication and interaction. I have come
Gamelans, to be worthy of membership
to view the gamelans of the Keraton
in the Keraton Yogyakarta, must meet high
Yogyakarta in this light, and will attempt in
standards of visual and sonic excellence.
this paper to interpret them as quasi-animate
Palace gamelans used for the performance of
objects of significance that embody beliefs
the present-day gamelan repertoire need to
at the core of this institution of Javanese
be lengkap, to include the full range of
kingship.
instruments found today in the finest
The Keraton Yogyakarta possesses a gamelans anywhere in Central Java. Even
truly extraordinary collection of gamelans. though many of the fifteen palace gamelans
Over its 260-year history,many gamelans used for uyon-uyon were manufactured in
have been utilized in the Keraton in its the 18th or 19th centuries when several
capacity as the center of a Javanese standard instruments of today did not exist,
kingdom. Although several of these sets most of them have had instruments added
have had fleeting association with the over the course of time to keep them
palace, twenty gamelans are today integrated lengkap according to standards of the day.
into palace life. These gamelans will be the
In addition to being lengkap in their
focus of this exploration in which I will
instrumentation, palace gamelans must look
examine how their physical form and the
at home in the palace context. The colors
conceptual attributes and reverential
used to decorate the instrument casings of
treatment conferred upon them by members
palace gamelans match those used for the
of the palace community contribute to their
palace’s architectural structures, allowing
significance in this context. I will conclude
Page 164 of 278
them to“blend into the woodwork” and spiritual challenges and dangers. This is
partake in associations the Javanese because this work imitates the processes of
courtiershold between colors and their nature in general and of volcanoes in
cultural history. The surfaces of gamelan particular--both volcanoes and the gong-
casings are carved with symbolically-rich smith take ore from deep within the sacred
images such as the garuda and its lar earth and transforms it with fire into new
and   sawat abstractions, other mythological and wondrous forms. Since the beginning of
creatures, the mask-like kedhok, lunglungan history, many of the finest gamelans on the
and lotus foliage, and the royal crest of the island have been made for or eventually
Hamengku Buwana lineage. Collectively, come into the possession of Javanese rulers,
these motifs constitute a distinctive visual and with them comes a sense of the
vocabulary much of which is not spiritually–charged nature of their creation.
encountered on gamelans outside of the
Kasektèn
palace.

Gamelans can be understood as


Just as palace gamelans must be
possessing kasektèn, or "spiritual power."
harmoniously attuned visually to the
Becker explains that the Indic origin of
Keraton, so too must each set be well in
this word, shakti, has a further level of
tune musically with itself. Only then can
meaning in that this cosmic energy is
gamelans obtain the core palace ideal of
personified as female. It is deemed
adiluhung, of being highly esteemed for
desirable for individuals in positions of
their outstanding quality.
power – usually males – to absorb female
Invisible Dimensions of Palace Gamelans energies in order to achieve a state of
completeness and balance, a unity of
While gamelans can communicate
opposites personified as male and female.
visually and sonically valued qualities of
This sense of kasektèn resonates in fine
greatness and beauty that find resonance in
old gamelans where their two gong
the setting of the palace, they are also
ageng are thought of as female and male,
implicated with conceptions and perceptions
and their two basic forms of gongs found
of power and authority as manifest in the
in bonang-type instruments are
institution of Javanese kingship.
called setrèn and jaler. Becker also points

The numinous transformation out that possession of such objects serves


as a testament to the   kasektèn of their
The craft of making bronze gamelans owner—in this context, the Sultan.
is not only physically demanding and
procedurally complex, but also fraught with

Page 165 of 278


Kagungan Dalem display a degree of reverence toward palace
gamelans that verges on personification.
The lofty position of the Sultan as the
single most spiritually powerful Honorifics and Proper Names
individual in the traditional social order
The unique visual, sonic, and spiritual
has clear ramifications in the way the
personality of each palace gamelan is
palace community views and behaves
acknowledged by it being given a proper
around anything that is closely associated
name preceded by the highly-respectful
with him. Artifacts labeled kagungan
honorific “kangjeng kyahi.”The proper
dalem are not simply objects owned by
names given to palace gamelans consist
the Sultan, but are understood as
of Javanese and Kawi words many of
extensions of the Sultan's being, as
which are also found in the palace-
resonating the kasektèn of the Sultan. All
conferred names and titles of members of
palace gamelans are
the aristocracy. A gamelan’s proper
considered kagungan dalem.
name, preceded by its honorific,
Pusaka appears   on the back side of its   gong
ageng in Javanese script.
Certain artifacts are believed by the
Javanese to be sacred and to possess Association with a Particular Sultan
magical power or mystical influence of
Every palace gamelan entered the social
their own. These artifacts, called pusaka,
and cultural domain   of
come in many forms, including
the   Keraton   during the reign of a
gamelans, and play a major role in the
particular sultan. This association
perception of a ruler's potency and
provides contemporary individuals with
legitimacy. Although not all the gamelans
information about the general age of the
in the Kraton Yogyakarta are considered
gamelan, but also implies that
to be pusaka, all seven extant gamelans
the gamelan itself partakes in the aura of
dating from the reign of the First Sultan
a particular sultan’s court as understood
hold this distinction.
by later generations.

The Quasi-Personification of Palace Presented with Offerings


Gamelans
Palace gamelans, when moved or
Primarily because of these spiritual performed on for a ceremony, are
associations mentioned above, the members presented with sajèn. When presented, as
of the Keraton Yogyakarta community is customary, to the   gong ageng of a
palace gamelan, this deeply-Javanese
Page 166 of 278
religious gesture is most likely K.K Guntur Sari
addressing a perceived spirit or life-force
K.K Guntur Sari is a gamelan pélog
seen as residing in the gamelan itself.
made by order of the First Sultan of
Treated Like Royalty Yogyakarta during the latter half of the 18th
century. Its current instrumentation is
There are also gestures of respect, such
probably the same as when it was built 250
as sembah, performed habitually by
years ago. The “voice” of K.K. Guntur Sari
palace musicians toward gamelans.
has been described as "anteb   mengalun",
Musicians, when they nyembah to the
"like a pounding wave." The thunderous
kagungan dalem instruments they are
sound of this gamelan is the product of its
performing, are acknowledging their own
huge contingent of metallophones,
humble social position vis-à-vis that of
numbering fourteen in all. Visually, K.K.
the Sultan, whose persona is felt to
Guntur Sari likewise communicates a sense
permeate those instruments.
of greatness. Its light brown paint with gold

Biographies of Two Palace Gamelans highlight and the several forms of the
garuda worked into its casings allow it to
It should be evident from the blend in smoothly to the palace setting. The
preceding discussion that the gamelans of word “Guntur” in its name is found in only
the Keraton Yogyakarta are more than two other archaic palace gamelan names,
simply musical instruments. They have been and both of those gamelans are also pusaka
given distinct personalities, are understood and serve as effective physical and sonic
to possess invisible spiritual qualities, and symbols of the Sultan’s legitimacy and
are treated respectfully. I will now share power. A renowned warrior himself, the First
with you some of what I know about two Sultan found in K.K. Guntur Sari the perfect
particular palace gamelans to illustrate how voice for the accompaniment of another of
the many attributes and associations his creations, the dance Beksan Trunajaya,
presented above come together in individual in which he expressed and celebrated the
palace gamelans. These brief biographies martial character of his court. The
can be thought of as overviews of what these accompaniment of the Beksan Trunujaya has
gamelans can potentially bring to any remained the primary task of this gamelan,
ceremonial occasioninto which they are but it was also incorporated into Garebeg
inserted. The two gamelans chosen were, by Mulud processions during much of the
the way, part of palace life in 1812 when the history of the Sultanate of Yogyakarta. Due
British seized the Keraton, and both will be to simplifications in palace ceremonial life
in one way or another part of this over the past eighty years, K.K. Guntur Sari
symposium. is today seldom sounded. But in the minds
Page 167 of 278
of Yogyakarta courtiers, this majestic- for them following their participation in
looking and -sounding kagunganan dalem jousting exercises (watangan). During the
pusaka gamelan still conjures strong reigns of the Sixth and Seventh Sultans, this
associations with the persona of First Sultan gamelan was used to accompany bedhaya
of Yogyakarta, the greatness of his court, dances and wayang wong, and continued to
and cultural concepts of strength and provide accompaniment for wayang kulit
boldness that reside at the core of Yogyanese performances such as bedhol songsong.
identity. Between 1925 and the 1990s the gamelan
was lent to the Habirandha dhalang school,
K.K. Marikangen
but has now been repatriated to the palace.

K.K. Marikangen is a gamelan sléndro Besides being a witness and survivor of the

from the court of Hamengku Buwana II, 1812 attack on the Keraton by the British,

created in the early years of the 19th century. this kagungan dalem gamelan will always be

In contrast to K.K. Guntur Sari, this linked to HB II, the prajurit Langen

gamelan is small in size and delicate in Kusuma, and the palace wayang kulit

appearance, appropriate for performance by tradition.

women. Its instrumentation has been


updated sufficiently for it to be considered Closing
lengkap by modern standards, but it
My goal with this paper has been to
possesses a dainty “voice” to match its
present the gamelans of the Keraton
appearance. Its casings, painted dark green
Yogyakarta as repositories of significance
and featuring facing garuda heads and
that both embody and collect cultural
possibly a chakra solar wheel, have
meanings that “speak" and are vehicles as
colorfully-painted lunglungan as
well as vestiges of Javanese kingship. They
background. During its early decades in the
are entangled in webs of complex social,
palace it was associated with the Langen
historical, aesthetic, and supernatural
Kusuma brigade of prajurit, which was
relationships through which the Javanese of
comprised of female soldiers who guarded
the Keraton community conceive their
the Kaputrèn section of the palace and also
world. Therefore, these artifacts might best
served as bodyguards of the Sultan himself.
be understood as revered members of this
Present-day sources do not always agree on
community who serve Javanese kingship
the precise nature of the relationship
both with a musical voice and a personified
between the prajurit Langen Kusuma and
identity.
this gamelan, some saying it was performed
by them, others that it was used to
accompany a weekly wayang performance

Page 168 of 278


Finally, I wish to point out that my
contribution to this symposium might seem
out of place in that it has nothing directly to
do with manuscript studies. However, I will
suggest that palace manuscripts and palace
gamelans might be understood as sharing a
number of qualities in common. In addition
to having a practical function, both
gamelans and naskah in the palace are
integrated into observances by being
performed. In regard to manuscripts, such is
the case when a babad is made audible
through waosan macapat performed from
the edge of Bangsal Kencana on several
evenings through out the fasting month of
Ramadhan. As tangible artifacts, they both
are viewed as possessing connections to
spiritual and historical sources of power and
are treated with reverence for being
kagungan dalem and, for some of each kind,
pusaka. They both, in my assessment, are
sites of cultural meaning that serve as
vehicles as well as vestiges of the ongoing
practice of Javanese kingship.


Page 169 of 278


BEKSAN LAWUNG AGENG 

KARYA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO I

Oleh:
KRT. Condrowasesa Kuswarsantyo

(KHP. Kridha Mardawa Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat / 

Dosen Jurusan tari FBS UNY)

Abstrak inner vision or image of the creator”. Terkait


pernyataan tersebut dikatakan pula bahwa gaya
Salah satu karya monumental ciptaan Sri penampilan dalam sebuah koreografi
Sultan Hamengku Buwana I atau Pangeran merupakan “……..acts as a symbol or bearer
Mangukubumi pada tahun 1755-1792 adalah of an idea” (Hawkins, 1988:96). Secara
beksan Lawung Ageng. Beksan tersebut bukan historis bentuk bentuk sajian tari gaya
sekedar tontonan melainkan merupakan Yogyakarta sangat menyerupai pandangan
sebuah tuntunan, baik bagi penari maupun Hawkins tentang gaya penampilan. Jika bentuk
penonton. Dinyatakan demikian karena beksan sajian, gaya penampilan, dan format cara
tersebut mengandung nilai etika dan estetika kemas dengan teori Hawkins tentang sifat
yang berakar dari tradisi budaya Kraton presentasi dan sifat batin seorang kreator, maka
Ngayogyakarta Hadiningrat. Nilai tersebut beberapa sumber tradisional dapat menjadi
tercermin dalam gerak tarinya yang heroik, rujukan.
patriotik. Berdasar bentuk koreografinya,
terdapat variasi pola lantai yang menyiratkan Dari pendapat Hawkins tersebut, secara historis
perjalanan hidup manusia dengan berbagai bentuk-bentuk sajian tari gaya Yogyakarta
dinamika yang terjadi. Perubahan pola pikir, sangat relevan dengan gaya penampilan,
keadaan sosial, politik, ekonomi, dan sehingga salah satunya menghasilkan
perubahan kultural, berdampak pada komposisi penari dalam beksan Lawung Ageng
perubahan kreativitas dan fungsi sebuah karya yang dikenal dengan komposisi 16 orang.
tari. Namun demikian esensi tari yang Ragam gerak beksan ini masih erat dengan
merupakan pedoman hidup Jawa itu tetap pola latihan perang (watangan), namun secara
diutamakan sebagai wadah pembentukan watak koreografis sudah memiliki pola baku sebagai
satria tama melalui kedisiplinan berolah fisik, tari pusaka di Kraton Yogyakarta. Beksan ini
berolah batin yang terangkum dalam empat menggambarkan para prajurit yang sedang
prinsip sawiji, greget, sengguh, dan ora melakukan latihan perang dengan
mingkuh yang wajib dimiliki penari. menggunakan lawung/tombak tumpul.  Konsep
beksan Lawung Ageng jika dirunut dari bentuk
Beksan Lawung Ageng seperti halnya dengan tampilan dan tema yang diambil, dapat
karya Sri Sultan Hamengku Buwana I lainnya, diasumsikan bahwa pada awal diciptakannya
merupakan presentasi gaya penampilan pada merupakan jenis kesenian komunal. Artinya
masa pemerintahan waktu itu. Beksan ini tarian yang dibawakan oleh sekelompok penari
diasumsikan sebagai pembawa ide yang tak lain termuat dalam Beksan Trunajaya.
penciptanya. Sebagai rujukan pendapat Alma Dengan adanya rekonstruksi Beksan Lawung
Hawkins ketika melihat penampilan bentuk Ageng dan beksan lain yang dilakukan KHP
sajian koreografi sebagai “……a presentation Kridha Mardawa, akan membuka cakrawala
not a representation. The dance presents the baru bahwa, perubahan dalam seni klasik itu
Page 170 of 278
adalah sebuah keniscayaan. Terlebih Ploncon 4, dan Sekar Medura gagah 4, alus
rekonstruksi tersebut telah mendapat restu dari 4 dan 2 orang Botoh yang tidak menari
Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwana
X. duduk dengan pakaian sifat Bupati. Dari
repertoar tersebut total berjumlah 42 orang
Kata Kunci: Lawung Ageng, simbol, struktur
penari. Berdasarkan penampilan tersebut
koreografi, inovasi, rekonstruksi
muncul penafsiran “….these dance are
often performed now by sixteen men,
although at the end of the nineteenth a
A. Sejarah Terciptanya Beksan Lawung
Dutch visitor witnessed a “great” Lawung
Ageng
with forty two dancers. Artinya tarian

Image masyarakat terhadap karya seni Lawung Ageng saat ini sering

tari klasik yang hidup dan berkembang di dipertunjukkan oleh enambelas orang penari,

dalam kraton, identik dengan karya yang meskipun pada akhir abad sembilan belas,

sudah mapan. Seolah karya seni itu tak seorang Belanda menyaksikan beksan

dapat disentuh oleh perubahan. Hal itu Lawung Ageng dengan jumlah empat puluh

terjadi karena tari klasik adalah bagian dari dua penari. Namun ketika dikaji ulang

acara seremonial, sehingga segala ternyata 42 penari tersebut diamati saat

sesuatunya harus mengikuti tata aturan yang pementasan di mana ia melihat penari

berlaku. Terlebih untuk acara penting dan Lawung Ageng sedang tampil sebagai bagian

sakral sepeti Jumenengan Dalem, maka tari dari beksan Trunajaya. Di mana penari

klasik di posisikan sebagai bagian dari ritual Lawung Alit dan Sekar Medura disimping

kenegaraan di dalam kraton. Namun seiring (siap di kiri kanan pemaos Kandha)

dengan berjalannya waktu, dari masa Sultan ditambah 2 orang botoh yang tidak menari

Hamengku Buwana I hingga saat ini, banyak duduk diantara pemaos Kandha (pembaca

ditemukan perkembangan, sungguhpun tidak narasi).

signifikan, namun itu dapat dijadikan


Dari beberapa jenis karya Sultan
penanda bahwa dari waktu ke waktu tari
pertama Yogyakarta tersebut nuansa/suasana
klasik bisa berubah secara koreografis.
perang hampir mendominasi (Baca: R.M.

Lawung Ageng salah satu tari klasik Pramutomo, 2008: 94). Hal ini sangat

karya Sri Sultan Hamengku Buwana I, pada beralasan, karena Beksan Trunajaya

awal diciptakannya merupakan bagian dari merupakan salah satu tari yang sangat

Beksan Trunajaya yang berisi beksan khusus, di mana semua penarinya hingga

Lawung Ageng dengan komposisi; 4 masa Hamengku Buwana VIII (1921-1939),

Ploncon, 4 Jajar, 4 Lurah, 2 Botoh dan 2 dipilih dari kesatuan prajurit Nyutra, yang

Salaotho, Lawung Alit (Jajar 4, Lurah 4, bernama seksi Trunajaya (Periksa

Page 171 of 278


Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms W 77/D
334 (koleksi Widya Budaya : 61).

Kesatuan prajurit Nyutra (dok. Kraton Yogyakarta)



Beksan Lawung pada dasarnya dalam pemerintahan Sultan yang bertahta.
mengacu pada konsep beksan sekawanan Hal ini relevan dengan kenyataan yang
yang pada saat itu menjadi rujukan terjadi dalam gaya penampilan Beksan
Hamengku Buwana I untuk menciptakan Trunajaya yang digubah oleh Sultan pertama
beksan-beksan lainnya, seperti Jemparing, Yogyakarta 1763.
Jebeng, Tuguwasesa, dan beksan
Pada masa berikutnya, fungsi beksan
sekawanan lainnya. Konsep sekawaan ini
Lawung Ageng tidak hanya untuk simbol
tercermin pula dalam penampilan Sultan
kekuatan bernuansa militeristik, namun
Hemengku Buwana I ketika menari bersama
sebagai kelengkapan upacara ritual
dengan Putra mahkota (calon Hamengku
pernikahan putra putri Sultan sejak tahun
Buwana II) ditemani Pepatih Dalem dan
1766 hingga 1969 (RM. Pramutomo, 2008 :
empu tari saat itu, namun ketika itu belum
102). Bahkan hingga pernikahan agung putri
diketahui iringan gamelan apa yang
Sultan Hamengku Buwana X (GKR Hayu
digunakan. Sememtara asumsi konsep
dengan KPH Notonegoro, 2014), Beksan
koreografi dapat dipahami atas dasar
Lawung Ageng ditampilkan dengan
struktur penyajian selama periode
fungsinya yang sama. Tentunya selama
pemerintahan Sultan yang bekuasa saat itu
proses lebih dari dua abad itu tidak berarti
telah terjadi. Menurut R.M. Soedarsono,
mempunyai gaya penampilan yang konstan.
dinyatakan bahwa terdapat pengaruh
Perubahan dan penambahan komponen
konsepsi kenegaraan kerajaan Jawa dengan
dalam penyajian Lawung Ageng pasti
konsepsi seni pertunjukannya. Mengacu
terjadi. Hal ini dibuktikan dari proses
pada pendapat tersebut kiranya berhubungan
pemantapan artistik yang baru dilakukan
dengan gaya penampilan yang digubah

Page 172 of 278


atas dhawuh putra mahkota pada masa
Hamengku Buwana I..

Beksan Lawung Ageng ketika ditampilkan di Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta untuk
Pawiwahan Penganten Putri Raja (dok. Effy WP)

Penari Lawung, naik kuda menuju ke Kepatihan dalam rangkaian acara seremonial (dok.
Kraton 2014)

bukunya “Metodologi Penelitian Seni


B. Perkembangan (inovasi) Beksan Lawung Pertunjukan dan Seni Rupa”. Metode ini
Ageng digunakan untuk menguraikan pertunjukan
tari istana khususnya tentang latar belakang
Mengacu pada konsep penciptaan tari
penciptaannya, perubahan-perubahan yang
klasik gaya Yogyakarta yang ada di Kraton
terjadi, penyebab terjadinya perubahan itu,
adalah gambaran tentang konsep hidup Jawa
serta tanggapan terhadap perubahan
yang dijadikan pedoman termasuk pada
tersebut. Apa yang dikatakan Soedarsono itu
prosesi upacara daur hidup yang
menyiratkan bahwa seni tari klasik di dalam
diselenggarakan lingkungan istana. Dengan
kraton pun dapat mengalami perubahan dan
demikian perlu diperhatikan berbagai
perkembangan.
pendekatan historis, dan psikologi, seperti
dikatakan Soedarsono (1999) dalam

Page 173 of 278


Dalam kaitannya dengan Beksan Ageng ini justru lebih populer dari pada
Lawung Ageng, konsepsi koreografis yang Lawung Ageng di mata masyarakat umum.
hadir dalam penampilannya hingga saat ini Hal ini karena frekuensi penyajiannya yang
pun selalu mengalami perubahan. Beksan lebih sering ditampilkan.
tersebut saat ini dikenal masyarakat mampu
Bukti lain bahwa Beksan Lawung
memberikan inspirasi, terciptanya koreografi
Ageng banyak memberi inspirasi terciptanya
baru bernuansa patriotik. Pola
bentuk bentuk koreografi wireng
pengembangan dari koreografi yang tidak
berpasangan dengan property tombak.
utuh yakni dengan mengambil fokus pada
Seorang koreografer dengan materi tari
Jajar telah dilakukan, dan bahkan untuk
latihan perang ini biasa menyebut dengan
materi pembelajaran di sekolah formal
tari Prajuritan, tari Kridhatamtama atau
maupun non formal. Disebut sebagai
sejenisnya. Bahkan Bagong Kussudiardja
Lawung Jajar karena tanpa menghadirkan
membuat tari Bhayangkara di era 1970-an
penari Lurah. Tanpa mengurangi makna
yang secara visual merupakan bentuk
yang secara simbolik menyiratkan pesan
pengembangan tari yang terinspirasi oleh
bahwa Beksan Lawung adalah beksan yang
Beksan Lawung di Kraton Yogyakarta
menunjukkan kekuatan dan keagungan serta
(periksa: buku Olah Seni, 1985: 31).
ketegasan sikap, Lawung Jajar tetap dapat
diterima sebagai bentuk beksan Klasik. Pada
kenyataannya pethilan atau bagian Lawung

Komposisi Lawung dipentaskan di panggung Proscenium


(Dok. R.M Krefianto, 2015)

Sementara inovasi terkait dengan gamelan Lawung Ageng terjadi pada era Sri
kelengkapan instrumen pada beksan Sultan Hamengku Buwana V. Pada saat itu
Lawung, dalam buku Lawung Jajar yang baru saja dipentaskan orchestra secara utuh
ditulis oleh RB. Soedarsono (1990), di Bangsal Sri Manganti. Grup dari Belanda
masuknya musik (trompet) ke dalam iringan ketika itu dibawa oleh Gubernur Jenderal

Page 174 of 278


Rob Van den Bosh. Dari hasil pembicaraan VIII (1921-1939) (R.M. Pramutomo, 2008:
maka Sri Sultan menyetujui bahwa trompet 103).
dan tambur dimasukkan ke dalam bagian
Dari sisi pemaknaan, Beksan
dari iringan gamelan Lawung Ageng. Hingga
Lawung ditempatkan sebagai objek utama
saat ini dua instrumen tersebut tetap
yang sangat penting kedudukannya di
dipertahankan sebagai bagian dari iringan
Kraton. Namun dalam perkembangan di luar
Lawung Ageng yang tetap menyatu dan
kraton, menurut Heddy Shri Ahimsa seni
harmoni. Dan bahkan dengan tambahan
secara umum dapat dicermati secara
instrumen tersebut, Beksa Lawung Ageng
bersamaan, baik dari segi tekstual maupun
makin nampak agung dan berwibawa. Ini
kontekstual. Dari sisi tekstual terdapat dua
adalah salah satu bukti bahwa inovasi dalam
model pendekatan utama yakni, kajian
penyajian Beksan Lawung yang terjadi di
simbolik dan struktural. Sementara pada segi
dalam Kraton dari sisi komposisi
kontekstual, model yang diacu adalah model
instrumennya. Karena kenyataannnya
pendekatan hubungan sebab akibat atau
gamelan Kanjeng Kyai Guntursari yang
hubungan ketergantungan seni dengan
sekarang digunakan untuk iringan khusus
fenomena di tengah masyarakat yang
Lawung Ageng, baru diciptakan setelah
mendukung kehidupannya (2000:404-406).
beksan itu ada. Informasi ini menjadi
Oleh karenanya koreografi pengembangan
indikasi bahwa terjadi perubahan gaya
dari beksan Lawung Ageng dibuat
penampilan, sebagai salah satu substansi
sedemikian ekspresif untuk menunjukkan
konsepsi koreografis. Dalam hal ini sebuah
sikap yang ada pada masa itu. Atas ijin dari
gaya penampilan dipandang sebagai sebuah
pihak Kraton Yogyakarta, tarian ini
teks. Di mana penambahan instrumen
diperbolehkan untuk ditampilkan diberbagai
gamelan Kanjeng Kyai Gunturasari oleh
even apapun di luar kraton.
putra mahkota sangat dimungkinkan sebagai
unsur musikal perangkat artistik, yang
kemudian digunakan hingga masa Sultan HB

Page 175 of 278


Lawung Jajar frekeuensi pementasannya lebih sering dari pada Lawung Ageng (dok.
Sagitama, 2014)

Maret di Kagungan Dalem Pagelaran


C. Rekonstruksi Spirit Beksan Trunajaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan
digelar komposisi Lawung Ageng dengan
Upaya menghadirkan kembali bentuk
format baru. Format ini secara kuantitas
sajian Beksan Lawung Ageng yang
merekonstruksi jumlah yang ada dalam
merupakan bagian dari Beksan Trunajaya
Beksan Trunajaya yakni 40 penari. Hanya
diperlukan kesiapan secara konseptual
saja fokus yang ditampilakn adalah
terkait pendukung dan even yang tepat,
komposisi Lawung Ageng yang terdiri atas;
sehingga Beksan Trunajaya yang akan hadir
16 penari Ploncon, 16 penari Jajar, 4 penari
tersebut memberikan dampak terhadap
Lurah, 2 penari Botoh dan 2 penari
spiritualitas bagi pendukung dan tentu saja
Salaotho. Pola pengembangan kuantitas
penikmat seni. Komposisi yang telah ada
penari ini merupakan gabungan inovasi dan
perlu diperjelas sehingga tidak menimbulkan
upaya rekonstruksi yang hendak dilakukan
tafsir berbeda bagi generasi yang akan
ke depan untuk menyajikan Beksan
datang. Proses pelatihan Beksan Lawung
Trunajaya secara utuh.
Ageng yang dipersiapkan melalui Trainning
Centre (TC) oleh KHP. Kridha Mardawa di Terciptanya Beksan Lawung Ageng
bawah komando KPH. Notonegoro beberapa dalam format baru ini , memberikan catatan
hari lalu menunjukkan keseriusan untuk sejarah karena belum pernah dilakukan
menuju ke arah penyajian kembali Beksan sebelumnya. Beksan ini tetap mengacu pada
Trunajaya yang belum pernah ditampilkan tradisi masa lalu yakni menyertakan
kembali di era Sri Sultan Hamengku gamelan khusus yakni gamelan Kanjeng
Buwana X ini. Kyai Guntursari yang berlaraskan Pelog.
Gamelan ini tidak memiliki pasangan
Untuk memasukkan spirit kebersamaan
(artinya tidak ada slendronya). Dalam
dalam olah kaprajuritan itu, maka dalam
catatan sejarah Gamelan Kanjeng Kyai
penutupan simposium ini pada tanggal 7
Page 176 of 278
Guntursari ini memang dibuat khusus untuk pada konvensi yang ada sebelumnya (masa
mengiringi Beksan Lawung Ageng. Ada Hamengku Buwana I). Oleh karenanya
beberapa instrumen yang tidak ada di dalam menilai baik buruknya satu karya seni tidak
gamelan lazimnya, yakni kecer, eceng eceng lepas dari aspek kesejarahannya, baik teks
paku.. maupun konteks yang ada di dalamnya.
Permasalahannya jika terjadi keterputusan
Upaya memunculkan spirit
sumber informasi karena terlalu lamanya
rekonstruksi dari sisi jumlah penari yang
sebuah karya seni tidak ditampilkan, maka
mengacu pada Beksan Trunajaya di abad
diperlukan langkah rekonstruksi yang lebih
sembilanbelas itu perlu diungkap kembali.
mendalam agar apa yang disajikan tidak
Tentu saja perlu kajian dengan pendektan
terlalu jauh dengan sumber sejarahnya.
yang relevan, sehingga apa yang ditafsir
tidak jauh dari realitas yang ada. Untuk itu D. Penutup
diperlukan teori simbol dari Dillistone, 1986
Apa yang telah dan akan dilakukan
dalam “The Power of Symbols”, berguna
KHP Kridha Mardawa Kraton Yogyakarta
untuk mengenal simbol-simbol yang
terkait penggalian beksan-beksan karya
terdapat dalam gerak dan falsafah tarinya.
Sultan Hamengku Buwana I adalah langkah
Dalam memaknai jumlah pendukung
yang sangat positif dalam rangka
Lawung Ageng diperlukan eksplorasi yang
memvisualisasikan catatan sejarah, bahwa
secara analogis dapat meminjam model
peristiwa budaya itu pernah terjadi. Hanya
analisis sastra Bakdi Soemanto (2005: 27).
saja ada beberapa hal yang perlu data atau
yang terdiri atas ; aspek ekspresif yang ada
rujukan agar apa yang dilakukan tidak
di dalamnya, kultur Jawa yang dihadirkan,
terlalu menyimpang. Langkah rekonstruksi
dan penonton yang menyaksikan.
ke depan tidak menutup kemungkinan
Upaya menyajikan kembali tari klasik adanya inovasi dalam konteks penyelarasan
yang mengacu pada konsep masa lalu terhadap atmosfir budaya yang berbeda,
diperlukan persiapan matang agar kualitas terutama masalah koreografis.
penyajiannya maksimal. Terkait itu maka
Berkaitan dengan penari menjadi
perlu merujuk pendapat A. Teeuw (2005:
bagian dari kesatuan prajurit, jika dahulu
30), yang menyatakan bahwa karya sastra
korps prajurit Nyutra terdapat seksi
yang baik berdiri diantara konvensi dan
Trunajaya, yang tak lain adalah para penari
inovasi. Seperti halnya di bidang sastra,
membawa senjata tombak, maka tidak
dalam dunia tari klasik pun kenyataan itu
menutup kemungkinan ke depan para
sama. Karya monumental yang masih bisa
Mataya (penari) Lawung dikembalikan
disaksikan saat ini seperti Lawung Ageng
posisinya ke dalam seksi Trunajaya dalam
merupakan hasil inovasi yang didasarkan

Page 177 of 278


Prajurit Nyutra, sehingga secara artistik hal
Soemanto, Bakdi, dalam Abdul Wahid.
itu akan menambah daya tarik ketika prosesi
Membaca Makna Karya Sastra,
Upacara Grebeg dilakukan. Namun Yogyakarta : Grafindo Litera Media,
demikian yang lebih utama adalah 2005.

bagaimana ketika penari telah masuk ke


dalam korps prajurit mampu melakukan
penghayatan terkait nilai etika dan estetika
yang berakar dari tradisi budaya Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Dan tentunya
bagaimana sikap tersebut dapat
diimplementasikan dalam kehidupan.
Kadipaten Kidul Kp I/355
Yogyakarta

Sumber Acuan

Ahimsa Putra, Heddy Shri, Ketika Orang Jawa


Nyeni. Yogyakarta :
Galang Press, 2000

Babad Nagyugyakarta No W 8, W 85 Koleksi


Widya Budaya Kraton
Yogyakarta.

Hawkins, Alma, Creatibgf Trough Dance.


Princeton : New Jersey A Dance
Horirizon Books, 1988.

Kussudiardja, Bagong. Olah Seni. Yogyakarta :


Padepokan Press, 1985.

Pramutomo, R.M. Pengaruh Bentuk


Pemerintahan Pseudoabsolutisme
Pasca Perjanjian Giyanti 1755
terhadap Perkembangan Tari Jawa
gaya Yogyakarta. Yogyakarta : Disertasi
UGM. 2008

Soedarsono, R.M.. Metodologi Penelitian Seni


Pertunjukan dan Seni
Rupa. Yogyakarta : MSPI, 2000.

Soedarsono, RB. Lawung Jajar. Yogyakarta :


ISI Press, 1990.

Page 178 of 278


WAYANG WONG THE KRATON OF YOGYAKARTA ITS TEXT AND
CONTEXT

By: R.M. Pramutomo



(Indonesia Institute of the Arts Surakarta)

rmpram@yahoo.com.sg

ABSTRAK kebudayaan periode historis para Sultan


Yogyakarta. Melalui artikel ini diharapkan akan
Seni pertunjukan Wayang Wong di Kraton dapat dipelajari sebuah pola komunikasi makna
Yogyakarta masih memiliki daya tarik bagi yang ada dibalik pertunjukan Wayang Wong di
lapangan kajian seni pertunjukan. Beberapa faktor Kraton Yogyakarta.
yang menunjukkan daya tarik tersebut diantaranya
adalah muatan isi dan pesan dibalik teks Keywords: Wayang Wong, teks, konteks,
pertunjukan Wayang Wong. Hampir tidak pertunjukan
diragukan lagi bila muatan teks pertunjukan
Wayang Wong di Kraton Yogyakarta dapat
merekam sebuah peristiwa penting atau kejadian
PENGANTAR
penting yang secara langsung maupun tidak
langsung melatari pertunjukan tersebut. Hal ini
menjadi lebih menarik karena teks pertunjukan Bagian awal makalah ini ingin
Wayang Wong di Kraton Yogyakarta memiliki mengungkapkan sebuah bukti aktivitas
ragam cerita yang sangat banyak. Dari segi genre,
Sultan pertama setelah menempati wilayah
maka tipe dramatari Wayang Wong menyediakan
ruang yang lebar sebuah teks budaya dibalik teks kerajaan yang baru di Yogyakarta sejak
pertunjukannya. Pengertian teks budaya disini juga tahun 1755. Untuk mengawali pencermatan
bersifat lentur bagi sebuah pemahaman periode
yang lebih dalam, akan diikuti lebih dulu
historis tertentu. Berikut beberapa contoh dari teks
pertunjukan lakon Wayang Wong Kraton pernyataan G.B.P.H. Soerjobrongto dalam
Yogyakarta terdapat di hampir semua periode mengutip Babad Giyanti Pungkasan atau
historis para Sultan yang bertahta. Contoh di masa
lebih dikenal sebagai Babad Prayud.
Sultan Hamengku Buwana I (1756—1792) pada
lakon Gandawerdaya. Pada masa Sultan Hamengku Ilustrasi dalam babad ini menggambarkan
Buwana II (1792—1812) lahir sebuah lakon Jaya dengan jelas ketika Sultan Hamengku
Pusaka. Kemudian yang paling fenomenal di masa
Buwana I sedang berlatih menari dalam lagu
Sultan Hamengku Buwana V (1823—1855) pada
lakon Petruk Dados Ratu, dan lakon Pragolamurti. sekar Sinom.
Hal ini kiranya terus berlanjut hingga masa
puncaknya di masa Sultan Hamengku Buwana VIII Jeng Sultan malih ngendika, 

(1921—1939). Pertunjukan Wayang Wong di “Kulup Tirtakusumèki,

Kraton Yogyakarta sebagai teks dan konteks
iku beksamu Medura,

sekaligus merupakan pandangan simbolis yang
diekspresikan ke dalam bentuk komunikasi makna iya kurang sereng kedhik,

tertentu. Oleh sebab itu melakukan pengkajian beksanira Mentawis,

terhadap keterkaitan teks dengan konteks adalah
apa wis duwé sirèku”,
sebuah cara membaca simbol dalam teks
Page 179 of 278
Nembah Tirtakusuma,
 Sultan segera berjalan,

‘inggih putra paduka ji,
 “Ikutlah aku ananda”,

ingkang mulang leres lepatipun kilap”. ke utara masuk Prabayaksa,

“ayolah cepat sedikit”,

Jeng Sultan tindak saksana,

menyanyi (nembang) lalu segera menari,

“Kulup miluwa mami”,

baru berjalan tiga gongan,

tumut manjing Prabayasa,

“yah seperti itulah ananda,

mangalèring jamban prapti,

masih sempurna tari Mataram-mu”.
‘payo lekasa kedhik”,

nembang sigra beksanipun,
 “Jangan kamu ajarkan

lagyantuk tigang gongan, tari Mataram ini”,

“ya wus iku nak mami,
 Sembah Tirtakusuma,



maksih wutuh iya beksamu “Putranda [Baginda Raja]

Mataram’ [Matarum]. menjunjung titah Paduka,

Memang pelik tarian Mataram”,
“Aja murukaken sira,

ing beksa Mataram iki’,
 Sultan tersenyum berkata,

tur sembah Tirtakusuma,
 “yah demikian pula pendapat saya”,

“putra dalem Sri Bupati,
 Keluarlah Sultan dan Tirtakusuma
kados paduka méling,
 bersama-sama).
arungit beksa Mataram’[Matarum],
Penjelasan ilmu Jogèd Mataram telah
Sultan mèsem ngendika,
 dipaparkan dengan jelas oleh Soerjobrongto
“iya padha lawan mami’,
 yang terdiri dari sawiji, greged, sengguh,
sareng mijil Sultan lan Tirtakusuma. dan ora mingkuh. Menarik sekali, bahwa
Jogèd Mataram lahir di dalam naskah
(Sultan bersabda lagi,

manuskrip koleksi Kraton Yogyakarta, dan
“Ananda Tirtakusuma,

ini menjadi dasar filosofis sekaligus estetika
tarian Maduramu itu,

tari Jawa gaya Yogyakarta. Manuskrip
agak kurang galak sedikit,

Ngayugyakarta Pagelaran memuat
tarian Mataram-mu,

informasi tentang kaitan konsepsi seni dan
apakah sudah kau kuasai?,

konsepsi kenegaraan Kraton Yogyakarta
Tirtakusuma menyembah,

sebagai ajaran luhur pencipta Jogèd
demikianlah halnya putranda Baginda,

Mataram. Salah satu kaitan itu dinyatakan
tak tahulah, mangajarnya benar atau
dalam sebuah kewajiban, bagi saudara-
salah.
saudara Sultan atau sentana dalem, putra,
wayah, hingga prajurit dalem, serta kawula
Page 180 of 278
dalem. Mereka melaksanakan Jogèd proses latihan orang per orang. Dalam
Mataram sebagai ‘ilmu’ yang mengandung bahasa ekspresi, unsur ini lebih tepat
nilai-nilai ketatanegaraan dan ksatria. menjadi ‘gerakan dalam’ jiwa seseorang,
Sebuah alasan dapat diacu dalam peristiwa walaupun itu mungkin terjadi dalam keadaan
terciptanya ‘ilmu’ Jogèd Mataram, yakni menari.
suasana saat itu masih sering terjadi konflik
Sementara itu, pada unsur ketiga
dalam bentuk peperangan kecil di antara
sengguh dapat diterjemahkan sebagai cara
kerajaan-kerajaan bekas Mataram Islam.
menggapai rasa percaya diri. Timbulnya
Alasan tersebut di atas cukup kekuatan unsur ini pada perasaan yang tidak
signifikan, karena dalam beberapa deskripsi mengarah ke suatu sifat kesombongan.
babad terdahulu, seringkali Sultan Tidak ragu-ragu dalam segala hal mungkin
menerapkannya sendiri untuk ditularkan lebih tepat sebagai penjelasan dalam unsur
kepada siapa yang dikehendakinya. Unsur ini. Hal yang sama akan menjadi wacana
sawiji yang merupakan unsur pertama dari makna tafsir di kalangan prajurit, yang
Jogèd Mataram, dapat diartikan sebagai menerjemahkan sengguh sebagai tangguh.
konsentrasi total yang tidak disertai dengan Kata ini menjadi nuansa dalam aspek
ketegangan jiwa. Konsentrasi ini lebih kewaspadaan kawula dalem era pasca
merupakan kesanggupan yang mengizinkan Perjanjian Giyanti 1755, sebagaimana yang
pelaku tari untuk mengerahkan semua tertuang di dalam Ngayugyakarta
kekuatan rohani dan pikiran ke arah sesuatu Pagelaran. Kiranya ketiga unsur ini telah
atau sasaran yang jelas dan berlangsung disempurnakan ke dalam unsur keempat,
secara terus menerus selama dikehendaki. yakni ora mingkuh. Unsur ora mingkuh
merupakan inti dari jiwa yang pasti dan
Tentu saja sasaran konsentrasi juga
tidak takut menghadapi segala kesulitan
mencakup kesanggupannya untuk
dalam bertindak.
melepaskan diri dari hal-hal yang tidak
bersangkut paut dengan tujuan konsentrasi Oleh sebab itu, benar sekali
itu sendiri. Unsur ini didukung oleh pernyataan Soerjobrongto bahwa tidak
kehadiran greged, yang diartikan sebagai mudah menghayati ilmu Jogèd Mataram ini,
dinamik jiwa atau elan. Perumusannya lebih yang juga merupakan filsafat hidup yang
kepada sebuah cara menumbuhkan api terlahir dari konteks politik kenegaraan
semangat, namun sedikit dikendalikan Kraton Yogyakarta. Pada gilirannya unsur-
dengan cara menyalurkannya ke dalam unsur di atas direfleksikan sebagai bentuk
sasaran menari. Unsur greged merupakan kreasi seni pertunjukan tari gaya Yogyakarta
pula sifat pembawaan seseorang, sehingga di masa awal pemerintahan Sultan pertama.
tidak bisa dilatihkan secara aplikatif selama Keterangan dari Babad Karaton

Page 181 of 278


Ngayogyakarta yang dikutip oleh Pemikiran Ray mendasarkan pandangan
Soerjobrongto, kemudian juga dikutip oleh keterkaitan konsepsi pemerintahan negara
Soedarsono dalam Wayang Wong, telah dengan konsepsi seni. Pandangan Ray
mendapatkan penjelasannya di dalam acuan merupakan elaborasi teori sosiologi politik
Ngayugyakarta Pagelaran. Paling tidak, Max Weber tentang otoritas. Pada elaborasi
melalui sumber-sumber di atas, ada Ray terhadap teori otoritas Weber,
sembilan genre seni tari gaya Yogyakarta dinyatakan adanya pola yang selalu
yang merupakan gubahan Sultan pertama, mengikuti politik selera elite teratas dan ini
dan empat di antaranya disebutkan sebagai adalah cara yang identik dengan
pusaka dalem. Informasi ini merupakan menggerakkan subjektivisme masyarakat
keterangan penting, bahwa Sultan pertama awam untuk menyadari kepentingan
sebagai seniman telah memprakarsai sebuah kontekstualitas hasil penemuan atau
proses artistik dengan berpartisipasi penciptaan karya seni budaya seseorang
langsung dalam penciptaan, bahkan ikut sebagai individu elite teratas. Untuk alasan
serta menari bersama-sama Putra Mahkota, tersebut, maka makalah ini disajikan
Patih Danureja, berikut seluruh abdi dalem dengan mengambil topik kajian teks dan
berpangkat bupati bawahannya. konteks Wayang Wong di Kraton
Yogyakarta. Kemungkinan besar dataran
Bahasan awal ini dimaksudkan sebagai
tekstual dan kontekstual dramatari Wayang
pengantar bahwa Wayang Wong yang
Wong merefleksikan komunikasi makna
diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana I
tertentu yang berada dibalik pertunjukannya.
merupakan genre seni pertunjukan utama
yang digunakan sebagai instrumen PEMBAHASAN
legitimasi pemerintahannya sejak tahun
Kedudukan genre dramatari Wayang
1756. Wayang Wong sebagai teks dramatari
Wong gaya Yogyakarta sangatlah tinggi.
maka ia merupakan bentuk alur cerita dalam
Dasar penempatan ini karena pertama kali
sebuah struktur lakon. Hal ini sesuai dengan
diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana I
pandangan R. M. Soedarsono melalui
pada tahun 1756 dan dipertunjukkan sebagai
tulisannya “Raja Jawa dan Seni: Pengaruh
dramatari ritual kenegaraan bagi berdirinya
Konsepsi Kenegaraan Terhadap Konsepsi
Kraton Yogyakarta. Selain itu adanya faktor
Seni Pertunjukan Istana”. Kontekstualitas
teks narasi atau serat kondha yang turut
Wayang Wong sebagai genre seni
mempertinggi status dramatari Wayang
pertunjukan merupakan gerakan otoritas
Wong. Kenyataan menunjukkan, bahwa teks
yang dielaborasikan dari teori otoritas Max
narasi Wayang Wong telah disusun sejak era
Weber. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh
pemerintahan Hamengku Buwana I (1756—
William Ray, dalam The Logic of Culture:
1792). Saat dipertunjukkan untuk pertama
Authority and Identity in the Modern Era.
Page 182 of 278
kalinya, sebuah lakon dipilih dengan judul sebagai seorang pertapa atau begawan.
Gandawerdaya. Pertanyaan yang segera muncul, yakni dari
pemilihan Arjuna sebagai figur utama di
Ketika pertunjukan Wayang Wong
setiap kreasi Sultan pertama, mengapa
dipergelarkan pertama kali tahun 1756, hal
demikian? Adakah alasan yang dapat
itu untuk memperingati berdirinya Kraton
dibuktikan dengan pilihan tokoh Arjuna?
Yogyakarta. Selain itu, data pementasan
Tokoh Arjuna sangat dimungkinkan begitu
Wayang Wong semasa Sultan Hamengku
berpengaruh di hadapan pendiri dinasti
Buwana I hanya diketahui ada dua kali,
Kraton Yogyakarta ini. Berkaitan dengan
yakni pada tahun 1757 [1756] dan 1760-an.
menjelang masa akhir pemerintahan
Pernyataan ini sama dengan pendapat
Hamengku Buwana I, kiranya diperlukan
Soerjobrongto tentang pertunjukan Wayang
cara untuk mengetahui alasan pemilihan
Wong zaman Hamengku Buwana I.
tokoh Arjuna. Secara faktual sejak Sultan
Keterangan dalam Ngayugyakarta
Hamengku Buwana I, maka kontekstualitas
Pagelaran dijelaskan, bahwa pada tahun
sastra lakon Wayang Wong telah
1770 atas kehendak Sultan dipergelarkan
dimodifikasi sebagai sesuatu yang terkait
dramatari Wayang Wong dengan lakon
dengan peristiwa penting, atau kejadian
Gandawerdaya. Namun demikian, naskah
yang menimpa diri kreatornya.
manuskrip teks narasi tertua koleksi Kraton
Yogyakarta berasal dari masa pemerintahan Anggapan ini memiliki dasar yang
Sultan Hamengku Buwana V (1823—1855). sama seperti dalam acuan Soedarsono ketika
Satu hal yang dapat dicermati dari segi mengajukan bukti penulisan teks narasi
simbolis pertunjukan, bahwa kemungkinan Wayang Wong. Jika menurut Soedarsono
besar lakon Gandawerdaya sebagai bentuk terdapat naskah manuskrip yang ditulis atas
ciptaan awal dramatari tidak hanya sekali perintah Sultan kepada Putra Mahkota di
dipergelarkan selama lima belas tahun tahun 1781, maka masa-masa damai era
pemerintahan Hamengku Buwana I. pasca Perjanjian Giyanti 1755, yang
Sementara itu, ceritera Jaya Semadi dan disampaikan Ricklefs, berlangsung kira-kira
‘Endra Sampurna’ yang diacu oleh antara tahun 1760-an hingga awal 1780-an.
Soedarsono menampilkan sosok Tentang pilihan terhadap tokoh wayang
kepahlawanan pada diri Arjuna, putra ketiga Arjuna bertapa, tentu juga berkaitan dengan
keluarga Pandawa dalam wiracarita identifikasi yang bersifat sangat pribadi.
Mahabarata.
WAYANG WONG: TEKS DAN KONTEKS
Kedua cerita di atas hampir memiliki
Status Sultan Yogyakarta akan
kesamaan tipe alur, yakni peristiwa
ditempatkan sebagai raja penari. Anggapan
menghilangnya Arjuna dengan menyamar

Page 183 of 278


ini tidak berlebihan, jika kedudukan itu sebuah identifikasi dari suatu citra ideal
seperti dalam periode sejarah raja-raja yang menurut seorang kreator seni. Sumber
mempunyai kekuasaan absolut di belahan tradisional babad telah membuktikan sebuah
Eropa, terutama kerajaan Perancis di masa pengesahan formal tentang pribadi Sultan
pemerintahan raja Louis XIV. Gambaran sebagai pemilik karya seni ciptaannya. Atas
Louis XIV sebagai raja penari dikarenakan dasar itu, dapat dikatakan Sultan Yogyakarta
peran favoritnya sebagai dewa matahari sebagai seorang penari andal. Hampir
dalam seni pertunjukan balet. Ini sebenarnya seluruh karya seni tari ciptaan Sultan
juga sebuah identifikasi yang diasumsikan Hamengku Buwana I pernah ditarikan
para sejarawan tari untuk melekatkan status sendiri di masa-masa awal pemerintahannya.
raja dalam hierarki elite monarki di kerajaan
Demikian juga Putra Mahkota (kelak
Perancis.
menjadi Hamengku Buwana II), yang selalu
Sementara itu, gambaran Sultan ikut serta menari untuk menemani ayahnya.
Hamengku Buwana I sebagai Arjuna dapat Bahkan, ketika sesudah menjadi raja dengan
diidentifikasi dari kekagumannya terhadap gelar lengkap Ingkang Sinuwun Kangjeng
tokoh ini dalam pertunjukan Wayang Wong. Sultan Hamengku Buwana Sénapati Ing
Salah satu ilustrasi menarik lainnya Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin
ditunjukkan pada wujud penciptaan wayang Panatagama Kalifatulah Kaping Kalih, raja
kulit Arjuna yang diberi nama Kangjeng kedua Yogyakarta ini menciptakan bentuk
Kyai Jayaningrum. Wayang Arjuna sastra lakon baru untuk pertunjukan Wayang
Kangjeng Kyai Jayaningrum merupakan Wong, yakni Jaya Pusaka. Cerita tersebut
wayang kesayangan Sultan pertama ditampilkan pertama kali pada masa
Yogyakarta. Bentuk muka wayang ini pemerintahan Sultan Hamengku Buwana II
berwarna hitam, dengan wanda kinanthi, (1792—1812). Tidak diketahui secara pasti
yang merupakan sifat-sifat berani dalam apakah Sultan kedua Yogyakarta ini juga
adegan perang, trampil, serta cekatan dalam mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh
menghadapi musuh-musuhnya. wayang yang menjadi peran utama pada
sastra lakon Jaya Pusaka.
Asumsi ini pun lebih didasarkan pada
pola identifikasi yang menyerupai sifat-sifat Lakon ini merupakan kisah carangan
Sultan pertama, ketika masih berjuang yang menggambarkan Wrekudara atau Bima
mendapatkan pengakuan dari Gubernur menjadi raja di Jodhipati, namun ditentang
Jendral dan Kraton Surakarta. Kehadiran oleh sejumlah raja, termasuk Baladewa dan
tokoh Arjuna dalam sastra lakon (hampir Korawa, bahkan Bathara Guru yang
semua gubahan Sultan pertama) sebagai merupakan raja para dewa pun turut
peran utama, maka hal ini dapat menjadi menentangnya. Melalui keterangan awal

Page 184 of 278


yang berasal dari Soerjobrongto, maka berpendirian kuat, berhati teguh, cenderung
dugaan sementara pada proses identifikasi agak kaku, dan mudah tersinggung.
tokoh Wrekudara atau Bima dalam diri Mengacu pada peristiwa yang menyertai
Hamengku Buwana II, akan diacu dari masa-masa pemerintahan Sultan Hamengku
sumber babad, terutama mengenai peristiwa Buwana II, maka hal itu dapat diterima
hidup dirinya. Seperti pada acuan babad sebagai bentuk refleksi kepribadiannya yang
sebelumnya, bahwa ketika mendiang terkenal anti pemerintahan Eropa, non
ayahnya mengajak Putra Mahkota menari kooperatif, dan sangat kaku dalam
bersama dalam tarian Sekar Medura, sangat berdiplomasi. Beberapa intrik politik di
besar kemungkinan Sultan kedua (yang dalam istana dan perselisihannya dengan
masih bergelar Putra Mahkota) kebijakan Patih sangat mewarnai jalannya
membawakan tari gagah. Sementara Sultan pemerintahan saat itu. Pertunjukan Wayang
pertama dengan ragam tari alus. Wong dengan cerita Jaya Pusaka merupakan
satu-satunya sastra lakon yang secara
Hal ini dapat diasumsikan dari adanya
langsung berkaitan dengan peristiwa penting
bentuk identifikasi tipe karakter tokoh
selama periode pemerintahan Sultan
wayang yang dipilih kedua raja tersebut
Hamengku Buwana II. Bentuk personifikasi
ketika memerintah kerajaannya. Seperti
tokoh utamanya dengan kreator utamanya
diketahui, bahwa Arjuna dalam tradisi ragam
sangat kuat. Oleh sebab itu Jaya Pusaka
gerak tari gaya Yogyakarta ditarikan dalam
menjadi penting kedudukannya dalam
ragam alus, dan tokoh ini telah dipilih bagi
sinkronisasi hubungan alur dramatik dengan
Sultan pertama sebagai sistem identifikasi
peristiwa historis periode Sultan kedua.
yang tertuang pada materi dramatik sebagian
besar cerita Wayang Wong di masa Tidak mengeherankan jika ketika
pemerintahannya. Hal yang sama dilakukan Inggris datang menguasai Jawa,
Sultan kedua, ketika memilih tokoh menimbulkan goncangan besar di istana
Wrekudara sebagai tipe karakter tari gagah Yogyakarta. Peristiwa ini pada akhirnya
pada tradisi tari gaya Yogyakarta, dan ini membawa Sultan kedua pada akhir
telah dipilih oleh Sultan kedua untuk pemerintahannya dengan cara diasingkan.
mengawali bentuk pemerintahannya sebagai Setelah periode pemerintahan Sultan
raja Kasultanan Yogyakarta. Hamengku Buwana II (1792—1812),
Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan
Obsesi kepada tipe karakter Wrekudara
Gubernur Inggris di Jawa. Secara otomatis
ini sudah sejak menjadi Putra Mahkota
ia menguasai wilayah Yogyakarta, dengan
dilakukan oleh Sultan kedua Yogyakarta.
menyingkirkan Sultan Hamengku Buwana
Alasan-alasan ini juga dapat dikaitkan
II, serta mengangkat Putra Mahkota menjadi
dengan sifat tokoh Wrekudara yang
Sultan Hamengku Buwana III (1812—
Page 185 of 278
1814). Periode ini merupakan periode Ngayogyakarta yang juga dikenal dengan
terpendek dalam sejarah Kraton Yogyakarta. nama Serat Babad Ngrèngrèng Kaping
Hal ini sama seperti masa kekuasan Inggris Kalih, bertahun 1739 A.J. atau 1812 A.D.,
di tanah Jawa melalui Raffles dari tahun seperti diasumsikan oleh Jennifer Lindsay.
1811 hingga 1816. Justru dalam masa yang Pada acuan ini terdapat komentar Lindsay di
terpendek itu menjadi menarik, karena data- seputar masa awal pemerintahan Hamengku
data tentang faktor kepribadiannya dengan Buwana III. Salah satu peristiwa menonjol
selera estetis yang melekat dalam suasana dari era pemerintahannya, yakni Sultan
intrik begitu kuat. ketiga berkehendak mempergelarkan
Wayang Wong dengan lakon yang sama
Beberapa sumber tradisional
seperti ketika mendiang kakeknya dulu,
menyebutkan, bahwa Sultan ini juga
yaitu lakon Gandawerdaya. Agaknya
mementaskan beberapa genre seni
pertunjukan ini memang dirancang secara
pertunjukan tari dan dramatari selama
khusus oleh Sultan bagi para kerabat dekat
kekuasaannya, namun tidak pernah secara
dan beberapa pegawai tinggi istana. Sedikit
eksplisit dideskripsikan terlibat aktif. Tidak
berbeda dengan ketika Sultan menghendaki
disebutkan pula melalui sumber tradisional
pertunjukan yang ditujukan bagi suguhan
babad-babad Kraton tentang keterlibatan
tamu asing.
Sultan ketiga dalam sebuah pertunjukan
dramatari Wayang Wong di Kraton Penuturan seperti diacu oleh Lindsay
Yogyakarta. Terlepas dari keterlibatan aktif ini, bahwa pertunjukan yang dikehendaki
atau pasif, jika memang Sultan ketiga ini bersama oleh Sultan ketiga dan Minister
mungkin bukan seorang penari yang (kemungkinan pejabat English India
menonjol, namun setidaknya ia juga sangat Company/EIC) belum dapat memberi
memahami pola internalisasi nilai gaya tari dampak pada gaya penampilan
yang diakrabinya. Bahkan, larangan adanya berkualifikasi estetis tertentu. Ada sekilas
kain motif parang rusak barong pun telah kesan yang tampak sebagai tontonan biasa
dijelaskan dalam sebuah dialog Sultan dan cenderung agak santai, karena peristiwa
ketiga dengan permaisurinya. Atau juga ini murni ditujukan sebagai suguhan tamu
pentingnya kain cindhé sebagai simbol asing. Sampai pada periode pemerintahan
status di dalam peran wayang. Penjelasan Sultan Hamengku Buwana IV (1814—
berikut ini diharapkan mampu membawa ke 1822), tampaknya keterlibatan aktif Sultan
arah pola internalisasi nilai gaya seni Karton lebih dapat diterima secara meyakinkan
Yogyakarta di masa Hamengku Buwana III. dibandingkan penerimaan produktivitas
artistik masa mendiang ayahnya dulu.
Acuan awal pencermatan ini, tentu saja
berdasarkan sebuah sumber Babad Bedhah

Page 186 of 278


Satu hal penting, kemudian menjadi atau bregada, kiranya hal ini masih dapat
bukti kesenimanan Sultan keempat yakni, dicermati sebagai unsur Eropa. Oleh sebab
pada babad yang sama juga disinggung itu, salah satu contoh dari Serat Kondha
bermacam-macam kegemaran Sultan Bedhaya Srimpi yang ditulis pada masa
keempat selama pemerintahannya. pemerintahan Sultan Hamengku Buwana IV
Penuturan yang menonjol diterangkan dalam (1816—1822), secara eksplisit menunjuk
sekar Asmaradana di bawah ini. langsung pada pengaruh bentuk
pemerintahan ‘pseudoabsolutisme’ di Kraton
Yogyakarta.
Limpating bausastra Jawi,

tembung Mlayu sastra Arab,
 Diceritakan, bahwa tarian yang
olah gendhing lan beksané,
 dikehendaki oleh Sultan (Hamengku
bedhaya myang ringgit tiyang,
 Buwana IV), adalah kesukaan Sultan
sinambi remen kuda,
 Bedhaya pusaka yang dipersembahkan
saben dinten senèn kemis iku,
 sebagai Bedhaya wasiat di Kadipaten, yang
pinapak ing paséwakan. diceritakan waktu Baginda Sultan
Hamengku Buwana IV di Yogyakarta
(Kemahiran [Sultan] dalam olah sastra
dinobatkan sebagai Putra Mahkota oleh
Jawa,

mendiang ayahnya. Saat itu disaksikan oleh
kata-kata Melayu dan huruf Arab,

Kakekda Tuan Besar Gubernur Jenderal
terampil dalam karawitan dan tari,

bermufakat dengan segenap anggota
[tari] bedhaya dan wayang wong,

pembesar kolonial Hindia Timur, Tuan
sambil [juga] mencintai kuda,

Minister di Yogyakarta, dan Tuan
setiap [hari] senin dan kamis [kuda] itu
Sekretaris, maupun para petinggi istana.
[diikutkan],

Kerabat Sultan tua dan muda serta para
di tempat [nya] beraudiensi).
pangeran tak ketinggalan.

Konfigurasi lain dapat dilacak dari


Diterangkan pula, bahwa para hamba
pola perkembangan di lembaga kaprajuritan
raja, para bupati, mantri, dan prajurit di
Kraton saat itu. Hal ini berawal dari masa
Kadipaten juga menyaksikan. Melihat
pemerintahan Hamengku Buwana IV (1816
busana para prajurit seperti barisan bunga
—1822). Pada waktu itu lembaga
setaman, melebihi keasrian, keindahan, dan
keprajuritan Kraton Yogyakarta telah
kebahagiaan seluruh negeri Yogyakarta
menerima disain topi model Eropa, serta
Adinigrat. Para hamba raja tua dan muda,
seperangkat senjata yang ditinggalkan
dewasa dan anak-anak, pria dan wanita
tentara Inggris semasa Pemberontakan
seluruh perasaan hatinya sangat senang tiada
Sepoy tahun 1812. Pada beberapa kesatuan
terkira. Semua selalu bersyukur semoga

Page 187 of 278


Baginda Sang Putra Mahkota diberikan sifat Cina, Sri Paku Alam I, para Pangeran
baik dan utama, segera menumbuhkan kerabat Sultan, baik tua dan muda, serta
keinginan dan cita-cita tinggi, laksana Patih Danureja, dan seluruh pejabat
burung garuda yang menyimpan cipta. berpangkat bupati maupun tentara kerajaan.
Penggambaran dalam Serat Kondha yang Penobatan Sultan itu pada hari Rabu Pon,
menunjuk unsur ‘pseudoabsolutisme’ bulan Dulkaidah, tahun Jimawal, atau tahun
merupakan salah satu bentuk eksperimentasi 1741 [A.J.] (1816 A.D.). Sepulang (dari
yang penting dalam teks narasi sajian tari di Sitihinggil) dijemput Ibunda Sultan, serta
Kraton Yogyakarta. Seperti dalam Bedhaya semua nenek-neneknya baik tua dan muda.
Durma di atas yang secara jelas Semuanya menghadap di dalam istana yang
menyertakan sebutan untuk Kakekda penuh sesak. Setelah sekian lama kemudian
Gubernur Jendral, Tuan Minister di zaman Kakeknda Sultan Gupernur Jendral datang
kolonialisme Inggris diberi arti sebagai menengok. Sultan sendiri ikut menjemput
Residen, dan Tuan Sekotaris adalah bunyi naik kereta Nyahi Jimat, ditarik empat ekor
pelafalan Jawa untuk sebutan Sekretaris kuda warna merah. Sultan selalu dipuja
(bagi Residen). berkat jasa Ibunda yang sudah berunding
dengan saudara Minister (Residen), maupun
Bentuk deskripsi dalam Serat Kondha
Kakeknda Gubernur Jendral serta Raad van
yang lain diambilkan dari Bedhaya
Indie semua. Kakeknda Gubernur Jendral
Naréndra Wisésa yang juga diciptakan oleh
disuguhi tarian bedhaya pusaka milik
Sultan Hamengku Buwana IV. Dari deskripsi
Sultan. Setelah (penari) maju di hadapan
yang ada tampak jelas maksud dan tujuan
Sultan tampaklah berjalan laksana hèndèl
penciptaan tarian ini dan kepada siapa
yang dihias indah. Beberapa sebutan yang
ditujukan. Dinyatakan, bahwa tarian ini
menunjukkan aspek ‘pseudoabsolutisme’
adalah kesukaan Sultan yakni tari Bedhaya
dimunculkan secara jelas. Pada waktu
yang menceritakan ketika kenaikan tahta
peristiwa penobatan itu, Sultan keempat
Hamengku Buwana IV di Kraton
masih berusia 16 tahun. Oleh karena itu
Yogyakarta. Juga dinyatakan bahwa yang
sangat beralasan jika Kakeknda Tuan
menggubah tarian kesukaannya ini
Gubernur Jenderal dimungkinkan sekali
mendiang ayahnya dulu.
berusia sebaya dengan usia nenek Sultan

Penobatannya dilakukan oleh Tuan (permaisuri Hamengku Buwana II atau

Besar Gubernur Jendral atas upaya Ibunda Ibunda Hamengku Buwana III). Dalam

Sultan, yang menghendaki Sultan naik di sejarah perkembangan tari gaya Yogyakarta,

Sitihinggil diiringi seluruh petinggi peranan para Sultan sebagai partisipan

pemerintah kolonial Belanda, para Raad van langsung sangat menonjol.

Indie, Opsir Kapten Belanda, Opsir Kapten

Page 188 of 278


Pada era berikutnya Sultan Hamengku Kraton Yogyakarta telah mengalami banyak
Buwana V dan VI merupakan tokoh penting perubahan dari segi teknis maupun fisik.
yang turut meletakkan dasar pertumbuhan Anggapan ini juga didasarkan pada tingkat
genre sajian pertunjukan tari di Kraton partisipasi aktif Sultan, karena dia sendiri
Yogyakarta. Hal serupa dituturkan pula turut terjun langsung di dalam proses artistik
dalam syair lain dari babad yang sama di era penggayaannya. Mengenai Sultan kelima
Sultan Hamengku Buwana V (1823—1855). (dan juga Sultan keenam), kiranya dapat
Pada waktu itu Sultan kelima sedang ditelaah seberapa jauh tahap-tahap proses
ditemani Pangeran Mangkubumi (adiknya artistik yang telah dilaluinya selama periode
yang kelak menggantikannya sebagai Sultan pemerintahannya. Hal ini berkaitan dengan
Hamengku Buwana VI), menari bersama peranan langsung yang ditunjukkannya
dalam sebuah pertunjukan Wayang Wong. untuk menghasilkan entitas budaya tari
Untuk alasan ini, bagian yang turut ditelaah klasik gaya Yogyakarta. Selain itu Babad
secara mendalam menyangkut tingkat Ngayogyakarta menguraikan secara agak
partisipasi langsung Sultan kelima seperti lengkap pembentukan nilai apresiasi seni
yang selalu dituturkan di dalam babad- Sultan kelima terhadap seni pertunjukan di
babad kraton. Kraton Yogyakarta. Pencermatan bagian ini
sangat membantu dalam pendekatan
Kiranya periode Sultan kelima
kepribadian sebagai modal awal pendidikan
menjadi menarik dicermati karena faktor-
artistik yang telah diterima sejak seseorang
faktor di luar kepentingan non seni. Namun
mengenal dari usia kanak-kanak.
demikian, indikasi yang berakibat pada
perkembangan seni pertunjukan justru dapat
dilihat dari kepentingan aspek non seni di Nutug dènya langen topèng nguni,

atas. Salah satu indikasi ke arah tersebut, Sultan Timuré sru kawlas arsa,

bahwa periode Sultan kelima bersamaan wayang lulang pamengané,

dengan meletusnya Perang Jawa (1825— nèng Bangsal Kencana gung,

1830). Hal ini sejalan dengan asumsi pra sambita kang ngertèni,

Benedictus Suharto, bahwa periode myang laré punakawan,

pertumbuhan tari gaya Yogyakarta dimulai kerep bubar dalu,

sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengku wayang topèng kepatihan,

Buwana I (1756—1792) hingga periode Sultan Timuré temah kerep muring-
pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII muring,

(1877—1921). jer kurang kang nyambita.

Selama periode pemerintahan di atas


berbagai genre seni pertunjukan tari di

Page 189 of 278


Pangran Suryawijaya miyarsi,
 Pangeran Suryawijaya mendengar,

yèn Jeng Sultan Timur kerep mular,
 bahwa Sultan belia sering hanya
kerantènira kasepèn,
 beristirahat,

rèhning pidalemipun,
 merasa sepi di tempat tinggalnya,

Maksih celak kalawan puri,
 karena rumahnya {Pangeran],

ing tyas sumarmanira,
 masih dekat dengan Kraton,

gya manjing kedhaton,
 dalam hati [Pangeran] ingin,

Jeng Sultan èstu kesisan,
 segera menuju istana,

laju marek mring Jeng Ratu Geng [lalu melihat] Sultan kecil benar-benar
ngaturi,
 mengeluh,
geladhi wayang janma.
Segeralah [Pangeran] menghadap Ratu
Amrih jenak punakawan,
 Ageng memohon,

dènya sami nyambita Jeng Sultan,
 untuk latihan wayang wong.
Jeng Ratu Geng rumojong,

Supaya para pelayan merasa senang,

wektu punika laju,

dalam menemani Sultan kecil,

anggeladhi kang ringgit janma,

Ratu Ageng menyetujuinya,

satemah punakawan,

saat itu juga segeralah,

alit sami junun,

melatih wayang wong,

pamongira mring Jeng Sultan,

sehingga para pelayan,

jer ka(ga)ndhèng suka mulat ringgit
yang [juga] masih kecil-kecil merasa
janma,

senang,

Jeng Sultan tyas karenan.
karena [dengan] melihat wayang wong
(Setelah usai [puas] melihat wayang hatinya suka,

topeng,
 Sultan [pun] merasa senang).
Sultan belia itu merasa sedih [prihatin],

Paparan dari sumber di atas memberi
Wayang kulit permainan kegemarannya,

deskripsi lengkap tentang bagaimana Sultan
Di Bangsal Kencana yang agung,

kelima pertama kali menerima pendidikan
yang melihat dan mengenal,

artistik dari ibunya sendiri, yakni G.K.R.
hanya para pelayan pribadinya,

Ageng., serta pamannya, yakni B.P.H.
seringkali berakhir malam hari,

Suryawijaya. Kiranya peranan G.K.R.
wayang topèng yang di Kepatihan,
Ageng lebih penting, karena status sosialnya
Sultan belia lalu sering jengkel,
 yang tinggi dan berwibawa di wilayah
bahwa yang melihat [permainannya] artistik. Mungkin sekali dapat dibenarkan
sangat kurang. pernyataan Lindsay yang juga beranggapan

Page 190 of 278


sama, ketika menilai Sultan kelima sebagai menerangkan, bahwa dari lima teks narasi
orang yang pertama kali menerima wayang yang digubah Hamengku Buwana V yang
wong sebagai bentuk hiburan di istananya ditampilkan sebagai materi dramatik, empat
sendiri. di antaranya belum pernah ditampilkan
semasa Sultan sebelumnya. Keempat teks
Hal ini dilanjutkan setelah ia
narasi Wayang Wong itu, yakni :
berpartisipasi secara aktif tanpa perwalian,
Pragolamurti, Pétruk Dados Ratu,
segera diperbaharuinya sebuah tipe khusus
Rabinipun Angkawijaya Angsal Dèwi Utari,
seni Wayang Wong sebagai genre utama di
dan Pregiwa-Pregiwati. Satu teks narasi
Kraton Yogyakarta. Pada rumusan ini, babad
lagi, yaitu lakon Jaya Semadi, adalah versi
yang sama juga menguraikan keindahan
baru dari gubahan Sultan terdahulu. Dua
Sultan kelima memainkan peran dalam
teks pertunjukan Wayang Wong berjudul
sebuah pertunjukan Wayang Wong sebagai
Petruk Dados Ratu dan Pragolamurti
raja Astina, dengan ditemani adiknya
menempati posisi penting dalam konteks
K.G.P.A. Mangkubumi yang berperan
pasca Geger Sepoy 1812. Khusus pada teks
sebagai tokoh Resi Seta, di tahun 1845.
Pragolamurti, terdapat narasi yang berkaitan
Diperkirakan usia Sultan kelima ketika itu
dengan peristiwa hidup Sultan Hamengku
baru 25 tahun, sedangkan adiknya satu tahun
Buwana V dan Sultan Hamengku Buwana II.
lebih muda.
Teks narasi pada cerita tersebut
Salah satu hal penting yang dapat
berkaitan dengan pola dramatisasi adegan
dicermati dari masa Sultan Hamengku
jejer Dwarawati saat utusan Korawa
Buwana V dan Sultan Hamengku Buwana
mendahului datang melamar Dewi Siti
VI, yakni kedatangan dua orang pakar musik
Sendari disusul kedatangan Begawan
diatonis Eropa berkebangsaan Jerman, yaitu
Pragolamurti yang juga ingin melamar sang
van Gought dan Smith. Kedua ahli musik
Dewi. Dalam tradisi pertunjukan, setiap ada
diatonis ini melatih kelompok abdi dalem
tokoh tamu utusan Negara adegan Wayang
musik, atas seizin Sultan. Bahkan van
Wong mengadopsi posisi tempat duduk
Gought dan Smith diperintahkan secara
dalam bentuk dampar kecil yang disediakan
khusus untuk melatih korps musik, serta
untuk tamu. Tradisi lisan menuturkan posisi
menyusun aransemen musik diatonis (brass
dampar yang sengaja disisakan satu hanya
section) ke dalam sebuah komposisi musik
untuk Adipati Karna sebagai utusan Korawa.
Bedhaya serta Srimpi, di saat kapang-
Adegan ini didramatisasi pada saat yang
kapang maju maupun kapang-kapang
bersamaan Begawan Pragolamurti melihat
mundur. Beberapa teks pembuka naskah
tidak ada pilihan lain selain merebut tempat
narasi Wayang Wong yang disimpan di
duduk Adipati Karna, sehingga terjadilah
perpustakaan Kraton Yogyakarta
adegan perebutan kursi antar kedua tokoh
Page 191 of 278
ini. Kontekstualitas dramatik adegan ini menjadi struktur dramatik dalam bentuk
termuat dalam Babad Mentawis Serat Kondha dan Serat Pocapan. Pola
Ngayogyakarta ketika Sultan Hamengku dramatisasi yang hadir dalam narasi tekstual
Buwana V pernah menempati Gedhong merupakan kreativitas pemilik otoritas
Purwaretno dikarenakan kembalinya Sultan estetis yakni Sultan yang bertahta. Hierarki
Hamengku Buwana II naik tahta untuk yang status seorang Sultan memungkinkan sekali
ketiga kalinya pada tahun 1827. bagi tersedianya ruang praktik artistik
bermuatan makna. Kontekstualitas adalah
Pola dramatisasi lainnya lebih
bangunan di luar teks yang member ruang
fenomenal ketika puncak dramatik
praktik simbolis. Sebagai sebuah bangunan
pertunjukan Wayang Wong Pragolamurti
di luar teks, maka kontekstualitas hadir lebih
ditandai dengan bersatunya ruh Begawan
fleksibel. Hal ini berkaitan dengan cara
Pragolamurti merasuk ke dalam tubuh Dewi
berkomunikasi makna diperoleh secara
Siti Sendari yang akhirnya menjadi isteri
faktual menurut relasi dan kronologi
Angkawijaya. Makna dibalik ini sebenarnya
historis.
berkaitan dengan dunia pewayangan
mengambarkan Angkawijaya tidak dapat Bukti dari cara berkomunikasi itu
memiliki keturunan dari sang Dewi. Sebuah sudah dipraktikkan dengan bentuk gubahan
simbolisme yang tercermin dari fakta sang teks narasi yang berulang-ulang dilakukan
Dewi mandul. Artinya tidak dapat menurut subjektivisme otoritas estetis. Studi
mempunyai keturunan. Kronologi tentang lakon Gandawerdaya, Jaya Pusaka,
historisnya adalah ketika pada akhirnya Pragolamurti maupun Petruk Dados Ratu
Sultan Hamengku Buwana V menikahi menjadi bukti relasi antara teks dengan
permaisuri keduanya pada tahun 1845. konteks sebagai sebuah praktik artistik.
Sumber sejarah tradisional dapat dirujuk Nilai simbolis menjadi penting dipahami
dari Serat Babad Momana koleksi disebabkan cara berkomunikasi memerlukan
Soemadidjaja Mahadewa, yang mengisahkan cara membaca yang benar terhadap
peristiwa tersebut. kronologi peristiwa tertentu. Demikian pula
ketika proses kreasi memerlukan wadah atau
ruang praktik komunikasi yang lebih luas.
SIMPULAN
Namun demikian sebuah praktik artistik

Seni pertunjukan Wayang Wong seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa peran

sebagai sebuah tipe dramatari yang menjadi sebuah otoritas estetis.

karya unggulan Kraton Yogyakarta


Surakarta, 13 Febrari 2019
mempunyai unsur teks dan konteks dalam
RMP
praktik artistik. Secara tekstual fungsi narasi

Page 192 of 278


CATATAN Sementara empat pusaka dalem disebut-sebut
dalam Ngayugyakarta Pagelaran, No. W 77/ D
34, 182—192, (Koleksi Widya Budaya), yakni,
1 Keterangan G.B.P.H. Soerjobrongto ini baru
beksa bedhaya-srimpi, beksa Lawung, beksa
diuraikan setelah kepulangannya dari Misi
èthèng, ketiganya merupakan yasan dalem
Kesenian Kraton Yogyakarta di Eropa Barat pada
Hamengku Buwana I dan Srimpi Renggawati
tahun 1974. Pada uraiannya acuan sumber yang
yang diciptakan oleh Hamengku Buwana V (1823
dirujuk adalah Babad Giyanti Pungkasan atau
—1855).
Babad Prayud, seperti dikutip dalam artikelnya 8 R.M.Soedarsono, “Raja Jawa dan Seni: Pengaruh
berjudul, “Penjiwaan Dalam Tari Klasik Gaya
Konsepsi Kenegaraan Terhadap Konsepsi Seni
Yogyakarta”, dalam Fred Wibowo, ed., Mengenal
Pertunjukan Istana”, dalam Jurnal KABANARAN,
Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Cetakan pertama
Volume I, September 2001. Bukti kongkret dari
(Yogyakarta: Dewan Kesenian DIY, 1981), 88—
situasi ini adalah sifat redaksional teks narasi atau
90.
Serat Kondha yang memuat tari-tarian istana
untuk kepentingan seremoni maupun protokoler
2 Periksa Soerjobrongto dalam Fred Wibowo ed.,
kenegaraan.
1981, 90—92; periksa juga Bennedictus Suharto,
“Dance Power: A Concept of Mataya in 9 William Ray, The Logic of Culture: Authority and
Yogyanese Dance” (Tesis untuk mendapatkan
Identity in the Modern Era. First edition (Oxford:
derajat Master of Arts dalam bidang Culture and
Blackwell Publishers Ltd., 2001), 80—85. Faktor
Performance, University of California at Los
subjektivitas individu pada diri Raja Louis XIV
Angeles, Amerika Serikat tahun 1990), 44—52.
diasumsikan sebagai penggerak subjektivitas
yang lebih luas untuk memperkuat nilai
3 Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms W 77/ D 34,
kemegahan bentuk seni pertunjukan di istana
182—183, Transliterasi R.M. Pramutomo,
Louis XIV. Hanya saja tidak disebutkan kreator
(Koleksi Widya Budaya). Keterangan dalam
sesungguhnya yang berada di balik legalitas
sumber ini menyebutkan, bahwa “... beksa
artistik individu seorang raja.
Mataram punika wonten kalih pepangkatan
inggih punika: sawiji, greged, tangguh, ora 10 Periksa R.M. Pramutomo, Tari, Seremoni, dan
mingkuh, déné kaleksananing penggayuh saged
Politik Kolonial (Vol. I), (Surakarta: ISI Press
sawiji , greged, tangguh, ora mingkuh kedah
Solo), 2009, 33.
tansah nandukaken panggladhi olah wiraganing
badan, olah wiramaning napas, sarta olah wirahsa 11 Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms. W 77/ D 34,
nandukaken rahsa pangrasa. Sedaya wau
187. Transliterasi Pramutomo, (Koleksi Widya
linambaran ing kawruh Sastra Gendhing, ingkang
Budaya).
kawrat ing yasan dalem Serat Sastra Pradangga
Gendhing yasanipun Ingkang Sinuwun Kangjeng 12 Serat Babad Momana t.t., 29. (Koleksi
Sultan Hamengku Buwana kaping sepisan, mirit
Soemadidjojo Mahadewa), Transliterasi dan terj.
anggitan dalem Kangjeng Sultan Agung ing
Pramutomo, menuturkan peristiwa pencarian
Mataram.”
naskah koleksi Kraton Yogyakarta oleh
Hamengku Buwana V hingga di Pura
4 Periksa Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms W 77/
Pakualaman, sebab diketahui banyak naskah lama
D 34, (Koleksi Widya Budaya), 183.
koleksi dari tahun sebelumnya telah terbawa oleh
5 R.M. Pramutomo, Tari, Seremoni, dan Politik
Raffles ke London sejak Gègèr Sepèhi tahun
Kolonial (Vol. I) (Surakarta: ISI Press Solo,
1812. Sangat dimungkinkan pula bahwa setelah
2009), 82—92..
Sultan kelima melacak hingga di Pakualaman,
6 Periksa Babad Karaton Ngayogyakarta, yang
dibuatlah cara untuk menyusun kembali naskah
juga dikutip oleh Soedarsono, Wayang Wong
manuskrip lakon-lakon wayang yang telah hilang.
1997, 142; periksa juga Ngayugyakarta
“... ing taun 1779, karsa dalem mempenging
Pagelaran, No. W 77/ D 34, (Koleksi Widya
ngupadi babagan beksa, ngatos dumugi dhateng
Budaya), 182—192.
Pakualaman sarta ngupadi pustaka-pustaka kang
7 Keterangan yang diacu oleh Soedarsono, Wayang
ical awit geger spei” (... pada tahun 1779 A.J.
Wong, 1997, 142 menyebutkan antara lain:
atau 1851 A.D. Sultan kelima berkehendak untuk
bedhaya, srimpi, beksa Lawung, beksa Sekar
mempelajari tari, bahkan sampai memperdalam di
[Medura], beksa Tamèng, Wayang Gedhog,
Pakualaman, dan melacak buku-buku yang hilang
Wayang Kulit Purwa, dan Wayang Wong.
sejak serangan tentara Sepoy tahun 1812).
Page 193 of 278
22 Masa yang pendek itu telah banyak dipergunakan
13 Bandingkan keterangan ini dengan Raffles untuk menjarah berbagai benda, termasuk
Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms D 77/ D 34, sumber-sumber pustaka dan pusaka-pusaka
187—188, (Koleksi Widya Budaya), Transliterasi penting, berbagai benda seni, termasuk gamelan
dan terj. R.M. Pramutomo, yang memuat koleksi Kraton Yogyakarta. Bahkan Koleksi
keterangan lakon yang sama dengan pementasan Claydon House Museum di Buckinghamshire,
perdana Wayang Wong oleh Hamengku Buwana Inggris juga menyimpan sebuah gamelan milik
I. Dikatakan dalam sumber ini sebagai berikut. Raffles yang dipesan khusus sebagai koleksi
“Sak lebeting taun Dal 1695 utawi taun 1770 taun Raffles pribadi yang mendisain rancakan
walandi, karsa dalem yasa lelangen ringgit tiyang gamelan tersebut. Gamelan tersebut disebut
lampahan Gandawerdaya, cariyos pedhalangan, sebagai gamelan modern, karena selain rancakan,
minangka pasemoning paprangan sami sederek.” nada yang dihasilkan juga berupa nada diatonik;
(pada tahun Dal 1695 A.J. atau tahun 1770 A.D., periksa www.claydonhousemuseum.com.uk;
adalah kehendak Sultan menggubah kesenangan periksa juga Eric Taylor, Musical Instruments of
seni Wayang Wong dengan cerita Gandawerdaya, South-East Asia. Second published (Oxford, New
dari kisah pedhalangan, sebagai penggambaran York, Singapore: Oxford University Press, 1990),
perang saudara). 35—36; periksa juga Sar Desai, Southeast Asia:
Past and Present. Third printed (Colorado:
14 Periksa M.C. Ricklefs. Terj. Hadikusuma dan Westview Press, 1997), 89—92; periksa juga
Alkhatab, Jogjakarta di Bawah Sultan Mary Somerset-Ward, 2000, 104—105.
Mangkubumi (1749—1792): Sejarah
Pembagian Jawa. Terj. Hartono Hadikusuma 23 Babad Ngayogyakarta, No. MS A 38,
dan dan Setyawati Alkhatab. (Yogyakarta: Asmaradana; pupuh 14; 102—103, (Koleksi
Matabangsa, 2003), 90—93. Widya Budaya), Transliterasi R.M. Kuswadji
15 Richard Kraus, 1969, 69—71; periksa juga R.M. Kawindrasusanta.
Soedarsono, Seni Pertunjukan Dari Perspektif
Politik, Sosial, dan Ekonomi. Cetakan pertama 24 Babad Bedhah Ngayogyakarta utawi Serat Babad
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Ngrengreng Kaping Kalih, No. BM Add. 12330,
2003), 70—77. sekar Megatruh pupuh 37, seperti juga dikutip
16 Bahkan Soedarsono menduga hasil penemuannya oleh Lindsay. Terj. Nin Bakdi Sumanto, Klasik,
di India Office of Library, pinggiran kota London Kitsch, Kontemporer, 1991, 94—95.
tahun 1984, banyak memuat cerita tentang
pribadi Arjuna; periksa Soedarsono, Serat 25 Tentang istilah Minister periksa Serat Babad
Kandha, Transliterasi, 1986. Momana, tt., 23, (Koleksi Soemadidjojo
Mahadewa).
17 Koleksi wayang kulit pusaka ciptaan Hamengku
Buwana I ada tiga buah wayang berwujud Arjuna, 26 Serat Kondha lakon Gandawerdaya koleksi
yakni, Kangjeng Kyai Yudasmara, Kangjeng Kyai Kraton Yogyakarta ternyata digubah beberapa
Jayaningrum, dan Kangjeng Kyai Pancaresmi; kali. Selain Gandawerdaya Sultan Hamengku
lihat lebih jauh Ngayugyakarta Pagelaran, No. W Buwana III, yang dapat diajukan sebagai rujukan
77/ D 34 (Koleksi Widya Budaya), 188. adalah Gandawerdaya gubahan Sultan
Hamengku Buwana V dan Gandawerdaya
18 Kagungan Dalem Serat Kondha Ringgit Tiyang gubahan Sultan Hamengku Buwana VI. Penulis
Lampahan Jaya Pusaka, No. MS 34, (Koleksi masih melihat peranan punakawan Semar dalam
Kridha Mardawa); lihat juga Soerjobrongto lakon Gandawerdaya yang digubah oleh Sultan
dalam Fred Wibowo ed., 1981, 46; lihat juga Hamengku Buwana VI. Hanya saja tidak
Soedarsono, 1997, 485. diketahui makna politis apa yang dihadirkan
dalam tujuan pergelaran di era Sultan Hamengku
19 Periksa R.M. Pramutomo, 2009, 46. Buwana VI ini. R.M. Soedarsono mengasumsikan
peranan Semar sebagai simbol kolonial Belanda
20 Noto Suroto, Kasultanan Yogyakarta yang menjadi penengah Gandawerdaya dan
(Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai saudaranya lain ibu, Gandakusuma, dan ini
Tradisional, 1985), 14—20. merupakan peranan politis Gubernur Hartingh
yang menjadi juru penengah Sultan Hamengku
21 Periksa Noto Suroto, 1985, 14—19. Buwana I dan kakaknya Sunan Paku Buwana II.
Tentang peranan politis Semar dalam lakon
Page 194 of 278
Gandawerdaya gubahan Sultan Hamengku tokoh raja Astina; periksa Serat Kondha Ringgit
Buwana III, penulis berasumsi pada ancaman Purwa Lampahan Parta Krama Iyasan Dalem
Sultan Hamengku Buwana II yang pernah ingin Ingkang Sinuwun Kaping Gangsal, kode Rol 50
menggantikan Putra Mahkota (calon Sultan no.1, 1-3 (Koleksi Sana Budaya Yogyakarta).
Hamengku Buwana III dengan menyerahkan
gelar Putra Mahkota kepada salah seorang 37 Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms W 77/ D 34,
saudaranya yang bernama Pangeran (Koleksi Widya Budaya), 190—191.
Mangkudiningrat); periksa Serat Babad Momana
tt., 21—22 (Koleksi Soemadidjaja Mahadewa). 38 Periksa Soerjobrongto, dalam Fred Wibowo, ed.,
1981, 81. Dari penemuan penulis tentang adanya
27 Babad Ngayogyakarta, Vol. I, No. SB MS. A 135, teks narasi berjudul Serat Kondha Ringgit Purwa
sekar Asmaradana, pupuh 21, 387—388 (Koleksi Lampahan Parta Krama, kiranya penjelasan Fred
Sana Budaya). Transliterasi dan terj. R.M. Wibowo yang diacu dari Soerjobrongto ini
Pramutomo. menjadi diragukan, sebab lakon Parta Krama
pertama kali ternyata sudah muncul dalam
28 Periksa Ngayugyakarta Pagelaran, No. Ms W 77/ bentuk yasan dalem Hamengku Buwana V.
D 34, (Koleksi Widya Budaya), 87. Istilah
bregada adalah istilah tradisional untuk kesatuan
prajurit menurut bendera yang berbeda.

29 Kagungan Dalem Serat Kondha Bedhaya sarta


Srimpi No. K. 130/B/S 8, 93 (Koleksi Kridha
Mardawa) Terj. R.M. Pramutomo.

30 Keterangan ini diperoleh dari Serat Babad 



Momana , tt. 22—23.

31 Kagungan Dalem Serat Kondha Bedhaya sarta


Srimpi, No. K. 132/ B/S 6. Transliterasi dan Terj.
R.M. Pramutomo (Koleksi Kridha Mardawa).

32 Babad Ngayogyakarta, Vol. III, No. SB MS A


144, 47—50, sekar Asmaradana, pupuh 69,
(Koleksi Sana Budaya) Transliterasi dan terj.
R.M. Pramutomo.
33 Periksa Benedictus Suharto, “Perkembangan Tari
Klasik Gaya Yogyakarta”, dalam Fred Wibowo,
ed., Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta,
(Yogyakarta: Dewan Kesenian Propinsi DIY),
1981, 111.

34 Babad Ngayogyakarta Vol. II, No. SB MS A 136,


sekar Dandhanggula, pupuh 25, 186—187.
(Koleksi Sana Budaya). Transliterasi dan terj.
Pramutomo.

35 Periksa Lindsay, 1991, 98.

36 Babad Ngayogyakarta, Vol. III, No. SB MS A


144, sekar Asmaradana, pupuh 69, 47—50; juga
telah diacu oleh Lindsay. Terj. Nin Bakdi
Sumanto, 1991, 97—98. Data dari Serat Kondha
Parta Krama Iyasan Dalem Ingkang Sinuwun
Kaping Gangsal sangat mungkin untuk
memperkuat asumsi yang diacu dari adegan Jejer
Astina, bahwa Sultan sendiri sebagai pemeran
Page 195 of 278
MELACAK JEJAK PAKĚLIRAN WAYANG GĚDHOG GAYA YOGYAKARTA: UPAYA
REKONSTRUKSI DAN REVITALISASI PERTUNJUKAN MELALUI PEMBACAAN
NASKAH-NASKAH LAMA

Rudy Wiratama

(Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, 



Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

Abstrak A. Latar Belakang

Wayang gědhog merupakan sebuah bentuk seni Keraton sebagai pusat peradaban tentu
pertunjukan teater boneka tradisional Jawa
yang mengambil repertoar ceritanya dari kisah- berperan besar bagi berkembangnya seni dan
kisah Panji. Pakěliran wayang gědhog lebih kebudayaan baik sebagai sebuah institusi
banyak berkembang di lingkungan keraton maupun kumpulan pribadi-pribadi. Sebagai
sehingga kehadirannya kurang diketahui
masyarakat, terutama di Yogyakarta. Wayang contoh, dalam konteks kerajaan-kerajaan
gědhog gaya Yogyakarta mengalami nasib Jawa, historiografi tradisional mengenali
tidak sebaik gaya Surakarta, karena selain beberapa raja dan bangsawan Keraton
tiadanya penggemar dan penanggap, regenerasi
dalang dan ketersediaan sumber-sumber baik sebagai agen aktif dalam perkembangan
tertulis maupun lisan sebagai panduan kesenian, baik dalam menuangkan idenya
pengenalan maupun pementasan sangat sedikit, kepada para abdi dalěm maupun menangani
walaupun artefak wayangnya masih tersimpan
dengan baik terutama di Kasultanan dan Pura sendiri prosesnya, seperti yang tampak
Pakualaman. Artikel ini mencoba membahas dalam keberadaan tapak asta dalěm atau
struktur naratif dan dramaturgi dalam pakěliran wayang hasil karya sang raja sendiri, di
wayang gědhog gaya Yogyakarta dengan
pendekatan tekstual, yakni melalui pembacaan antaranya Arjuna Kyahi Jayaningrum yasan
beberapa naskah lama tentang wayang gědhog Sultan Hamengkubuwana I (1755-1792),
Yogyakarta dan membandingkannya dengan Panji Kartala tatahan Sunan Pakubuwana IV
naskah serupa yang beredar di lingkungan
Keraton Surakarta. (1788-1820), atau penggubahan lakon
wayang orang Gandawěrdaya di era
Hamengkubuwana I dan penulisan lakon
Kata kunci: wayang gědhog, Yogyakarta, wayang kulit Gěndrèh Kěmasan di era
Surakarta, dramaturgi, naskah Pakubuwana III, yang masing-masing selain
menjadi sebuah karya seni juga berfungsi
sebagai media penyampaian nilai historis
yang dikemas dalam bentuk pasěmon atau
kode-kode tertentu.
Page 196 of 278
Kehadiran wayang gědhog dalam pemerintahan Paku Buwana II (1726-1749)
dunia kesenian Jawa pun, tidak dapat pada saat masih bertahta di Kartasura
dilepaskan dari peranan raja dan orang- dengan pembuatan perangkat wayang
orang di sekitarnya dalam penciptaan dan gĕdhog yang diberi nama Kyahi Banjĕd.
pengembangannya. Tradisi babad orang Paku Buwana III (1749-1788) yang
Jawa mencatat bahwa semula wayang berpindah ke Surakarta kemudian
gědhog dianggap sebagai hasil inisiatif menciptakan perangkat Kyahi Banjĕd Nèm,
Sunan Giri II atau Paněmbahan Ratu yang disempurnakan lagi oleh Paku Buwana
Tunggul pada abad ke-16, tepatnya pada IV (1788-1820) menjadi perangkat wayang
tahun 1485 AJ (1542 AD) dengan sengkalan/ gĕdhog jujudan (berukuran besar) bernama
kronogram Gaman Naga Kinaryèng Kanjeng Kyahi Déwakatong yang berfungsi
Bathara, sebagai salah satu alat dakwah sebagai regalia atau pusaka dan alat
agama Islam.71 Kerajaan Mataram Islam, legitimasi raja, serta mulai dibuat pada
utamanya pada masa pemerintahan Sultan tahun 1730 AJ (sekitar 1802-1803 Masehi)
Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) juga dengan sěngkalan Tanpa Guna Pandhita ing
mengenal adanya wayang gĕdhog sebagai Praja.73 Serrurier memberikan angka tahun
seni pertunjukan istana. Berita tentang yang lebih dini tentang peristiwa penciptaan
keberadaan wayang gĕdhog di lingkungan wayang gĕdhog jujudan ini, yakni pada
istana diperkuat dengan adanya berita tahun 1724 AJ (sekitar 1790 Masehi).74
tentang seorang abdi dalĕm dhalang khusus
Kesenian wayang gědhog tidak hanya
wayang gĕdhog yang hidup pada masa
dikembangkan oleh Kasunanan Surakarta
Sultan Agung dan Amangkurat I
dan Mangkunagaran saja, melainkan
(1646-1677), yakni cucu Pangeran Panjang
lingkungan Kasultanan Ngayogyakarta
Mas yang bernama Ki Wayah.72
Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman juga
Perkembangan wayang gĕdhog sempat memiliki dan pernah mengembangkannya
terhenti pada waktu terjadinya pula. Hanya saja, data-data tertulis tentang
pemberontakan Trunajaya (1677-1680) dan bentuk wayang, nama-namanya, lakon-
dilanjutkan kembali pada masa lakonnya, serta sistematika pertunjukannya

71 Soetarno, Teater Wayang Asia, (Surakarta: ISI Press, 2010), 51.

72 Reditanaja, Riwajat Pangeran Pandjang Mas, Leluhur Dalang Mataram-Kartasura-Surakarta, (Djakarta:


Jajasan Kebudajaan Djawa “Kumudhawati”, 1971), 70.

73 R.M.Sajid, Bauwarna Kawruh Wajang djilid I, (Surakarta: Widya Duta, 1971), 145.

74 Lindor Serrurier, De Wajang Poerwa, Eene Ethnologische Studie, (Leiden: E.J. Brill, 1896), 67.
Page 197 of 278
sangat terbatas, jika tidak dapat dikatakan terlalu tinggi dan kadang di lingkungan
hampir tidak ada. Beberapa keterangan yang masyarakat pedalangan sendiri hal tersebut
coba penulis dapatkan tentang ini dianggap angin lalu.
kebanyakan berupa data lisan, yang pada
Beberapa fenomena ini tentu memantik
akhirnya bermuara kepada kesimpulan
pertanyaan di benak penulis, di antaranya:
sementara bahwa berdasar pembacaan
Apakah hal ini berarti sebelum tahun 1829,
terhadap artefak wayang gědhog di
wayang gědhog tidak dikenal di Yogyakarta,
lingkungan Kasultanan dan Pakualaman
terutama di lingkungan Keraton? Jika
berkembang pada masa Hamengkubuwana V
sebelumnya ada, seperti apa kiranya bentuk
(1823-1855) dan Pakualam II (1829-1858).
wayang gědhog di Yogyakarta terutama
Sesudah itu, wayang gědhog hanya sesekali
versi Keraton? Bagaimana sebenarnya
muncul di berita-berita singkat, di antaranya
bentuk boneka wayang, struktur naratif dan
pada paruh pertama abad ke-20 KGPAA
dramaturginya? Apakah pakěliran wayang
Hangabehi putra Hamengkubuwana VII
gědhog gaya Yogyakarta versi Keraton
sering menanggap wayang gědhog dengan
masih bisa direkonstruksi dengan segala
dalang Ki Wirjojawoto. Selebihnya, hanya
keterbatasan data yang tersedia? Dan yang
ada beberapa keterangan lisan bahwa
terpenting, apa signifikansi dan urgensi
wayang gědhog di Yogyakarta semakin
melestarikan dan merekonstruksi wayang
terpinggir oleh ketenaran wayang purwa,
gědhog gaya Yogyakarta di masa sekarang?
dan beberapa dalang yang menguasainya
harus mengikuti perkembangan zaman yang Perjalanan untuk menjawab
tak dapat ditahan itu dengan ikut berpindah pertanyaan-pertanyaan yang selalu
haluan, seperti Ki Cermawasita Tulung, Ki berkecamuk di benak penulis menemukan
Gito Ngrajeg, sama halnya dengan yang jawabannya di tempat yang tidak terduga,
terjadi dengan dalang wayang genre lain yakni dunia maya. Pada waktu yang hampir
seperti Ki Widisuwarno Pugeran, yang bersamaan, yakni pada paruh kedua tahun
bahkan adiknya sendiri tidak mau mengikuti 2018, penulis menerima sebuah bingkisan
jejak kakaknya dan lebih memilih menjadi yang berharga dari saudara Ananto
dalang wayang purwa. Belakangan, wayang Wicaksono (Nanang), cucu almarhum Ki
gědhog dikembangkan secara swadaya oleh Ledjar Soebroto, yang dengan kemurahan
beberapa dalang di wilayah Yogyakarta, hati mengusahakan sebuah salinan dari
dengan daya intelektual dan kreativitasnya naskah wayang gědhog gaya Yogyakarta
sendiri-sendiri. Beberapa kali tersiar kabar koleksi perpustakaan Universitas Leiden,
bahwa wayang gědhog dipentaskan di tulisan Mas Ngabèhi Wangsadipoera dari
sekolah-sekolah, Balai Bahasa, juga Bangsal kantor Kepatihan (dienst van
Srimanganti, meskipun intensitasnya tidak Rijksbestierder) Yogyakarta, berangka tahun

Page 198 of 278


1832 Jawa (sekitar 1906 Masehi) dan terjadi kehilangan besar sebagai akibat
rupanya merupakan salinan dari naskah yang peristiwa Gègèr Sěpèhi, walau mungkin juga
lebih tua, berangka tahun 1782 Jawa (1856 naskah-naskah tersebut didapatkan dengan
Jawa), jadi tepat pada permulaan cara lain selama penguasaan Inggris atas
pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VI. Jawa (1812-1816). Sebenarnya tentang cara
Salinan naskah berkode Or. 6428 tersebut mendapatkan naskah-naskah ini tidak
segera penulis kerjakan edisi mengubah substansi sejarah, bahwa paling
transliterasinya, dan didapatkan hasil bahwa tidak pada masa tersebut Keraton
naskah wayang gědhog koleksi Leiden yang Yogyakarta telah mengenal wayang gědhog
berisi 51 lakon ini, ternyata lebih lengkap sebagai sebuah pertunjukan. Laman web
dari koleksi Museum Sonobudoyo yang Digitised Manuscript dari British Library
berjumlah 48 lakon.75 Di kemudian hari, sendiri menyebut, bahwa menurut analisis
dalam Panji Tales Manuscript Project yang mereka berdasar fisik manuskrip, naskah
diadakan oleh Leiden University, naskah ini wayang gědhog koleksinya berasal dari
telah dimuat versi digitalnya. akhir abad ke-18. Hal ini tentu
mempersempit celah missing link
Di lain pihak, proyek Javanese
perkembangan kebudayaan di Yogyakarta
Manuscripts from Yogyakarta Digitisation
sejak berdirinya tahun 1755 hingga 1800, di
Project oleh The British Library pada kurun
mana pada masa itu diperkirakan bentuk-
waktu itu telah mulai berjalan, dan beberapa
bentuk kesenian yang beredar di lingkungan
salinan digital dari kepingan-kepingan
Keraton masih belum terlampau berbeda
naskah pertunjukan wayang dari Yogyakarta,
dengan Kasunanan Surakarta maupun
baik wayang purwa maupun wayang gědhog
Kasunanan Kartasura.
ex libris (bekas koleksi) Collin Mackenzie
mulai ditayangkan di laman web Di antara beberapa naskah yang
perpustakaan ini. Jika merunut pada memuat cerita wayang gědhog dari
naskahnya sendiri, meskipun dalam stempel Yogyakarta koleksi British Library, penulis
tercantum angka tahun 1823, akan tetapi baru mengalih aksarakan naskah MSS Jav
usia naskah ini bisa jadi lebih tua lagi, dan 62 dan sebagian naskah MSS Jav 44, yang
barangkali dapat merujuk kepada era meskipun belum merupakan keseluruhan
pemerintahan Hamengkubuwana I, atau dari koleksi manuskrip wayang gědhog gaya
bahkan masa-masa sebelumnya, yakni era Yogyakarta awal, namun dirasa cukup
Surakarta awal dan Mataram Kartasura. mewakili, apalagi dibandingkan dengan
Dugaan ini tentu bukan tanpa alasan, naskah Leiden yang aslinya berasal dari
mengingat bahwa pada tahun 1812 telah pertengahan abad ke-19 dengan asumsi

75 T.E. Behrend,dkk. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara jilid I: Museum Sonobudoyo Yogyakarta (Jakarta,
1990: Djambatan), 156.
Page 199 of 278
bahwa perubahan yang terjadi di kurun British Museum berhasil menemukan kurang
waktu setengah abad jarak penulisan lebih seratus buah boneka wayang gědhog
keduanya, relatif sedikit. Kedua naskah ini eks koleksi Sir Thomas Stamford Raffles,
akan menjadi bahan pembahasan dalam yang dihibahkan oleh Rev. William Charles
artikel ini. Raffles-Flint pada tahun 1859. Tidak ada
informasi lebih jauh terkait dengan
B. Wayang Gědhog Gaya Yogyakarta dari
keberadaan dan asal wayang-wayang ini,
Masa ke Masa: Adakah Perubahan dan
akan tetapi ditinjau dari segi bentuk, tatahan
Perkembangan?
dan sunggingannya mendekati gaya

Merujuk pada data-data tersebut, Surakarta, meskipun jika diperbandingkan

sementara kita dapat berasumsi bahwa dengan wayang gědhog yang masih

paling tidak di era pemerintahan tersimpan di koleksi Kasunanan dari sekitar

Hamengkubuwana I telah dikenal adanya tahun 1730-1746 Jawa (sekitar 1806-1821

wayang gědhog sebagai bentuk seni Masehi?) idiom kerupaannya memiliki

pertunjukan yang berkembang di istana. perbedaan yang sangat mencolok, terutama

Akan tetapi, satu pertanyaan baru muncul: di bagian muka: wayang gědhog yang masih

jika boneka wayang adalah elemen yang tersimpan di Kasunanan bentuk wandanya

paling vital dalam pakěliran, seperti apa mengacu kepada wayang purwa, sementara

bentuk wayang gědhog di era wayang gědhog koleksi British Museum

Hamengkubuwana I, sementara dari sumber- bentuk wandanya mengacu kepada topèng,

sumber yang ditemui, boneka-boneka yakni bentuk sinom atau rambut depan

wayang gědhog dari masa memenuhi wilayah dahi dan pelipis seperti

Hamengkubuwana I sendiri nyaris tak dapat blungkangan topèng, serta bentuk mulutnya

ditemui baik di lingkungan Kasultanan yang tidak memakai salitan atau kèkètan.77

maupun Pakualaman.76 Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat


ada pendapat yang menyebutkan bahwa
Penelusuran penulis dari sumber- istilah wayang gědhog dapat pula berasal
sumber digital yang tersedia di laman web dari kata kědhok, yakni topeng. 78 Cerita

76 Wawancara dengan Mas Bekel Sumanto Susilomadyo, S.Sn. (Kasultanan Yogyakarta) dan Raden Ngabehi Bima
Slamet Raharja Cermoraharjo, MA (Pura Pakualaman)

77 Untuk ciri mulut tanpa kèkètan ini masih dapat ditemukan pada perangkat wayang Kyahi Buntit (Kyahi Banjěd
Nèm), salinan dari Kyahi Banjěd ciptaan Pakubuwana II di Surakarta, meski bentuk wanda-nya telah
menunjukkan perubahan mendekati idiom rupa wayang purwa.

78 R. Van Beuringen van Helsdingen, “The Javanese Theatre: Wayang Purwa and Wayang Gedhog”, dalam The
Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society, no. 65 hal.19-65. (Kuala Lumpur:, 1913: Malaysian
Branch of the Royal Asiatic Society).

Page 200 of 278


wayang gědhog sendiri, yakni cerita Panji, Bentuk-bentuk wayang gědhog rumusan
lebih umum dikenal masyarakat sebagai Pakualaman ini juga muncul di gaya
repertoar wayang topèng, sehingga dapat Kasultanan yang tampil kemudian, meski
dinyatakan pula bahwa wayang gědhog pada perkembangannya tokoh-tokoh berkain
dianggap sebagai topèng yang diwayangkan, rampèkan juga banyak diciptakan. Wayang
meskipun tidak semua orang setuju dengan gědhog juga dibuat dalam bentuk yang lain,
pendapat ini. yakni dengan badan mencontoh wayang
purwa seluruhnya dan ikat kepala berupa
Walau tanpa adanya data tentang angka
nyinthing atau dhěstar, sehingga disebut
tahun, terlebih dari palěmahan atau sitènan
pula wayang nyinthing yang menurut
figur wayang, namun untuk sementara kita
sumber lisan diciptakan pada sekitar era
anggap bahwa spesimen wayang gědhog
Hamengkubuwana V atau Hamengkubuwana
yang dikumpulkan Raffles bisa jadi berasal
VI.
dari era Hamengkubuwana I dengan asumsi
bahwa dilihat dari jarak masa Ditinjau dari boneka wayangnya, dapat
pemerintahannya dengan pemisahan dikatakan bahwa dalam kurun waktu sekitar
Yogyakarta-Surakarta serta keinginan seratus tahun sejak berdirinya, terjadi
Hamengkubuwana I untuk mengambil perubahan dan perkembangan sesuai dengan
bentuk-bentuk kesenian yang lebih tua paradigma kebudayaan penguasanya: jika
sebagai dasar kebijakan kebudayaannya, dalam era Hamengkubuwana I masih tampak
termasuk yang berasal dari Kartasura, adanya upaya untuk mempertahankan dan
walaupun dalam koleksi wayang purwanya melestarikan ciri-ciri Kartasura sebagai
terdapat tanda-tanda juga bahwa telah ada bentuk legitimasinya atas tahta Mataram,
embrio wayang gaya Yogyakarta dengan maka Hamengkubuwana V,
bentuk yang lebih spesifik, walau jumlahnya Hamengkubuwana VI dan Pakualam II
tidak banyak. menunjukkan gerakan mencari identitas
masing-masing sebagai sumber legitimasi
Di era Pakualam II (1829-1858),
pula. Sebagaimana yang diketahui bersama,
muncul figur-figur wayang gědhog yang
sosok legendaris dalang pertama keraton
sama sekali berlainan dengan koleksi
Mataram, Panjang Mas I atau Kyai
Raffles yang condong ke Surakarta: idiom
Lebdajiwa, menantu dari Pangeran
rupa dari gaya Kedu dan ilustrasi naskah-
Panjangmas jurutulis Sultan Agung
naskah Panji Jawa Timur dipergunakan, di
Hanyakrakusuma (1613-1646) berasal dari
antaranya dengan penggunaan jenis kain
Kedu, sehingga menurut hemat penulis
jangkahan dan bokongan seperti pada
dengan menjadikan Kedu, juga Jawa Timur,
wayang purwa, berbeda dengan koleksi
sebagai sumber atau babon bentuk wayang
Raffles yang semuanya berkain rampèkan.
adalah upaya untuk melampaui (ngungkuli)
Page 201 of 278
eksistensi Kartasura yang sangat dekat baik Bali, seperti Smarawedana, Wangbang
secara geografis maupun kultural dengan Wideya, Waseng, Undakan Pangrus dan lain
Surakarta. Strategi-strategi kebudayaan yang sebagainya. Indikasi utamanya, tidak ada
dimanifestasikan baik Hamengkubuwana satu identitas Panji yang absolut: di suatu
maupun Pakualam yang tertuang dalam ketika, ia bisa bernama Raden
bentuk wayang gědhog koleksi mereka tentu Makaradhwaja, di lain hari Wiranamtani, di
akan tampak dalam struktur naratif dan suatu saat Panji Nusapati, lalu juga
dramaturgi pakěliran wayang gědhog gaya Citradharma, demikian dengan kadéyannya
Yogyakarta yang termuat baik dalam korpus yang selalu menunjukkan perubahan
naskah Leiden maupun British Library terutama di unsur nama dan identitas. Salah
sebagai berikut. satu teks Jawa yang menunjukkan ciri
tersebut, di antaranya adalah Panji
C. Struktur Naratif Teks Lakon Wayang
Murtasmara yang menurut J.J. Ras berasal
Gědhog Gaya Yogyakarta dan
dari Carik Bajra pada peralihan zaman
Perbandingannya dengan Versi Surakarta
Kartasura ke Surakarta, juga terdapat sisa-

Pakěliran wayang gědhog gaya sisanya pada Panji Angronakung dari Jawa

Yogyakarta, sebagaimana wayang gědhog Timur yang berangka tahun 1686 Jawa

gaya daerah lainnya, tentu mengambil cerita (1754 Masehi).80

Panji sebagai bahan utama repertoarnya.


Lakon Panji tipe kedua, yakni yang
Cerita Panji dalam repertoar pertunjukan
bersifat siklus, biasanya ditulis dengan ide
wayang gědhog sendiri, dalam penelitian
dasar bahwa Panji adalah cikal-bakal dari
tesis penulis (2016) setidaknya dapat dibagi
raja-raja yang bertahta pada waktu
dalam beberapa tipe, yakni: (a) yang bersifat
penulisannya, misalkan Mataram. Dengan
non-siklus dan (b) yang bersifat siklus.
demikian, maka sosok Panji ditempatkan

Lakon Panji yang bersifat non-siklus sebagai figur “nyata” yang dapat melakukan

memiliki ciri-ciri yang mendekati pendapat aksi-aksi kesejarahan, selain penaklukan,

S.O. Robson, yakni berkutat pada ihwal peperangan dan pernikahan yang juga

pengembaraan dan percintaan Panji dan ditemukan pada tipe lakon non-siklus, juga

kekasihnya, dan selesai dalam satu teks yang dapat berputra, bercucu, menyerahkan tahta

sama.79 Ciri-ciri teks Panji ini banyak dan meninggal dunia. Hal ini tentu berlainan

diketemukan pada kidung-kidung bertema dengan tipe Panji dalam teks non-siklus

Panji dari abad XVII yang dikembangkan di yang tetap muda dari waktu ke waktu, dan

79 S.O. Robson, Wangbang Wideya: A Javanese Panji Romance, (The Hague, 1971: Martinus Nijhoff), 12.

80 Karsono H. Saputra, Panji Angronakung, (Jakarta, 2014: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia), 133.
Page 202 of 278
mengakhiri perjalanannya dengan sepenuhnya identik dengan naskah-naskah
pernikahan dengan kekasihnya saja. Tipe Panji tunggal (Angronakung dan terlebih
teks Panji non-siklus, di antaranya dapat lagi Jayakusuma dan Jayalěngkara yang
ditemukan dalam Sěrat Kandha, juga dalam semi-siklus), yang beredar di masa
Pustaka Raja karya Ranggawarsita. Ciri lain kemudian. Kedua lakon ini tampak tidak
dari teks Panji tipe ini, ialah adanya sebuah saling berhubungan satu sama lain, akan
pembakuan penokohan, mulai dari siapa tetapi jejak-jejaknya masih dapat kita baca
orang tua Panji, siapa leluhurnya, siapa pada naskah Or. 6428 dari Kepatihan
sanak-saudaranya dan siapa pengasuhnya. Yogyakarta di koleksi Leiden.
Dari sini, mulai muncul sosok Panji yang
Kumpulan lakon wayang gědhog
kita kenal dalam ragam lakon wayang
koleksi Leiden yang terdiri dari 51 lakon,
gědhog, yang justru tertinggal jauh
rupa-rupanya dapat dibagi menjadi beberapa
kepopulerannya apabila dibandingkan
tema. Ada di antaranya yang dapat
dengan ragam cerita Panji dalam folklore
digolongkan sebagai sebuah kronologi, akan
dan budaya populer. Lalu, seperti apa cerita
tetapi banyak pula yang tidak berkaitan
Panji dalam naskah-naskah lama tentang
dengan yang lainnya. Cerita Panji yang
wayang gědhog yang berasal dari
beralur “historis” tampak pada lakon Raja
Yogyakarta?
Kěling daměl sayabara Tunggulwulung (1),
Naskah-naskah koleksi British Library serta lakon Parangkěncana (31) yang
yang dinyatakan dari akhir abad ke-18, pada masing-masing menceritakan asal-usul
umumnya belum memuat banyak lakon. orangtua Panji dan saudara-saudaranya,
Setiap naskah pada umumnya berupa teks serta kejadian-kejadian setelah Raden
pocapan,janturan dan sulukan (dalam tradisi Brajanata (kakak tiri Panji) naik tahta di
Yogyakarta: kawin dan lagon) dari sebuah Jenggala dengan gelar Prabu Tuguwasésa
lakon tertentu, di antaranya MSS Jav 62 dan Panji dinobatkan sebagai raja Kediri.
yang menceritakan rencana perkawinan Cerita Panji yang lain, di antaranya Panji
Panji yang menyamar sebagai Adipati Angronangkung (8), dan Jayahasmara ing
Cakraněgara dari Pranaraga dengan Rětna Wangsul (10), menunjukkan adanya
Cindhaga putri Ngurawan (pp.3), sementara pengambilan bahan dari teks-teks Panji
pada MSS Jav 44 ceritanya tentang Raden lainnya yang lebih tua yakni Angronakung
Panji Jayèngrěsmi yang mencari hilangnya dan Jayakusuma, meskipun di sana-sini
sang istri, Radèn Ayu Wulantumanggal (pp. terdapat “muatan lokal” khas gaya
8) dan mendirikan sebuah kerajaan bernama Yogyakarta, yakni adanya tokoh Prabu
Siptagiripura (pp.23). Lakon-lakon ini Klana dari Maguwa sebagai antagonis, dan
berbeda dengan versi Sěrat Kandha dari munculnya figur-figur penyamaran yang
zaman Mataram, namun juga tidak tadinya tidak ada di teks sumber, seperti
Page 203 of 278
Téjakusuma atau Téjaasmara penjelmaan koleksi British Library MSS Jav 44 dan 62
Panji-Nom (Sinomprědapa) dan Bambang dari era Hamengkubuwana I yang masih
Suksmalěngkara sebagai penjelmaan sangat terikat pada “pakěm” cerita Panji,
(malihan) dari Candrakirana. Penyamaran yakni seputar perjalanan kembara percintaan
Panji sebagai Jayakusuma dan Candrakirana Panji dan Candrakirana dalam berbagai
sebagai Nawangrěsmi dalam teks bentuk penyamaran, meskipun dalam
Angronangkung sendiri, tidak hanya muncul naskah MSS Jav 62 dan 44, kolektor
dalam satu lakon, namun juga dalam menganggap bahwa cerita-cerita yang
berbagai lakon lainnya seperti Panji dikumpulkannya pun “bermuatan sejarah”,
Ngèngèr (18), di mana kedua tokoh dari teks ditunjukkan dengan catatan tambahan pada
yang berbeda ini dapat bertemu dalam satu judul bahwa buku itu memuat The History of
lakon. Sebagian cerita lagi menunjukkan Wong agoong of Oorawan (sejarah raja
sifat-sifat yang mirip dengan cerita wayang Urawan) dan The History of the Rajah
purwa, seperti lakon Atmasutéja (39) yang Shreenorodipah N.I.( Sejarah raja
menceritakan tentang Atmasutéja putra Panji Shreenorodipah---sri naradipa, yang secara
yang menjadi titisan Sang Hyang Wěnang, harfiah berarti memang “raja”).
sebanding dengan Wisanggěni dalam Pengembangan yang dilakukan di
wayang purwa, juga lakon Pudhak Satěgal- lingkungan Keraton Yogyakarta ini berbeda
Nungsabarong (16) yang mengisahkan dengan pendekatan yang dilakukan di
Raden Pěrtala (Kartala) saudara Panji yang Kasunanan sejak Pakubuwana IV yang
diangkat sebagai cucu oleh Antaboga, “mengkondisikan” cerita Panji sebagai
mencari ilmu sejatining ngagěsang dan sebuah satuan-satuan lepas, kembali ke
menikah dengan putri Sang Hyang Baruna tradisi pra-Kandha, meski dalam sebuah
yang bernama Mandayawati, menunjukkan bingkai yang baku terutama dari segi
jejak-jejak teks Déwaruci meskipun hanya penokohan dan latar belakang, juga berbeda
sangat sedikit disinggung. pula dengan pendekatan Ranggawarsita yang
berusaha memposisikan cerita Panji sebagai
Ragam lakon wayang gědhog dari
bagian dari “sejarah”, sejalan dengan Sěrat
naskah Or. 6428 menunjukkan bahwa baik
Kandha, lengkap dengan urutan kejadian
dari segi sumber lakon maupun struktur
dan angka tahunnya.
naratifnya, pada era Hamengkubuwana V
telah terjadi sebuah pengembangan yang Dalam beberapa bahasan tadi, kita
sangat kreatif, tidak hanya mengambil dari bergelut dengan bagaimana boneka wayang
naskah-naskah Panji yang telah ada baik dan struktur lakon wayang gědhog gaya
versi Kandha maupun lainnya, namun juga Yogyakarta dengan segala keunikannya.
memasukkan pengaruh wayang purwa di Akan tetapi, dari teks-teks di atas, kita
dalamnya, apalagi jika dibandingkan dengan belum menggali tentang bagaimana bentuk
Page 204 of 278
pakěliran wayang gědhog ditinjau dari jikalau ada, kalangan seniman tradisi di
dramaturgi pedalangan (istilah dari swargi pedesaan jarang sekali mengaksesnya.
Prof. Dr. R.M. Soedarsono), atau dalam Keadaan ini mengakibatkan mereka
lingkungan akademisi seni diistilahkan kemudian mengembangkannya secara
sebagai garap pakěliran. Bahasan tentang mandiri dengan material yang tersedia di
ini kami sajikan dalam pokok bahasan masyarakat. Sebagai contoh, menurut Ki
berikut. Supono (Ponowiguna) dari Krantil,
Pendowoharjo, Bantul, iringan pakěliran
D. Garap Pakěliran Wayang Gědhog Gaya
wayang gědhog memiliki kemiripan dengan
Yogyakarta: Hasil Pelacakan dari Naskah-
wayang golèk, di antaranya dengan
Naskah Lama
Srěpěgan Kěmbang Jěruk, Kěmbang Gayam

Unsur-unsur garap dalam konvensi dan lain sebagainya, dengan pola

pakěliran merupakan elemen pembentuk pementasan mengikuti wayang purwa dan

struktur sebuah teks pertunjukan yang utuh, wayang topèng. Sementara di sisi lain,

karena dalam garap terkandung berbagai terdengar pula kabar dari Mas Bekel

macam perabot yang berfungsi untuk Sumanto Susilomadyo, bahwa masyarakat

mendukung keberhasilan sajian dan umum memahami wayang gědhog sebatas

memperoleh kemantapan rasa hayatan dalam “wayang dengan iringan pélog”, sehingga

pergelaran. Bambang Murtiyoso membagi iringan dan tata adegannya adalah wayang

unsur-unsur garap pakěliran ke dalam tiga purwa yang di pélog-kan. Fenomena-

bagian, yaitu catur, sabět dan iringan, fenomena tersebut tentunya bukan sebuah

sedangkan Soetarno membaginya dalam hal yang tabu, mengingat kesenian tentu

empat bagian, dengan bagian pertama akan mengalami dinamika sesuai dengan

berupa lakon dan sanggit. 81 konteks keberadaannya. Akan tetapi, di sisi


lain, kiranya perlu juga untuk mengupas
Garap pakěliran wayang gědhog gaya bagaimana dramaturgi pakěliran wayang
Yogyakarta yang berkembang di masyarakat gědhog menurut naskah-naskah lama
selama ini dipahami secara beragam, sebagai sebuah perbandingan dan sarana
termasuk oleh senimannya sendiri. Hal ini rekonstruksi versi Keraton.
tentu tidak mengherankan, karena literatur-
literatur tentang wayang gědhog dari Sebagaimana dalam wayang purwa,

lingkungan Keraton sendiri sebagai sebuah garap adegan dan iringan pada pakěliran

pusat kebudayaan sangat terbatas, dan wayang gědhog pun dibingkai dengan sistem

81Bambang Murtiyoso, Pengetahuan Pedalangan, (Surakarta, 1983: Proyek Pengembangan IKI, Subproyek ASKI
Surakarta), 8. Lihat juga Soetarno, Sunardi, Sudarsono, Estetika Pedalangan, (Surakarta,2007: ISI Surakarta dan CV.
Adji), 27.

Page 205 of 278


pathět. Jika dalam wayang purwa yang sama dengan wayang purwa, adegan
berlaras sléndro dikenal pembagian pathět Bancak-Dhoyok digolongkan ke dalam gara-
menjadi něm, sanga dan manyura, dalam gara, bukan sebagai sebuah adegan dengan
wayang gědhog gaya Yogyakarta (juga ciri tersendiri.
Surakarta) dikenal adanya pathět lima, něm
Contoh pembagian adegan beserta
dan barang. Khusus untuk garap pathět
iringan karawitan pakěliran wayang gědhog
gaya Surakarta terdapat sisipan pathět
menurut naskah Or. 6428 lakon Jatipitutur
manyura pélog atau nyamat, khusus untuk
(pp. 252-256) , juga beberapa keterangan
Bancak-Dhoyok. Dalam naskah Or. 6428,
lisan, adalah sebagai berikut:


Pathět Adegan Gěndhing


Lima Jějěr Tidak ditulis (menurut keterangan Ki Sumanto
Susilomadyo, mengutip alm. Raden Bekel Wulan
Karahinan, gěndhingnya adalah Kombang Mas)
Babak Unjal Ladrang Kěmong-kěmong (di Surakarta disebut
Ladrang Playon)
Kědhatonan Kombangmara
Pasowanan Jawi Brěmara-Umung
Jějěr Klana Kagok-Mandura, budhalan dengan bubar-bubaran
(menurut R.B. Wulan Karahinan: Girang-girang)
Něm Jějěr Panji Nèm Buntit
Jějěr Bugis/ pěrang bégal Ladrang Lagu
Jějěr Kadéyan Panji Rangsang-tuban
Bancak-Dhoyok Tidak diterangkan
Jějěr Panji Sěpuh Kapilaré
Jějěr Tamioyi Budhěng-budhěng
Barang Jějěr Kědhiri Siring
Jějěr Klana Rina-rina
Pěrang sampak Sampak
Tancěp Kayon -Pěrcowan
-Gonjang-anom
-Onang-onang

Page 206 of 278


Catatan: adapun menurut keterangan lisan, untuk
adegan pěrangan, gladhagan dan lain sebagainya,
gěndhing mlampah yang dipergunakan bukan
playon atau srěpěgan, melainkan Kěmuda

Dilihat dari pembagian adegannya, pannastrèngngrat pramudita. Lila


dapat dikatakan bahwa struktur sěkarring buwanna wongngagung
pengadeganan wayang gědhog gaya (tumihèng sang yyang wasesa wasésa,
Yogyakarta memiliki perbedaan dengan brétanadyana hinirangcanna
wayang purwa, di antaranya dengan letak wongngagung) lalata sutijèngkara
gara-gara sesudah pěrang bégal atau karanadya, kawrědèng sa[ng] yyang
pěrang kěmbang antara Panji-nom melawan wasésa wongngagung linagyanna canna
Bugis yang njampangi margi atau berjaga- maha sutijèng wargya satumihèng jawata
jaga di pinggir jalan mengawal utusan Prabu sa[ng] yyang wasésa. (pp.127)
Klana dari Maguwa, yakni Prabu
–o- punnika sarěng ratu palěnggahan
Madhěndha dan Magada atau Lanjakprakosa
kalih Kili. –o- -o- candhirata
dan Mahésanabrang. Struktur ini hampir
gunnungngé wong Kalisara. Sun lělawu
mirip dengan tatanan adegan wayang
gènningsun trěsna hing dika wong
gědhog gaya Surakarta dengan beberapa
ngagung. Pisang wigar gapura
perbedaan kecil terutama dalam pilihan
sinnupitturang grahhitanněn rěntěngngé
gěndhing-gěndhing pengiringnya.
hati kawu-[…]-130-[…]la (pp.129-130)
Untuk garap karawitan pakěliran di
Cakěpan sulukan untuk wayang
bidang suluk, naskah Or. 6428 tidak
gědhog juga terdapat dalam naskah MSS Jav
sedikitpun mencantumkan keterangan
62, di antaranya untuk adegan gapuran
tentang lagu dan cakěpan sulukan, akan
sebagai berikut:
tetapi hal ini justru dapat digali dari naskah
MSS Jav 44 yang mencantumkan cakěpan Lumiyating kawiryan kangjěng sang
sulukan beserta kegunaannya, dengan prabu, kadhaton saniskarèng kěng, lir
contoh-contoh sebagai berikut. péndah syarga nurun, gapura gěng hadi
rukmi cinitrèng rětna sumarot, (pp.8)
-o- -o- punnika sěrrat lakon ri(ng)git
gědhog, yèn kala wiyossanning ratu. Dilihat dari materi kebahasaan dan
Pawit sěkar gangsal –o- -o- sifat sulukannya, sulukan wayang gědhog
Awignamastuhu namasidhěm, hana ta dapat dibagi menjadi dua, yakni yang
ratu sudibbya, paradya hing nusa jawa berbahasa kawi miring untuk adegan-adegan

Page 207 of 278


penting baik dalam bentuk sěkar/lagon Ciri khas cak sabět dalam wayang
maupun kawin, misalnya jějěr sěpisan, gědhog yang membedakannya dengan
paséban jawi dan lain sebagainya, dan yang wayang purwa, terutama dapat dilihat pada
berbahasa jarwa untuk singgět (pembatas cak sabět jějěran. Jika dalam wayang purwa
dialog), adegan gladhagan atau candhakan, cak sabětnya adalah tokoh kěparak atau
dan lain sebagainya, dengan lirik berupa parěkan muncul terlebih dahulu, kemudian
wangsalan. Contoh ketiga dari MSS Jav 62 raja tampil diiringkan manggung yang
menunjukkan adanya kategori lain, yakni membawa upacara dalěm, setelah itu
yang memiliki formula macapat, barulah para patih dan punggawa dipanggil
dipergunakan antara lain dalam adegan menghadap dan sesudah itu dibacakan narasi
gapuran dengan metrum Měgatruh. Untuk janturan, dalam wayang gědhog urutannya
lagu sulukannya, kedua naskah ini tidak agak berbeda: patih dan punggawa tampil
mencantumkan notasi, akan tetapi dahulu duduk di Pagělaran, kemudian
barangkali dapat kita perbandingkan dengan janturan pertama. Setelah itu barulah Nyai
berbagai sulukan yang dipergunakan dalam Tuměnggung tampil ke muka,
běksan, seperti pada manuskrip tulisan KRT. menyampaikan titah raja agar semua
Sasmintamardawa almarhum yang pernah punggawa yang menghadap naik ke
penulis jumpai edisi fotokopinya sebagai sitihinggil, kemudian barulah raja dan
bahan rekonstruksi. manggung tampil disusul para punggawa
duduk menghadap.83 Dalam naskah MSS Jav
Tidak kalah pentingnya dalam
62 koleksi British Library, hal tersebut
pembahasan tentang garap pakěliran
memang tidak eksplisit ditulis, akan tetapi
wayang gědhog gaya Yogyakarta adalah cak
apabila dibaca dari kode-kode pada akhir
sabět dan catur, yakni aspek gerak dan
janturan atau narasi, akan ditemukan
verbal dalam pertunjukan wayang. Perlu kita
indikasi yang relatif sama, karena ada
ketahui bahwa cak sabět dalam pengertian
beberapa kali kode rěp atau sirěp gěndhing,
ini tidak hanya terbatas pada pěrangan saja,
yang menunjukkan adanya beberapa
melainkan juga solah, tancěban dan ěntas-
pergerakan cak sabět di antara narasi-narasi
ěntasan.82 Adapun dalam bidang catur, dapat
tersebut, seperti ini:
dibagi menjadi janturan, pocapan, giněm
dan antawacana. […] wahuta saking gungngira kang
séwaka, haběllabar kayata sěgara tanpa

82 Nojowirongko, Serat Tuntunan Padhalangan I, (Yogyakarta:, 1960: Cabang Bagian Bahasa Yogyakarta,
Jawatan Kebudayaan Departemen P.P. dan K), 56.

83 R. Madyopradonggo, Tuntunan Pedalangan Ringgit Gedog jilid I (Surakarta, 1970: Akademi Seni Karawitan
Indonesia), 12,14.
Page 208 of 278
těppi, kang wétan dumugi pagongan, Mahésanabrang kaya pinětik
kang kilèn hanglangkunga hing wantilan, talingannira, -o- -o- -o- wahuta
kanglèr dumugi pangurakan, kaya hikang tompa sěmu dalěm nyahi
rubuhha wancaksuji kayu harěng Hangsoka kalih nyahi Hangsana,
bahuwarna, saking kathahhé wadyabala, palajěngngé kayata měnjangan katawang,
wahuta sawiyossira wong ngagung -o- rěp-o-
ngurawan punnapa hantawissira yèn
miyos, sěnjata hagěng mungěl hambal Sehingga dalam cak sabět jějěran
ping tiga, grě, grě, grě, -o- hèh wong wayang gědhog pada waktu bědhol jějěr
batur calik padha sumi[ng]gah kangjěng juga terdapat beberapa sekuen, yakni (a) raja
sinuwun miyos –o- rěp-o- (pp.5) meninggalkan sitihinggil, (b) kěparak
beranjak mundur dari persidangan mengikuti
Petunjuk tentang adanya cak sabět
raja, (c) Mahésanabrang menggerutu,
pada bagian bědhol jějěr juga tampak dalam
Brajanata yang mendengarnya hampir saja
tulisan berikut
terpantik emosinya, (d) Nyai Hangsoka dan
[pp.6]-o- Wahuta sarěng sampun dhawah Hangsana (Nyahi Tuměnggung) berlari
timbalandalěm hangragonni tuhu sabda menghampiri Brajanata dan Mahésanabrang,
[pp.7] pandhita ratu, ngandika sapisan memerintahkan keduanya untuk
rampung, lir hupamanné mangsi tumiba meninggalkan sitihinggil karena persidangan
děllancang tan kěnna lumèbèk lah hi[ng] telah usai. Petunjuk lain tentang cak sabět
kono nulya kondur hangědhaton, tědhak pada jějěr wayang gědhog tampak dalam
saking dhadhampar gadhing, -o- naskah Or. 6428 sebagai berikut.
-o-Pantěs tannana hiwang yè[n]
……/ Prabu Kěling jěngkar kundur/
kondur hangědhaton giněběg sakathahe
Parěkan andhawuhi ngatos-atos/ kalih
para biyada, ma[ng]gung muwahha
sami kinèn animbali ratu sèwu něgari/
těnnapi badhaya, hudakawis kalih lajur
ingkang sami anglamar dhatěng Dèwi
sisih hikang ngampil hupacara, hikang
Patmasěkar/ Patih mědal Parěkan
hijo pipilingnganné kang rompyoh
wangsul/ kunduripun Prabu Kěling
rompyoh sinommé, kang sapěkak
kènděl sangajěngipun gapura/…. (pp.1)
těngahé, kang sajari miring tapakké, kang
kétol-kétol běrotollé, kang mandul- Dengan demikian tampaklah bahwa
mandul payudaranné, kang mungal sosok parěkan atau Nyahi Tuměnggung
pěnggalakké kang gampang memiliki peran sebagai protokoler dan
pěllatukkanné, -o- mara mara děg penghubung antara raja dengan para
rěgědděg rěgědděg,-o- -o- Wahuta punggawa, bertugas menyampaikan titah
radèn Brajanata sarěng mirsa haturré pun

Page 209 of 278


raja untuk naik ke sitihinggil atau papatih, nuntěn pa-(pp.4) ra sěntana kiwa
meninggalkan persidangan. těngěn, nuntěn wědana pasisir
sinambungan wědana moncaněgari kang
Garap catur dalam wayang gědhog,
něppangi para bupati Ngurawan prayayi
terutama pada bagian janturannya memiliki
hagěng namannira, nuntěn prayayi
ciri tersendiri dibandingkan dengan wayang
mahossanyar, nuntěn prayayi sèwu, kang
purwa. Jika dalam wayang purwa sebelum
něppangi bupati pasisir moncaněgari
giněm terjadi satu kali janturan, maka dalam
sapaněngěn, para mantri wontěn
wayang gědhog janturan berlangsung dua
wi[ng]king, mè[ng]gok ngidul kang
kali, yakni: ketika patih duduk bersama para
něppangngi wědana lěbět gědhong
punggawa, menggambarkan keadaan yang
kaparak těngěn, mya[ng] kaliwonnira
menghadap, dan ketika raja tampil,
sakancanira sadaya, kadosta niyaga
melukiskan keindahan busana raja. Hal yang
gaměl singaněgara, martalulut priyataka,
sama telah ditemukan dalam teks wayang
lan mantri margongsa gowong, lan
gědhog gaya Surakarta, namun perlu kita
mantri juru sabin wondénni[ng] hikang
sajikan pula di bawah ini sebagai sebuah
wontěn kilènnira kya patih wědana
contoh, janturan wayang gědhog gaya
kaliwonning papatih, prayayi panumping
Yogyakarta sebagai bahan perenungan.
namannira, nuntěn wědana pasisir

Janturan bagian pertama: sinambungan wadana moncaněgari


sapěngngiwa kang něppangngi bupati
….(pp.3) wahuta hikang wontěn Ngurawan hawasta prayayi panumping,
pasowan paglaran hikang těngah punnika sinambungan prayayi bumi, lan prayayi
kya patih Jěksaněgara, wonténning bumija, kang něppangi bupati pasisir
hikang kidul punnika hikang putra wong moncaněgari sapěngiwa, kancannira
ngagung Ngurawan, sintěn ta mantri wontěn wi[ng]king ménggok
dasanamanné, hakakasih Radènnarya ngidul kang něppangi wědana lěbět
Sinjanglaga, hikang lèr punnika Radèn gědhong kaparak kiwa, myang
Brajanata, mila Radèn Brajanata wontěn kaliwonnira sakancanira sadaya, carik
něgari Ngurawan, dènning hamirsa warti jěksa mantri sěbandarran, hundhagi
yènnikang paman hatamuhan sugěng pandhé kěmmasan, gandhèk
parangmuka saking tanah sabrang, mantri han pé (?) sowannira malih,
wondénning bupati mantri Ngurawan sěk pěppak sadaya kang séwaka, para
sadaya, wondénning prěnatanning nararyya dipati tumě[ng]gung
lělěnggahhan kyana patih mu[ng]gèng kěndhuruwan děmmang ngabèhi,
těngah wétannira wěddanning para pandělě- (pp.5)gan, pěcattondha
sěntana, nuntěn wědana kaliwonning waduhaji hondhamohi, pangalassan,

Page 210 of 278


myang panga[ng]gènning wadya bala kilatbahu sarparaja, hulurrulur dèn réka
hawarnawarna, kayata kěmbang sataman, nagéndraswara, mě[ng]gěp kuluk dèn
myang wana karěmbon mongsa…… réka hukěl kěkělingngan, hajamang
susun tiga, kinancing garudha mu[ng]kur,
Janturan bagian II:
hasangsangan mas condrawirama,

…..Wahuta wong ngagung Ngurawan, hasěngkar86 kěncana dèn rěka ha[ng]grèk

sarěng miyos watěn84 sitihinggil sitèngsu, harumbing kinalacakra

binaturana, kasongan witana diri (ciri?— hapanu[ng]gul hi[n]těn bumi sorotting

Penterj.) rukmi, habdi dalěm prajurit rětna pagut lan liringnging tingal kaya ta

hikang jajarri, hing ngarsa prayayi kilat barung lan thathit wibuh hakarya

Wirabraja Brajanala, kathahhira sèwu wirangrong sri naléndra hagěgonda jěbad

sisih, kang kanan wadya kětanggung, kasturi gandanné hanrus sapaglaran…..

wura85 prajurit Mandhung Mahodara,


Kedua bagian janturan ini jika
Kanoman Jayataka, Tanusětra Jagabaya
diperhatikan dengan seksama tidak hanya
Jagasura Nirbaya, hikang kannan kéring
berfungsi sebagai asesoris atau èdèn-
prayayi Panyutra Hadisura Tarunajaya,
èdèn dalam pakěliran, melainkan
Sarawisa Wisapracondha, Nyakragnyana,
memuat beberapa informasi penting
pasikěpannira warna-warna, kang wontěn
tentang keadaan Keraton, baik Kartasura,
ngarsa dalěm kajiněman, lan prayayi
Surakarta awal maupun Yogyakarta pada
prannakan Kartiyasa, sikěp pědhang
waktu itu, di antaranya jenjang
tamèng, panakawan ngarsa kapéring
kepangkatan, nama-nama jabatan dan
kanan -o- wahuta wong ngagung
fungsi abdi dalěm, serta nama-nama
Ngurawan pantěs tannana hiwang yèn
korps prajurit, yang beberapa di
pinarak won[těn] dhadhampar děnta
antaranya kini telah punah. Dalam
ginuntrang kěncana, pinatik nawarětna
janturan wayang gědhog gaya Surakarta
halèmèk baludru wungu sulam rinénda
uraian dalam janturan jějěr dilengkapi
hadiyahisi sari, sri naléndra pratistha
dengan denah Keraton, di antaranya
yènnakampuh parang rusak,
sebagai berikut.
hapani[ng]sět pita surati, kang lěbět
mawi pani[ng]sět cindhé jalamprang …..andhèr dumugi kagungandalěm
hijěm sinampirrakěnning dhuwungira pěnanggaping Prabasuyasa, ingkang
kaprabon, halancingan cindhé bubuton winastan Parasědya, ing ngriku
rinénda hadi, habi[ng]gěl natasara, pisowanipun para putra sěntana dalěm

84 Koreksi: wontěn
85 Koreksi: wuri
86 Koreksi: hasěngkang
Page 211 of 278
ingkang badhé anjajari tindak-dalěm, Pembahasan tentang hal ini masih
andhèr mangalèr dumugi kagungandalěm membutuhkan kajian yang lebih mendalam,
Srimanganti, ing ngriku pasowanipun terlebih jika dibandingkan dengan survei
para abdi kěparak Sangkragnyana awal yang penulis lakukan terhadap kedua
satitindhihipun, mangilèn dumugi naskah lama dari Universitas Leiden dan
kagungandalěm bangsal Marakata, British Library. Penggalian terhadap
pasowananipun bupati kěparak kiwa sumber-sumber lain yang masih belum
těngěn…..87 tersentuh diperlukan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih lengkap guna
Selain ciri khusus yang terdapat pada
merekonstruksi pakěliran wayang gědhog
cak sabět dan janturan, wayang gědhog
gaya Yogyakarta utamanya yang pernah
memiliki ciri khas lain, yakni dalam adegan
berkembang di lingkungan Kasultanan dan
pathět lima di antaranya jějěr dan paséban
Pakualaman.
jawi menggunakan basa kědhaton atau
bagongan, dan sesudah masuk ke pathět D. Signifikansi dan Urgensi Rekonstruksi
něm kembali menggunakan bahasa dan Revitalisasi Pakěliran Wayang Gědhog
pědhalangan biasa, terdiri dari struktur Gaya Yogyakarta
ngoko dan krama. Dalam beberapa kasus,
Wayang gědhog di berbagai Keraton
ada tokoh-tokoh yang berbicara dalam
di Jawa, khususnya penerus dinasti Mataram
bahasa Melayu, seperti Rěngganisura
Islam, dari masa ke masa mengalami nasib
komandan Bugis, juga sosok panakawan
yang kurang menggembirakan. Frekuensi
jika sedang melawak. Ciri khas lain dalam
pentas yang jarang serta sedikitnya orang
wayang gědhog, dalam aděgan jějěr sang
yang mengenali keberadaan jenis wayang ini
raja menggunakan antawěcana warna suara
menunjukkan betapa masyarakat tidak lagi
berat, tiap-tiap kali hendak memulai
memiliki rasa handarbèni (memiliki)
berbicara pertama kali menggunakan
terhadapnya, sementara ketika UNESCO
nggěrěng atau menggeram seperti Bratasena
mengukuhkan Cerita Panji sebagai Warisan
dalam wayang purwa, disambut dengan
Budaya Dunia, euforia yang terjadi tidak
gong gědhé.
sampai menyentuh wayang gědhog dalam
Unsur-unsur garap pakěliran lainnya bentuk klasiknya, baik gaya Yogyakarta
dari wayang gědhog gaya Yogyakarta tentu maupun Surakarta.
masih banyak yang mengandung ciri khas,
Kemunduran dan kepunahan pakěliran
akan tetapi dalam makalah ini tidak akan
wayang gědhog sendiri dipengaruhi oleh
kami ketengahkan semuanya mengingat
beberapa faktor. Soetarno mengidentifikasi
terbatasnya waktu yang tersedia.

87 Madyapradangga, 13.
Page 212 of 278
faktor kepunahan wayang gědhog sebagai sosial budaya ditunjukkan pada
berikut. (a) tidak adanya regenerasi dalang kecenderungan kerabat keraton sendiri untuk
wayang gědhog, (b) mayoritas masyarakat merasa jenuh terhadap pertunjukan wayang
tidak mengenal wayang gědhog sehingga gědhog yang ditampilkan pada upacara
kurang tertarik mendalaminya, dan (c) cerita midadareni.90 Sumber-sumber lisan yang
yang bersumber dari Serat Panji kurang penulis terima juga menunjukkan hal serupa,
dikenal dan tidak populer di masyarakat.88 di antaranya pendapat bahwa wayang
Sigit Astono dalam laporan penelitiannya gědhog tidak dapat diterima masyarakat
membagi faktor kemunduran ini dalam tiga umum karena sangat vulgar dalam
ranah yang berbeda, yakni dalam ranah menyampaikan lelucon-lelucon yang
teknis, sosial ekonomi dan sosial budaya. bernuansa seksual, serta sifat wayang
Faktor teknis yang berkontribusi terhadap gědhog yang sangat mat-matan
kemunduran kehidupan pakěliran wayang menjadikannya kurang sesuai untuk ritme
gědhog terdiri dari (a) langkanya keberadaan kehidupan manusia modern yang semakin
boneka wayang gědhog di masyarakat luar dinamis.
keraton, (b) langkanya dalang wayang
Jika dilihat dari berbagai faktor dan
gědhog, (c) rumitnya garap pakěliran
perbandingannya baik dengan wayang
wayang gědhog, dan (d) tema lakon yang
purwa maupun seni pertunjukan modern,
monoton, yakni sekitar percintaan.89 Faktor
wayang gědhog dirasa mustahil untuk dapat
sosial ekonomi menurut Astono
tampil ke depan sebagai sebuah produk seni
berhubungan erat dengan posisi raja sebagai
tradisi yang dapat dibanggakan, lantas apa
patron kebudayaan yang didukung oleh
signifikansi dan urgensi dari pelestarian
kemampuan finansial yang memadai, secara
wayang gědhog gaya Yogyakarta, terutama
tiba-tiba mengalami perubahan sebagai
dalam bentuk rekonstruksi dan revitalisasi
akibat terjadinya kemerdekaan Republik
pakěliran? Menurut hemat penulis, ada
Indonesia, juga perubahan posisi dan peran
beberapa hal positif terkait wayang gědhog
politis raja baik Surakarta dan Yogyakarta,
yang sangat potensial dimanfaatkan untuk
di samping adanya perubahan zaman yang
kepentingan bangsa dan negara, yang dapat
semakin kurang memungkinkan untuk
tumbuh suburnya wayang gědhog. Faktor

88 Soetarno, Teater Wayang Asia, (Surakarta, 2010: ISI Press), 25.

89 Sigit Astono,dkk. “Keberadaan Karawitan Wayang Gedog Gaya Surakarta Dewasa Ini, Ditinjau dari Aspek
Struktur Musikal, Deskripsi Sajian, Fungsi dan Perkembangannya”, Laporan Penelitian Kelompok, (Surakarta,
1995: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta), 61-62

90 Astono, 1995,64-65.

Page 213 of 278


dirumuskan dalam beberapa butir sebagai melainkan dapat pula tampil sebagai sosok
berikut. protagonis pula. Naskah Or. 6428 misalnya,
menunjukkan bahwa tokoh Raden Pěrtala
a. Wayang gědhog memiliki wawasan
alias Raden Bungkang, dikenal juga sebagai
Kenusantaraan
Panji Kartala,salah satu saudara tiri Panji

Wayang gědhog sebagai sebuah seni yang memiliki kekuatan fisik seperti sosok

pertunjukan, walaupun mengambil wujud Bima dalam Mahabharata, lahir dari

dan bentuk pergelaran yang mirip wayang perkawinan Prabu Lěmbuamiluhur raja

purwa, akan tetapi sesungguhnya sejak dari Jenggala dengan seorang wanita yang

konsep telah memiliki jalur yang berbeda. dulunya adalah abdi Prabu

Jika wayang purwa berpusat pada cerita Mandrawijayabuja dari Kěling, yang

Mahabharata dan Ramayana yang disebut-sebut berasal dari Wancak-cěměng

bernuansa Hindu, wayang gědhog tampak atau Wandhan-cěměng, yang sekarang

bersumber dari kisah-kisah pengembaraan diasumsikan sama dengan daerah Indonesia

Panji yang cenderung menunjukkan Timur, antara kepulauan Maluku dan Papua

lokalitas. Meskipun demikian, untuk (pp.7). Naskah-naskah lain yang beredar di

keperluan dramatik kadang tidak dipungkiri masa sesudahnya, di antaranya koleksi

bahwa penampilan tokoh-tokoh seperti Radyapustaka menyebutkan pula bahwa

Bathara Guru, Narada, Durga, Bathara Kala Panji Inukertapati berinisiatif menikahkan

dan figur-figur mitologis lain perlu salah satu adik iparnya, Kudanadpada dari

dimunculkan, walau secara esensi tidak Bali dengan seorang putri dari Ternate.91 Hal

mengubah drastis jalannya cerita. ini menunjukkan bahwa berbeda dengan


anggapan umum dalam wayang purwa di
Wawasan Kenusantaraan yang mana tokoh sabrang hanya memiliki dua
ditampilkan dalam lakon-lakon wayang pilihan yakni dimusnahkan atau
gědhog tampak dalam konteks atau latar ditundukkan, dalam wayang gědhog
belakang ceritanya yang berkisar kepada kerjasama, perkawinan dan persaudaraan
kerajaan-kerajaan Jawa di Jenggala, Kědhiri, antar ras, golongan, suku dan agama bahkan
Singasari, Ngurawan, juga kerajaan-kerajaan ditampilkan. Hal ini tentu saja perlu
di sekelilingnya yakni Wangsul (Bali), diinterpretasi kembali dalam konteks
Těrganu (Trengganu), Pěrtani (Pattani), suasana kesatuan dan persatuan sekarang ini,
Makassar, Jambi, dan lain sebagainya. juga dalam konteks globalisasi, agar dapat
Peranan negara-negara luar Jawa ini tidak tetap relevan sesuai zamannya tanpa
harus berdiri sebagai pihak antagonis meninggalkan paugěran yang telah ada
ditinjau dari perspektif orang Jawa, sebagai pedoman.

91 Anonim, “Sěrat Pakěm Ringgit Gědhog”, koleksi Museum Radyapustaka Surakarta nomor RP 252, pp. 9.
Page 214 of 278
b. Wayang gědhog adalah sarana mannah gurnat, méga malang sasi
dokumentasi tentang suasana kehidupan di sumurup mariyěm… (pp.14)
lingkungan Keraton pada zamannya
Dalam pocapan tersebut kita
Tidak dapat dipungkiri bahwa wayang menemukan banyaknya jenis artileri yang
gědhog, dilihat dari sumber naskahnya dimiliki Keraton di Jawa pada waktu
maupun garap pakělirannya adalah sebuah penulisannya, atau setidak-tidaknya pernah
bentuk kesenian yang Keraton-sentris, dikenali saat itu dalam bentuk wangsalan, di
meskipun pada kenyataannya sekarang di antaranya hadoh katon (terlihat jauh) untuk
masyarakat telah timbul pula berbagai mengatakan bědhil léla, duwèk hilang
bentuk pertunjukan wayang gědhog dengan katěmu (barang hilang yang ditemukan)
tafsir pribadi senimannya masing-masing. untuk huděrbus (blunderbuss), kawining
Walaupun demikian, hal ini jangan diartikan wanodya wawrat (bahasa Kawi untuk wanita
bahwa wayang gědhog versi Keraton dapat mengandung) untuk kěrbin (karabin), dan
ditinggalkan begitu saja, karena selain lain sebagainya. Pada pocapan gapuran pun
berfungsi sebagai pedoman untuk dapat ditemukan uraian tentang lay-out
menggarap bentuk pertunjukannya, naskah- bangunan kěputrèn, arsitektur, hiasan,
naskah wayang gědhog gaya Keraton sampai kepada sistem pengairan. Pada
memiliki banyak sekali uraian tentang adegan jějěr Klana, tampil pula berbagai
bagaimana kehidupan berjalan di lingkungan macam nyanyian Melayu dan pernak-pernik
dalam istana pada saat itu. Janturan dan keramaian perayaan Sekaten. Hal-hal ini
pocapan dalam wayang gědhog tentunya sangat berguna untuk
memperlihatkan hal-hal tersebut, di merekonstruksi tidak hanya bentuk
antaranya pada pocapan pěrang ampyak pakělirannya sendiri, namun juga sampai
yang termuat dalam MSS Jav 62 sebagai kepada bagaimana bentuk dan fungsi
berikut. bangunan Keraton sejak Kartasura hingga
Yogyakarta pada abad ke-18 hingga ke-19
kunning pracékanning bědhil, tiba tangi
juga seluk beluk kehidupan di dalamnya.
rakang hadoh katon léla, duwèk hilang
katěmu huděrbus, jalma wawuh sunapan, c. Wayang gědhog adalah cara Keraton untuk
jalma karongron bědhil pěngantèn, menunjukkan paradigma dan ideologi
prawan tan pasinjang bědhil politiknya
larakawudan, kawining wanodya wawrat
Sebagai sebuah bentuk seni
kěrbin, bulussalit pěstul, lalěr gědhé
pertunjukan yang berkembang di Keraton,
tiktak kawon kan bum balang wongwa
tentu saja wayang gědhog tidak dapat
gutuk hapi, jalma kapidhara kalataka,
dilepaskan dari alam pikir para
satriya wibawa gurnada, suka hing

Page 215 of 278


maecenasnya, yakni para raja, patih dan lain, Pakubuwana III menggubah cerita
bangsawan, yang kesemuanya memiliki sisi Gěndrèh Kěmasan untuk mengenang
politis dan ideologis dalam setiap bagaimana VOC dan Cakraningrat
tindakannya, selain tentunya juga berperan (dilambangkan Duryudana dan Baladewa)
sebagai pemimpin secara kultural. Terlebih menduduki Kartasura (dilambangkan dengan
lagi, wayang gědhog sebagai sebuah Dwarawati, kerajaan Krěsna) yang ditinggal
pertunjukan yang mendapat tempat khusus oleh rajanya dan dikuasai secara tidak sah
di dalam perayaan-perayaan resmi Keraton oleh Sětyaka, anak Krěsna yang bukan
tentu akan memiliki muatan yang pangeran mahkota (lambang Raden Mas
disesuaikan dengan target audience-nya, Garendhi).93
yakni para sěntana dan nayaka yang hadir
Dalam wayang gědhog, baik
dalam kesempatan tersebut, sehingga segi-
Yo g y a k a r t a , Surakarta maupun
segi pertunjukan wayang gědhog versi
Mangkunegaran masing-masing memiliki
Keraton pun tidak akan jauh-jauh dari alam
perspektif sendiri-sendiri dalam menanggapi
pikiran yang berkembang di kalangan
teks pokok Panji. Perspektif Kasunanan
mereka.
Surakarta meletakkan dirinya sebagai
Muatan ideologis dan politis dalam kerajaan Jěnggala sebagai pemuka dari
kesenian sebenarnya bukan merupakan keempat kerajaan bersaudara, sehingga
monopoli wayang gědhog saja. Dalam dunia dalam perkembangannya lakon-lakon
wayang purwa, masing-masing Keraton wayang gědhog gaya Kasunanan berkisar
pernah memanfaatkan bagian-bagian cerita pada bagaimana tokoh-tokoh dari Jěnggala
Mahabharata untuk kepentingan seperti Ino Kartapati, Lěmbu Amiluhur dan
penyampaian pesan-pesan tertentu. Lakon Kilisuci selalu berperan sebagai pemecah
wayang wong Gandawěrdaya gubahan masalah bagi negara-negara “adik”nya.
Hamengkubuwana I misalnya, mengisahkan Wisma Nugraha berpendapat bahwa
bagaimana dua orang putra Arjuna, perspektif Kasunanan Surakarta dalam lakon
Gandawěrdaya dan Gandakusuma, diadu wayang gědhog pada akhirnya bertitik berat
oleh Prabu Duryudana dari Ngastina, untuk kepada cita-cita Pakubuwana dan
mengenang bagaimana Surakarta dan penerusnya untuk mempersatukan kembali
Yogyakarta diadu oleh penjajah.92 Di sisi Yogyakarta dan Surakarta sebagaimana

92 Alm. Prof. RM. Soedarsono, catatan kuliah tahun 2016.

93 Ki Hali Djarwosularso, Surakarta, wawancara tahun 2017.

Page 216 of 278


sebelum Pagiyanti.94 Perspektif Kasultanan bahwa teks Panji dan bentuk konkretnya
Yogyakarta dalam lakon-lakon wayang dalam pertunjukan wayang gědhog
gědhog pun agak berbeda jika dibandingkan merupakan sebuah cara untuk menegaskan
dengan Kasunanan. Dalam naskah Or. 6428 pandangan Keraton terhadap sejarah dan
dapat ditemukan cerita tentang serbuan raja fenomena politik yang sedang dialaminya,
Parangkěncana ke tanah Jawa, di mana saat serta sebagai salah satu saluran untuk
itu kerajaan Jěnggala sebagai kerajaan menanamkan nilai-nilai ideologis kepada
“kakak” telah diserahkan ke tangan Raden penontonnya, yakni segenap sěntana,
Brajanata bergelar Prabu Tuguwasésa, dan nayaka dan kawula lewat pertunjukan.
kerajaan Kědhiri sebagai kerajaan “adik
d. Teks wayang gědhog gaya Yogyakarta
kedua” diserahkan kepada Panji, sementara
dapat dipergunakan untuk mengungkap
Raden Pěrbatakusuma sebagai pewaris sah
sejarah perkembangan dan pertumbuhan
secara genealogis dijadikan pangèran lurah
pertunjukan wayang secara akademis
bernama Raden Suryadipura. Dalam cerita
tersebut, dan juga cerita-cerita lainnya, Selama ini, historiografi Indonesia
Brajanata digambarkan meskipun berada di hampir selalu diidentikkan dengan sejarah
pihak protagonis dan mendukung Panji, politik, sehingga dalam membahas hal-hal
namun tidak cukup kuat untuk menahan lain yang menjadi bagian dari masyarakat
serangan Parangkěncana, sehingga kerajaan kehidupan masa lalu seperti perdagangan,
Kědhiri turun tangan dengan mengutus kuliner, serta seni dan budaya, terkadang
Guntursěgara putra Pěrtala (pp. 160-163). sejarawan mengalami kesulitan, di antaranya
Belakangan, kita mengenal bahwa di karena kurangnya bahan-bahan yang
Kasultanan Yogyakarta dikenal pula adanya tersedia.Selain itu, di kalangan masyarakat
běksan atau tarian Tuguwasésa dan sendiri, meskipun tidak salah, akan tetapi
Guntursěgara, yang rupa-rupanya diambil kebanyakan dalam menjelaskan sejarah
dari lakon tersebut. Anggapan bahwa perkembangan seni tradisional kita terlalu
Surakarta sebagai kerajaan “kakak pertama” banyak menggantungkan diri kepada gotèk
mengidentifikasikan diri sebagai Jěnggala atau cerita-cerita lisan yang belum didukung
masih dapat ditemui dari cerita yang bukti tertulis yang memadai, sehingga pada
kemudian beredar secara lisan, bahwa batu akhirnya timbul simpang-siur yang
gilang di Bangsal Manguntur Tangkil di mengakibatkan para akademisi dan seniman
Kasunanan berasal dari bekas tempat duduk kita semakin tidak tertarik untuk
Prabu Suryamisésa (Panji Ino Kartapati). menggalinya.
Fenomena-fenomena ini menunjukkan

94 Sebagai perbandingan, dapat dibaca makalah Wisma Nugraha, “Kisah Panji Versi Pakubuwana IV”, disajikan
pada Diskusi Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 24 Maret 2015,
Page 217 of 278
Terbitnya salinan digital dari naskah- yang konsekuensi di dalamnya tentu harus
naskah Keraton dari era awal Kasultanan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, těpa
Ngayogyakarta dari Javanese Manuscript salira dan samad-sinamadan, daya dinayan,
from Yogyakarta Digitisation Project British saling menghormati, mengisi dan
Library tentu saja perlu disambut gembira, menguatkan satu sama lain untuk mencapai
karena dengan adanya teks-teks tersebut, tujuan-tujuan bersama secara positif. Upaya
setidaknya kita dapat memiliki gambaran rekonstruksi dan revitalisasi pakěliran
yang lebih pasti tentang bagaimana dunia wayang gědhog gaya Yogyakarta ditinjau
seni pertunjukan di Yogyakarta terus dari sisi lain juga dapat diharapkan untuk
berkembang dari waktu ke waktu hingga memberikan “narasi alternatif” bagi
mencapai bentuknya yang telah mapan pada masyarakat untuk dapat lebih mengenal dan
saat ini, serta dalam lingkup yang lebih luas mengakrabi wayang, karena cerita Panji
memungkinkan bagi kita untuk mempelajari, sebagai repertoarnya dipandang lebih dekat
memahami, mementaskan lagi dan dengan konteks Keindonesiaan dewasa ini,
mengembangkan bentuk-bentuk seni terlebih jika dibandingkan dengan
pertunjukan yang selama ini “tidur” dalam Mahabharata dan Ramayana yang,
bayang-bayang kepunahan. walaupun sangat populer akan tetapi masih
terkesan berjarak dengan dunia sekitarnya.
E. Kesimpulan dan Saran
Pengembangan cerita wayang gědhog

Keempat rumusan tentang signifikansi berbasis teks Panji sebagai narasi alternatif,

dan urgensi rekonstruksi dan revitalisasi selain dilakukan dengan jalan penggalian

wayang gědhog gaya Yogyakarta di atas dan konservasi juga dapat dilakukan dengan

pada dasarnya menjelaskan kepada kita merangkul pertunjukan wayang gědhog yang

bahwa pakěliran wayang gědhog sebenarnya ada di masyarakat, bukan dengan tujuan

masih menyimpan banyak potensi yang menyeragamkan dan memformalisasi, akan

dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan tetapi lebih kepada bagaimana nilai-nilai

masyarakat banyak, karena selain memiliki yang ada dalam wayang gědhog versi

sisi estetika dan historisitas, pakěliran Keraton dapat diasimilasikan,

wayang gědhog juga memuat banyak nilai diinternalisasikan, diolah dan disajikan

yang dapat diterapkan dalam kehidupan ulang oleh masyarakat sehingga tetap

masyarakat Yogyakarta pada khususnya dan menampilkan seni pertunjukan yang padat

Indonesia pada umumnya. Tentu saja, hal isi dan “padat gizi”, tanpa harus menjadi

tersebut perlu diiringi sebuah kesadaran sebuah momok baik bagi seniman maupun

bahwa dalam masa ini kita telah hidup khalayaknya. Keberadaan wayang gědhog

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik juga dapat menjadi wadah untuk berbagai

Indonesia, juga sebagai global villagers macam folklore bertema Panji untuk dapat

Page 218 of 278


mengkonkretkan wujudnya dalam bentuk Murtiyoso, Bambang, 1983. Pengetahuan
Pedalangan, Surakarta: Subproyek
pertunjukan, sehingga pesan-pesan dan nilai Pengembangan IKI [Institut Kesenian
luhur di dalamnya dapat tersampaikan Indonesia] Akademi Seni Karawitan
Indonesia
dengan cara yang lebih jelas bagi
masyarakat, sehingga kita harapkan di masa Nojowirongko, 1960. Serat Tuntunan
Padhalangan I, Yogyakarta: Cabang
yang akan datang bangsa ini tidak lagi Bagian Bahasa Yogyakarta, Jawatan
mengalami “kěpatèn obor”, sebuah kondisi Kebudayaan Departemen P.P. dan K.

di mana masyarakat terputus dari sejarahnya Nugraha, Wisma. 2015. “Kisah Panji Versi
Pakubuwana IV”, makalah disajikan pada
dan tercerabut dari akarnya, yang berakibat Diskusi Pascasarjana Fakultas Ilmu
kepada runtuhnya tatanan kehidupan di Budaya Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, 24 Maret 2015.
berbagai sisi.
Robson, S.O.1971. Wangbang Wideya: a
Rahayu ingkang sagung pinanggih. Javanese Panji Romance, The Hague:
Martinus Nijhoff.
REFERENSI Sajid, R.M. 1971. Bauwarna Kawruh
Wajang djilid I, Surakarta: Widya Duta
Manuskrip:
Saputra, Karsono H. 2014. Panji
Anonim, ca. 1790 AD,“Wayang gědhog Angronakung, Jakarta: Perpustakaan
texts”, naskah MSS Jav 44, koleksi Nasional Republik Indonesia
British Library, ex-libris Collin
Serrurier, L. 1896. De Wajang Poerwa, een
Mackenzie Ethnologische Studie, Leiden: E.J. Brill.
Anonim, ca. 1790 AD,“Wayang gědhog Soetarno,2010. Teater Wayang Asia,
texts”, naskah MSS Jav 62, koleksi Surakarta: ISI Press.
British Library, ex-libris Collin
Mackenzie Soetarno,Sunardi dan Sudarsono, 2007. Estetika
Pedalangan, Surakarta: ISI Surakarta dan
Anonim, ca. 1890 AD, “Serat Pakěm Ringgit CV. Adji.
Gědhog”, naskah RP 252, koleksi
Museum Radyapustaka Surakarta Subalidinata,R.S. 1985. Serat Kandhaning
Ringgit Purwa jilid I,Jakarta: Djambatan.
Wangsadipoera, 1832 AJ. “Serat Pakěm
Ringgit Gědhog”, naskah Or. 6428 van Helsdingen, R. Van Beuningen. 1913. “The
koleksi Leiden University Javanese Theatre: Wayang Purwa and
Wayang Gedhog”, dalam The Journal of
Buku dan Artikel: the Straits Branch of the Royal Asiatic
Society, no. 65 hal.19-65. Kuala Lumpur:
Malaysian Branch of the Royal Asiatic
Behrend, T.E. dkk. 1990. Katalog Induk Society.
Naskah-naskah Nusantara jilid I:
Museum Sonobudoyo Yogyakarta,
Jakarta: Djambatan

Madyopradonggo, Soemardi. 1970.


Tuntunan Padalangan Ringgit Gedog.
Surakarta: ASKI.

Page 219 of 278


SESI IV:

SOSIAL BUDAYA

Page 220 of 278


VARIASI SISTEM PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM NASKAH
SERAT PRIMBON RERACIKAN JAMPI JAWI

Fransisca Tjandrasih Adji, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta



nuning@usd.ac.id

Pada dasarnya, sistem pengobatan tradisional sudah 1. PENGANTAR


ada sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia.
Namun demikian, sistem pengobatan tradisional ini Dalam kehidupan masyarakat Jawa,
tidak banyak dipahami karena pewarisannya yang
dijumpai banyak naskah lama atau naskah
bersifat lisan. Upaya pelestarian teks lisan sudah
pula dilakukan namun kecenderungannya kuna. Studi tentang naskah-naskah Jawa
menggunakan huruf dan bahasa masyarakat telah cukup lama dilakukan. Namun
setempat. Salah satu naskah yang memuat sistem
demikian, masih sedikit pengetahuan tentang
pengobatan tradisional di Nusantara adalah Serat
Primbon Reracikan Jampi Jawi yang memuat naskah-naskah Jawa. Artinya, masih banyak
masalah obat-obatan tradisional Jawa. naskah yang belum tersentuh oleh pemerhati

Pengetahuan dalam naskah Serat Primbon naskah. Padahal, di dalam naskah-naskah itu
Reracikan Jampi Jawi ternyata sangat bermanfaat banyak tercantum kearifan lokal yang
bagi kehidupan masyarakat sekarang. Dalam
menyangkut aspek-aspek kehidupan
naskah Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi
terdapat lebih dari 1000 ramuan untuk ratusan manusia. Meskipun naskah-naskah itu
penyakit. Namun jika tidak disosialisasikan akan muncul pada masa lalu, nilai-nilai dan
punah tanpa sempat disentuh. Hal ini dikarenakan
manfaat yang terkandung di dalam teksnya
teks dalam naskah tersebut menggunakan aksara
dan bahasa Jawa yang semakin lama semakin tetap relevan bagi kehidupan manusia pada
sedikit penuturnya. masa sekarang maupun masa yang akan
datang.
Tulisan ini dilakukan berdasarkan studi pustaka,
yaitu dengan membaca naskah-naskah Serat
Primbon Reracikan Jampi Jawi sebagai objek Ilmu pengobatan merupakan warisan
materialnya serta teks-teks pendukung analisis. nenek moyang. Selain diturunkan secara
Selanjutnya, data yang diperoleh dari pembacaan
lisan, metode pengobatan tradisional mereka
atas naskah objek material dianalisis dengan
memahami maknanya dalam konteks masyarakat catat dalam naskah-naskah. Dari sekian
pendukung. banyak naskah-naskah Jawa, beberapa di
antaranya adalah naskah-naskah yang berisi
teks tentang obat dan pengobatan
Kata kunci: naskah lama, pengobatan tradisional,
tradisional. Obat-obat herbal, makanan
variasi, pemanfaatan.
suplemen herbal, kosmetik herbal sebagai
bagian dari obat tradisional mulai banyak
dimanfaatkan. Hal ini dapat dipahami karena
Page 221 of 278
masyarakat sering putus asa, takut, atau demikian, beberapa di antara naskah-naskah
kurang telaten dalam menjalani pengobatan tersebut ada yang hilang dan ada yang
dengan obat-obat kimia. Melihat arti kondisi naskah rusak sehingga sulit dan
pentingnya kehadiran naskah-naskah lama bahkan tidak dapat dibaca. Dengan kondisi
yang mengungkapkan berbagai aspek yang demikian, kiranya penting dilakukan
kehidupan, termasuk tentang obat pelestarian dan penelitian atas naskah-
tradisional, maka pembahasan ilmiah naskah tersebut agar pengetahuan yang ada
terhadap naskah-naskah lama dipandang di dalamnya tidak hilang tanpa sempat
perlu untuk dilakukan. diketahui. Dari beberapa naskah tersebut di
atas, satu naskah akan dibahas dalam tulisan
Berdasarkan penelusuran beberapa
ini yaitu Serat Primbon Reracikan Jampi
catalog dan pengecekan di beberapa tempat
Jawi Jilid 2 koleksi Perpustakaan Sasana
penyimpanan naskah, dijumpai beberapa
Pustaka Keraton Surakarta dengan kode
naskah Jawa yang berisi resep-resep untuk
koleksi 550 ra.
pengobatan secara tradisional. Beberapa di
antaranya adalah Buku Primbon Jampi Jawi Tulisan ini akan mengemukakan
(Perpustakaan Museum Sonobudoyo, Sk 143 variasi ramuan dan variasi pemanfaatan
b 7), Pratelan Jampi Sakit Warni-warni ramuan dalam Serat Primbon Reracikan
(Perpustakaan Balai Kajian Sejarah dan Jampi Jawi Jilid 2. Uraian tentang variasi
Nilai Tradisional, Yogyakarta, S 634), Buku ramuan dan variasi pemanfaatan dilakukan
Jampi (Perpustakaan Widya Pustaka Pura karena dalam Serat Primbon Reracikan
Pakualaman, 2438/PP/73), Pakem Tarugana Jampi Jawi Jilid 2 dijumpai penyakit
(Perpustakaan Widya Pustaka Pura tertentu terdapat beberapa ramuan yang
Pakualaman, Pi 16 – 0076/PP/73), Serat memiliki perbedaan bahan, takararan, cara
Primbon Jampi Jawi (Perpustakaan Reksa meramu, dan cara pemanfatannya. Variasi
Pustaka Pura Mangkunegaran, M 18), Serat ramuan dan variasi pemanfaatan ini
Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 mengindikasikan bahwa banyak bahan
(Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton herbal yang memiliki kandungan tertentu
Surakarta, 550 ra), Kawruh Bab Jampi- yang dapat digunakan untuk mengobati
jampi Jawi (Perpustakaan Sasana Pustaka penyakit tertentu. Artinya, pengetahuan
Keraton Surakarta, 219 ra), Serat Reracikan tentang bahan-bahan obat herbal telah lama
Jampi Warni-warni (Perpustakaan Sasana dipahami oleh masyarakat Jawa
Pustaka Keraton Surakarta, 79 ra), Racikan
Jampi Jawi (Perpustakaan Sasana Pustaka
Keraton Surakarta, 261 ha), Kawruh Bab
Jampi-jampi Jawi (Perpustakaan Sasana
Pustaka Keraton Surakarta, 212 na). Namun
Page 222 of 278
2. SERAT PRIMBON RERACIKAN termasuk cara pengobatan berbagai macam
JAMPI JAWI JILID 2 penyakit disertai perlengkapan
pengobatannya, tanaman-tanaman obat, serta
Istilah primbon sangat dekat dalam
cara pengobatannya (Serat Primbon
kehidupan masyarakat Jawa. Namun
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 kode 550 ra).
demikian, mereka yang mempercayai
primbon dipandang negatif. Hal ini Telah disebutkan di atas bahwa naskah
dikarenakan istilah primbon dipandang yang dijadikan objek material dalam tulisan
sebagai hal yang takhayul, tidak dapat ini adalah Serat Primbon Reracikan Jampi
dipercaya kebenarannya. Dengan kata lain Jawi Jilid 2. Naskah ini dipilih karena dari
primbon dipandang sebagai kebohongan beberapa naskah yang ada dan layak baca,
(Sumardjo, 2002, 81). Anggapan ini Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi terdiri
mengakibatkan buku-buku primbon tabu atas 4 jilid. Jilid 2 yang paling layak baca
untuk dibaca. Mereka yang ingin membaca karena kondisi naskah masih sangat baik.
cenderung membaca secara sembunyi- Jilid 1 dan jilid 4 kondisinya tidak lengkap,
sembunyi, takut jika ada yang mengetahui banyak lembaran yang hilang. Jilid 3 tidak
jika sedang membaca primbon. Akibat diketahui keberadaannya atau hilang. Secara
selanjytnya, buku-buku primbon cenderung keseluruhan jilid (jilid 1-4) memuat 1.734
tidak tersentuh, apalagi buku-buku primbon ramuan obat tradisional Jawa. Secara rinci
sebagian besar masih menggunakan tulisan jumlah ramuan yang terdapat dalam setiap
dan bahasa Jawa. jilid dapat dilihat dalam tabel berikut.

Primbon cenderung diartikan sebagai Tabel 1. Jumlah Ramuan dalam 4 Jilid Serat
teks yang berisi perhitungan waktu untuk Primbon Reracikan Jampi Jawi
melakukan suatu kegiatan terkait dengan
S e r a t P r i m b o n Jumlah Ramuan
siklus hidup manusia, ramalan, dan Reracikan Jampi Jawi
sebagainya. Menurut Poerwadarminta (1939: Jilid 1 497

513), primbon adalah “layang kang ngemot Jilid 2 455

petungan, pethek, lsp”. Namun, sebenarnya Jilid 3 489

arti primbon lebih dari itu. Primbon Jilid 4 293

bagaikan ensiklopedi. Ada primbon yang Jumlah Total 1.734

berisi ramalan atas terjadinya fenomena Tabel 1 menunjukkan bahwa Serat


alam (Sĕrat Primbon kode Pr 84-PB C.4), Primbon Reracikan Jampi Jawi jilid 1, 2, 3
tanda-tanda orang meninggal (Sĕrat dan 4 memiliki jumlah ramuan yang banyak.
Primbon kode Pr 83-SB 153b), berbagai Ini menandakan bahwa masyarakat pada
ruwatan (Sĕrat Primbon kode Pr 5-SK 139), waktu itu sudah maju dalam hal pengobatan.
penyakit dan ramuan jamu Jawa asli Mereka paham akan berbagai bahan,
Page 223 of 278
takaran, cara meramu, dan cara pemanfaatan Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi
ramuan. Pengetahuan tentang pengobatan Jilid 2 ini memuat 455 ramuan. Ramuan-
tradisional ini tentunya diperoleh ramuan tersebut ada yang digunakan untuk
masyarakat berdasarkan pengalaman dalam penyakit yang sama. Dengan kata lain, satu
kehidupan mereka. penyakit dapat diobati dengan beberapa
alternatif ramuan. Namun ada pula beberapa
Obat tradisional yang disebutkan
gangguan kesehatan yang tidak memiliki
dalam teks Serat Primbon Jampi Jawi tidak
ramuan alternatif. Berikut tabel yang
semuanya berupa ramuan yang digunakan
menunjukkan garis besar penyakit serta
untuk diminum atau dimakan. Banyak
jumlah ramuan dalam Serat Primbon
ramuan yang digunakan di bagian luar
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2.
badan. Selain itu, ramuan-ramuan tidak
selalu sebagai jamu karena sakit fisik, Tabel 2. Garis Besar Penyakit serta Jumlah
namun juga untuk menjaga kondisi supaya Ramuan
bugar serta ramuan untuk penyakit psikis.
Nom K e l o m p o k R a m u a n Jumlah
or untuk Ramuan
Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi 1. Batuk 35
Jilid 2 merupakan naskah yang memuat 2. Bengkak 17
resep obat tradisional Jawa. Kondisi naskah 3. Bisul 9
Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 4. Bol 5
sangat bagus dan tulisan sangat rapi, bersih 5. Boreh dan tapel 59
dan jelas. Naskah ini beraksara Jawa dengan 6. Bubul 4
bahasa Jawa, disalin oleh abdi dalem 7. Bumbu-bumbu 19
Marduyadnya yang bernama Hagnya 8. Darah putih 16
Suparma (ingkang kawula piji anedhak abdi 9. Encok 21
dalem ajidan ing Marduyadnya, pun Hagnya 10. Epilepsi 1
Suparma) dari tulisan abdi dalem yang 11. Gigi 11
bernama Arungbinang (sampun cocok 12. Gondong 9
kaliyan lugunipun abdi dalem pun 13. Gusi dan Sariawan 8
Arungbinang). Waktu penyalinan disebutkan 14. Karena binatang 13
selesainya penyalinan yaitu pada tanggal 5 15. Kebugaran 14
Besar, Ehe 1852 (rampung ing 16. Kehamilan 3
panedhakipun nalika tanggal kaping 5 ing 17. Kembung 6
wulan Besar ing warsa Ehe angka 1852) 18. Kewanitaan 44
atau pada hari Sabtu Legi 29 Juli 1922. 19. Koreng 6
Penyalinan ini pada masa Sunan 20. Laki-laki 6
Pakubuwana X.

Page 224 of 278


21. Melahirkan 19 ramuan. Adanya variasi ini berkaitan dengan
22. Orang gila 2 penderita atau pasien misalnya tingkat
23. Panas dingin 25 keparahan penyakit, usia penderita, dan
24. Penganten 5 kemungkinan berkaitan dengan ketersediaan
25. Perjodohan 1 bahan ramuan. Di samping itu, variasi juga
26. Perut 65 berkaitan dengan cara pemanfatannya.
27. Pilek 1 Dalam pengobatan tradisional Jawa, selain
28. Sesak nafas 18 hasil ramuan dikonsumsi dengan cara
29. Telinga 4 diminum atau dimakan, ada ramuan yang
30 Lain-lain 9 tidak untuk per-oral. Ramuan yang tidak
JUMLAH 455 digunakan per-oral, digunakan sebagai
boreh, parem, pilis, sembur, tapel. Secara
Berdasarkan Tabel 2 di atas, tampak
lebih jelas hal ini akan diuraikan pada
bahwa dalam naskah Serat Primbon
subbab berikut.
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 terdapat
bermacam-macam penyakit baik fisik a. Variasi Ramuan
maupun nonfisik. Ada beberapa kelompok
penyakit yang memiliki banyak variasi Jumlah terbanyak untuk variasi ramuan

ramuan, misalnya penyakit berkaitan dengan dalam naskah Serat Primbon Reracikan

perut, kewanitaan, dan batuk. Adanya Jampi Jawi Jilid 2 adalah ramuan untuk

banyak variasi ramuan ini, mengindikasikan gangguan kesehatan pada perut yaitu ada 65

kemungkinan pada waktu itu penyakit- ramuan. Dalam naskah Serat Primbon

penyakit perut, kewanitaan, dan batuk Reracikan Jampi Jawi Jilid 2, gangguan

adalah penyakit yang frekuensi kesehatan perut ini disebut dengan macam-

berjangkitnya cukup tinggi. Dengan macam istilah. Berikut istilah-istilah

demikian, masyarakat berupaya untuk gangguan kesehatan perut beserta nomor

mengobati dengan mencoba meramu ramuannya.

berbagai ramuan untuk mengobati penyakit-


penyakit tersebut.

3. BERBAGAI RAMUAN DAN


PEMANFAATANNYA

Telah disebutkan di atas bahwa dalam


naskah Serat Primbon Reracikan Jampi
Jawi Jilid 2 terdapat beberapa penyakit yang
memiliki beberapa variasi atau alternatif

Page 225 of 278


Tabel 3. Istilah-Istilah Gangguan Kesehatan Perut Dalam Naskah Serat Primbon Reracikan
Jampi Jawi Jilid 2

Istilah Nomor Naskah


busung 720 (j)
ising-isingan 721 (j), 724 (t), 733 (j), 742 (j, umbel, 1 bl-1½ th), 743 (j, umbel, ada darah, 1 bl-1½ th),
748 (t), 750 (j, ak dan ot), 751 (t, ak dan ot), 752 (j), 772 (j, ambeien), 773 (j, air
minum),
kemaden 583 (j)
kembung 753 (j, ak)
kolerah 778 (j), 779 (j), 780 (j, tidak boleh jamu lain), 781 (j), 782 (j, air minum)
krumanen 719 (j, ak ot)
mejen 759 (j), 760 (J, j, ak 2½), 761 (j), 762 (j, ot),
padharan 899 (j)
suduken 897 (s)
toyan 606 (j), 607 (t), 740 (j),
wawratan 722 (t, ak ot), 723 (j), 725 (j, menyusui), 726 (j, dubur terbuka), 727 (j, tidak mampet),
728 (j, tidak mampet), 729 (j, darah lendir, ak), 730 (t), 731 (j), 732 (j, darah lendir, ak),
734 (j, darah lendir, ot), 735 (j, ot), 736 (j, ot), 737 (j, darah lendir, ot), 738 (j, darah
lendir, ot ak 7 th), 739 (j, ot), 741 (j, rah umbel nanah), 744 (j, darah), 745 (j, darah),
746 (j, darah), 747 (t, ak dan ot, jika terasa berat), 749 (j), 755 (j), 765 (j, lesu), 766 (j),
767 (j), 768 (j), 769 (j), 770 (j), 771 (j), 774 (j, rah umbel, watuk, muntah rah), 775 (j,
umbel).

Ada satu lagi istilah untuk gangguan tubuhnya belum sempurna sehingga anak-
kesehatan pada perut yaitu gecok. Istilah ini anak juga rentan terkena penyakit. Ramuan
memiliki arti ’lauk dengan bahan dasar penyakit perut bagi perempuan yang
daging cincang’. Maksudnya, gecok ini menyusui berbeda dengan ramuan yang lain.
diberikan pada orang yang susah makan. Demikian halnya ramuan penyakit pada
Ramuan dalam kaitannya dengan gecok perut dengan kondisi penyakit yang berbeda
merupakan ramuan dengan nomor ramuan juga dibedakan ramuannya. Artinya,
898 (j), 900 ((j), dan 901 (j). pengetahuan masyarakat Jawa tentang
pengobatan sudah rinci. Ciri penyakit yang
Berdasarkan Tabel 3, dapat dikatakan
berbeda, ramuannya juga berbeda. Sebagai
bahwa ramuan untuk gangguan kesehatan
contoh, ramuan untuk sakit wawratan ‘diare’
pada perut sangat beragam. Ramuan untuk
bagi perempuan yang sedang menyusui
anak-anak cenderung sama dengan ramuan
(nomor ramuan 725) berbeda dengan diare
untuk orang tua. Hal ini dapat dipahami
pada orang dewasa umumnya (nomor
karena kondisi fisik orang yang sudah tua
ramuan 749) dan anak-anak atau orang
sudah rentan lagi terhadap penyakit karena
lanjut usia (nomor ramuan 750).
daya imun tubuh orang lanjut usia sudah
menurun. Sementara anak-anak daya imun
Page 226 of 278
Perbedaannya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Perbedaan Ramuan Sakit Wawratan pada Wanita Menyusui, Anak-Anak dan
Lansia, serta Orang Dewasa.

Wanita Menyusui (725) Dewasa Umum (749) Anak-anak dan Lansia (750)
Ramuan: Ramuan: Ramuan:
Babakan jambet bol panjangipun Adas 2 jodho, pulasari saros Godhong jambu kluthuk 7
sekilan wiyaripun 2 dariji, dariji, podhi 3 saga, sari 3 saga, punggel, mesoyi panjangipun
babakan kajeng turi brit murmak 3 saga, daging 3 saga, sadariji, menyan saklungsu,
panjangipun sadariji. Sadaya kajeng legi 3 saga, brambang sarem 3 wuku, areng jati saros
babakan kaparut dipuntadhahi s a t u n g g a l k a b a k a r, k u l i t dariji, dipunpipis kaliyan toya
godhong pisang kluthuk kang rambutan satugel kabakar, mateng nunten kasaring lajeng
nem sarta alit 2 iji dipunkukus. dipunpipis kaliyan toya, dipunombekaken.
Pisang kluthuk ingkang ageng dipunombekaken kanthi sarem 3
sarta mentah dipunparut mawi wuku. Terjemahan:
adas 2 jodho, pulasari Daun jambu klutuk bagian ujung
panjangipun dasariji, brambang Terjemahan: 7 potong, mesoyi sepanjang satu
3 dipunbakar, kajeng legi 3 saga Adas 2 rakit, pulasari satu ruas jari, kemenyan sebesar biji asam,
d i p u n b a k a r, l a j e n g s e d a y a jari, podi 3 saga, sari 3 saga, garam 3 gelintir, arang jati satu
kapipis dipunsaring, dipunombe murmak 3 saga, daging 3 saga, ruas jari, semua bahan dihaluskan
mawi sarem 3 wuku. kayu manis 3 saga, bawang bersama air matang lalu disaring
m e r a h s a t u d i b a k a r, k u l i t dan diminumkan.
Terjemahan: rambutan sepotong dibakar,
Potongan kayu jambu bol dihaluskan bersama air lalu
sepanjang ibu jari hingga diminumkan dengan garam 3
kelingking lebar 2 jari, potongan gelintir.
kayu turi merah sepanjang satu
jari, semua potongan kayu
diparut ditempatkan pada daun
pisang klutuk yang muda dan
kecil sebanyak 2 buah lalu
dikukus. Pisang klutuk yang
besar dan mentah diparut
bersama adas 2 rakit, pulasari
sepanjang sepuluh jari, bawang
merah 3 dibakar, lalu semua
dihaluskan disaring lalu diminum
dengan garam 3 gelintir.

Mencermati Tabel 4 di atas tampaklah ramuannya tidak enak karena ada campuran
bahwa meskipun penyakitnya sama namun yang tidak lazim dikonsumsi manusia yaitu
karena penderitanya berbeda kondisi maka kemenyan dan arang.
ramuannya juga berbeda. Ramuan untuk
Dalam sistem pengobatan tradisional
wanita yang sedang menyusui tampak lebih
dalam kehidupan masyarakat Jawa sudah
beragam bahan-bahannya dan lebih banyak
mengarah dan memikirkan untuk
takarannya daripada yang lain. Ramuan
membedakan pengobatan pada orang dalam
untuk anak-anak dan orang lanjut usia lebih
kondisi tertentu. Demikian halnya dengan
sederhana dan takarannya ringan. Sementara
gangguan kesehatan yang lain. Berikut
itu, ramuan untuk oprang dewasa jika
contoh lain dalam kaitannya dengan variasi
dicermati, dapat dibayangkan rasa
pengobatan berdasarkan ramuan-ramuan
Page 227 of 278
dalam Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi
Jilid 2.
Tabel 5. Perbedaan Ramuan Sakit Batuk Biasa, Batuk Menggigil, Batuk Darah, dan
Batuk pada Anak-Anak dan Lansia.

Batuk Biasa Batuk Menggigil Batuk Darah Batuk pada Anak-


anak dan Lansia
Ramuan: Ramuan: Ramuan: Ramuan:
Jeram pecel dipunonceki Angrajanga godhong cabe Kerikan singat Godhong teh kaliyan
kairis-iris, sarta satekem, kawungkusa ing sangsam 5 saga, tigan ayam setunggal,
brambang 3 karanjang, godhong nunten kerikan suru badhak 5 kulit jahe saros dariji,
lajeng kapipis dados dipunkukusna satengah saga, klembak 3 saga, gendhis batu
satunggal, kaombea. mateng. Saben badhe kagodhog kaliyan toya, sapringkil, dipunjuri
nedha ambakara klapa lajeng dipun ombekna wedang umob lajeng
Terjemahan: iris-irisan, katedha sarta kausapaken ing kaudheg kang ngantos
Jeruk nipis dikupas kaliyan cabe wau. dhadha saha ing gulu. awor lajeng
dipotong-potong, serta dipunombekna.
b a w a n g m e r a h 3 Terjemahan: Terjemahan:
bungkul, lalu dihaluskan Rajanglah daun cabe Kerikan tanduk rusa 5 Terjemahan:
jadi satu, lalu diminum. setelungkup tangan, s aga, kerikan gigi Daun teh dan telur
bungkuslah dengan daun badhak 5 saga, ayam satu, kulit jahe
lalu dikukus setengah klembak 3 saga, satu ruas jari, gula batu
matang. Setiap akan direbus dengan air lalu sepotong kecil, diseduh
makan, bakarlah kelapa diminum dan air mendidih lalu
diiris-iris, makanlah diusapkan di dada serta diaduk sampai campur
bersama cabe tadi. leher. lalu diminumkan.

Dalam Tabel 5 tampak bahwa ramuan digunakan sebagai alternatif mengatasi


untuk anak-anak dan lansia dapat kesehatan atas berbagai penyakit, terutama
dibayangkan rasanya paling enak karena penyakit ringan. Ada beberapa variasi
diberi rasa manis. Bahan ramuannya juga pemanfaatan ramuan-ramuan dalam teks
enak. Berbeda dengan ramuan yang lain Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid
yang tanpa rasa manis. Bahkan bahannya 2.
ada yang sulit didapat yaitu kerikan tanduk
Ramuan-ramuan dalam Serat Primbon
rusa dan kerikan gigi badak. Dari sini
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 tidak
dapatlah dikatakan bahwa ramuan-ramuan
semuanya berupa ramuan untuk dikonsumsi
tersebut dibuat dengan memperhatikan
secara oral. Banyak pula ramuan yang dalam
pengkonsumsi ramuan.
pemanfaatannya tidak dengan dikonsumsi
b. Variasi Pemanfaatan secara oral. Variasi pemanfaatannya adalah
hasil ramuan digunakan sebagai
Ada banyak hal yang dapat dilakukan
dalam memanfaatkan teks-teks Serat a. boreh (hasil ramuan untuk dibalurkan pada
seluruh tubuh),
Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 untuk
pengembangan kehidupan masyarakat. Yang b. jampi atau jamu (biasanya diminum),

tampak jelas, teks-teks Serat Serat Primbon c. parem digunakan dengan cera melumurkan
pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 dapat lain,
Page 228 of 278
d. Pilis digunakan dengan cara menempelkan f. Tapel digunakan dengan cara ditempelkan
atau mencoletkan hasil ramuan di dahi. pada bagian yang sakit.
e. Sembur digunakan dengan cara disemburkan Berikut adalah contoh variasi
pada bagian yang sakit.
pemanfaatan ramuan dalam Serat Primbon
Reracikan Jampi Jawi Jilid 2.


Tabel 6. Variasi Pemanfaatan Ramuan dalam Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2

Boreh Parem Pilis Sembur Tapel


Boreh kasrepen Parem Sakit Pilisipun Tiyang Semburipun Jampi wawratan
tuwin panas Tis Kemaden (583) Gadhah Rare Sakit Encok (869) katapelaken
tumrap tiyang Ramuan: (928) Ramuan: dipunangge rare
sepuh (663) Godhong landep 3 Ramuan: G o d h o n g utawi tiyang
Ramuan: punggel, godhong Jinten cemeng gandarosa 3 sepuh (722)
Jae 3 iris, manis cubung 7 lembar, tuwin sintok sami punggel, jinten Ramuan:
j a n g a n mrica sepalih wawrat 5 saga, cemeng 5 saga, Godhong luntas
panjangipun gegem, pucuk cabe seprantu satunggal jinten pethak 3 satekem, godhong
sadariji, dipun 3, kapipis kang kabakar, mesoyi saga, mesoyi 5 legundhi 7
pipis kaborehna lembat mawi apu 2 dringo sami 5 saga, saga, sunthi 3 iris, punggel, brambang
ing badan sadaya. klungsu, lajeng bengle 3 saga, kencur 3 iris, 3 iji, dipunpipis
dipunparemaken kemukus 7 iji, b r a m b a n g kang lembut
Terjemahan: ing pundi kang kencur 3 iris, satunggal, areng toyanipun cukak.
Jahe 3 iris, manis kaleres sakit. cengkeh ganthi jati sadariji, areng Dipungodhog, yen
jangan panjangnya sami 3 saga, pucuk pucuk sujen sampun panas
sejari, dihaluskan Terjemahan: 6 saga, unem satunggal, mrica kadamel tapel ing
d i b a l u r k a n d i Daun landep 3 satunggal kabakar, sacekothokan, padharan tuwin ing
seluruh tubuh. petik, daun cubung jae 3 iris, bawang sarem sawuku, bangkekan.
7 lembar, merica 3 siyung, sedhah lajeng kapipis kang
setengah genggam, temu rose 3 l e m b u t Terjemahan:
pucuk cabe Jawa 3, lembar, kunci 3 dipunsemburaken. Daun luntas
dihaluskan sampai iris, kedubang setelungkup
benar-benar halus wurung saidon. Terjemahan: tangan, daun
dengan diberi abu Daun gandarosa 3 legundi 7 petik,
sebesar 2 biji Terjemahan: petik, jinten hitam bawang merah 3
asam, lalu Jinten hitam dan 5 saga, jinten putih biji, dihaluskan
diparemkan pada sintok sama 3 saga, mesoyi 5 sampai benar-
bagian yang sakit. beratnya 5 saga, saga, sunthi 3 iris, benar halus, airnya
seprantu satu kencur 3 iris, cuka. Lalu direbus,
dibakar, mesoyi bawang merah jika sudah panas
dringo sama 5 satu, arang jati satu dijadikan tapel di
saga, bengle 3 jari, arang ujung perut dan
saga, kemukus 7 sujen satu, merica pinggang,
biji, kencur 3 iris, mangkukan
cengkeh ganthi tangan, garam satu
sama beratnya 3 gelintir, lalu
saga, pucuk 6 saga, dihaluskan sampai
unem satu dibakar, lembut dan
jahe 3 iris, bawang disemburkan.
putih 3 siung, sirih
temu rose 3
lembar, kunci 3
iris, ludah habis
makan sirih tidak
jadi satu tempat
meludah.
Page 229 of 278
Berdasarkan cara penggunaan di atas, modern yang semakin mahal dan sulit
dapat dikatakan bahwa sistem pengobatan diperoleh. Itulah local knowledge yang tidak
tradisional Jawa tidak hanya mengenal ternilai. Oleh karena itu, studi atas naskah-
pengobatan dari dalam namun juga naskah kiranya selalu perlu dilakukan untuk
pengobatan dari luar. Di samping itu, ada menggali pengetahuan-pengetahuan seperti
pula pengobatan dari dalam sekaligus dari itu.
luar atau pengobatan secara paket dengan
harapan pengobatan lebih menyeluruh.
Contoh pengobatan secara paket adalah DAFTAR PUSTAKA
untuk orang melahirkan. Bagi orang yang
Poerwadarminta, W.J.S. dkk.,
baru saja melahirkan ada ramuan yang 1939 Baoesastra Djawa,
diminum atau jampi (ramuan 950), parem Groningen, Batavia: J.B. Wolters
Uitgevers Maatschappij.
(ramuan 522), boreh (ramuan 690), tapel
(691), dan ramuan yang diminum supaya
Sumardjo, Jacob, 2002 Arkeologi
jalan lahir segera kering (ramuan 951).
Budaya Indonesia: Pelacakan
Hermeneutis-Historis terhadap
Ertefak-artefak Kebudayaan Indonesia,
4. PENUTUP Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Berdasarkan uraian di atas, dapat


NASKAH
dikatakan bahwa sistem pengobatan
tradisional Jawa yang tampak dalam naskah Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid
Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi Jilid 2 2, Koleksi Perpustakaan Sasana
Pustaka Kasunanan Surakarta
koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka,
Kraton Surakarta yang berkode 550 ra
menunjukkan adanya kesadaran masyarakat
akan kesehatan yang tinggi. Pengobatan
zaman dahulu menggunakan media ramuan
dari tumbuh- tumbuhan disertai dengan doa
dan lelakudengan maksud supaya pasien
cepat sembuh. Rahasia metode pengobatan
ini selanjutnya perlu dikuak untuk
ditemukan kandungan-kandungan yang ada
dalam ramuan pengobatan tradisional itu.
Dengan demikian, bahan-bahan obat itu
dapat dikembangkan menjadi bahan obat
pada masa kini sebagai alternatif obat

Page 230 of 278


THE IDEAS OF TOTALITY AND LEVELS IN THE APPLICATION JAVANESE

RECKONING SYSTEM IN KRATON YOGYAKARTA

Revianto Budi Santosa (revianto@uii.ac.id)95


ABSTRACT principles of totality and levels are applied in


such buildings. This complex relationships
Javanese architecture relates not only with the between buildings, reveal the dynamic
tangible aspects but also with intangible harmony guiding the architectural
aspects of buildings. Among the well configuration of the Kraton.
formulated intangible aspects is the principle of
reckoning or petungan relying on the
numerical aspect to determine the
measurement and the number of construction
elements in a perticular building. Petungan can
be found in a number of manuscripts
containing building treatises or building
construction manual.

A Javanese traditional house consists a number


of pavilions constructed attached one another.
In the application of petungan in such house,
each number is associated with a particular
pavilion of the house, for instance number one
called Sri meaning prosperous is associated
with the inner pavilion or dalem, while number
four called Liyu menaing listless is associated
with the front pavilion or pendopo. An ideal
house should have pavilions related with all the
five numbers. Therefore, this system embodies
the idea of totality or completeness being the
ideal whole.

Containg more than a hundred pavilion, Kraton


Yogyakarta, however, is not a regular house. In
terms of spatial components, Kraton can be
considered as a higher level house. The front
pavilion, for instance, is developed into the
front courtyard or plataran with a number
pavilions constructed within. Some of this
pavilions have similar relationships as those
found in traditional Javanese house. By
counting the number of rafters in some those
pavilions we may gain the ideas how the

95 Senior lecturer, Department of Architecture Faculty of Civil Engineering and Planning Universitas Islam
Indonesia. The author would like to express his gratitude to Drs. Wahyu Indrasana for allowing to use
the data and studies in the Reconstruction of Trajumas Hall Kraton Yogyakarta.
Page 231 of 278
INTRODUCTION: NUMBER AND related with inland tradition. Both are
JAVANESE WORLDVIEW significantly different, indicating the
plurality of practices in conceiving and
Javanese traditions concerning
implementing such aspect. In the nineteenth
building construction was transmitted from
century, the writing of this type of books
one generation to the next generation by
flourished in Java following the Dutch
means of oral storries and manual practices.
scholars’ activism in cultural studies.
Writing or producing text was not the
primary means to transmit such tradition. In the realm guidance for living,
Serat Tjarios Bab Kawroeh Kalang gave petungan found in many books known as
some interesting insight about the intention primbon. Kumar (1996:xix, cited in
behind its author decision to write. First, is Robertson, 2012) defines primbon as “mini-
the revelation of the secret to more general encyclopedia containing notes and diagrams
audience. The previously oral tradition on everything from numerology to
through passed down to the next generation aphrodisiacs, once again reflecting the
now is written and becomes accessible to spread of literacy beyond elite circles”.
everyone. Second, written by Raden Primbon, however, is an encyclopedia of
Sosrowiryatmo at the turn of the twentieth “how to” to consult when some in about
century, this manuscript is produced in order doing something important rather than to
to preserve a tradition of house building enrich someone’s world of knowledege. The
knowledge which was on the verge of most widely spread and elaborate primbon is
disappearing (Robertson, 2012) known as Primbon Betaljemur, consisting of
eight volumes, compiled by Pangeran
Numerical aspect of building
Cakraningrat or Patih Danureja VI and
construction or petungan occupies a central
published in printed version by his
position in Javanese culture and Javanese
grandson. Lombard (II 1996) considers that
literary tradition. It stands in among three
the popularity of primbon is in line with the
primary realms of literary works, namely:
discovery of the “self” after the arrival of
cultural studies, guidance for living and
Islam. The “self” becomes an autonomous
manual for carpenters. In the sphere of
subject free from genealogy and other forms
cultural studies, petungan is found in the
of social hierarchy. A primbon book contains
major book of Javanese culture often dubbed
dozens of petungan involving many aspects
as the Javanese Encyclopedia titled Serat
of human life, from finding appropriate life
Centhini. This voluminous book includes
mate, buying livestocks, direction to go on
this aspects in two sections in volume 1
certain days, making ladders and of course
based on northern coastal area (pasisiran)
site appropriation and building construction.
tradition and in volume 3 being more closely

Page 232 of 278


in myriad of auspicious conjunctions.
The third type of book containing Planning as well as other efforts of changing
numerology in building construction is the live and environment only valuable if they
manual for builders. This type of book comply and conform with the identifiable
popularly known as Kawruh Kalang yet complex conjuntions. Self, then
meaning “knowledge of the builders”. Being constructed as autonomous entity, but should
a highly practical book, Kawruh Kalang be engaged in life by following these divine
contains a great deal portion on carpentry scenarios.
especially in making building components
from timber. Develop as practical NUMEROLOGY AND BUILDING
knowledge, information in Kawruh Kalang CONSTRUCTION
initially was transmitted from one
In terms of building construction,
generation to another through apprenticeship
numerical aspects are most commonly
and other forms of pratical teaching. When
employed in two ways: measuring the size
the knowledge was on the verge of
and reckoning the number of building
disappering then people started to write.
construction elements. To understand the
Compared to the purely technical lessons
implementation of this method, it is
like in making mortise and tenon, petungan
necessary to describe two aspects of a
aspect is added in this type of book to
Javanese house, namely dhapur griya
improve the quality of building
(building form) and guna griya (building
constructions.
function). A Javanese house is constructed
The fundamental quest in all of this as a compound or cluster consisting a
petungan method is universal harmony. number of structures or pavilions. Each
Time, space and self do exist but none of pavilion is associated with a particular
those is independent. Everything is dhapur griya and guna griya.
interrelated in divine scheme explainable in
Dhapur griya or building form is the
the numeric conjunctions. The title
overall shape of a building, mostly wit one
“Betaljemur” is a Javanese version of
ridge beam. Serat Centhini (volume III)
“Baitulmakmur” mentioned in the Quran
classifies four dhapur griya in Javanese
being the celestial house of Allah, and as the
architecture, namely: tajug or building with
Prophet says frequently visited by angels.
pyramidal roof, joglo or hipped-roof
This house embodies divine scheme
building with short ridge beam, limasan or
revealed to the cognoscenti.
hipped-roof building with long ridge beam,
Human should live in accordance with and kampung or building with saddle shape
this grand and divine scheme as formulated roof.

Page 233 of 278


• . . . a limasan-shaped building if it is
Guna griya or building function have used as rear house, the number of rafters
more complex classification system. Rear on its roof, if divided by five should have
house or omah mburi or dalem in a noble 1 as reminder, and it is called Sri
residence, is the main pavilion where the
family sanctuary is situated and the owners • If a joglo-shaped building, which is
of the house live. Pendopo is the front hall really used as pendopo, the reminder
where the owners of the house are engaged should be 2
in social relations. Pringgitan is a wide
• If a building with kampung shape is used
hallway being a transition between the front
as gandhok, the reminder should be 3 or
and rear relms and also a place fo
called gana
performing wayang purwa. Gandhok or
attached pavilion is a long building next to • Pringgitan (long pavilion for performing
the side of omah buri. Pawon is kitchen wayang constructed between pendopo
serving daily meals. and omah buri) and pasanggrahan (retreat
house) should be reckoned as pendopo
Number resulted from these methods
determine the value mantifested in a • Langgar (prayer house), kitchen, horse
pavilion, somehow associated with the stable, cattle pen, should be reckoned as
dhapur griya and guna griya. In both gana
methods the values embodied relies on the
• Gate, pasowanan (guard house), and
reminder after the measurement or the
front hall (bangsal) should be reckoned
number of elements divided by five. For
as liyu
instance, the reminder 2 can be found in
number 5n+2, such as 7, 12, 17 and 22; Further, in Serat Kawruh Griya, the
while the reminder “3” can be found in the attribute of the reminders are interpreted as
number 5n+3 such as 8, 13, 18 and 23. follows:

Written in 1906 by certain The reminder 1 is called “Sri” meaning


Mangoendarmo, Serat Kawruh Griya beautiful and valuables,
(manuscript collection of Sonobudoyo
Museum, LL 12 or PB C.6), apparently The reminder 2 is called “Kitri” meaning
based on some older manuscripts describe “tree” providing shade in the yard,
the numerical values of the reminders and
The reminder 3 is called “Gana” meaning
their association with certain guna griya and
full, simple, powerful and strong (tree
sometimes dhapur griya:
trunk),

Page 234 of 278


The reminder 4 is called “Layu” or figure in kayon represent life, cosmos and
“Liyu” meaning withered, wish.

The reminder 5 is called “Pokah” As the omah mburi has the value of
meaning multitude or bountiful, derived Sri, meaning flower, its considered the
from the word “akeh” or many. essence of a tree, in bringing beauty and
fruit. Pendopo is related with wood or trunk
of a tree being the certainty and strength.
THE IDEA OF TOTALITY
Kitchen is associated with fruit especially
Architects are preoccupied with the edible fruit being the concrete benefit of a
idea of totality consisting of elements tree. Stable represent the branches of a tree
interrelated in a system. A totality is making people comfortable to take shelter
necessary to define the entity of underneath. Prayer house or gate is like
architecture, to propose the ideal quality of roots to make the tree stand firmly n the
such entity, and to identify certain elements ground.
necessary to constitute such entity. The most
Even though in petungan system, every
fundamental theory of system in architecture
pavilion Each of the pavilion is useless or
is proposed by the theoretician Vitruvius in
has no value without its relationship with
the first century by proclaiming that in any
other pavilions forming the house.
good architecture should posses the values
of strength, use and beauty. Semper in the THE NOTION OF LEVEL
nineteenth century argues that the elements
ofarchitecture should be the primary Javanese house (omah or griya)
consideration in defining the total system of consists a number of pavilions. Structurally
architecture. speaking, each ofthe pavilion is an
independent entity. The name of the dhapur
Javanese architecture with the strong griya (joglo, limasan, tajug and kampung)
underlying notion of harmony emphasizes refers to this structural entity, so that it bears
on the qualities as embodied in the name of griya, such as griya joglo
numerological system to constitute employed as pendopo.
harmonious totality. Serat Tjarios Bab
Kawruh Kalang bring the idea of All of the technics included in
completeness into light by employing the Javanese building treatises are explainable
metaphor of tree. Tree is a well known, in terms of constructing a single pavilion.
profound and powerful metaphor in From ridge beam, roof construction, posts
Javanese tradition as epitomized in a kayon and beams arrangement, to column
or tree figure in a wayang play. The tree

Page 235 of 278


pedestals; all are the constituent members of To organize a myriad of buildings, the
a pavilion. courtyard becomes the primary organizing
device for spatial arrangement. The royal
Considering the naming of building
residence quarters stand in the middle of the
types and their structural configurations, we
complex with outer courtyards are situated
may understand that a pavilion is complete
on both ends of the axis. Two transitionary
in itself so that it can be conceived and
courtyards are located in between the outer
constructed as a freestanding structure.
and the central courtyards.

A single structure house is common for


Buildings are distributed in these
a simple dwelling, usually with limasan or
courtyards. Two or more commonly one
kampung type. In this case, one structure
pendopo-like buildings is found in the
embodies the whole quality, form and
middle of a courtyard, as it becomes the
function necessary for a complete house.
centerpiece of the open space. Lesser
The omah mburi, in an elaborate house, if
buildings are situated along the perimeter of
detached can be understood as a
each courtyard. A roofed gate connects two
comprehensive entity with its internal
adjacent courtyards. Along the primary axis
spatial division.
of the Kraton running north-south there are

A noble residence, however, as it is seven roofed gates.

often considered as the Javanese house par


excellence is built with a number of PETUNGAN IN KRATON BUILDINGS:
structures. Pandopo and omah mburi, two FREESTANDING HALLS
primary elements constituting a house
With such complex and multi-level
standing in the middle of the land.
spatial organization in Kraton, it is not easy
Kraton, or the Sultan’s kingly to designate which pavilion stands as
residence, poses a certain notion of element pendopo or which gate is considered the
and totality. In total, more than a hundred most important in connecting the inside and
pavilion are found in the Kraton of outside realms.
Yogyakarta. Even though conceived as
Two question arise concerning the
residence of the ruling Sultan’s nuclear
application of petungan in a Kraton
family, the entire complex of the Kraton is
building. The first question is related with
more like an urban compound or
the apllication of petungan method in
neighborhood rather than a single unit of
freestanding buildings Even though they
dwelling.
look like pendopo being halls with no walls,
but they are not associated with any dalem

Page 236 of 278


or omah buri. A building is a pendopo when To compare with another pendopo like
it stands in relation with an omah mburi. building, we may observe Bangsal Witana
The second question is related with regol or standing in the middle of Siti Hinggil Ler
roofed gate. A gate is a connector between (northern elevated ground) courtyard.
the inner and outer domain of a house. When
The numbers of rafters in Bangsal
a house has series of courtyard, and series of
Witana are:
regol, then should all of them have the same
reminder number? The first level of roof (brunjung): 76
pieces (reminder 1 or Sri)
The number of rafters can be
thoroughly observed and documented during The second level of roof (penanggap):
the reconstruction of Bangsal Trajumas 132 pieces (reminder 2 or Kitri)
totally collapsed during the eartquake in
2006. This pendopo like hall stands in the Total number of rafters: 208 (reminder 3

Srimanganti courtyard to the east of or gana)

Srimanganti Hall After meticulous


calculations, the archeological team Javanese building treatises do not
reconstructing Bangsal Trajumas decided mention the method in counting the rafters,
that the number of rafters for each layer of whether they shoud be reckoned layer by
this building should follows the layer, or in the total number of rafters. These
archaelogical evidence ofthe older building, two halls show different result when we
though it is different from the collapsed employ different method of reckoning.
building.
These two cases revealed that in terms
The numbers of rafters in Bangsal of the reminders of the total number of
Trajumas are: rafters these two halls differ. Bangsal
Trajumas has 5 as reminder or pokah, while
The first level of roof (brunjung): 66
Bangsal Witana has 3 as reminder or gana.
pieces (reminder 1 or Sri)
Two upper layers of roofs in both halls
The second level of roof (penanggap):
are reckoned as Sri and Kitri appropriate for
112 pieces (reminder 2 or Kitri)
dalem and pendopo in a Javanese noble
The third level of roof (penitih): 112 house. Pendopo and dalem, in many noble
pieces (reminder 2 or Kitri) residences, are two most important
pavilions. Being the central building in its
Total number of rafters: 290 (reminder 5 associated courtyard, Bangsal Trajumas or
or pokah) Bangsal Witana embodies the attribute of Sri

Page 237 of 278


and Kitri because they represent both PETUNGAN IN KRATON BUILDINGS:
pendopo and dalem. ROOFED GATES

The result of the reckoning of total Along the north-south axis of the
number of rafters in Bangsal Trajumas is 0 Kraton, there are six roofed gates (regol).
or pokah. In Serat Kawruh Griya, it is From the north side, the name of these regol
considered appropriate for granary. The are: Brajanala, Srimanganti, Danapratapa,
author interpret this association because of Kemagangan, Gadhung Mlathi and
its fullnest with goods and because of its Kemandhungan. All of these gates are
simplicity. Both ideas are not easy to covered with single level limasan shaped
associate with Trajumas since this building roof, and reinforced with exposed radiant
has no particular puroses. However, in the rafters. The number of the rafters and the
symbolic aspect of Trajumas is profound. Its result of the petungan are as follows:
name means “golden scale” symbolizing
justice. It is understandable then if gana is
Name of Number
Reminder Attribute
related with granary as the grain should be Gate of rafters

distributed in certain fair portion between Brajanala 61 1 Sri


the owner of the field and the sharecroppers. Srimanga
64 4 Liyu
nti
Justice for the farmer is well expressed in
Danaprata
the proportional distribution of grain after 64 4 Liyu
pa
harvest. Kemagang
72 4 Liyu
an
In Bangsal Witana, the number is 3 or Gadhung
62 2 Kitri
Mlathi
gana. Kawruh Griya considers this
Kemandh
appropriate for mosque or prayer house. It is 64 4 Liyu
ungan
a common practice in Java to build a
mosque and prayer house in tajug-shaped
Most of the gates (4 out of 6) have
building. Bangsal Witana also has tajug
Liyu as the reminders. This attribute comply
shape. Moreover, a mosque is a sacred
with the formulation in Kawruh Griya, that a
building and Bangsal WItana is also a place
gate should have the reminder 4.The
to store sacred heirlooms temporarily
attribute of Liyu is associated with withered
during the most solemn royal celebration
leaf or listless body. This notion is
like the inauguration of a Sultan.
designated to the outsider willing to enter
the domain where the power of the owner of
the house prevails.

Page 238 of 278


The attribute of Sri in Brajanala gate is Constsing a great number of buildings
understandable if it is associated with the composed in complex multi-level
inner house or dalem. To enter the inner arrangement we need to deploy different
domain of the Kraton, one should pass two strategies in associating the number with the
more gates after Brajanala, namely values of the building. Considering in detail
Srimanganti and Danapratapa gates. The the numerical aspects of some freestanding
association with dalem being the heart of the buildings and gates in the Kraton, we may
house only thinly related with the name of understand the complexity of the numeric
the gate as Braja+Nala, meaning the reckoning result and its symbolic association
sharpened heart denoting the affinity with as they may relate with the values in variety
the inside. of ways. Historical and semiotic
associations are among the alternative
Gadhung Mlathi has the attibute of
strategies to interpret such values.
Kitri. Commonly Kitri is the attribute of
pendopo being the front and open portion of REFERENCES
the house. This regol, however is situated at
Indrasana, Wahyu (n.d.) “Kajian
the rear portion of the Kraton. Kitri then Perhitungan Jawa terhadap Rencana
should be read in association with its Usuk Bangsal Trajumas”, unpublished
studies.
meaning as “fruit bearing tree”, as it is
commonly found in a garden or orchard. In Prijotomo, Josef (1995) Petungan: Sistem
Ukuran dalam Arsitektur Jawa.
the past, this gate is situated next to a canal
Yogyakarta: Gadjah Mada University
running east-west carrying the Sultan and Press.
his courtiers to Taman Sari to the west and
Robertson, Scott (2012) “Significant
Gedhong Pulo Arga to the east. Both Pavilions: The Traditional Javanese
complex are royal pleasure gardens with House as a Symbolic Terrain”.
Unpublished dissertation, University
many fruit trees as well as decorative plants. of New South Wales.

CONCLUSION Yuniarto, Dwi (2012) Kajian Filologi dan Isi


dalam Serat Kawruh Griya.
Unpublished undergraduate thesis.
Number as representation of divine
Universitas Negri Yogyakarta.
order is oneof the ways to achieve cosmic
harmony and auspicious conjunctions. These
symbolic values are very much important in
describing the Kraton of Yogyakarta.

Page 239 of 278


GEMPA DAN GERHANA DALAM TEKS SERAT PRIMBON PALINTANGAN PALINDHON
PAKEDUTAN

Ghis Nggar Dwiadmojo



Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta

ghisnggar@yahoo.com


Abstrak dan kejadian campuran. Gempa dan gerhana


yang terjadi pada 12 bulan Jawa dapat
Teks ini berjudul Serat Primbon Palintangan berdampak langsung pada manusia, mahkluk
Palindhon Pakedutan (selanjutnya disingkat hidup lain, dan alam. Ketiga, persamaan dari
Serat PPPP). Kode naskah yang memuat teks keseluruhan isi teks di atas adalah setiap
ini adalah Add 12311. Naskah Serat PPPP Add kejadian tidak dapat lepas dari konteks waktu.
12311 ini merupakan koleksi British Library. Dalam bahasa yang lebih sederhana
Berdasarkan identifikasi Ricklefs naskah ini keseluruhan isi teks Serat PPPP ini
termasuk salah satu naskah Jawa yang berasal mengatakan bahwa waktu adalah faktor yang
dari Istana (Kraton) Yogyakarta. Tujuan sangat penting yang mempengaruhi kehidupan
penelitian ini adalah (1) menjelaskan garis manusia dan alam. Hal ini berkaitan dengan
besar isi teks Serat PPPP, (2) menjelaskan kepercayaan masyarakat Jawa tentang mitologi
kejadian yang diisyaratkan oleh gempa dan waktu yang identik dengan sosok Bathara
gerhana dalam teks Serat PPPP, dan (3) Kala.
menjelaskan mitos tentang waktu dalam
masyarakat Jawa. Metode penelitian yang Kata Kunci:Gempa, Gerhana, Serat, Kraton
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yogyakarta
penelitian kajian naskah yang diadaptasi dari
metode penelitian filologi. Mula-mula langkah
penelitian dilakukan dengan transliterasi 303 Pendahuluan
halaman teks Serat PPPP dari aksara Jawa ke
aksara Latin. Langkah kedua adalah Pada 20 Maret 2018 Sri Sultan
terjemahan teks dari bahasa Jawa ke bahasa
Indonesia. Langkah ketiga adalah pembacaan Hamengkubuwono X, Gubernur Daerah
teks secara heuristik dan hermeneutik untuk Istimewa Yogyakarta, mengunjungi
sampai pada tujuan penelitian pertama dan Perpustakaan Inggris untuk meluncurkan
kedua. Selanjutnya untuk mencapai tujuan
penelitian yang ketiga, data mengenai proyek digitalisasi manuskrip Jawa yang
kepercayaan terhadap waktu dalam teks Serat berasal dari Yogyakarta. Dengan dukungan
PPPP ini dikolaborasikan dengan pendapat dan seorang dermawan bernama P. Lohia selama
hasil penelitian lain mengenai kepercayaan
orang Jawa terhadap mitologi waktu. Hasil 12 bulan ke depan 75 manuskrip Jawa dari
penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, Yogyakarta yang sekarang disimpan di
secara garis besar terdapat 81 isi teks Serat British Library akan didigitalkan dan akan
PPPP yang berkaitan dengan perhitungan
perbintangan, gempa, gerhana, kedutan, dan dapat diakses secara bebas melalui situs web
lain-lain. Kedua, gempa dan gerhana yang British Library’s Digitized Manuscripts
terjadi pada 12 bulan Jawa merupakan pertanda (dikutip dari https://blogs.bl.uk/asian-
kejadian baik, kejadian buruk, kejadian netral,
andafrican/javanese.html).
Page 240 of 278
Dari 75 naskah yang didigitalkan, 61 gempa dan gerhana dalam teks Serat PPPP,
di antaranya diambil oleh pasukan Inggris dan menjelaskan mitos tentang waktu dalam
setelah serangan bersenjata ke Istana masyarakat Jawa.
(Kraton) Yogyakarta pada bulan Juni 1812
Metode Penelitian dan Penelitian Terdahulu
di bawah pasukan yang dikomando oleh
Letnan-Gubernur Jenderal Thomas Stamford Data penelitian ini adalah data
Raffles, sembilan di antaranya dipercaya kualitatif. Data berupa teks beraksara Jawa
berasal dari Yogyakarta dan lima lainnya dan beraksara Arab Pegon berbahasa Jawa.
kemungkinan juga dari Yogyakarta. Ricklefs Metode yang digunakan dalam penelitian ini
telah mengidentifikasi total 83 manuskrip adalah metode penelitian kajian naskah yang
Jawa yang diyakini berasal dari Istana diadaptasi dari metode penelitian filologi.
Yogyakarta yang disimpan dalam empat Langkah-langkah penelitian tersebut adalah
koleksi publik di Inggris. Salah satu naskah (1) deskripsi teks, (2) transliterasi teks dari
yang masuk ke dalam daftar dari 83 aksara Jawa ke aksara Latin, (3) terjemahan
manuskrip yang diyakini oleh Ricklefs teks dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia,
berasal dari Istana Yogyakarta adalah naskah dan (4) analisis isi teks yang dilakukan
dengan kode Add 12311 ini (lihat https:// dengan metode pembacaan heuristik dan
blogs.bl.uk/files/yogya-mss-in-bl-from- hermeneutik untuk mencapai tujuan
rv.pdf). penelitian di pendahuluan di atas.

Naskah berkode Add 12311 ini Hartono dalam makalahnya berjudul


berjudul Serat Primbon Palintangan “Petung dalam Primbon Jawa” yang
Palindhon Pakedutan (selanjutnya disebut diterbitkan dalam Jurnal Litera FBS UNY
Serat PPPP). Kutipan di halaman 2 verso edisi Oktober tahun 2016 menyebutkan
berbunyi ‘punika wirasat lamun grahana penelitian-penelitian mengenai primbon di
wulan sami ...” Keseluruhan teks berjumlah antaranya adalah sebagai berikut. Almanak
136 halaman recto verso dalam aksara Jawa Gampang 1900-2000 oleh S. Resowidjojo
dan Arab (pegon). Halaman 271-286 dan (1959) membahas tentang isi Pawukon.
halaman 292-298 kosong. Digital teks Serat Primbon Djawa Pawukon (1966) oleh R.
PPPP ini dapat diakses melalui situs http:// Tanaja dan Sindhunata (2004) membahas
www.bl.uk/manuscripts/ Viewer.aspx? tentang isi Pawukon beserta gambarnya.
ref=add_ms_12311_f101v&fbclid=IwAR12 “Sistem Penanggalan Sultan Agung” oleh
OiiU06BRD3XtvGasTq9jgpq5OdbBLY8PSzZ Marsono (2004) membahas pawukon secara
F4IC7DP3vKL6vGl3xU. Tujuan penelitian umum. Djanuadji (2002) dalam bukunya
ini adalah mendeskripsikan secara garis “Primbon (empat macam petung)”
besar isi teks Serat PPPP, menjelaskan membahas empat macam petung, yaitu
kejadian-kejadian yang diisyaratkan oleh
Page 241 of 278
mendirikan rumah, pindahan rumah, Kata palintangan jika diterjemahkan
berumah tangga, dan selamatan orang ke dalam bahasa Indonesia berarti
meninggal. Hadisiswaya (2011) dalam perbintangan. Poerwadarinta (1939)
bukunya “Petungan Jawa, Memilih Cinta menjelaskan palintangan (ngelmu
dan Jodoh” membahas masalah mencari palintangan) berarti kawruh babagan
kesesuaian watak dan weton ‘hari kelahiran’, lintang-lintang atau pengetahuan mengenai
meraih keserasian pasangan dalam susah dan bintang-bintang. Niemann menyamakan
bahagia, petung menentukan hari baik istilah palintangan di naskah ini dengan
pernikahan, dan petung mendapatkan istilah astrologi dalam deskripsinya. Kata
kebahagiaan rumah tangga. Hadisiswaya astrologi secara bebas dapat diartikan
(2009) juga menulis “Primbon Usaha” yang sebagai ilmu tentang ilmu perbintangan yang
membahas usaha yang tepat dan cocok dipakai untuk meramal dan mengetahui
melalui hitungan hari kelahiran, watak, dan nasib orang.
keharmonisan antara diri dengan alam
Dalam bahasa Jawa yang lebih populer
semesta. Buku lain yang membahas primbon
huruf ḍ (dengan titik bawah) dapat ditulis
adalah Serat Centhini yang ditulis oleh
dengan dh, maka kata palinḍon dapat diganti
Suhatmaka, R.M.A, (1981).
menjadi palindhon. Palindhon berasal dari
Isi Teks Serat PPPP kata dasar lindhu. Lindhu artinya genjoting
bumi (marga dayaning gunung geni,
Judul Teks ini adalah Serat Primbon
longsoring lapisan bumi, lsp.)
Palintangan Palinḍon Pakeḍutan. A text on
(Poerwadarminta, 1939). Terjemahan lindhu
physiognomy, astrology, etc. described in
dalam bahasa Indonesia adalah gempa.
Niemann, 1870 (Ricklefs dan Voorhoeve,
Pa+lindhu+an yang kemudian menjadi
1977: 48). Kata primbon berarti perhitungan
palindhon berarti hal-hal mengenai lindhu
(Poerwadarminta, 1939). Dalam Kamus
atau hal-hal mengenai gempa.
Besar Bahasa Indonesia (2003) primbon
berarti kitab berisi ramalan (perhitungan Kata pakedhutan (pakeḍutan) berasal
hari baik, hari nahas, dan sebagainya); buku dari kata dasar kedhut yang artinya kandel
yang menghimpun berbagai pengetahuan lan wuled (tumrap jarit, bakal)
kejawaan, berisi rumus ilmu gaib (rajah, (Poerwadarminta, 1939) ‘tebal dan tidak
mantra, doa, tafsir mimpi), sistem bilangan mudah sobek untuk menunjukkan jarit’. Arti
yang pelik untuk menghitung hari mujur kata ini jauh dari pengertian physiognomi,
untuk mengadakan selamatan, mendirikan yang artinya seni meramal dengan
rumah, memulai perjalanan, dan mengurus mengamati bentuk mata, hidung, gigi, dan
segala macam kegiatan yang penting, baik telinga, atau isi teks tentang gerak halus otot
bagi perorangan maupun masyarakat. tubuh sebagai pertanda kejadian tertentu.

Page 242 of 278


Jika yang dimaksud adalah pengertian di Teks disalin ke dalam bahasa Jawa
atas maka kata pakeḍutan seharusnya menggunakan aksara Jawa dan aksara Arab
pakedutan, dengan d tanpa titik bawah. Di Pegon. Berdasarkan goresan, bentuk aksara,
dalam teks Serat PPPP ini pakedutan disalin dan cara penulisan kata, aksara Jawa yang
menggunakan aksara Jawa dengan digunakan dalam penyalinan teks ini
menggunakan da bukan dha. terdapat dua jenis. Teks yang disalin
menggunakan aksara Arab Pegon hanya
Kata pakedutan berasal dari kata dasar
mempunyai satu corak. Jadi, setidaknya ada
kedut yang mendapat awalan pa- dan akhiran
tiga penyalin yang berkontribusi dalam
-an. Kedut artinya obahing urat ing daging
penyalinan teks ini. Dua penyalin menyalin
(sok dianggo sasmita ngalamating lelakon)
menggunakan aksara Jawa dan satu penyalin
(Poerwadarminta, 1939). Arti kata kedut di
dalam aksara Arab Pegon. Penyalin pertama,
atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa
yang menggunakan aksara, Jawa menyalin
Indonesia berarti gerakan halus urat daging
185 halaman. Penyalin kedua, yang juga
(sering dipakai sebagai pertanda apa yang
menggunakan aksara Jawa yang berbeda
akan terjadi). Pakedutan jika diterjemahkan
dengan penyalin pertama, menyalin 44
secara bebas berarti hal-hal mengenai
halaman. Penyalin ketiga, yang menyalin
gerakan halus urat-urat anggota badan.
dengan aksara Arab Pegon, menyalin 42
Physiognomi atau fisiognomi berasal dari
halaman.
kata fisiologi dan anatomi. Secara garis
besar fisiognomi berarti seni meramal Isi teks ini berkaitan dengan gempa,
dengan mengamati bentuk mata, hidung, gerhana, perhitungan, doa, mantra, jimat,
gigi, dan telinga. Dari informasi-informasi rajah, perbintangan, dan lain-lain. Secara
di atas koreksi yang benar untuk judul garis besar terdapat 81 isi teks ini. Isi teks
naskah ini adalah Serat Primbon ini adalah sebagai berikut.

Palintangan Palindhon Pakedutan.

Tabel 1. Isi Teks SeratPPPP

No. Isi Teks Keterangan Halaman


1. Doa Fitrah dan Niat Puasa Ramadan** 1
2. Keterangan berupa tulisan: Ini tentang 2
firasat gerhana bulan**
3. Hari-hari nahas dalam satu bulan** 5
4. Pertanda kejadian jika ada burung
gagak yang datang dari arah tertentu**
5. Perhitungan neptu hari dan pasaran** 6-9

Page 243 of 278


No. Isi Teks Keterangan Halaman
6. Cara menghitung neptu kelahiran 10
anak, pertanda, slametan, dan doa**
7. Cara menghitung (meramalkan) rejeki 11
orang dengan kurup**
8. Watak-watak tahun Jawa** 12
9. Suwuk (doa atau mantra) untuk 12-13
menanam padi pada bulan-bulan
Jawa**
10. Tanggal-tanggal baik untuk laku** 14
11. Laku keselamatan ketujuh hari**
12. Sangat (sa’at?) hari-hari** Sangat adalah pembagian waktu 15
dalam sehari, biasanya setiap
pembagian waktu diberi nama Nabi
atau Malaikat
13. Hari-hari yang baik untuk menanam, 16
jenis tanaman, dan doa menanam**
14. Ramalan nasib seseorang berdasarkan
waktu kelahiran dalam sehari**
15. Hari-hari dan arah bepergian** 17-22
16. Nama-nama 12 lintang manusia* Disertai penjelasan panjang lebar dan 23-64
terperinci mengenai peruntungan,
kesialan, sakit, setan pengganggu,
obat, jimat, rajah, dll.
17. Cara menghitung lintang seseorang* 65
18. Tanggal nahas setiap bulan* 65-66
19. Waktu-waktu nahas para nabi* 67-68
20. Kejadian-kejadian jika mengumpulkan 68-69
anak pada bulan-bulan Jawa*
21. Kebaikan dan keburukan yang terjadi 70-94
dalam 30 hari*
22. Kejadian-kejadian yang diisyaratkan 95-97
oleh gempa yang terjadi pada bulan-
bulan Jawa*
23. Kejadian-kejadian yang diisyaratkan 98-100
oleh gerhana yang terjadi pada bulan-
bulan Jawa*

Page 244 of 278


No. Isi Teks Keterangan Halaman
24. Pasahowaning seoranglaki-laki yang Menghitung neptu, peruntungan, 101-109
menikah* kesialan orang yang menikah sesuai
dengan neptunya
25. Kejadian-kejadian jika pindah rumah 109-110
pada bulan-bulan Jawa*
26. Tanggal nahas setiap bulan* 111
27. Waktu-waktu nahas mulai Senin 112
sampai Sabtu*
28. Pertanda kedutandi bagian-bagian 113-120
tubuh*
29. Sedekah untuk menyembuhkan 121
penyakit anak berdasarkan hari
lahirnya (Minggu sampai Sabtu) *
30. Hal-hal yang perlu dilakukan jika 122-124
hendak bepergian ada pasaran-
pasaran*
31. Dhandhanggula Kidung Rumeksa ing
Wengi*
32. Tanggal-tanggal nahas (kesialan) para 125-126
nabi**
33. Lanjutan kidung rumeksa ing wengi* Jika kidung ini dibaca maka musuh 127-136
dalam peperangan tidak akan berani
34. Kidung rumeksa ing wengi untuk
pertanian*
35. Cerita sejarah Nabi Muhammad berisi Jika membaca kisah ini akan 137-139
silsilah Nabi Muhammad ke atas dimasukkan ke dalam surga secara
sampai Nabi Adam* cuma-cuma
36. Pupuh Asmarandana berisi Silsilah Dari Rasulullah SAW: barang siapa 140-145
Nabi Adam* menulis, membaca, dan mendengarkan
ini maka akan mendapat banyak
berkah dan karamah, jika masuk
neraka maka akan diangkat karena aku
37. Silsilah Rasulullah, Fatimah, ke bawah 146-147
sampai Den Mipat ing Pugeran ing
Garobogan*

Page 245 of 278


No. Isi Teks Keterangan Halaman
38. Sangat setiap hari mulai tanggal 1 Sangat adalah pembagian waktu 148-156
sampai 30* dalam sehari, biasanya setiap
pembagian waktu diberi nama Nabi
atau Malaikat
39. Tanggal-tanggal nahas setiap bulan 157
Jawa*
40. Neptu hari dan pasaran* 158-159
41. Neptu tahun-tahun Jawa* 160
42. Neptu bulan-bulan Jawa* 161
43. Neptu hari-hari**
44. Pasaran dan cara menghitung neptu** 162
45. Nama-nama istri dan dan anak-anak 163
Rasulullah*
46. Silsilah Rasulullah ke bawah, nama- 164-166
nama anak-anak dan istri-istri anak-
anaknya*
47. Dhandhang* Tembang Dhandhanggula berisi 167-170
nasihat dan doa agar mendapat berkah
dari Allah. Ditutup dengan nasihat
agar berzakat jika pulang dari sawah
48. Tafsir mimpi* 171-179
49. Penolak kenahasan di dunia* 180-181
50. Pupuh dhandhangminangsi* Berisi neptu hari-hari dan cara 182-186
menghitung neptu
51. Tanggal-tanggal nahas bulan-bulan 187-188
Jawa*
52. Pupuh Rondha Kesmaran* Berisi puji-pujian kepada Allah, iman 189-201
dan tauhid, keterangan shalat, niat
kepada Allah, kekasih Hyang Agung,
ngelmu sejati, dan rijali.
53. Rijal pada bulan-bulan Jawa** Rijal berarti suara ramai yang 201
terdengar pada malam hari
54. Kelakuan naga dinapada hari-hari 202
tertentu**
55. Jalan naga dina pada hari-hari 203
tertentu*

Page 246 of 278


No. Isi Teks Keterangan Halaman
Jalan naga sasi* Setahun berjalan empat kali pada
empat bulan Jawa
56. Gambar naga dan keterangan 204
57. Tingkah rijal dalam 7 hari* 205-206
58. Tingkah mengetahui rijal padi*
59. Yang menjaga dunia siang dan
malam*
60. Waktu nahas hari-hari* 207
61. Watak tanggal-tanggal dalam satu 208
bulan*
62. Arah-arah yang baik dan buruk jika 209
hendak bepergian pada
pasarantertentu*
63. Gara-gara tahun Jawa* 209-213
64. Petungan bulan-bulan Jawa** 213
65. Laku pada tanggal-tanggal tertentu** 214-216
66. Syarat yang perlu dilakukan jika pergi 217-218
atau bertandang pada bulan-bulan
Jawa**
67. Petangan kala biru** Posisi-posisi dewa pada pasaran, 219
misalnya pada pasaran Kliwon Sri ada
di tengah, Surya di timur, Brama di
barat, dst.
68. Kala dalam 5 hari (pasaran) dan 7 220
hari**
69. Cara menghitung neptu dengan aksara 221-223
Jawa**
70. Petunjuk jika ada orang yang bertanya
ke mana arah orang yang melarikan
diri**
71. Jika ada orang yang bertanya tentang 224-227
arah orang yang melarikan diri***
72. Sangkal bolong*** Untuk solusi atas masalah yang 228
ditanyakan
73. Sangat Allah menurunkan rahmat dan 229-232
bencana***

Page 247 of 278


No. Isi Teks Keterangan Halaman
74. Pertemuan sestera laki-laki dan 233
perempuan***
75. Yang perlu diikuti untuk pelayaran*** 234-235
76. Tulisan dalam lontar untuk yang akan 236-240
menikah***
77. Takbir kekedut*** 241-246
78. Takbir mimpi*** 247-265
79. Cerita dari sahabat Ali yang 266-286
menceritakan petunjuk Rasulullah
mengenai kejadian yang diisyaratkan
oleh kemunculan lintang pada arah
tertentu***
80. Nama-nama makluk halus yang 287-299
mendiami daerah-daerah di Jawa**
81. Pertanda-pertanda atau kejadian yang 300
terjadi pada bulan-bulan Jawa**
Keterangan: kemudian menjadi frasa ‘gempa bumi’.
1. Teks dengan tanda (*) disalin oleh Frasa ‘gempa bumi’ dalam bahasa Indonesia
penyalin pertama. ini kemungkinan adalah hasil terjemahan
2. Teks dengan tanda (**) disalin oleh dari bahasa Inggris earth quake.

penyalin kedua.
Berdasarkan pendapat para ahli seperti
3. Teks dengan tanda (***) disalin oleh
Bayong (2006: 12), Howel dalam Agung
penyalin ketiga. Mulyo (2004), dan Katili (1975) dapat
dijelaskan bahwa gempa bumi adalah
Gempa dan Gerhana dalam Teks Serat getaran, serentetan getaran, atau sentakan
PPPP pada kulit bumi yang sifatnya tidak abadi
dan menyebar ke segala arah. Yang paling
Gempa
sering terjadi gempa bumi yang disebabkan
Dari bagian-bagian teks di atas oleh pergerakan lempeng bumi disebut
penelitian ini dibatasi pada gempa dan gempa tektonik dan gempa yang disebabkan
gerhana yang ada dalam teks Serat PPPP. oleh letusan gunung berapi disebut gempa
Dalam teks ini gempa dan gerhana yang vulkanik. Selain itu, Nandi (2006) juga
terjadi pada waktu-waktu tertentu menyebutkan bahwa ada gempa bumi yang
mengisyaratkan kejadian-kejadian tertentu. disebabkan oleh runtuhan lubang-lubang
Kata‘gempa’ sering diikuti kata ‘bumi’ yang

Page 248 of 278


interior bumi (seperti longsoran dinding tertentu dan pertanda yang diisyaratkan oleh
goa) dan tabrakan benda langit atau meteor. kejadian gempa pada waktu-waktu tertentu
tersebut. Waktu-waktu yang dimaksud
Berikut isi teks Serat PPPP tentang
adalah bulan-bulan Jawa. Bagian teks ini
gempa yang terjadi pada waktu-waktu
terdapat pada halaman 95 sampai 98.


Tabel 2. Gempa dalam Teks Serat PPPP

No. Suntingan Terjemahan


1. Yen lindhu Wulan Muharam ngalamat Jika gempa pada Bulan Muharam pertanda
kathah wong prihatin yen wengine kathah akan banyak orang susah, jika malam hari
wong nastapa tur larang pangan. banyak orang sedih, dan makanan sulit
didapatkan
2. Yen lindhu ing Wulan Safar ngalamat, Jika gempa pada Bulan Safar pertanda
kathah wong ngalih saking pranahe, akan banyak orang pindah dari tempat
sabab malarat, yen wengine sato kathah tinggalnya karena kemiskinan, jika malam
waras. hari hewan-hewan banyak yang sehat.
3. Yen lindhu Wulan Rabiyullawal ngalamat Jika gempa pada Bulan Rabi’ulawal
kathah wong aniaya sapepadhane wong pertanda akan banyak orang menganiaya
Islam, lan akeh wong ala tindak tanduke, sesama orang Islam, dan banyak orang
yen wengine sagara agung ombak gedhe buruk perbuatannya, jika malam hari
lan angin adras atis sanget. lautan berombak besar dan angin bertiup
dingin sekali.
4. Yen lindhu Wulan Rabiyulahir ngalamat Jika gempa pada Bulan Rabi’ulakhir
kathah wong mati satron, yen wengine pertanda akan banyak orang meninggal
tulus palawija sumber ana gedhe. (karena) bermusuhan, jika malam hari
palawija akan lestari dan sumber (air)
menjadi besar.
5. Yen lindhu Wulan Jumadilawal ngalamat Jika gempa pada Bulan Jumadilawal
kathah mungsuh perang, yen wengine pertanda akan banyak musuh perang, jika
panas banget wowohan kathah runtuh. malam hari panas sekali maka tumbuh-
tumbuhan banyak yang runtuh.
6. Yen lindhu Wulan Jumadilahir ngalamat Jika gempa pada Bulan Jumadilakhir
sato kathah gering sumber suda, yen pertanda akan banyak hewan sakit,
wengine kathah wong kelaran kathah sumber (air) berkurang, jika malam hari
wong mati. banyak orang sakit banyak orang mati.
7. Yen lindhu Wulan Rejab ngalamat kathah Jika gempa pada Bulan Rajab pertanda
belahi, kathah lara, yen wengine kathah akan banyak kecelakaan, banyak penyakit,
perang ing jro desa kathah wong sesatron. jika malam banyak perang di dalam desa
banyak orang saling bermusuhan.

Page 249 of 278


No. Suntingan Terjemahan
8. Yen lindhu Wulan Saban ngalamat kathah Jika gempa pada Bulan Saban pertanda
wong mati, wowohan suda, pangulune akan banyak orang mati, buah-buahan
suker rare cili akeh mati, yen wengine berkurang, penghulu kesusahan anak kecil
kathah wong pahes manahe, beras pari banyak yang mati, jika malam banyak
murah. orang bersolek hatinya, beras padi murah.
9. Yen lindhu Wulan Remelan ngalamat Jika gempa pada Bulan Ramelan pertanda
kathah wong sawala, yen wengine kathah akan banyak orang bertengkar, jika malam
wong ngalih saking nggone. banyak orang pindah dari tempatnya.
10. Yen lindhu Wulan Sawal ngalamat kathah Jika gempa pada Bulan Sawal pertanda
wong nalongsa, kathah wong nggawe akan banyak orang nelangsa, banyak
becik padha sinalinan lan akeh lara, yen orang baik berubah (menjadi orang buruk)
wengine kathah wong sawala peperangan. dan banyak orang sakit, jika malam hari
banyak orang bertengkar (sampai)
peperangan.
11. Yen lindhu Wulan Dulkangidah ngalamat Jika gempa pada Bulan Dulkangidah akan
kathah panggawe masiyat sabab arebut banyak perbuatan maksiyat karena berebut
kagungan yen wengine kathah wong kekayaan, jika malam banyak orang
ngalih saka nggone. pindah dari tempatnya.
12. Yen lindhu Sasi Dulkijah ngalamat kathah Jika gempa pada Bulan Dulkijah pertanda
wong luwe akeh wong prihatin lan akeh akan banyak orang kelaparan banyak
wong mati, yen wengine akeh desa rame orang prihatin dan banyak orang mati, jika
padha rusak udan adres beras pari murah malam banyak desa yang ramai rusak
lan akeh kabecikan salamet. semua, hujan deras, beras padi murah dan
banyak kebaikan, selamat

Gempa yang terjadi pada bulan-bulan gempa yang terjadi siang hari, gempa yang
Jawa di atas mengisyaratkan kejadian- terjadi pada malam hari pada 12 bulan Jawa
kejadian tertentu. Kejadian yang dapat merupakan pertanda kejadian baik,
diisyaratkan adanya gempa pada setiap pertanda kejadian buruk, pertanda kejadian
bulan dibedakan waktu terjadinya, yaitu netral, dan pertanda kejadian campuran.
siang atau malam. Misalnya, kejadian yang
Gempa yang terjadi pada malam hari
diisyaratkan adanya gempa yang terjadi pada
pada tiga bulan Jawa memberikan pertanda
siang hari Bulan Safar akan berbeda dengan
baik, misalnya hewan akan sehat(Safar),
kejadian yang diisyaratkan adanya gempa
palawija lestari; sumber air besar
yang terjadi pada malam hari bulan yang
(Rabiulakhir), dan banyak orang bersolek
sama.
hati; beras padi murah (Saban). Gempa yang
Semua gempa yang terjadi pada 12 terjadi pada malam hari pada enam bulan
bulan pada siang hari adalah pertanda akan Jawa adalah pertanda kejadian buruk.
terjadinya kejadian buruk. Tidak seperti Kejadian-kejadian buruk tersebut misalnya
Page 250 of 278
makanan sulit didapat (Muharam), ombak misalnya hewan (Safar), ombak angin
besar; angin dingin (Rabiulawal), tumbuhan (Rabiulawal), palawija dan sumber air
banyak yang runtuh (Jumadilawal), orang (Rabiulakhir), tumbuh-tumbuhan
banyak yang sakit dan mati (Jumadilakhir), (Jumadilawal), dan hujan dan padi
terjadi peperangan di desa; orang (Dulhijah).Gempa yang terjadi pada malam
bermusuhan (Rejeb), dan orang bertengkar: hari pada Bulan Saban merupakan pertanda
berperang (Sawal). Gempa yang terjadi pada kejadian yang berdampak campuran pada
malam hari pada dua bulan Jawa merupakan manusia dan lingkungan.
pertanda kejadian netral, yaitu orang pindah
Gerhana
dari tempatnya (Ramelan dan Dulkangidah).
Gempa yang terjadi pada malam hari pada Gerhana berarti suatu kejadian
Bulan Dulhijah adalah pertanda campuran tertutupnya sumber cahaya oleh benda lain
akan terjadinya kejadian baik dan buruk (Susiknan Azhari, 2008: 471). Pendapat lain
yaitu desa akan rusak dan hujan deras, tapi menyatakan bahwa gerhana adalah
di sisi lain juga akan murah pangan, banyak fenomena tertutupnya arah pandang
kebaikan, dan keselamatan. pengamatan benda langit oleh benda langit
lainnya yang lebih dekat dengan pengamat
Gempa yang terjadi siang hari pada 11
(Slamet Hambali, 2012: 228). Sedangkan
bulan Jawa berdampak langsung pada
Dendy Sugono (2008: 471) berpendapat
manusia. Gempa yang terjadi pada siang hari
bahwa gerhana adalah berkurangnya
pada Bulan Jumadilakhir tidak berdampak
ketampakan benda atau hilangnya benda dari
langsung pada manusia tapi berdampak
pandangan sebagai akibat masuknya benda
langsung pada hewan dan sumber air.
itu ke dalam bayangan yang dibentuk oleh
Gempa yang terjadi pada malam hari benda lain. Dari pendapat-pendapat di atas
pada 12 bulan Jawa ada yang berdampak dapat dijelaskan bahwa gerhana adalah
langsung pada manusia, berdampak tertutupnya sebuah benda langit sebagai
langsung pada alam dan lingkungan, dan sumber cahaya oleh benda lain yang lebih
berdampak campuran. Gempa yang terjadi dekat dengan pengamat. Terlihat atau
pada malam hari pada enam bulan Jawa tertutupnya benda langit ini dilihat dari
berdampak langsung pada manusia. Bulan- sudut pandang pengamat. Hal ini disebabkan
bulan tersebut adalah Bulan Muharam, benda yang diamati masuk ke dalam
Bulan Jumadilakhir, Bulan Rejeb, Bulan bayangan yang dibentuk oleh benda lain.
Ramelan, Bulan Sawal, dan Bulan
Saat ini ada dua gerhana yang umum
Dulkangidah. Gempa yang terjadi pada
diketahui oleh masyarakat yaitu gerhana
malam hari pada lima bulan Jawa
bulan dan gerhana matahari. Tidak ada
berdampak pada alam dan lingkungan

Page 251 of 278


informasi di dalam teks mengenai gerhana gerhana pada waktu-waktu tertentu. Waktu-
manakah yang dimaksud, gerhana bulan atau waktu yang dimaksud adalah bulan-bulan
gerhana matahari. Berikut isi teks tentang Jawa. Bagian teks ini terdapat pada halaman
pertanda yang diisyaratkan oleh kejadanya 98 sampai 100.


Tabel 3. Gerhana dalam Teks Serat PPPP

No. Suntingan Terjemahan


1. Lamon grahana ing Wulan Muharam Jika gerhana pada Bulan Muharam
ngalamat wong sugih kathah waras wong pertanda akan banyak orang kaya yang
miskin sami waras beras pari murah. sehat, orang miskin sehat, beras dan padi
murah.
2. Yen grahana ing Wulan Safar ngalamat Jika gerhana pada Bulan Safar pertanda
cendhek jawuh, sagara agung, ombak akan segera turun hujan, lautan luas
ageng angin adras. berombak besar, angin bertiup kencang.
3. Ye n g r a h a n a Wu l a n R a b i y u l a w a l Jika gerhana pada Bulan Rabiul’awal
ngalamat wong agung kathah luwe wong pertanda akan banyak pembesar yang
cilik kathah mati, udan angin sanget. kelaparan, orang kecil banyak yang mati,
hujan angin kencang.
4. Yen grahana ing Wulan Rabiyillakir Jika gerhana pada Bulan Rabiulakhir
ngalamat kathah wong angalih saking pertanda akan banyak orang pindah dari
nggone wong miskin kangelan. tempatnya, orang miskin kesulitan.
5. Yen grahana ing Wulan Jumadilawal Jika gerhana pada Bulan Jumadilawal
ngalamat kathah kilat lan akeh marcu, pertanda akan banyak halilintar dan
udan adres lan akeh gelap lan akeh geger. banyak marcu,hujan deras dan kegelapan
dan banyak keributan.
6. Yen grahana ing Wulan Jumadillahir, Jika gerhana pada Bulan Jumadilakhir
ngalamat tulussaka palawija, wong pertanda akan lestari tumbuhan palawija,
dagang kathah teka, kathah wong orang dagang banyak (di)datangi, banyak
pakenak. orang yang merasa nyaman.
7. Yen grahana ing Wulan Rejeb ngalamat Jika gerhana pada Bulan Rajab pertanda
kathah wong luwe, kathah bilahi, pitenah. akan banyak orang kelaparan, banyak
yang celaka, fitnah.
8. Yen grahana ing Wulan Saban ngalamat Jika gerhana pada Bulan Saban pertanda
wong kathah papasiyan lan akeh akan banyak orang saling mengasihi dan
rakangating jagat lan akeh wong ngamuji banyak rakaat (sembah?) alam dan banyak
sukur ing Allah. orang mengucap syukur kepada Allah.
9. Yen grahana ing Wulan Ramelan Jika grahana pada Bulan Ramelan akan
ngalamat pailan banget lan akeh wong a d a p a c e k l i k d a n b a n y a k o r a n g
tumpur. (di)tumpas.
10. - -

Page 252 of 278


No. Suntingan Terjemahan
11. Yen grahana Wulan Dulkahidah ngalamat Jika gerhana pada Bulan Dulkaidah
bumi obah angin banget kakayon kathah pertanda bumi akan bergerak, angin besar
rubuh. sekali, banyak pepohonan akan rubuh
12. Yen grahana ing Wulan Dulkhijah Jika gerhana pada Bulan Dulhijah
ngalamat ahir jaman. pertanda akhir zaman.

Teks ini hanya berisi sebelas kejadian- Gerhana yang terjadi pada kesebelas
kejadian yang diisyaratkan oleh gerhana bulan Jawa ada yang merupakan pertanda
yang terjadi pada sebelas bulan Jawa. Tidak kejadian yang berdampak langsung kepada
ada informasi mengenai gerhana yang terjadi manusia, berdampak langsung kepada alam,
pada Bulan Sawal dan kejadian apa yang dan berdampak campuran kepada alam dan
diisyaratkan oleh gerhana yang terjadi pada manusia. Gerhana yang terjadi pada lima
bulan tersebut. Gerhana yang terjadi pada bulan Jawa adalah pertanda kejadian yang
bulan-bulan Jawa ada yang merupakan berdampak langsung kepada manusia.
pertanda kejadian baik dan pertanda Bulan-bulan tersebut adalah Muharam,
kejadian buruk. Rabiulawal, Rabiulakhir, Rejeb, dan Saban.
Gerhana yang terjadi pada 3 bulan Jawa
Gerhana yang terjadi pada tiga bulan
adalah pertanda kejadian yang berdampak
Jawa merupakan pertanda baik misalnya
langsung kepada alam misalnya hujan;
orang kaya dan miskin akan sehat; beras
ombak; dan angin (Safar), halilintar; marcu;
padi murah (Muharam), palawija akan
hujan ribut(Jumadilawal), dan bumi; angin;
lestari; pedagang banyak yang didatangi;
pohon (Dulkangidah). Gerhana yang terjadi
orang merasa nyaman (Jumadilakhir), dan
pada 3 bulan Jawa adalah pertanda kejadian
orang saling mengasihi; banyak orang
yang berdampak campuran yaitu berdampak
bersyukur kepada Allah (Saban). Gerhana
pada manusia dan pada alam, misalnya
yang terjadi pada delapan bulan Jawa
palawija lestari; pedagang banyak didatangi;
merupakan pertanda kejadian buruk
dan orang merasa nyaman (Jumadilakhir),
misalnya kelaparan kematian; angin besar
paceklik dan orang banyak ditumpas
(Safar), kelaparan dan bencana
(Ramelan), dan akhir zaman (Dulhijah).
(Rabiulawal), kepindahan dan kesulitan
(Rabiulakhir), halilintar; hujan; dan Kesamaan dari keseluruhan isi teks di
keributan (Jumadilawal), kelaparan; celaka; atas adalah setiap kejadian tidak dapat lepas
dan fitnah (Rejeb), paceklik dan dari konteks waktu. Kejadian-kejadian pada
penumpasan manusia (Ramelan), bumi waktu-waktu tertentu merupakan pertanda
bergoncang; angin besar; pohon rubuh akan terjadinya kejadian lainnya. Dalam
(Dulkangidah), dan akhir zaman (Dulhijah). bahasa yang lebih sederhana keseluruhan isi

Page 253 of 278


teks Serat PPPP di atas seolah mengatakan sampai yuga (siklus perkembangan zaman)
bahwa waktu adalah faktor yang sangat (Tegtus Santoso, 2015).
penting yang mempengaruhi kehidupan alam
Mitologi waktu yang sakral dan
dan manusia.
arkhais berhubungan dengan masyaratkat
Mitos tentang Waktu tradisional dan primordial. Secara panjang
lebar dijelaskan oleh Mircea Eliade dalam
Dalam alam pikiran masyarakat
Sindhunata (2003, 25) seperti di bawah ini.
Jawa, waktu adalah tatanan yang berada di
luar semua hal [...] terdapat suatu waktu Dalam masyarakat arkhais, waktu
yang asali dan primordial, dan semua waktu pasti terkait dengan mitos dan hanya
berakar pada waktu asali itu, serta dapat diterangkan dengan mitos. Dengan
(masyarakat) mendapatkan identitas dan mengamati mitos kita dapat memahami
mutunya di sana (Teguh Santoso, 2015). struktur waktu mereka. Banyak pemikir
Masyarakat Jawa mengenal tokoh mitologi modern setuju bahwa mitos purba
Batara Kala. Ngakan Putu Putra dalam biasanya berhubungan dengan suatu
diskusi peluncuran buku “Manusia Tattwa” kejadian yang terjadi in principio, awali,
di Yogyakarta pada Desember 2018 primordial, atemporal, kejadian
menjelaskan bahwa orang Jawa terobsesi sesungguhnya terjadi sebagai a sacred
dengan sosok Buta Kala atau Bethara Kala. time, waktu yang suci. Waktu yang sakral
Jika di India Kala itu merupakan bagian dari dan mistis ini berbeda dengan waktu
tubuh manusia, tidak diwujudkan atau yang profan, waktu hidup kita sehari-
divisualisasikan, maka di Jawa Kala hari, yang sambung-menyambung dan
diwujudkan atau divisualisasikan menjadi tidak sakral. Dengan menceritakan
suatu sosok. Kala mempunyai bentuk, sebuah mitos awali, manusia
mempunyai raga, ia menjadi tokoh utama mengaktualisasikan kembali waktu yang
dalam cerita-cerita Jawa. sakral, seperti yang pada awal terjadi, di
mana terjadi peristiwa yang ingin
Frasa ‘Batara Kala’ merupakan
diperingati. Itulah sebabnya mengapa
bahasa simbol. Frasa ‘Bathara Kala’
dalam masyarakat tradisional, mitos
mempunyai makna semantis leksikal dan
tidak diceritakan pada waktu yang
semantis kultural. Makna semantis leksikal
sembarang dan sesuka hati. Mitos
kata ‘Bathara Kala’ adalah Dewa Waktu,
dihadirkan kembali biasanya pada saat-
maksudnya dewa penguasa waktu. Waktu
saat tertentu saja, mislanya pada musim
(kala) adalah Bathara Kala yang menguasai
yang dianggap suci, diiringi dengan ritus
kesatuan-kesatuan waktu mulai dari jam
dan dilaksanakan di tempat yang
dianggap keramat.

Page 254 of 278


Dari informasi di atas dapat sebagai ‘a character of social reality’, tidak
dijelaskan bahwa waktu-waktu yang juga memperkuat atau menegakkan nilai-
ditunjukkan dalam teks ini merupakan nilai moral atau memotivasi perilaku
bagian dari mitos. Bagi masyarakat profan, manusia.
mitos tidak lebih dari omong kosong orang-
Dalam kaitannya dengan pertanda
orang yang melantur. Namun bagi
gempa dan gerhana dalam teks Serat PPPP
masyarakat arkhais, mitos tentang waktu
ini, waktu-waktu terjadinya gempa dan
adalah sesuatu yang suci, ia hanya dapat
gerhana yang mengisyaratkan kejadian
dijelaskan lewat mitos juga.
tertentu dapat digolongkan menjadi mitos
Kata mitos yang dalam bahasa atau cerita rakyat. Ketika masyarakat masih
Inggris myth berasal dari bahasa Latin mempercayainya sebagai sebuah kebenaran
mythus atau dari bahasa Yunani kuno mythos maka dia termasuk mitos tetapi ketika
atau muthos yang bermakna cerita atau fabel terjadi perubahan cara berpikir masyarakat
(dongeng). Istilah mitos ini dalam bahasa menjadi lebih rasional, kepercayaan itu akan
kita sehari-hari mengandung makna luntur, dan mitos tersebut pada akhirnya
kepalsuan atau sesuatu yang bersifat hanya menjadi cerita pengantar tidur.
khayali. Menurut Nurcholis Madjid (2000) Perubahan cara pikir ini disebabkan oleh
penyebutan tentang sesuatu hal yang berbagai faktor, salah satunya adalah
dianggap sebagai mitos akan pendidikan. Pendapat mengenai perubahan
mengisyaratkan perendahan nilainya cara pikir masyarakat yang mempengaruhi
sehingga tidak perlu dipertahankan. Dalam persepsi terhadap mitos ini diperkuat oleh
pengertian ini, mitos menurutnya semakna Achadiati Ikram dalam wawancara dengan
dengan tahayul (dari bahasa Arab takhayul, redaksi Media Pendar Pena yang dimuat
yang berarti pengkhayalan), dongeng atau dalam Media Pendar Pena Vol 2 No 4 Maret
superstisi (Nurcholis Madjid 2000: 174). 2009.

Ada perbedaan antara mitos dan Simpulan


folktales atau cerita rakyat. Bidney (1976:
Secara garis besar terdapat 81 isi teks
290) dalam Ayatullah Humaeni (2012: 166)
Serat PPPP yang berkaitan dengan
menjelaskan perbedaan di antara keduanya
perhitungan, perbintangan, gempa, gerhana,
adalah mitos digunakan secara serius oleh
kedutan. Gempa yang terjadi pada 12 bulan
masyarakat yang meyakininya sedangkan
Jawa terbagi menjadi gempa yang terjadi
cerita rakyat tidak ditanggapi secara serius
pada siang hari dan malam hari. Hampir
dan dianggap hanya sekedar untuk hiburan
semua gempa yang terjadi pada siang hari
semata atau dongeng pengantar tidur. Tanpa
pada 12 bulan Jawa mengisyaratkan
kepercayaan, mitos tidak dapat berfungsi

Page 255 of 278


kejadian-kejadian buruk dan gempa yang Bayong Tjasyono H.K. (2006). Ilmu
Kebumian dan Antariksa. Bandung: PT
terjadi pada malam hari pada 12 bulan Jawa
Remaja Rosdakarya – UPI.
mengisyaratakan kejadian baik, buruk,
Dendy Sugono (Pim. Red). (2008). Kamus
netral, dan campuran. Gempa yang terjadi
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
pada siang dan malam hari pada 12 bulan Bahasa.
Jawa ada yang berdampak langsung pada
Dewik TIS dkk. (2009).Media Pendar Pena
manusia, binatang, tumbuhan, dan alam. Vol 2 No 4 Maret 2009 – Mitos dan
Gerhana yang terjadi pada 12 Bulan Jawa Kearifan Lokal.

mengisyaratkan kejadian baik dan buruk. Hartono. (2016). Petung dalam Primbon
Gerhana yang terjadi pada 12 bulan adalah Jawa. Litera: Jurnal Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri
pertanda kejadian yang berdampak langsung Yogyakarta edisi Oktober tahun 2016.
pada manusia, hewan, tumbuhan, dan alam.
John A. Katili. (1975). Volcanism and Plate
Persamaan dari keseluruhan isi teks di atas tectonics in the Indonesian Island arcs.
adalah setiap kejadian tidak dapat lepas dari Tectonophys., v. 26., p 165-188. April
1975.
konteks waktu. Dalam bahasa yang lebih
sederhana keseluruhan isi teks Serat PPPP Nandi. (2006). Gempa Bumi. Handouts
Geologi Lingkungan Jurusan
iniseolah mengatakan bahwa waktu adalah Pendidikan Geografi, Fakultas
faktor yang sangat penting yang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia.
mempengaruhi kehidupan alam dan
manusia. Hal ini berkaitan dengan Ngakan Putu Putra. (2018). Makalah dalam
Diskusi Peluncuran Buku Manusia
kepercayaan masyarakat Jawa tentang
Tattwa di Yogyakarta Bulan Desember
mitologi waktu yang identik dengan sosok 2018.
Bathara Kala.
Nurcholis Madjid. (2000). Islam Agama
Peradaban, Membangun Makna dan
Relevansi Doktrin Islam dalam
Daftar Pustaka Sejarah. Jakarta: Paramadina.

Poerwadarminta. (1939). Baoesastra Djawa.


Agung Mulyo. (2004). Pengantar Ilmu N.V. Groningen Batavia: J.B. Wolters’
Kebumian untuk Pengetahuan Geologi Uitgevers Maatchappij.
untuk Pemula. Bandung: CV. Pustaka
Setia. Ricklefs, M.C. dan Voorhoeve, P. (1977).
Indonesian Manuscrips in Great
Ayatullah Humaeni. (2012).Makna Kultural Britain. A Catalogue of Manuscripts in
Mitos dalam Budaya Masyarakat Indonesian Languages in British
Banten. Antropologi Indonesia: Public Collections. Oxford: Oxford
Indonesian Journal of Social and University Press.
Cultural Anthropology Vol. 33 No. 3
September-Desember 2012. Sindhunata. (2003). Memahami
Peruntungan lewat Kawruh Pawukon.
Artikel dalam majalah Basis no 9-10,
tahun ke 52, September-Oktober 2003.
Page 256 of 278
Slamet Hambali. (2012). Pengantar Ilmu
Falak (Menyimak Proses Pembentukan
Alam Semesta). Banyuwangi:
Bismillah Publisher.

Susiknan Azhari. (2008). Ensiklopedi Hisab


Rukyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tanpa Nama. Deskripsi dan Digital Teks


Naskah Primbon Palintangan Palindon
Pakedutan Add 12311. Diunduh pada
Oktober 2018 dari laman http://
www.bl.uk/manuscripts/Viewer.aspx?
ref=add_ms_12311_f101v&fbclid=IwA
R12OiiUzi06BRD3XtvGasTq9jgpq5Od
bBLY8PSzZF4IC7DP3vKL6vGl3xU.

Tanpa Nama. Javanese Manuscripts From


Yogyakarta Digitisation Project.
Diunduh tanggal 13 Februari 2019 dari
laman https://blogs.bl.uk/asian-and-
african/javanese.html

Teguh Santoso. (2015). Konsep Waktu


Masyarakat Kejawen: Kajian
Linguistik Antropologis (ALG).
Diunduh pada 13 Februari 2019 dari
laman https://www.academia.edu/
1 3 1 1 7 2 6 4 /
KONSEP_WAKTU_MASYARAKAT_
JAWA_KEJAWEN_

Tim Penyusun. (2003). Kamus Besar Bahasa


Indonesia (KBBI) Luar Jaringan
(Offline). Jakarta: Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan Nasional.


Page 257 of 278


Jejak Ratu Kidul di Selatan Jawa: Kajian tentang Mitigasi Tsunami

Oleh: Ahmad Arif 96


Abstraksi ketika gempa besar mengguncang Aceh pada


Minggu pagi, 26 Desember 2004, banyak
Pantai selatan Jawa telah diketahui menyimpan
potensi gempa dan tsunami sebesar yang pernah orang yang justru lari ke pantai, melihat
melanda Aceh pada tahun 2004. Kajian ombak yang surut atau sekadar menangkapi
paleotsunami juga membuktikan adanya
ikan yang menggelepar. Mereka tidak
keberulangan tsunami di masa lalu. Namun
demikian, catatan sejarah tentang tsunami besar di mengetahui bahwa surutnya air setelah
selatan Jawa tidak ditemukan. Naskah-naskah lokal gempa sebagai salah satu pertanda akan
dan narasi tentang Ratu Kidul dinilai menyimpan
datangnya tsunami. Ketidaktahuan inilah
pengetahuan tentang bencana besar yang pernah
melanda selatan Jawa. Kekuatan narasi tentang yang menyebabkan korban jiwa yang
Ratu Kidul ini pula yang diduga turut mencapai lebih dari 160.000 jiwa.97
mempengaruhi pola keruangan masyarakat
tradisional Jawa untuk menjauh dari daerah zona
Padahal, Aceh ternyata menyimpan
bahaya tsunami di Pantai Selatan. Namun
demikian, sejak abad ke-19, kota-kota mulai jejak panjang tsunami di masa lalu.
tumbuh di pantai selatan Jawa, bahkan saat ini Penelitian paleotsunami yang dilakukan
menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional.
Universitas Syiah Kuala bersama para
Dibutuhkan narasi baru dalam memitigasi risiko
bencana gempa dan tsunami di selatan Jawa. peneliti dari Earth Observatory of Singapore
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kata kunci: ratu kidul, pengetahuan lokal, mitigasi
(LIPI) mengonfirmasi hal itu. Tim ini
tsunami
menemukan dua pelapisan tsunami di pesisir
Krueng Raya, Aceh Besar. Jejak pertama
Latar Belakang
berasal dari tsunami yang terjadi akhir tahun
Hingga sebelum tsunami 2004, 1300 dan satu lagi pertengahan 1450. Di
masyarakat Aceh—bahkan juga mayoritas Lhok Cut dan Ujung Batee Kapal,
masyarakat Indonesia—belum mengetahui Kecamatan Mesjid Raya, mareka
bahwa Samudera Hindia yang berhadap- menemukan sisa bangunan kuno terkubur
hadapan dengan Pulau Sumatera hingga pasir hingga kedalaman 380 cm, keramik-
Jawa, Bali dan pulau-pulau di Nusa keramik, dan sumur kuno. Di setiap temuan
Tenggara rentan dilanda gempa dahsyat artefak ada lapisan endapan tsunami.98 Dari
yang berpotensi diikuti tsunami. Maka, goa di Pantai Lhong, Aceh Besar, tim itu

96 Peneliti dan wartawan harian Kompas. Tulisan dipersiapkan untuk International Symposium on Javanese Studies
and Manuscripts of Yogyakarta, 5-6 March 2019.
97 Ahmad Arif, Jurnalisme Bencana Bencana Jurnalisme, 2010

98 Ahmad Arif, Lamuri Hilang Ditelah Tsunami, Kompas, 11 September 2014, h. 14


Page 258 of 278
menemukan 11 lapis jejak tsunami kuno. 262 gempa bumi bermagnitudo M 5 hingga
Beberapa lapisan tsunami hebat yang M 9,1 atau sekitar 1,22 per tahun. Jumlah
didentifikasi dari lapisan tanah di goa itu korban tewas 33.713 jiwa. Dari ratusan
berasal dari tsunami tahun 2004, tsunami gempa bumi itu, sebanyak 124 di antaranya
sekitar 2.800 tahun lalu, 3.300 tahun lalu, diketahui telah diikuti tsunami sehingga
5.400 tahun lalu, dan 7.500 tahun lalu. menewaskan 237.793 jiwa. Jika ditotal,
Sebelumnya, riset yang dilakukan Katrin penduduk di Indonesia yang tewas akibat
Monecke, Widjo Kongko, dkk di pantai gempa dan tsunami pada periode ini
Meulaboh, Aceh Barat, menemukan dua mencapai 271.506 jiwa. Bencana gempa dan
deposit tsunami besar melanda Aceh pada tsunami yang melanda Aceh pada 26
kurun waktu 1290-1400 dan 780-990.99 Desember 2004 tercatat menyebabkan
Kemungkinan besar, tsunami dalam kurun jumlah kematian terbanyak dalam sejarah
waktu itu yang menyebabkan kota modern.101
pelabuhan Barus di pantai barat Sumatera
Namun demikian, penerimaan kita
Utara hancur dan jejak artefaknya terkubur
terhadap kerentanan negeri ini dari gempa
lapisan pasir tebal. Riset yang dilakukan
dan tsunami masih sangat lemah, yang
Pusat Arkeologi Nasional bersama arkeolog
sebenarnya mencerminkan ketidakfahaman
EFEO Perancis menemukan adanya
kita tentang bentang alam tempat kita
beberapa lapis kebudayaan di Lobu Tua,
tinggal. Bahkan, setelah tsunami 2004 yang
Barus.100 Sejumlah temuan itu menjadi bukti
begitu menghancurkan itu, pemahaman
kuat tentang keberulangan tsunami di Aceh
tentang alam kita pun masih buruk. Simak
dan pantai barat Sumatera pada masa lalu.
definisi kata ”tsunami” yang tertera
Beberapa tsunami yang terjadi diduga
dalam   Kamus Besar Bahasa Indonesia,
berdampak besar kepada hilang dan
terbitan Departemen Pendidikan Nasional
timbulnya peradaban di kawasan itu.
Republik Indonesia tahun 2008; ”Tsunami
Tidak hanya Aceh, bencana tsunami adalah gelombang laut dahsyat (gelombang
sebenarnya juga sudah berulangkali melanda pasang) yang terjadi karena gempa bumi
banyak daerah lain di Indonesia. Berdasar atau letusan gunung api di dasar laut
data National Oceanic and Atmospheric (biasanya terjadi di Jepang dan sekitarnya)”.
Administration (NOAA) Amerika Serikat, Kenapa “biasanya terjadi di Jepang dan
dalam kurun 1800-2014, Indonesia dilanda

99 Katrin Monecke, Willi Finger, David Klarer, Widjo Kongko, dkk dalam A 1,000-year Sediment Record of
Tsunami Recurrence in Northern Sumatra, Jurnal Nature,Vol 455/30 Oktober 2008

100 Ahmad Arid, Hidup Mati di Negeri Cincin Api, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012
101 Ahmad Arif dalam Menulis Ulang Nusantara, Kompas, 16 Agustus 2014, hal. 14
Page 259 of 278
sekitarnya?” Bukankah, tsunami juga sudah “dalam” ini berarti harus dilakukan dari
berulangkali terjadi di perairan Nusantara? "geladak kapal sendiri,"104 dengan lebih
banyak melihat dan menafsir ulang sumber-
Kata tsunami memang berasal dari
sumber lokal yang selama ini kerap
bahasa Jepang,   tsu   dan   nami   yang berarti
diabaikan, bahkan oleh sarjana Indonesia
ombak (yang menghancurkan) pelabuhan.
sendiri.
Kata ini tercatat pertama kali dipakai
dalam Sanpuki, sejarah tertulis Jepang untuk Jejak Tsunami di Selatan Jawa
mengisahkan kejadian tsunami yang
Secara geologi, zona subduksi yang
menghancurkan pantai dan pelabuhan di
berada di bawah Samudra Hindia di selatan
pantai timur Sendai, 2 Desember 1611.
Jawa diketahui sebagai salah satu zona
Namun, frekuensi gempa dan tsunami
subduksi yang berpotensi dilanda gempa
mematikan di Indonesia sebenarnya tak
besar dan tsunami. Zona subduksi itu
kalah dibandingkan Jepang. Bahkan,
terbentuk dari tumbukan Lempeng Indo-
khasanah bahasa dan pengetahuan lokal kita
Australia dan Lempeng Eurasia dengan
sebenarnya kaya dengan kata-kata dan narasi
kecepatan pergerakan 66 milimeter per
tentang tsunami. Ini menandakan bahwa
tahun atau 8 mm lebih tinggi daripada
fenomena alam ini telah lama diketahui,
pergerakan di zona subduksi barat Sumatera.
namun belakangan dilupakan atau tepatnya
Di zona tumbukan ini terdapat bidang
gagal diserap ke dalam ilmu pengetahuan
kuncian (locked patches) yang terisolasi dan
modern kita, bahkan juga bahasa
ketika akhirnya lepas akan menghasilkan
Indonesia.102
gempa bermagnitudo besar.
Kejanggalan definisi "tsunami" juga
McCaffrey (2008) mengusulkan
mencerminkan kegagalan kita dalam melihat
hipotesis baru mengenai potensi gempa
Indonesia, dengan kacamata “diri sendiri”.
besar (M≥ 9,0) yang berpotensi terjadi di
Padahal, seperti diingatkan oleh Resink,
semua zona subduksi di dunia setelah
untuk mempelajari sejarah Indonesia
tsunami Aceh 2004. Hipotesis ini kemudian
hendaknya dilakukan pendekatan dari dalam
dikuatkan dengan tsunami yang
atau bersifat Indonesia-sentris.103 Bagi
sejarawan Adrian B Lapian, pendekatan dari

102 Lihat penjelasan di bagian bawah tentang keragaman khasanah pengetahuan tentang tsunami di berbagai daerah
103 Adrian B Lapian, Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, 2009, h.24. Dalam catatan kakinya menyebutkan, istilah
“Indonesia-centric” pertama kali digunakan oleh Resink dalam karangannya tentang “Conflictenrecht…” (1959),
tetapi sebelumnya Locher (1948-1949) juga telah menggunakannya. Sebelum Perang Dunia II Van Leur (1939)
pernah menggunakan pengertian “Indo-centric” baik dalam arti “India-sentris” mauapun “Indonesia-sentris.”
Penerapan awal dari pandangan ini dalam penulisan sejarah Indonesia, menurut Adrian, antara lain dalam Armijn
Pane (1951) dan Muhammad Yamin (1953).
104 Ibid, h. 1
Page 260 of 278
dibangkitkan gempa M 9,1 di Sendai, hingga Cilacap, artinya jangkauannya sudah
Jepang, pada 2011. sekitar 500 kilometer. Ini artinya gempanya
di atas M 9 atau setara dengan tsunami
Kajian Rahma Hanifa (2016)
Jepang tahun 2011. Sementara jika ternyata
menyebutkan, segmen gempa di selatan
jejak tsunami di Pacitan juga sezaman,
Jawa Barat saja berpotensi memicu gempa
artinya wilayah terdampak sepanjang 800
hingga M 8,7. Kalau runtuhnya bersamaan,
kilometer.106
segmen-segmen di selatan Jawa memicu
gempa sampai M 9,2. Kekuatan gempa itu Kajian dari geolog Amerika Serikat,
setara yang terjadi di Aceh tahun 2014. Ron Harris, dan Purna S Putra baru-baru ini
Dibandingkan dengan gempa berkekuatan M juga menemukan endapan tsunami di selatan
7,8 yang memicu tsunami di Pangandaran, Bali. Jika ternyata endapan tsunami di
Jabar, pada 2006, potensi gempa di selatan selatan Bali juga sezaman dengan yang
Jawa yang belum terlepas ini jauh lebih selatan Jawa, artinya tsunaminya sangat
besar. Karena gempa merupakan siklus, apa besar. Sebagai perbandingan, tsunami Aceh
yang berpotensi terjadi di masa depan melanda kawasan pesisir sepanjang sekitar
seharusnya pernah terjadi di masa lalu. 1.300 km.
Kajian yang dilakukan Kepala Pusat
Sekalipun kajian geologi, termasuk
Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
dengan pendekatan paleotsunami, telah
(LIPI) Eko Yulianto dan peneliti
menyepakati adanya potensi gempa bumi
paleostunami LIPI, Purna Sulastya Putra,
besar dan bukti-bukti tsunami di selatan
beberapa tahun terakhir, menemukan bukti-
Jawa, namun secara historis tidak ada
bukti penting adanya endapan tsunami tua
catatan tentang bencana ini. Tsunami di
atau paleotsunami di sepanjang pantai
selatan Jawa dengan skala kecil hingga
selatan Jawa. Endapan itu ditemukan di
menengah hanya tercatat pernah terjadi
Lebak (Banten), Pangandaran, Cilacap (Jawa
pernah melanda Banyuwangi pada 1994
Tengah), Pacitan (Jawa Timur), dan di
(Abercrombie, dkk, 2001) dan yang melanda
Kulon Progro (DI Yogyakarta). Sebagian
Pangandaran pada 2006 (Satake, 2006).
telah diketahui memiliki kesamaan umur,
Tidak ada laporan kolonial tentang tsunami
yaitu sekitar 300 tahun lalu. Beberapa
di selatan Jawa di masa lalu, padahal
lapisan lagi memiliki lapisan lebih tua yang
tsunami yang yang melanda pesisir Pulau
menunjukkan keberulangan kejadian
Ambon dan Pulau Seram pada 1674 terekam
tsunami di masa lalu (Arif, 2017).105Jika
dalam catatan Rumphius. Demikian halnya,
daerah yang terlanda tsunami dari Lebak
kejadian tsunami di selatan Jawa jika tidak

105 Seperti diberitakan Kompas, edisi Jumat, 28 Juli 2017, halaman 13.
106 Ibid
Page 261 of 278
tercatat dalam katalog gempa bumi, tsunami, peristiwa ini tidak pernah terjadi. Akan
letusan gunung api, yang dibuat geolog tetapi, hal ini sangat mungkin disebabkan
Jerman-Belanda, Arthur Wichman. Padahal, ketiadaan data-data kolonial sebelum 1839
katalog ini merangkum data hasil tentang selatan Jawa, sedangkan gempa
pengamatan dalam kurun 350 tahun, dari bumi besar memiliki siklus yang lebih
periode 1538 - 1877.107 panjang. Seperti diingatkan Ron Haris dan
Mayor (2016), kesalahan prediksi terhadap
Sekalipun Wichman menyerap
gempa besar dan tsunami Jepang 2011
beberapa sumber lokal sebelum era kolonial,
karena tidak melihat siklus perulangan
namun sebagian besar data dalam katalog ini
tsunami dalam rentang lebih lama. Padahal,
dikompilasi dari catatan Belanda, sejak era
gempa bumi dari zona subduksi dengan
Dutch East India Company of Indonesia
skala M 9 ke atas, seperti terjadi di Aceh
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie/
2004 dan Jepang 2011, memiliki
VOC). Masalahnya, tidak ada pos Belanda
keberulangan hingga ratusan tahun.
di selatan Jawa sampai tahun 1839, ketika
kemudian mereka membangun pusat kontrol Menurut perhitungan Robert
di Cilacap. Sejak tahun itu, mulai terekam McCaffrey (2008), periode perulangan
kejadian gempa bumi dan tsunami. gempa di atas M 9 yang bisa memicu
Disebutkan misalnya, tsunami pernah terjadi tsunami rakasasa di selatan Jawa berada
di selatan Jawa bagian tengah - Yogyakarta dalam kisaran waktu 700 hingga 3.000
pada tahun 1840, 1859, dan 1921.108 Tidak tahun.110 Dengan rentang waktu ini, berarti
ada rincian mengenai dampak kerusakan dan kita dituntut untuk melihat lebih dalam
jumlah korban, namun tsunami ini diduga sumber-sumber lokal yang selama ini
memiliki skala kecil, tidak akan melebihi cenderung diabaikan dalam khasanah ilmu
yang pernah melanda Banyuwangi pada pengetahuan modern di Indonesia.
1994 dan Pangandaran pada tahun 2006.109

Ketiadaan informasi mengenai


tsunami besar yang pernah melanda selatan
Jawa di masa lalu tidak berarti bahwa

107 Ron Harris dan Joanthan Mayor dalam Waves of destruction in the East Indies: the Wichmann catalogue of
earthquakes and tsunami in the Indonesian region from 1538 to 1877, The Geological Society of London

, 2016
108 Newcomb and McCann, Seismic history and seismotectonics of the Sunda Arc: 27, 431 


109 Ibid
110 Robert McCaffrey, Global frequency of magnitude 9 earthquakes, Geology 36, 3 (2008): 263–6. 


Page 262 of 278


Pentingnya Naskah Lokal untuk Mitigasi Letusan Krakatau, menurut Sartono,
Kebencaan mengubur lahan pertanian di bagian barat
afdeling Caringin dan Anyer. Kesengsaraan
Pengabaian sumber lokal telah
petani ini bertemu dengan gerakan sosial-
membuat kita keliru dalam melihat dan
keagamaan, Ratu Adil, memantik kesadaran
memahami negara kita sendiri, terutamana
rakyat untuk melawan Belanda yang
dalam mengkonstruksi tentang kerentanan
dianggap biang dari segala kesengsaraan.
alam Nusantara dari bencana. Selama ini
Dua bulan setelah letusan Krakatau,
narasi tentang sejarah Indonesia yang ditulis
kerusuhan pecah di Serang. Seorang serdadu
sarjana Barat, mulai dari Denys Lombard
Belanda ditikam, pelakunya kabur di tengah
(1996), Anthony Reid (1988), M.C. Ricklefs
keramaian. Kejadian berulang sebulan
(2008)111 , B.H.M. Vlekke (1945), luput
kemudian. Serentetan perlawanan terhadap
menyebutkan tentang peristiwa bencana
Belanda terus dilakukan hingga pada Juli
besar yang bisa jadi mengubah sejarah
1888 pecahlah pemberontakan petani
Nusantara di masa lalu. Sebagian besar
Banten.
sejarawan ini menulis Indonesia dengan
perspektif kekayaan alamnya, politik, Peter Carey (2011) juga mencatat,
geografis, atau tradisi. 112 letusan Merapi pada 1822 membangkitkan
harapan rakyat akan datangnya Ratu Adil
Sejarawan Indonesia, Sartono
menjelang pecahnya Perang Jawa. Pangeran
Kartodirjo (1966) memang menyinggung
Diponegoro, yang memimpin perlawanan
faktor bencana alam dalam kajiannya
terhadap Belanda, menurut Carey,
tentang pemberontakan petani Banten.
menganggap letusan Merapi sebagai
Disebutkan bahwa bencana letusan Gunung
penanda bahwa saatnya telah tiba. ”Sambil
Krakatau di Selat Sunda pada Agustus 1883
menyaksikan gunung (Merapi) terbakar dan
mengubah alam pikir masyarakat Banten,
bumi bergoyang, ia tersenyum dalam hati
sehingga pada akhirnya turut memicu
karena maklum bahwa peristiwa ini adalah
pemberontakan. ”Tak disangsikan lagi,
pertanda amarah Allah,” tulis Carey.
wabah penyakit ternak, demam, kelaparan,
dan disusul letusan Krakatau telah menjadi Tak bisa dimungkiri, bencana alam
pukulan hebat penduduk,” tulis Sartono. yang bersifat katastropik memang memiliki

111 Ricklefs (2008) hanya menyebut sepintas, persisnya dua halaman, tentang bencana gempa dan tsunami 2004 dan
beberapa bencana geologi lain setelahnya, dalam bukunya yang setebal 865 halaman. Seperti buku sejarah
lainnya, buku ini lebih banyak melihat sejarah pergolakan politik di Indonesia.
112 Baru belakangan, setelah tsunami 2014, Anthony Reid mulai mengkaji tentang bencana alam besar yang pernah
terjadi di Nusantara. Hal itu terlhat dari tulisannya, Historical Evidence for Major Tsunamis in the Java
Subduction Zone. Singapura: Asia Research Institute, 2012
Page 263 of 278
daya ubah.113 Namun, soal bencana ini diketahui pernah meletus hebat tahun 1257.
hanya disinggung sekilas oleh dua penulis di Letusan Samalas disebut melebihi
atas. Kajian khusus soal sejarah bencana di kedahsyatan Gunung Tambora di Pulau
Nusantara ini sepertinya memang belum Sumbawa yang saat meletus pada 1815
pernah dilakukan sejawaran, baik Indonesia menyebabkan tahun itu tanpa musim panas
maupun asing. Adrian B Lapian, sebenarnya di Eropa. Seperti letusan Tambora, letusan
berhasrat menerbitkan buku tentang sejarah Samalas juga disebut berdampak global.
bencana di Nusantara itu, namun kematian Ditemukannya ribuan kerangka manusia di
keburu menjemputnya. 114 Absennya kajian London dari tahun 1258 kemungkinan
sejarah kebencanaan ini, terutama dari terkait erat dengan dampak global letusan
sumber-sumber lokal, turut berkontribusi Samalas tahun 1257.115
terhadap lemahnya mitigasi bencana di
Temuan ini bukan hanya mengejutkan,
Indonesia.
karena nama Samalas bahkan tidak pernah
Urgensi soal sumber lokal dalam riset disebut dalam Katalog Gunung Api di
kebencaan ini bisa kita lihat dari kasus Indonesia oleh Badan Geologi. Hingga
ditemukannnya bukti-bukti adanya letusan sebelum tahun 2010, Pusat Vulkanologi dan
Gunung Samalas di Pulau Lombok baru- Mitigasi Bencana Geologi-Badan Geologi
baru ini. Pada akhir tahun 2013, gunung api membagi gunung api aktif di Indonesia
di Pulau Lombok, yang tak dikenal dalam dalam tiga kelompok berdasarkan sejarah
katalog gunung api di Indonesia, baru letusannya. Tipe A (79 buah) adalah gunung

113 Kita tentu masih ingat tsunami Aceh pada pengujung 2004, yang dianggap menandai fase baru tata politik
kawasan di ujung barat negeri ini. Setelah 32 tahun konflik berdarah melanda Aceh, perjanjian damai akhirnya
ditandatangani pada Agustus 2005. Di masa lalu, bencana telah dijadikan sebagai pertanda terhadap perubahan
sosial. Misalnya, dalam Nukilan kitab Nagarakertagama gubahan Prapanca (Slamet Muljana, 2006) disebutkan,
”Tahun saka masa memanah surya (1256 Saka atau 1334 Masehi) dia lahir untuk menjadi narpati. Selama dalam
kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran. Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar
menyambar-nyambar. Gunung Kampud (Kelud) bergemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari negara.
Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma sebagai Raja Besar....” Letusan Gunung Kelud telah menandai
lahirnya raja besar Majapahit, Hayam Wuruk. Presiden Soekarno agaknya memahami betul kisah ini. Dalam
biografi yang ditulis Cindy Adams (1971), Soekarno menggunakan letusan Gunung Kelud pada 1901 untuk
membangun ”keistimewaan” dirinya. ”Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan. Gunung Kelud, yang tidak
jauh letaknya dari tempat kami, meletus. Orang meramalkan, ini penyambutan terhadap bayi Soekarno,” kata
Soekarno.

114 Berdasarkan korespondensi dengan J.J Rizal dari Penerbit Komunitas Bambu, Adrian sebenarnya tengah
menyiapkan naskah tentang sejarah bencana di Indonesia. Namun, paper Adrian B. Lapian berjudul Bencana
Alam dan Penulisan Sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888), telah diterbitkan dalam buku Letusan Gunung
Tambora 1815, Penerbit Ombak, 2012

115 Penelitian ini dilakukan tim gabungan internasional. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo, Danang
Sri Hadmoko dari Geografi Universitas Gadjah Mada, dan Surono. Dari luar negeri yang terlibat meliputi 12
ahli dari sejumlah kampus ternama di Eropa, di antaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne,
Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, dan Clive Oppenheimer dari University of Cambridge,
Inggris. Mereka awalnya melacak letusan Samalas dari jejak rempah vulkanik yang ada di lapisan es Kutub
Utara. Jejak itu terkonfirmasi dalam Babad Lombok yang menyebut cukup rinci. Laporan penelitian ini
dipublikasi di Jurnal PNAS edisi akhir September 2013.
Page 264 of 278
api yang meletus sejak tahun 1600, tipe B banyak yang mati. Tujuh hari lamanya,
(29 buah) yang diketahui meletus sebelum gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar
tahun 1600, dan tipe C (21 buah) adalah di Leneng (lenek), diseret oleh batu
lapangan solfatara dan fumarola (Bemmelen, gunung yang hanyut, manusia berlari
1949; Van Padang, 1951; Kusumadinata, semua, sebagian lagi naik ke bukit…”117
1979).
Kenyataan bahwa Babad Lombok—
Setelah letusan Gunung Sinabung pada sumber lokal—yang mengisahkan tentang
2010, gunung api tipe A di Indonesia kedahsyatan letusan Gunung Samalas ini
bertambah. Sinabung yang semula tipe B, semestinya cukup untuk menyusun ulang
dan karenanya tak dipantau dan tidak katalog gunung api di Indonesia. Lebih
memiliki pos pemantauan, dinaikkan tipenya penting lagi, sumber-sumber lokal, yang
menjadi A. selama ini diabaikan dalam menyusun basis
ilmu pengetahuan kita, harus mulai dikaji
Selain penentuan tipe gunung api ini
dengan serius.
memang sarat masalah, patokan yang
dipakainya juga patut digugat karena Indonesia salah satu negara pemilik
mengabaikan sumber-sumber lokal. 116 naskah kuno (manuskrip) terbesar di dunia,
Patokan tahun 1600 untuk menentukan dengan tak kurang dari 20 ragam bahasa
tipologi gunung api tipe A di Indonesia lokal yang dipakai. Naskah kuno itu
mengikuti pencatatan Belanda. Pendaratan seharusnya jadi sumber primer karena
pertama Belanda di Banten pada 1596, itulah mengandung sejarah kehidupan masyarakat
yang dijadikan titik awal pencatatan gunung Nusantara, termasuk kondisi alamnya di
api Indonesia modern. masa lalu. Beberapa naskah ini terbukti
merekam peristiwa-peristiwa penting.
Padahal, letusan Gunung Samalas di
Pulau Lombok sekitar 1257 ternyata terekam Selain Babad Lombok, beberapa
dalam Babad Lombok. manuskrip juga mengisahkan letusan gunung
api, misalnya naskah Bo’ Sangaji Kai di
”Gunung Rinjani longsor, dan Gunung
Bima, salah satu sumber terpenting petaka
Samalas runtuh, banjir batu gemuruh,
letusan Gunung Tambora, 11 April 1815,
menghancurkan Desa Pamatan, rumah-
yang mengubur tiga kerajaan di leremhmua
rumah roboh dan hanyut terbawa lumpur,
dan membuat Eropa tanpa musim panas.
terapung-apung di lautan, penduduknya
Naskah itu menceritakan:

116Seharusnya tidak ada pembedaan tipe gunung api, sebagaimana dilakukan di Jepang. Semua gunung api aktif harus
dipantau karena bisa meletus. Pembedaan tipe ini lebih ke persoalan keterbatasan anggaran negara untuk memantau
gunung api. Keterangan berdasar wawancara dengan Dr Surono, Kepala Badan Geologi.

117 Wacana, Lalu, Babad Lombok, 1979, h.66


Page 265 of 278
“Orang banyak nyatalah tentu/Bilangan
“…hijrat an-nabi sallallahu ‘alayhi lebih daripada seribu/Mati sekalian
wasallama, seribu dua ratus tiga puluh orangnya itu/Ditimpa lumpur, api, dan
genap tahun, tahun Za pada hari Selasa abu/Pulau Sebuku dikata orang/Ada
waktu Subuh sehari bulan Jumadilawal, seribu lebih dan kurang/Orangnya habis
tatkala itulah Tanah Bima datanglah nyatalah terang/Tiadalah hidup barang
takdir Allah melakukan kodrat iradat atas seorang/Rupanya mayat tidak dikatakan/
hamba-Nya. Maka gelap berbalik lagi Hamba melihat rasanya pingsan/Apalah
lebih daripada malam itu, kemudian lagi yang punya badan/Harapkan rahmat
maka berbunyilah seperti bunyi meriam Allah balaskan..”119
orang perang, kemudian maka turunlah
kersik (lahar segala) batu dan abu seperti Sastrawan Betawi, Muhammad Bakir,
dituang, lamanya tiga hari dua malam. juga menulis karya fiksi ”Hikayat Merpati
Maka heranlah sekalian hambanya akan Mas” yang terinspirasi peristiwa tsunami
melihat karunia rabbil alamin yang akibat letusan Krakatau ini.
melakukan fa‘‘al lima yurid. Setelah itu
maka teranglah hari, maka melihat rumah “…pada suatu malam datanglah air dari
dan tanaman sudah rusak semuanya, sebelah wetan gemuruh suaranya, maka
demikianlah adanya, yaitu pecah Gunung segala isi negeri habislah, ada yang
Tambora menjadi habis mati orang berlari kesana kemari, ada yang berteriak
Tambora dan Pekat pada masa Raja ‘tolong’, ada yang menangis, ada yang
Tambora bernama Abdul Ghofar dan mencari pohon-pohon yang tinggi-tinggi,
Raja Pekat bernama Muhammad.. .”118 maka adalah yang masih beradu habislah
mati di dalam air, karena datangnya air
Adapun dahsyatnya tsunami setelah
itu tiada dapat tertegah lagi, semangkin
letusan Gunung Krakatau pada Agustus
besar hingga sampai pada puncak rumah
1883 ternyata banyak ditulis penulis
dengan gemuruh suaranya berombak-
pribumi. Contohnya, syair ”Lampung
ombak. Setengahnya yang mana sudah
Karam” yang ditulis Muhammad Saleh
lari ke atas gunung, maka hiduplah ia,
dengan deskripsi cukup rinci:
yang mana tiada dapat perkakas kayu
atawa papan niscaya matilah ia di
dalamnya air itu. Pintu kota dan

118 Chambert Loir; Siti Maryam, 1999

119Syair Lampung Karam ini dibukukan ulang oleh Suryadi dalam buku Syair Lampung Karam: Dahsyatnya Letusan
Krakatau 1883, Komunitas Penggiat Sastra Padang: 2009
Page 266 of 278
pagarpagar tembok habislah gugur air laut; penduduk bagian utara negeri
berhanyutan sana kemari, tiangtiang Sunda sampai Gunung Raja Basa
seperti sampah rupanya…”120 tenggelam dan hanyut beserta semua
harta milik mereka.”122
Sumber lebih tua, yaitu Kitab Raja
Purwa, tulisan pujangga Kesultanan Masalahnya, buku ini ditulis
Surakarta, Ronggowarsito, juga Ronggowarsito pada tahun 1869 atau 14
mengisahkan kedahsyatan letusan gunung tahun sebelum letusan Krakatau 1883. Itu
yang disebut Gunung Kapi itu: memicu tanya, apakah buku ini reportase
peristiwa letusan Krakatau sebelum 1883
“Seluruh dunia terguncang hebat, guntur
atau ”nubuat” terhadap letusan 1883?
menggelegar, diikuti hujan lebat dan
badai, tetapi hujan itu bukannya Dalam pembukaan bukunya,
mematikan ledakan Gunung Kapi, justru Ronggowarsito menyebut sebagian naskah
semakin mengobarkannya; suaranya diambil dari catatan Raja Kediri Sri Bathara
mengerikan; akhirnya Gunung Kapi Aji Jayabaya, yang terkenal dengan ramalan
dengan suara dahsyat meledak ”Zaman Edan”-nya. Kitab   Raja
berkeping-keping dan tenggelam ke Purwa sendiri diterbitkan pertama kali tahun
bagian terdalam Bumi.”121 1869 atau 14 tahun sebelum letusan
Krakatau 1883. Kitab ini mengisahkan asal-
Deskripsi dalam kitab ini sangat mirip
usul Pulau Jawa termasuk pemisahan Jawa
dengan peristiwa tsunami saat Krakatau
dengan Sumatera karena letusan hebat
meletus pada 1883. Sebagaimana
Gunung Kapi.
didokumentasikan Simkin dan Fiske (1984),
letusan Krakatau pada 1883 telah Naskah   Raja Purwa   kerap menjadi
menghancurkan tubuh gunung, lalu memicu referensi para dalang. Namun, kitab ini
tsunami raksasa hingga Lampung dan ternyata juga dirujuk oleh Arthur Wichmann
Banten. Tak diragukan lagi, yang dimaksud untuk menyusun katalog tentang gempa di
Gunung Kapi oleh Ronggowarsito adalah Nusantara (1918). Disebut dalam katalog
Krakatau. Wichmann yang diambil dari   Raja Purwa,
”Di tahun Saka 338 (416 Masehi) gempa
”Air laut naik dan membanjiri daratan,
bumi terjadi di Jawa dan Sumatera saat
negeri di timur Gunung Batuwara sampai
Pulau Krakatau meletus. Sebuah bunyi
Gunung Raja Basa (Lampung) dibanjiri

120 Henri Chambert-Loir [ed.], 2009, h. 258.

121 Berdasar naskah Kitab Raja Purwa yang tersimpan di Bagian Naskah Kuno, Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Ahmad Arif, Gunung “Kapi” Krakatau, Kompas, 12 Agustus 2014, h.14

122 Ibid
Page 267 of 278
menggelegar terdengar dari Gunung ”... Jika gempa pada bulan Rajab, pada
Batuwara yang dijawab dengan suara serupa waktu subuh, alamatnya segala isi negeri
yang datang dari Gunung Kapi (Krakatau).” bersusah hati dengan kekurangan
makanan. Jika pada waktu duha gempa
Bagaimana jika informasi
itu, alamatnya air laut keras akan datang
Ronggowarsito soal letusan Gunung
ke dalam negeri itu....”124
Krakatau ini sebenarnya bukan ramalan,
melainkan sebuah catatan peristiwa alam Demikian halnya sebuah manuskrip
yang memang pernah terjadi? asal abad 19 di Zawiyah Tanoh Abee, Aceh
Besar, yang melaporkan bahwa:
Para vulkanolog meyakini bahwa
sebelum 1883, Krakatau purba pernah “wa-kanat al-zalzalah al-syadidah al-
meletus hebat, bahkan kemungkinan lebih tsaniyah fajr yawm alkhamis tis’ah
dahsyat lagi. Setelah letusan itu, dari bekas ayyam min jumadil akhir sanah 1248 min
Kaldera Krakatau purba muncul tiga pulau hijrah al-nabawiyah…”,125 telah terjadi
gunung api; Rakata, Danan, dan Perbuatan, gempa besar untuk kedua kalinya pada
yang kemudian hancur kembali saat letusan dini hari Kamis 9 Jumadil akhir 1248 H,
1883. atau 3 November 1832 M.

Selain naskah tentang gunung api, Semua naskah ini ditemukan sesudah
naskah-naskah tentang gempa—dan tsunami terjadinya gempa dan tsunami yang
—, ternyata banyak dijumpai, terutama di melumatkan Aceh pada 2004. Andai saja
daerah yang memang kerap diguncang naskah-naskah lama ini ditemukan lebih
gempa. Di Sumatera Barat, naskah ini awal; andai kesaksian para pencerita naskah
dikenal sebagai “Takwil Gempa”, di Aceh tersebut didengarkan dan menjadi rujukan
“Takbir Gempa”, dan naskah “Lindu” di untuk membuat kebijakan, mungkin korban
Cirebon.123 Naskah dengan isi nyaris sama gempa bumi dan tsunami Aceh tidak akan
ini memaparkan kejadian yang akan mencapai 200.000 jiwa!
mengikuti gempa bumi dalam rentang waktu
Ketika 78.128 penduduk di Pulau
dari subuh hingga tengah malam, dalam 12
Simeuleu—yang sebagian besar tinggal di
bulan. Dalam salah satu bagian naskah
pantai—secara turun-temurun merawat
gempa yang ditemukan di Surau Lubuk
ingatan kolektifnya tentang smong, “hanya”
Ipuh, Pariaman, Sumatera Barat ditulis:

123 Lihat Yusri Akhimuddin, Naskah-naskah Gempa: Perspektif Orang Melayu Minangkabau tentang Gempa Bumi.
Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Sosial Kemasyarakatan, 2013.
124 Ahmad Arif, Gempa dalam Rekaman Warga, Kompas, 21 April 2012, h. 43
125 Oman Fathurahman [et. al.]. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar. Jakarta: Penerbit Komunitas
Bambu, 2010: xx.
Page 268 of 278
7 di antara mereka yang tewas pada bencana tahun 1800-an hingga lebih dari 50 tahun
gempa dan tsunami 26 Desember 2004, kemudian.
sekalipun ribuan rumah mereka hancur. Ini
Suatu ketika, Saleh berdagang hingga
karena mereka faham bahwa smong, atau
ke Pulau Tello. Saat perahunya bersandar di
ombak tinggi dari lautan, niscaya akan
pelabuhan di pulau tersebut, gempa tiba-tiba
menerjang daratan saat air laut tiba-tiba
mengguncang. Saleh menyebutkan, gempa
surut setelah gempa, sehingga merekapun
terjadi pukul 20.00. Saleh tidak
sudah tahu harus “…lari ke atas
menyebutkan hari dan tahun kejadian, tetapi
gunung…”126 Pengetahuan tentang smong
kemungkinan besar gempa ini terjadi pada
diperoleh dari pengalaman gempa dan
tahun 1833. Sebagaimana disebutkan Danny
tsunami yang melanda Simeulue pada tahun
Hilman (2005), pada pukul 20.00 tanggal 24
1907. Kisah ini kemudian diwariskan
November 1833 telah terjadi gempa
melalui dongeng sebelum tidur dan
bermagnitudo 8,9 yang diikuti tsunami di
nyanyian.127
kawasan pantai barat Sumatera.
Benarkah pengetahuan berharga
Saleh menyebutkan, gempa pada
tentang tsunami itu hanya dimiliki warga
malam itu sangat kuat, menyebabkan
Simeulue?
perahunya dan dua perahu lain yang sandar
Sebuah buku tua karangan pribumi di dermaga terombang-ambing. Gempa itu
yang mengisahkan terjadinya tsunami di terjadi cukup lama. ”Orang-orang berlarian
Pulau Tello, Nias, tahun 1800-an, pergi ke atas bukit dekat pasar. Rumah-
membuktikan bahwa pengetahuan tentang rumah dan uang tidak diacuhkan, diabaikan
bahaya tsunami sebenarnya tak hanya saja, tidak menjadi hirauan sekali-kali, tidak
dimiliki masyarakat Simeulue. Buku itu terpikir akan hilang atau rugi. Orang hanya
berupa autobiografi yang ditulis hendak menyelamatkan jiwa masing-masing.
Moehammad Saleh, Riwajat Hidoep dan Kepala pemerintahan ikut dengan
Perasaian Saja. Naskah yang awalnya nyonyanya melarikan diri ke bukit,” tulis
ditulis dalam aksara Arab pada tahun 1914 Saleh.
ini kemudian ditulis ulang oleh cucunya, SM
Pimpinan di kampung pecinan yang
Latif, dalam abjad Indonesia dan diterbitkan
disebutnya Baba Gadang menghampiri
pada tahun 1965. Buku ini mencatat
perahu Saleh. Baba Gadang berseru keras
perjalanan hidup M Saleh yang bergelar
dan berulang-ulang, ”Nakhoda, lekas turun
Datuk Orang Kaya Besar sejak pertengahan
ke daratan, jangan tinggal di biduk.

126 Ahmad Arif, Hidup Mati di Negeri Cincin Api, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012.

127 Ibid
Page 269 of 278
Mungkin datang ombak besar. Lihatlah, di Beruntung pelabuhan itu terlindungi
sebelah selatan sudah kedengaran bunyi teluk-teluk yang memecah ombak, air laut
badai mendengung-dengung. Jika datang yang menerjang tidak terlalu tinggi sehingga
gelombang kemari, biduk nakhoda akan perahunya selamat. Dua hari kemudian, saat
pecah diempaskannya dan nakhoda tidak perahu Saleh hendak bertolak meninggalkan
akan selamat. Orang-orang di pasar sudah Pulau Tello, sebuah perahu tiba dari Pulau
lari ke atas gunung. Mari, turunlah lekas!” Simuk. ”Ia berlabuh dekat kami. Di
dalamnya bergelimpangan delapan orang
Setelah teriakan Baba Gadang itu,
sakit, dibawa dari Natal,” tulis Saleh.
”Ketika itu juga susutlah air laut dan perahu
”Menurut kabar yang kami dengar, Pulau
kami hampir tersekat. Saya katakan kepada
Simuk didatangi ombak-ombak besar setelah
jurumudi bahwa saya akan mengikuti Baba
gempa berkecamuk sehingga banyaklah
Gadang.” Namun, sang jurumudi tak mau
orang yang mendapat celaka. Di sebelah
beranjak. ”Jangan kita lari. Biarlah kita di
barat Pulau Simuk konon lebih dari 150
dalam biduk saja. Kalau kita mati uang yang
orang yang mati. Mayat-mayat terserampang
f 500, cukup banyak untuk membeli kain
di batang-batang kelapa, yang tergelimpang
kafan,” ujar sang jurumudi kepada Saleh.
di mana-mana. Orang hilang bukan pula

Muhammad Saleh bimbang ketika, sedikit....”

”... tiba-tiba air laut naik pula dengan


Catatan Saleh dengan gamblang
mendadak, bagaikan air pasang, mengalun
mengisahkan bahwa orang Pulau Tello
tibanya itu....” Gelombang laut itu menjarah
waktu itu telah paham bahwa setelah gempa
hingga daratan. ”Tanah-tanah yang dekat
besar, gelombang laut akan menerjang
pelabuhan, pekarangan rumah-rumah orang,
daratan (tsunami) sehingga warga bergegas
terendam sama sekali. Begitu pula Pasar
ke bukit. Kisah ini mirip dengan smong di
Tello. Rupanya ada tiba gelombang besar
Simeulue. Bahkan, masyarakat Aceh
dari laut dan memecah di kaki gunung yang
sebenarnya juga memiliki rekaman kejadian
melingkari kota sebelah baratnya.”
tsunami di masa lalu dalam bentuk catatan

Page 270 of 278


dan naskah. Namun, catatan ini kebanyakan “gergasi dari laut”131 di Barus, “ae mesinuka
hanya disimpan dan tidak diajarkan lagi. tanalala” 132 di Ende, Flores, dan kisah
hilangnya “Negeri Elpaputih”133 di Pulau
Dari rekamanan lapangan di beberapa
Seram, serta "air turun naik" di Pulau
daerah, penulis menemukan beberapa istilah
Ambon. Bahkan, bukankah kisah yang
lokal yang memiliki makna—atau
selalu menjadi pembuka adegan goro-goro
setidaknya—berasosiasi dengan kisah
dalam pertunjukan wayang kulit di Jawa:
tsunami. Misalnya, kata “ie beuna”128 di
“gunung jugrug segoro asat”—gunung
Aceh dan tentu saja “smong”129 di Simeulue,
meletus dan laut surut—terdengar familiar
“galoro”130 di Singkil dan Aceh Selatan,

128 Kata ie beuna sebenarnya telah dikenal di Aceh jauh sebelum tsunami 2004. Masyarakat mengenalnya sebagai
gelombang laut besar—bukan pasang biasa—yang bisa menghancurkan daratan, bahkan kota-kota mereka.
Selian ie beuna, masyarakat Aceh juga mengenal ie rayeuk, yang digunakan untuk menjelaskan banjir besar dari
gunung dan sungai. Ie beuna seringkali dipakai untuk mengisahkan kehancuran Bumi saat banjir besar melanda
di era Nabi Nuh, namun setelah tsunami 2004, masyarakat Aceh mulai menghubungkan ie beuna tak lain dari
tsunami.

129 Lihat penjelasan di atas

130 Kata galoro dipakai oleh warga Singkil untuk menyebut banjir besar dari laut. Kata ini untuk membedakan banjir
besar dari gunung yang disebut sebagai galodo—istilah ini dipakai juga di Minangkabau.

131 Claude Guillot dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2008) menyebutkan, kehancuran Barus karena
serangan gergasi. Cerita lokal menyebutkan, gergasi adalah sosok raksasa yang datang dari lautan. Ada
kemungkinan, sosok raksasa ini adalah tsunami besar yang pernah melanda pantai barat sumetara ini. Kajian
lebih rinci dibutuhkan untuk menguji apakah Barus—yang telah disebut dalam buku Ptolemeus abad ke-4
Masehi itu memang hilang tiba-tiba karena tsunami.

132 Kalimat ini bermakna: jika ada gelombang laut naik, bumi akan hancur berantakan. Kisah ini penulis temukan
dari cerita lisan warga Kampung Kopo Kene, Desa Maubasa, Kecamatan Ndori, Kabupaten Ende, Nusa
Tenggara Timur. Masyarakat di sana percaya, bahwa nenek moyang mereka dulu berasal dari Nuaria. Syahdan,
Nuaria adalah kampung yang damai. Berada di pesisir laut selatan Flores, daerah itu menjadi tempat tinggal yang
nyaman bagi nelayan. Seluruh isi kampung hancur berantakan. Daratan bekas perkampungan kemudian
menjelma menjadi lautan. Bekas kampung itu kini menjadi dasar laut yang dangkal, yang oleh warga Kopo Kene
disebut Sera Ndori, yang berarti tempat dangkal. Kehancuran itu dimulai dengan serbuan ombak laut sangat
besar secara tiba-tiba ke daratan.

133 Kisah mengenai hilangnya Negeri Elpaputih ini dicatat dalam buku tulisan tangan oleh ayah Jonas Kaihena (81),
tokoh adat Negeri (Desa) Elpaputih, Seram Bagian Barat, Maluku. Dalam catatan itu disebutkan, ”Tanah goyang
(gempa) terjadi pukul 01.00 tengah malam, 29 Februari 1899.” Koran Australia, The Brisbane Courier, menulis
peristiwa itu pada edisi 1 Desember 1899 dengan judul Banyak Korban Tewas, Gempa Mematikan di Hindia
Timur. ”Telegram dari Makassar bertanggal 12 Oktober (1899) menyebutkan, pantai selatan Seram diterjang
ombak tinggi (tsunami) dan gempa bumi. Sebanyak 4.000 orang tewas atau hilang, 500 luka. Amahai hancur
total”. Penelitian terbaru mencatat kejadian di Elpaputih itu sebagai amblesan dasar laut yang disusul tsunami,
sebagaimana dicatat Latief Hamzah, Nanang T Puspito, dan Fumihiko Imamura dalam Tsunami Catalog and
Zones in Indonesia (2000)
Page 271 of 278
dengan ciri-ciri fisik kedatangan tsunami? kekuasan Mataram Yogyakarta. Dukungan
Juga tentang ketakutan masyarakat pesisir Ratu Kidul dipercaya yang turut
Jawa Selatan terhadap penguasa laut: Ratu memenangkan peperangan Panembahan
Kidul?134 Senapati melawan Sultan Pajang hingga dia
bisa memerintah Mataram Islam 1585-1601.
Ratu Kidul dan Tsunami
Selama ini, tafsir sosio-politik
Selama berabad-abad, kisah tentang
tentang Ratu Kidul cenderung dominan.
Ratu Kidul tersebut menjadi narasi yang
Bahkan, upaya demitologi yang dilakukan
dipercaya masyarakat di pantai selatan Jawa.
sasatrawan Pamoedya Ananta Toer terhadap
Ada banyak tafsir mengenai asal-usul sosok
keberadaan Ratu Kidul, juga dalam ranah
ini. Robert Wessing (1997), menyatakan
ini. Dalam pidato penerimaan penghargaan
bahwa Ratu Kidul ini mulanya adalah putri
Ramon Magsaysay 1988, Pramoedya
dari Kerajaan Galuh, sekira abad ke-13.
mengatakan bahwa cerita Ratu Laut Kidul
Namun, ada pula versi yang menyebut dia
itu hanyalah mitos. Menurut   dia, mitos ini
adalah keturunan penguasa Pajajaran.
diciptaan para pujangga Mataram sebagai
Kemudian ada yang mengatakan dia
pengalihan terhadap kekalahan Sultan
keturunan Raja Airlangga dari Kahuripan,
Agung saat menyerang Batavia dan
bahkan masih ada yang mengaitkannya
kegagalan menguasai jalur perdagangan di
dengan Raja Kediri Jayabaya.135
Pantai Utara Jawa. “Untuk menutupi

Sekalipun memiliki keberagaman kehilangan tersebut pujangga Jawa

asal-usul, hampir semua narasi ini menciptakan Dewi Laut Nyai Roro Kidul

menggambarkan mengenai kekuatan sebagai selimut, bahwa Mataram masih

adikodrati yang dimiliki Ratu Kidul. Dia menguasai laut, di sini Laut Selatan

digambarkan sebagai sosok yang ditakuti (Samudera Hindia). Mitos ini melahirkan

sekaligus dihormati. Dia bisa mendatangan anak-anak mitos yang lain: bahwa setiap raja

kehancuran, namun juga sekutu dan Mataram beristerikan Sang Dewi tersebut,”

perlindungan. Secara politis, keberadaan tulis Pram. Pram juga mengatakan bahwa

Ratu Kidul juga menjadi bagian penting dari mitos tabu menggunakan pakaian berwarna

134 Secara tradisional, pesisir selatan Jawa dihindari masyarakat, Berbeda dengan pantai utara yang disesaki kota-
kota, pertumbuhan kota dan jejak peradaban di kawasan selatan ini realtif sedikit. Masyarakat di selatan Jawa ini,
hingga saat ini masih mengetahui cerita tentang sosok ”Ratu Selatan”, penguasa “mistis” di lautan yang takuti.
Masalahnya, bagaimana jika sebenarnya kisah tradisional Ratu Selatan itu punya pesan agar kita waspada
tsunami, sebagaimana diperingatkan dalam Babad Ing Sangkala: Nir buta iku/bumi/kala wong Pajang kendhih/
lungo tilar nagara/Adipatinipun angungsi ing Giri Liman/ing Mataram angalih mring Karta singgih/nir tasik buta
tunggal. (Saat ’lenyap berubah jadi laut/buminya’/ orang-orang Pajang dikalahkan/mereka meninggalkan
tanahnya/Adipati mereka mengungsi ke Giri (Gunung) Liman/Di Mataram, mereka pindah ke Karta, Ketika
menghilang/semua kembali ke laut’).
135 Robert Wessing, “A Princess from Sunda: Some Aspects of Nyai Roro Kidul,” Asian Folklore Studies Vol. 56
tahun 1997
Page 272 of 278
hijau di wilayah Pantai Selatan karena Berikut bait dalam kronogram dalam
pujangga istana Mataram ingin memutuskan Babad Ing Sangkala, dan bagoan yang
asosiasi orang pada warna pakaian tentara dianggap memiliki relevansi dengan
Kompeni yang juga berwarna hijau.136 kejadian tsunami dalam huruf tebal:

Sejarawan Anthony Reid (2012) nir tasik buta iku bumi



berpendapat, mitologi Ratu Kidul ini kala wong Pajang kendhih

kemungkinan berkaitan dengan bencana lungo tilar nagara

tsunami. Reid mendasarkan hipotesisnya Adipatinipun angungsi ing Giri Liman 

setelah mengkaji petikan tembang ing Mataram angalih mring Karta
dandanggula dari Babad Ing Sangkala yang singgih

ditulis pada 1738. Babad ini merupakan nir tasik buta tunggal

salah satu sumber tertulis tertua di Jawa nir sagara ponca bumi
yang mengisahkan kejadian di Jawa dari
Dalam Modern Javanese Historical
tahun ke tahun dalam betuk kronogram.
Tradition   (1978), Ricklefs menafsirkannya
Naskah ini dirampas pasukan Gubernur
sebagai berikut:
Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford
Raffles dalam penyerbuan ke Keraton Ketika lenyap, berubah jadi laut
Yogyakarta pada 1812 dan kemudian dibawa daratannya (tasik buta iku bumi)

ke Inggris. Sejarawan dari University of orang-orang Pajang dikalahkan;

London, MC Ricklefs, kemudian 

mentransliterasi Babad Ing Sangkala dalam mereka meninggalkan tanahnya. Adipati
bukunya berjudul   Modern Javanese mereka mengungsi ke Giri Liman.

Historical Tradition (1978). 

Di Mataram, mereka pindah ke Karta,
Terdapat tiga kejadian dalam
pada saat itulah, menghilang, semua 

kronogram ini yang dianggap bisa menandai

kejadian tsunami. Gambaran tentang banjir
kembali ke laut (nir tasik buta tunggal),
besar dari laut ini disebut tidak lebih dari
Pringgabaya menjadi ketakutan, ketika
tiga kali, yang masing-masing dalam bentuk
lenyap lautnya dan lima daratan (nir
empat kata kronogram yang setara dengan
sagara ponca bumi)
tahun saka yang sama, yaitu S 1540 atau
antara Maret 1618 hingga Februari 1619. 137

136 Pidato kebudyaan Pramoedya Anantha Toer Sastra, Sensor dan Negara: Seberapa Jauh Bahaya Bacaan? (1988)
137 Anthony Reid, "Two hitherto unknown Indonesian tsunamis of the seventeenth century: Probabilities and
context", Journal of Southeast Asian Studies, 47(1), pp 88–108 February 2016.


Page 273 of 278


Belakangan, Ricklefs dalam Reid Dari beberapa kali kejadian tsunami
(2015) mengoreksi terjemahannya. dalam 20 tahun terakhir, banyak sekali cerita
Disebutkan, nir tasik buta iku bumi sebagai dari penyintas yang mengisahkan tentang
lenyap, laut raksasa (menjadi) daratan dan terdengarnya "suara bergemuruh" seiring
nir tasik buta tunggal sebagai lenyap, datangnya "ombak raksasa." Suara gemuruh
(menjadi) satu lautan raksasa. Dengan ini oleh para penyintas tsunami Aceh 2004
menafsir kronogram dalam Babad in digambarkan mirip suara pesawat jet atau
Sangkala ini, Reid mengusulkan hipotesis helikopter, bahkan juga ratusan kereta api
bahwa tsunami besar pernah terjadi di dan kereta kuda, banyak disebutkan para
selatan Jawa pada S 1540 (Maret 1618 - penyintas tsunami Aceh 2004.138 Suara
Februari 1619), yang berarti di era Sultan bergemuruh juga dikisahkan para penyintas
Agung (1613-1646). tsunami Pangandaran 2006. Disebutkan,
"gelombang raksasa dengan suara
Bagi sebagian orang Jawa, deskripsi
bergemuruh."139 Demikian halnya, dalam
dalam kronogram ini lebih kerap
tsunami karena erupsi Gunung Anak
diasosiasikan dengan Ratu Kidul, yang
Krakatau di Pangandaran pada 22 Desember
dalam banyak narasi folklore disebutkan,
2018 lalu, banyak saksi mata yang
kedatangannya diikuti suara "gemuruh
mengisahkan tentang terdengarnya "...suara
kereta kuda". Penggambaran seperti ini pula
gemuruh dari laut dibarengi ombak besar
yang kemudian ditampilkan pelukis Basoeki
yang menghantam tempat wisata dan
Abdullah, yang kemudian menjadi imaji
permukiman di sekitar Pantai Carita,
yang dominan saat ini tentang sosok Ratu
Pandeglang."140
Kidul. Lukisan yang dibuat tahun 1981
dengan judul Kanjeng Ratu Kidul itu Penggambaran Ratu Kidul dalam
menggambarkan sosok perempuan yang Serat Sri Nata dari naskah Surakarta secara
mengenakan mahkota dengan rambut lebih jelas juga menggambarkan ciri-ciri
panjang terurai seolah muncul dari lautan tsunami, sebagaimana berikut:141
diiringi riak-riak ombak putih. Di antara
Kilat thathit abarungan (Kilat dan
riak-riak ini terdapat kuda-kuda yang sedang
halilintar bersamaan)
berlarian.

138Tanaka Shigeyoshi, dkk dalam buku Orang-Orang yang Bertahan dari Tsunami, JST JICA-Nagoya University,
Jepang, 2011.

139
Eko Yulianto, dkk dalam buku Selamat dari Bencana Tsunami, Pembelajaran dari Aceh dan Pangandaran, JTIC-
UNESCO, 2008

140 Tsunami Tak Terprediksi, harian Kompas, Senin 24 Desember 2018, hal. 1

141Penerjemahan dari naskah Serat Sri Nata ini ke dalam bahasa Indonesia atas bantuan dari Josphine Apriastuty
Rahayu, 2018.
Page 274 of 278
Panjumegur swara kagiri-giri (Gemuruh Anglir agni klangkung panasih warih
suaranya menakutkan) (Bagaikan api, sangatlah panas airnya)

Narka yen kiyamat iku (Mengira bahwa Mina sedaya pan lampus (Semua ikan
itu adalah kiamat) mati)

Toya minggah ngawiyat (Air naik ke Baya ari kiyamat (Mungkin hari kiamat
angkasa) ini)

Apan kaya amor mina toyanipun Bagi para saksi mata kejadian tsunami
(Bahkan, seperti bercampur ikan airnya) yang telah berulangkali melanda negeri ini
dalam beberapa tahun terakhir, narasi dalam
Semana datang winarna (Pada saat itu
serat ini yang bisa mengingatkan tentang
tidak dikisahkan)
kejadian tsunami di antaranya: panjumegur

Ratu Kidul duk miyarsi (Ratu Kidul saat swara kagiri-giri (gemuruh suaranya

mendengarnya) menakutkan; toya minggah ngawiyat (air


naik ke angkasa); samodra pun dadi kisik
Lagya sare kanthi denta (Sedang tidur (samudra menjadi daratan). Bahkan, banyak
beralaskan gading) juga saksi mata tsunami modern yang
dengan terang mengingat kejadian itu seperti
Kegegeran manehe (manahe-pen) Sang
baya ari kiyamat (mungkin hari kiamat ini).
Sung Dewi (Kacau hati Sang Dewi)

Deskripsi tentang samodera pun dadi


Dene naga samya mlayu (Bahkan naga
kisik, dalam naskah ini menjadi sangat
pun semua lari)
menarik untuk mendeskripsikan suatu
Arsa minggah perdata (Ingin naik untuk fenomena alam di luar nalar. Namun,
berkelahi?) fenomena lautan kering hingga menjadi
daratan ini, sebenarnya banyak dituturkan
Ratu Kidul alon denira amuwus (Ratu
dalam narasi di Jawa, seperti tertuang dalam
Kidul perlahan berkata:)
frasa populer bumi gonjang ganjing, gunung

Selawas sun durung mulat (Selama ini jugrug, segoro asat (bumi berguncang,

aku belum pernah menyaksikan) gunung ambruk, lautan kering), yang sering
dituturkan para dhalang dalam pewayangan
Samodra pun dadi kisik (Samudra untuk membuka adegan gara-gara atau
menjadi daratan) huru-hara dan kekacauan. Bumi berguncang
dengan mudah bisa diasosiasikan dengan
Dene panase kang toya (Bahkan
gempa bumi, demikian halnya gunung
panasnya air)
ambruk dengan letusan, namun bagaimana
Page 275 of 278
mungkin lautan bisa kering dan berubah sangat padat dan mendekati pantai, kawasan
menjadi daratan? Akan tetapi, kejadian selatan Jawa secara tradisional cenderung
tsunami Aceh tahun 2004 dengan jelas berjarak dari pantai.
menunjukkan bahwa setelah gempa bumi,
Pola keruangan yang menjauh dari
laut pun surut hingga berkilo-kilo meter.
Pantai Selatan Jawa juga masih terjadi
Pada saat itulah, banyak orang terheran-
hingga abad ke-19. Berdasarkan peta
heran, bahkan ada yang datang ke pantai
Belanda tahun 1800-an, lokasi permukiman
untuk memunguti ikan. Mereka tak mengira,
di pantai selatan Jateng dan DIY cenderung
bahwa laut yang surut itu akan segera diikuti
berjarak dari pantai. Permukiman hanya ada
dengan datangnya gelombang tsunami.142
di sebelah utara Jalan Daendels. Jalan
Pola Ruang dan Kerentanan Bencana tersebut berjarak 1 km sejajar pantai dan
memanjang 130 km di Karang Sewu, Kulon
Jika tsunami besar benar terjadi di
Progo. Jalan ini menghubungkan empat
selatan Jawa pada S 1540 (1618/1619)
wilayah di selatan, yakni Bantul, Purworejo,
seperti diusulkan oleh Reid (2015)
Kebumen, dan Cilacap (Eko Yulianto dalam
kemungkinan tidak berdampak katastropik
Arif, 2017).143
terhadap pusat kekuasaan Sultan Agung di
Mataram. Hal ini karena Kuta Gede, yang Pertumbuhan kawasan ini baru terjadi
menjadi batas selatan Kota Yogyakarta saat setelah Belanda membangun pelabuhan di
ini, berada sekitar 20 km dari Pantai Selatan. Cilacap pada tahun 1840. Hingga awal
Namun demikian, mengacu pada kejadian 1900-an, kawasan di pesisir selatan Jawa
Aceh 2004, tsunami besar dari zoan yang relatif berkembang hanya Cilacap.
subduksi Samudera Hindia, bisa memicu Seperti ditulis Ahmad Wongsosewodjo
kehancuran total di area pesisir sejauh 5 km, dalam bukunya,   Berkeliling Hindia: Tanah
bahkan mencapai 10 km dari muara sungai. Djawa Keradjaan Lama   (1937), ”Di pantai
selatan seluruh tanah Jawa, hanya sebuah
Tak ada data-data mengenai kondisi
negeri Cilacap sajalah bandar pelabuan yang
pesisir Jawa selatan pada tahun-tahun ini.
diperbaiki gubermen dan yang disinggahi
Namun, keberadaan sosok Ratu Kidul ini,
kapal.”
patut diperhitungkan turut memengaruhi
pola keruangan masyarakat di selatan Jawa Patut diduga, siklus tsunami besar
yang sejak dulu cenderung menjauh dari yang melanda pesisir Nusantara di masa lalu
kawasn pesisir. Berbeda dengan pola turut mempengaruhi pola keruangan, bahkan
permukiman di pantai utara Jawa yang juga tumbuh dan matinya peradabann besar

142 Ahmad Arif dalam Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme. Penerbit Buku Kompas, 2010
143 Ibid
Page 276 of 278
Nusantara di masa lalu. Misalnya, peradaban saat ini menghadapi ancaman gempa bumi
besar di Sumatera hampir semuanya tumbuh dari segmen Mentawai yang dianggap telah
di sepanjang pantai timur yang aman dari mendekati siklusnya, jelas berlipat.
bencana, mulai dari Kerajaan Sriwijaya,
Fenomena serupa terjadi di pesisir
Melayu-Riau, hingga Samudera Pasai.
selatan Jawa yang menghadapi ancaman
Bahkan, akses utama ke Kerajaan
gempa dan tsunami. Pertumbuhan kawasan
Pagaruyung di Minangkabau melalui sungai-
ini baru terjadi setelah Belanda membangun
sungai di pantai timur, dibandingkan pantai
pelabuhan di Cilacap pada tahun 1840.
barat Sumatera.
Selain faktor perdagangan dan kolonial,
Catatan kolonial menunjukkan, pertumbuhan penduduk ke zona rentan
tsunami-tsunami besar yang berulangkali tsunami ini juga dipicu oleh siklus bencana
melanda pantai barat Sumatera di masa lalu, yang panjang. Setelah letusan Gunung
tidak berdampak signifikan pada masyarakat Krakatau diikuti tsunami pada tahun 1883
lokalnya. Catatan kolonial menyebutkan, yang menewaskan lebih dari 36.000 jiwa,
pada 10 Februari 1797 pukul 22.00 malam, geologi Indonesia memasuki fase tenang.
terjadi gempa bumi yang disusul tsunami Pada periode inilah pertumbuhan penduduk
yang menghancurkan permukiman di Air melonjak dari 25 juta jiwa pada tahun 1885
Manis (Padang Selatan) dan menewaskan menjadi 205 juta jiwa pada tahun 2000,
300 orang, yang patut diduga sebagian besar sebagian besar di antaranya tinggal di pesisir
di antaranya pendatang. Satu kapal terbawa (Reid, 2016).
hingga 5,5 kilometer ke daratan (Soloviev
Pertumbuhan penduduk ini
dan Go, 1974). Hingga tahun 1797 itu,
meningkatkan kerentanan, seperti terlihat
pesisir Padang masih sepi penduduk karena
dalam 15 tahun terakhir, korban jiwa akibat
orang Minang aslinya tinggal di pedalaman
gempa dan tsunami di negeri ini mencapai
Bukit Barisan. Peta kuno Belanda tahun1781
lebih dari 200 ribu jiwa. Sebagian besar
menunjukkan, permukiman masyarakat lokal
korban terjadi karena penduduk yang tinggal
hanya ada di sisi selatan Batang Arau, di
di zona bahaya tidak memiliki pengetahuan
kaki Gunung Padang (Apenberg) sekitar 2
tentang risiko bencana di tempat tinggalnya
kilometer dari pantai.
sebagaimana terjadi di Lombok, Palu, dan
Namun, seiring waktu, Padang tumbuh Selat Sunda pada 2018 lalu.
menjadi kota pesisir. Sekitar 830.000 jiwa
Kesimpulan
penduduknya kini tinggal di tepi pantai barat
Sumatera yang rentan terdampak tsunami. Narasi tentang Ratu Kidul yang begitu
Jadi, dibandingkan 222 tahun lalu, risiko kuat tertanam di kalangan masyarakat Jawa,
gempa dan tsunami di Kota Padang, yang yang dari perspekif ilmu alam memiliki
Page 277 of 278
kedekatan dengan ciri-ciri tsunami, bisa di masa lalu cenderung berjarak dengan
digolongkan sebagai geomythology yang pantai selatan Jawa, sekarang perlahan
juga dikenal sebagai legends of the earth, kawasan ini mulai berkembang pesat.
myth of observation, natural knowledge, and Seiring memudarnya narasi tentang Ratu
physico-mythology. 144 Dengan perspektif Kidul, kantong-kantong permukiman
ini, geomitologi Ratu Kidul ini bisa tumbuh semakin mendekat ke pantai.
disetarakan dengan kisah Poseidon atau Apalagi, pemerintah saat ini
Dewa Laut dari Yunani yang bisa memprioritaskan pembangunan di kawasan
menciptakan gempa bumi dan tsunami.145 selatan Jawa yang tergolong tertinggal. Jalan
Para peneliti di dunia Barat telah lintas pantai selatan Jawa, Bandar Udara
menemukan bukti-bukti bahwa, narasi Kulon Progo, dan jalan lintas selatan Jawa
tentang Poseidon ini sebagai tsunami yang sepanjang 1.556 km akan dibangun di
pernah melanda Laut Aegean ribuan tahun kawasan selatan Jawa. Narasi lokal dari
lalu. Sekalipun dalam era modern belum berbagai daerah, termasuk kisah tentang
pernah tercatat lagi adanya tsunami di Ratu Kidul di selatan Jawa perlu dilihat
kawasan ini, namun fosil-fosil kerang hasil lebih dalam lagi, untuk menemukenali
deposit tsunami, yang terkubur di bukit tentang peristiwa alam di masa lalu dan
Semenanjung Yunani, yang dari proses respon masyarakat saat itu, termasuk
penanggalan sekitar 500 sebelum Masehi, kecenderungan menjauhnya hunian
plus minus 25 - 30 tahun, menjadi bukti kuat masyarakat dari pesisir pantai yang rentan
tentang sejarah geologi kawasan ini. tsunami ini, untuk membangun startegi
Fenomena yang dipercaya akan bisa mitigasi ke depan.
berulang di masa depan.146

Dengan semakin banyaknya bukti-


bukti geologi tentang jejak keberulangan
tsunami di kawasan pesisir selatan Jawa,
kita tak bisa lagi mengabaikan kerentanan
bahaya di kawasan ini. Jika masyarakat Jawa

144 Penjelasan tentang geomitologi ini bisa dilihat lebih jauh dalam Adrienne Mayor dalam Enciclopedia of
Geology, ed Richard Selley, Robin Coks, and Ian Palmer. Elseviee, 2004.
145 Penyair Yunani Kuno, Herodotus menulis, sekitar 470 sebelum Masehi, saat terjadi penyerbuan tentara Persia ke
wilayah Kassandra di pesisir Yunani, terjadi fenomena alam yang aneh. Air laut tiba-tiba surut jauh ke belakang
dalam waktu cukup lama sehingga para tentara Persia ini berbondong-bondong menyerbut Kassandra dengan
bersemangat dari arah pesisir yang mengering itu. Namun, tiba-tiba gelombang laut raksasa kembali datang
hingga menenggelamkan para tentara Persia ini. Herodotus menyebut, hal ini karena pertolongan Dewa
Posoeidon. Namun, para ilmuwan belakangan menemukan bukti-bukti jejak tsunami besar yang pernah melanda
kawasan ini, sehingga Poseidon kerap disebut sebagai terjadinya tsunami ribuan tahun lalu.
146 Andree Mustain dalam Ancient Wave of Poseidon Was Real Tsunami, Livescience.com, 20 April 2012.
Page 278 of 278

Anda mungkin juga menyukai