Anda di halaman 1dari 88

Alih Aksara

Babad Ngayogyakarta SB141a


Pupuh I-XI

Yosephin Apriastuti Rahayu


Ika Wasdiati

Perpusnas Press
2020
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Data Katalog dalam Terbitan (KDT)

Babad Ngayogyakarta SB141a Pupuh I-XI


Oleh: Yosephin Apriastuti Rahayu, Ika Wasdiati - Jakarta:
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2019
86 hlm. ; 16 x 23 cm,--(Seri Naskah Kuno Nusantara)
1. Manuskrip. I. Yosephin Apriastuti Rahayu, Ika Wasdiati.
II Perpustakaan Nasional. III. Seri
E-ISBN : 978-623-7830-33-7 (PDF)

Editor Isi & Bahasa


Tim Editor

Perancang Sampul
Irma Rachmawati

Tata Letak Buku


Yanri Roslana

Diterbitkan oleh
Perpusnas Press, anggota Ikapi
Jl. Salemba Raya 28 A, Jakarta 10430
Telp: (021) 3922749 eks.429
Fax: 021-3103554
Email: press@perpusnas.go.id
Website: http://press.perpusnas.go.id
perpusnas.press
perpusnas.press
@perpusnas_press

- ii -
Sambutan

UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, mendefinisikan naskah


kuno sebagai dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak
dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang
berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai
penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Dibanding
benda cagar budaya lainnya, naskah kuno memang lebih rentan rusak, baik
akibat kelembapan udara dan air (high humidity and water), dirusak binatang
pengerat (harmful insects, rats, and rodents), ketidakpedulian, bencana alam,
kebakaran, pencurian, maupun karena diperjual-belikan oleh khalayak umum.
Naskah kuno mengandung berbagai informasi penting yang harus
diungkap dan disampaikan kepada masyarakat. Tetapi, naskah kuno yang ada
di Nusantara biasanya ditulis dalam aksara non-Latin dan bahasa daerah atau
bahasa Asing (Arab, Cina, Sanskerta, Belanda, Inggris, Portugis, Prancis).
Hal ini menjadi kesulitan tersendiri dalam memahami naskah. Salah satu
cara untuk mengungkap dan menyampaikan informasi yang terkandung di
dalam naskah kepada masyarakat adalah melalui penelitian filologi. Saat ini
penelitian naskah kuno masih sangat minim.
Sejalan dengan rencana strategis Perpustakaan Nasional untuk
menjalankan fungsinya sebagai perpustakaan pusat penelitian juga pusat
pelestarian pernaskahan Nusantara, maka kegiatan alih aksara, alih bahasa,
saduran dan kajian naskah kuno berbasis kompetisi perlu dilakukan sebagai
upaya akselerasi percepatan penelitian naskah kuno yang berkualitas,
memenuhi standar penelitian filologis, serta mudah diakses oleh masyarakat.
Dengan demikian, Perpustakaan Nasional menjadi lembaga yang berkontribusi
besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya di
bidang pernaskahan.
Kegiatan ini wajib dilaksanakan Perpustakaan Nasional, karena
merupakan amanat Undang-Undang No.43 tahun 2007 Pasal 7 ayat 1 butir d
yang mewajibkan Pemerintah untuk menjamin ketersediaan keragaman
koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi),
alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia), juga Pasal 7

- iii -
ayat 1 butir f yang berbunyi “Pemerintah berkewajiban meningkatan kualitas
dan kuantitas koleksi perpustakaan”.
Sejak tahun 2015, seiring dengan peningkatan target dalam indikator
kinerja di Perpustakaan Nasional, kegiatan alih- aksara, terjemahan, saduran
dan kajian terus ditingkatkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pada
tahun 2019, Perpustakaan Nasional menargetkan 150 judul penerbitan bagi
hasil-hasil karya tulis tersebut. Untuk meningkatkan kuantitas sekaligus
kualitas hasil penelitian filologis, maka kegiatan Alih Aksara, Alih Bahasa,
Saduran, dan Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi ini
dilakukan.
Kegiatan ini dapat terlaksana berkat kontribusi karya para filolog dan
sastrawan. Oleh karena itu, Perpustakaan Nasional mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya kepada para filolog dan sastrawan yang telah
mengirimkan karya-karya terbaiknya. Secara khusus, Perpustakaan Nasional
juga mengucapkan terima kasih kepada Masyarakat Pernaskahan Nusantara
(Manassa) yang sejak awal terlibat dalam proses panjang seleksi naskah,
penyuntingan, proofreading, sampai buku ini dapat terbit dan dibaca oleh
masyarakat.
Besar harapan kami semoga fasilitasi terhadap karya tulis Alih Aksara,
Alih Bahasa, Saduran, dan Kajian Naskah Nusantara Berbasis Kompetisi ini
dapat meningkatkan kualitas penerbitan dan mendapatkan apresiasi positif
dari masyarakat, serta bermanfaat dalam upaya menggali kearifan lokal
budaya Indonesia.

Jakarta, 2019

ttd

Deputi Bidang Pengembangan Bahan


Pustaka dan Jasa Informasi

- iv -
Kata Pengantar

Tradisi tulis nusantara telah berlangsung lebih dari seribu lima ratus tahun
sejak ditemukannya tujuh Yupa di Kalimantan Timur. Naskah merupakan
salah satu wujud tradisi tulis nusantara yang sangat beragam jenisnya, baik
isi, aksara, maupun bahan yang digunakan. Isi yang terkandung di dalamnya
berupa warisan budaya yang sangat bermanfaat bagi kita. Aksara yang
digunakan tidak banyak dikenal oleh awam. Di samping itu, bahan-bahannya
pun mudah rusak dimakan usia. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelestarian
dan penyelamatan naskah, terutama kandungan isinya.
Naskah S116 (SB141a) yang berjudul Babad Ngayogyakarta: HB V
dumugi VII merupakan salah satu naskah koleksi Museum Sonobudoyo.
Naskah ini sangat menarik karena berisi rekaman peristiwa di Keraton
Yogyakarta semasa Sultan Hamengku Buwana V sampai awal pemerintahan
Sultan Hamengku Buwana VII. Dengan mengetahui kandungan isi naskah ini,
kita akan mengetahui sebagian peristiwa sejarah yang terjadi di Yogyakarta
antara tahun 1846 sampai 1877. Oleh karena itu, naskah ini dipilih untuk
dialihaksarakan agar "lebih dekat" ke generasi muda yang tidak lagi mengenal
aksara Jawa dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara yang telah
menberikan kesempatan kepada penulis untuk menerbitkan hasil alih aksara
Naskah S116 (SB141a) ini sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Tim Alih Aksara Program Studi Sastra
Jawa, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada yang telah dengan
tekun melakukan alih aksara naskah setebal 724 halaman ini. Terbitan kali
ini hanya akan mengambil sebelas pupuh pertama. Kritik dan saran pembaca
demi penyempurnaan buku ini sangatlah diharapkan.
.
Yogyakarta

Penulis

-v-
- vi -
Daftar Isi

Sambutan................................................................................................. iii
Pengantar................................................................................................. v
Daftar Isi ................................................................................................. vii
Daftar Gambar........................................................................................ viii

Bab I Pendahuluan............................................................................ 1

Bab II Hasil Alih Aksara SB 141a Babad Ngayogyakarta


Pupuh I-XI............................................................................... 9

Daftar Pustaka........................................................................................ 75
Indeks ...................................................................................................... 77

- vii -
Daftar Gambar

Gambar 1. Contoh Naskah Sumber Babad Ngayogyakarta...................... 4


Gambar 2. Wĕdana Rĕnggan (h.1 verso).................................................. 5
Gambar 3. Wĕdana Rĕnggan (h.2 recto)................................................... 6

- viii -
Bab I
Pendahuluan

Naskah S116 (SB141a) yang dalam katalog Behrend (1990: 61) diberi
judul Babad Ngayogyakarta: HB V dumugi VII merupakan salah satu naskah
koleksi Museum Sonobudoyo. Naskah ini merupakan satu dari sepuluh naskah
yang berjudul Babad Ngayogyakarta. Menurut Katalog Induk Naskah-Naskah
Nusantara Jilid 1: Museum Sonobudaya, Babad Ngayogyakarta tersimpan
dengan kode SB 135, SB 136, SB 144b, SB 177, PB A 280, SK 113, SK 96,
PB G.54, SB 141a, SB 141b. Naskah SB 141a menceritakan kisah HB V-HB
VII. Naskah ini telah dimikrofilmkan dalam Rol 25 No. 1. Mikrofilm dapat
juga diakses di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Selain di Perpustakaan Museum Sonobudoyo, korpus naskah Babad
Ngayogyakarta juga tersimpan di Kraton Yogyakarta. Berdasarkan Katalog
Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid II: Keraton Yogyakarta, ditemukan 33
naskah berjudul Babad Ngayogyakarta. Dari jumlah tersebut terdapat satu
naskah yang menceritakan mengenai HB V–VII dengan kode koleksi W.91.
Selain itu, terdapat sejumlah naskah yang menceritakan mengenai HB V, HB
VI, dan HB VII secara terpisah. HB V dikisahkan dalam 5 naskah, yaitu W.85,
W.85a,W.86, W.87. HB VI dikisahkan dalam tiga naskah dengan kode koleksi
W.89, W92, W93. HB VII dikisahkan dalam 7 naskah, yaitu W92b, W92a,
W94, W95, W95a, W96, W97 (Lindsay,1994).
Penelusuran naskah juga dilakukan melalui Katalog Induk Naskah-
Naskah Nusantara Jilid 3A dan 3B: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Berdasarkan katalog ini ditemukan tiga naskah berjudul Babad Ngayogyakarta
yaitu SJ.6, SJ.107, dan SJ.180 yang tersimpan di Perpustakaan FSUI. SJ.
6 menceritakan mengenai HB II. SJ.107 berisi cuplikan dan ringkasan per
pupuh dari Babad Ngajogja yang dikerjakan R.NG. Poerbatjaraka, sedangkan
SJ.180 berisi sejarah Kesultanan Yogyakarta dan upaya kompeni menjalin
kerjasama dengan kesultanan. Dari ketiga naskah tersebut, tidak satu pun
yangmenceritakan mengenai HBV-HB VII secara khusus (Behrend,1997)
Naskah S116 (SB141a) ini sangat menarik karena berisi rekaman
peristiwa di Keraton Yogyakarta semasa Sultan Hamengku Buwana V sampai

-1-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

awal pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII. Pada bagian awal naskah
terdapat tulisan sebagai berikut.

Sinuwun ping gangsal supit ’Sinuwun Kelima Khitan’.

Dari tulisan tersebut dapat diperkirakan bahwa teks yang termuat


dalam naskah ini juga merekam peristiwa khitannya Sri Sultan
Hamengku Buwana V. Behrend pun mencatat dalam katalognya
(1990:61) bahwa selain memuat peristiwa-peristiwa yang terjadi di
Yogyakarta, naskah ini juga memuat peristiwa-peristiwa penting di
lingkungan Keraton Surakarta dan sisipan cerita tentang Kerajaan Aceh
dan sebab musababnya sangat membenci Belanda.
Berdasarkan bait-bait pertama teks ini dapat diketahui bahwa babad ini
ditulis pada hari Rabu Wage, tanggal 4 Jumadilawal, tahun Dal 1815 AJ atau
sama dengan tanggal 4 Agustus 1886. Penulis babad ini adalah Mas Wadana
Natadirja, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan
Sri Sultan Hamengku Buwana VII. Berdasarkan gaya tulisan dan bentuk
wadana renggannya dapat diketahui bahwa naskah ini ditulis di Yogyakarta
(Behrend, 1990:62). Berikut ini bait-bait yang menunjukkan informasi tentang
waktu penulisan dan nama penulisnya.

Sri Nata timur riněngga,


duk kalanira tinulis,
nuju ari Buda Wagya,
kaping sěkawan kang tengsi,
Jumadilawal wukir,
wuku lambangnya Kulawu,
windu Adi kang mangsa,
kalih Dal warsa winilis,
pan tinata arupa saliraning rat.

Hejrah Nabi petangira,


mantri kumbul guna aji,
Wělandi tanggal kaping pat,
Agustus taun winilis,
rasa brěmana murti,

-2-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

ratu duk kala sih timur,


něnggih ingkang anurat,
punika wadana silir,
apan něnggih Mas Wadana Natadirja.

Terjemahan:
‘Sang Raja muda dikisahkan dengan indah.
Ketika kisah ini ditulis,
tepat pada hari Rabu Wage,
tanggal keempat,
bulan Rabiul Awal, Wukir
wukunya, lambangnya Kulawu,
Windu Adi, masa1 (pranata mangsa)
kedua tahun Dal terhitung (dalam sengkalan),
tinata arupa saliraning rat (1815 J)

Dalam hitungan (tahun) Hijrah Nabi,


mantri kumbul guna aji (1303 H)
Tahun Belanda (bc: Masehi) tepat tanggal keempat,
bulan Agustus terhitung tahun (dalam sengkalan),
rasa brěmana murti
ratu (1886 M). Saat itu (raja) masih muda.
Adapun yang menulis
ini adalah seorang Wadana Silir,
yaitu Mas Wadana Natadirja.’

Dari bait-bait tersebut didapatkan informasi yang sangat lengkap


mengenai waktu penulisan dan siapa penulisnya. Tercatat tiga angka tahun
dengan perhitungan tahun Jawa, tahun Hijriah, dan tahun Masehi. Dalam tahun
Jawa bahkan disertai wuku, lambang, nama tahun, bahkan masa dalam pranata
mangsa. Dapat dipastikan bahwa penulis cukup jeli mencatat waktu sebuah
peristiwa terjadi. Dengan demikian, naskah ini cukup layak dipertimbangkan
sebagai salah satu sumber sejarah Keraton Yogyakarta.

1 Pembagian waktu berdasarkan pranata mangsa.

-3-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

Naskah S116 (SB141a) memiliki ukuran 22cm x 34cm. Naskah ini


terdiri atas 724 halaman dengan ukuran 20cm x 33cm. Alas tulis yang
digunakan adalah kertas Eropa. Setiap halaman memuat 25 baris teks.
Teks ditulis dalam aksara Jawa menggunakan tinta hitam dengan gaya
goresan miring ke kanan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa
dalam bentuk tembang macapat. Contoh penulisan teks dalam Babad
Ngayogyakarta tercantum pada Gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1. Contoh naskah sumber Babad Ngayogyakarta

-4-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

Pada naskah Babad Ngayogyakarta ditemukan beberapa halaman


bergambar wědana rěnggan. Wědana rěnggan terdapat pada halaman
1v, 2r,44,103, 133, 211r, dan 345. Contoh wědana rěnggan pada Babad
Ngayogyakarta sebagai berikut.

Gambar 2. Wĕdana Rĕnggan (h.1 verso)

-5-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

Gambar 3. Wĕdana Rĕnggan (h.2 recto)

Berdasarkan bait-bait pertama teks ini dapat diketahui bahwa babad ini
ditulis pada hari Rabu Wage, tanggal 4 Jumadilawal, tahun Dal 1815 AJ atau
sama dengan tanggal 4 Agustus 1886. Adapun penulisnya adalah Mas Wadana
Natadirja, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan
Sri Sultan Hamengku Buwana VII. Berdasarkan gaya tulisan dan bentuk
wadana renggannya dapat diketahui bahwa naskah ini ditulis di Yogyakarta
(Behrend, 1990:62).

-6-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

Dengan alasan untuk mengetahui sebagian peristiwa sejarah yang terjadi


di Yogyakarta antara tahun 1846 sampai 1877 dan berbagai hal yang membuat
Kerajaan Aceh membenci Belanda inilah naskah S116 (SB141a) dipilih untuk
dialihaksarakan. Dengan alih aksara ini diharapkan kandungan isi teks dapat
diselamatkan dan teks menjadi “lebih dekat” dengan masyarakat.
Alih aksara yang akan disajikan dalam pada terbitan ini dibatasi pada
pupuh I-V. Penyajian alih aksara Babad Ngayogyakarta dilakukan dengan
edisi kritis. Teks yang disajikan menggunakan metode kritis merupakan
teks yang telah melewati proses penyuntingan. Pada penyajian teks Babad
Ngayogyakarta, teks disajikan sesuai dengan bacaan di dalam naskah. Hal
ini ditujukan untuk mempertahankan kekhasan naskah. Dengan demikian,
perbaikan bacaan akan dicantumkan pada aparat kritik dalam catatan kaki
(footnote).
Penyuntingan teks Babad Ngayogyakarta disesuaikan dengan ejaan
bahasa Jawa yang disempurnakan. Untuk memudahkan pembaca dalam
membaca teks, disusun pedoman alih aksara sebagai berikut.
- Penomoran halaman ditulis dengan singkatan dalam tanda kurung diikuti
nomor urut (h.1, 2, 3, dst..) untuk halaman rekto, sedangkan pada halaman
verso setelah nomor urut diikuti dengan huruf A (h.1A, 2A, 3A, dst..).
- Keterangan mengenai pupuh ditulis dalam tanda kurung disertai nomor
urut dan dicetak tebal, contohnya (1. Sinom).
- Penomoran bait menggunakan angka Arab dalam tanda kurung (1, 2, 3,
dst..).
- Tanda titik (.) digunakan sebagai penanda pergantian bait.
- Tanda koma (,) digunakan sebagai penanda pergantian baris.
- Huruf kapital digunakan pada awal kalimat, penyebutan Tuhan, nama
orang, nama tempat, hari, bulan, dan tahun.
- Aksara (ha) dengan pengucapan jelas atau berat akan disunting menjadi
(h), sementara aksara (ha), (hi), (hu), (he), (ho) yang diucapkan ringan
disunting menjadi vokal (a,i,u,e,o).
- Konsonan rangkap akibat afiksasi tidak ditulis.
- Penulisan (e) pĕpĕt ditulis e dengan diakritik (ĕ), sedangkan penulisan e
taling ditulis e tanpa diakritik (e).

-7-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

- Perbaikan bacaan dan keterangan lain yang dibutuhkan diletakkan di


dalam aparat kritik yang ditulis dengan angka 1,2,3, dst dalam bentuk
catatan kaki.
- Kata yang ditengarai sebagai sasmita tĕmbang pada akhir pupuh ditulis
dalam cetak tebal.

-8-
Bab II
Hasil Alih Aksara
SB 141a Babad Ngayogyakarta
Pupuh I-XI

(h. i)2
Salosin
Sinuwun ping gangsal supit

(h.ii)
Sěrat bakda dahuru Dipaněgaran dumugi juměněngipun ingkang Sinuwun
kaping: 8: Něgari Ngayogyakarta

(1. SINOM)

(1) (h.1) Sri Nata timur riněngga, duk kalanira tinulis, nuju ari Buda Wagya,
kaping sěkawan kang tengsi, Jumadilawal wukir, wuku lambangnya
Kulawu, windu Adi kang mangsa, kalih Dal warsa winilis, pan tinata
arupa (h.2) saliraningrat.

(2) Hejrah Nabi petangira, mantri kumbul guna aji, Wělandi tanggal kaping
pat, Agustus taun winilis, rasa brěmana murti, ratu duk kala sih timur,
něnggih ingkang anurat, punika wadana silir, apan něnggih Mas Wadana
Natadirja.

(3) (h.2A) Sakbakdanira kang yuda, wus karta ingkang něgari, adidalěm
pan samana, sampun tinata kang linggih, sak pangkatireng kardi,
pinantěs lalungguhipun, tiyang lami lan inggal, kang mědal kang datan
mijil, kang katrima kalawan ingkang ngucira.

(4) Sampun sami siněratan, ing pakěm bukira muni, pan sampun sami
narima, pangkat lawan bayar lawan sabin, dene wadya prajurit, ingkang
těksih namanipun, Mantri Jěro kathahnya, wolung dasa sikěp karbin,
baju lurik mujah sěpatu sungkokan.

2 h= halaman

-9-
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(5) Panumbakira kang aran, Langenastra apan sami, pěnganggé kaot


sunderan, udhěng cuměng3 kirang sumping, kalih Katanggung nenggih,
kathahira wolung puluh, ingkang sikěp sanjata, sěpalih lan sikěb iring,
baju lurik brukecita pijangkangan.

(6) Dene wau tiyang Nyutra, wolung dasa warni-warni, dědamělira sanjata,
tawok4 tameng ganjur langit, miwah sikěp jěmparing, pěnganggenira
akuluk, jamang kampuh rampekan, kotang cěměng lawan abrit,
panumbaknya udhěng giligan sědaya.

(7) Dene miji Sumatmaja, kalih dasa udhěng gilig, kotang baludru rěta,
kampuh rampek angajrihi, sikěp suduk lan sampir, Prawiratama
winuwus, kathahnya wolung dasa, kang sikěp karbin sěpalih, kang
sěpalih asikěp paos blandaran.

(8) Apěngangge lakěn krěsna, kastiwěl saru(h.3)wal abrit, tudhungira


cacěnthungan, Jagakarya kathahneki, wolung dasa pinilih, sikěp sigar
lawan ganjur, sikěpan lurik mojah, langking panganggenya tapi5,
songkok tholo dene ta wong kawan dasa.

(9) Wolung puluh kathahira, sikěp sanjata lan biring, pan sami baju
luriknya, satiwěl sruwalnya abrit, asongkok pan mantěsi, wong Dhaeng
ingkang winuwus, kathahnya wolung dasa, sikěp sanjata sěpalih, sikěp
paos sěpalih pěnganggenira.

(10) Baju seta lan saruwal, amawi krah sěnur abrit, tapenira gih jangkangan,
bulu-bulu den sěkari, Wirabraja winardi, wolung dasa kathahipun, sikěp
karbin lan tombak, pěngangge sangkělat abrit, mojah seta kuthup turi
tudhungira.

(11) Dene jagěr kawan dasa, sikěp pědhang lawan biri, abaju lurik kampuhan,
kumitir akuluk kěsing, Surasata winarni, rong puluh kang sikěp ganjur,
sikěpanira seta, kampuh Jawi kuluk kěsing, Surakarsa kathahira wolung
dasa.

(12) Pan samya asikěp tumbak, baju saruwalnya putih, Bugis cacah wolung
dasa, apan sami sikěp biring, měngangge sarwa langking, běsting
jěne dene wau, wadya Siman kathahnya, kawan dasa sikěp gěndir,
aměnggangge baju poleng sruwal seta.
3 Dibaca: cemeng
4 Dibaca: towok (demikian seterusnya)
5 Dibaca: topi (demikian seterusnya)

- 10 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(13) Dene ta wong Priyataka, tapi bajonira kuning, pan angampil pěngawinan,
songsong kuthamara bědhil, lawan singa sěgari, kalawan wong marta
(h.3A) lulut, poleng pěnganggenira, wong Gaměl penganggeneki,
asikěpan kuning saruwalnya jingga.

(14) Wong Ngampil rasukanira, jěne sami kuluk putih, Gandhik ijěm
sikěpannya, wiyaga inggih kělambi, ijěm wondene jarit, asikěpan
cěměng wau, pandhe gěmblak lan sayang, těluk pěnganggene sami,
baju langking mas tri gawe pělayangan.

(15) Inggih sami lakěn krěsna, pateyan kalawan mantri, krěraton kalawan
taman, samya asikěpan langking, Kartiyasa pri tuwin, darah suma putra
wau, inggih sikěpan krěsna, anaming kampuh kumitir, wong Kěmasan
panongsong sikěp jenar.

(16) Dhalang pasindhen panatah, sungging sami baju langking, anggong


inggil inggih sama(,) lan kundhi sikěpan langking, dene wong
Kěmitbumi, kalawan panandhon baju, abrit miwah kěbayan, galadhak
rasukan abrit, wong sěrati kěnek kusir baju abang.

(17) Garěji tukang lan jlagra, kumitir sikěpan langking, Měrgangsa gawong
dhaginya, pan sami sikěpan abrit, dene pulisi kari, majěgan playangan
baju, cěměng wondene jagsa, lawan pulisi gih langking, dene dhistrik
Ronggo děmang baju krěsna.

(18) Wong kaji klambi jubah, kaki musik pan mantring, kalawan usar
walanda, kawan dasa amiranti, orděnas playar kusir, upsinděr gih
sami baju, lakěn sami rini(h.4)da 6, ing jawi mantri bupati, maos sewu
kalawa7 wong numbak anyar.

(19) Sikěpanira gih soma, samya lakěn cěměng něnggih, Bumija Panumping
sama, arasukan lakěn langking, gědhong kanan lan kering, gih sami
sikěpanipun, cěměng dene Kaparak, kiwa těngěn baju lurik, dene pura
Kaparak sampun tinata.

(20) Kapědhak lěbět myang jaba, pasědhahan lan kapilih, pasindhen lan
pasarean, bok lingguh lawan gabuli, gandhul lan saka8 langgi, wong
sěmbir kalawan dhawuk, dene wong punakawan, jaga upa amung
kědhik, sěmut gatěl aněnggih kalawan magang.
6 Dibaca: rininda
7 Dibaca: kalawan
8 Dibaca: sěga

- 11 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(21) Ginladhi joget badhaya, prituwin langěn sarimpi, estri inggih pingitan,
manggung badhaya ginladhi, Srimpi Jěbeng Jěmparing, samana kanjěng
sang prabu, taksih mudha yuswanya, kawan wělas warsa něnggih, duk
sěmana nagri dalěm ing Ngayugya.

(22) Wangwang arja kartanira, sadherek dalěm sang aji, putri tinrimakěn
marang, den mas tuměnggung kang nami, pěrnah paman něrpati,
sadherekira Jěng Ratu, Agěng wau panggihnya, roncenya dalěm
pinardi, mangkya sama Tuměnggung Yudaněgara.

(23) Samana risidhenira(,) Tuwan Panes sampun ganti, Tuwan Palěk


namanira, kang ngasta kuwasa nagri, Hasten pan Lewěn nami, Pan
Berěg jru basanipun, Litnan Usar Tyan Bugal, samana rahadyan patih,
samya gustha kalawan wakil kalihnya.

(24) Pangeran Mangkukusuma,9Pangran Hadinata něng(h.4A)gih, lawan


Kanjěng Paněmbahan, nata arsa den supiti, rěsdhen sampun jurungi ,
anulya parentah tugur, dene ing Sri Mangantya, anabuh gangsa Sěkati,
ingkang tugur pura jawi akrěrigan.

(25) Ing alun-alun paseban, pasang gapura yen latri, umbak banyu rupul
kathah, sinulět padhang nglangkungi, dene para bopati, samya mangku
gangsa umyung, kasukan warna-warna, siyang dalu gunging jalmi, pra
santana pan sami tugur sadaya.

(26) Samana dina Rěspatya, sang nata busana adi, tuwan risidhen anulya,
luměbět dhatěng ing puri, ngirat10 para kumpěni, upsir mardika
supěnuh, putra santana aglar, bopati mantri sumiwi, jějěl pipit ing pura
miwah ngulama.

(27) Tuwan risidhen wus lěnggah, ngaturi sri narapati, mring kabong
nulya tumědhak, pangulu donga anuli, gumuruh tadhah amin, sampun
sinupitan prabu, kadhok11 ngorek tiněmbang, urmat sanjata mawanti,
mriyěm nglaji suwara lir gělap ngampar

(28) Sang nata ngaturan medal, sing kabong mring bangsal rukmi, kalaya
supit nalendra, enjing nuju dintěn Kěmis, Kaliwon wuku Wukir, tanggal
kaping pitu likur, Rabingulakir lambang, Langkir windonira něnggih,
pan Kuthara taun Wawu siněngkalan.
9 Di pias kiri teks terdapat tulisan: sinuwun ping gangsal supit
10 Dibaca: ngirit
11 Dibaca: kodhok

- 12 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(29) Pura wayang sabdeng jalma, hejrah nabi duk winilis, trěrus bayu peksa
nata, kang bela datan pinardi, sang nata den aturi, alěnggah bangsal
pan sa(h.5)mpun, tuwan rěsdhen datan sah, anyělak sri narapati, si12
nalendra datan mantra mila takat.

(30) Akathah lamun winarna, luwaran kang sami nangkil, ing latri kala
sěmana, samuwan kasukan ngěnting, běksa Dhadhap myang Srimpi,
dene jawi ngalun-alun, dilah padhang lir rina, kasukan wayang lan
jenggi, main tandhak rina wěngi nanayuban.

(31) Akathah tingalanira, denira karya purmain, tan cinatur lamenira,


tuguran bibar sěmangkin, gantya warsa anuli, para agěng Ngayogya ku,
wau Jěng Paněmbahan, anggalih wayah narpati, kinramakěn rěmbag
lan wakil kalihnya.

(32) Kalawan radyan dipatya, kinen samya amilihi, putri Ngayogya sědaya,
atmane para bopati, tuwin santana aji, yen darbe atmaja ayu, kinen
ngaturna nata, yen dadya galih narpati, mangke wontěn putranira
ingkang eyang.

(33) Jěng Pangeran Arya Purba, Winata tuhu rěspati, pantěs dadya
prameswara, katur marang sri bopati, nata sampun kadugi, sa13 rětna
siněngku14 prabu, badhe garwa narindra, samana rahadyan patih,
saosannya putrane pangran santana.

(34) Pangeran Purwaněgara, dene apatut sing paděmi, Kanjěng Ratu Anem
ika, warnanya tuhu jakining, pantěsan dyah yen dadi, timbanganira sang
prabu, ayu prak15 ati raras, sěmune karya wiyati, kewěs luwěs amanis
ulatnya prasaja.

(35) Sampun katur sri narendra, sang rětna tuhu prak ati, (h.5A) kapita galih
narendra, dene nguni sampun tampi, putrane ngeyang něnggih, samana
galih sang prabu, wěkasan ladosannya, sangking Radyan Adipati,
Danurja tamtu siněngkrě narendra.

12 Dibaca: sri
13 Dibaca: sang
14 Dibaca: winengku
15 Dibaca: mrak

- 13 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(36) Rěmbag samana wus dadya, katur marang ing kumpěni, risidhen biyantu
rěmbag, sampun matěs dintěn nuli, radyan pati dhawuhi, santana bopati
wau, kinen sami měkajang, tuguran kadya ing nguni, abdi dalěm sadaya
sami makajang.

(37) Ngalun patuguran, miwah ugyane dyan patih, nglěbět Sri Měnganti
miwah, Mandhungan lawan Sitinggil, Pagělaran pěngapit, pasang
gapura lan rupul, dene ta ing pungkuran, Magangan Mandhungan
tuwin, ing Sitinggil ngalun–alun ing pungkuran.

(38) Samacak patuguran, tan sanes denira main, samya suka saksěněngnya,
ing pura tuguran putri, mungal gangsa Sěkati, datan kenděl rintěn dalu,
rame jaba myang pura, samana karsa nrěpati, apan kinen maringakěn
ila-ila.

(39) Brěras wuluhan putěran, labok16 terong lawan ranti, jambe cikal lawan
rosan, lele sajodho neng kěndhil, bumbu kaluwak sami, neng krěněng
pating grěrandhul, bubak kawahnya lěmah, běkakas pawon miranti,
sawung abrit wiring kuning sakěmbaran.

(40) Kěkalih maengsanira17, akathah lamun winardi, kinarya cěkak kewala,


para bopati sumiwi, miwah sagung pra mantri, sang nata sampun
a(h.6)nuduh, pyayi gědhong kěparak, maringkěn sasrahan aji, Nyi
Tuměnggung Nyi Riya ngirit neng ngarsa.

(41) Pawongan Kaparak nangga, patadhan nanggi–anggi, gya bidhal lampah


tinata, asělur dipuntingali, ing marga kěbak jalmi, rěbut papan denya
dulu, kuněng gantya winarna, badhe garwanya sang aji, sampun wontěn
ing dalěmira dyan patya.

(42) Rinabung sagung pawongan, samana duta něrpati, kang ngirit sasrahan
prapta, dyan patih měthuk ngurmati, sampun ngaturan linggih, dyan
patih nampeni dhawuh, timbalan dalěm mangkya, sadaya wau wus
tampi, maringakěn ila-ila jambe sědhah.

(43) Tan winarna raruncinnya18, duta nata amit bali, gumrudug sawadya
bibar, ganti dina sri bopati, pan arsa angijabi, sadaya sami sumunu,
tuwan risidhen lawan, para kumpěni sumiwi, marang pura pěngulu
ngirit ngulama.
16 Dibaca: lombok(?)
17Dibaca: maesanira
18Dibaca: raroncennya

- 14 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(44) Sang nata sampun busana, alěnggah ing bangsal rukmi, risidhen tabe
gya lěnggah, neng keringira sang aji, dene para kumpěni, neng kursi
ajajar lungguh, sisih para santana, kang sěpuh lěnggah neng kursi,
radyan patih neng ngarsa miwah bopatya.

(45) Harya mantri jějěl tumpang, Pangulu ngandikan ngarsi, lan wali prapta
ing ngarsa, sampun ngěrsaya mring kakim, paningkahnya sang aji,
sampun sah agama Rasul, ki pěngulu gya dunga, sadaya mestuti amin,
pan gumuruh suwara anglir gurnita.

(46) Gya luwaran (h.6A) 19 sri nalindra, tuwan rěsidhen wis mijil, sěrakah
amběngan mědal, sumrikut tanggap wong santri, binage kaum wradin,
sampun bibar santri unthul, ari sukra pon enjang, tanggal tiga wělas
tengsi, apan Rějěb wuku Kuranthil lambangnya.

(47) Alip Langkir windonira, Kunthara taun jimakir, sěngkalanira pinetang,


pěksa obah sabdeng aji20, hejrah nabi winilis, nir wisik maněmbah
ratu21, prapta sontěn jam tiga, busana sri narapati, ngagěm kampuh
parangrusak pinaran mas.

(48) Paningsět renda binara, alancingan cindhe wilis, rinenda kancana


mubyar, akuluk barěsi22 putih, ngagěm ron mangkaradi, pinatik sěsotya
murub, kuncen sinureng patya, pěthat sinutya rětnadi, ngagěm sěkar
měntul pinatik sri taman.

(49) Asangsangan sungsun tiga, sinotya riněja warni, binggěl kona pan
rinupa, sěkar rětna ijo abrit, kělat bau pinatik, ri natasmara her laut, naga
mangsa utahnya, pinatik rětna her gěni, akalpika bang wilis ujyalanira.

(50) Nělah igagěm23 canela, sinulam kěncana adi, pinatik rětna sěsotya,
amangking 24pusaka aji, kisna turangga adi, agěganda sang aprabu,
burat arum her mawar, cinampur jěbat kasturi, ganda arum mulět
ngambar ing grah pura.

19 Di pias atas terdapat tulisan krama dalěm sapisan


20Di pias kiri sejajar dengan teks baris 7 tertulis 1762, dibaris sebelumnya terdapat huruf Arab ‫ج‬
21Di pias kiri sejajar dengan teks baris 8 tertulis 1250
22Dibaca: barěsih
23Dibaca: ingagěm
24Dibaca :anyangking(?)

- 15 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(51) Yen sinawang sri nalindra, lir Yang Yang Asmara něnggih, ing mangkya
sri naranata, Kěpararak25 sa(h.7)mpun tinuding, kinen měthuk tumuli,
gya mědal dhawuhkěn nuli, tiyang gědhong Kaparak, gya bidhal lawan
prajurit, pas gumuruh běndhe tambur suwaranya.

(52) Gantya ingkang kawarnaa, garwa nata pan sěmangkin, apan sampun
binusanan, paes piněrmas rěspati, ukěl kuncer minari, mělathi inganggit
patut, sěrat měntul sinotya, sěkar rětna anělahi, sěngkangira her laut
pan nata branta.

(53) Asinjang cindhe pinarmas, kampuh parangrusak rukmi, udhětnya cindhe


pěradan, pěndhing cathoknya sinuji, rětna ijo bang wilis, sangsanganira
tri sungsun, pinatik nawa rětna, gělang kona anting-anting, kělat bau
sinotya ri natasmara.

(54) Sing samya siněla sěla, bang ijo rětna mas těpsi, gěganda kasturi jěbat,
angambar gandanya minging, canelanya pinatik, ing rětna sulam mas
murub, lamun sinawang sang dyah, lir pindha Sang Dewi Ratih, nahěn
gantya kasaru dutaning nata.

(55) Dyan dipati tampi dhawah26, garwa dalěm dentimbali, ya saos tětiganira,
jumpana dipuntitihi, jali tandhu ing ngarsi, para putri numpak sampun,
bidhal sumrěgung wadya, lampah ngěběki margi, gung prajurit tan
ewah golonganira.

(56) Tambur salumpret guměrah, binakung pradongga27 muni, hiběg sujalma


ing marga, jějěl pipit aningali, samya rěbut ing ngarsi, wong něgari
miwah dhusun, ampilannya tinata, upaca(h.7A)ranya rěspati, aměpěki
dinulu warna-warna.

(57) Ing laji28 lampahnya prapta, urmat mariyěm mawanti, kadi bělah
kang pratala, ing alun-alun gya prapti, urmat sanjata muni, miwah
paměngkang gumrudug, laju prapta Mandhungan, urmat sanjata
mawanti, denya Sri Pěnganti Prabu Kěnya.

25 Kelebihan satu suku kata, kemungkinan dibaca kěparak


26 Dibaca: dhawuh, tetapi karena mengejar guru lagu sehingga berubah menjadi dhawah
27 Dibaca: pradangga (demikian seterusnya)i
28 Dibaca: loji (demikian seterusnya)

- 16 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(58) Risidhen matur nalindra, ngaturan měthuk kang rayi, kinanthi mijil sang
nata, ing wijil garwa kinanthi, prapta Prabayeksadi, pěnganten kalih
winěngku, lan risidhen samana, nata kanan garwa kering, abusěkan
jalma nonton rěbut papan.

(59) Sri nata sampun alěnggah, risidhen sampun apamit, ing dalu sampun
lěnggahan , binoja krama měnuhi, dhahar buga wěradin, gya aso mring
dalěm pungkur, tan cinatur runcenya, akathah tingkahing main, srimpi
běksan angesthi kasukanira.

(60) Jěnggi saběn dalu ana, patuguran main-main, wayang tayup lan
janggrungan, dhadhu giměr posing kaji, ngaběn sawung lan taji, kamiri
kalawan puyuh, suka sami totowan, sasěněngira pěrmain, garwa nata
apan sampun jinulukan.

(61) Něnggih Jěng Ratu Kěncana, apantě29 lawan kang warni, tan cinatur
lamenira, wus bibar kang tugur sami, sri nalindra gya nuding, gandhek
mring Sala tur wěruh, tampi sěrat gya kintar, tan winarna Sala prapti,
wus kapanggih dyan patih kerit mring lojya.

(62) Risidhen tampi suwala, (h.8) gya atur uning sang aji,30 tinangkil nulya
nimbali, tuwan risidhen ngirit, mring pura cundhuk sang prabu, sěrat
katur narindra, binuka sinukmeng galih, ing jěmannya ngulěmi atur
uninga.

(63) Kajěng31 sultan denya krama, kesthining galih wus titi, akurmat
mariyěm munya32, gya luwaran sri bopati, gandhek wus denwangsuli,
mundur tan winarneng ěnu, ing Ngayogya wus prapta, wus kerit marang
ing laji, atur wikan sang nata mangkya sineba.

(64) Risidhen manjing mring pura, angirit ingkang palupi, cundhuk nata gya
tabeyan, wus lěnggah ngaturkěn tulis, sěrat wangsulnaji, tinampen dyan
patih gupuh, ngawe majěng ambuka, kang sěrat winaos carik, sěrat titi
luwaran antara dina.

29 Dibaca: apantěs
30 Kurang satu gatra(gatra ke-3 )
31 Dibaca: kanjěng
32 Dibaca : muni (sesuai guru lagu)

- 17 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(65) Duta gandhek Sala prapta, běkta sumbang warni-warni, risidhen sampun
tur wikan, mring nata karsa narpati, mangkya miyos tinangkil, nimbali
Wilapa Prabu, tuwan risidhen tandya, manjing pura wus kapanggih,
mring narindra atur sěrat dyan tinampan.

(66) Ingawe dyan patih lawan, carik Mardana ngarsaji, sěrat binuka winaca,
těmbung salam dunga Aji, Sunan Pakubuwani, ing Surakarta ping pitu,
dhatěng putra Jěng Sultan, Haměngkubuwana kaping, gangsal ingkang
ngrěgani33 Nagri Ngayogya.

(67) Sěmangke putra nalindra, suka uninga yen krami, amundhut atmeng
sěntana, Pangeran Purwaněgari, patut sing ratu inggih, anom ngong
langkung jumurung, mugi pinarěngěna, dhumatěng Hyang Maha Suci,
a(h.8A)lulusa denira apalakrama.

(68) Sěrat titi ingurmatan, gandhek matur sri bopati, tan cinatur rěruncennya,
pan kadya adating nguni, denya munjuk wus dugi, gya luwaran
sang aprabu, kang sowan sampun bibar, gandhek sampun pinisalin,
ingangsulan gandhek mantuk měgat raga.

(2. MĚGATRUH)

(1) Tan winarna salampahira gandhek tutug, ing Sala katur narpati,
ngandikan tinangkil prabu, sěrat katur dentingali, sampun kagem kang
wiraos.

(2) Ingurmatan nulya luwaran sang prabu, kang sowan wus bubar mulih,
kuněng gantya kang winuwus, Ngayogya ingkang winarni wus ganti
warsa saměngko.

(3) Rayi nata Jeng Gusti Pangeran Mangku, bumi arsa densupiti, sang
nata sampun dhědhawuh, mring patih myang sěntanaji, gung pangeran
sěpuh anom.

(4) Pěpak ander bapati mantri supěnuh, sang nata sampun tinangkil, nimbali
risidhen sampun, para kumpěni umiring, rěsidhen atur tabe katong.

33 Dibaca : ngrěnggani

- 18 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(5) Para kumpěni sampun sami tata lungguh, para pangeran nisihi, dyan
patih suměweng ayun, sakancanira bapati, pěngulu měrdikan saos.

(6) Kanjěng gusti sampun busana sumunu, ngaběkti raka narpati, gya
tědhak mring kabong sampun, ki pěngulu dunga nuli, jěng gusti sinupit
gupoh.

(7) Sampun pagas gangsa Kadhok Ngorek umyung, bi(h.9)někta mring


bangsal nuli, gya luwaran sang aprabu, ing dalu drawina dugi, samya
kasukan gunging wong.

(8) Tan winarna laminya kang sami tugur, wus kalilan bibar sami, tan lami
antaranipun, samana ingkang ginalih, para wakil rayi katong.

(9) Putri kalih sampun akir karsa prabu, tinarimakakěn maring, aněnggih
Raden Tuměnggung, Gandakusuma prituwin, Nitiněgara sěmangko.

(10) Tan winarna roncene pěnganten wau, ing mangke sri narapati, karsanya
tuwan gupěrnur, rehing nata sampun akir, inampenana katong.

(11) Kuwaseng rat tuwan residhen agupuh, umatur sri narapati, rěmbag
denarak sang prabu, sang nata lumiring karsi, parintahe jindral mangko.

(12) Dyan dipati parintah punggawa sampun, bopati mantri prajurit, kinen
pěrdandosan wau, badhe angarak sang aji, miwah pra sěntana katong.

(13) Něngna dalu ejingnya34 wadya supěnuh, paglaran ngumpul gung jalmi,
suměkta kaprabonipun, prajuritan pra bopati, tuwin mantri sampun
saos.

(14) Sri nalindra sampun busana kaprabun, prajuritannya rěspati kang


ngagěm mojah sěpatu, tan winarna saagem aji, mangagěm songkok
sang katong.

(15) Tuwan rěsdhen samana sampun malěbu, kalawan para kumpěni,


prapteng bangsal cundhuk prabu, sang nata di(h.9A)punaturi, amiyos
ngarak samangko.

34 Dibaca: bopati

- 19 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(16) Sri narendra gya miyos kinanthi wau, risidhen munggeng ing kering,
guna caraning kěratun, sadaya sampun denampil, samana wau sang
katong.

(17) Sampun prapta sitinggil tumědhak laju, anitih rata Kiyai, Jimat lan
risidhen mau, songsong gilap balěrěngi, kupatri ampilan katong.

(18) Kěkambilnya riněngga kěncana murup, pinatik ing sěsotyadi, wus


bidhal ingkang pěngayun, Mantrijaba numpak wajik, pan sumambung
wadya jěro.

(19) Kang prajurit tan liru golonganipun, sumambung upacaraji, bawat


gandhaga lan palung akathah lamun winarni, samana wau sang katong.

(20) Sampun bidhal ing ngarsa wuri dragundur, ing wingking malih prajurit,
Mantrijěro pan sědarum, pan samya anumpak wajik, arěg35 kang bumi
lir gěnjot.

(21) Sri nalindra sampun saprapta nglaji wau, mariyěm urmat mawanti,
suwara lir gělap sewu, akathah jalma ningali, muběng beteng sang
akatong.

(22) Yen sinawang songsong měgar anglir jamur, dinulu awarni-warni,


samana kala sang prabu, tampi kuwasa marěngi, Sěnen Pon dintěnnya
mangko.

(23) Lan Ruwah tanggal sanga lan kang wuku, Maktal dene lambang neki,
Kulawu Sěngara windu, taun Ehe sěngkaleki, warsa obah sabda katong.

(24) Tan winarna wiyosira sang prabu, muběng beteng sampun dugi, (h.10)
ing laji kondur sang prabu, lajěng tumameng ing puri, gya luwaran sang
akatong.

(25) Sampun bidhal sědaya gung wadya mantuk, sowang-sowang wisma


prapti, samya eca manahipun, samana gantya winarni, putra kraman
kang sinelong.

(26) Den Mas Jonet kang lagi nirěmkěn kalbu, alangkung ngajěngan laji,
radyan pinasangan sěmu, aru biruning kumpěni, Dyan Jonet tampi ing
batos.
35 Dibaca: enjingnya

- 20 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(27) Pan sulaya kumpěni lajěng sinuduk, Wělandi niba ngěmasi, rehadyan36
laju kinrubut, kinathahan radyan lalis, pan sampun kang mirěng katong.

(28) Sri nalindra kalangkung denira ngungun, samana kadangnya sami,


Pangran Dipakusumeku, Pangran Dipaningrat tuwin, Den Mas Raib
duk ing layon.

(29) Sinikara mring kumpni pra kadang rěngu, dadya samya giněm pikir,
sakkadang sumědyanipun, pan arsa papulih gětih, sěmangke wontěn
kacriyos.

(30) Tělik kumpni awadul denira ngrungu, guthiting bicara sandhi, kumpěni
sampun angrěbug37, putranira Sultan Jawi, akarya sumělang batos.

(31) Inggihan arsa sinusul nang laut, bokmenawa děrawasi, dyan patih
tinantun rěmbug, dadya atur sri bopati, supados sira pakewoh.

(32) Sri narendra samana sampun jumurung, sakaturireng kumpěni, risidhen


lěga tyasipun, samana pangeran kalih, katri Raib gya sinelong.

(33) Duk sinelong Pangran Dipoku(h.10A)sumengku, lan Pangran


Dipaningrat din, Den Mas Ra…38 nuju39 taun, Jimawal sěngkalaneki,
marga obah sabdaning wong.

(34) Kuněng ganti Batawi ingkang winuwus, Gupernur Jindral Dhamini,


ingkang ngasta kuwaseku, sadaya ing Pulo Jawi, samanaa paring wěroh.

(35) Mring risidhen Sěmarang kinen sung wěruh, ing Surakarta tuwin,
Ngayogyakarta yen wau, jindral agung kang sa...uning40, ing Jawi
panggih sang katong.

(36) Lěnggahira tuwan jindral agung wau, yen Jawi pangran dipati, risidhen
Sěmarang nuduh, mring Sala Ngayogya kirim, surat samana wus tutog.

36 Dibaca: oreg (demikian seterusnya)


37 Dibaca: rahadyan
38 Dibaca: angrěmbug
39 Huruf pada naskah tidak jelas (tertutup tinta)
40 Di pias kiri baris ke-2 tertulis huruf Arab ‫ ج‬dan di bawahnya terdapat angka 1765 dan dibawah nya lagi
terdapat tulisan G

- 21 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(37) Mring risidhen sampun katur mring sang prabu, yen badhe ta muwun
aji, jindral agung arsa pangguh, sang nata suka ing galih, dyan pati wus
sinung dhawoh.

(38) Apan kinen suměkta pasangkran prabu, samana rahadyan patih, sampun
parintah gung wadu, anggarap pěsanggran aji, tan winarna sampun
dados.

(39) Tuwan jindral samana Sěmarang rawuh, lajěng mring Surakartadi, sang
nata kalewa měthuk, wus cundhuk kondur ing puri, ingiring sagung
punang wong.

(40) Nitih rata ing laji jěng sunan rawuh, urmatnya mawanti-wanti, tan
winarna rěngganipun, Ngayogyan tuwin arsi, samana wau sang katong.

(41) Wus busana angagěm mojah sěpatu, alancingan Panji Rěnji, nyamping
Parangrusak prabu, rasukan baludru sawit, cěměng rěspati sang katong.

(42) Amakutha (h.11) kinancing Garudha mungkur, amangking kanjěng


Kiyai, Kopek gih curiganipun, kyai Paningsět mantěsi, abra murup
lamun tinon.

(43) Abdi dalěm sadaya pan sampun ngumpul, tuwan risidhen anuli, manjing
pura cundhuk prabu, sang nata gya miyos nuli, ginarběg sagunging
uwong

(44) Samya ngampil upacaranya sang prabu, pan samya akalung samir, sang
nata tindaknya rawuh, ing tarub jagung41 anuli, kang dadya pěngarsa
badhol42.

(45) Mantrijaba Mergangsa kang aneng ngayun, liman kalih kang nambungi,
nulya prajurit sumambung, Wirabraja sikěp karbin, ing wuri amasthi
caos.

(46) Nuli Dhaeng sikěp sigar wuri ganjur, wong Patangpuluh nambungi,
sikěp bainet43 myang lawung, wong Jagakarya nambungi, sikěp sanjata
lan waos.

41 Naskah tidak jelas


42 Dibaca: jagong
43 Dibaca: bodhol (demikian seterusnya)

- 22 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(47) Wong Prawiratama kang sumambung pungkur, sikěp sinapan myang


biring, wong Nyutra ingkang sumambung, sikěp sanjata jěmparing,
sikěp tumbak tameng tawok.

(48) Wuri malih sumambung wadya Kětanggung, asikěp etar lan jinggring,
wong Priyataka sumambung, ngampil ngawinang winěgig, alawan
bawat kaprabon.

(49) Gya karungan titigan tiga sumambung, unarpěcalang nambungi,


orděnas landi ing pungkur, nulya palěnggahan rukmi, wong saos siti
kang katong.

(50) Punakawan ngampil upacara prabu, banyak dhalang sawung galing,


harda walika lan kacu, kandil gandhek munggeng (h.11A) wajik, wong
Miji ingkang sumambong.44

(51) Sikěp suduk tamsir samana sang prabu, wus nitih ing rata rukmi,
risidhen ngampingi prabu, Ki Jimat pangiritneki, Kudabang walu45
pělapor.

(52) Piněnganggo baju bang rinenda murup, kěnek kusirira sami, songsong
měgar gilap murup, gya bidhal rata narpati, pra gunděr neng wuri sang
katong.

(53) Wong Mantrijro waos na kuda sědarum, apan samya sikěp karbin,
Langěnastra datan kantun, sikěp talěmpak neng wajik, wuri pěrdangga
tinaboh.

(54) Kyai Surak suwaranira pan umyung, dene kang tugur sěgari, bopati
Miji sědarum, akathah lamun pan winarni, prapteng laji sang akatong.

(55) Kurmat muni mariyěm lir gunung guntur, pangarsa tugu wus
dugi, mangetan lampahnya sělur, datan winarna ing margi, prapta
pasanggrahan Gawok.

(56) Munggang muni abarung lan kalaganjur, suwaranira mělingi, titihanira


sang prabu, pinutěr sang nata nuli, tumědhak měsanggran katong.

44 Dibaca: bayonet
45 Dibaca : sumambung, karena teks perlu guru lagu {o} sehingga muncul sumambong

- 23 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(57) Dene para běndara kang samya měthuk, prituwin rahadyan patih,
neng Prambanan denya tugur, lan Kalasan Sambilěgi, ing jěnu karya
pakuwon.

(58) Tan cinatur wau ingkang samya měthuk, jindral bidhalira injing, prapta
Pěrambanan pangguh, Dyan Patih Danurja gipih, atur kurmat nulya
badhol.

(59) Ing Kalasan Sambilěgi ingkang měthuk, para pange(h.12)ran


kěpanggih, atur kurmat tandya laju, jěnu Pangeran Dipati, Pakualam
ingkang měthok.

(60) Saos kurmat lajěng tindakira rawuh, ing Gawok dipunkurmati (,)
munggeng panti nabuh ngungkung, drel sanjatanya mawanti, gya
mapag wau sang katong.

(61) Tuwan jindral tědhak sangking rata gupuh, tabeyan lawan sang aji, gya
kinanthi lěnggah prabu, jindral neng kanan něrpati, sinamudana kang
rawoh.

(62) Tuwan jendral mangsuli sihira prabu, sinung nata minum larih,
wilujěngira kang rawuh, gya mundhut wedang narpati, samana sampun
sumaos.

(63) Tuwan rěsdhen kinen rumiyina kundur, numpak karetanya aglis, sang
nata pan arsa kundur, tuwan jendral denaturi, nunggil sakreta lan katong.

(64) Sampun nitih gya bidhal wadya pěnganjur, tan ewuh lampahing baris,
aramesu caranipun, datan winarna ing margi, sang nata ing laji rawoh.

(65) Kurmat mriyěm sinulět lir gělap sewu, sang nata ampir ing laji, lawan
tuwan jindral agung, kinanthi lěnggah sang aji, tan dangu kundur sang
katong.

(66) Nitih rata lan rěsdhen ngampingi prabu, mariyěm munya mawanti,
suwareng wadya gumuruh, samana sang nata prapti, pasikrěran tědhak
katong.

(67) Kundur para tuwan risidhen wus wangsul, gung wadya wus bibar malih,
sri nalindra ejengipun46, arsa miyos arsa miyos marang laji, gung wadya
sampun sumaos.

46 Dibaca :wolu

- 24 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(68) Tuwan rěsdhen sampun aměthuk sang (h12A) prabu, ing pura sampun
kapanggih, nulya miyos sang aprabu, sangkěp prabonnya narpati, tan
ewah tataning uwong.

(69) Sri nalindra wus prapta ing tarub agung, wadya pangarsa lumaris,
suwaranya tri gumuruh, tan ewah lampahing nguni, sampun nitih reta
katong

(70) Lan risidhen arja songsong gilap murup, samana prapta ing laji, urmat
mariyěm juměgur (,) sigra tědhak sri bopati, jindral měthuk tabe katong.

(71) Gya kinanthi lěnggahing laji Sang Prabu, Nitiwarti lan gupernir,
sarawuhira dělanggung, dumugi Ngayogya nagri, kang eyang mangsuli
wuwos.

(72) Pan ginancar niskara dělanggung, ing purwa madya měkasi, langkung
suka sang aprabu, samana sang nata pamit, akundur marang kědhaton.

(73) Nulya tědhak tuwan jindral ngatěr pintu, gya tabeyan sri bopati, anitih
rata sang prabu, kundur bidhal kang pangarsi, gumuruh suwareng
angrok.

(74) Sampun prapta paglaran tědhak sang prabu, sontěnira sri bopati, apan
arsa miyos prabu, gung wadya wangsul sumiwi, sampun busana sang
katong.

(75) Pan kěprabon risidhen sampun aměthuk, gya miyos sri narapati,
pan kadya adat kaprabun, sang nata sampun anitih, kareta pěngarsa
sabadhol.

(76) Tan winarna ing laji rawuh sang prabu, urmat mariyěm mawanti, tuwan
jindral měthuk pintu, wus tědha(h.13)k sri narapati, tabeyan kinanthi
katong.

(77) Nulya lěnggah sang nata kasukan dalu, main dhangsah pra kumpěni,
bibar dhangsah pista prabu, sampun dugi sri bupati, gya kundur wau
sang katong.

(78) Tuwan jindral angatěr kundur ing pintu, tabeyan lan sri bupati (,) gya
nitih rata sang prabu, bidhal gung wadya pangarsi, gumuruh suwareng
uwong.

- 25 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(79) Prapteng pura něngna dalu ejingipun 47, tuwan jindral denaturi, manjing
pura wus piněthuk, gung prajurit kurmat baris, ngalun-alun jindral
rawoh.

(80) Kang winarna sang narindra sampun měthuk, Mandhungan samana


prapti, jindral tětabeyan sampun, kinanthi manjing ing puri, lěnggah
bangsal rukma katong.

(81) Pěpak ander punggawa sěntana prabu, tuwan jindral duk ningali,
rakiting pura kayungyun, arěsěp raosing galih, gya ngaturan mring
kadhaton.

(82) Akěpanggih lan garwa nata Jěng Ratu (,) Kěncana anulya tabik,
ingaturan lěnggah kang surtan winarna denya panggih, gya miyos
mědal sang katong,

(83) Lěnggah bangsal sinunggata wedang sampun, tuwan jendral nulya


pamit, sang nata nguntapkan pintu, Mandhungan sang nata tabik, wus
měngkrě kundur sang katong.

(3. PANGKUR)

(1) Jindral ing laji wus prapta, tuwan jindral sontěnira pan arsi, amirsa
lělangěnan prabu, gantya dina sang nata, apan arsa sěgah pasamuwan
wau, (h.13A) haběn si malas mangengsa, apěpak sagung prajurit.

(2) Asaos sikěp gamannya, gung arahan ngalun-alun miranti, apan sami
sikěp ganjur, awěntara trilěksa, tuwan jindral samanaa sampun piněthuk,
anulya miyos sang nata, alěnggah bangsal pangrawit.

(3) Tuwan jindral sampun prapta, pagělaran tědhak tundhuk sang aji,
tabeyan kinanthi prabu, sampun lěnggah sang nata, sri narindra andangu
mring patih sampun, lěnggah pan sampun saměkta, maingsanira pun
jangkrik.

(4) Simanya pun sambang dalan, singa lodra sima agěng ngajrihi, maingsa
juga pun bandhut, nulya miyos sang nata, kadhok ngorek tiněmbang
munya angungkung, sang nata sampun alěnggah, ing Krapyak maingsa
mijil.
47 Dibaca : enjingipun

- 26 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(5) Sima mědal campuh ramya, tuwan jindral suka denya ningali, sima
ngrěrěk ngumbah punuk, denundha datan uwal, ngantya gulět kasliring
sima biněbuk, watgata bědhah wadhuknya, jaringanira wus mijil.

(6) Gantya maingsa lan sima, langkung rame kaot suraknya jěrit, sima
sinudhang wus lampus, surak lir bata rěbah, dene sima andhungan karsa
sang prabu, kinen ngrampog ing bělabar, anulya ling karseng aji.

(7) Lěnggah panggung lawan jindral, baris těpung pipit prayitneng westhi,
gandhok tampi dhawuh prabu, sima sampun binakar, sampun alah
(h.14) bingung lumayu němpuh, rinampog arang kěranjang, arame
suraking jalmi.

(8) Běsěm malih sima mědal, sima kewran ajrih datan aminggir, sinurak
lir gunung rubuh, undhuk majěng angoyak, sima main něracag sinogok
mlayu, aněmpuh marang barisan, ranampog48 pějah wor siti.

(9) Samya asurak guměrah, běsěm malih sima mědal ngajrihi, sawang
sura mingak-minguk, sinurak laju sěmpah, ing abarisan gagilani jalma
kuwur, rinapit barisnya měngkap, sima babal jawi baris.

(10) Gung jalma geger puyěngan, ngaler-ngidul lir gabah den itěri, lumayu
pating balulung, sima kaprěgok nunjang, kadya amběng tiněbak gung
jalma wuta, sawěneh ambuwang tumbak, lumaku menek waringin.

(11) Akathah solahing jalma, nunjang-nunjang nusup kapěnyak tai,


kapathok49 sah lawan dunya ugrěre dudu macan, aku gila tobil aku mau
wěruh, kaya sigunge rong dhěpa, kang ngrungu maido běkis.

(12) Ngěndi ana sigung macan, gek rong dhěpa padumu wong ngajrěrih,
lěkas kandha anggěděbus, sacěngkang bae mokal, ingkang kojah lěngus
ya wis tatan gugu, samana sima wus pějah, dennyatakěn sigung neki.

(13) Amung sakdriji tan padha, dene iki kandha rong dhěpa nguni, dene ta
sae mumuwus, wong mau kaya dawa, apatumbak kae mau manjing
untu, nyanaku sigung dhěpa, wong aku kasě(h.14A)lak wědi.

48 Dibaca : rinampog
49 Dibaca: kapěthuk

- 27 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(14) Gandhek běsěm malih sima, nulya mědal lingak-linguk ningali, mring
jalma kathah kang ngěpung, sima sumbu neng těngah, ingundhukan
amingrě datan lumayu, sinagok kiněmah-kěmah, undhuk binaringkal
jělih.

(15) Jro undhuk uyěk-uyěkan, samya tintrim undhuk dipun-gandhuli, sang


nata nulya dhědhawuh, alang kinantang papat, kinen majěng prayitna
angěmbat lawung, sima grěrot tiněrajang, asarěng numbak babarji.

(16) Ingugěr sima wus pějah, surakira kadya arěngeng langit, langkung suka
sang aprabu, nulya tědhak lan jindral, neng pěngrawit sinaosan dhahar
minum, prituwin dhahar wedangnya, gya luwaran sri bopati.

(17) Jindral ngaso ing lajinya, sontěnira jindral ngaturan malih, dhahar pista
mring kadhatun, pura sampun suměkta, nata měthuk tuwan jindral
sampun rawuh, tětabeyan gya kinanthya, manjing pura bangsal rukmi.

(18) Alěnggah lawan narindra, linadosan wedang badhaya nuli, bibar


badhaya sumambung, dhangsah dugi gya pista, lan santana kumpěni
bapati kěmbul, sampun dugi genya dhahar, tuwan jindral nulya pamit.

(19) Ingatrě marang narindra, gya tabeyan jindral wangsul mring laji, tan
winarna lamenipun, jindral sampun papriksa, pan sadaya patilasanira
prabu, nulya kundur mring Sěmara50(,) lampahnya datan winarni.

(20) Samana ing Kadanurjan, ingkang dadya anděl pisěpuhanneki,


Prawira(h.15)praja Tuměnggung, Jangsěng litnan kěratyan, duk samana
kadang narindra pan sampun, kinramakakěn sadaya, gantya-gantya tan
winarni.

(21) Rinat pangran paněngah, krama angsal putrane pangran něnggih,


Martasana sampun dhaup, pangran paněngah sama, Pangran Bei
Rindyah tinramakěn sampun, Dyan Měnggung Purwawinata, datan
cinatur ing kawi.

(22) Bakyu dalěm denya krama, lan kang paman Tuměnggung Yudanagri,
tan dadya tinrimakěn wus, angsal Dyan Sasradyirya, gantya Radyan
Tuměnggung Martanagriku, katriman eyang narindra, nama Radyan
Ayu Dewi.
50 Dibaca: Sěmarang

- 28 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(23) Alawan Bapati Ngarga, Ki Tuměnggung Pancadirja sěmangkin,


tinriman eyangnya prabu, Sang Dyah Martakusuma (,) wontěn malih
ari nata ingkang dhaup, lan Pangeran Suryatmaja, Pangran Martasada
mangkin.

(24) Kang trimeng wayah narindra, nguni pangran ngěmbani sri bopati,
dadya kori ajajuluk, Pangeran Pugěr Litnang, Kurnel dene Pngran
Mlayakusumeku, angalih nama Pangeran, Suryasěgara akrami.

(25) Putri Natadiningratan, sigěg gantya Jindral Nagri Batawi, anggalih


wayah prabu, Kanjěng Sultan Ngayogya, kapěrcaya sinungan bintang
linuhung, jěng tuwan Gupěrnur Jindral, Dhamini sampun kadugi.

(26) Angintunkěn bintangnya, ingkang nama Kuměndur Leyon něnggih,


mring Samarang nulya laju, dhatěng Nagri Ngayogya, duk samana
Tuwan Palěk atur wěruh, dhumatěng sri naradipa, yen sultan (h.15A)
angsal měndhali.

(27) Gantya dina sri narindra, siniwaka pěpak para bapati, santana aglar ing
ayun, lěnggah ing siti běntar, Tuwan Asten sowan ngampil bintangipun,
risidhen matur ing nata, ngaturkěn bintang kang sangking.

(28) Kuměndur Leyon Ninděrlan, apratandha sri narindra linuwih, sadaya


wang51 sabrang takut, ajrih kurmat mring bintang, sintěn tiyang maido
kagěm sang prabu, kang sampun bawah Wělanda, tuměk kukuming
pati.

(29) Gya ingagěm-agěmakěn nata, kagěm bintang sampun dipunkurmati,


nulya linadosan minum, suntit wilujěngira, sri narindra wus dugi anulya
kundur, kala tampi bintang nata, taun Dal sěngkalaneki.52

(30) Gunung obah sabdaning rat, agěm bintang samana denkurmati,


samuwan bědhayan laju, pista raja sang nata, sampun dugi laluwaran
sang aprabu, taksih tunggil warsanira, kuněng gantya kang winarni.

(31) Tilas dasihnya dyan patya53, ingkang nama Prawirasěntaneki, angakěn


tědhak bang Rasul, yěkti mung ngumadaka, pan samana tirakat mring
ardi jalu, datan winarna laminya, Prawirasěntana něnggih.
51 Dibaca: wong (demikian seterusnya).
52 Pada pias kiri baris 12-13 terdapat tulisan ‫ ﺩ‬dan angka 1767
53 Pada pias kiri baris 18 terdapat tulisan dengan aksara Jawa :krě

- 29 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(32) Asalin ingkang pěngrasa, wus dilalah rambu wulung nyurupi, angugu
supěnipun, cuměnthaka kapěksa, maděg ratu něgara Jawa deněngkuh,
lampahe sampun katrima (,) sabarang cinipta dadi.

(33) Dadya agěng manahira (,) (h.16) mring padesan něngguhira soragi,
kěpanggih mring běkěl dhusun, pera sěntana gělar, tiyang dhusun
samya ajrih asih suyut, ngidhěp mring pera sěntana, kanan kering
kathah prapti.

(34) Para děmang pinurugan, apan kathah samya kelu měmanis, ingěbang
dadi tuměnggung, miwah mantri ariya, apan sami nganděl mring
kuwasanipun, sabarang cinipta dadya, mrěrang siněbar ya dadi.

(35) Jalma kathah amirantya, raden para sěntana kaeksi, kaya ilang kaya
katun, rěngrasane kang kalap, panggunggunge iki ta ratu pinunjul, ratu
kěkasihing sukma, kaya sundhila narpati.

(36) Ratu nyata bisa muna, baya ika ingkang maděg saiki, Sultan Timur
baya durung, bisa digdaya ngilang, baya datan padha lan gustiku iku,
ratu sěkti pintěr ngilang, samana sampun kawarti.

(37) Cina watěs ěpak bandar, pan pinanggil prapta sampun tinari,
ambandhanon awus sanggup, bungsang ginodhong binjang, dadya
mayor singkek saoaking puniku ginadhong dadya kapitan, kalihnya
samya bandhani.

(38) Tědhane wadya krěraman, gih Prawirasěntana pan sěmangkin, sampun


ngangge songsong wau, jěne atal kiwala, duk samana nuju garběg běsar
wau, ing dhusun sěpěn sědaya, mung kantun kang těngga panti.

(39) Sami malbu Garěběgan, duk sěmana kraman wus karya patih, sadean
děling ewuh, rěmbag kinen wiwit (h.16A) amběsěmi pos Kilen Pragi
Kacubung, gěni mubal kagegeran, wong desa kěbat lumaris.

(40) Atur uninga mring praja, tan winarna lampahira wus prapti, Kadanurjan
atur wrěruh, nuju něngahi bakda, radyan patih sampun ingaturan wěruh,
sampun marintahi wadya, kinen samya ngati-ati.

(41) Pan sampun ngaturi wikan, marang tuwan risidhen gya anuli, atur uninga
sang prabu, nata pan esmu duka (,) bědhal payung kinen anggitika wau,
samana sri naranata, denira miyos tinangkil.

- 30 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(42) Wus dugi jahat narindra, bibar Grěběg wau rahadyan patih, parintah
kinen amukul, kraman Kilen Pěraga (madya Pěraga)54 (,) Dyan
Tuměnggung Gandakusuma tinuduh, badhol sakwadya Majěgan, lan
Pakualaman něnggih,

(43) Bidhal ngamběngi dhusunnya, wong Pělangkir denangkatakěn sami,


sikěp kěrbin sampun daut, kathah minggat ing marga, wong kumpěni
sabrěgada ingkang tulung, mědal Sěntolo lampahnya, kuněng gantya
kang winarni.

(44) Krěraman Watěs barisnya, pan sumahap samya ngabong-abongi, wong


Pěngasih sarěng dalu, lajěng campuh ing yuda, babědhilan agantya
buru-binuru, surak lir pindah ampuhan, wong kraman sarěng mangukih.

(45) Apanggah wong Pěmajěgan, wong krěraman surak kěsangsang mimis,


ing ron akathah kang lampus, kraman gěmpal manahnya, muk-amukan
tan buh (h.17) rowang lawan mungsuh, jaga rěsdhennya numbak,
kaliwat rinampog mati.

(46) Wong jěro sarěng mangrěmpak, wong kěraman pěrangira kalindhih,


tinunjang dhadhal lumayu, sami rěbut karipan, pan binujung kang
kacandhak kathah lampus, Prawirasěntana ngrucat, lumayu awor
pěkathik.

(47) Lawan patihnya Sadawa, tan kantěnan ical datan kěpanggih, Cina
Watěs kalih wau, sampun sami kabanda, pan linarah krěraman měksa
tan pangguh, wadya sultan sampun bidhal, atur uninga dyan patih.

(48) Sapolahireng ayuda, lan ngaturkěn Cina bandar kěkalih, Cina sampun
binalěnggu, sampun atur uninga, mring risidhen dinangu karone putus,
Cina kalih mukir samya (,) lěpatnya kadhěndha picis.

(49) Kalihnya bayar gya luwar, Cina kalih langkung suka ing batin, akathah
punagenipun, dene meh prateng pějah, ngantya lami Prawirasěntana
wau, denira singidan lawan, Sadewa denira panggih.

(50) Samana para sěntana, pan kacěpěng bawah Kalasan něnggih, pinusara
sampun katur, raden dipati nulya, atur wikan mring tuwan risidhen wau,
gih wau pera sěntana, sampun kinen ambaluwi.
54 Kelebihan lima suku kata.

- 31 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(51) Pera sěntana pinirsa, saniskara aturira wus tati55, Cina kalih katur
byantu, ngajoki maděg nata, kajěngira bungsong nědha dadya matur,
singkek kang dadya kapitan, Cina kalih kinen narik.

(52) (h. 17A) Ciněpěng katur binanda, pan rumaos lamun tuměkeng pati,
pan kaduwung solahipun, pan dinangu aturnya, sami kijat anaming
kaputus lampus, katělu pera sěntana, wong ra wurung kang ngěmasi.

( 4. MASKUMAMBANG)

(1) Amung nganti punis kang sangking Batawi, samana wus prapta, dyan
dipati dendhawuhi, kinen mundhut pějahira.

(2) Gih Prawirasěntana Rahadyan Patih, tindak mring gunjara, mangke


sampun denpěrpěki, pera sěntana katingal.

(3) Dhinawuhan dyan patih sabdanya manis, keh pera sěntana, měngko
dhawuhing kumpěni, kinen mundhut nyawanira.

(4) Lamun sira darbe atur ya sakiki, kang pantěs tinědha, ing měngko
ingsun těkani, amung thithik wěling ingwang.

(5) Ayya sira ngěmbeti kang datan yěkti, aturnya sandika, pan sampun kula
andhěmi, amung kědhik atur kula.

(6) Lamun kula dumugi kisas ing binjing, sampun sětu dina, kaliyan
panuwun mami (,) gen kula maděg kěraman.

(7) Batěs langkung mung kapingin songsong kuning, punika tur kula, dyan
patih wau duk myarsi, malingos datan kaduga.

(8) Duk samana prapta ubayaning pati, risidhen siyaga, ngalun-alun uběng
baris, pra bopati samya sowan.

(9) Cina kalih samana kukuming pati, ginantung pancaka, lan para sěntana
nuli, (h.18) wus kiněthok murdanira.

55 Dibaca: mati

- 32 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(10) Kanjěng Kyai Arab-Arab densongsongi, kuning pan kělakyan, pera


sěntana upami, pějahe lir songsong jěnar.

(11) Sějatine songsongira Kanjěng Kyai, sampun laluwaran, murda pinanjěr


ing margi, tan antara lamenira.

(12) Majid agěng arisak winangun malih, wadya sakněgara, samya tumut
nambut kardi, tan lami sa56 mějid dadya.

(13) Nahěn gantya Batawi ingkang winarni, kang ngasta kuwasa, gupěnur
ingkang wěwangi Karěl Sirardhus Wilěmnya.

(14) Grap Pan Egěn gih amung dadya sang sulih, kala taun Wlanda, nuju
5758

sewu wolung biting, kawan dasa langkungira.

(15) Pan kasěbut jindral agung pan sěmangkin, karsa angějawa, pan sampun
aparing uning, ing Sala Yugya sěmangkya.

(16) Nagri Sala risidhen mayor tur uning, marang kanjěng sunan, yen badhe
kang eyang tuwi, jindral gung Batawia.

(17) Apan sampun parintah sudhiya sami, tan beda Ngayogya, Tuwan Palěk
atur uning, dhumatěng wau jěng sultan.

(18) Kawarnaa jindral bidhal ting Batawi, numpak kapal prapta, Sěmarang
datan winarni, gya laju mring Surakarta.

(19) Kang winarna jěng sunan měthuk sakdasih, sikěp kaprabonnya, lir adat
jindral yen prapti, tan rinunce sampun panggya.

(20) Pasěnggrahan Kaleca karsa narpati, kundur lan kang eyang, prapta pura
kang ngurmati, tan cinatur ing laminya.

(21) Warna-warna sunggata rěnaning galih, jindal pan arsa, la(h.18A)ju


mring Ngayugya nagri, nahěn gantya kang winarna.

(22) Tuwan Rěsdhen Palěk kang ngaturi uning, dhumatěng jěng sultan,
ingkang eyang badhe prapti, sang nata dhawuhi patya.

56 Dibaca: sang(?)
57 Pada pias kanan di baris ke-9 terdapat tulisan : G
58 Dibaca : wolu

- 33 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(23) Arsa měthuk mring Gawok kinen dhawuhi, putra myang santana, bapati
mantri prajurit, miwah tundhan alus mangkya.

(24) Gantya dina wong Ngayogya pěpak sami, ngalun-alun blabar, samana
sri narapati, pan sampun ngrasuk busana.

(25) Prajurit tan kaprabon nata rěspati, gunging luwara, ingampil sagunging
dasih, risidhen manjing ing pura.

(26) Cundhuk nata gya miyos sri narapati (,) lawan ingkang rama, tuwan
risidhen ngampingi, gya nitih rata kěncana.

(27) Pangiritnya, bang walu59 dinulu asri, arja songsong gilap, gya bidhal
wadya pěngarsi, pěnganjur wong Mantrijaba.

(28) Pyayi Gawong Měrgangsa ingkang nambungi, Panumping Bumijo,


maosewua prituwin, maos inggal nuli liman.

(29) Piněngangge sangkělat jingga ngajrihi, kang sumambung wadya, wong


Wirabraja anuli, Dhaeng nulya kawan dasa.

(30) Tandya Jagakarya kang sumambung wuri, Peratama nulya, wong


Nyutra ingkang nambungi, Katanggung wau pacara60 .

(31) Priyatakamarta lulut singa nagri (,) gya kuda karungan, tiga kinambil
rěspati, arja sinungsongan jěnar.

(32) Pan sumambung wong Kaum ingkang denampil, kětěg bědhug mangkya,
ing (h. 19) wuri kusar Wělandi, wingking Raděn Has Walanda.

(33) Nuli musik Mantri Kaparak asisih, kiwa těngěn lawan, Gědhong Kanan
Gědhong Kering, anuli wong Jaga Upa.

(34) Lurahira pan samya mangampil-ampil, upacara nata, banyak dhalang


sawung galing, arda walika lantaran.

(35) Pan sadaya pan sami wehaneng wajik, wong Miji wurinya, titiyan
dalěm lumaris, ing wuri usar Wělanda.

59 Dibaca : pawara
60 Dibaca: enjingnya

- 34 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(36) Lan prajurit Mantrijěro numpak wajik, wuri Langenastra, deniring pra
bangga muni, Kyai Surak langkung raras.

(37) Urut marga kang baris arahan sami, wimbuh jalma kathah, katimbak
pinggiring margi, ningali wiyos narindra.

(38) Prapteng laji urmat mariyěm mawanti, kang lir gělap sasra, bumi pan
kadya ginunjing, suwara umyung lir grěrah.

(39) Tan winarna lampahnya ing Gawok prapti, tědhak sri narindra, manjing
pasanggrahan tuwin, risidhen ngampil astanya.

(40) Sampun lěnggah kuněng gantya kang winarni, tuwan jindral bidhal,
sangking Sala dipuniring, santana bapati miwah.

(41) Para mantri samana Kalathen prapti, urmat mriyěm munya, tuwan
jindral kampir nglaji, tan cinatur nulya bidhal.

(42) Rata krěras Parambanan jindral prapti, ingkang měthuk mangkya, Dyan
Patih Danurja něnggih, kalawan mantri bopatya.

(43) Nulya bidhal tuwan běsar mangkya prapti, Sambilěgi mangkya, kang
měthuk sě(h.19A)ntana aji, gya bidhal laju lampahnya.

(44) Prapteng Gawok sagung prajurit ngurmati, drel ambal-ambalan, tuwan


jindral tědhak aglis, piněthuk marang sang nata.

(45) Gya tabeyan kěkanthen asta sang aji, sampun tata lěnggah, anamudana
sang aji, tuwan jindral wangsul sabda.

(46) Sri narindra mundhut larih kang ngaturi, minum wilujěngnya, ingkang
rawuh nulya suntit, urmat gěndhing lan musikan.

(47) Gantya dhahar dalěm wedang majěng ngarsi, gya ngunjuk kalihnya,
sang nata nulya babisik, Risidhen Palěk gya tědhak.

(48) Ngrumiyini akundur marang ing laji, sang nata anulya, dhawuhkěn
kinen ngundhangi, bidhalkěn wadya pangarsa.

(49) Sampun bidhal wau kang lumampah ngarsi, suwareng guměrah, pan
kadya maněngkěr langit, tan liru golonganira.

- 35 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(50) Sampun nitih sang nata lawan gupenir, ing rata kěncana, songsong
rukma pan rěspati, datan winarna lampahnya.

(51) Sampun prapta ing laji mariyěm muni, kampir sri narindra, lěnggah
sakědhap gya nuli, karsa kundur marang pura.

(52) Tuwan Padhen lumiring sri narapati, marga tan winarna, sang nata
prapteng puradi, risidhen tinundhung pulang.

(53) Gung punggawa prajurit pan samya mulih, něngna dalu injang , sang
nata miyos mring laji, sang kěprabonnya lir ngadat.

(54) Prapteng laji urmat mariyěm mawanti, gya tědhak jěng sultan, tuwan
jindral měthuk kari, tětabeyan nulya lě(h.20)nggah.

(55) Sri nalindra kurmat rawuhnya gupěnir, gya larih kalihnya, sang nata
tanya aniti, jindral angling saniskara.

(56) Duk neng marga dumugi něgari Jawi, samana sang nata, gya arsa
kundur mring puri, jindral lumiring ing lawang.

(57) Gya tabeyan sang nata anulya nitih, ing rata kalawan, tuwan risidhen
lumiring, kundurira sri narindra.

(58) Sampun prapta ing pura sri narapati, risidhen anulya, tinundhung
mantuk mring laji(,) kinanthi pamit tabeyan.

( 5. KINANTHI)

(1) Risidhen ing laji rawuh, sontěn amelih sang aji, arsa miyos dhahar pista,
risidhen měthuk mring aji, manjing pura cundhuk nata, gya miyos sri
narapati.

(2) Gumuruh suwareng wadu, samana ing laji prapti, urmat mariyěm lir
gělap, tuwan běsar měthuk kari, sri narindra nulya tědhak, tětabeyan
gya kinanthi.

(3) Alěnggah lawan gupěrnur, para upsir ander ngarsi, prituwin pra nonah
kathah, main dhangsah sampun dugi, gya dhahar pista sang nata, lan
jindral rěna ing galih.

- 36 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(4) Kundhisi suraknya barung, rambah-rambah sampun dugi, anulya sami


luwaran, arsa kundur sri bopati, risidhen lumiring nata, pan wanci jam
tiga latri.

(5) Jindral lumiring ing pintu, tabeyan sang nata nuli, nitih rata tandya
bidhal, gumuruh suwareng jalmi, sang nata prapta ing pura, risidhen
tinundhung mulih.

(6) Ejingnya61 tuwan gupěnur, arsa manjing marang (h.20A) puri, gung
wadya seba babalabar62, risidhen sowan rumiyin, sang nata sampun
siyaga, anědah marang kang rayi.

(7) Pangran Mangkubumi wau, kinen aměthuk gupěnir, wot sěkar anulya
mintar, mring laji panggih gupěnir, tabeyan mau pangeran, ngaturi
tuwan gupěnir.

(8) Gya nitih kareta wau, jindral kalawan jěng gusti, ing marga datan
winarna, samana sri narapati, aměthuk aneng Mandhungan, tan dangu
eyang prapti.

(9) Ingiring kumpěni agung, tuwan běsar lajěng tabik, kinanthi manjing
ing pura, alěnggah ing bangsal rukmi, sri nata atur minum, anulya larih
gupěnir.

(10) Urmat musik tan abarung, gěndhing pradongga angrangin, sang nata
ngaturi jindral, manjing pura akěpanggih, něnggih ratu garwa nata,
Ratu Kancana prituwin.

(11) Para ratu sěpuh-sěpuh, jindral lumiring sang aji, prapteng pura
tatabeyan, para ratu ratu sami, jindral lěnggah lan sang nata, tan dangu
anulya mijil.

(12) Alěnggah ing bangsal sampun, linadosan wedang nuli, pamit ngaso
tuwan jindral, sang nata lumiring dugi, Mandhungan nulya tabeyan,
kang rayi ingkang lumiring

(13) Sang nata wangsul ngědhatun, tuwan risidhen gya pamit, tabeyan
sampun linilan, gya pulang gantya winarni, sadangunya tuwan jindral,
palěsir papriksa nagri.
61 Kelebihan satu suku kata, mungkin harus dibaca: balabar.
62 Dibaca Sri

- 37 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(14) Lan astana dalěm wau, kutha gědhe ngi(h.21)magiri, prituwin ing
taman-taman, Pakualaman sěmangkin, samana karsa narindra, pan arsa
samuwan něnggih.

(15) Ngaběn sima lawan danu, tuwan jindral denaturi, sang nata sampun
siyaga, kang rayi ingkang tinuding, aměthuk kang eyang jindral, samana
ing laji prapti.

(16) Lan jindral sampun kapangguh, tabeyan matur gupěnir, ingaturan


magělaran, tuwan jindral manthuk nitih, kareta samana prapta (,)
pagělaran tědhak aglis.

(17) Gya tabeyan lan sang prabu, gya lěnggah munggeng pěngrawit, sang
nata dangu dan patya, nggonira saos apawis, matur sampun radyan
patya, tandya tědhak sri bupati.

(18) Munggeng Krapyak lan gupěnur, denira samya ningali, sima campuh
lan maingsa, kalaganjur munya atri, tuwin jindra kang rěna, arame
dipuntingali.

(19) Rambah-rambah denya campuh, salin macan lawan sapi, langkung


rěna tuwan jindral, sri narindra gya dhawuhi, sima kinen angrampoga,
tandya mědal sra63 bopati.

(20) Karsa miyos lěnggah punggung, lan jindral denira ngeksi, baris ganjur
jějěl rangap, sumaop makěthi-kěthi, parung ringih yen sinawang,
gandhek sampun dendhawuhi.

(21) Sima biněsěm wus mětu, narajang baris babarji, arame solahing jalma,
surak lir maněngkrě langit, rambah-rambah karsa nata, amběsěm sima
wus dugi.

(22) (h.21A) Sima kathah solahipun, tan cinatur wau ganti, sang nata tědhak
mring bangsal, pěngrawit lawan gupěnir, larih minum nulya wedang,
samana tuwan gupěnir.

(23) Karsa ngaso pamit sampun, tabeyan anulya nitih, sang nata kundur
ing pura, risidhen tinundhung mulih, dalunya wanci jam sapta, tuwan
jindral denaturi.

63 Kelebihan satu suku kata, mungkin harus dibaca: mijil.

- 38 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(24) Manjing pura pista wau, risidhen luměbeng puri, jěng gusti sampun
tinědah, měthuk jindral sampun kerit, jěng sultan měthuk Mandhungan,
ginělaran lakěn abrit.

(25) Jindral rawuh cundhuk prabu, tabeyan nulya kinanthi, prapteng bangsal
rukma lěnggah, pra kumpěni kuběng kursi, prituwin nyonyah akathah,
para santana ing ngarsi.

(26) Dyan patih sakancanipun, neng tratag andher wot sari, gya lumados
dhahar wedang, samana karsa sang aji, samuwan badhaya nulya, bibar
gya dhangsah nambungi.

(27) Bibar dhangsah karsa prabu, apinta sadaya kumpni (,) asri dinulu
mawarna, kunthi sisurak mělingi, wus dugi tandya luwaran, tuwan
jindral nulya pamit.

(28) Kundur mring Batawi wau, sri narindra anjurungi, kathah pisungsungira,
sang nata lumiring mimijil64, Mandhungan laju kang eyang, sang nata
wangsul ing puri.

(29) Risidhen wus pamit mětu, něngna dalu ejing65neki, tuwan jindral arsa
bidhal, deniring mantri bapati, mědal Kědhu lampahi(h.22)ra, kuněng
gantya sang winarni.

(30) Aněnggih Raden Tuměnggung (,) Ranadiningrat pan lalis, putranya


sampun gumantya (,) tětěpa lěnggah bapati, anama Tuměnggung Rana,
diningrat lěnggah Panumping.

(31) Kuněng ganti kang winuwus, pusaka ing jawi majit, Děmak sampun
sangět risak, gupěrmen atur udani, mring ratu ing Sala Yugya, sabiyantu
mangun majit.

(32) Ngayogya ingkang tinuduh, Tuměnggung Martaněgari, ingkang kinen


nindhihana, sakrekanirang pakardi, lan Radyan Tuměnggung Marta,
ningrat ingkang nisihi.

(33) Pinaringan wragatipun, něm ewu kinen andugi, yen kirang kinen
nyuwuna, samana sampun miranti, wong Gawong Měrgangsa dandan,
tukang batu tukang běsi.
64 Dibaca; enjing
65 Dibaca; mangkya

- 39 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(34) Wus bidhal radyan tuměnggung, angirit wadya miranti, ing Sala datan
prabeda, tatindhih saya kakalih, wolung ewu prabeyanya, lampahnya
datan winarni.

(35) Ing Děmak pan sampun těmpuk, samya měkajang pribadi, risidhen
Sěmarang tindak, aněksir wragading majit, gupěrmen numpuki bandha
wolung dasa ewu něnggih.

(36) Pan samya tumandang cakut, kumruyuk anglir blakthi, perang-perang


pakaryanya, madung měthel amasahi, wěneh natah ana masang, bata
tuwin pandhe wěsi.

(37) Nahěn gantya kang winuwus, rayi dalěm sri bopati, pan sampun sami
tuměngkar, dene ipenya sang aji, Rahadyan Sasradiwirya, namanira
pan ingalih.

(38) (h.22A) Dyan Mangundirja Tuměnggung, garwa wěwangi pribadi,


Raden Ayu Madurětna, gantya kang winuwus malih, Dyan Dipati
Danuningrat, gěrah sangět lajěng lalis.

(39) Sigěg gantya kang cinatur, ingkang nambut karya majit, Děmak samana
wus dadya, dyan měnggung ngundhangi mulih, mějit agung wus
ginambar, kalangkung denya rěspati.

(40) Makya66 běkta gambaripun, wujut tan siwah lan majit, pan kinarya
angsal-angsal, salayu gya něnggih sami, wus daut mantuk sadaya, ing
marga datan winarni.

(41) Prapta Yogya wus katur, saniskareng ing pakardi, majit pan dadya
tingalan, dinulu rěspati pěrkis, wadya mantuk sowang-sowang, samana
ingkang winarni.

(42) Aněnggih radyan tuměnggung, Mayor Martadiningradi, sakundurira


ning Děmak, grěrah sangět lajěng lalis, gih putranira tatiga, Dyan
Pawirayuda tuwin.

(43) Dyan Natadipura wau, lan Raden Jayenglagadi, dene ta ingkang


gumantya, Dyan Natadipura něnggih (,) tětěp alěnggah siwaka,
Gědhong Těngěn dentindhihi.

66 Pada halaman ini di pias atas terdapat tulisan: Awit salosin

- 40 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(44) Kuněng gantya kang winuwus, kapěrnah eyang narpati, aněnggih


Pangeran Harya, Purbawinata kang galih, sabarang karsanya kiyat,
langkung pěradhah berbudi.

(45) Pan surti prayitneng kewuh, ing wandranireng pěnggalih, awiyar anglir
samodra, běna ingkang tanpa těpi, pan asih marang sěntana, linulutan
marang dasih.

(46) Pan kathah pulunan suyut, sumrambah (h.23) denira běkti, pan
inganggěp lir sudarma, rumakět lir putra sami, těnapi kanjěng pangeran,
langkung asih mring apsari.

(47) Kathah kalangěnanipun, pinardi wulanging nabi, datan kěna


ginagampang, wanita tuhu piningit, tan kenging kapanggih liyan, yen
jalu kajawi siwi.

(48) Kajawi nama sadulur, sayěkti tan sinung panggih, dene ta kanjěng
pangeran, cacahe mung lěnggah kědhik, ing galih kalangkung rowa,
arěměn rinubung siwi.

(49) Angingah baběksan něngguh(,) angatur-aturi, para kadang myang


santana, bujana amragat kambing, angěnting kasukanira, tan ketang
kether ing wingking.

(50) Mung ugrě ing ngarsa cukup, amrih rěsěp siwi dasih, dene lělangěn
pangeran, Wireng aběksa Jěmparing, kinarya mikat ing manah, kathah
sujalma kang asih.

(51) Pangeran sugeh tětamu, yen kala ngundhuh-undhuhi, pamětune


pakěbonan, tamtu mawi angaturi, kadang sěpuh anem miwah, putra
kapenaka něnggih.

(52) Pěrlonipun dhahar kěmbul, bukak meja sate kambing, tansah samuwan
baběksan, bibar běksan ananggap ringgit, datan mawi kala mangsa,
pathok dhangan animbali.

(53) Sabarang ingkang denundhuh, sadene aměthik pari, tamtu mawi


apapistan, mila botěn patos sugih, awit kathah karsanira, mung kědhik
cacate wingit.

- 41 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(54) Klangěnannya kathah nyěbut, (h.23A)67 awit karěp dendukani, dene


mung lěpat sěpala (,) prandene dipunpatrapi, pranyata kanjěng pangeran,
tan kenging dipun-gěgampil.

(55) Wus kaloka karsanipun, dugeni sěbarang main, samana kanjěng


pangeran, grěrah sangět anglayadi, pan datan kenging ngusadan,
kalajěng seda anuli.

(56) Atur marang sang aprabu, sinucen kaběkta maring, kitha agěng
andědaga, sudarma Sultan ping kalih, taksih timur putra priya, putra
mantu kang gumati.

(57) Dyan Wangsakusuma wau, anama Tuměnggung něnggih, Purbawinata


sěmangkya, kathah kang ngungun ing galih, dene putra datan dadya,
awit maksih anom sami.

(6. SINOM)

(1) Sampun utusan nyudaka, marang Surakarta nagri, atur uninga ring
adat, datan winarna ing tulis, gantya wau winarni, gih wau Raden
Tuměnggung, Danuněgara grěrah, sangět pan kalajěng lalis, putranira
wau kang gumanti nama.

(2) Tuměnggung Danuněgara, naming tan gumanti linggih, siyaka ingkang


gumantya, Dyan Měnggung Jayaněgari, lěnggah niyaka něnggih, pan
dados nama ko sewu, awarna kanjěng tuwan, risidhen Palěk pan ganti,
ingkang nama Risidhen Běskěs sěmangkya.

(3) Anuju68 Be taunira, sangkalanira winilis, gajah ngoyag nunggang gajah,


sampun sowan sri bopati, dadya pasrahan (h.24) sami, Tuwan Běskěs
nulya lungguh, munggeng kering narindra (,) gya larih minum sang
aji,wus prasěsa risidhen nulya luwaran.

(4) Tuwan Palěk sampun bidhal, barang denlelang nagari, sigěgěn ingkang
winarna, Rěgen Bantul karang něnggih, bawahira sěmangkin, apan
kalěbětan kacu, mangkya sampun kacandhak, dursila ical ing latri,
nyalawadi Dyan Měnggung Jayadiningrat.

67 Pada halaman ini di pias atas terdapat tulisan: Awit salosin


68 Pada pias kiri baris ke-12 terdapat tulisan dengan huruf latin :R dan di bawahnya atau baris ke-13-14
terdapat tulisan ‫ب‬: kemungkinan dibaca tahun Be (dan tahun 1768.

- 42 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(5) Apan kenging panggrayongan, ginalih nguculi juti, samana Dyan


Měnggung lěpat, linungsur lěnggahnya nuli, luměbět dhatěng nagri,
ingkang gumantyan Dyan měnggung, Wangsadirja tan lama, lěpat dene
kang gumanti, něnggih Radyan Tuměnggung Sasradipura.

(6) Dene rěgen Suleman, Natawijaya kang dadi, sigěg ingkang winarna,
mangsuli karsa narpati, nguni karsa guyubi, duk kalanira sih timur,
rěměn mendha kawula, jajěr punakawan kursi, pangkat lurah nama
Dyan Lurah Sukapja.

(7) Nulya santun karsa nata, mangkyana mara Dyan Panji, aněnggih ima
digdaya, kalangkung rěna ing galih, ngunggar manah prajurit, saběn ari
main tayub, dugi karsa narindra, karsa minggah pangkat malih, dadya
Panji Katanggung wau namanya.

(8) Dyan Panji Jayadipura, de ari pangran dipati, dadya Panji Peratama,
kang eyang Pangeran Hadiwijaya kinen dadi, apěr prajurit Katanggung,
akathah para eyang, nglaběti karsa narpati, Jěng Pangeran Ja(h.24A)
yakusuma kělawan.

(9) Pangeran Tejakusuma, Pangran Puryawijayeki, pan samya ngrangkěp


nama, Riya Panewu prituwin, santana myang bopati, sami rangkěp
namanipun, karsanira sang nata, rěměn dhahar pitsa tuwin, nayup duron
ringgit ringgit, klithik miyos bukan.

(10) Yen gěladhi Gěrběg nata, angagěm cara prajurit, Panji Kětanggung
rěspatya, dene garwanya sang aji, kinen mirsa jěněngi, aneng těngah
regol kidul, wrana gědheg salukat, kěbak putri aningali, Dyan Dipati
Danurja sakkancanya.

(11) Bapati lawan santana, sowan sakler bangsal něnggih, magang nganti
narub jěmbar, akathah jalma ningali, timbak jějěl apipit, wiwit injing
bibar surup, mirsa prajurit indah, dene ratu ingkang dadi, karsa nata
datan sah mangunggar wadya.

(12) Dina-dina nggěganjar, dadar boga lawan picis, kathah wadya ingěmasan,
pan kathah sěkanjong cilik, dadi priyayi gělis, ming kědhik gělaning
kalbu, dene pyayi tan lona, tan luput němu bilai, yen kinasut tau inggil
dadya andhap.

- 43 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(13) Pan sami gawok ing manah, awitan dugi karsaji, dene panjěněngan
nata, tingal těrus langkung sidik, ratu wěspadeng ghaib, anglir Sunan
Těgilarum, mirsa dereng winarah, yen wong cinětha bilai, tamtu (h.25)
těměn datan wingwang paměcanya.

(14) Mangke karsanya sang nata, rěměn angěpal gung dasih, yen kapanggih
etang běgja, aměsthi dadi priyayi, luput dadi priyayi, tampi ganjarannya
prabu, kilap sandhang myang arta, salah siji tamtu tampi, yen winěca
sakit pějah datan nyimpang.

(15) Tuwin sudaning děrajat, owah gingsire gung dasih, anali nungsur
drajatnya, sabda narindra mung darmi, apan wus gawa pasthi, běgja
cilaka wong iku, trěkadhang bali běgja, ana kang gěbanjur blai, datan
kěna karsanata pan kinira.

(16) Samana karsa narindra, aminggah nama bopati, jajuluk Dyan Měnggung
Sasra, sěgara bapati salosin, kathah kawula alit, kang běgja nama
tuměnggung, dene ari narendra, aminggah nama bopati, nama Radyan
Tuměnggung Kartaněgara.

(17) Kěkasih dalěm narindra (,) Dyan Tuměnggung Wiranagri, piněngage69


rasukannya, sikěpan lakěn binlodir, dadya kari narpati, anguyumi wong
kawatun, Radyan Wiraněgara, tan bagus mung měrak ati, ye winějang
tan kěpanggih mathenira.

(18) Amangsuli kang carita, bapati Kilen Pěragi, Tuměnggung Rěsdhen


Tana, alěpat kala rumiyin, duk para sěntaneki, pan ginalih tilěm kukup,
dangu denira tandang, wong Pěngasih tan kiněrig, Ki Tumenggung
tinimbalan mring nagara.

(19) Wondene ingkang gumantya, dadya bapati Pěngasih, Tuměnggung


Pringgadining(h.25A)rat, kuněng gantya kang winarni, aněnggih
putrane Ki Pangran Adisurya wau, tiga sampun diwasa, dene ta ingkang
satunggil, pan pinundhut marang nata kadang angkat.

(20) Putri tinrimakěn marang, atmajanira dyan patih, Tuměnggung


Sasrakusuma (,) lan putra Pingganderja70 janing, inggih minggah
Bapati, Sasradiwirya Tuměnggung, sigěg ingkang winarna, Rěgen
Kalasan sěmangkin, Dyan Tuměnggung Mangunyuda manggih lěpat.

69 Dibaca: pinĕngangge.
70 Dibaca: Pringgadirja

- 44 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(21) Pěrkawisnya pěsakitan, nyonyah Cina denuculi, ginalih tan dadya


ngapa, ginunjak minggat ing wěngi, mangka nyonyah puniki langkung
awrat dosanipun, icul krana ginunjak, dadya dukaning něgari, dyan
tuměnggung pan linungsur lěnggahira.

(22) Luměbět marang něgara, kantun lěnggah kawan desi, dene kang
gumantya sěkap, ipe dalěm gih kang nami, Radyan Mangundirjeki,
tětěp rěgen lěnggah satus, gantya ingkang winarna, tuwan risidhen
rumiyin, taksih nama sasulih tětěp sěmangkya.

(23) Laminya duk kalih warsa, samana karsa gupěrmin, ingkang angasta
kuwasa, Gupěnur Jindral Batawi, ganti wau kang nami, gih Kanjěng
Tuwan Gupěnur, “Mestěr Pintěr Merkusnya”71, ming maksih nama
sasulih, duk kalanya juměněng anuju wangsa.

(24) Taun kesěngkalanira, slira mayang sapda72 aji, angsal tigang taun
nulya, atětěp lěnggah gupě(h.26)nir, nuju taun Jimakir, sangkalanira
pinetung73, midir nunggang turangga, ing jagat karsanya mangkin,
badhe mirsa laladan ing Tanah Jawa.

(25) Pan sampun suka uninga, dhumatěng risidhen kalih, ing Sala Yukja
sěmana, sampun angaturi uning, dhatěng sri narapati (,) samana sampun
dhědhawuh, samya kinen suměkta (,) sudhiya kurmat gupěnir, duk
sěmana kang winarna Batawiyah.

(26) Gupěnur pan sampun bidhal, numpak palwa mangkya prapti, Sěmarang
lajěng lampahnya, dhumatěng Surakartadi, Kanjěng Sunan anuli,
aměthuk sawadyanipun, samana rěsdhenira, Tuwan Mayor sampun
ganti, ingkang nama Tuwan Risidhen Harětman.

(27) Nuju74 Jimakir sěngkala, nir sabda suwareng bumi, samana sri naranata,
sampun bidhalakěn dasih, dhatěng pasanggran aji, Kaleca prapta sang
prabu, wadya kěbak bělabar, anglir tasik tanpa těpi, tan antara tuwan
gupěnur praptanya.

71 Pada pias kiri sejajar dengan teks baris 22 terdapat tulisan G dan pada baris 23(dibawahnya) terdapat
tulisan Arab ‫( ب‬kemunginan dibaca tahun Be) dan angka tahun 1768
72 Dibaca:sabda
73 Pada pias kanan sejajar dengan teks baris 1 terdapat tulisan Arab ‫ ج‬dan angka tahun 1770
74 Pada pias kanan sejajar dengan teks baris 13 terdapat tulisan R dan tulisan Arab ‫ ج‬dan angka tahun
1770

- 45 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(28) Cundhuk nata tata lěnggah, nulya kundur sri bapati (,) sapraptanira
ing praja, tan ewah ing adatneki, sabarang lampahneki, tan rinunce
karanipun, tan winarna laminya, gupěnur mangkya pan arsi, mring
Ngayogya kuněng ganti kang winarna.

(29) Jěng Sultan Měngkubuwana pan sampun parintah dasih, arsa měthuk
tuwan jindral, wus ngumpul wadya piranti, tuwan risidhen nuli,
manjing pura cundhuk prabu, nata sampun busana, (h.26A) prajurit tan
amantěsi, nulya mijil kinaregung wadyabala.

(30) Sang kěprabonireng nata, banyak dhalang sawung galing, kacu mas
harda walika, mojok kalawan capuri, badhak gandhek prituwin,
pědhang tamsir panah tulup, wingking waos cebolan, pusaka ganjur
neng wuri, apan kathah upacara yen minarsa.

(31) Sang nata samana prapta (,) ing tarub agung anuli, bidhal adidalěm75
ngarsa tan cinandra kang lumaris, tan ewah adatneki, suwara atri
gumuruh, bumi anglir prakěmpa, jějěl pipit rěbat margi, nata prapta ing
laji urmat guměntar.

(32) Lěstari tindak narindra, ing Gawo76 samana prapti, dene santana kang
mapag, wus tinata urut margi, nahěn ingkang winarni, tuwan jindral
sampun rawuh, cundhuk sri naradipa, kinanthi lěnggah sang aji, ingkang
eyang sinamudana sang nata.

(33) Gupěnur mangsul sih arja, binoja krama anuli, kinen angundhangi
wadya, karsa kondur sri bopati, bidhal wadya pěngarsi, suwaranira
gumuruh, anglir gunjing pratala, apětěng lěbu lir wěngi, tan kawarna
ing marga sang nata prapta.

(34) Ing laji mariyěm urmat, sang nata ampir ing laji, sakědhap kundur
narindra, tuwan risidhen lumiring, prapta pura anuli, tuwan risidhen
gya wangsul, injingira sang nata, amiyos dhatěng ing laji, tuwa(h.27)n
rěsdhen aměthuk sri naradipa.

(35) Gya miyos kaprabon nata, gumuruh suwareng dasih, prapta nglaji
ingurmatan, mariyěm munya mawanti, jindral měthuk ing kari, kinanthi
lěnggah sang prabu, gustha kalane prapta, kalihnya samya amet sih,
samya alihan nulya kundur sang nata.

75 Dibaca: abdidalěm
76 Dibaca; Gawok

- 46 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(36) Gya bidhal wadya narindra, tuwan risidhen lumiring, tuwan risidhen
lumiring77, anitih rata kěncana, samana prapta pěngrawit, laju andur
sang aji, prapteng pura sang aprabu, tuwan risidhen nulya, wangsul
dhumatěng ing laji, sontěnira risidhen měthuk sang nata.

(37) Anulya manjing ing pura, cundhuk nata denaturi, amiyos dhahar
apista, anulya miyos sang aji, sumrěg kinare dasah78, ing ngarsa bidhal
gumuruh, prapta ing laji nata, urmat mariyěm mawanti, pan juměgur
anglir běstar ingkang arga.

(38) Sampun tědhak sri narindra, kinanthi lawan gupěnir, alěnggah samya
gupita, kalihnya pan samya asih, para tuwan prituwin, lan nyonyah
dhangsah sědarum, wus dugi main dhangsah, anulya dhahar sang aji,
lan gupěnur sambuh denya kěmbul dhahar.

(7. GAMBUH)

(1) Para kumpěni kupul79, pan sadaya denya dhahar kěmbul, lawan nyonyah
sadaya akěmbul bukti, kundhisi asurak barung, arame syara gumuroh.

(2) Rambah-rambah aminum, sampun dugi lalu(h.27A)waran prabu,


wancenira wus dalu pukul katri, sri narindra karsa kundur, risidhen
lumiring katong.

(3) Sampun daut sawadu, tan winarna ing pura gya rawuh, tuwan rěsdhen
pan sampun kalilan mulih, něngna dalu enjingipun, karsanya jindral
sěmangko.

(4) Arsa malbeng kědhatun, sri narindra pan utusan měthuk, ingkang rayi
Jěng Pangengan80 Mangkubumi, prapteng laji sampun katur, niskara
wělingnya katong.

(5) Tandya wau gupěnur, nitih rata lan utusan prabu (,) tan winarna ing
marga mangkya sang aji, měthuk Kěmandhungan cundhuk, jindral
kalawan sang katong.

77 Terjadi ditografi pada baris ke-3 yang merupakan pengurangan baris sebelumnya (baris ke-2)
78 Terjdi kesalahan guru lagu, maka Dibaca: dasih,.
79 Dibaca: kumpul
80 Dibaca : pangeran

- 47 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(6) Kinanthi mring kadhatun, prapta bangsal lěnggah kalihipun, ngunjuk


wedang gya manjing ing dalěm puri, kapanggih lan para ratu, gya
lěnggah kalih sang katong.

(7) Aginěm niskara wus, nulya mijil lěnggah bangsal agung, datan dangu
tuwan jindral nulya pamit, sang nata langkung jumurung, kinanthi
nguntapkěn katong.

(8) Dugi Mandhungan wangsul, mring kadhaton risidhen tut pungkur,


tuwan rěsdhen anulya tinundhung mijil, samana tuwan gupěnur, kaliling
mring taman kulon.

(9) Putrě-putrě yun wěruh, patilasan ing kuna sědarum, pra bopati samya
gilir kang lumiring, sampun dugi karsanipun, ing mangke karsanya
katong.

(10) Arsa samuwan wau, ngaběn (h.28) sima lan maingsa danu, nulya miyos
kaprabon sri narapati, ari jěng gusti tinuduh, ngaturi kang eyang gupoh.

(11) Prapteng laji kapangguh, ingaturan gupěnur agupuh, nitih rata pagělaran
sampun prapti, sampun cundhuk wayah prabu, gya lěnggah pěngrawit
katong.

(12) Sri nalindra andangu, raden patih saměktanya sampun, nulya miyos
sang nata lawan gupěnir, mirsani sima denadu, lan maingsa campuh
gagot.

(13) Rame kang kalaganjur, rambah-rambah sima ingkang kawus, karsa nata
kinen ngrampog těngah baris, sang nata miyos mring panggung, pra
upsir lumiring nonton.

(14) Grabog tinata sampun, baris těpung apipit matumpak, dhawuh nata
sima kinen amběsěmi, gandhek mangsah běsěm sampun, sima mědal
lajěng němpoh.

(15) Surak baris gumuruh, langkung rěna gupěnur andulu, pan akathah
solahe jalma kang ajrih, nunjang-nunjang rěbut playu, langkung gila
bok cinakota81.

81 Kelebihan 1 suku kata , seharusnya dibaca: cinakot

- 48 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(16) Rambah-rambah tinunu, sima tělas sang nata tumurun, apan wangsul
alěnggah wontěn pangrawit, amundhut ladosan minum, aganti wedang
lumados.

(17) Nulya ngaso gupěnur, marang laji sri narindra kundur, manjing pura
tuwan risidhen wus mijil, warnaněng dalu sang prabu, arsa nyunggata82
sang katong.

(18) (h.28A) Sampun nuding aměthuk, tuwan běsar agěpah luměbu (,) sri
narindra měthuk kari Sri Manganti, gupěnur cundhuk sang prabu,
kinanthi manjing kadhaton.

(19) Lěnggah bangsal sang prabu, linadosan dhahar wedang sampun, nulya
majěng badhaya gangsa ngěrangin, bibar badhaya lintu, pěrmain
dhangsah pan amok.

(20) Bibar dhangsah sang prabu, lajěng dhahar kalawan gupěnur, para tuwan
sědaya kěmbul abukti, lan putra santana prabu (,) utawi para bupatos.

(21) Samya suka sědarum, pan kundhisi rame surakipun, sampun dugi
gya luwara sri bopati, tuwan jindral pamit prabu, sang nata langkung
jumurong.

(22) Nata lumiring pintu, tuwan jindral nitih rata sampun, si narindra
akundur luměbeng puri, risidhen sampun tinundhung, prapteng laji
kuněng gantos.

(23) Ejingira83 gupěnur, arsa kundur dhinerek gung wadu, karsanira mědal
Magělang sěmangkin, tan winarna lampahipun, nahěn gantya winiraos.

(24) Pangran Ambarsumeku, pan samana pangeran anglungsur, pan tilasan


kalangěnannya sang aji, duk nědhěng pasiyanipun, ing mangkya pinuju
babot.

(25) Dene garwanya sěpuh, pan kamaron gya binucul wau, duk samana
pangeran dipunwiyosi, karsa dhahar sang aprabu (,) nimbali para
bopatos.

82 Dibaca :nyugata
83 Dibaca: enjingira

- 49 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(26) Lawan santana prabu, nata rawuh laju dhahar minum, pan kinar(h.29)
ya dhadhakan wuron sang aji, dugekěn raosing kalbu, batos lir tunggak
kěmadhoh.

(27) Mangkya jalaran wuru, sri narindra tan buh dukanipun, barang meja
kinumba dipun-gěpuki, dilah pěcah mawut, gung jalma sami anjomblog.

(28) Datan sěbawa minggu, samya miris dukanya sang prabu, para sěpuh
angrapu kundur sang aji, kuněng gantya kang winuwus, risidhen badhe
ginantos.

(29) Karsanira gupěnur, ingkang kinen gumantiya wau, 84Tuwan Rěsdhen


Děpili Tas Běsket něnggih, anulya cundhuk sang prabu, rěsidhen kalih
alunggoh.

(30) Miwah santana ngayun, tuwan rěsdhen umatur sang prabu, yen
sěmangke karsanya tuwan gupěnir, kang kinen ngladosi prabu, Risidhen
Běsket gumantos.

(31) Sri narindra jumurung, gya pasrahan risidhen gya lungguh, Tuwan
Běsket kang munggeng kering napati85, gya larih wilujěngipun, risidhen
ingkang gumantos.

(32) Nulya manjing purengku, pan kapanggih prameswara prabu, sampun


dugi tandya mijil bangsal rukmi, kang wedang lumados sampun,
laluwaran sang akatong.

(33) Samana sang aprabu, sampun darbe putra sangking pungkur (,) pan
sěkawan kang sugěng amung satunggil, putri wau wancenipun, rumaja
putri sang sinom.

(34) Langkung asih sang prabu, pan kumaruk awit awis sunu (,) nambanira
Gusti Sujinah mantěsi, dadya sri nata (h.29A) amundhut, kapunakan
karsa katong.

(35) Kinarya lanjaran wau, ingkang mijil sangking raden ayu, něnggih
Nitiněgara kinarya siwi, angkat wau wus misuwur, kang nama Raden
Mas Glimpo.

84 Pada pias kanan sejajar dengan baris ke-9 , tertulis huruf R


85 Dibaca : Narpati

- 50 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(36) Kalawan putranipun, Raden Ayu Jayadipureku, putri něnggih pinundhut


putra narpati, Dyah Sopling pěparabipun, Suminah namane yěktos.

(37) Nulya malih amundhut, putranira kangbok Raden Ayu, Madurětna, Den
Mas Pakel kang wěwangi, inggih Radyan Mas Samangun, mundhut
malih sang akatong.

(38) Putranya Sang Dyah Ayu, Nitinagra inggih wastanipun, wau Radyan
Mas Suratman gya anuli, mundhut malih putra prabu, Nitiněgaran kang
miyos.

(39) Dyan Mas Sěnthot wasteku, pinaringkěn garwa kanjěng ratu, pan
sěmangke akatha86 putra narpati, putra angkat anggěpipun, lir yoganira
sayěktos.

(40) Gantya ingkang winuwus, Jěng Pangeran Ambarkusumeku, pan


sěmangke kalangkung denya ngrudatin, asiyal marang sang prabu,
anganyut ragi trus batos.

(41) Pangran Natapraja wus, datan kilap mring rayi ing kalbu, yen sambada
kang rayi dipunjurungi, bokmanawa měngko iku (,) kěna kinarya
lělakon.

(42) Bisa ngudi tuwuh, kudangane kang Sinuwun Sěpuh, langkung asih
mring putra Pangeran Syargi, Mangkudingrat ing ngayun, meh thithik
juměněng katong.

(43) Yen sampun (h.30) kasaru, geger Inggris kaya baet mtu, sultan jěngkar
tan pěgat denira asih, mring putra Pangeran Mangku, diningrat prapta
ing layon.

(44) Dalah wayah kang mětu, sangking Pangran Mangkudiningratku,


kanjěng sultan langkung denira asih, mila ta pangeran wau, ing batos
měnawi trěros.

(45) Lamun parěng lan wahyu, kaya uga bisa dadi ratu, kang salira tinandha
sampun kuwawi, winanting kaya wis langkung, apunjul samining
uwong.

86 Dibaca: akathah

- 51 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(46) Kramatira wus kabul, bantěr luwe kalawan awungu, apan kathah
sujalma wau kang asih, dhinandhang maděga ratu, kathah sumuyut ing
batos.

(47) Pangran samana kasup, dhadhěmitan wantara wong sewu, ingkang


sědya alabuh sabaya pati, sělaku wanguran wau, tělik nagri atur wěroh.

(48) Marang risidhen sampun, wau pangran tinimbalan gupuh, marang


laji marang risidhen kapanggih, tětabeyan tata lungguh, dhuwungnya
sampun pinulong.

(49) Dasih ginusah mantuk, turut marga pan samya rawat luh, pan rumaos
yen tiwas aneng ing laji, pangeran lajěng tinutup, tinitik arannya
mangko.

(50) Yěkti lan botěnipun, yen pangeran badhe murweng ripu, sědya ngěndhih
krěraton něgari Jawi, akathah tiyang biyantu, wus umum ingkang
pawartos.

(51) Pangran ing aturipun, estu mukir tan sědyawak ulun, (h.30A) angěndhia
krěratonira sang aji, denira ingkang daměl suwur, punapa pracina
ingong.

(52) Tiyang blela satuhu, tamtu wontěn nyina kang kadulu (,) tuwan rěsdhen
aměnggah sarta ginalih, kaya lěrěs aturipun, naming ramening pawartos.

(53) Pangran měksa tinutup, kang winarna dasihnya kang mantuk,


sapraptanya pan samya marěběs mili, kang mirěng pan samya ngungun,
wěkasan ngaturi wěroh.

(54) Marang kang rama wau, Pangran Hadiwinata duk ngrungu (,) langkung
putěk galihnya dene kang siwi, yen tan mulih yun sinusul, mring laji
langkung pakewoh.

(55) Gantya ingkang winuwus, tuwan rěsdhen animbali wau, pra pangeran
kang sěpuh samana prapti, ing laji pangeran cundhuk, lan rěsdhen sěmu
prihatos.

- 52 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(8. ASMARADANA)

(1) Samar-samar ing pěnggalih, Kanjěng Paněmbahan lawan, ri Pangran


Hadinatane, lan Pangran Mangkukusuma, lan Pangran Natapraja
Radyan Pati87 Danurjeku, miwah Hasten Kokěn lawan.

(2) Juru basa samya galih, alěnggah kursi gupita, pěrkareng pangran
sěmangke, dene wontěn kabarira, ing yěkti durung ana, Kanjěng
Paněmbahan muwus, tuwan risidhen punika.

(3) Dugi-dugi kula inggih, adora ingkang wěwarta, pěksa giněga ature,
pados alěming nagara, upami ta yěktia, tamtunya kula karungu, kados
da(h.31)tan kalampahan.

(4) Mokal yen kula ngrajongi, ing tingkah kang datan layak, tamtunya
awrat sang rajeng, mangsi dadak běbadhea, akarya ratu anyar, těneh gih
kula pilaur, kang sampun juměněng nata.

(5) Risidhen ngandika aris, inggih lěrěs ngandika, naming ta kula sěmangke,
reh pininta sri narindra, tuwin gupěrmen mangkya, yen ngantia sěpi
wau, panjagi kula mring nata.

(6) Tamtunya kaciwa mami, yen mila tuwan pangeran, atěměn mrina
krěraton, putra jěngandika Pangran, Ambarkusuma mangkya,
katanggěla saenipun, kula pitajěng andika.

(7) Sadene pangeran wakil, kěkalih wajip88 katěmpah, bok pangran wontěn
dudune, pandene jěngandika, Radyan Patih Danurja, dika kangga89
běněr manggul, pěrkara rěntěnging praja.

(8) Padene Pangran Dipati, Natapraja biyantua, ananggěl dhatang kadange,


sadaya kang sinung sabda, atur sagah sadaya, samya prasětya sědarum.,
yen sědya piawon nata.

(9) Rasidhen ngandika malih, sěmangke wontěn pangeran, ingkang taksih


dados raos, yěkti ngong dereng pracaya, bok manawa angrěda, Jěng
Paněmbahan ngling arum, sintěn tuwan kadhawuhna.

87 Dibaca: patih
88 Dibaca: wajib (demikian seterusnya)
89 Dibaca: kangge(?)

- 53 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(10) Kula ayun mirěng kědhik, kang taksih dados sumělang, kula rěměte yen
yěktos, ugrěripun taksih kula, batěnipun yen ngantya(,) (h.31A) adaměl
susah wong agung, risidhen suka miyarsa.

(11) Denira sagah gathini90, risidhen alos sabdanya, inggih ta mila sěmangke,
kang badhe ngrariwuk praja, inggih santana nata, mila sangět dados
rěmbug, ing mangke pametang kula.

(12) Kang sampun kawrat ing tulis, Pangeran Hadiwijaya, Pangran


Tejakusumane, lan Pangran Pujakusuma, Pangran Suryawijaya,
Pangran Ranggamalang něngguh, Pangran Suryahadi lawan.

(13) Pangran Bei aněnggih, Paněmbahan duk miyarsa, těbah jaja sabda
songol, eya talah nora kaya, kang darbe atur ika, bisa těměn ngadu-adu
(,) amrih gegere wong Jawa.

(14) Abangět denira mrih, apa bae kang pinanggya, wong amrih dudune
nguwong (,) tuwan rěsdhen duk miyarsa, sabda pangeran sugal, ing
galih pan esmu rěngu, kados pundi pangeran.

(15) Dene mawi geger nguni, sintěn ingkang badhe něrak, ing walěrira
gupěrmen, kados gupěrmen tan ulap, sakgěndhingnya wong Jawa,
Paněmbahan pan kaduwung, denira ngandika sugal.

(16) Ambangsuli denirangling, sarta anata wardaya, manawa kalentu maleh,


risidhen pan kaduk tampa, inggih tuwan sarehna, sampun kaduk tampi
wau, batěn ta geger wania.

(17) Marang kumpěni (h.32) tan ngimpi, rehning rare mirěng duka, tamtu
ageger manahe, batěn ta geger pěrangan, tuwan risidhen myarsa, dadya
lilih galihipun, wěkasan alon ngandika.

(18) Yen sampun gilig prasmi (,) ing mangke putra andika, kaběktaa kundur
mangke, sayěkti kula pracaya, dhatěng pangran sadaya, para pangeran
sumanggup, wus kinen samya luwaran.

(19) Sadaya wus samya tabik, Pangeran Ambarkusuma, sarěng kundur


lan ramane, kuněng gantya cinarita, něnggih garwaning patya, ratu
sasinomanipun, agrěrah kalajěng seda.

90 Dibaca: ngganteni(?)

- 54 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(20) Wontěn malih kang winarni, putranipun kanjěng Sultan, kaping tiga
Ngayogyane, nama Pangran Abu Bakar, timbul kundur mring praja, ing
nguni kala dahuru, kerěm ing Kali Pěraga.

(21) Pan misuwur gunging jalmi, ing mangke pangran kalunta, kesasah
mangilen jujuge, wontěn bawahing Pasundhan, sapraptinira pangran,
sampun sami supe wau, ing warnanira pangeran.

(22) Tan mantra putra narpati, něnggih sangking risakira, tan ana kang sapa
aroh, angakěn putra narindra, dadya kaget kang mulat, dinalih angaku-
aku, wus katur marang něgara.

(23) Samana dinangu titi, risidhen nulya utusan, kadangnya kinumpulake,


ing laji sadaya prapta, sěmu supe kang warna, tandhane tan aruh-aruh,
risidhe(h.32A)n suka uninga.

(24) Yen kadangira kang prapti, sadaya para pangeran, rangu-rangu denya
gape, ing galih pan kaya-kaya, ing nguni pan kawarta, akerěm neng
Praga lampus, kalingane mangko prapta.

(25) Dinangu sabarang titis, tan supe kala ing kuna, dadya denya denakěn
těmahe, pan sampun kinen luwaran, kuněng gantya kocapa, Batawi
tuwan gupěnur, ganti kang ngasta kuwasa.

(26) Dene wau kang gěntosi, jěng tuwan kang wicaksana, Jongkir Johan
Kurnelise, inggih Reněn namanira91, sih sasulih ranira, kala ngasta
kuwaseku, taun Ehe petangira.

(27) Pěksa nabda nunggang jalmi, samana karsanya jidral92, pan arsa
ngajarwi mangke, pan samun suka uninga, dhatěng rěsdhen kalihnya,
ing Sala Yugya wus katur (,) mring nata printah sudhiya.

(28) Nahěn gantya kang winarni, Batawi jěng tuwan jindral, sampun bidhal
layar rawoh, Sěmarang laju mring Sala, gantya wau jěng sunan, parintah
pan arsa měthuk, gung wadya samya pradandan.

(29) Gya bidhal sri narapati, gumuruh kinen nare wadya, samana prapta
pakuwon, Kaleca nata měsanggran, datan antara prapta, tuwan jindral
sampun cundhuk, sa93 nata kenděl eca.
91 Pada halaman ini di pias kiri sejajar dengan baris ke-10 terdapat tulisan G dan di bawahnya terdapat
huruf ‫( ھ‬dibaca: tahun Ehe), dan di bawahnya lagi ( sejajar dengan baris ke13) tertulis angka tahun 1772
92 Dibaca: jindral
93 Dibaca: sang

- 55 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(30) Tan dangu kenděl sang aji (,) akundur dhumatěng pura, tuwan jendral
neng lajine, (h.33) datan winarna laminya, lampah pan kadya ngadat,
kurmatanira gupěnur, wus dugi pan arsa tindak.

(31) Nitih rata kěncanadi, kalawan risidhen mangkya, samana prapta


lampahe, ing laji mariyěm urmat, wadya rěbut papan, suwaranira lir
labuh, kang bumi pan kadya jumplang.

(32) Sumrěg lampahireng baris, samana ing Gawok prapta, makuwon wau
sang katong, wus pininta urut marga, para santana mapag, tan winarna
jindral rawuh, ing Gawok sang nata tědhak.

(33) Tabeyan laju kinanthi (,) alěnggah sinamudana, amangsul sih sabda
katong (,) gya kinen bidhalkěn wadya, gumuruh kang těngara, tan liru
golonganipun, nata wus nitih kareta.

(34) Kalawan tuwan gupěnir, ing marga datan winarna, sampun prapta ing
lajine, juměgur mariyěm munya, nata kampir sakědhap, anulya kundur
sang prabu, risidhen lumiring nata.

(35) Injingnya sri narapati, miyos kaprabon mring lojya, kapanggih jindral
sang katong, gya lěnggah aniti warta, marga prapteng Ngayogya,
sasaniskaranya katur, sang nata kalangkung trustha.

(36) Ala(h.33A)rih minum wus dugi, gya kundur sri naradipa, wus bidhal
wadya gumuroh, sang nata gya prapteng pura, risidhen sampun nulak,
sontěnira malih měthuk, miyos mring laji nalindra.

(37) Kaprabon lir ngadatneki, ing marga datan winarna, ing laji prapta sang
rajeng, gya lěnggah kalawan jindral, eca samya gupita, mirsa main
dhangsah wau, anulya dhahar papista.

(38) Arame denya kundhisi, bibar dhahar pukul tiga, gya kundur wau sang
rajeng, gumuruh suwareng bala, datan antara prapta, sang nata kundur
ngadhatun, tuwan risidhen tinulak.

(39) Ejingnya sri narapati, utusan měthuk kang eyang, ri Pangran


Mangkubumine, tan winarna lampahira, prapta ing laji panggya,
gupěnur bidhal malěbu, sang nata měthuk Mandungan.

- 56 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(40) Sapraptanira tur tabik, kinanthi marang sang nata, gya laju marang
kědhaton, alěnggah bangsal kěncana, miwah kumpěni samya, tan
lěnggah ngaděg sedarum, dyan patih sowan neng ngarsa.

(41) Sakancanira bapati, jindral sinugata wedang, gya manjing jěro


kadhato94(,) kapanggih lan ratu garwa, datan dangu gya mědal, ya
lěnggah ing bangsal agung, tan dangu pamit kang eyang.

(42) Sang nata jumurung nuli, kinanthi marang sang nata, prapta
Kamandhungan rajeng, gya wangsul malěbeng pura, risidhen sampun
mědal, gya mantuk mring laji wau, war(h.34)naněng jěng tuwan jindral.

(43) Ejing sontěn apalěsir, mirsani ing tanah-tanah, taman myang pasarehane,
samana karsa narindra, arsa ngaběn maingsa, lan sima sampun aměthuk,
mring jindral nitih kareta.

(44) Tuwan jindral sampun prapti, paglaran cundhuk narindra, alěnggah


pěngrawit rajeng, amundhut prisa mring patya, apa uwis suměkta, dyan
dipati matur sampun, gya miyos mirsa aběnan

(45) Kalaganjur amělingi, sima tarung langkung ramya (,) suraknya lir bata
rubuh, agantya santusaning dhingin, měksa sima tan ongga, dhawuhira
sang aprabu, sima kinen angrampog.

(46) Gya miyos sang narapati, minggah dhatěng papanggungan, kalawan


tuwan gupěnor, sima wus kinen běsěma, mědal nrajeng barisan, surakira
bata rubuh, sima pějah arang kranjang.

(47) Kathah solahireng jalmi, kang ajrih lumajar kěbat, pan sampun tělas
simane, sang nata tědhak lan jindral, prapta Pěngrawit lěnggah, nulya
linadosan minum, miwah dhahar dalěm wedang.

(48) Gya luwaran sri bopati (,) jindral kundur marang lojya, sang nata kundur
ngědhaton, tuwan risidhen wus mědal, sontěnira sang nata, anědah pan
kinen měthuk, jěng tuwan jindral nulya.

(49) Luměbět marang ing puri, nata methuk ing Mandhungan, sampun prapta
gupěnure, ta(h.34A)beyan kinanthi nata, manjing pura gya lěnggah, ing
bangsal lawan sang prabu, linadosan dhahar wedang.

94 Dibaca; kedhaton

- 57 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(50) Gya majěng badhaya nuli, bibar gantya main dhangsah, bibar dhangsah
sang akatong, laju arsa andrawina, dugi denira pista, kundhisi suraknya
barung, sampun dugi gya luwaran.

(51) Tuwan jindral nulya pamit, jumurung wayah narindra, gya kinanthi
sang akatong, prapta kari Kěmandhungan, nata kundur ngadhatyan,
tuwan risidhen gya wangsul, mring laji gantya injingnya.

(52) Samana tuwan gupěnir, bidhal kinare ing wadya, mědal Magělang
jujuge, ing marga datan winarna, kang ngiring sampun nulak, prapteng
wisma anglir pocung, samya bukti lawuh pindhang.

(9. POCUNG)

(1) Kawarsaa wau aněnggih sang prabu (,) darbe kalangěnan, putra nata
baya něnggih, namanira Den Ayu Anom sěmangkya.

(2) Langkung kasih narindra mring raden ayu, namanya ingangkat, Raden
Ayu Sasranagri, sri narindra atěbih mring ratu garwa.

(3) Pan sěmangke ginadhang Rahaden Ayu (,) yun jinunjung nama ratu
garwa amantěsi, sri narindra pasihan duk san95 dyah wawrat.

(4) Pan tri wulan sang dyah kasěngkala wau, kasrimpět gya dhawah, dadya
jalaraning sakit, pan kalajěng datan kenging ingusadan.

(5) Raden Ayu samana yuswanya puput, sampun sinucenan, sina(h.35)


rekakěn Magiri, si96 narindra kalangkung denya sungkawa.

(6) Dahat gandrung karungrung anandhang wuyung, langkung cuwaning


tyas, tan buh dukanya narpati, wus dilalah ing riku dadya jalaran.

(7) Pan ginalih pěndaměl sing kanding ratu, pan kathah kanyina, kalangkung
duka sang aji, murang-muring sang nata kalangkung ewa.

(8) Pan kalajěng dukanira sang aprabu, Jěng Ratu Kěncana, winědalkěn
saking puri, pinasrahken dhumatěng Purwaněgaran.

95 Dibaca; sang
96 Dibaca: sri

- 58 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(9) Pan sinigěg wontěn carita misuwur, běbujunganira, wong Surakarta


kang nami, gih Raden Mas Diyar angeja ngrěraman.

(10) Sampun kathah kang kelu mangkya lumayu, dhumatěng Měntaram,


binujuk ciněpěng gampil, gya biněkta dhumatěng ing Surakarta.

(11) Ing Ngayogya Dyah Ayu Kamdani surut, sampun piněnětan, atur tulis
mring něgari, Surakarta gandhek lampahnya lir ngadat.

(12) Duk samana kang pinacang garwa prabu, putrane kang uwa, Pangeran
Suryenglagadi, pan siněngkěr sěmangke sri naranata.

(13) Kang winarni Pangran Suryadipureku, gěrahnya wus lama, tan kenging
denusadani, pan kalajěng aseda kandhěng pangeran.

(14) Katur nata sinucenan layonipun, sampun piněnětan, putranira maksih


alit, sri narindra sampun utusan mring Sala.

(15) Tan prabeda lir ngadat sěratnya prabu, putranya Pangeran, gumanti riya
ana(h.35A)97 mi, apan něnggih Dyan Riya Purwadipura.

(16) Kuněng gantya Batawi ingkang winuwus, kanjěng tuwan běsar, gupěnur
jindral pan gěnti, ingkang asma Jan Jakop Rakisěn mangkya.98

(17) Duk kalanya anyěpěng kuwasa wau (,) taunnya Jimawal, gunaning
pandhita anglir, inggih těměn punika petang sěngkala.

(18) Duk samana Ngayogya karsanya prabu, dugekakěn karsa, angunggar


manahing dasih, pan bělaba tanpa petang yen gěganjar.

(19) Sri narindra kasěngsěm ing yasa dhuwung (,) myang waos lan pědhang,
kinarya ganjar kěkasih, datan pěgat sang nata denya gěganjar.

(20) Saběn Ruwah asamuwan karsa prabu, raringgitan tiyang, nata sring
karsa nylirani, patuhira ringgit Prabu Suyudana.

(21) Datan wingwang ringgit lan salira prabu, jeblěs wayang lulang, bok iya
ewah sakědhik, yen tan wěruh Suyudana jaman kuna.

97 Pada halaman ini di pias atas terdapat tulisan: Salosin


98 Pada halaman ini di pias kiri sejajar dengan baris ke 3 terdapat tulisan G dan di bawahnya (sejajar
baris ke-5) tertulis angka tahun 1773

- 59 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(22) Ya wis iku warnane jeblěs sang prabu, dene rayi nata, Jěng Gusti
Pangran Dipati, Mangkubumi ringgitanira pan Seta.

(23) Dhasar bagus pandhita putraning ratu, Sang Prabu Wiratha, Jěng Gusti
lamun mědali, apan kathah wanudya kang esmu branta.

(24) Karsa nata pan nate sumuwan Bandhung, nglěbět ing Marangan, miwah
bangsal Sri Manganti, kang ningali abingung denira nyawang.

(25) Jawi lěbět keroning ngaliwang bagus, jaba ya jlagědhag, ing jěro ya
padha sigit, e(h.36)wěting tyas sayah ngělih nglekor jajan.

(26) Duk samana Dyan Měnggung Yudanagriku, jinunjung kang lěnggah (,)
pangeran asongsong putih, pan anama Litnan Kolonel Kuměndham.

(27) Ingkang nyěpěng prajurit lěbět sědarum, gantya kang winarna, Dyan
Měnggung Jayenglagadi99, apan sakit kalajěng lalis samana.

(28) Kang winarna aněnggih Radyan Tuměnggung, gih Nataněgara (,) ing
mangkya jinunjung linggih, nama Mayor Tuměnggung Martadiningrat.

(29) Duk samana barang karsanya sang prabu, datan sah gěganjar, dadar
buga gunging dasih, datan galih sasiku walěr gupěrman.

(30) Wong kumpěni pating kalěsik angungun, samya nyana-nyana, karsa


narindra nyamari, bokmanawa alumuh marang Walanda.

(31) Dyan Dipati Danurja ewět ing kalbu, mirsa karsa sang nata, darbe raos
kětar-kětir, bokměnawa siněrěng marang Walanda.

(32) Dyan dipati samana aginěm rěmbug, kalawan Pangeran, Yudaněgara


sěmangkin, adhuh angger kados pundi wěwěkasannya100.

(33) Gih putranta sang nata karsanya wau, yen kalajěng nata, tan wande
badhe niwasi, datan galih waweka lampahing praja.

(34) Wong kumpěni ing nguni sampun pěpacuh, ratu datan kěna, atilar
rěmbag kumpěni, pan sabarang obah mosik sangking Wlanda.

99 Naskah :Jayenglagatdi
100 Terjadi kelebihan guru wilangan, seharusnya 12a, kemungkinan wěkasannya

- 60 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(35) Pan samangke karsa da(h.36A)lěm rěměn wuru, tilar adat kuna, mung
ngagěm karsa pribadi, bilih lare tan galih lampahing praja.

(36) Yen wong agung datan kenging along nganggur, tilar kuwajiban, galih
nata pan gumampil, angger sangět punika atur kawula.

(37) Ingkang mugi kunjuka putra sang prabu, tan liya panduka, kang
katěmpah lawan mami, jěng pangeran alon wijil ingkang sěbda.

(38) Inggih kyai dipunririh kula matur, měnawi kadhahar, sang nata karsa
mantuni, radyan patih kalangkung suka ing driya.

(39) Gya luwaran samana pangeran munjuk, mring putra narindra, awit
aturnya dyan patih, kathah-kathah wus katur saniskaranya.

(40) Sri narendra duk mirěng aturnya rěngu, dene cuměnthaka, dahuwen
sěmang muruki (,) pan si patih lumaku ginugu iya.

(41) Idhěp apa wong dadi batur amilu, sěbarang parintah, ing ratu wajip
nglakoni, dadi tětěp wong labuh donya ngakerat.

(42) Datan slaya kang cinětha aneng ngelmu, mantěp těměn arja, tan cidra
marang nrěpati, lamun cidra batalkěn karsaning nata.

(43) Ya dadine duraka ing akir besuk, pangeran duk myarsa, kluhuran sabda
narpati, aluwaran rambah-rambah tan dhinahar.

(44) Duk samana sang nata pan arsa mangun, něnggih bangsal rukma, pan
sampun risak sěmangkin, dyan dipati dhinawuhan wus su(h.37)měkta.

(45) Ubarampe prabeya sampun tinumpuk, sampun undhang wadya, didalěm


saos ing kardi, lan pangulu kětip modin siweng nata.

(46) Sri narindra siyaga nimbali gupuh, gung ingkang sumewa (,) sadaya
wau dyan patih, kinen ngreka amangun bangsal Kěncana.

(47) Ki pěngulu andunga amin gumuruh, gya tumandang sigra, awit kang
ngrembak gung jalmi, rěbut papan lir blakithi nambut karya.

(48) Adidalěm wong Měrgangsa pan cakut, aněnggih laminya (,) tan winarna
sampun dadi, wus sinungging pinarmas kadi suwargan.

- 61 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(49) Sri narindra kacaryan denira dulu (,) bangsal gung rěspatya, katarima
dyan dipati, duk sěmana wayahira radyan patya.

(50) Ingkang nama Radyan Mas Suradi wau, něnggih tilarannya, Dyan
Sumadipura něnggih, karsa dalěm pinacang lan putra nata.

(51) Gih sang rětna Dyan Ajěng Sujinah wau, mangke radyan patya,
kalangkung agěng kang galih, pan rumaos angsal sihira narindra.

(52) Radyan patih alimut denira pimut, kamiyuyun mangkya, badhe binesan
sang aji, tan suwala lumiring karsa narindra.

(53) Radyan patih rumajong sakkarsa prabu, malah mangkya dadya, anglir
kawul sandhing api, datan sirěp maraman angambra-ambra.

(54) Radyan patih akathah ladosanipun, dhumatěng narindra, sok uga


dhanga(h.37A)n sang aji, sinangaja sri narindra datan cuwa.

(55) Siyang latri purmain wontěn panggung, kathah warnenira, adidalěm


wong salosin, gih bapati riya mantri myang wadana.

(56) Punakawan salosin gih namanipun, Panji miwah Bambang, Erděnesě


lawan Satuksi, Sermaniyer pateyan kursi minuman.

(57) Apan kathah adidalěm warnenipun, ming awis kang loma, amargi karsa
narpati, lampahira ing drajat mawi kasutan.

(58) Datan kagol dumugi karsanya prabu, miyos apěpara, ingkang sampun
den wiyosi, ing pasisir Prambanan ing Tanjungtirta.

(59) Ing Badhoye Tempel Samas inggih sampun, sěmangke dyan patya,
rumajong karsa narpati, malah kathah denira karya tětilas.

(60) Nguni kali Code wau kang biněndung, pinaleret pelag, pinirik
dhumatěng laji, ing Paleret riněngga gědhong rěspatya.

(61) Duk kalane biněndung pan mawi tugur, patopan mainan, sasukanireng
gung jalmi, warna-warna ngadu-adu lan wong grungan.

(62) Datan lama Paleret bědhah kang lambung, kang kilen něrajang, gědhong
pasanggran sěpalih (,) radyan patih kalangkung ngungun ing driya.

- 62 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(63) Nuntěn malih Lepen Winanga binendung, gih mawi tuguran, dhusun
ing Ba101nangtěgil, ngara-ara arame denya patopan.

(64) Siyang dalu main dhadhu ..i102(h.38)měr sawung, kaji posing lawan,
ěpo ana janggrung ringgit, gya linampět pinirik marang ing pura.

(65) Sigěg gantya Bětawi ingkang winuwus, mangkya kanjěng tuwan,


gupěnur mirěng pawarti, sěrat kabar sorogan sangking Ngayogya.

(66) Gung pasiyun rambah-rambah atur wěruh, karsanya sang nata, kělajěng
měngkrě ing janji, kang denagěm mung karsanira priyangga.

(67) Para sěpuh datan wontěn ingkang pimut, risidhen kalawan, dyan patih
among ngrajongi, pan sědaya anggěpnya mung darma-darma.

(10. DURMA)

(1) Tuwan jindral duk mirěng ingkang pawarta, rambah-rambah tur uning,
gěgasah ing nala, eměng ing galihira, dene residhen asěpi, tan atur
wikan, kalawan radyan patih.

(2) Langkung duka gěbrag meja gědrug kisma, nulya jindral nimbali, para
rat indiya, aneng gědhong bicara, dene ta Sultan Měntawis, ngewahi
praja, karya abon abalik.

(3) Apan kathah priyayi dadi kawula, dasih dadi priyayi, datan ngangge
parah, adate wong katrima, ing měngko sěngkan keh dadi, mangrusak
tata, iku anyalawadi.

(4) Apa bae kang dadi estuning nala, ngrusak tata kang lami, měngko pan
wus ana, pratandha kang katara, sultan mau ngunggar dasih, amilih
jalma, ingkang sura densihi.

(5) Pan ginanjar arta busana curiga, ana kang dentrimani (,) (h.38A) dene
pan sěmangkya, kawula ing Ngayogya, akeh kang gagědhen ati, sura
marangah, ngangah-angah mangisis.

101 Pada bagian ini diantara huruf ba dan na terdapat bekas huruf yang dihapus tetapi masih menyisakan
cakra(ba…..rnang)
102 Pada bagian ini terdapat huruf yang tertutup tinta, namun menyisakan tanda wulu(i)

- 63 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(6) Apan akeh siyunge kang patang cěngkang, apan iku měnawi, adate
wong Jawa, gasok pikir tan layak, buru alěman kang pamrih, wani
Wělanda, sědya buwana balik.

(7) Rambah-rambah wong Jawa ingkang mangkana, akeh cidra ing batin,
běcike tan lana, iku yen antuk rěmbag, sanggupe srěrama pati, lamun
kasiyal, mungsuh daging pribadi.

(8) Yen kalimpe nora wurung gwe susah, pikirěn kang sayěkti, para rat
bicara amatur marang jindral, kajawi karsa gupěnir, inggih punika,
kapriksaa kang titi.

(9) Dereng tamtu dhok ing lěpat ngandhap, bilih mangke wus takyina103(,)
yen ngandhap pinucat, lamun nginggil liněpas, prayogi utusan niti, wau
kang trěrang, sampun ngantos ping kalih.

(10) Tuwan jindral maněbda ya běněr sira, ingsun duta kang městhi, ingkang
bisa tatas, amutus barang nalar, wěruha liding pěrkawis, sapa kang
karya, kagete wong kumpěni.

(11) Apan městhi aněmua sisaning wang, jindral wau anuding, kumasaris104
jindral, kinen marang Ngayogya, pinitados ing gupěnir, sabarang nalar,
sampun kawrat palupi.

(12) Tuwan jindral kumasaris sampun sagah (,) ngradin pěrkareng nagri,
něnggih tuwan jindral, a(h.39)kathah pawělingnya, kumasaris wus
kadugi, nulya luwaran, kumasaris anuli.

(13) Mancal palwa tan winarna sampun prapta, Nagri Samarang panggih
risidhen Samarang, tinutur karseng jindral, samya kinen ngati-ati, dene
sěmangkya, kumpni manggih prakawis.

(14) Luput-luput angubahake sagara, měngko sagung abdheling, samya


dhinawuhan, samya kinen prayitna, parintah mring Sala nagri, risidhen
miwah, kuměndham beteng tuwin.

(15) Lan Pangeran Mangkuněgaran wus tampa, printahireng gupěnir (,)


samana ing Sala, rěsdhenira wus gantya, Miněstěr Baron Pan Děgir,
kala gantinya, taun Je sěngkaleki105.
103 Terjadi kesalahan guru lagu dan kelebihan suku kata pada bagian ini, kemngkinan dibaca takyin.
104 Dibaca kumisaris, demikian seterusnya.
105 Sejajar dengan baris ini (baris ke-12) di pias kanan terdapat tulisan huruf R dan dibawahnya terdapat
aksaraArab ‫ ز‬yang kemungkinan melambangkan tahun Je dan angka 1774

- 64 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(16) Warni gunung sabdaneng ratu samana, para risidhen sami, wus tampa
parintah, tuwin beteng sadaya, Bagělen wus ngati-ati, kumpni mirantya,
kuněng gantya winarni.

(17) Kumasaris wus prapta nagri Ngayogya, lawan risidhen panggih, Tuwan
Busket mangkya, tinanya karanira, pěrkareng ebahing nagri, dene tan
ngěrbag, atur uning gupěnir.

(18) Tuwan Běsket atabět atur pramila, kula dereng mangrěti, adate wong
Jawa, kabar wus ngadatira, lan malih kula tan tampi, pilapurira, inggih
rahadyan patih.

(19) Kula ajrih anglangkaha nadyan patya, dene wus sami ugi, sami
kapracaya, dhatěng guprěmen mangkya, yen kula ginalih sisip, inggih
(h.39A) sumangga, pangraos kula mangkin.

(20) Ing Něgari Ngayogya tulus raharja, tan wontěn palang sisik106, gih
lampahan kula, tuwin wayah narindra, mangke wontěn kang ngaběni,
atur uninga, dhatěng Jindral Batawi.

(20) Mangsi barong kilap punapa gih jindral, pirsa ing ngrika-ngriki,
kumasaris duka, panggene kaya sira, pinitaya ing gupěnir, nyěkěl
kuwasa, datan wěruh ing lukit.

(21) Tanpa gawe sira aneng ing Ngayogya, pijěr amangan guling, tangi turu
berak, adoh mring bangsa weka, bisamu enak kang ati, tanpa pěngrasa,
barang nalarmu sěpi.

(22) Kathah-kathah dukanira tuwan jindral, rěsdhen rumaos sisip, akenděl


tan nabda, rěsdhen sangět ajrihnya, luwaran jěng kumasaris, pan gantya
dina, kumasaris nimbali.

(23) Para agěng sasěpuh Nagri Ngayogya, Paněmbahan prituwin, wakil


kalihira, Pangran Mangkukusuma, Pangran Adiwinateki, Pangran
Pugěr lan, Pangran Yudaněgari.

(24) Pan klawan Dyan Dipati Danurěja, Hasten jru basa tuwin, kumasaris
nabda, heh ta inggih sadaya, para pangeran pri tuwin, Patih Danurja,
ulun sadya sayěkti.

106 Dibaca: sisip

- 65 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(25) Kados pundi karsane sri naranata, dene ewah lir nguni, kang gěgampil
patrap, barang pangrehing praja, carane nganeh-nganehi, ewahing adat,
(h. 40) karya kějot kumpěni.

(26) Punapaa andika wau sadaya, dadosa sěpuh nagri, pinitajěng lawan,
inggih gupěnur jindral, mangke tan sagěd ngaturi, arsa narindra,
kělajěng denwurungi.

(27) Punapa ta asupe walěr kang munya, kuntrak ingkang kinancing, pěrjanji
sadaya, datan kinging děraka, yen purun něrak sayěkti, maha narindra,
badhe cidra kumpěni.

(28) Paněmbahan Mangkurat wau duk myarsa dadya alon mangsuli, inggih
lěrěs tuwan, kula nguni wus myarsa, kang asěbut kuntrak janji, yen ta
ngantosa, sulaya lan kumpěni.

(29) Tamtonipun amanggih dhěndha wasesa, pangraos kula inggih, wayah


dika sultan, datan mantra yen pisan, sumědyo107 anyulayani, dhatěng
gupěrman, panggih pintěn prakawis.

(30) Lah punapa tandhane wong badhe sura, dora ingkang pawarti, jaman
wus alumrah suka rěnaning manah, ratu angganjar mring dasih, amrih
harjanya, kartane kang něgari.

(31) Datan wontěn wangěne ratu gěganjar, nadyan denira bukti, minum batal
karam, inggih amung satarsa, ing kuntrak datan ngawisi, kajawi sarak,
mangke tuwan anggalih.

(32) Inggih nětah dhatěng kang sěpuh sadaya, galih yen tanpa kardi,
sumangga karsanta, pintěn banggi yen ingwang, amanggih lěrěs
sakědhik, jindral maněbda, inggih lamun suwawi.

(33) Wayah dika (h. 40A) jěng sultan lamun sěmbrana, kula aturi panggih,
inglajěng rěmbagan, kadospundi ing karsa, reh kula mangkya tinuding,
gupěnur jindral, sampun kaciwa mangkin.

(34) Pan sagěta imbal ngandika piyambak, lěga-lěganing galih, sabarang


ing karsa, inggih dimen prasaja, mring kula wau kang yěkti, Kanjěng
Mangkurat, angling inggih prayagi108.

107 Dibaca: sumědya


108 Dibaca: prayogi

- 66 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(35) Gya luwaran wus mijil apangeran, miwah rahadyan patih, Kanjěng
Paněmbahan, mangsit ari Pangeran Pugrě109 kinen matur Aji, dhimas
matura poma-poma ywa wědi.

(36) Pan saiki kurang-kurang bějanira, ana bantěning nagri, sira mau wikan,
kumasaris lejěmnya, yen ngantiya němu sisip, sun rasa-rasa, gawe
sumlanging ati.

(37) Pangran Pugrě kalangkung sagah tur sěmbah, tandya luměbeng puri,
kang raka sadaya, sami kundur dalěmnya, kumasaris kang den-geni,
Pakualaman, tansaha guněm kawis.

(38) Kawarnaa wau kanjěng sri narindra nuju arsa nglampahi, acara
punggawa, saos nama bupatya, Radyan Měnggung Sasranagri, aneng
Magangan, rinubung gunging dasih.

(39) Tan antara praptanira ingkang eyang, Pangran Pugrě pan měksih
ngagěm cara wlonda, sangking laji pangeran, kapang-kapang aměrpěki,
marang sang nata, waspanira drěs mijil.

(40) Tanothokan dhawah jaja ingusa-(h. 41)pan, nata dangu aniti, eyang ana
apa, dene těka udrasa, kenděla bok aja nangis, mara jarwaa, pangran
sěrět duk angling.

(41) Pěgat-pěgat aturira dhawah nyawa, ratu ngong dika gusti, ulun
tinimbalan, ramanta rěsdhen lawan, eyang-eyangira sami, Kangmas
Mangkurat, wakil kalih myang patih.

(42) Lan pun paman Pangeran Yudanagara, kabeh aněmu sisip, kumasaris
duk awiji karsa narindra, dene kabeh pan ginalih, mangrajongana,
karsanira sang aji.

(43) Pan sěmangke amirěng gupěrnur jindral, dinalih ayun wani, ya marang
Wělanda, awit karsa narindra, tan nglěnggahi nama aji, panuwun amba,
kundura marang puri.

(44) Sangět-sangět panuwun ngong dendhahara, ayya lajěng neng ngriki,


tanpa asil nata, iki paidah110 apa, tiwas angebahkěn nagri, akarya susah,
nata ngandika wěngis.
109 Dibaca: Pugěr
110 Dibaca: paedah

- 67 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(45) Wis minděla eyang pan aja dinawa, ingsun datan sayěkti, yen sědya
piyala, marang bangsa Landa, měngko sira mamědeni, ingsun kinira,
apa tandhane mami.

(46) Dhěměn těměn eyang sira rewa-rewa, těka-těka anangis, mlaku


ginuguwa, pangran umatur nyěngka, saduka-dukanya aji, ulun pan
měksa, undura sira gusti.

(47) La kapriye sun iki pan lagi jaga, sao-(41A)s pan kinen mulih, aměsthi
dhiněndha, marang pyayi niyaka, eyang akarya gumampil, měksa
maring wang, payo bocah amulih.

(48) Jěng Pangeran wus mundur gantya winarna, něnggih jěng kumasaris,
tansah abicara, lawang Kanjěng Pangeran, Pakualam kang ngaběni,
prakareng nata, dinalih wani kumpni.

(49) Tuwan kumasaris anulya ngandika, dhatěng pangeran něnggih, kados


pundi Pangran, pěrkareng narindran dene geseh lan pawarti, datan
panyina, inggih tandhane wani.

(50) Dene nguni sěrat wus katur lan jindral, rambah-rambah kang prapti,
yen kula rěmbaga, nyina dereng amantra, kados ugi lare cilik, rěměn
kasukan, dereng katrap ing takjir.

(51) Jěng pangeran aturira maring jindral, inggih kadyeki, naming datan
kěna, inggih karsa narindra, linamban punika běnjing, lamun kalingan,
tamtu awrat sinanggi.

(52) Lawan malih sakpamirěng kula trěrang111, Sultan puniku igih, aměngkrě
agama batěn112 pisan ngagěma, meh ical adating Jawi, agama Islam,
datan mawi ginalih.

(53) Naming ewět pandugi kula punika, dene arsa narpati, kados sěmu
grěrah113, ing galih datan lana, krěrěp114 limut sri bopati, asring karsanya,
nganeh-anehi jalmi.

111 Dibaca: těrang


112 Dibaca: botěn
113 Dibaca: gěrah
114 Dibaca: kěrěp

- 68 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(54) Jindral mojar (h. 42) lah pripun rěmbag ika, ecanipun sěmangkin,
inggih yen sambada, ya gi kasingkirěna, sampun kalajěng sang aji, dene
ing mangkya, daměla kang prayagi.

(55) Wayah tuwan kang anem Pangran Dipatya, Mangkubumi aněnggih,


punika ngong duga, budi alus pan arja, tan mingkět sabarang janji, tuhu
prawira, bagus těrusing budi.

(56) Tuwan jindral duk mirěng kalangkung suka, inggih lěrěs kadyeki,
yen binjang punika, tamtu juměněng nata, kados kenging kula suprih,
ewahing kuntrak, ingkang kapungkur nguni.

(11. PANGKUR)

(1) Nahan ganti kang winarna, něnggih Kanjěng Paněmbahan sěmangkin,


nimbali kang paman wau, Dyan Dipati Danurja, lah kapriye Danurja
sira ngongtantun, prakara wayahngong sultan, luput-luput němu westhi.

(2) Iya-iya yen mung sultan, nora wurung ngembet wong kaya mami,
pan iya sakadangipun, iku lamun sunrasa, puluh-puluh wus bějane
awakingsun, cabar bodho datan ngěrbag, sasikune wong aurip.

(3) Kapriye ingkang kěpanggya (,) rěmbugira paman měngko suntari,


dyan patih němbah umatur, inggih lamun sambada, yen makatěn
kawula ingkang alabuh, dadya bantěning Ngayogya (,) kawula ingkang
ngandhěmi.

(4) Naming panuwun kawula, wayah dalěm sampun ngantya amijil, mring
(h. 42A) laji yen dereng putus, sampun guru kěpanggya, bokmanawi
kasliring bicantěnipun115, wantu adating Walanda, měnawi kenging ing
sandi.

(5) Guna-gunaning Walanda, yen suwawi panduka kang nylirani, makilana


wayah prabu, yagi měthuk bicara, tuwan amba měnawi kenging pinadu
yen estu kawon kawula, tělungipun sampun dugi.

115 Dibaca: wicantěnipun

- 69 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(6) Amukti tilěm myang nědha, Paněmbahan mya116 sasuka ing galih, ing
driya kadya winungu iya běněr turira, nadyan ingsun wis tuwa warěg
amujung, yen ngantia wayah ingwang, denlěnthuk marang kumpěni.

(7) Tanpa gawe jeneng ingwang, datan bisa ngalingi Ratu Bayi, ya sesuk
ingsun luměbu, seba lan wayah ingwang, gya luwaraněng nala tri
ejingipun, sang mulku kapanggih wayah jěng sultan angancarani.

(8) Atata lěnggah kalihnya, ingkang eyang matur wayah narpati, sultan
dika besuk-isuk, ngaturan marang lojya akapanggih kumasaris kang
denutus, eyang dika tuwan jindral, kapipun117 karsanta mangkin.

(9) Kang wayah angling pranata, kados pundi eyang kula lumiring,
sakpangreh kula anurut, ingkang pantěs linakyan, ingkang eyang
amamběng wayah tan sinung, adhuh nyawa putuningwang, dadi apa
sira binjing.

(10) Sampun dika guru (h. 43) měnyang, lamun dereng putus ingkang
pěrkawis, kula bae ingkang padu, kalih kaki andika, si Danurja puniku
dimen alabuh, kadugi angandhěmana, sang nata suka ing galih.

(11) Yen měkatěn sokur eyang, yen pun kaki purun sagah ngandhěmi, dadya
bantěn kula besuk, inggih mugi ta eyang, asasaba denira bicantěn wau,
kang eyang sabda gih sultan, mangsi kaya bocah cilik.

(12) Gya luwaran gantya dina, Jěng Mangkurat sampun busana adi, prajuritan
ngagěm tudhung kuncer langkung rěspatya, awangkingan pusaka curi
patut, tiněkěm-těkěm děděrnya, lir nuwěk srepet babarji.

(13) Gya sowan manjing ing pura, sampun cundhuk wayah sultan ngaturi,
alěnggah cělak sang wiku, kang wayah sri sudebya, langkung rěna
amirsa kang eyang wau, bathithit gathini sawang, wiku Bagawan
Sěmpani.

(14) Tandya sang wiku ngandika, lo haniki ngangge curiga kalih, Kiyai
Ngongwangking pungkur, Bramakědhali ngarsa, bokměnawa komasaris
botěn rujuk, sulaya nědya piyala tamtu si Bramakědhali.

116 Dibaca: myang


117 Dibaca: kapripun(?)

- 70 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(15) Amangan jěksa Wělanda, ingkang wayah gumujěng pan kabělik, eyang
inggih sokur-sokur, mrina dhateng manira, sri narindra ngaturakěn
suratipun, kang badhe katur mring Jindral, kang eyang sampun atampi.

(16) (h. 43A) Wus mědal Kanjěng Mangkurat, prapteng jawi ing Srimanganti
panggih, lan Dyan Patih Danurjeku, wus kaparingan pirsa, laju
tindak sang wiku gantya winuwus, Jěng Pangeran Natapraja, samana
ngundhangi dasih.

(17) Heh sagunge bocahingwang, ya ing měngko ingsun angrangu warti, yen
sang nata iya ayun, tumindak mring Sěmarang, apan arsa kapanggih
lawan gupěnur, iku yen kalamun nyata, payo bocah aningali.

(18) Ingsun jujug aneng Salam, naming ingsun bacut bakal ningali, aneng
ing Ungaran besuk, payo bocah dandana, atur sěmbah kang sinung
ngling sami měrlu, dene dhawuhnya pangeran, kinen samya ngati-ati.

(19) Sigěg gantya ingkang winarna, Jěng Mangkurat apan sampun kapanggih,
mring kumasaris alungguh, lawan Kanjěng Pangeran, Pakualam radyan
dipati ing ngayun, lěnggahnya akuběng meja, angandika kumasaris.

(20) Kadospundi kanjěng sultan, dene mangke datan arsa kapanggih, dahat
kula ngayun-ayun, Kanjěng Mangkurat nabda, inggih tuwan wayah
dika sultan wau, apamběng sri narapati, datan sagět amanggihi.

(21) Amung pitajěng manira, inggih kula mangke ingkang makili, sabarang
karsa gupěnur, apan kadhawuhěna, dene sultan tan suwala karsanipun,
kumasaris kanggěg ing tyas, dene sultan da(h. 44)tan mijil.

(22) Wěkasan alon ngandika, pramilanya ulun badhe kapanggih, kula


sayěkti ingutus, dhatěng gupěnur jindral, angaturi mring wayah dika
sang prabu, kang eyang badhe kěpanggya, kilap karsane gupěnir.

(23) Kanjěng Mangkurat ngandika, mangke tuwa ulun badhe udani,


lah punapa karsanipun, kaděngaren punika, dene mawi nyalawadi
karsanipun, ing ngriki wontěn punapa, wigati ratu sinuprih.

(24) Dene wadi-wadi napa, adhawahna kula ingkang nampeni, yen tuwan
měrdi sang prabu, yěkti kula tan suka, lamun dereng akaruh raosing
kalbu, kumasaris eměng ing tyas, dene akěkah sang yagi118.
118 Dibaca: yogi

- 71 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(25) Sampun dinuga ing nala, karsanira kabělik dadya wilih, inggih mila
sang aprabu ingaturan kang eyang, pan sěmangke badhe winulang
satuhu, yen sampun manggih pawulang, kundura mring ngriki malih.

(26) Kanjěng Mangkurat ngling sugal, dene mawi wulang-wulang punapi,


bok gih manira kang dhawuk, cubluk dipunwulanga, lamun sultan
sayěkti ngong datan angsung, cabar tiwas saksagětnya, gih kula wulang
pribadi.

(27) Kumasaris nabda gěbrag, meja asru punapaa ta nganti, sang nata nganti
kabacut, ngagěm karsa priyangga, angewahi tatane kuna puniku,
mangke tan wontěn malanga, tangeh yen sagěda mardi.

(28) Tan mirsa kewuhing praja (h.44A) Jěng Mangkurat sabda nira
mawěngis, dene tuwan arka wau, ngrisak tata punapa, tata kraton pan
maksih siniweng wadu, taksih luhur datan kandhap, suda wĕwah ing
sasinggih.

(29) Atas běgjane piyambak, ratu darma angsung suka lan sakit, dehasring
gaganjar wadu, sampun jamak narindra, kina mila tan winangĕn karsa
prabu, dene ta ingkang tan layak, pan kenging dipunewahi.

(30) Ginalih dadya sumĕlang, ingkang pundi tandha ingkang kaeksi, punapa
dĕdamĕl agung, kados botĕn punika, apan limrah ratu rĕmĕn waos
dhuwung, adamĕl praboting praja, kumasaris nabda malih.

(31) Inggih ta malih pan ana, warta trĕrang119 lamun sri narapati, mĕngkrě
mring agama rasul, datan ngagĕm utama, ratu Islam tan wontĕn
antawisipun, ngĕgungkĕn karya maksiyat, sang wiku ngandika inggih.

(32) Lĕrĕs ingkang mastanana, naming ratu sampun darbe wĕwakil, neng
majit inggih pangulu, sampun datan prabeda, adil kukum darmi sing
karsaning ratu, sampun datan winangĕn, santosanireng agami.

(33) Kumasaris120 malih mojar, apan inggih kula mirĕng pawarti, yen sang
nata wau limut, puniku lamun nyata, apan inggih kirang utamaning
ratu, prayagine sinalinan, de ratu pusakeng bumi.

119 Dibaca těrang


120 Dibaca kumisaris

- 72 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(34) Kinarya pa(h.45)nutan kathah, amarintah wau tiyang saknagri, yen


kirang jĕjĕg puniku, tĕmah ngalamat sangar, lamun kirang jĕjĕg
pĕngadilan ratu, tuwin sabarang parintah, acamah dhawah ing dasih.

(35) Prayagine dipun-gantya, lamun wontĕn ingkang mirip sang aji, pundi
kang pinilih wau, dhatĕng priyagung samya, Jĕng Mangkurat anjĕlu ing
galihipun, ngarti kajroning wardaya, dene ana bae iki.

(36) Salin-salin kang bicara (,) ingsun rasa luru-luru wong iki, suncegat
nyimpang makewuh, gunĕm kang ora-ora, durung tutuk ngajak
gĕdhawungan iku, wĕkasan asru ngandika, sakduka tuwan pan inggih.

(37) Pěrkawis cacat narindra, těměnipun datan kadya puniki, ratu kula bagus
alus, jarot inggih sambada, wicaksana palamarta amběg sandu, ing
mangke pan winaonan, barong punapa gupěnir.

(38) Paněmbahan asěmon ta, mring kang rayi pangeran adipati, Pakualam
kang pamuwus, yayimas kaya paran, kang katěmu ing rěmbag ira
puniku, těngahěn ingkang prayoga, pangran dipati něngahi.

(39) Ngibarat wong angen minda121, ngrisak taněm sintěn ingkang majibi,
katěmpah astu kang gadhuh, wajip kenging diyat, yayi běněr lah sapa
katiban dhěnggung, inggih Paman Danurěja, tinagih marang kumpěni.

(40) Dyan patih dinangu marang, kumasaris priye (h.45A) sira dyan patih,
sira wěrangkaning ratu, měngko sira kainan, radyan patih matur pan
inggih saestu, kula datan kakirangan, ngaturi dhatěng sang aji.

(41) Naming ta batěs kadhahar, rehning kula datan kagěm sang aji, kang
paman pangeran něngguh, Yudaněgara mangkya, apan sangět kawula
aturi munjuk, rambah-rambah tan dhinahar, rehning kawula tyang alit.

(42) Běněr sěngka aturira, panggeneya sira tan angsung uning, lawan
risidhen puniku, pira barata sira, atur pirsa ya marang tuwan gupěnur,
sira nora pisan-pisan, denpracaya ing kumpěni.

(43) Dadine iku pracumah, wong kumpěni pracaya mring sireki, dyan dipati
alon matur, inggih lěrěs panduka, pangraos ngong tan dados punapa
wau, wusana ginalih lěpat, inggih sumangga sakarsi.

121 Dibaca menda

- 73 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

(44) Měkatěn malih kawula, yen supami ngaturna ingkang tan yěkti, ngaběni
dhumateng ratu, panggih pintěn prakara, yen kawula arubiru dhatěng
ratu, dosa ing donya ngakerat, pan estu awon pinanggih.

(45) Kumasaris asru nabda, iya běněr-běnrěrira pribadi, sasap mung ngalingi
ratu, witing prěkara sira, sultan mungkar sěngka sira ingkang jurung,
ingsun wis ngarungu trěrang, yen sira bakal antuk sih.

(46) Putonira tinariman, apa iya cocog ing(h 46)kang pawarti, kadekne sira
jumurung, barang karsa narindra, ana lide sira kang ngrajongi iku, dyan
patih ngraos kabikak, ing wadosira tan angling.

(47) Kanjěng Paněmbahan nulya, ngaturakěn sěrat sangking sang aji, binuka
ijěmanipun, mracayakěn kang eyang, kamukawis kadhawuhna eyang
wau, manira sampun pracaya, mring Eyang Mangkurat něnggih.

(48) Sampun dugi niskaranya, tuwan jindral sampun akarya tulis, sampun
sinungkěn sang wiku, nulya samya luwaran, tan winarna kanjěng
paněmbahan wau, sampun tundhuk lan kang wayah, alěnggah jajar
sang aji.

(49) Kang wayah anuwun pirsa, pan jinarwa saniskaranya titi, langkung
suka sang aprabu, sěrat katur kang wayah, tinupiksa wus titi raosing
těmbung, ijěmanira kang eyang, yya pěgat arsa kěpanggih.

- 74 -
Daftar Pustaka

Behrend, T. E. dan Sri Ratna Saktimulya.1990. Katalog Induk Naskah-


Naskah Nusantara Jilid 1: Perpustakaan Museum Sonobudoyo. Jakarta:
Djambatan.
Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1997. Katalog Induk Naskah-Naskah
Nusantara Jilid 3-A Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
_______. 1997. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara 3-B Fakultas
Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Lindsay, Jennifer, R.M.Soetanto, dan Alan Feinstein. 1994. Katalog Induk
Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2: Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Tim Prodi Sastra Jawa. 2009. Alih Aksara Babag Ngayogyakarta SB 141a.
Yogyakarta: Museum Negeri Sonobudoyo.

- 75 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

- 76 -
Indeks

A Hasten pan Lewěn 12


Arya Purba Winata 13
Ayu Dewi, Radyan 28 J
B Jangsěng 28
Badhoye 62 Jonet 20
Bagawan Sěmpani 70 K
Bambang 62 kacu 23, 42, 46
banyak dhalang 23, 34, 46 Kalasan 24, 31, 44
Batawi 21, 29, 32, 33, 39, 45, 55, 59, 65 Kanjěng Paněmbahan 12, 53, 67, 69, 74
Bramakědhali 70 Kanjěng Ratu Anem 13
Bugis 10 Kartaněgara, Tumenggung 44
Bumija 11 Kartiyasa 11
C Kěmasan 11
carik Mardana 18 Kěmitbumi 11
Cina 30, 31, 32, 45 Kěncana, Ratu 17, 26, 58, 61
Code 62 Ki Jimat 23
D Krapyak 26, 38
Danuningrat, Dipati 40 Kudabang 23
Danurěja 65, 73 Kuměndur Leyon 29
Dargyan, Mayor. See  Dargen, Mayor Kurnel, Litnan 29
Děmak 39, 40 L
Den Mas Raib 21 Langenastra 10, 35
Dhaeng 10, 22, 34 Larasribah. See  Lara Saribah
Dhamini, Gupernur Jindral 29 M
Dipadiranane. See  Dipadirana Madurětna, Raden Ayu 40, 51
E Majěgan 31
Erděnesě 62 Mandhungan 14, 16, 26, 37, 39, 48, 57
G Mangkubumi 37, 47, 60, 69
Gaměl 11 Mangkukusuma 12, 53, 65
Gandakusuma 19, 31 Mangkurat 66, 67, 70, 71, 72, 73, 74
Gandhik 11 Mangundirja, Tumenggung 40
Garěběgan 30 Mantrijro 23
Garsik. See  Garesik Martakusuma 29
Gědhong Těngěn 40 Martasada 29
Grap Pan Egěn 33 Mas Suradi 62
Gupernur Jindral Dhamini 21 Mas Wadana Natadirja 9
H Matarum. See  Mataram, Metawis
Hadiwijaya, Pangeran 43, 54 Měrgangsa 11, 34, 39, 61
Haměngkubuwana 18 Mestěr Pintěr Merkusnya 45
harda walika 23, 46 Mlayakusumeku, Pangran 29

- 77 -
Suntingan Serat Kalimataya Pupuh I-X

N Sasradiwirya, Bupati 40, 44


Natadipura, Dyan 40 Sasranagri 58, 67
Natapraja 51, 53, 71 Satuksi 62
Ngambon. See  Ambon sawung galing 23, 34, 46
Ngampil 11 Sela Liman. See  Batu Gajah
Ngayogya 13, 17, 18, 21, 25, 29, 33, 34, Sermaniyer 62
39, 46, 56, 59, 63, 64, 65, 69 Siman 10
Nitiwarti 25 Sri Měnganti 14
Nyutra 10, 23, 34 Sujinah 50, 62
O Sultan Ing Matawis. See  Sultan Mataram
Onggajayeku. See  Onggajaya, Ki Ng- Sultan Timur 30
abehi Sumadipura 62
P Sumatmaja 10
Pakualam 24, 68, 71, 73 Surakarta 2, 18, 21, 33, 42, 59
Pakualaman 31, 38, 67 Surasata 10
Paleret 62 T
Pan Berěg 12 Tanjungtirta 62
Pancadirja, Tumenggung 29 Tejakusuma, Pangeran 43
Pangran Bei Rindyah 28 Tempel 62
Pangran Dipaningrat 21 Tubin. See  Tuban
Pangran Hadinata 12 Tuwan Běsket 65
Pangran Pugěr 65 Tuwan Palěk 12, 29, 33, 42
Pangran Pugrě 67 Tuwan Panes 12
Panji 22, 43, 62 U
Pělangkir 31 Ungaran 71
Prambanan 24, 62 W
Prawiratama 10, 23 Wangsakusuma 42
Priyataka 11, 23 Wělandi 9, 21, 34
Purbawinata 41, 42 Winanga 63
Purwaněgara, Pangeran 13 Y
S Yudanagara 67
Samarang 29, 64 Yudanagri 28
Samas 62

- 78 -

Anda mungkin juga menyukai