Anda di halaman 1dari 26

TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU-BUDHA KE INDONESIA

A. Hubungan Awal Masyarakat Nusantara dengan Bangsa Asing


Masyarakat Nusantara terkenal sebagai bangsa yang kuat dan pemberani. Mereka
mampu berlayar hingga mencapai berbagai kawasan di dunia. Kegiatan pelayaran
bukan hanya berlangsung untuk kegiatan mencari ikan, hasil alam, atau penjelajahan
semata. Mereka juga melakukan hubungan pedagangan dengan masyarakat asing.
Hubungan ini pelayaran dan perdagangan kuno ini sudah berkembang sejak jaman
praaksara.
Didasari oleh prinsip kebutuhan dan ketersedaan barang hubungan
perdagangan berkembang dengan baik. Hal ini diperkuat dengan keuntungan letak
Nusantara yang sangat strategis. Kepulauan Nusantara terletak di antara dua benua
yaitu Asia dan Australia, serta dua samudera yaitu Hindia dan Pasifik. Persilangan ini
merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Memang pada tahun-
tahun sebelum masehi jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera).
Kemudian pada awal abad Masehi, jalur perdagangan beralih ke jalur laut, sehingga
secara tidak langsung perdagangan anatara Cina dan India melewati selat Malaka.
Untuk itu kepulauan Nusantara menjadi bertambah ramai. Selain itu nyatanya
Nusantara memiliki hasil alam yang melimpah.
Hubungan pelayaran dan perdagangan awal masyarakat Nusantara dengan
bangsa luar dapat dibuktikan dari berbagai sumber sejarah dan diruntut dari beberapa
anggapan sejarawan yang antara lain:
1. Telah ditemukan adanya nekara perunggu tipe lokal dan buatan luar, seperti tipe
nekara perunggu di Sangeang yang merupakan nekara yang mirip dengan tipe
buatan luar. Heine Goldern meneliti nekara yang ditemukan dan menyatakan
bahwa nekara yang ditemukan di daerah Sangeang diperkirakan dicetak di daerah
Funan yang telah terpengaruh oleh budaya India pada 250 SM. Pengamatan
menarik dari Berner Kempres menunjukkan bahwa semua nekara yang ditemukan
di Bali

1
2

memliki 4 patung katak pada bagian pukulnya. Hal ini menunjukkan bukti adanya
pertukaran barang (dalam hal ini nekara) antara masyarakat Nusantara dengan
masyarakat luar.

Gambar 1. Nekara tipe Heager yang ditemukan di Bali

2. Hubungan dagang antara Nusantara dan India lebih dulu berkembang dari pada
hubungan Nusantara dan Cina. Hal ini seperti disampaikan oleh dua orang
sejarawan yaitu J.C. van Leur & O.W. Waolters yang melihat adanya sifat tertutup
bangsa Cina terhadap bangsa dan pengaruh asing.
3. Mulai berkembang sistem pelayaran yang lebih maju setelah Hippalos
menemukan pelayaran berdasarakan arah mata angin. Hal ini sangat membantu
pelayar dan pedagang yang sebelumnya hanya berpatokan pada arus dan
perbintangan saja tanpa pengetahuan peta yang jelas.
4. Salah satu bentuk kebudayaan Nusantara yang juga terabadikan dalam relief
Candi Borobudur yaitu perahu bercadik diketahui telah tersebar ke berbagai
penjuru dunia. Persebaran itu juga diikuti dengan pesebaran bahasa. Sejarawan H.
Kern menyebutkan beberapa daerah yang menjadi wilayah persebaran keduanya
yaitu Polonesia, Hawaii, Madagaskar, Benggala, dan India Selatan (Soekmono,
1993: 15).

Selain keempat pendapat tersebut, berbagai sumber berita tertulis asing diketahui
memuat informasi yang diperkirakan sebagai wilayah Nusantara. Berita tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Kitab Periplous, kitab ini merupakan sebuah pedoman berlayar di lautan
Erythrasa (Samudera India) ditulis oleh seorang nahkoda Yunani-Mesir pada awal
tahun Masehi. Kitab ini berisi informasi mengenai kapal-kapal Colandia yang
bertolak ke Chryse/negara emas. Penyebutan Chryse/negara emas diperkirakan
sebagai wilayah Sumatera (Poesponegoro dan Notosusanto [ed], 2010: 10).
2. Kitab Jataka, kitab ini merupakan sebuah manuskrip India yang ditulis pada awal
tahun Masehi. Kitab Jataka menyebutkan sebuah daerah yang diberi nama
Suvarnabhumi atau dapat pula diartikan sebagai negara emas. Para ahli
sependapat bahwa yang dimaksudkan dalam kitab ini adalah Pulau Sumatera
(Poesponegoro dan Notosusanto [ed], 2010: 9). Selain Kitab Jataka, Kitab
Ramayana juga menjadi salah satu kitab yang memberikan gambaran jelas tentang
pulau Jawa dan Sumatera (Coedes, 2015: 44)
3. Kitab Ramayana, kitab epos yang terkenal ini pada manuskrip aslinya yang ditulis
di India menyebutkan sebuah tempat yang menarik. Hanoman yang ditugaskan
Sang Rama mencari Shinta, diceritakan tiba di sebuah tempat yang disebut dengan
Yawadwipa yang diartikan sebagai pulau emas/perak karena Hanoman begitu
terpukau pada kekayaan dan kemegahannya. Yawadwipa diperkirakan sebagai
Pulau Jawa. Disebutkan pula nama Suwarnadwipa = pulau emas, yang kemudian
diperkirakan sebagai Pulau Sumatera (Poesponegoro dan Notosusanto [ed], 2010:
9).
4. Kitab Mahaniddesa memberi petunjuk tempat-tempat di timur jauh India abad III
M (Levi). Mahaniddesa juga menyebutkan tentang kawasan yang dipercaya
sebagai kawasan Nusantara yang menghasilkan sumber daya alam melimpah.
5. Kitab Geographike Hyphegesis (tuntunan geografi) ditulis oleh Claudius
Ptolomeus. Dalam kitab ini Ptolomeus menulis kisah perjalanannya ke berbagai
negeri asing. Ptolomeus menyebut berbagai kata yang dipercaya merujuk pada
tempat-tempat di Nusantara. Tempat tersebut antara lain; Barosae atau Barus
(kota di Pantai Sumatera), Sinda atau Sunda, Sabadiba atau Suvarnabhumi atau
Sumatera, Argyre Chora atau negeri perak, Chryse Chora atau negeri emas,
Chryse Chersonesos atau Semenanjung Emas, dan Iabadiou atau Pulau Jelai atau
Pulau Jawa (Poesponegoro dan Notosusanto [ed], 2010: 12).
Gambar 2. Peta Jalur Kedatangan Pertama Bangsa Asing di Nusantara

Dilihat dari bukti sejarah dan anggapan sejarawan tersebut dapat kita yakini bahwa
telah terjadi hubungan yang kuat antara masyarakat Nusantara dengan masyarakat
asing pada kisaran awal abad masehi. Hubungan tersebut tentunya merupakan
hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain.

B. Pengaruh Kebudayaan India di Nusantara


Melalui hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara dengan bangsa asing
muncul berbagai pengaruh bagi kedua pihak. Salah satu bangsa asing yang
melakukan hubungan dengan bangsa Nusantara adalah bangsa India. Masyarakat
Nusantara mendapat berbagai kebudayaan baru dan kemudian mengadopsi sebagian
kebudayaan dari bangsa India. Pengaruh tersebut muncul bukan merupakan hasil dari
hubungan yang berlangsung secepat kilat. Dimulai pada awal tahun masehi dan
berjalan hingga ratusan tahun lamanya hingga meninggalkan kesan dan pertukaran
kebudayaan (Notosusanto, 1998:311). Pengaruh hubungan tersebut dapat
dikategorikan dalam beberapa bidang berikut:
Bidang Agama. Sebelum masuknya pengaruh kebudayaan India ke Nusantara,
masyarakat masih menganut kepercayaan anismisme dan dinamisme. Kepercayaan
ini dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia ketika kebudayaan India masuk ke
Indonesia. Bangsa India turut serta membawa kepercayaan baru dalam hubungan
dengan bangsa Nusantara. Kepercayaan tersebut adalah agama Hindu dan agama
Buddha. Setelah masuknya kedua agama ini, kepercayaan anismisme dan dinamisme
tidak lantas ditinggalkan begitu saja, melainkan telah terjadi percampuran
(akulturasi) di antara keduanya. Hal ini dapat dilihat dari segi pemujaan dewa-dewa
dan roh nenek moyang.
Bidang Politik. Sistem politik kerajaan di Indonesia pertama kali
diperkenalkan oleh orang-orang India. Sebelumnya, masyarakat Nusantara masih
terdiri atas kelompok-kelompok yang dipimpin oleh kepala suku. Seorang kepala
suku dipilih berdasarkan keunggulan fisik dan spiritualnya, menganut hukum siapa
yang kuat dia yang berkuasa. Ketika kebudayaan India semakin berkembang, kepala
suku pun mulai digantikan oleh seorang raja. Diperkirakan raja pertama suatu
kerajaan merupakan kepala suku terkuat yang mempunyai pengaruh yang besar yang
mendapat legitimasi dari Brahmana yang datang ke Nusantara. Menurut M.C.
Ricklefs, dkk. (2013: 31) bahwa Indianisasi di kawasan Asia Tenggara termasuk di
nusantara kurang lebih sama dengan yang terjadi di tanah India dari akar mereka di
Arya, daerah utara India. Para kepala suku setempat mengadopsi gelar Sanskerta dan
konespsi kedudukan raja Hindu bersama kepercayaan agama baru. Hal ini seperti
diungkap sejarawan dilihat dari sumber kerajaan Kutai yaitu Yupa yang menyebut
sebuah upacara Vratyastoma. Peran raja semakin menguat saat muncul anggapan
bahwa raja merupakan keturunan dari dewa yang memiliki kekuatan, suci, dan
dipuja. Anggapan ini berkembang seiring dengan ajaran agama yang dianut oleh
kerajaan tersebut. Gelar raja selanjutnya diwariskan secara turun temurun, sehingga
menghapus kesempatan pemimpin lain untuk berkuasa. Hal ini menandakan
berakhirnya kepemimpinan kepala suku dan digantikan oleh raja.
Bidang Sosial Budaya
a. Aspek Sosial

Gambar 3. Ilustrasi masyarakat nusantara (atas) dan tingkat kasta (bawah)

Awalnya masyarakat Nusantara hidup berbaur dan bergotong royong dan tidak
mengenal adanya tingkatan masyarakat. Setelah masuknya kebudayaan India ke
Nusantara, terjadi perubahan dalam tata kehidupan masyarakat Nusantara.
Sebenarnya dalam masyarakat Indonesia sebelumnya sudah memiliki hierarki
sosial atau tingkatan masyarakat secara sosial namun tidak spesifik seperti setelah
adanya pengaruh kebudayaan India. Ketika kebudayaan itu datang
diperkenalkanlah sistem kasta. Sistem kasta merupakan pembagian masyarakat
berdasarkan kedudukan dalam masyarakat. Kasta dikenal dalam struktur
masyarakat Hindu. Saat itu dikenal empat kasta, yaitu:
a) Kasta Brahmana, golongan paling atas. Brahmana adalah orang yang
mengabdikan dirinya dalam urusan bidang spiritual seperti sulinggih, pandita
dan rohaniawan. Selain itu disandang oleh para pribumi.
b) Kasta Ksatria, golongan tingkat kedua. Golongan Ksatria adalah para kepala
dan anggota lembaga pemerintahan. Seseorang yang menyandang gelar ini
tidak memiliki harta pribadi semua harta milik negara.
c) Kasta Waisya, golongan tingkat ketiga. Golongan Waisya adalah orang yang
telah memiliki pekerjaan dan harta benda sendiri petani, nelayan, pedagang,
dan lain-lain.
d) Kasta Sudra, golongan tingkat keempat. Golongan Sudra adalah pelayan bagi
ketiga kasta di atasnya.
Sedangkan di luar sistem kasta tersebut, ada pula istilah:
a) Kaum Paria, golongan orang rendahan yang tugasnya melayani para Brahmana
dan Ksatria.
b) Kaum Candala, golongan orang yang berasal dari Perkawinan Antar Warna,
bangsa asing.

Berbeda dengan ajaran agama Hindu, dalam agama Buddha hanya terdapat
golongan biksu atau biksuni, dan upasaka atau upasika (masyarakat Buddha yang
tingkatannya masih seperti masyarakat kebanyakan). Pembagian golongan ini
tidak mengarah pada pembagian masyarakat secara vertikal, yang berarti tidak ada
tingkatan sosial masyarakat dalam agama Budda.
b. Aspek Arsitektur. Pengaruh India dalam bidang arsitektur dapat dilihat dari
bangunan candi, meskipun bangunan candi ini merupakan pengaruh dari India,
namun dalam arsitekturnya dapat perpaduan dengan arsitektur megalitikum. Hal
ini dapat dilihat pada umumnya candi-candi yang berundak-undak, seperti Candi
Borobudur.
Gambar 4. Candi Plaosan Klaten (atas) dan Punden Berundak (bawah)

Candi merupakan bangunan suci keagamaan. Terdapat sebuah kitab pedoman


yang secara khusus memuat informas mengenai candi, yaitu kitab Silpasastra.
Candi di Nusantara yang dbangun dengan memenuhi pedoman dari Silpasastra
menggabungkan unsur Nusantara. Walaupun sama-sama bangunan keagamaan,
candi Hindu dan candi Buddha memiliki perbedaan. Perbedaannya dapat dilihat
dari tabel berikut, yaitu:
Tabel 1. Perbedaan candi Hindu dan Buddha
No Aspek Candi Hindu Candi Buddha
1 Candi makam atau tempat Tempat pemujaan
Fungsi memakamkan abu jenazah dewa.
raja.
2 Dibagi menjadi tiga: Dibagi menjadi tiga:
Bhurloka (bawah candi) Kamadhatu (dasar
melambangkan dunia fana. candi) melambangkan
Bhurvaloka (tubuh candi) kehidupan manusia
melambangkan dunia yang penuh dosa.
pembersih atau pemurnian. Rupadhatu (tengah
Svarloka (atap candi) candi) melambangkan
Bagian
melambangkan dunia para kehidupan manusia
dewa. yang hanya
mementingkan nafsu.
Arupdhatu (atas candi)
melambangkan
manusia telah
mencapai nirwana.
3 Puncak Terdapat ratna. Terdapat stupa.
4 Arca Arca Trimurti. Arca Buddha.

Contoh candi Hindu yang ada di Indonesia antara lain Candi Prambanan, Candi
Gedong Songo, Candi Sewu, Candi Arjuna, dan Candi Tikus.

Gambar 5. Candi Prambanan


Sedangkan contoh candi Buddha yang ada di Indonesia antara lain Candi
Borobudur, Candi Mendut, Candi Muara Takus, Candi Sari, Candi Muara Bahal,
dan Candi Ngawen. Baik candi Hindu maupun Buddha dapat kita temukan di
berbagai wilayah di Indonesia.
c. Aspek Seni

Gambar 6. Relief Sang Buddha Sidharta

Pengaruh seni rupa India telah masuk ke Indonesia seiring dengan masuknya
kebudayaan India ke Indonesia. Kesenian ini dapat dilihat dari relief-relief candi.
Candi Borobudur mempunyai relief yang menceritakan kisah sang Budha dan
suasana alam Indonesia. Berbeda dengan Candi Borobudur, Candi Prambanan
mempunyai relief yang menceritakan kisah Ramayana. Selain relief terdapat pula
pengaruh seni rupa India berupa patung Buddha berlangganan Gandara yang
ditemukan di kota Bangun, Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur) dan
berlanggam Amarawati yang ditemukan di Sikendeng, Sulawesi.
d. Bidang Bahasa, Aksara, dan Sastra. Dari segi bahasa, orang-orang Nusantara
mengenal bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa karena pengaruh kebudayaan India.
Sebelumnya masyarakat Nusantara belum mengenal budaya aksara atau tulis,
walaupun dipercaya sudah ada bahasa yang asli yang digunakan masyarakat
Nusantara. Pengenalan huruf inilah yang mengantar peradaban Nusantara ke masa
aksara. Huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta banyak ditemukan di berbagai
peninggalan sejarah, seperti halnya prasasti dan kitab sastra. Contoh prasasti yang
menggunakan aksara Pallawa adalah Yupa dan Prasasti Tugu.
Gambar 7. Aksara Pallawa dan Perkembangannya di Nusantara

Selain bahasa dan aksara, turut berkembang pula seni sastra di masyarakat
Nusantara. Sastra pada masa ini bercorak tradisional dan bersifat istana sentris.
Artinya, karya yang ada masih terbatas pada kalangan istana saja. Pada masa
kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama
pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,
a) Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa politik Airlangga.
b) Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman
kerajaan Kediri.
c) Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
d) Arjuna Wijaya, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan
Majapahit.
e) Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
f) Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
g) Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada aman
kerajaan Majapahit.
e. Bidang Pendidikan. Pengaruh Kebudayaan India turut mengubah sistem
pendidikan di Indonesia. Kedatangan mereka yaitu untuk memberikan pendidikan
mengenai agama Kebudayaan India kepada masyarakat Indonesia. Para pendeta
tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang disebut pasraman.
Di tempat
inilah masyarakat mendapatkan berabagi ilmu agama dan pengetahuan. Pada
perkembangannya, tempat ini mencetak para lulusan yang terpelajar. Para pelajar
ini kemudian menyebar hingga ke India untuk memperdalam agama Kebudayaan
India, sekembalinya dari India mereka menyebarkan agama Hindu Budha. Bahasa
pengantar pengajaran yang mereka gunakan menggunakan bahasa setempat
sehingga mudah dipahami.
f. Bidang Astronomi. Pengaruh bidang astronomi disini lebih kepada sistem
kalender. Dalam agama Hindu dikenal dengan tahun Saka yang dimulai pada
tahun 78 Masehi. Di Indonesia terutama di Jawa dan Bali, tahun Saka sudah
ditambahi dengan cara penanggalan lokal. Selain itu, ditemukan pula
Candrasengkala atau angka tahun yang disimbolkan dengan kata-kata, gambar-
gambar atau benda. Apabila dalam bentuk angka, harus dibaca dari belakang
contoh yang paling umum adalah tahun keruntuhan kerajaan Majapahit yang
ditandai dengan Candrasengkala “Sirna Ilang Kertaning Bumi”. Sirna= 0, Ilang=
0, Kertaning = 4, Bumi =. dengan demikian, “Sirna ilang kertaning bumi”
menggambarkan runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka.

Gambar 8. Surya Majapahit

Untuk Candrasangkala berupa gambar atau benda dapat dibaca melalui bagian-
bagian penting bentuknya. Contoh gambar bulus di dalam mihrab Masjid Agung
Demak. Meskipun berupa peninggalan Islam, namun gambar ini menunjukkan
tahun Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1, 4 kaki berarti
angka 4, badan bulus berarti angka 0, dan ekor bulus berarti angka 1 (satu).
berdasarkan simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun
1401 Saka (Badrika, 2006: 120-122).

C. Teori Masuk Agama Hindu di Nusantara


Agama Hindu lahir di Lembah Sungai Indus, India. Para ahli memperkirakan agama
Hindu merupakan sintesis dari berbagai tradisi dan kebudayaan di India pada kisaran
500-200 SM. Penganut agama Hindu mempercayai adanya tiga dewa yang disebut
Trimurti yakni Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara), dan Siwa (perusak). Kitab
suci agama Hindu adalah Weda yang dibagi menjadi:
a. regweda berisi syair-syair pujian terhadap dewa
b. sawaweda berisi nyanyian pujian terhadap dewa
c. yayurweda/ jayurweda berisi do'a pengantar sesajian yang di sampaikan untuk
dewa
d. atharwaweda berisi kumpulan mantra mantra gaib untuk mengusir penyakit,
menghancurkan musuh, memperoleh kekuasaan.

Agama Hindu kemudian berkembang dan tersebar ke berbagai wilayah di dunia


termasuk Nusantara. Mengenai siapa yang membawa/ menyebarkan agama Hindu ke
Nusantara, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli
memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu atau Kebudayaan India
ke Nusantara. Ada 5 teori tentang masuknya agama Hindhu ke Nusantara:
Teori Brahmana oleh J.C. Van Leur
Menurut teori yang dikemukakan oleh J.C Van Leur ini, bahwa para Brahmana
datang dari India ke Nusantara atas undangan pemimpin suku dalam rangka
melegitimasi kekuasaan mereka sehingga setaraf dengan raja-raja di India. Teori ini
didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan
bercorak Hindu dan Buddha di Nusantara, terutama prasasti-prasasti berbahasa
sansekerta dan huruf Pallawa.
Gambar 9. Ilustrasi Brahmana Tengah Menyampaikan Ajaran

Di India, bahasa dan huruf itu hanya digunakan dalam kitab suci Weda dan upacara
keagamaan, dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasainya. Tetapi
teori ini pun diragukan kebenarannya, alasannya adalah kendati benar hanya para
Brahmana yang dapat membaca dan menguasai Weda, tetapi para pendeta Hindu itu
pantang menyebrangi lautan.
Kelebihan teori ini:
1) Agama Hindu adalah milik kaum Brahmana sehingga merekalah yang paling tahu
dan paham mengenai ajaran agama Hindu. Urusan keagamaan merupakan
monopoli kaum Brahmana bahkan kekuasaan terbesardipegang oleh kaum
Brahmana sehingga hanya golongan Brahmana yang berhak dan mampu
menyiarkan agama Hindu.
2) Prasasti Nusantara yang pertama menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan di
India sendiri bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara
keagamaan. Bahasa Sansekerta adalah bahasa kelas tinggi sehingga sehingga tidak
semua orang dapat membaca dan menulis bahasa Sansekerta. Di India hanya kasta
Brahmana yang menguasai bahasa Sansekerta sehingga hanya kaum Brahmana-
lah yang dapat dan boleh membaca kitab Weda.
3) Karena kepala suku yang ada di Nusantara kedudukannya ingin diakui dan kuat
seperti raja-raja di India maka mereka dengan sengaja mendatangkan kaum
Brahmana dari India untuk mengadakan upacara penobatan dan mensyahkan
kedudukan kepala suku di Nusantara menjadi Raja. Dan mulailah dikenal istilah
kerajaan. Karena upacara penobatan tersebutt secara Hindu maka secara otomatis
rajanya juga dinyatakan Beragama Hindu, jika raja bertagama Hindu maka
rakyatnyapun akan mengikuti rajanya.
4) Ketika menobatkan raja kaum Brahmana pasti membawa kitab Weda ke
Nusantara. Sebelum kembali ke India tak jarang para Brahmana tersebutt
meninggalkan kitab Weda-nya sebagai hadiah bagi sang raja. Kitab tersebut
selanjutnya akan dipelajari oleh sang raja dan digunakan untuk menyebarkan
agama Hindu di Nusantara.
5) Karena raja telah mengenal Brahmana maka secara khusus raja juga meminta
Brahmana untuk mengajar di lingkungan istananya. Dan hal inilah maka agama
dan budaya India dapat berkembang di Nusantara.
6) Sejak itu mulailah secara khusus kepala suku kepala suku yang lain yang tertarik
terhadap budaya dan ajaran Hindu mengundang kaum Brahmana untuk datang
dan mengajarkan agama dan budaya India kepada masyarakat Nusantara.
Teori ini didukung dengan adanya bukti bahwa terdapat koloni India di Malaysia dan
pantai Timur Sumatera yang banyak ditempati oleh orang-orang keeling dari India
Selatan yang memerlukan kaum Brahmana untuk upacara agama (perkawinan dan
kematian).
Kelemahan teori ini:
1) Mempelajari bahasa Sansekerta merupakan hal yang sangat sulit jadi tidak
mungkin dilakukan oleh raja-raja di Nusantara yang telah mendapat kitab Weda
untuk mengetahui isinya bahkan menyebarkan pada yang lain. Sehingga pasti
memerlukan bimbingan kaum Brahmana.
2) Menurut ajaran Hindu Kuno seorang Brahmana dilarang untuk menyeberangi
lautan apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan hal tersebut maka ia
akan kehilangan hak akan kastanya. Sehingga mendatangkan para Brahmana ke
Nusantara bukan merupakan hal yang wajar.
Teori Waisya oleh N.J. Krom

Gambar 10. Ilustrasi Kaum Waisya


Hubungan dagang antara Nusantara dan India diawali sejak tahun 1 Masehi. Menurut
N.J. Krom, para pedagang India dikatakan telah melakukan perkawinan dengan
penduduk pribumi dan melalui perkawinan tersebut mereka mengembangkan
kebudayaan India (Abdullah dan Lapian [ed], 2011:37). Hubungan perdagangan ini
diikuti dengan hubungan kebudayaan seperti, agama, sistem pemerintahan, sosial dan
budaya sehingga terjadi percampuran kebudayaan di antara dua negara tersebut. Ada
beberapa teori terkait proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha ke
Nusantara. Golongan terbesar yang datang ke Nusantara adalah para pedagang India.
Kelebihan teori Waisya adalah: Sumber daya alam yang sangat banyak di
Nusantara membuat para Waisya tertarik untuk bertransaksi jual beli di Nusantara.
Pada saat itu, kebanyakan pedagang yang datang ke Nusantara berasal dari Nusantara
bersal dariIndia yang merupakan pusat agaman Hindu, shg ketika mereka berdagang,
mereka juga menyebarkan ajaran Hindu dan Buddha.
Kelemahan teori Waisya adalah: Teori waisya diragukan kebenarannya, jika
para pedagang yang berperan terhadap penyebaran kebudayaan, maka pusat-pusat
kebudayaan mestinya hanya terdapat di wilayah perdagangan saja, seperti di
pelabuhan atau pusat kota yang ada di dekatnya. Kenyataanya, pengaruh kebudayaan
Hindu ini banyak terdapat di wilayah pedalaman, seperti di buktikan dengan adanya
kerajaan-kerajaan bercorak Hindu di pedalaman Jawa. Selain itu para pedagang yang
termasuk dalam kasta Waisya tidak mengausai bahasa Sansekerta dan huruf pallawa
yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana.

Teori Ksatria oleh C.C Berg Mookerji dan J.L Moens


Menurut teori yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch, pada masa lampau di India
sering terjadi perang antar golongan. Para prajurit yang kalah atau jenuh dlm
menghadapai perang antar golongan tersebut lantas mereka meninggalkan India. Dan
menyebar keberbagai wilayah dunia, rupanya diantara mereka ada pula yang sampai
ke wilayah Nusantara. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-
koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Kelebihan dari teori ini adalah
a. Semangat berpetualangan dan menaklukan daerah lain, pada saat itu umumnya
dimiliki oleh keluarga kerajaan.
b. Menurut C.C Berg bahwa ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah
perebutan kekuasaan di Nusantara. Mereka dijanjikan akan diberi hadiah apabila
menang, yaitu dinikahkan dengan seorang putri kepala suku yang dibantunya.
c. Menurut Mookerji bahwa para ksatria ini membangun koloni-koloni yang
akhirnya berkembang menjadi kerajaan dan menjalin hubungan dengan kerajaan
India.
Tetapi teori ksatria ini juga memiliki kelemahan yaitu:
a. Tidak adanya bukti tertulis bahwa telah terjadi kolonisasi oleh para ksatria
Hindu yang berasal dari India.
b. Para ksatria tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
c. Apabila daerah Nusantara pernah menjadi daerah taklukan kerajaan-kerajaan
India, tentunya ada bukti prasasti yang menggambarkan penaklukan tersebut.
Akan tetapi baik di India maupun Nusantara tidak ditemukan prasasti semacam
itu.
Teori Sudra oleh Van Faber

Gambar 11. Ilustrasi Kaum Sudra


Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Nusantara dibawa oleh kasta
Sudra. Mereka datang ke Nusantara dengan tujuan mengubah kehidupan mereka
karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar.
Kelebihan teori Sudra: Semua orang ada pada kasta sudra pasti ingin memperbaiki
hidup, salah satunya adalah pergi ketempat lain seperti Nusantara.
Kelemahan teori Sudra:
1. Kasta sudra umumnya tidak memiliki ilmu pengetahuan/pendidikan
2. Tidak menguasai bahasa sansekerta dan huruf pallawa
3. Biasanya jika ada budak maka ada tuannya, maka jika pastilah ada kasta yang
lebih tinggi dari sudra yang membawa kasta sudra ke Nusantara.

Teori Arus Balik oleh F.D.K. Bosch


Menurut teori ini, yang pertama kali datang ke Nusantara adalah mereka yang
memiliki semangat untuk menyebarkan agama Kebudayaan India, yaitu para
intelektual yang ikut menumpang kapal-kapal dagang. Setelah tiba di Nusantara
mereka menyebarkan agamannya. Karena pengaruhnya itu, ada dianatara tokoh
masyarkat yang tertarik untuk mnegikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya
banyak orang Nusantara sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan belajar
agama Kebudayaan India di India. Kelebihan teori ini adalah:
a Ada kemungkinan putra para bangsawan di Nusantara pergi ke india untuk belajar
agama dan kebudayaan Kebudayaan India, tujuannya agar dengan ilmu yang
mereka dapat dari India, para bangsawan bisa membuat kekuasaan di Nusantara
dengan mencontoh kebudayaan Kebudayaan India di India.
b Adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradewa (Raja
Sriwijaya) telah meminta kepada raja di India untuk membangun wihara di
Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya.
Permintaan raja Sriwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para
tokoh atu pelajar itu menuntut ilmu disana, mereka kembali ke Nusantara.
Kelemahan teori ini adalah Pada teori ini, sepertinya tidak mungkin jika orang
Nusantara pergi ke india untuk belajar agama dan budaya Kebudayaan India karena
pada saat itu masyarakat Nusantara masih bersifat pasif, jadi tidak mungkin orang
Nusantara belajar ke India untuk menuntut ilmu agama dan agama Kebudayaan India
kemudian mereka kembali ke Nusantara untuk meyebarkan ilmu mereka.

D. Teori Masuknya Agama Buddha di Nusantara


Agama Buddha merupakan agama yang bisa dikatakan sebagai pembaharu dari
agama Hindu yang dibawa oleh Siddhartha Gautama. Ayah dari Pangeran Siddhartha
Gautama adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya adalah
Ratu Mahamaya Dewi. Pada perjalanannya sang Buddha sendiri melakukan
pengembaraan untuk mencari pencerahan yang abadi. Hal ini dilakukan karena
Siddharta Gautama pernah mengalami pengalaman melihat secara langsung
penderitaan rakyat yang sangat berbeda dengan keadaannya yang dipenuhi
kemudahan dan kemewahan. Siddharta mendapatkan pencerahan abadi setelah
bertapa di bawah pohon Bodhi dan mendapatkan gelar Budha Sakyamuni.
Selanjutnya Ia menyebarkan ajaran dan agama Buddha ke seluruh wilayah.
Berbeda halnya dengan agama Hindu, agama Buddha lebih banyak
berkembang di Cina dibandingkan dengan asal mulanya agama tersebut yaitu India.
Agama Buddha mempunyai kiab suci yang disebut dengan Tripitaka. Tripitaka
secara harafiah diartikan sebagai tiga keranjang, kitab ini terbagi menjadi:
a. Sutta Pitaka, berisi wejangan-wejangan dari sang Buddha.
b. Vinaya Pitaka, berisi segala macam peraturan dan hukum yang menentukan cara
hidup pemeluknya
c. Abhidharma Pitaka, berisi penjelasan penjelasan dan kupasan soal keagamaan.

Hindu merupakan agama yang dianggap sebagai agama paling tinggi kedudukannya
saat itu, karena mereka mengenal sistem kasta sehingga yang bisa mempelajarinya
hanyalah kalangan tertentu saja. Sedangkan Buddha merupakan agama yang tidak
mengenal kasta, sehingga dapat menyebar dengan merata tanpa memandang suatu
kalangan atau pun kasta tertentu. Jika penyebaran agama Hindu dikategorikan
berdasarkan golongan pembawanya, agama Buddha berbeda. Agama Buddha
dipercaya menyebar ke seluruh dunia lewat perantara dua hal, yaitu:
Perdagangan. Sebagai kegiatan yang mengharuskan adanya perpindahan dan
pertemuan dengan orang lain, perdagangan merupakan sarana yang paling ampuh
dalam menyebarkan pengaruh, termasuk agama. Agama Buddha diperkirakan datang
dan dikenalkan pertama kali lewat kegiatan perdagangan yang berkembang antara
bangsa Nusantara, India, dan juga Cina. Masuknya agama Buddha di Indonesia itu
sekitar awal abad pertama atau saat dimulainya perdagangan melalui jalur laut,
namun itu hanyalah perkiraan kedatangan para pedagang dari India atau pun dari
China. Sedangkan bukti-bukti yang menyebutkan adanya orang Indonesia yang
memeluk agama Budha itu sekitar adab ke-4 M. Ditemukan Prasasti dan Ruphang
Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di
Kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang
diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi
2 syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua.
Tulisan yang kedua dari lempengan batu tersebut berbunyi: ”Karma bertambah
banyak karena kurang pengetahuan dharma Karma menjadi sebab tumimbal lahir
Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma Dengan tiada karma
maka tiada tumibal lahir”. Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di
Kalimantan Timur, dilembah-lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat
tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam bentuk patung Buddha dalam
gaya Gupta.
Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-
patung Buddha gaya Amaravati ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat
tertua, Amarawati di Sungai Kitsna kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah
negeri aliran besar patung Buddha yang berkembang dari tahun 150 sampai 250 M.),
namun adanya negara Buddha di daerah-daerah itu belum ada yang mengetahui
tentang kemungkinannya. Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut oleh
orang- orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana
dan tahun 519 putra raja Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini
diperkirakan berada di Sumatera. Lewat berbagai bukti tersebut telah diketahui
bahwa kebudayaan India yang bercorak Buddha ditemukan di berbagai wilayah di
Nusantara. Hal ini menandakan adanya perdagangan yang menjadi sarana penting
dalam penyebaran agama Buddha ke wilayah Nusantara.
Dharmaduta. Selain perdagangan, dalam agama Buddha dikenal pula istilah
dharmaduta sebagai penyebar agama Buddha ke seluruh penjuru dunia. Dharmaduta
merupakan utusan agamawan Buddha yang memang bertugas menyebarkan agama
Buddha. Keberadaan dharmaduta menjadi penting karena mereka merupakan sosok
yang mendalami ajaran Buddha dan hidup penuh kesederhanaan. Seseorang yang
menjadi dharmaduta diharuskan memenuhi kriteria khusus dan harus mendapat
pengajaran khusus sebelum diperbolehkan untuk menyebarkan agama ke berbagai
wilayah. Mereka terbiasa berjalan dan mengunjungi berbagai tempat guna
menyebarkan ajaran dan kebaikan dharma Buddha. Sampai saat ini keberadaan
dharmaduta masih memegang peranan utama sebagai utusan agama Buddha
sekaligus penyiar agama Buddha yang tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Gambar 12. Ilustrasi situasi pelajaran Agama Buddha


E. Rangkuman
Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Indonesia dengan India sudah
berlangsung sejak awal abad Masehi. Terbukti dengan adanya peninggalan
sejarah di dalam negeri seperti Arca Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi
Selatan dan nekara perunggu yang ditemukan di Bali. Keduanya merupakan
benda buatan asing yang ditemukan di Indonesia yang menandakan adanya
aktivitas perdagangan saat itu. Selain dalam negeri, adapula bukti dari luar negeri.
Satu di antaranya adalah penyebutan Suvarnabhumi untuk menunjuk kawasan
Sumatera di kitab Jataka tulisan orang India.
Hubungan pelayaran dan perdagangan ini berpengaruh terhadap masuknya
budaya India ke Indonesia. Dalam bidang agama, masyarakat Nusantara
mengenal agama Hindu dan Buddha. Dalam bidang sosial, budaya, dan politik
dikenal berbagai tatanan baru di Nusantara. Agama Budha disebarluaskan ke
Indonesia oleh para bhiksu khusus yang disebut Dharmaduta. Sedangkan
mengenai pembawa agama Hindu ke Indonesia sejarahwan memberikan 5 teori
sebagai berikut:
1. Teori Brahmana: menurut Van Leur kaum Brahmana yang menyebarkan agama
Hindu di Indonesia karena hanya Brahmana yang menguasai ajaran Hindu.
Kelemahan teori ini menurut ajaran brahmana tidak diperbolehkan keluar
India.
2. Teori Ksatria: menurut C.C Berg Mookerji dan J.L Moens bangsawan India
menaklukkan daerah-daerah tertentu di Indonesia dan menghindukan
penduduknya. Kelemahan teori ini suatu kolonisasi yang dilakukan oleh
golongan ksatria tentunya akan dicatat sebagai suatu kemenangan, dan catatan
itu tidak ditemukan.
3. Teori Waisya: Menurut N.J. Krom golongan pedagang yang menetap di
Nusantara dan kemudian proses penyebaran kebudayaan India. Kelemahannya
ada pada sebaran pusat kerajaan Hindu-Buddha yang ada di pedalaman, bukan
hanya pesisir.
4. Teori Sudra: Menurut Van Faber, kaum pelayan datang ke Nusantara bertujuan
mengubah kehidupan mereka karena di India mereka hanya hidup sebagai
pekerja kasar. Namun, sebenarnya kemungkinan mereka bisa keluar dari India
sangat kecil.
5. Teori Arus Balik: Menurut F.D.K Bosch agama Hindu tersebar di Indonesia
bukan hanya karena peran orang India, tetapi orang Indonesia juga berinisiatif
datang ke India untuk belajar agama. Mereka adalah pelajar yang dikirim oleh
Raja di Nusantara, ini tercatat pada prasasti Nalanda yang ditemukan di India.
Sayangnya, masyarakat Nusantara saat itu masih pasif dan menjadikan teori
ini diragukan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan Lapian, A.B.[ed]. 2010. Indonesia dalam Arus Sejarah Kerajaan
Hindu-Buddha. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah SMA Kelas XI program IPS. Jakarta: Erlangga.
Coedes, George. 2015. 2015. Asia Tenggara Masa Hindu-Budha. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
Farid, Samsul. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA-MA/ SMK Kelas X. Bandung: Yrama
Widya.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho; dkk. 1998. Sejarah
Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
----; dkk. 1998. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
----, Nugroho. [ed]. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. dkk. 2013. Sejarah Asia Tenggara dari Masa Pra Sejarah Sampai
Kontemporer. Jakarta: Komunitas Bambu
Soekmono. 1993. Sejarah Kebudayaan Indonesia II. Yogyakarta: Kanisius.

Sumber Gambar:
Gambar 1 : http://gurusejarahlokal.blogspot.com/2015/11/bentuk-budaya-logam-
masa-praaksara-di.html
Gambar 2 : http://comparative-of-religion.weebly.com/peta-jalur-dan-teori-
masuknya-hindu-budha-di-Indonesia.html
Gambar 3 : http://www.ipsmudah.com/2017/03/kasta-dalam-agama-hindu-di-bali-
india.html
Gambar 4 : https://tempatwisata.co/tempat-wisata-di-klaten/
https://www.kompasiana.com/www.teguhhariawan/millenarisme-
membangun-candi-punden-berundak-di-gunung-
gunung_552a1e0ff17e61cb5dd623c0
Gambar 5 : http://www.infobudaya.net/2018/02/kisah-cinta-dan-fakta-di-balik-
candi-prambanan-yang-harus-kamu-tahu/
Gambar 6 : http://sparklepush.com/tempat-wisata/4-sejarah-buddha-yang-dapat-
dipelajari-dari-relief-candi-borobudur/
Gambar 7 : http://www.batasnegeri.com/aksara-nusantara-kekayaan-tradisi-
tulisan-bangsa-indonesia/
Gambar 8 : http://wongjawa670.blogspot.com/2011/04/surya-majapahit-lambang-
kerajaan.html
Gambar 9 : https://dominorubrik.wordpress.com/2016/02/09/teori-waisya/

Anda mungkin juga menyukai