Anda di halaman 1dari 78

KOTAGEDE

SEJARAH

SEJARAH

S
ejarah di dalam Ensiklopedia ini dimaknai sebagai peristiwa-peristiwa
sejarah, atau tokoh-tokoh terkemuka, yang berkaitan dengan Kotagede.
Peristiwa atau tokoh tersebut penting untuk diketahui masyarakat
luas, karena dapat memberikan inspirasi yang memperteguh jati diri
masyarakat. Selain itu, dengan diberikan informasi dalam Ensiklopedia ini
tentang suatu peristiwa atau seorang tokoh, diharapkan pengetahuan tentang
peristiwa atau tokoh tersebut akan abadi, dapat diperoleh sepanjang masa.

Hal tersebut di atas dipandang perlu, mengingat sebagian peristiwa atau


tokoh dipandang sebagai peristiwa atau tokoh setempat, sehingga tidak
termuat dalam buku-buku sejarah yang berskala nasional. Padahal, informasi
tersebut penting bagi orang yang ingin tahu lebih detail tentang Yogyakarta,
khususnya Kotagede.

Ensiklopedi Kotagede 65
SEJARAH

Abdi Dalem

Abdi Dalem
Pejabat atau birokrat sampai pembantu, dari Sampai sekarang tetap ada beberapa tempat yang
yang paling tinggi hingga yang paling rendah, diurus oleh abdi dalem seperti Pasareyan Agung,
yang mengabdi atau membantu raja baik dalam Kompleks Pasareyan Hastarengga, dan cungkup
urusan kehidupan kenegaraan maupun kehidupan watu gilang. Para abdi dalem juru kunci di Kota
pribadi. Abdi dalem memegang peran besar Gede sekarang adalah abdi dalem dari Kraton
dalam pemerintahan pada masa kerajaan, baik Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Menurut tradisi
semasa kerajaan Mataram-Islam maupun pada setempat, mereka adalah keturunan para abdi
masa Kesultanan Ngayogyakarta dan Kesunanan dalem masa kerajaan Mataram-Islam. Di dalam
Surakarta. Dalam struktur sosial di Kota Gede, menjalankan tugas, mereka mempunyai hierarki
mereka merupakan golongan penduduk inti yang tersendiri. Abdi dalem pada zaman dulu tinggal
memiliki peran sentral, karena mereka menjadi berkelompok sesuai dengan tugas mereka. Hal ini
cikal-bakal penduduk Kotagede pada masa-masa dapat diketahui berdasarkan keberadaan toponim-
berikutnya. toponim yang mencerminkan jenis pekerjaan
masyarakat penghuni toponim tersebut.

66 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

KH Abdul Kahar Muzakkir

KH Abdul Kahar Muzakkir


Tokoh nasional dari kalangan Muhammadiyah Direktur Mu’allimin, lalu menjadi pengurus
di Kotagede. Ia lahir di Yogyakarta tahun 1907, Majelis Pemuda dan Majelis PKU Muhammadiyah.
putera H. Muzakkir (seorang pedagang terhormat Sejak tahun 1953 ia menjadi Pengurus Pusat
di Kota-Gede). Ibunya adalah puteri satu-satunya Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.
H. Mukmin. Kedua keluarga tersebut ikut
“membidani” lahirnya organisasi Muhammadiyah Pergerakan politik dilakukannya melalui Partai
di Kota Gede, serta memprakarsai dan membantu Islam Indonesia bersama-sama dengan Prof. Dr.
dana untuk pembangunan Masjid Perak di Kota H.M Rasyidi, KH. Mansoer, Prof. KH. Faried
Gede pula. Suasana keluarga itu memberi andil Ma’aroef, Mr. Kasmat Bahuwinangun, dan Dr.
dalam membentuk pribadi Abdul Kahar Muzakkir Soekiman Wirjosandjojo. Ia aktif dalam BPUPKI
muda menjadi seorang yang taat beragama. untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia,
serta ikut mencanangkan Piagam Jakarta.
Ia memulai pendidikannya pada SD
Muhammadiyah di Selakraman, Kotagede, sembari Sejarahnya dalam pemerintahan diawali dengan
memperdalam ilmu agama di beberapa pondok menjadi pegawai pemerintahan Jepang di daerah
pesantren. Ia memperkaya ilmu agama dengan Yogyakarta, kemudian sebagai komentator luar
masuk Madrasah di Solo. Tahun 1924 ia berangkat negeri bersama Muchtar Lubis, lalu sebagai wakil
menunaikan ibadah haji, dengan maksud terus kepala Kantor Urusan Agama Pusat di Jakarta.
bermukim dan belajar di sana; tetapi perang yang Pada akhir masa pendudukan Jepang ia menolak
berkecamuk di sana memaksanya pergi ke Mesir. jabatan politik yang ditawarkan kepadanya. Ia
Pada tahun 1925 ia diterima menjadi mahasiswa memilih mengabdikan diri untuk Sekolah Tinggi
Universitas Al Azhar di Kairo. Kemudian pada Islam (STI) yang didirikan pada tanggal 8 Juli
tahun 1927 Abdul Kahar Muzakir pindah ke 1945. Ia menjadi Rektor yang pertama. Kemudian
Universitas Darul Ulum yang berkedudukan di STI pindah ke Yogyakarta pada tahun 1946,
Kairo juga. dan berubah nama menjadi Unirvesitas Islam
Indonesia (UII) tahun 1948. Profesor KH. Abdul
Tahun 1938 ia pulang ke Indonesia langsung Kahar Muzakkir tetap terpilih sebagai rektor UII.
menceburkan diri ke berbagai organisasi dakwah Pengabdiannya sebagai rektor dijalaninya dari
dan politik. Pertama-tama ia menjadi anggota tahun 1945-1960. Ia meninggal pada tanggal 2
Muhammadiyah. Kemudian sebagai alumnus Desember 1973 sebagai Dekan Fakultas Hukum
Al Azhar dan Darul Ulum ia diangkat menjadi UII sejak tahun 1960.

Ensiklopedi Kotagede 67
SEJARAH

KH. Abdul Muhaimin Ad Aeternam Memories Sortis Infelicis


Ia lahir di Prenggan, Kotagede. Mula-mula ia Salah satu prasasti pendek pada permukaan Watu
adalah salah satu pendiri Pondok Pesantren Nurul Gilang. Prasasti tersebut berhuruf dan berbahasa
Ummah, tetapi kemudian memisahkan diri dengan Latin. Arti prasasti tersebut untuk memperingati
mendirikan Pondok Pesanren Nurul Ummahat nasib yang tidak baik.
yang mengkhususkan diri pada santri putri.
Adipati Martopuro / Martopuro, R.M.
Ia dianggap sebagai kyai kontroversial, karena di Salah seorang putera Panembahan Seda ing
samping menjadi pelopor berdirinya FPUB, yang Krapyak (raja Mataram-Islam yang kedua). Ia
terus mengkampanyekan wacana kerukunan diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya yang
umat beragama di ranah lokal, ia juga menjadikan wafat di Krapyak. Namun, tidak lama kemudian ia
pondok pesantrennya di Kotagede sebagai tempat diganti oleh Pangeran Rangsang, yang kemudian
pertemuan bagi tokoh-tokoh berbagai agama, bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati
berbagai kelompok kepentingan, peneliti-peneliti ing Alaga. Menurut legenda R.M.Martopuro hanya
dan pengamat dari dalam dan luar negeri. sebentar bertahta, karena menderita penyakit.

Ia berpendapat bahwa Islam harus bergerak dalam Sultan Agung Hanyakrakusuma


level dakwah bilhikmah. Bukan hanya dalam Sebagai putera tertua Panembahan Seda ing
kata-kata atau ucapan semata, tetapi juga dengan Krapyak ia memiliki nama kecil R.M.Jatmiko,
cara memelihara situs-situs peninggalan tradisi kemudian setelah dewasa namanya diganti
dan sejarah masa lampau. Situs-situs tersebut menjadi Pangeran Rangsang. Ia adalah raja
merupakan kekayaan budaya di Nusantara, namun Mataram Islam yang ketiga, yang memerintah dari
oleh sebagian umat Islam malah dihancurkan tahun 1613-1646. Gelarnya adalah Sultan Agung
karena dianggap mendatangkan kemusyrikan. Hanyakrakusuma Senapati ing Alaga, tapi lebih
terkenal dengan sebutan Sultan Agung.
Achmad Charris Zubair
Budayawan, ilmuwan, dan penggerak masyarakat Semasa pemerintahannya berhasil memperluas
Kotagede. Ia lahir di Yogyakarta 25 Juli 1952. wilayah Mataram-Islam sampai hampir mencakup
Pendidikan SD Muhammadiyah Kleco tahun seluruh pulau Jawa, kecuali Kasultanan Banten dan
1964, SMP Negeri IX Yogyakarta tahun 1967, dan Batavia. Perluasan kekuasaan itu didahului dengan
SMA Negeri Wates Kulon Progo 1970. Sempat petempuran-pertempuran hebat antara pasukan
kuliah di Akademi Bank YPKP Bandung, sebelum Mataram dengan pasukan para bupati yang akan
masuk di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah ditaklukkan, antara lain Pati, Blambangan, dan
Mada dan tamat 1979, serta Fakultas Pascasarjana Giri.
Universitas Indonesia 1988 dengan tesis: “Nilai
Budaya Masyarakat Jawa di Kotagede sebagai Mula-mula terjalin hubungan baik antara Sultan
Landasan Etika Lingkungan Hidup”. Sejak 1980 Agung dengan VOC, tetapi kemudian tampaknya
ia berprofesi sebagai staf pengajar di Fakultas ia mulai melihat kehadiran VOC sebagai
Filsafat Universitas Gadjah Mada. Dalam lingkup ancaman politik. Tercatat dua kali Sultan Agung
masyarakat Kotagede, ia dikenal sebagai penggagas. mengadakan serangan terhadap VOC di Batavia,
Pusat Dokumentasi Kotagede (PUSDOK), yang yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Bahkan serangan
sekretariatnya terletak di rumahnya di Kampung kedua dipersiapkan dengan baik di antaranya
Buharen, Purbayan. dengan menjalin persekutuan dengan Dipati

68 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Ukur, dan berupaya memenuhi kebutuhan logistik dengan Kahar Muzakkir dan Faried Ma’roef
dengan membuka areal persawahan di daerah ia ditangkap oleh Belanda pada masa Perang
pantai utara Jawa, serta mengerahkan armada Dunia II, karena dituduh mengadakan gerakan
angkatan lautnya. Namun kedua serangan tersebut untuk menggulingkan pemerintahan Belanda.
menemui kegagalan, antara lain karena penyakit Mereka bertiga dijatuhi hukuman mati, tapi
dan penggunaan senjata api oleh pasukan VOC. lolos dari eksekusi karena pemerintah Belanda
dijatuhkan oleh Jepang. Pada masa penjajahan
Sultan Agung juga melakukan diplomasi per- Jepang ia menjadi anggota delegasi Majelis Islam
sahabatan dan persekutuan dengan Panembahan A’la Indonesia (MIAI). Atas jasanya, pemerintah
Ratu dari Kasultanan Cirebon. Selain itu, ia juga Indonesia penghargaan sebagai salah seorang
memadukan budaya Islam dengan budaya Jawa, di perintis kemerdekaan.
antaranya dengan menetapkan Penanggalan Jawa,
yang merupakan hasil perpaduan antara kalender Pada tahun 1960-1963 Ahmad Kasmat
Saka dengan kalender Hijriah. Penanggalan Bahuwinangun menjadi Rektor UII, menggantikan
Jawa tersebut masih hidup sampai sekarang di Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir. Dalam masa
kalangan masyarakat Jawa. Sultan Agung juga kepemimpinannya UII berkembang lebih maju,
dikenal mendalami karya-karya sastra Jawa, dan dengan dibukanya Fakultas Syari’ah, Fakultas
seni wayang, di antaranya dengan menulis Sastra Tarbiyah, cabang UII di luar Yogyakarta, dan
Gending dan Wayang Krucil. diperolehnya status bagi fakultas-fakultasnya.

Masa pemerintahan Sultan Agung, secara umum


dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan
Mataram. Ia melakukan pembangunan-pem-
bangunan fisik, di antaranya mulai membangun
kraton di Kerta, membangun pemakaman di
Girilaya serta Imogiri, dan membuat bendungan
di Plered.

Tidak sampai setahun setelah pemakaman Imogiri


selesai dibangun, Sultan Agung wafat di kraton, yaitu
pada tahun 1645/1646 M. Sebelum dimakamkan
di Imogiri dilakukan upacara penobatan raja yang
baru, yakni Sunan Amangkurat I.

Ahmad Kasmat Bahuwinangun


Tokoh kemerdekaan dan tokoh nasional, lahir
di Kotagede, 15 Mei 1908, meninggal tahun
1996. Ayahnya seorang abdi dalem Kasultanan
Yogyakarta, sedang ibunya seorang pengusaha
perhiasan emas dan intan terkenal di Kotagede. Ia
mengalami pendidikan tradisional dan Belanda,
sebelum masuk ke Sekolah Kehakiman di Jakarta,
dan Fakultas Hukum Universitas Leiden Belanda,
hingga meraih gelar Meester in de Rechten pada
tahun 1943.

Ia pernah menjadi Wakil Ketua PSSI, anggota


Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan juga anggota Ahmad Kasmat Bahuwinangun
Pengurus Besar Partai Islam Indonesia. Bersama

Ensiklopedi Kotagede 69
SEJARAH

KH Ahmad Marzuki Romly


Ulama pendiri Pondok Pesantren Nurul Ummah
di Kotagede. Ia lahir di Giriloyo, Imogiri, Bantul ,
pada tahun 1901, sebagai anak bungsu KH Romli,
seorang ulama dari Giriloyo yang menjadi Mursyid
Kelompok tarekat Syathariah. Sejak usia dini ia
telah dididik di pondok-pondok pesantren, baik di
wilayah Yogyakrta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,
sampai tahun 1931.

Ia pertama kali melakukan dakwah pada tahun


1931 di Gunungkidul, dengan melakukan
pengajian-pengajian di berbagai desa. Ia adalah
orang pertama yang membuka jamaah pengajian
di banyak desa, di tengah kendala transportasi
yang berat di Gunung Kidul. Sejak 1935 ia
membantu mengelola pondok pesantren di Amangkurat I dianggap telah memerintahkan
Giriloyo, sambil belajar ilmu ketabiban dari penyingkiran terhadap orang-orang yang
ayahnya. Ilmu pengobatan yang dimilikinya dianggapnya tidak sehaluan dan membayakan
itulah, yang kemudian membuatnya dengan cepat kedudukannya. Dalam hal ini termasuk Pangeran
bisa meluaskan jemaah pengajiannya. Ulama besar Pekik dari Surabaya yaitu pamannya sendiri,
yang meninggal 14 Desember 1991 ini , dikenal Pangeran Alit yaitu adiknya, Tumenggung
dengan tiga fatwanya, yaitu: mengharamkan Wiraguna dan keluarganya, serta para alim-ulama.
diberlakukannya program Keluarga Berencana Ia juga menutup pelabuhan dan menghancurkan
(KB), melarang sistem bunga dalam dunia kapal-kapal di kota-kota pesisir, untuk mencegah
perbankan, dan melarang keras anggapan bahwa berkembangnya kekuatan mereka karena ke-
semua agama adalah baik dan benar. sejahteraannya meningkat.

Ainsi Vale Monde Kejadian-kejadian itu mengakibatkan terjadinya


Salah satu prasasti pendek pada permukaan Watu permusuhan antara Pangeran Adipati Anom dan
Gilang. Prasasti tersebut berhuruf Latin dan Sunan Amangkurat I, serta membangkitkan rasa
berbahasa Perancis. Arti prasasti tersebut untuk tidak senang di lingkungan rakyat. Pada gilirannya
memperingati nasib yang tidak baik keadaan semacam itu mendorong munculnya
kekacauan, misalnya terjadinya perlawanan
Sunan Amangkurat I Trunajaya. Perlawanan bangsawan Madura Barat
Raja Mataram ke-empat yang bertahta pada tahun ini secara tidak langsung mengakhiri kekuasaan
1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Sunan Amangkurat I.
Hanyakrakusuma. Saat naik tahta, tercatat ia
berusaha untuk menciptakan kestabilan politik Ketika kraton Plered telah terancam oleh Trunajaya,
jangka panjang di wilayah kekuasaan Kasultanan Sunan meloloskan diri ke Imogiri, kemudian
Mataram, yang meskipun luas tetapi terus-menerus kearah barat, dan pada tanggal 10 Juli 1677 ia
mengalami pemberontakan. Menurut sumber- wafat di Wanayasa. Tiga hari kemudian jenazahnya
sumber tertulis Sunan memerintahkan rakyatnya dimakamkan di Tegalwangi. Sebelum meninggal ia
membuat bata, karena ia ingin membangun kota masih sempat mengangkat Pangeran Adipati Anom
di Plered, karena ia tidak mau lagi tinggal di kraton sebagai penggantinya, dan mewariskan tanda-
ayahnya. tanda kebesaran kerajaan yang sempat dibawa lari.

70 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

sebuah organisasi yang menangani kepentingan


pendidikan orang dewasa. Kegiatan Kyai Amir
tidak terbatas di Kotagede, tetapi juga Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Ia menjadi tuan rumah
Konferensi Ulama-Ulama terkemuka di Yogyakarta
sebelum Sidang Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Hasil konferensi tersebut diterbitkan dalam sebuah
jurnal yang bernama Ummat Islam, dengan Kyai
Amir sebagai ketua redaksinya.

Pada zaman pemerintahan kolonial, Belanda


mendirikan Mahkamah Islam Tinggi di Surakarta
Kyai Amir sebagai Badan Pengadilan Islam tertinggi untuk
wilayah Jawa dan Madura. Kyai Amir ditunjuk
sebagai salah seorang hakimnya. Pada zaman
pemerintah Jepang, Kyai Amir dipilih untuk
Kyai Amir menjadi kepala Kantor Urusan Agama atau
Tokoh dan pendiri Muhammadiyah cabang Shukuma untuk wilayah Kasultanan Yogyakarta.
Kotagede. Nama kecilnya adalah Samanhudi, lahir
sekitar tahun 1892 di Desa Mlangsen, Kulon Progo. Tahun 1937, ia menggagas berdirinya Masjid
Ayahnya Jalal Sayuthi seorang ulama terkenal yang Perak, dan terpilih sebagai Ketua Pengurus Masjid
pernah tinggal di Mekkah selama 10 tahun menjadi Perak. Kyai Amir menulis dan menyunting
guru dan ulama. Salah seorang murid Jalal Sayuthi banyak buku, sebagian besar tentang Al-Quran
di Mekkah adalah KH Ahmad Dahlan, kemudian dan Hadist. Buku-buku ini digunakan sebagai
terkenal sebagai pendiri Muhammadiyah yang pegangan di Sekolah Muhammadiyah seperti:
berpusat di Yogyakarta. Shahihul Bukhari, Al-Quran wal Muhdats, Al-
Adzkaar, Fathul mannan fie tajwiedil Quran,
Samanhudi muda mulai gemar belajar bahasa Adabul walad ma’a waalidihi, ‘Iqdul jauhar, Fathur
Arab dan dasar-dasar ajaran Islam dari ayahnya. Malikis Shomad, dan Kifayatul Muhtaj. Tafsir
Ia berminat kuat untuk belajar Shahihul Bukhari (penjelasan) Al-Qurannya, yang dicetak secara
(haditz yang dihimpun oleh Al-Bukhari), dan pegon (bahasa Jawa dalam tulisan Arab), dikatakan
agama di berbagai pondok pesantren di Jawa. sangat popular di kalangan Muhammadiyah.
Ia memperoleh Sertifikat Penguasaan Hafal Al-
Qur’an (hafidz) dari KH Munawir, Pondok Kyai Amir meninggal tahun 1948, dan di-
Krapyak Yogyakarta, lalu meneruskan belajar makamkan di Pemakaman Kampung Boharen,
di berbagai pondok pesantren di Pasuruan dan Alun-Alun, Kotagede. Ia bukanlah orang asli
Kebumen. Pada saat berguru pada Kyai Hasyim Kotagede, namun, banyak pengabdiannya pada
Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama, ia disarankan Kotagede, terutama dalam mengembangkan sektor
agar belajar dan memperdalam masalah Bukhari di pendidikan, khususnya dengan Madrasah Ma’had
Mekkah. Sepulang dari Mekkah, ia berganti nama Islamy.
menjadi Amir dengan titel lengkapnya H. Amir.

Tahun 1910 bersama H. Masyhudi mendirikan dan


memimpin Sekolah Muhammadiyah. Di samping
itu mendirikan organisasi Syarekatul Mubtadi,

Ensiklopedi Kotagede 71
SEJARAH

As’ad Humam
Muballigh, penyusun buku Iqra’ dan pelopor
Gerakan TK Al Qur`an di Indonesia. Akrab
dipanggil Pak As, lahir di Kotagede, 1933
dari pasangan H.Humam bin H. Siradj dan
Hj.Dalimah binti Somoharjo. Setamat SD
Muhammadiyah Kleco, Kotagede tahun 1948, me-
lanjutkan ke Muallimin Muhamadiyah Kotagede,
dan menamatkan pendidikan SMP dan SGA
Muhamadiyah di Ngawi.

Ia adalah seorang yang tekun belajar secara otodidak.


Kiprahnya dalam memberikan pembelajaran
membaca Al Qur’an sudah dimulai sejak tinggal di
Ngawi, hingga kembali ke Kotagede dan mengajar
mengaji anak-anak di kampung Selokraman.
Kelompok pengajian itu dinamai AMIN (=Aku
Mesti Iso Ngaji). Gerakan ini meluas hingga tahun
1953 terbentuk PPKS (Persatuan Pengajian Anak-
anak Kotagede dan Sekitarnya).

Tahun 1973, di rumahnya ia mendirikan Mushalla


Baiturahman, tempat ia mengajar anak-anak
As’ad Humam
mengaji dan mengujicobakan berbagai sistem
dan metode pengajaran yang menjadi idenya. Ia
berkeinginan memperbaharui sistem pengajian
tradisional yang kurang menarik dan terasa Salah satu hasil lain dari tim ini adalah
lamban, sampai diperlukan waktu 2-3 tahun bagi mengupayakan satu lembaga pendidikan Al-
seorang anak untuk bisa membaca Al Qur’an. Qur’an yang unggul, dalam wadah TK Al Qur’an.
Puncaknya, pada tahun 1989 berhasil disusun
Pada tahun 1983, ia bertemu dengan anak-anak buku ”IQRO”, suatu tuntunan belajar membaca
muda yang memiliki keterpanggilan yang sama Al Qur’an yang mudah, cepat, dan praktis.
dalam menggerakkan pengajian anak-anak.
Anak-anak muda yang jumlahnya 17 orang, As’ad Humam meninggal dunia pada tahun 1996.
dihimpunnya dalam satu wadah yang diberi Sebagai penghargaan atas kepeloporannya tersebut
nama Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan As’ad Humam menerima Piagam Penghargaan
Mushalla (disingkat Team Tadarus AMM). Fokus sebagai Pembina Tilawatil Qur’an di Indonesia dari
kegiatan tim ini adalah menggerakkan agar di Menteri Agama RI pada tanggal 3 Januari 1992.
setiap masjid dan mushalla terselenggara unit-unit Bersamaan dengan pembukaan FASI IV, tanggal 11
jamaah tadarus dengan pola kegiatan yang sama, Juli 1999 Presiden B.J.Habibie juga memberikan
minimal seminggu sekali dengan sistem tadarus penghargaan atas kepeloporannya menggerakkan
keliling. pendidikan Al Qur’an di Indonesia.

72 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Bahoewinangun
Seorang pedagang permata yang khusus melayani kebutuhan kraton Yogyakarta
sebelum PD II. Ia adalah putera Raden Ngabehi Djojoniman atau Raden Amaddalem
Hanomtapsir I, abdi dalem kraton. Karena sering mendapat pesanan barang-barang
permata, perhiasan dari emas dan perak, maka pada tahun 1918 keluarga tersebut
mendirikan perusahaan perak, dengan inisial P.H. Pada masa jayanya P.H. sangat
dikenal, dengan pelanggan baik dari kalangan kraton Yogyakarta maupun dari
kalangan orang-orang Belanda, karena sangat menjaga mutu bahan dan estetika
produk.

Bupati Nayaka
Sebutan untuk pejabat tinggi atau kerabat raja yang diberi kewenangan untuk
mengepalai daerah kekuasaan. Kompensasinya berupa tanah lungguh yang berstatus
tanah gaduhan, yang berada di dalam wilayah negaragung. Sejak pemerintahan Sultan
Agung semua bupati nayaka ini diwajibkan bertempat tinggal di dalam kuthagara
(wilayah ibukota) agar mudah dikontrol, dan mencegah upaya melepaskan diri dari
pemerintahan pusat .

Bupati Pasisiran
Sebutan bagi para pejabat tinggi yang diberi kewenangan untuk mengepalai daerah
Pasisiran yang termasuk wilayah kekuasaan Mataram-Islam. Pasisiran atau pesisir
merupakan sebutan bagi wilayah yang berada di kawasan pantai utara Pulau Jawa.

Buldanul Khuri
Tokoh perbukuan, penerbitan dan desain grafis Indonesia. Lahir di Kotagede, 1965
dan menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA, di lingkungan Muhammadiyah
Kotagede, lalu melanjutkan studi di Jurusan Desain Komunikasi Visual Sekolah
Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI). Minatnya pada buku dipengaruhi oleh
lingkungan sosial budayanya.

Setelah menyelesaikan studi, ia mendirikan biro desain Aula Graphics Desain. Pada
tahun 1992 ia mendirikan PT Bentang Intervisi Utama yang bergerak di bidang
desain grafis, penerbitan, dan percetakan. Tahun 1994 ia mendirikan Yayasan
Bentang Budaya yang mengkhususkan diri pada penerbitan buku dengan tema
seni, budaya, dan filsafat. Sumbangan besarnya adalah memunculkan desain artistik
sebagai bagian penting untuk menarik minat calon pembaca, dan menciptakan citra
khusus bagi penerbit.

Abdi Dalem Blandhong
Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam mencari kayu yang bagus untuk
keperluan-keperluan tertentu, sampai pada cara menebang dan memotong-motong
kayu. Sebutan blandhong ini selanjutnya juga digunakan bagi orang-orang biasa
yang berprofesi sebagai penebang dan pemotong kayu.

Abdi Dalem Brajanata


Abdi Dalem Prajurit yang bertugas menjaga pintu gerbang utara dan selatan Kraton.
Abdi Dalem Brajanata ini berjumlah 22 orang.

Ensiklopedi Kotagede 73
SEJARAH

Prasasti pada permukaan Watu Gilang

Cosi van IL Mondo

Salah satu prasasti pendek pada permukaan Watu


Gilang. Prasasti tersebut berhuruf Latin dan
berbahasa Itali. Arti prasasti tersebut adalah untuk
memperingati nasib yang tidak baik.

74 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Taman Danalaya
Taman yang dibangun sebagai perlengkapan Kraton Mataram oleh
Panembahan Seda ing Krapyak. Meskipun secara fisik tidak dapat
dijumpai lagi, dan toponim yang terkait dengannya juga tidak
ada, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa di Kotagede
terdapat taman kerajaan yang disebut dengan Taman Danalaya.

Taman Danalaya dibangun oleh Panembahan Seda ing Krapyak,


dan selesai pada tahun Dal 1527 Jawa (1605 M). Pembangunan
taman kerajaan sebagai kelengkapan sebuah kraton bukan hanya
ada di Kotagede, beberapa kerajaan sebelumnya, seperti Majapahit
dan Demak, menurut para ahli juga mempunyai taman kerajaan.

sayembara penulisan naskah drama remaja Dewan


Kesenian Jakarta (1981). Sebagian karyanya sudah
diterbitkan dalam beberapa buku: Rahasia Sebuah
Arca (cerita anak, 1983), Untung Sahabatku (cerita
anak, 1983), Terlepas dari Hukuman (cerita anak,
1985), dan Gadis dalam Pelukan (kumpulan
cerpen, 1982). Puisi-puisinya juga dimuat dalam
Antologi Tugu (penyair pilihan Yogyakarta, 1987)
dan Tongak (penyair pilihan Indonesia, 1988).
Darwis Khudori Sebagai arsitek, ia memperdalam studi di bidang
pemukiman dan perkotaan di Negeri Belanda
Darwis Khudori (1987-1989), dan menempuh studi lanjut di
Sastrawan, arsitek, ilmuwan sosial, dan aktivis bidang sejarah di Perancis (1989-1999). Disertasi
masyarakat. Lahir di Kotagede,1 Juni 1956 sebagai doktornya di Universitas Sorbonne (Paris) tentang
putra ke-5 dari sebuah keluarga santri. Pendidikan transformasi social dan arsitektur di kota Ismailia,
SD dan SMP diselesaikan di Kota Gede. Setelah Mesir, selesai pada tahun 1999. Sejak tahun 1995,
menamatkan SMA I Teladan Yogyakarta pada dia menjadi peneliti dan pengajar di Universitas
tahun 1975, ia melanjutkan studi di Jurusan Le Havre, Perancis, dalam bidang Bahasa dan
Arsitektur UGM hingga tamat tahun 1984. Peradaban Timur. Karya-karya tulisnya berupa
Selama masa mahasiswa, ia menjadi pemimpin esai dan karya ilmiah, terbit dalam bahasa Perancis,
redaksi dan penanggungjawab majalah mahasiswa Inggris, Belanda dan Indonesia.
Gelanggang UGM selama kurun 1982-1984. Ia
juga bertindak sebagai Pembina Pondok Pesantren
Mahad Islamy Kotagede (1978-1980). Bersama
Romo Mangungunwijaya ia terlibat dalam
kegiatan Pembinaan Masyarakat dan Lingkungan
Lembah Code di Yogyakarta, yaitu suatu proyek
idealis yang kemudian menuai Aga Khan Award.

Karyanya di bidang sastra, antara lain dua


cerpennya sempat memenangkan sayembara
penulisan cerpen majalah Gadis (1976 dan 1977) Buku orang-orang kotagede
dan karya dramanya, Jaka Bodo, memenangkan Darwis Khudori

Ensiklopedi Kotagede 75
SEJARAH

Kyai Ageng Enis Abdi Dalem Gemblak


Kyai Ageng Enis disebutkan adalah seorang nayaka Abdi dalem mempunyai keahlian dalam pembuatan
dari Kraton Pajang yang memiliki pengaruh kuat barang-barang dari kuningan.
pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya.
Pengaruh tersebut didukung oleh ketokohan Abdi Dalem Gendhing
ayahnya, yakni Ki Ageng Sela yang memiliki Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam
kesaktian hebat, sehingga diibaratkan dapat pembuatan gamelan.
memegang halilintar.
Abdi Dalem Genjang
Perkawinannya dengan Nyi Ageng Enis Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam
membuahkan anak yakni Ki Ageng Pemanahan, pembuatan barang-barang dari selaka (tembaga).
yang di kemudian hari menurunkan raja-raja
Mataram-Islam. Setelah meninggal Kyai Ageng Abdi Dalem Gerji
Enis dimakamkan di Laweyan, Pajang (sekarang Abdi dalem yang mempunyai keahlian menjahit
termasuk wilayah kota Surakarta). pakaian.

Nyai Ageng Enis Ki Ageng Getas Pandowo


Istri Kyai Ageng Enis, sekaligus ibunda Ki Ageng Disebutkan sebagai ayah Ki Ageng Selo. Dikisahkan
Pemanahan. Setelah meninggal Nyai Ageng Enis pula bahwa ia adalah cucu raja Majapahit terakhir,
dikebumikan di cungkup utama Pasareyan Agung yaitu Brawijaya.
Kotagede.
Ki Ageng Giring
Gading Mataram Disebutkan sebagai salah seorang keturunan
Bagian selatan daerah Kuthagara Kerajaan Brawijaya IV, yang mengembara bersama Ki Ageng
Mataram, meliputi desa Kadilangu, Bantul, Pemanahan, bertapa dari suatu tempat ke tempat
dan Mancingan. Daerah ini memiliki konteks lain untuk mendapat wahyu. Dikisahkan suatu
menunjukkan batasan Selatan daerah Kuthagara ketika ia merasa pengembaraannya telah cukup,
di masa Kraton Mataram berkedudukan di Kerta dan membuka daerah permukiman di Gunung
dan Plered, sebelum berpindah ke Kartasura tahun Kidul. Suatu ketika Sunan Kalijaga datang, dan
1744. mengatakan jika Ki Ageng Giring meminum air
buah kelapa yang ditanam oleh Sunan Kalijaga,
Abdi Dalem Gajahmati maka keturunannya akan menjadi raja. Pada waktu
Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam Ki Ageng Giring akan meminum air buah kelapa
pembuatan barang anyaman, dan cemeti. yang dimaksud oleh Sunan Kalijaga, ia bersuci
dahulu di sungai. Pada saat itu datanglah Ki Ageng
Abdi Dalem Gandhek Pemanahan yang kehausan dan meminum air buah
Abdi dalem yang bertugas menyiapkan dan kelapa yang telah disiapkan oleh Nyi Ageng Giring
membawa kelengkapan upacara dalem (upacara di meja. Ki Ageng Giring merasa kecewa, namun
raja), yang terdiri atas: banyak (angsa), dhalang ia pasrah terhadap takdir.
(rusa), sawung (ayam jago), galing, gendaga, dan
ubarampe (peralatan) pendukung upacara yang Di kemudian hari Ki Ageng Pemanahan ini
lain. Dikenal adanya dua kelompok Abdi Dalem mendirikan Kerajaan Mataram Islam dan
Gandhek, yaitu: Abdi Dalem Gandhek Kiwa dan menurunkan raja-raja yang masih ada hingga
Abdi Dalem Gandhek Tengen sekarang (Yogyakarta dan Surakarta), sedangkan

76 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Ki Ageng Giring

Ki Ageng Giring menjadi penguasa Gunung Kidul. Ia mempunyai seorang


puteri bernama Roro Lembayung, yang kemudian dinikahi oleh Panembahan
Senopati. Kisah pernikahan Panembahan Senopati dengan Roro Lembayung
tampaknya bermuatan unsur legitimasi dinasti raja-raja Mataram. Di
dalam pohon silsilah raja-raja Mataram tampak bahwa Sultan Agung
Hanyakrakusuma adalah cicit Ki Ageng Giring.

Ensiklopedi Kotagede 77
SEJARAH

Abdi Dalem Gladhag Tanah Jawi bahwa sebagai pemuda Desa Tingkir
Abdi dalem yang bertugas membersihkan bagian ia melamar menjadi prajurit di Demak. Karena
luar tembok kraton dan mengangkut barang- kesaktiannya ia diterima, dan kemudian menjadi
barang yang diperlukan oleh raja, khususnya pada penyeleksi prajurit baru. Ia dikisahkan memiliki
waktu upacara dalem. kesaktian tinggi dan berhasil mengalahkan buaya-
buaya di Semanggi, salah satu penggal Bengawan
Abdi Dalem Gowong Sala, saat naik rakit bambu mengarungi sungai
Abdi dalem yang memiliki keahlian di bidang tersebut. Dia juga mampu mengatasi lembu yang
bangunan, khususnya bangunan konstruksi bata. sedang mengamuk.

Sengkalan Guna Paksa Hanrus ing Bumi Setelah melalui upaya yang berliku, Mas Karebet
Sengkalan lamba yang berarti ’manfaat menikah dengan salah seorang putri Sultan
pengetahuan yang berlanjut di bumi’ ini terdapat Trenggana, raja Demak. Selanjutnya, Mas Karebet
di Pasareyan Agung Kotagede, dan menunjukkan diberi kekuasaan untuk memimpin daerah Pajang
waktu perbaikan yang dilakukan oleh Sri Sultan semasa Demak diperintah oleh Sunan Prawoto,
Hamengku Buwana VIII. Kata guna (manfaat) iparnya. Ketika Sunan Prawoto terbunuh pada
melambangkan angka tiga, paksa (sayap, pe- tahun 1561, Arya Penangsang -- cucu Raden Patah
ngetahuan) melambangkan angka dua, hanrus dari jalur Pangeran Seda Lepen -- mengambil alih
(berlanjut) melambangkan angka sembilan, ing tampuk pemerintahan. Hal ini menimbulkan
(di) sebagai kata depan, dan bumi melambangkan konflik karena yang berhak atas tahta adalah istri
angka satu. Jadi sengkalan ini melambangkan Mas Karebet.
tahun 1923 M (1853 Jawa). Makna asosiatif
sengkalan tersebut merupakan peringatan kepada Dalam konflik tersebut Mas Karebet dibantu
manusia, bahwa semua amal pengetahuan yang anak angkatnya yaitu Sutawijaya yang anak
bermanfaat bagi sesama makhluk Tuhan tidak akan kandung Ki Ageng Pemanahan, dengan janji akan
putus pahalanya walau telah meninggal dunia. diberi hadiah separuh wilayah Mentaok apabila
perjuangan berhasil. Sementara itu, Mas Karebet
Abdi Dalem Inggil dinobatkan sebagai penguasa baru dengan gelar
Abdi dalem yang mempunyai keahlian khusus Sultan Hadiwijaya. Ia juga memimdahkan pusat
sebagai perawat gamelan. pemerintahan dari Demak ke Pajang di pedalaman,
dan Demak hanya menjadi kadipaten dipimpin
In Fortuna Consortes Digni Valete Arya Pengiri, putra Sunan Prawata.
Prasasti yang terdapat pada permukaan Watu
Gilang berhuruf Latin, berbahasa Latin: In Mataram yang dibangun Sutawijaya di Mentaok
Fortuna Consortes Digni Valete, Quid Stupearis berkembang pesat, bahkan lama-kelamaan menjadi
Ainsi, Videte Ignari Et Ridete, Contemite Vos sekuat Pajang hingga Sutawijaya enggan mengakui
Constemtu Vere Digni. Artinya “Selamat jalan kekuasaan Pajang. Timbullah konflik antara Sultan
kawan-kawanku. Mengapa kamu sekalian menjadi Hadiwijaya dan Sutawijaya. Sepulang dari suatu
bingung dan tercengang. Lihatlah wahai orang- pertempuran dengan Mataram, Sultan Hadiwijaya
orang bodoh dan tertawalah, mengumpatlah, terjatuh dari gajah, dan sakit berkepanjangan,
kamu pantas dicaci maki”. hingga wafat di kraton Pajang. Maka, kesempatan
ini diambil Sutawijaya untuk memaklumkan
Jaka Tingkir Mataram sebagai pemegang kekuasaan. Pajang
Seorang pemuda yang berasal dari daerah Tingkir selanjutnya hanya menjadi kadipaten di bawah
(dekat Boyolali sekarang). Ia juga dikenal sebagai Mataram, dengan adipati Raden Benawa (putra
Mas Karebet, yang kemudian menjadi Sultan Hadiwijaya yang juga ipar Sutawijaya).
Hadiwijaya dari Pajang. Diriwayatkan dalam Babad

78 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Abdi Dalem Jlagra


Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam pembuatan barang-barang yang
terbuat dari batu, antara lain umpak.

Abdi Dalem Juru Kunci


Abdi dalem yang bertugas memelihara dan merawat petilasan dan makam milik
kraton. Mereka mendapat ”mandat” dari kraton, dan bertugas mengatur para
pekerja di tempat terkait, serta melayani pengunjung. Di Kotagede tempat
tugas mereka antara lain di cungkup Watu Gilang, Kompleks Pasareyan
Hastarengga, dan Kompleks Pasareyan Agung. Mereka adalah penduduk inti
Kotagede selain Wong Kalang. Seorang abdi dalem juru kunci biasanya telah
menguasai sejarah, dan legenda dari petilasan yang ditungguinya, termasuk
tata cara adat yang diperlukan.

Juru Kunci Abdi Dalem

Ensiklopedi Kotagede 79
SEJARAH

Kyai Juru Martani


Paman Panembahan Senapati yang kemudian
diangkat menjadi Patih Mandaraka. Ia adalah juga
pendamping dan penasehat spiritual Panembahan
Senapati. Menurut berita babad, saat mengawali
kekuasaannya Senapati menemui Nyai Rara
Kidul penguasa Laut Selatan, sementara Kyai Juru
Martani menjumpai Kyai Sapujagat penguasa
Gunung Merapi. Dengan demikian lengkaplah
legitimasi spiritual Senapati untuk menjadi raja,
karena dia sudah berhasil memadukan kekuatan
dua unsur alam makro kosmos (jagad ageng),
yakni gunung dan laut yang berintikan api dan air.
Kalang Obong

Dalam banyak peristiwa, Kyai Juru Martani sering


disebut sebagai tokoh antagonis yang mengatur
muslihat, termasuk taktik dalam menghadapi
Ki Ageng Mangir sebagai orang yang tidak mau
tunduk pada Mataram. Siasat Ki Juru Martani
inilah yang disebut sebagai awal mula otoritarinisme
kekuasaan Mataram.

Kalang Kamplong
Suatu golongan dalam komunitas Orang Kalang.
Golongan Kalang kamplong/kaplong merupakan
kelompok keluarga dari jalur perempuan, tidak
berhak untuk melaksanakan upacara obong, tetapi
berhak untuk melakukan upacara yang lain, karena
mereka dianggap sudah tidak murni lagi. Hal ini
terjadi karena seorang wanita Kalang kawin dengan
orang di luar golongan Kalang Obong, atau di luar
golongan Kalang secara umum.

Kalang Obong

80 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Abdi Dalem Kalang


Nama kelompok masyarakat yang pada masa Mataram-Islam dipindahkan dari kawasan Jawa Timur
selatan ke Kota Gede oleh Sultan Agung, sehingga disebut Wong Kalang Mataram. Mereka diberi tempat
tinggal di Tegalgendhu. Mereka mempunyai keahlian dalam bidang perkayuan, mulai mencari kayu
yang baik untuk keperluan tertentu, sampai mendirikan bangunan konstruksi kayu. Mereka juga dikenal
sebagai pekerja ulet, namun tetap dianggap sebagai orang di luar masyarakat asli Kota Gede.

Dalam perkembangannya, kelompok Kalang di Kota Gede secara ekonomis melejit ke atas. Mereka
berkembang menjadi pengusaha sukses di bidang batik, transportasi, perhiasan, dan pegadaian.
Keberhasilan dalam bidang ekonomi mendorong mereka berkeinginan untuk membangun rumah-
rumah yang megah, tetapi sesuai dengan tata krama Jawa pada waktu itu status sosial mereka tidak
mendukung keinginan tersebut. Akibatnya, rumah orang Kalang pada masa lalu tidak sepenuhnya
mengikuti arsitektur tradisional Jawa, melainkan bercampur dengan arsitektur Barat.

Ensiklopedi Kotagede 81
Omah Kalang
SEJARAH

Ki Ageng Karang Lo Sengkalan Katon Hati Pangesthining Ratu


Sahabat Ki Ageng Pemanahan yang men- Sengkalan untuk memperingati perbaikan
dampinginya ketika Kraton Mataram sedang dalam Pasareyan Agung Kotagede. Perbaikan ini
proses pembentukannya. Setelah meninggal Ki dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VIII
Ageng Karang Lo dimakamkan di desa Karangturi, pada tahun Jawa 1853 atau 1923 M. Kata katon
di arah timur Pasar Gede. (Jw: terlihat) melambangkan bilangan 3, hati
melambangkan bilangan 5, kata pangesthining
Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan bahwa Ki (Jw: kehendak) bermakna bilangan 8, dan ratu
Ageng Karang Lo tinggal di desa Taji sebelah timur melambangkan bilangan 1. Jika diurutkan secara
Prambanan sekarang. Pada suatu ketika datang terbalik maka akan menjadi angka tahun 1853
serombongan tamu yaitu Ki Ageng Pemanahan Jawa. Peringatan perbaikan Pasareyan Agung juga
beserta seluruh keluarganya. Mereka sedang ditandai dengan sengkalan Guna Paksa Hanrus Ing
dalam perjalanan menuju Mentaok, wilayah yang Bumi.
dihadiahkan oleh Sultan Hadiwijaya kepada Ki
Ageng Pemanahan dan Sutawijaya. Ki Ageng Kejawan
Pemanahan dan rombongan diterima dengan Sebutan lain untuk Kotagede, karena di wilayah
ramah oleh Ki Ageng Karang Lo dan dijamu tersebut tidak pernah ada penyewaan tanah patuh
dengan hidangan-hidangan. Pada saat Ki Ageng atau tanah kerajaan kepada orang Eropa. Dalam
Pemanahan berpamitan untuk meneruskan konteks ini, lawan katanya adalah Plandan, yaitu
perjalanan, Ki Ageng Karang Lo menyampaikan daerah yang ada penyewaan tanah kepada pihak
niatnya untuk turut bersama Ki Ageng Pemanahan Belanda.
ke Menthaok. Niat tersebut diterima dengan
senang hati oleh Ki Ageng Pemanahan. Abdi Dalem Kemasan
Kata kemasan berasal dari kata emas. Istilah ini
Kemudian Ki Ageng Pemanahan dinasehati oleh menunjuk kepada kelompok abdi dalem yang
Sunan Kalijaga supaya mempererat persahabatan mempunyai keahlian dalam pembuatan barang-
dengan Ki Ageng Karang Lo, serta selalu membagi barang dari emas.
kebahagiaan dengan Ki Ageng Karang Lo. Ki
Ageng Pemanahan melanjutkan pesan Sunan Kraton Kerta
Kalijaga kepada puteranya, Panembahan Senapati, Kerta merupakan kraton “antara” yang dibangun
yang kemudian raja Mataram. Kala itu Ki Ageng oleh Sultan Agung sebelum pusat pemerintahan
Karang Lo bertempat tinggal di Wiyara. Mataram-Islam dipindah dari Kotagede ke Plered.
Kerta terletak sekitar 4 Km di selatan Kotagede,
Setelah peristiwa Ki Ageng Mangir, Panembahan atau sekitar 1,4 km sebelah barat Kecamatan
Senapati lalu menikahkan Ratu Pembayun dengan Plered.
Ki Ageng Karang Lo. Hal ini dijalankan untuk
memenuhi salah satu pesan Sunan Kalijaga. Ratu Penyiapan lahan sudah dimulai sejak tahun 1539 Ç
Pembayun dan Ki Ageng Karang Lo hidup bersama, = 1617 M, sampai membangun Siti Hinggil pada
hingga meninggal dunia, dan dimakamkan di tahun 1547 Ç = 1625 M. Namun, agaknya Kerta
Karang Turi. Saat ini makam Ki Ageng Karang Lo tidak sempat menjadi ibukota yang sesungguhnya,
dan istrinya, Ratu Pembayun, yang berada di desa karena di wilayah tersebut sampai sekarang tidak
Karang Turi, kecamatan Banguntapan, Kabupaten ditemukan bukti-bukti komponen kota seperti
Bantul, termasuk dalam kategori tempat bersejarah pasar, benteng, atau toponim. Jadi tampaknya
di Yogyakarta. meskipun pusat kekuasaan politik berada di Kerta,
namun pusat sosial dan ekonomi tetap berada di
Kotagede.

82 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Kota Perak
Nama lain Kotagede yang diberikan karena perak mencapai puncaknya sekitar tahun 1935-
berkembangnya industri rumahan, berupa 1938. Sebagai gambaran, pada masa itu selama
kerajinan dengan bahan utama perak. Hasil satu tahun tidak kurang dari 25.000 kilogram
kerajinan Kotagede semula dikerjakan untuk perak diproses oleh 70-an perusahaan perak yang
memenuhi kebutuhan para bangsawan dan mempekerjakan tidak kurang dari 14.000 pekerja.
kraton, terutama pada waktu pemerintahan
Sultan Hamengku Buwana VIII dari Kasultanan Di dalam buku wisata, julukan sebagai “kota
Yogyakarta. Dalam perkembangannya, hasil perak” ini nampaknya lebih terkenal daripada
kerajinan perak Kotagede akhirnya mendapat nilainya sebagai salah satu kota lama di Jawa yang
pesanan dari konsumen di luar lingkungan kraton, mempunyai nilai sejarah tinggi. Dengan demikian
bahkan sangat dikenal di luar negeri. Kerajinan wisatawan kurang minatnya terhadap sejarah dan
perak Kotagede begitu terkenalnya, sehingga kota jejak-jejaknya, mereka lebih tertarik datang ke
ini sering disebut sebagai “kota perak”. Kerajinan Kotagede karena kerajinan peraknya.

Ensiklopedi Kotagede 83
SEJARAH

Kawasan Cagar Budaya Kotagede


Kotagede adalah suatu kawasan bersejarah yang terletak di tenggara kota
Yogyakarta. Nama Kotagede merupakan perkembangan dari Kutha Gedhe
yang berarti benteng besar. Memang dahulu kota tersebut dikelilingi oleh
benteng yang besar ruang lingkupnya, karena mengelilingi kawasan seluas
2.028.000 m². Dalam perkembangannya Kotagede kemudian menjadi
tempat tinggal orang-orang kaya. Kemakmuran tersebut berkat dari usaha
perdagangan yang maju, yang nampak dari peninggalan yang berupa rumah-
rumah tinggal.

Kotagede sebagai Kawasan Cagar Budaya ditetapkan berdasarkan peraturan


perundangan tentang cagar budaya, dalam lingkup suatu daerah dengan batas-
batas fisik dan kultur tertentu. Kawasan yang ditetapkan tersebut merupakan
daerah yang dilindungi oleh negara untuk kepentingan penelitian, pelestarian,
pengembangan, dan pemanfaatannya bagi masyarakat. Penetapan Kawasan
Cagar Budaya Kotagede didasarkan pada keberadaan faktor-faktor pembentuk
karakteristik yang spesifik tersebut, seperti komunitas sosial-budaya yang
hidup (living culture), situs-situs, dan bangunan-bangunan warisan budaya,
serta tradisi.

Lipura
Nama tempat di Kalurahan Gilangharja, Kecamatan Pandak, Kabupaten
Bantul. Tempat ini dikenal sebagai tempat Panembahan Senapati dahulu
bertapa. Ketika itu ia ditemani oleh lima orang pengiringnya. Di Lipura ada
batu yang disebut sela kemlasa, atau palenggahan gilangharja yang menurut
kepercayaan masyarakat merupakan tempat sholat Panembahan Senapati.
Sela kemlasa tersebut berupa batu andesit empat persegi panjang dengan alur
memanjang sejajar dengan panjang batu. Sekarang batu tersebut tersimpan di
dalam sebuah bangunan.

Tampaknya Lipura memang suatu tempat yang berarti bagi dinasti Mataram,
karena selain tempat bertapa Panembahan Senapati, juga pernah dipakai
untuk membuang Pangeran Adipati Anom pada masa pemerintahan Sunan
Amangkurat I. (Sesampun ing pejah estri wau, pangeran dipati lajeng
katundung dateng ingkang rama, kadalemaken ing Lipura).

84 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Rumah Joglo
Lurah Juru Kunci
Merupakan jabatan puncak atau kepala abdi dalem Khusus Pasareyan Agung yang sejak palihan nagari
juru kunci di zaman Kraton Mataram. Kepala menjadi pasareyan bersama antara Kasunanan
juru kunci mempunyai peran yang penting sejak Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, diketuai
mendapat tugas itu, dia mempunyai kekuasaan oleh dua kepala juru kunci yang berasal dari kedua
atas beberapa wilayah di Kotagede, termasuk kraton. Kepala juru kunci mendapat tanah lungguh
tanah lungguh dan pasareyan. Bahkan dalam batas berupa sebidang tanah untuk tempat tinggal dan
tertentu, pada awalnya kepala juru kunci juga pekarangan. Rumah mereka biasanya berarsitektur
berperan dalam mengatur petugas-petugas Masjid tradisional Jawa bentuk joglo.
Agung, seperti pengulu, ketib (khatib), modin,
ulu-ulu masjid.

Ensiklopedi Kotagede 85
SEJARAH

Pesantren Ma’had Islamy


Terletak di Jl. Mandarakan Kotagede Yogyakarta,
dengan tujuan memberikan pelajaran agama
Islam dan akhlaq dengan kitab-kitab para ulama
salaf. Para santri dibimbing dan dibina oleh para
ustadz yang tinggal di pondok. Yayasan Ma’had
Islamy diketuai oleh Drs. Asj’ari Hd, MBA dengan
penasehat Prof. Drs. H. Asmuni AR. Yayasan ini
didirikan oleh beberapa tokoh Islam di Kotagede,
seperti almarhum KH Amir, KH Irfan, KH
Masyhudi, Prof. KH Abdul Qahar.

Selanjutnya yayasan ini dikembangkan oleh para


penerusnya, seperti almarhum Kyai Ja’far Amir,
Kyai Bakir Amir, KH Wardan Amir, dan Kyai H.
Slamet Ahmad. Yayasan Ma’had Islamy bergerak
dalam bidang penyelenggaraan pendidikan melalui
Pondok Pesantren Fauzul Muslimin Ma’had
Islamy di Karang, Kelurahan Prenggan Kotagede
Yogyakarta; dan Madrasah Tsanawiyah Ma’had
Islamy, Madrasah Ibtidaiyah, SLTP Ma’had
Islamiyah dan TK Raudhotul Athfal Ma’had
Islamy.

Pesantren Ma’had Islamy

Mancanegara
Merupakan daerah di luar negaragung, dan tidak termasuk daerah Pasisiran.
Wilayah Mancanegara ini tidak dijadikan tanah lungguh bagi bangsawan
dan pejabat tinggi Kraton Mataram. Di samping karena letaknya yang terlalu
jauh dari pusat kerajaan, wilayah tersebut tetap diberikan otonomi karena
tanahnya yang kurang subur. Oleh karena itu, pemerintahan wilayah-wilayah di
mancanegara tetap dipegang oleh para bupati mancanegara, tetapi pada kurun
waktu tertentu (paling tidak setiap Garebeg Mulud) harus menyerahkan pajak
ke Kraton Mataram.

Daerah Mancanegara terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Kulon (barat),
dan bagian Wetan (timur). Secara keseluruhan mencakup Banyumas, Madiun,
Kediri, Japon (Surabaya bagian barat-daya), Jipang (Bojonegoro), Grobogan,
Keduwang (Wonogiri/tenggara Surakarta). Dalam Serat Pustaka Raja Puwara,
disebutkan, bahwa daerah Mancanegara Kraton Mataram terdiri atas: Daerah
Mancanegara Kulon, dan Daerah Mancanegara Wetan.

86 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Garobogan 5.000 karya, Warung 3.000 karya, Sela


500 karya, Blora 3.000 karya, Rawa (Tulungagung)
800 karya, Kalangbret 600 karya, Wirasaba
(Majaagung) 100 karya, dan Jagaraga 1.500 karya.

Adipati Mandaraka
Gelar yang diberikan oleh Panembahan Senapati
kepada Ki Juru Martani setelah ditahbiskan sebagai
patih Kerajaan Mataram.

Ki Ageng Mangir Wanabaya


Penguasa wilayah Mangir (daerah Bantul di tepi
Kali Praga) yang hidup pada masa Senapati. Dia
cenderung berpihak kepada Pajang. Ia seorang
yang sakti, dan tidak mau tunduk menghadap
Panembahan Senapati di Kotagede. Atas muslihat
Ki Juru Martani, beberapa nayaka diperintahkan
mengadakan tontonan keliling wayang beber
(mbarang). Putri Panembahan Senapati sendiri
Ratu Pembayun bertindak sebagai penari yang
bertugas merayu Ki Ageng Mangir. Akhirnya
muslihat itu berhasil, dan Ratu Pembayun diperistri
oleh Ki Ageng Mangir.

Suatu ketika, Ki Ageng Mangir bersedia menghadap


Panembahan Senapati di Kotagede. Sewaktu ia
bersujud dan menundukkan kepala, kemudian
lehernya dipegang oleh Senapati, dan dipukulkan
ke atas watu gilang sehingga meninggal seketika.
Jasad Ki Ageng Mangir dimakamkan di Pasareyan
Daerah Mancanegara Kulon, terdiri atas: daerah Agung Kotagede, separuh di dalam cungkup, dan
Banyumas + Banjar + Pasir (Purwakarta) + Ngayah separuh lagi di luar. Ini melambangkan bahwa
yang meliputi 5000 karya, Kalibeber 450 karya, Ki Ageng Mangir sudah dianggap menantu raja,
Roma (Karanganyar) 800 karya, Karangbolong tetapi di sisi lain tetap dipandang sebagai musuh.
400 karya, Merden (timur Banyumas) 400 karya,
Warah + Tersana + Karencang meliput 300 karya, Abdi Dalem Marakeh
Bobotsari + Kartanegara meliput 100 karya, Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam
Lebaksiyu + Balapulang meliputi 102 karya, dan pembuatan genting.
Bentar + Dajaluhur meliput 600 karya.
Abdi Dalem Merbot
Daerah Mancanegara Wetan, terdiri atas: Panaraga Abdi dalem yang bertugas mengurusi perlengkapan
16.000 karya, Kadiri 4.000 karya, Madiun 16.000 yang terdapat di dalam mesjid.
karya, Pacitan 1.000 karya, Kaduwang 1.500
karya, Magetan 1.000 karya, Caruban 500 karya, Abdi Dalem Martalutut
Pace 300 karya, Kersana 600 karya, Sarengat + Abdi dalem yang bertugas memenggal leher orang
Blitar meliput 1.000 karya, Jipang 8.000 karya, yang dijatuhi hukuman pancung.

Ensiklopedi Kotagede 87
SEJARAH

Haji Masyhudi

Haji Masyhudi
Seorang ahli fiqih, tafsir, tasawwuf, dan ushuluddin. Ia seorang yang kaya namun tetap sederhana. Satu
Dikenal sebagai pendiri Syarekatul Mubtadi, Krida petunjuk tentang kekayaannya yakni 2,7 % dari
Mataram, dan penggerak utama Muhammadiyah semua tanah kediaman di RK Prenggan (yang
Kotagede. Ia lahir di kampung Boharen, Kotagede kini masih kelurahan) dan RK Basen di Kotagede
sekitar tahun 1888, sebagai anak H.Mukmin. tercatat atas namanya atau anggota-anggota
Nama kecilnya Rusdi. H. Mukmin, adalah keluarganya terdekat. Menurut buku catatan tanah
pedagang besar bahan katun dan kain untuk batik, Kantor Kecamatan Kotagede: dua bidang tanah
mempunyai toko besar di daerah Danurejan, salah untuk rumah dan tokonya, sebidang tanah yang
satu daerah perdagangan utama di Yogyakarta. luas untuk Mushala (masjid wanita), sisanya terdiri
dari toko-toko dan rumah-rumah yang disewakan
Pendidikan Rusdi dimulai dengan masuk sekolah di tanah terbuka. Garasi untuk mobil-mobilnya
dasar kelas dua (sekolah rakyat angka loro) di cukup luas, belakangan digunakan untuk Kantor
Keputran, Yogyakarta, yaitu sekolah untuk anak- Urusan.
anak priyayi. Hal ini sangat jarang bagi anak-anak
Kotagede seusianya. Selanjutnya ia menimba ilmu
agama di berbagai pondok di wilayah Yogyakarta,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Rusdi pergi haji ke Mekkah sekitar tahun 1910.


Sekembalinya dari Mekkah, dan mengganti
namanya menjadi Masyhudi. Ia menjadi seorang
ahli Fiqih, Tafsir, Tasawuf, dan Ushuludin. Ia
juga memprakarsai berdirinya dua organisasi
pembaharu lokal yaitu Syarekatul Mubtadi dan
Krida Mataram, kemudian juga mengembangkan
organisasi Muhammadiyah di Kota Gede.

Pada tahun 1930, H. Masyhudi dan Kyai Amir


menjadi organisatoris utama dalam upaya
Muhammadiyah untuk mendirikan mesjid baru
yaitu Mesjid Perak di Kotagede dan sekaligus
sebagai khotib mesjid itu. H. Masyhudi tidak
hanya sebagai organisatoris ulung tetapi juga Masjid Perak
sebagai seorang pedagang yang sukses.

88 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Kerajaan Mataram
Kerajaan Islam yang dirintis oleh Kyai Ageng pengangkatan Patih dan Bupati Pasisiran harus
Pemanahan mulai 1575. Namun, yang resmi persetujuan Kompeni (VOC); rakyat Mataram
menjadi penguasa pertama adalah Panembahan tidak boleh membangun perahu; pelayaran
Senapati. Pada masa pemerintahannya, nusantara dimonopoli VOC; perdagangan
Panembahan Senapati berupaya untuk memperluas nusantara dikuasai VOC.
wilayah kekuasaannya, sehingga untuk itu Mataram
sering melakukan berbagai peperangan. Dengan klausul tersebut berarti dari sisi Mataram
terhapuslah visi bahari dan niaganya. Tegasnya
Kebijakan politik untuk memperluas wilayah kedaulatan atas laut dan kendali perdagangannya
Kraton Mataram ini, tetap berlangsung dan hilang. Mataram tidak bisa berlayar bahkan tidak
mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan bisa memiliki kontrol lagi terhadap wilayah pesisiran
Sultan Agung. Waktu itu wilayahnya meliputi yang punya nilai strategis. Meskipun Mataram
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa adalah sebuah kerajaan agraris pedalaman, namun
Barat. Sultan Agung juga pernah berupaya tanpa akses ke laut telah membuat Mataram tidak
untuk dapat menguasai Batavia sebanyak dua memiliki kedaulatan yang cukup untuk bertahan
kali yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Namun sebagai kerajaan besar.
serangan mengalami kegagalan, karena logistik
yang dipersiapkan dihancurkan terlebih dahulu Mataram praktis habis menjelang tahun 1750 saat
oleh VOC, serta karena ada wabah penyakit yang disepakati ”perjanjian kecil” yang tidak rasional
menyerang prajurit Mataram. dengan pihak Belanda, yang memanfaatkan
kondisi kesehatan Paku Buwana II yang saat itu
Sejak itu pengembangan wilayah Kraton Mataram sedang sakit. Dalam perjanjian itu disebutkan
dialihkan ke luar Jawa, sehingga wilayahnya bahwa sepenuhnya Mataram diserahkan ke VOC,
mencapai Palembang, Jambi, dan Banjarmasin. dan raja baru akan dinobatkan oleh Belanda yang
Politik pemerintahan Kraton Mataram ini pada akan meminjamkan Kraton Mataram kepada
dasarnya merupakan bagian dalam peningkatan di sang raja. Artinya, Kraton Mataram terhapus
bidang sosial ekonomi, khusunya dari kemajuan sudah, tinggal sebagai kerajaan boneka. Perjanjian
dalam perdagangan beras. tersebut menjadi keberatan bagi pihak Mataram
yang beranggapan bahwa Paku Buwana II
Mataram mencapai puncak kebesarannya pada membubuhkan tanda tangan saat dalam kondisi
masa Sultan Agung. Sepeninggalnya, kekuasaan tidak cakap, dan sebenarnya sudah mengundurkan
Kraton Mataram berangsur susut. Selain karena diri dari kedudukan raja.
adanya intrik-intrik internal yang silih berganti,
kemerosotan Mataram dipercepat oleh kehadiran Situasi itu membuat Pangeran Mangkubumi
Belanda di Tanah Jawa. Belanda makin kuat memberontak bersama Pangeran Sumbernyawa.
merasuk dalam sendi kehidupan Mataram pada Akhirnya Kraton Mataram harus dipecah menjadi
periode Kartasura. Untuk jasanya membantu Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta
menyelesaikan kekalutan di Kraton Kartasura, Hadiningrat melalui Perjanjian Giyanti tahun
Belanda meminta ”politik kontrak” dalam 1755. Hal itu sebenarnya adalah wujud politik
Perjanjian Panaraga tahun 1743, di antaranya devide et impera, dengan kerugian bagi Mataram,
dan keuntungan tetap di pihak Belanda.

Ensiklopedi Kotagede 89
SEJARAH

Ki Ageng Pemanahan Kanjeng Panembahan Senopati

Daftar Penguasa Mataram


... -1575 Ki Ageng Pemanahan
575-1601 Kanjeng Panembahan Senapati
1601-1613 Panembahan Seda Krapyak
1613-1645 Sultan Agung Hanyakrakusuma
1645-1676 Sunan Amangkurat I (Tegal Arum)
1676-1703 Susuhunan Amangkurat II
1703-1708 Susuhunan Amangkurat III (Sunan Mas)
1708-1719 Susuhunan Paku Buwana I
1719-1727 Susuhunan Amangkurat IV
1727-1749 Susuhunan Paku Buwana II

Adapun luas wilayah Mataram pada masa Kartasura adalah sebagai berikut:
(1). Tanah Lalenggah Nagari (Negara-Agung+Kutagara) dan termasuk pula
tanah pemaosan (pamajegan) Gading-Mataram 186.000 karya;
(2). Tanah Mancanegara Kulon 8.252 karya;
(3). Tanah Mancanega Wetan 66.300 karya;
(4). Tanah Pasisiran Tengen (Bang Wetan) 61.280 karya; (5). Tanah Pasisiran
Kiwa (Bang Kulon) 30.550 karya. Luas seluruh wilayah kerajaan Mataram
252.382 karya.

90 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Abdi Dalem Melandang


Abdi dalem yang bertugas memungut pajak hasil bumi berupa padi, palawija
dan sebagainya untuk disetorkan ke kraton.

Alas Mentaok
Nama hutan di tanah Mataram yang menjadi cikal bakal lokasi kraton
Mataram. Hutan inilah yang diberikan kepada Ki Pemanahan oleh Sultan
Hadiwijaya. Di kemudian hari hutan ini berkembang menjadi kota pusat
pemerintahan Mataram-Islam.

Abdi Dalem Merti Bumi


Abdi dalem yang bertugas membersihkan cepuri, dan menjaga air di
pemandian raja. Kata merti bumi berasal dari kata memetri (merawat) dan
bumi (tanah, pekarangan, kawasan, wilayah).

Abdi Dalem Miji Pinilih


Abdi dalem yang bertugas membunyikan jam besar di kraton.

Mitsuo Nakamura
Penulis buku yang setelah diterjemahkan berjudul:
Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin,
Buku itu adalah hasil penelitian yang menguraikan
tentang perkembangan Muhammadiyah di
Kotagede. Ia lahir tahun 1933 dari keluarga Kristen
Jepang di Manchuria, Cina.

Nakamura masuk ke Kotagede tahun 1970-1972,


saat melakukan penelitian terhadap perkembangan
pergerakan Muhammadiyah di Kotagede,
Yogyakarta. Hasil penelitiannya ini menjadi bahan
untuk disertasi doktor yang diraihnya dari Cornell
University.

Foto Mitsuo Nakamura

Ensiklopedi Kotagede 91
SEJARAH

Abdi Dalem Modin


Abdi dalem yang bertugas mengumandangkan adzan di Masjid Agung. Kata
modin berasal dari kata muadzin (bahasa Arab) yang berarti orang yang
mengumandangkan adzan.

Abdi dalem Modin adalah termasuk golongan abdi dalem Mutihan atau Abdi
Dalem Pamethakan. Mereka terdiri atas lima orang disesuaikan dengan lima
waktu panggilan untuk mengerjakan shalat.

Moeda Oetomo
Koperasi simpan pinjam di Kotagede untuk memajukan usaha perdagangan
maupun kerajinan, didirikan pada tahun 1922. Moeda Oetomo berperan
besar dalam memulai pengembangan berbagai usaha di Kotagede.

Prof. Dr. Mohammad Rasjidi


Seorang penganjur pembaharuan Islam, tokoh Nasional, dan tokoh
Muhammadiyah Kotagede. Prof. M. Rasjidi lahir tahun 1910, putera dari Mas
Atmosudigdo, salah seorang pengusaha besar di Kotagede. Rasjidi kemudian
belajar di Kairo. Sekembalinya dari Kairo, ia dikenal sebagai salah seorang
penganjur yang aktif dalam menyebarkan faham pembaharuan Islam yang
lahir di Mesir. Ia menjadi anggota kabinet Sjahrir pada tahun 1945, kemudian
menjadi Menteri Agama pada kabinet berikutnya.

Babad Momana
Naskah yang berbentuk prosa merupakan karya sastra Jawa Klasik, ditulis
dengan huruf dan bahasa Jawa. Naskah ini memuat sejarah dan legenda di
tanah Jawa, yang dimulai dengan jaman ”sak derengipun wonten panjenengan
ratu” (sebelum ada raja) sampai dengan tahun 1883. Prof. DSr. Mohammad Rasjidi

Bagian awal naskah menceritakan keturunan Bhetara Brama, Sri Putih kawin
dengan puteri-puteri Mesir dan bertahta di Medhang Kumbalang. Bagian
akhir naskah diuraikan tentang tiga peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1882
– 1883 M. Pada tahun Ehe 1812 peristiwa pertama adalah pengusiran G.P
Suryaninglaga dengan G.K.R Kedhaton (Istri Sultan Hamengku Buwana V)
ke Menado. Peristiwa kedua meletusnya Gunung Krakatau. Peristiwa ketiga,
perkawinan G.K.R Ayu (puteri Hamengku Buwana VI) dengan K.R.T
Hadiningrat, Bupati Demak. Banyak bagian dalam naskah tersebut yang
memuat gambaran fisik kota Mataram, termasuk adanya Kitha Bacingah.

92 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Muhammad Chirzin
Seorang tokoh Muhammadiyah Kotagede. Pada zamannya pernah menjabat
sebagai sekretaris Masyumi di bawah kepemimpinan H. Masyudi. Muhammad
Chirzin memberi pengaruh yang besar dalam pengembangan Islam di
Kotagede dalam kedudukannya sebagai pimpinan takmir Mesjid Perak pada
tahun 1958 selama sepuluh tahun.

Pada tahun 1949 Muhammad Chirzin meng-giatkan pengajian menjelang


berbuka puasa. Kemudian membentuk majelis Iajnah dengan dukungan
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kotagede, bersama H. Ridha, dan Zuhri
Hasyim. Mereka menyeragamkan doa-doa yang sebelumnya bermacam-
macam, menjadi bacaan do’a yang sama untuk masyarakat muslim di
Kotagede. Muhammad Chirzin

Muhammadiyah Kotagede
Kotagede termasuk salah satu basis Muhammadiyah.
Bahkan seorang tokoh asli Kotagede merupakan
pendiri Muhammadiyah di Kotagede, yaitu H.
Masyhudi yang lahir di Boharen pada tahun 1888.
Bagi Kotagede keberadaan Muhammadiyah tidak
dapat dilepaskan dari didirikannya Syarikatul
Mubtadi (SM) sebagai cikal bakal terjadinya
Muhammadiyah di Kotagede.

Ensiklopedi Kotagede 93
SEJARAH

Sengkalan Muji Nikmat Sarining Jalmi


Sengkalan untuk menandai perbaikan Masjid Agung Mataram yang
rusak akibat gempa. Muji (memuji) bermakna angka 7, nikmat (nikmat)
bermakna angka 6, sarining (sarinya) bermakna angka 8, dan jalmi (manusia)
melambangkan angka 1. Jika dibalik menjadi angka 1867 tahun Masehi.

Mudo Utomo
Sebuah koperasi bank kredit yang didirikan oleh para pedagang Kotagede
pada tahun 1920-an.

Mulyodiharjo
Pendiri dan nama perusahaan perak yang disingkat MD. Mulyodihardjo
lahir dalam keluarga ahli kerajinan logam, sebab kakeknya yang bernama
Wirjosudarmo pada tahun 1912 adalah pengusaha perkakas rumah tangga dari
tembaga, di samping sebagai pejabat Lurah di kelurahan Prenggan Kotagede.

Mulyodihardjo pada tahun 1930 telah berhasil mendirikan perusahaan perak,


yang dimulai dari hanya lima orang tukang. Karena keahliannya dalam
memegang perusahaan, maka nama M.D. cepat terkenal. Ia juga termasuk
pendiri dan perintis Koperasi Perusahaan Perak di Kotagede. Mulyodihardjo
meninggal pada tahun 1963.

Perusahaan perak M.D. merupakan perusahaan besar dan dapat dipercaya


akan hasil-hasil produksinya. Kwalitas bahan dasar benar-benar dipertahankan
dengan mempergunakan perak yang berkadar 800, dengan tukang-tukang
yang berpengalaman.

Mustofa W. Hasyim.
Sastrawan, wartawan, dan aktivitis budaya. Lahir di Kotagede, 17 November
1954. Masa kanak-kanak dan remajanya dihabiskan di Kampung Bodon,
Kotagede. Pendidikan terakhir ditempuh di FIAD UMY Yogyakarta. Belajar
menulis di Balai Pendidikan Sanggar Enam Dua Jakarta, Kelompok Sembilan
Jakarta, Theater Melati Kotagede, Kemudian mengembangkan diri di
berbagai komunitas di Yogyakarta, seperti Sanggar Sastra dan Theater (SST)
Sila, Yayasan Budaya Masyarakat Indonesia (YABUMI), Kesenian Yogyakarta
(FKY), dan Dewan Kebudayaan Kota (DKK) Yogyakarta.

Menjadi editor sejak tahun 1982. Menjadi wartawan dan pemimpin redaksi di
berbagai Koran, Majalah, dan jurnal sejak tahun 1979. Ikut aktif melakukan
pendampingan pengembangan kesenian dan kerajinan di pondok pesantren
serta di komunitas seni tradisional Kotagede .

Karya-karyanya antara lain Reportase yang Menakutkan (puisi), Ki Ageng


Miskin (puisi),Beragama Sekaligus Berhati Nurani (esei), Ranting itu Penting
(esei panjang), Luka Politik dan Luka Budaya (esei), Membela Tekstil
Tradisional (esei), Hari-Hari Bercahaya (novel), Hijrah (novel), Mudik
(kumpulan cerpen bersama), Terompet Terbakar (kumpulan cerpen bersama),

94 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Kopiah dan Kun Fayakun (kumpulan cerpen bersama), Api Meliuk di atas Batu Apung (kumpulan cerpen
tunggal). Naskah sandiwara radionya pernah disiarkan di Radio PTDI Kota Perak. Selepas tahun 1980an
sampai 2004 menulis novel Sepanjang Garis Mimpi, Pergulatan, Hari-Hari Bercahaya, Kesaksian Bunga
atau Api, Di Antara Seribu Masyitoh, Perempuan yang Menolak Berdandan, dan Serat-Serat Cahaya
Cinta.

Abdi Dalem Mutihan


Abdi dalem yang bertugas menjaga dan mengembangkan bidang keagamaan. Mereka sering pula disebut
abdi dalem Pamethakan. Nama kelompok ini :Mutihan, menggambarkan warna pakaian dinas mereka,
yakni putih.

Abdi Dalem Naib


Abdi dalem yang bertugas di bidang keagamaan.

Nayaka
Badan yang terdiri atas para abdi dalem yang mempunyai jabatan tertinggi di dalam tata pemerintahan
Kraton Mataram. Terdiri atas Nayaka Lebet dan Nayaka Jawi (baca: nJawi).

Nayaka Bumi
Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi yang memegang jabatan tertinggi di dalam pengendalian wilayah
Nagariagung, di Bumi (Kedu).

Nayaka Bumi Gedhe


Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi yang memegang jabatan tertinggi di dalam pengendalian wilayah
Nagariagung, di Bumi Gedhe atau Siti Ageng, yaitu wilayah Surakarta sebelah utara-barat, dan Semarang
bagian selatan.

Nayaka Gedhong
Abdi dalem dari golongan Nayaka Lebet yang memegang jabatan tertinggi dalam mengendalikan urusan
internal kraton.

Nayaka Jawi
Abdi dalem yang memegang kendali pemerintahan di wilayah Negaraagung. Nayaka Jawi terdiri atas 4
orang, yaitu Nayaka Bumi, Nayaka Siti Sewu, Nayaka Bumi Gedhe (Siti Ageng), dan Nayaka Panumping.

Nayaka Keparak
Abdi dalem dari golongan Nayaka Lebet yang memegang jabatan tertinggi dalam urusan keamanan dan
pengadilan.

Nayaka Lebet
Sering juga disebut sebagai Nayaka Jero (baca: nJero). Merupakan badan yang terdiri atas para abdi
dalem yang bertugas memegang kendali pemerintahan di dalam kota pusat pemerintahan. Kelompok
ini dipimpin oleh seorang Patih Lebet. Nayaka Lebet ini terdiri atas: dua orang Nayaka Keparak, yaitu
Nayaka Kiwa dan Nayaka Tengen, dan dua orang Nayaka Gedhong, yaitu Nayaka Gedhong Kiwa, dan
Nayaka Gedhong Tengen. Nayaka Lebet memiliki anak buah, yang terdiri atas: Bupati Kliwon, Panewu
Sepuh, Parentah, Panewu Gebayun, Mantri, Carik, dan Penayungan. Bupati Kliwon merupakan wakil
dari struktur Kanayakan, sehingga selalu hadir pada setiap pertemuan.

Ensiklopedi Kotagede 95
SEJARAH

Nayaka Panumping
Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi yang yang terletak di antara Sungai Bagawanta sampai
memegang jabatan tertinggi dalam pengendalian dengan Sungai Donan-Cilacap), meliputi 6.000
wilayah Nagariagung. cacah. Panumping (daerah Sukawati), meliputi
10.000 cacah, Panekar (daerah Pajang), meliputi
Nayaka Siti Sewu 10.000 cacah.
Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi dalam
struktur pemerintahan Kraton Mataram yang Ngabehi Loring Pasar
memegang jabatan tertinggi dalam pengendalian Nama sebutan Panembahan Senapati semasa masih
wilayah Nagariagung, di Siti Sewu (Bagelen) di muda, karena tempat tinggalnya berada di utara
Purwareja sekarang. (lor) pasar, dalam hal ini Pasar Gedhe.

Negara Agung Sengkalan Ngrasa Trus Sabdeng Nata


Sering disingkat menjadi Negaraagung, juga sering Sengkalan untuk memperingati perbaikan
disebut Negariagung. Pada beberapa riwayat sering Mesjid Mataram yang rusak akibat gempa. Kata
juga disebut sebagai Negara Gedhe. Merupakan ngrasa (merasa) berarti angka 6, trus (terus)
daerah yang berada di sekitar wilayah Kuthagara. melambangkan angka 9, sabdeng (sabdanya)
Wilayah Negara Agung termasuk bagian inti bermakna angka 7, dan nata (raja melambangkan
kerajaan Mataram. Hal ini ditunjukkan dari angka 1). Jika diurutkan secara terbalik, maka akan
banyaknya tanah-tanah lungguh para bangsawan menjadi angka 1796 tahun Jawa atau 1867 M.
Kraton Mataram dan pejabat-pejabat tinggi kraton
yang lain berada di dalam wilayah Negaraagung. Abdi Dalem Nirbaya
Pada awalnya wilayah Negara Agung terdiri atas Abdi dalem yang bertugas menangkap orang yang
empat bagian, yaitu Bumi, Sitisewu, Siti Ageng bersalah. Abdi Dalem Nirbaya ini bersenjatakan
(Bumi Gedhe), dan Penumping. tampar sinabukaken (tali yang dililitkan pada
tubuh).
Rouffaer yang menggunakan catatan tahun 1744
(zaman Pakubuwana II) menyebutkan bahwa Nitik
keempat wilayah tersebut dipecah lagi menjadi dua Singkatan dari: Nitik Sarta Cebolek Kanjeng
bagian, sehingga menjadi delapan wilayah. Namun Sinuwun Sultan Agung Ing Mataram, Babad ini
menurut Serat Pustaka Raja Purwa pembagian ditulis oleh GBH Buminoto, meriwayatkan tentang
wilayah Negara Agung menjadi delapan wilayah pembangunan Imogiri sebagai makam raja-raja
tersebut sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Mataram. Dikisahkan, bahwa Sultan Agung selalu
Agung. menjalankan shalat Jumat di Mekkah. Suatu ketika
Sultan Agung bertemu dengan Imam Supingi
Kedelapan wilayah Negara Agung tersebut (seorang khatib Mesjid Mekkah), dan menyatakan
meliputi: Daerah Bumi (daerah Kedu yang terletak keinginannya agar pada saat meninggal nanti dapat
di sebelah barat Sungai Praga), meliputi 6.000 dimakamkan di samping makam Nabi Muhammad
cacah (karya atau sama dengan bahu). Daerah SAW. Permohonan tersebut ditolak, sehingga
Bumija (daerah Kedu yang terletak di sebelah Sultan Agung kecewa, dan selanjutnya setelah
timur Sungai Praga), meliputi 6.000 cacah. Siti pulang ke Jawa menceritakan penolakan tersebut
Ageng Kiwa (sisi sebelah kiri dari jalan besar kepada Kanjeng Ratu Kidul (Ratu penguasa Laut
yang menghubungkan Pajang dengan Demak), Selatan).
meliputi 10.000 cacah. Sewu (di daerah Bagelen

96 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Basoeki Abdullah
Nyi Roro Kidul
dengan 2 kuda

Kanjeng Ratu Kidul menganggap hal tersebut Selanjutnya Sunan Kalijaga mengambil segumpal
sebagai suatu penghinaan, dan selanjutnya tanah dari makam para Nabi, dan dilemparkan
memerintahkan bala tentaranya yang berupa ke pulau Jawa, dan jatuh di sebuah gumuk (bukit
mahluk halus untuk menyerang Mekkah dengan kecil). Sultan Agung menghendaki pembangunan
menyebarkan wabah penyakit, sehingga banyak makam di tempat jatuhnya tanah tersebut, namun
penduduk Mekkah yang meninggal. Suatu ketika ia memilih pada daerah yang lebih tinggi (Girilaya).
dalam shalat Jumat di Mekkah, Imam Supingi Pada saat pembangunan makam di Girilaya, paman
bertemu dengan Sunan Kalijaga dan menceritakan Sultan Agung meninggal dunia dan dimakamkan
musibah yang diderita oleh penduduk Mekkah di bukit tersebut. Sultan Agung kecewa, karena
tersebut. Sunan Kalijaga menjelaskan, bahwa calon makamnya digunakan untuk pemakaman
wabah penyakit tersebut terjadi karena kemarahan pamannya. Selanjutnya ia memerintahkan untuk
Sultan Agung, ketika permintaannya untuk membangun kembali pada bukit yang lebih tinggi,
dimakamkan di samping Nabi Muhammad selalu yaitu Bukit Merak. Di bukit ini dibangun makam
ditolak oleh Imam Supingi. Selanjutnya Imam Sultan Agung dengan keluarganya.
Supingi memohon kepada Sunan Kalijaga untuk
memintakan maafnya kepada Sultan Agung, dengan Karena tanah di sekitar Bukit Merak tersebut
bukti kain sorban bekas milik Nabi Muhammad tandus, maka Sunan Kalijaga mencoba
SAW. Sultan Agung menerima permohonan maaf mengeluarkan air, dengan menancapkan cis (sejenis
tersebut, dan selanjutnya memerintahkan agar bala tombak pendek), sehingga dari celah batu tersebut
tentara Kanjeng Ratu Kidul ditarik, sehingga wabah memancar air, yang menjadikan tanah disekitarnya
penyakit yang terjadi di Mekkah seketika berhenti. menjadi subur. Makam Sultan Agung yang ada di
Imam Supingi menawarkan kepada Sultan Agung Bukit Merak tersebut, selanjutnya disebut sebagai
untuk membuat makam di Mekkah. Namun atas Makam Imogiri, yang terkenal sebagai makam
saran Sunan Kalijaga, Sultan Agung diminta untuk raja-raja Mataram sampai saat ini.
membuat makam di wilayahnya sendiri.

Ensiklopedi Kotagede 97
SEJARAH

Babad Nitik Sultan Agung


Karya sastra Jawa klasik berbentuk puisi tembang macapat, ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa.
Babad Nitik Sultan Agung merupakan naskah berkisah tentang perjalanan Sultan Agung sejak masih jadi
Adipati Anom, mengembara ke seluruh negeri Mataram, hingga menjadi raja. Diceritakan juga perluasan
kekuasaan ke Surabaya, Banten, Cirebon dan Palembang. Ia juga pernah ke negeri Rum, sekembali
dari sana, terinspirasi untuk membangun Makam Imogiri. Naskah ini telah disalin beberapa kali, juga
ditranslasikan ke dalam huruf latin.

Serat Nitik Sultan Agung


Ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa dengan bentuk geguritan. Naskah ini ditulis oleh Pangeran
Harya Candranagara II dari Yogyakarta, teks naskah pernah disalin beberapa kali dan salah satunya
menyebutkan, bahwa Gusti Kanjeng Ratu adalah pemrakarsa penyusunan teks yang diselesaikan pada
Sabtu pahing 24 Maulud Wawu 1825 atau 14 September 1895, oleh Bekel Parawirasudira.

Serat ini berisi tentang kisah sejarah bercampur dongeng mengenai Kraton Mataram di bawah pimpinan
Panembahan Seda ing Krapayak dan Sultan Agung. Kisah ini diawali dengan keterangan tentang keluarga
Panembahan Seda ing Krapyak dan wejangannya kepada Adipati Anom. Dikisahkan pula perkawinan
Adipati Anom dengan Retna Suwidi (Kanjeng Ratu Kidul) dan juga penobatannya sebagai raja dengan
gelar Sultan Agung.

Notodihardjo
Merupakan seorang mantan sekretaris perusahaan Hardjosuwarno, seorang buruh kepercayaan. Ia yang
pertama kali berhasil mendirikan perusahaan perak, ia sudah tahu segala seluk beluk dari perusahaan
perak Hardjosuwarno, baik dalam situasi rumah-tangga perusahaan maupun usaha-usaha keluarganya.
disamping sebagai seorang buruh, secara diam-diam dia mendirikan perusahaan sendiri meskipun pada
permulaannya hanya dengan jumlah tenaga buruh dan modal yang kecil. Notodihardjo selalu mengikuti
perkembangan-perkembangan dari perusahaan Hardjosuwarno, mengenai motif-motif barang yang
sedang baik pasarannya, serta penyetorannyapun mengikuti tempat langganan Hardjosuwarno. Sudah
barang tentu para langganan akan menerimanya, karena macam barang-barang yang disetorkan
mempunyai kualitet bahan dari mutu dan seni yang sama dengan barang-barang produksi Hardjosuwarno.
Setelah dipandang adanya perkembangan serta kelancaran dalam usaha sendiri, maka ia mulai meninggalkan
kedudukannya sebagai buruh dan berdiri sendiri dan berkembangnya perusahaan perak Notodihardjo,
maka pada saat itulah perusahaan perak Hardjosuwarno mulai menurun, karena ada beberapa buruh
yang mengikuti Notodihardjo. Kejadian tersebut sudah merupakan kebiasaan di Kotagede sebab dari
buruh-buruh Notodihardjopun akhirnya banyak yang berdiri sendiri sebagai pengusaha. Lebih kurang
pada tahun 1941 ia meninggal dunia dan perusahaannya diteruskan oleh adiknya yang bernama Mul
Tarkidjan dia berhenti berusaha sejak zaman Jepang. Buruh-buruh yang berhasil mendirikan perusahaan
perak itu antara lain; Pawirosiswojo, Darmosuwito, Kartodihardjo, Kertosabar dan masih ada beberapa
orang yang meninggal pada zaman Jepang.

Abdi Dalem Nrangbaya Nrangpringga


Nrangbaya Nrangpringga artiya bersama-sama menerjang rintangan. Abdi Dalem Nrangbaya Nrang
Pringga ini dikelompokkan dalam dua kemantren (kelompok) tanpa dipersenjatai. Pada zaman Kraton
Mataram Abdi Dalem Nrangbaya Nrang Pringga ini berjumlah 44 orang.

98 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH

Numbak Anyar
Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara Agung Kerajaan Mataram,
yang terletak di daerah antara Sungai Bagawanta dan Sungai Progo. Pada masa
tersebut, di daerah tersebut terdapat tanah lungguh yang menjadi hak bangsawan
Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, yang berjumlah 10.000 cacah.

Pesantren Nurul Ummah

Pesantren Nurul Ummah


Pondok pesantren yang terletak di Kelurahan oleh istri KH Asyhari Marzuki, yaitu Hj. Barokah
Prenggan, didirikan tanggal 9 Februari 1986 oleh Asyhari dan menempati tanah milik pengasuh.
KH Ahmad Marzuki Romli. Nama Nurul Ummah
berarti cahaya umat, sebagai usulan H. Ahamad Pondok pesantren Nurul Ummah mengadakan
Arwan Bauis, SH. Kompleks Pesantren ini didirikan pengajian bagi santri menetap sejak Juli 1986,
di tanah wakaf seluas 1.677m2 (untuk Kompleks dengan menggunakan sistem bandongan dan
A, B, C, D dan ruang kantor) dan 670 m2 sorogan dengan materi Al Quran dan beberapa
(untuk gedung MDNU, MANU, dll). Keduanya Kitab Kuning. Karena jumlah santri semakin
merupakan wakaf yang semula diserahkan oleh meningkat, kemudian dikembangkan sistem
KH Abdul Muhaimin atas dukungan keluarganya klasikal dalam bentuk kurikulum yang dibakukan.
H. Marzuki, agar dimanfaatkan sebagai pondok Hingga lima tahun kemudia, 1991 dibentuk
pesantren. Madrasah Diniyah untuk anak-anak, melengkapi
sistem kitab kuning untuk para santri dewasa yang
Ponpes Nurul Ummah terdiri dari dua pondok, sudah berjalan dengan baik.
yaitu pada mulanya untuk putra dan kemudian
juga dikembangkan untuk putri. Untuk putra Pesantren Nurul Ummahat
dikelola oleh lembaga yang kemudian disebut Nama pondok pesantren di Prenggan, di bawah
Yayasan Pendidikan Putra dan kemudian dipimpin pimpinan KH. Abdul Muhaimin. Pondok
oleh KH Asyhari Marzuki untuk periode 1986- pesantren ini menyatu dengan lingkungan
2004, sebelum digantikan putranya, KH Agus pemukiman masyarakat Kotagede, sebagaimana
Muslim Nawawi. Sedangkan untuk purti dikelola dengan Pondok Pesantren Nurul Ummah.

Ensiklopedi Kotagede 99
SEJARAH

Pabeyan
Sejak ibukota Mataram berkedudukan di Kotagede, telah diberlakukan sistem
cukai atau yang dikenal dengan pabeyan. Pabeyan ditarik di pintu gerbang
pabeyan, di mana ditempatkan petugas Kraton Mataram memungut cukai
(tol) dari orang-orang yang akan masuk atau keluar Mataram.

Pintu Gerbang Pabeyan


Pintu tol sebagai jalan masuk wilayah kraton. Pada zaman Kerajaan Mataram
pernah tercatat empat pintu gerbang, yang terletak di Selimbij, Tadie, dan dua
pintu gerbang lain, salah satunya di Cailandier. Namun letak pintu gerbang
Pabeyan ini selalu mengalami pergeseran, seiring dengan perpindahan ibukota
kerajaan.

Selain sebagai gerbang tol, Pabeyan pada waktu itu juga berfungsi sebagai
tempat untuk mengurung para tawanan asing. Beberapa gerbang tol Mataram
yang disebutkan dalam berbagai sumber adalah: Jagabaya, yang terletak di
dekat laut, berdekatan dengan Sungai Bogowonto. Selimbi, terletak kira-kira
7 mil dari Salatiga ke arah Gunung Merbabu. Taji, terletak di dekat Sungai
Opak, di jalan dari Kota Mataram ke Pajang, kira-kira 2 mil di selatan Belirang
yang berada di selatan Merbabu, tepatnya di sebelah timur Prambanan.

Opak, berada 1 mil di barat Taji, Kaliajir, terletak paling dekat dengan Kota
Mataram, posisinya kira-kira di barat daya Kalasan atau timur Meguwa.
Trayem, terletak di wilayah Kedu.

Pingit, di tepi Kali Winongo, lebih kurang adalah Pingit Yogyakarta sekarang
(Catatan: pada saat itu Yogyakarta belum ada, masih berupa hutan, pusat
ibukota berada di Kotagede dan kemudian Plered).

Hingga saat ini bukti-bukti fisik keberadaan Pabeyan belum diketemukan


oleh para ahli. Namun demikian diyakini bahwa sebagai bagian penting dari
kekuasaan Mataram awal.

Pabeyan sebagaimana disebutkan dalam berbagai sumber, merupakan bagian


penting sehingga keberadaannya benar-benar diperlukan saat itu.

100 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Tugu Jam Peringatan Sunan PB X


dari Surakarta

Sunan Paku Buwana X


Sunan PB-X adalah penguasa kerajaan Surakarta Hadiningrat dari tahun 1893-1939. pada periode
pemerintahannya, kekuasaan kerajaan secara politik banyak digerogoti oleh Belanda. Oleh karena itu
untuk mempertahankan eksistensi kerajaan, PB-X mengalihkan perhatiannya pada pengembangan
sektor kebudayaan adiluhung sehingga menjadi semakin canggih. Selain itu ia juga gemar mendirikan
monumen di berbagai tempat.

Kontribusinya terdapat di Kotagede yang merupakan wilayah enclave atau tanah mencil di Bumi
Mataram, Kasunanan Surakarta bersama-sama pihak Kasultanan Yogyakarta merenovasi kompleks
Mesjid Mataram dan Pasareyan Kotagede. Untuk itu didirikan prasasti Tugu di dalam kompleks masjid.
Sementara itu, untuk menandai kekuasaan Kasunanan ini, dibangun juga Tugu Jam di Sudut tanah
mencil ini, tepatnya di pojok seberang timur Pasar Gedhe sekarang.

Ensiklopedi Kotagede 101


SEJARAH

Pakuncen
Tanah bebas pajak, karena di situ adalah makam raja-raja atau cikal bakal

Abdi Dalem Palingga


Sebutan bagi pejabat pemerintahan Kraton Mataram dalam struktur abdi
dalem yang memiliki keahlian dalam pembuatan batu bata.

Siti Dalem Pamaosan


Sebutan lain untuk tanah milik raja, di daerah Negaraagung.

Pancawara
Perputaran waktu Jawa selama lima hari, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan
Kliwon. Perputaran waktu itu disebut pula pasaran. Ini disebabkan karena
pasar-pasar tradisional di jaman dulu melakukan kegiatannya setiap lima hari
sekali. Nama-nama pasar itu pun menggunakan nama-nama sesuai dengan
hari operasinya. Sebagai misal, Pasar Legi yang hanya melakukan aktivitas
pada hari Legi saja.

Pancawarna
Disebut juga pasaran, adalah sistem perhitungan hari dalam kurun tertentu
yang terdiri atas lima hari. Berbeda dengan kalender Masehi yang terdiri atas
tujuh hari dalam seminggu dan dimulai dari Minggu hingga Sabtu, maka
pancawarna terdiri dari lima hari yaitu (1) manis, legi, putihan; (2) pahing,
abangan, abritan; (3) pon, kuningan; (4) wage, cemengan; (5) kliwon, kasih,
mancawarna.

Sejak awal ketika berkedudukan di Kotagede, dalam kerangka sistem


pertanian, Mataram memiliki berbagai instrumen pengelolaan pertanian
dan ekonomi, termasuk perhitungan hari, di antaranya adalah pancawarna
dan saptawarna. Dalam batas tertentu perhitungan hari ini secara tradisional
juga tidak terlepas dari corak Mataram sebagai negara agraris.Masing-masing
hari tadi memiliki angka yang disebut dengan neptu. Legi bernilai 5, Pahing
bernilai 9, Pon bernilai 7, Wage bernilai 4, dan Kliwon bernilai 8. Sistem ini
selain berfungsi untuk kalender, juga banyak digunakan sebagai pertimbangan
dalam beraktivitas, baik aktivitas ekonomi seperti hari pasaran (Kotagede hari
pasar jatuh pada dina legi) maupun dalam menentukan kegiatan pertanian,
seperti masa tanam, musim penanaman jenis tanaman pertanian tertentu, dan
sebagainya.

102 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Abdi Dalem Pande


Sebutan bagi pejabat pemerintahan Kraton
Mataram dalam struktur abdi dalem yang
mempunyai keahlian dalam pembuatan barang-
barang dari besi.

Kata pandhe berasal dari panday (Jawa Kuno) yang


berarti pandai. Istilah ini sering digunakan bagi
orang yang memiliki kepandaian (ahli) mengolah
suatu benda tertentu. Misalnya pandhe emas,
perak, tembaga, kuningan, besi dan kayu. Namun
secara umum pandhe diartikan sebagai pandai besi,
sejak jaman Hindu, peranan kelompok pandhe ini
memegang peranan penting dalam suatu kerajaan.

Ensiklopedi Kotagede 103


SEJARAH

104 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Ensiklopedi Kotagede 105


SEJARAH

Panekar
Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara Sultan Trenggana.Setelah Jaka Tingkir menjadi
Agung Kerajaan Mataram, yang terletak di daerah Raja bergelar Sultan Hadiwijaya yang akhirnya
Pajang. Pada masa tersebut, di daerah tersebut mendirikan Kesultanan Pajang, beliau kemudian
terdapat tanah lungguh yang menjadi hak dianugerahi tanah Mentaok (di Kotagedhe,
bangsawan Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, Yogyakarta sekarang). Bersama-sama ayahnya ia
yang berjumlah 10.000 cacah. memerintah daerah itu. Karena kraton Sutawijaya
berada di sebelah utara pasar maka dia bergelar
Panembahan Ngabehi Loring Pasar (Yang dipertuan di Sebelah
Merupakan gelar yang seharusnya bukan dipakai Utara Pasar)
oleh raja, melainkan oleh orang yang derajat
atau pangkatnya di bawah raja; Susuhunan atau Setelah Ki Gede Pemanahan meninggal tahun
Sultan. Gelar Panembahan dan Susuhunan dipakai 1575 M. Sutawijaya memberontak kepada Pajang
pemuka-pemuka agama atau para wali pada waktu tahun 1582 M dan membuat Mataram merdeka
kerajaan Mataram baru berdiri. Panembahan dari Pajang. Di Pajang sendiri, setelah mangkatnya
berasal dari kata sembah, jadi Panembahan berarti Sultan Hadiwijaya, tahta berpindah pada putranya
yang disembah atau yang menerima sembah. Pangeran Benowo, namun ia dikudeta Aryo
Sedangkan Susuhunan berasal dari kata suhun Pangiri, adipati Demak dan dijadikan adipati di
yang berarti punji. Jadi susuhunan berarti yang Jipangpanolan. Pangeran Benowo kalah, lalu ia
dipunji (ditaruh diatas kepala). Yang disembah minta bantuan Sutawijaya untuk membantunya
dan yang dipunji mengandung arti kehormatan melawan Aryo Pangiri. Setelah mengalahkan Aryo
atau penghormatan yang sama. Pemakaian gelar Pangiri, Pangeran Benowo menyerahkan pusaka
Panembahan untuk menunjukkan keagungannya. Pajang pada Sutawijaya.

Panembahan Senopati Tahun 1586 M, Sutawijaya akhirnya mengangkat


Nama aslinya ialah Danang Sutowijoyo yang juga dirinya jadi sultan dengan gelar Panembahan
dikenal sebagai Sutawijaya. Ia adalah putra Ki Senopati Khalifatullah Sayyidin Penatagama
Gede Pemanahan yang berjasa membantu Jaka (khalifah, penguasa dan penata agama). Gelar
Tingkir membunuh Aryo Penangsang, adipati Khalifatullah Sayyidin Penatagama ini juga
Jipangpanolan dalam krisis politik di Kesultanan diberikan pada raja-raja Mataram sesudahnya
Demak Bintoro pada masa akhir pemerintahan bahkan pada kerajaan-kerajaan di Surakarta dan

106 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Yogyakarta seperti Sultan HamengkuBuwana dari bertugas mendampingi pemanah. Abdi Dalem
Yogyakarta. Beliau juga mendirikan Kesultanan Panyutra ini berjumlah 44 orang.
Mataram yang berpusat di Kotagedhe. Gelar
Panembahan Senopati digunakannya karena dia Parameswari
menghormati Pangeran Benowo yang merupakan Yang berarti tuan putri yang terutama, yaitu
penerus yang sah Sultan Hadiwijaya dari untuk sebutan garwa (istri) raja. Pada zaman
Kesultanan Pajang sehingga dia tidak memakai Mataram Raja bergelar Sultan atau Sunan, sedang
gelar Sultan. parameswari dipakai untuk sebutan Ratu. Raja
berhak menentukan siapa parameswarinya,
Selama pemerintahannya ia banyak menaklukkan baik itu dari keturunan darah bangsawan atau
daerah seperti Ponorogo, Pasuruan, Kediri, tidak. Tetapi pada dasarnya, seorang raja akan
Surabaya, Madiun dan lain sebagainya, dimana memperhitungkan faktor keturunan, status
beberapa daerah tersebut merupakan daerah sosial dari calon parameswari. Sehingga dikenal
wilayah Pajang dan merasa tidak perlu takluk trahing kusuma, rembesing madu, wijining atapa,
dengan Mataram sebagai kesultanan yang baru. tedhaking andana warih (keturunan bunga,
Sutawijaya wafat tahun 1601 M dan dimakamkan tetesan madu, berbenih pertapa, dari keturunan
di Kotagedhe, dan diganti putranya Mas Jolang bangsawan).
yang bergelar Panembahan Hanyokrowati.
Seorang raja belum bisa dikatakan gung binatara,
Panumping sugih bandha, sugih bala, sugih jajahan, sugih selih,
Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara jika belum memiliki seorang parameswari. Fungsi
Agung Kerajaan Mataram, yang terletak di parameswari seolah-olah sebagai mahkota di atas
Sukawati. Pada masa tersebut, di daerah tersebut kepala raja, sehingga merupakan pelengkap saja,
terdapat tanah lungguh yang menjadi hak nasibnya tergantung kepada si pemakai. Sehingga
bangsawan Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, parameswari bisa kehilangan kedudukannya.
yang berjumlah 10.000 cacah. Bahkan bisa pula dipecat. Sehingga timbul
istilah dipun kebonaken (dikebunkan) atau
Abdi Dalem Panyutra dipun kendhangaken (disingkirkan). Pergeseran
Panyutra artinya panah, artinya prajurit pemanah. kedudukan ini berakibat pula pada penggeseran
Salah satu Abdi Dalem Prajurit Sabinan yang putra-putri dari parameswari pula.

Ensiklopedi Kotagede 107


SEJARAH

108 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Pasar Gedhe
Pasar Tradisional di Kotagede. Para ahli memperkirakan Pasar Gedhe (atau
juga sering disebut dengan Sargedhe) masa Mataram Kuno sama dengan Pasar
Kotagede sekarang. Letaknya berada di timur laut (Kampung) Kedhaton dan
di sebelah utara Alun-alun merupakan dasar dari hipotesis tersebut. Selain itu,
ketika Kotagede dibagi dua untuk Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunan
Surakarta, ada beberapa tempat yang tidak dibagi yaitu pasar, Masjid Agung,
serta Pasareyan Agung.

Kehidupan masyarakat Kotagede sebagai pedagang dan pengusaha barang-


barang industri kerajinan, merupakan naluri nenek moyangnya, karena sejak
zaman Mataram pada abad ke-16 perdagangan di Kotagede telah maju dan ramai
dikunjungi pedagang-pedagang daerah lain maupun bangsa asing. Jika dilihat
dari nama Pasar Gedhe, maka kota ini pasti pernah mempunyai peranan sebagai
pusat perdagangan sebab Pasar Gedhe dapat diartikan sebagai pusat perdagangan
yang besar.

Dalam Babad Tanah Jawi, setelah Ki Ageng Pemanahan membuka hutan baru,
Mataram menjadi pemukiman baru yang ramai sebagai tempat perdagangan,
bahkan sebagian kemudian menetap. Selain itu, laporan bangsa Eropa juga
menyebutkan bahwa di Cota Saba dan Cota Dalm, sebutan bangsa Eropa untuk
Mataram, terdapat banyak pasar. Oleh karena itu, sejak masa Mataram Awal, di
wilayah Kotagede sekarang terkenal sebagai pusat perdagangan.

Keberadaan Pasar Gedhe dapat memberi gambaran tentang masyarakat


penghuni yang melakukan kegiatan di Kotagedhe pada waktu itu berprofesi
sebagai pedagang dan pengusaha barang-barang industri kerajinan. Kepandaian
tersebut mereka peroleh dari keturunan dan naluri nenek moyangnya. Sejak
zaman Mataram pada abad 16, perdagangan di Kotagede telah maju lebih baik
dari pedagang-pedagang daerah manapun bangsa asing. Jika dilihat dari nama
Pasar Gedhe. Maka kota ini pasti pernah mempunyai peranan sebagai pusat
perdagangan, sebab Pasar Gedhe dapat diartikan sebagai pusat perdagangan
yang besar. Masyarakat Jawa, sering mengucapkan dan memberikan nama/istilah
suatu tempat tertentu berdasarkan peristiwa dan gambaran yang pernah terjadi,
sehingga muncul istilah pasar-gedhe (pasar yang besar dan ramai).

Ensiklopedi Kotagede 109


SEJARAH

Pasar Legi

Pasar Legi
Nama lain dari Pasar Gedhe. Pasar legi adalah nama Legi. Yang disebut Pasar Legi di Kotagede adalah
yang diberikan berdasarkan hari pasar, yang jatuh pasar yang berada di luar bangunan pasar, para
pada hari legi. Atau setiap lima hari sekali menurut pedagannya hanya berjualan di Kotagede setiap
kalender Jawa. Pada saat jatuh hari pasaran suasana Legi, yang memajang dan menggelar dagangannya
pasar jauh lebih ramai dibandingkan hari biasa, meluber memenuhi jalan sekeliling pasar hingga ke
dan penduduk menyebut suasana ini dengan lorong-lorong kampung sekitar. Pasar Legi adalah
istilah legen. pasar yang didominasi oleh kaum laki-laki, baik
pedagang maupun pengunjungnya. Sedangkan
Hari pasaran di Kotagede yang jatuh setiap pasaran pasar di bagian dalam yang didominasi perempuan,
Legi, yang berlangsung dari pukul 07.00- 12.00wib. tetapah pasar yang seperti biasanya, hanya jauh
dan tidak ada yang serupa itu di Yogya. Pasar yang lebih sesak oleh orang yang lalu lalang.
sehari-hari biasa-biasa saja itu mendadak menjadi
spesial sebagai sebuah peristiwa. Sebagai sebuah Bila legi tiba, segala manusia dari bayi hingga
arena pertunjukkan. orang dewasa, khususnya laki-laki pergi ke pasar
untuk rekreasi. Pedagang dari mana-mana datang
Pasar Legi membawa kegembiraan tersendiri bagi menggelar segala macam dagangan: unggas, ikan,
masyarakat Kotagede dan sekitarnya, juga sebagian batu akik, pakaian, keris, alat pertanian, jimat,
warga dari kota yang datang untuk cuci mata atau obat kuat, dolanan, kaset bajakan, sandal, sepatu,
hanya sesekali berbelanja. Kelompok pemuda di sepatu sandal, topi, poster, kalender, kunci,
kampung sebelah utara dan barat pasar, misalnya drei, tanaman hias, bibit tanaman, dompet dan
dapat mengelola usaha parkir sepeda dan sepeda kacamata, madu, buku, korek api gas, hingga
motor setiap Legi. Istilah legen menjadi istilah bambu, sangkar burung, dipan, meja, kursi, almari
yang tidak asing lagi, yang artinya pergi ke Pasar dan lain sebagainya.

110 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Pasisiran
Bagian terluar dari pembagian territorial Kerajaan telah diterapkan sejak masa Mataram awal,
Mataram, yang dibagi menjadi dua bagian. Daerah termasuk ketika berkedudukan di Kotagede yaitu
pesisiran ini juga dibagi menjadi dua bagian. Mulai sejak abad XVI.
Demak ke barat disebut Pesisiran Kulon, sedang
Jepara ke timur dinamakan Pesisiran Wetan. Pada Patuh memiliki kekuasaan dan wewenangnya
masa Pakubuwana II (Kartasura) daerah-daerah sangat besar meskipun sudah ada rambu-rambu
pasisiran itu terdiri atas: aturannya, di antaranya adalah menentukan pajak
dan penunjukan bekel. Hak dan kewajiban Patuh
Pertama, Pesisiran Kulon; Pekalongan (8.000 antara lain adalah (1) membentuk kebekelan serta
karya), Brebes + Bentar + Lebaksiyu (semua menunjuk atau memecat pemimpinnya (disebut
meliputi 3.040 karya), Tegal (4.000 karya), lurah bekel); (2) berhak menentukan siapa saja
Pemalang (2.000 karya), Batang (2.000 karya), yang mendapat bagian atas tanahnya; dan (3) di
Kendal (2.000 karya), Kaliwungu (2.300 karya), sisi lain, seorang patuh juga dapat dipecat oleh
Demak (6.000 karya). Kraton.

Kedua Pasisiran Wetan: Jepara (4.000 karya), Kalau tanah kepatuhan luas, dia mempunyai
Kudus (1.000 karya), Cengkal (700 karya), Pati pembantu yang disebut dengan patuh gaduh,
(4.000 karya), Juwana (1.000 karya), Rembang kamituwo. Dari tanah kepatuhan yang kecil
(500 karya), Pajangkungan (300 karya), Lasem sering merangkap sebagai bekel yang mempunyai
(2.900 karya), Tuban (3.000 karya), Sedayu pembantu untuk pengawasan terhadap kuli disebut
(3.000 karya), Lamongan (1.000 karya), Garesik dengan gebayan atau jugul.
(2.800 karya), Surabaya (6.000 karya), Pasuruan +
Bangil (3.000 karya), Banyuwangi + Blambangan Pangeran Pekik
+ Banyuwangi (semuanya 10.080 karya), Madura Tokoh yang dimakamkan di Banyusumurup,
(18.000 karya). merupakan putera dari Pangeran Surabaya
penguasa Surabaya pada sekitar abad 17 Masehi.
Patih Jawi Setelah Surabaya ditaklukkan oleh Mataram pada
Sebutan untuk Pepatih Dalem yang bertugas untuk tahun 1625 maka Sultan Agung memerintahkan
mengendalikan pemerintahan. Kerajaan Mataram Pangeran Pekik untuk pindah ke Mataram,
di dalam wilayah Nagariagung. selanjutnya Pangeran Pekik dikawinkan dengan adik
Sultan Agung yaitu Ratu Pandansari. Kemudian
Patih Lebet salah satu puteri Pangeran Pekik dikawinkan
Sebutan untuk Pepatih Dalem yang bertugas dengan putera Sultan Agung yaitu Pangeran
untuk mengendalikan (memimpin) pemerintahan Adipati Mataram yang nantinya bergelar Sunan
di dalam kota dan Kraton Mataram. Pada masa Mangkurat I (sehingga Pangeran Pekik menjadi
Kerta, yang menjadi Patih Lebet adalah Adipati adik ipar Sultan dan Besan). Dari Pangeran Pekik
Mandaraka. dibunuh atas perintah Sunan Mangkurat I. Babad
Tanah Jawi menyebutkan Pangeran Pekik dibunuh
Patuh bersama putra-putra dan 40 orang pengikutnya.
Pemilik tanah lungguh sebagai kompensasi
Dari sumber Belanda antara lain disebutkan bahwa
(gaduhan dalam wujud tanah pemberian raja) atas
Pangeran Pekik dibunuh pada tanggal 21 Februari
penghasilan yang seharusnya diperoleh dari jabatan
1659 bersama dua saudara, seorang putera, dua
yang dipegangnya. Sebagian hasil yang diperoleh
kemenakan dan 60 orang panglimanya.
tanah lungguh, dapat menghidupi keluarga para
pejabat pemerintahan tersebut. Sistem kepatuhan

Ensiklopedi Kotagede 111


SEJARAH

Mengenai sebab-sebab terbunuhnya Pangeran Kanjeng Ratu Pembayun


Pekik dikisahkan sebagai berikut: Putri Panembahan Senapati. Pembayun terlibat
Ketika Pangeran Pekik membawa Rara Oyi dalam gerakan politik Senopati saat menyamar
untuk diberikan kepada cucunya Mangkurat II, sebagai tledhek yang memberikan hiburan kesenian
akan tetapi Mangkurat I berminat memperistri keliling, untuk masuk ke dalam wilayah Mangir
Rara Oyi. Dari adanya kejadian tersebut maka yang lebih berorientasi ke Pajang dan kurang taat
Mangkurat I menuduh Pangeran Pekik berniat kepada Kotagede. Namun ternyata Pembanyun
memberontak terhadap kekuasaan Mataram. justru saling jatuh hati dengan Ki Ageng Mangir,
Atas perintah Mangkurat I Pangeran Pekik dan penguasa setempat, dan menikah denganya.
kaum kerabatnya beserta pengikutnya dibunuh.
Sedangkan Rara Oyi dibunuh oleh Mangkurat II Golongan Penduduk Inti
atas perintah Mangkurat I. Adalah penduduk awal atau asli Kotagede yang
kehidupan terkait dengan kerajaan. Merupakan
Pendapat lain mengatakan bahwa Pangeran Pekik penduduk Kotagede dari keturunan abdi dalem.
sebenarnya mempunyai niat untuk memberontak Penduduk inti memegang peranan penting pada
terhadap Mataram dengan berusaha bekerja waktu Kotagede masih menjadi daerah kerajaan,
sama dengan Belanda. Setelah Mangkurat I antara lain keturunan dari para abdi dalem yang
mengetahui hal ini, maka ia memerintahkan menjabat sebagai Kepala Juru Kunci. Kepala Juru
agar Pangeran Pekik dengan kerabatnya, beserta Kunci mempunyai kekuasaan atas tanah-tanah
pengikutnya dibunuh, selanjutnya dimakamkan di narawita dan pasareyan. Pada sisi lain Kepala Juru
Banyusumurup. Di bidang kebudayaan Pangeran Kunci memiliki kewenangan untuk mengatur
Pekik dikenal sebagai pencipta wayang kulit petugas-petugas dalam Masjid.
kerbau. Wayang ini mengisahkan tentang riwayat
Damarwulan, wayang ini disebut wayang Krucil. Bentuk rumah penduduk inti, mempunyai susunan
Selain itu, Pangeran Pekik dikenal pula sebagai seperti pola Kraton Jawa, dan selalu menghadap ke
pengubah suluk Damarwulan. arah selatan.

Kyai Ageng Pemanahan Pada awalnya, penduduk Kotagede memang


Juga disebut Ki Gede Pemanahan, dan kemudian terdiri atas dua golongan, yaitu penduduk inti dan
disebut sebagai Kyai Ageng Mataram, karena orang Kalang. Sekarang penduduk Kotagede lebih
dianggap sebagai cikal-bakal dinasti Mataram heterogen dengan bermukimnya para pendatang
Islam. Semasa masih di Pajang, tokoh ini tinggal di wilayah ini. Para pendatang ini disebut sebagai
di desa Manahan, sehingga disebut Ki Gede golongan ketiga di Kotagede. Penduduk inti
Pemanahan telah berjasa kepada Sultan Pajang saat adalah mereka yang sejak Mataram awal atau sejak
bersama Ki Panjawi menumpas pemberontakan Kotagede menjadi ibukota Mataram telah berperan
Arya Penangsang dari Jipang. Ki Panjawi mendapat dalam kelangsungan kehidupan Kotagede, dan
hadiah Pati, sedang Ki Pemanahan mendapat itu adalah kaum abdi dalem. Mereka beserta
Tanah Menthaok, tempat di mana ada pohon keturunannya mendapat tugas khusus menunggu
wringin putih (beringin putih). Di tempat itu dan memelihara peninggalan kerajaan ketika
dilakukan babat alas dan dijadikan permukiman ibukota berpindah ke Plered pada tahun 1640.
yang kemudian menjadi Kotagede.
Abdi Dalem Pengulon
Ki Gede Pemanahan menjadi seorang penguasa Berasal dari kata penghulu, yaitu abdi dalem
Mataram, sebagai cikal bakal Kraton Mataram yang dalam struktur Kraton Mataram yang bertugas
taat kepada Sultan Pajang, sehingga pada masanya menangani urusan yang berkaitan dengan bidang
Mataram tidak memisahkan diri dari Pajang. keagamaan. Dalam beberapa kesempatan sering

112 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

disebut sebagai Wedana Kaum, atau Penghulu barang-barang berbahan perak. Mereka juga
Gedhe. Dalam struktur pemerintahan dari yang menggarap dan penyelesaian setiap produk
Kraton Mataram, pengulon merupakan unit yang barang-baran kerajinan perak. Perajin penggarap
menangani dan bertanggung jawab sepenuhnya mempunyai kekhususan keahlian sesuai dengan
dalam urusan keagamaan yang terjadi di dalam bidangnya masing-masing. Umumnya, mereka
Kraton Mataram, dengan menggunakan landasan adalah tenaga lepas yang tidak terikat oleh
hukum Islam. Di dalam pengulon terdapat seseorang atau badan usaha tertentu.
kelompok abdidalem yang membantu tugas-tugas
penghulu dalam melayani bidang keagamaan di Keahlian yang mereka miliki umumnya diperoleh
dalam Kraton Mataram, disebut sebagai Wedana secara turun-temurun, atau dari keluarga perajin.
Mutihan. Pengulon ini dilengkapi dengan unsur Selain itu, para perajin juga bisa mendapatkan
pelaksana, yang terdiri atas Suranata, Merbot, keahlian dalam bidang seni kerajinan perak karena
Ketib, Modin, Ulu-Ulu dan Pathok Negara. magang atau menjadi pembantu pada perajin yang
Ki Penjawi sudah senior. Secara perlahan mereka menyerap
Tokoh ini adalah pasangan Ki Gedhe Pemanahan ilmu sekaligus mempraktekkannya pada saat
yang diutus untuk meredakan pemberontakan magang dan membantu.
Arya Penangsang dari Jipang. Setelah keberhasilan
mereka, Ki Penjawi mendapat hadiah wilayah Pati Perajin Pengumpul
yang pada saat itu sudah berkembang menjadi Golongan masyarakat di Kotagede yang berkaitan
pusat pesisiran, sementara Pemanahan mendapat dengan usaha kerajinan perak. Khususnya di
hutan Menthaok di pedalaman yang masih harus Kotagede, perajin pengumpul ini adalah orang
dibuka dengan susah payah, dan dikenal sangat atau golongan masyarakat yang membuat produk
angker. kerajinan atas dasar order orang lain. Jumlah
pengusaha seperti ini cukup besar di Kotagede,
Pepatih Dalem dan mereka menguasai atau membawahi beberapa
Dalam bahasa Belanda disebut Rijksbestuurder. perajin penggarap, termasuk dalam menyediakan
Merupakan sebutan untuk abdi dalem dalam bahan baku. Perajin pengumpul juga mengontrol,
struktur pemerintahan Kraton Mataram yang bahkan memberi setting khusus pada produk
mempunyai kedudukan paling tinggi. Sering juga sebelum didistribusikan ke pasar.
disebut sebagai Warangka Dalem (pengemban
tugas raja) artinya Pepatih Dalem ini adalah Perak Celeng
pendamping Raja, yang dengan patuh menjalankan Perak merah yang berkadar rendah adalah perak
tugas-tugasnya dari Raja (pemerintahan Kraton yang dicampur tembaga lebih 20% sehingga
Mataram). Pepatih Dalem ini memegang kadarnya kurang dari 800. Mulai muncul setelah
kekuasaan dan berkedudukan di kepatihan. pendudukan Jepang, ketika bahan mentah perak
sangat sukar didapat dan jika ada harganya tinggi
Sampai dengan tahun 1755, pada saat pecahnya sekali. Meski demikian para pengusaha perak
Kraton Mataram, menjadi dua kraton, dikenal dua tetap berusaha mempertahankan kelangsungan
sebutan Pepatih Dalem, yaitu Patih Jawi dan Patih perusahaannya, maka untuk mengatasinya mereka
Lebet. Selanjutnya pada tahun 1755 Patih Lebet terpaksa membuat barang-barang kerajinan perak
dihapus. yang berkadar rendah, tidak lagi 800 bahkan kurang
dari 600. Hal ini menyebabkan perak Kotagede
Perajin Penggarap mulai jatuh dan mengalami kemunduran dalam
Merupakan golongan masyaraakt yang profesinya pemasaran, sebab sebelumnya selalu menggunakan
berkaitan dengan usaha kerajinan perak. Mereka bahan perak yang berkadar tidak kurang dari 800.
adalah para perajin yang sebenarnya. Para ahli
secara teknis dalam bidang ketrampilan membuat

Ensiklopedi Kotagede 113


SEJARAH

Industri Kerajinan Perak


Kotagede sebagai kawasan idustri yang mengerjakan kerajinan logam, telah
dikenal sejak Sultan HB-VIII. Pada mulanya kerajinan dikerjakan secara
tradisional oleh beberapa perajin dan hanya berdasar pada pesanan para
bangsawan kraton. Dalam perkembanganya, kini sudah banyak masyarakat
Kotagede yang menjadi perajin, bahkan daerah ini sudah menjadi kawasan
home industry kerajinan logam, (emas, perak, kuningan, tembaga, dan kulit).
Ciri khas dari kerajinan logam Kotagede, masih mempertahankan pengolahan
dengan cara tradisional, yakni mengandalkan pada naluri dan ketrampilan
tangan perajinnya.

Pada masa kini, telah banyak pengusaha yang mengerjakan beberapa perajin
perak di tempat usaha dalam bentuk bengkel-bengkel kerja. Bahkan bengkel
kerja tersebut, menjadi ruang pamer, bagi wisatawan yang ingin melihat secara
langsung proses pengerjaannya.

114 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Desa Perdikan
Status yang ditetapkan pada suatu desa yang atau juga disebut Pakudusan. Desa-desa yang
mengemban misi keagamaan bagi Kraton Mataram. rakyatnya diberi kebebasan dari pajak dan rodi
Pada desa perdikan, biasanya terdapat makam- yang harus disampaikan kepada raja atau pejabat
makam raja dan keluarga, makam-makam yang kraton yang diberi hak atas Desa Perdikan tersebut,
disucikan, keberadaan masjid sebagai bangunan namun para pejabat kraton tersebut mempunyai
suci, dan tempat tinggal para alim ulama yang wewenang untuk menagih beban-beban pajak dan
telah berjasa bagi kraton/desa perdikan, biasanya rodi tersebut baik bagi diri pejabat tersebut, maupun
terdapat dalam ligkungan Siti Perdikan.
untuk kepentingan yang lain. Desa perdikan ini
memiliki hak-hak istimewa yang tadinya dimiliki
Menurut sifatnya Desa Perdikan dibedakan
oleh raja dalam pengelolaan desa tersebut, beralih
menjadi empat jenis, yaitu desa merdika, desa
kepada para pejabat yang diberikan hak atas tanah
mutihan, desa pakuncen, dan desa mijen. Bagi
pada Desa Perdikan tersebut, walaupun harus tetap
kraton Mataram, pembentukan Desa ini menjadi
mengakui bahwa hak tertinggi tetap pada raja.
bagian dari strategi politik kraton dengan
pemberian hak-hak istimewa, sebagai upaya untuk
Pada perkembangan hak-hak istimewa yang
kemajuan agama, pemeliharaan makam-makam
dipegang oleh para pejabat tersebut dapat menjadi
raja, keluarga raja, maupun orang-orang yang
semakin luas, karena tidak adanya pengawasan,
disucikan, pemeliharaan pertapaan, pesantren,
dan diperolehnya kesempatan untuk memperluas
langgar atau masjid, dan sebagai imbalan kepada
wilayahnya. Kondisi ini terjadi karena hak-hak
para pejabat yang telah berjasa kepada raja. Desa-
istimewa tersebut memungkinkan para pejabat
desa perdikan ini dibedakan menjadi dua karena
yang memegang hak atas Siti Perdikan tersebut
status hak isimewa yang dimilikinya, yaitu desa-
untuk dapat berdiri sendiri, tidak pernah ada
desa yang seluruh rakyat yang bermukim di
pemeriksaan, tidak ada kewajiban untuk membuat
dalamnya dibebaskan dari pajak dan rodi, namun
laporan dan menghadap ke Kraton Mataram, dan
dengan konsekuensi harus memelihara makam dan
tidak terinciya luas tanah yang menjadi hak para
menyelenggarakan berbagai upacara adat.
pejabat kraton tersebut. Selanjutnya terjadilah raja-
raja kecil dalam kraton yang berkembang dari Desa
Beberapa desa yang termasuk dalam kelompok ini
Perdikan tersebut.
adalah kampung Mutihan, atau desa Pekudusan,

Ensiklopedi Kotagede 115


SEJARAH

Perpeko Persatuan Perusahaan Perak Kotagede


Singkatan dari Persatuan Perak Kotagede. Mundurnya tentara Belanda dari Indonesia
Didirikan pada tahun 1932, tujuannya untuk pada akhir Clash II, memberi ketenangan pada
mengatur rumah tangga perusahaan-perusahaan kehidupan perusahaan perak di Kotagede.
perak, dan fungsi utamanya untuk membatasi Perusahaan perak berkembang lagi, dan untuk
adanya perpindahan buruh dari satu perusahaan memperkuat usahanya, para pengusaha pada
ke perusahaan lain, disebabkan karena tiap-tiap tahun 1951 mendirikan Persatuan Perusahaan
pengusaha perak mempunyai ukuran jaminan sosial Perak Kotagede. Adapun pendirinya antara lain
yang berbeda-beda bagi buruhnya. Akibatnya para ialah: Atmodimuljo, Muljodihardjo, Djawadi
buruh selalu mencari tempat kerja yang jaminan Kartowardojo (sebagai ketua, namun tersangkut
sosialnya dipandang paling menguntungkan. G.30.S./PKI) Persatuan Perusahaan Perak
Hal ini merupakan salah satu kelemahan dalam mempunyai anggota kurang lebih 65 perusahaan
organisasi perusahaan perak di Kotagede. Maka di Kotagede saja.
untuk mengatasinya atas inisiatif Pawirohartono
(seorang pedagang emas) didirikan Perpeko, Persatuan Perusahaan Perak ini kemudian
namun pada 1942 perpeko dibubarkan bersamaan disempurnakan lagi menjadi Koperasi perusahaan
dengan macetnya usaha perak. Perak. Perusahaan perak sebagai usaha
perseorangan, merupakan industri rumah tangga
Persatuan Pengajian Kotagede dan yang tidak memerlukan modal yang besar. Namun
Sekitarnya (PKAS) demikian, disebabkan kesulitan mencari bahan
Singkatan dari Persatuan Pengajian Kotagede perak dan pemasaran setelah Perang Dunia II,
dan sekitarnya, merupakan persatuan pengajian maka untuk mengatasinya timbullah suatu ide
masyarakat Kotagede, dan beberapa wilayah di ini mulai terwujud dengan berdirinya Persatuan
sekitarnya. Perusahaan Perak di Kotagede pada tahun 1951.

KP3Y koperasi perak

116 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Plandan
Istilah yang diberikan kepada tanah-tanah milik Kekayaannya dapat dilihat dari kesuksesan sebagai
kerajaan, dimana terdapat penyewaan tanah seorang pedagang. Sebagai pedagang emas berlian
kepatuhan (apanage) kepada orang-orang Barat. ia memenuhi seluruh kebutuhan emas Kraton
Plandan berasal dari kata Landa (Jawa. Ngoko) Yogyakarta pada masa kepemimpinan Sri Sultan
atau Landi (Jawa.Kromo), istilah untuk menyebut HB-VIII. Selain itu, ia juga mendirikan pegadaian
orang Belanda. Sebagai antonimnya adalah di beberapa daerah di luar Yogyakarta seperti di
Kejawen. Merupakan sebutan wilayah Jawa yang daerah Delanggu, Kartasura, dan Solo. Pegadaian
sudah dirambah oleh Belanda, dalam arti yang miliknya sangat dikenal oleh masyarakat Kotagede
disewakan kepada penguasa pertanian bangsa khususnya, dan masyarakat umum lainnya.
Eropa. Kotagede tidak termasuk wilayah plandan, Dia menerapkan sistem bebas waktu. Dalam
sejarah mencatat Belanda enggan menyentuh dan jangka lamanya nasabah tidak mengambil barang
mengganggu Kotagede. Bahkan pada saat Perang gadaiannya tidak dikenakan denda. Hal inilah
Jawa yang digerakkan Pangeran Diponegoro yang membuat pegadaiannya diserbu nasabah,
berkecamuk, Belanda tetap segan masuk ke sini. karena di tempat lain, bila dalam jangka enam
bulan barang gadaian tidak diambil maka barang
Plered gadaian nasabah dinyatakan hilang atau dilelang.
Merupakan petilasan (sisa peninggalan) Kraton
Mataram ketika di bawah kekuasaan Sultan Rumah milik Ki Prawira Suwarna berarsitektur
Agung Hanyakrakusuma pada tahun 1613-1645. variatif (gado-gado), campuran dari berbagai
Petilasan Plered terletak di Dusun Kedhaton, Desa model. Rumahnya berpilar Yunani memiliki saka;
Plered, Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul, model joglo, Jawa; dinding temboknya tempelan
DIY. Sebelum dipindahkan ke Plered, pusat mozaik gaya arsitektur Belanda dan Italia; ornamen
pemerintahan kraton Mataram adalah di Desa dindingnya memakai marmer dengan warna dan
Kerta Kotagede, pada zaman pemerintahan Sultan motif khas Cina. Sekarang rumah peninggalan
Agung. tersebut menggambarkan kekayaan pada masa
lampau. Terdapat di Desa Tegalgendu, Kotagede.
Ada beberapa versi yang menyebabkan terjadinya Kekayaan Ki Prawira Suwarna berlimpah ruah.
perpindahan ibukota pemerintahan Kraton Kereta kuda kesayanganya pun melambangkan
Mataram dari Kerta Kotagede ke Plered. Versi kekajayaannya, juga ia memiliki mobil dengan
yang pertama menyatakan bahwa perpindahan merk bergengsi seperti Hudson, Minerva,
tersebut disebabkan adanya pageblug (bencana, Playmouth, Chrysler, dan Fiat. Kala itu merk-merk
seperti kelaparan, penyebaran penyakit), sehingga tersebut sangat langka.
memaksa terjadinya perpindahan ibukota
Kraton Mataram tersebut. Sedangkan versi yang Pada awal usahanya, ia bukanlah seorang yang
kedua, menyatakan bahwa perpindahan tersebut istimewa. Masyarakat mengenalnya sebagai penjual
merupakan bagian dari strategi perang Sultan sayur-mayur, palawija, dan rempah-rempah.
Agung dalam melawan Kumpeni Belanda. Pada Setiap hari ia bekerja keras, mengangkat barang
zaman Amangkurat II pusat Ibukota Kraton dagangannya dan mengangkutnya dengan cikar
Mataram di Pleret ini ditinggalkan, karena ibukota (gerobak yang ditarik kuda) dari rumah ke pasar.
kerajaan dipindahkan ke Kartasura pada tahun
1670. Ki Prawira Suwarna adalah pekerja keras yang ulet.
Ia berpegang teguh pada prinsip hemat pangkal
Ki Prawira Suwarna kaya. Prinsip itulah yang telah mengantarkannya
Lahir sekitar tahun 1873 ia dikenal sebagai sebutan menjadi seorang pedagang sukses yang kaya raya.
Tembong. Ki Prawira Suwarna adalah gambaran Ia tidak hanya kaya raya dalam harta, tetapi kaya
orang kaya dari golongan orang kalang, Kotagede. pula dalam beramal. Bersedekah, dan membantu

Ensiklopedi Kotagede 117


SEJARAH

kaum miskin. Denga kekayaannya Ki Prawira


Suwarna membantu membangun beberapa mesjid
di daerah Semarang, Kudus, Temanggung, dan
tempat-tempat lain.

Ki Prawira Suwarna menjadi legenda orang kalang


yang sukses. Selama 76 tahun ia menggeluti
hidupnya. Hari Sabtu Kliwon, 2 April 1949, ia
menutup mata untuk selama-lamanya dengan
tenang dalam pangkuan istrinya.

Pringgalaya

Patih Pringgalaya merupakan adik ipar dari Paku


Buwana II, merupakan patih yang licik karena
terlibat dalam kasus pembatalan penyerahan
daerah Sukawati dari Paku Buwana II ke
Pangeran Mangkubumi. Karena Patih Pringgalaya
merasa iri terhadap R.M Sujana atau Pangeran
Mangkubumi yang dapat mengalahkan Mas Said
yang sakti, dalam sayembara yang berhadiah
tanah daerah Sukowati. Sebenarnya Paku Buwana Di hadapan raja, Pringgalaya dipandang sebagai
II rela menyerahkan hadiah itu, tetapi karena penyelamat, karena dapat memelihara keutuhan
akal cerdik Pringgalaya yang menghasut Paku kedaulatan Kartasura (Sukawati tidak jadi
Buwana II dengan alasan kalau tanah Sukowati diserahkan ke Mangkubumi) dan di mata van
diberikan kepada Mangkubumi, maka kekuasaan Imhoff ia seorang sahabat karena mampu memberi
Mangkubumi akan menjadi besar dan berbahaya jalan untuk mengadu domba bangsawan Kartasura
bagi Paku Buwana II sendiri. Tetapi Paku Buwana dengan raja.
tidak ingin melanggar prinsip sabda pandhita-ratu
tan kena wola-wali. Maka dicarilah jalan cerdik Yayasan PUSDOK
lainnya. Pada awalnya Pusat Studi dan Dokumentasi
Kotagede, didirikan pada tanggal 14 Januari 1989,
Bertepatan pada waktu itu datang Gubernur van dengan akta notaries Daliso Rudianto SH. Yayasan
Imhoff di Kartasura, dibujuk untuk menghina Pusdok diprakarsai oleh Achmad Charris Zubair,
Mangkubumi dan menuduhnya sebagai sombong Darwis Khudori, dan Waringah. Dengan modal
dan tidak pantas menjadi adik raja. Dengan awal yang sangat minim, termasuk sumbangan
demikian Mangkubumi akan mengundurkan diri dari Mitsuo Nakamura, Yayasan Pusdok pada
dan tidak mendapat hadiah. awalnya mempunyai tujuan yang sederhana, yaitu
berusaha untuk mendokumentasikan berbagai
hal tentang Kotagede, berupa : foto, peta, artikel,
buku, hasil penelitian, dan karya ilmiah (skripsi,

118 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Kotagede. Konsekuensi dari revitalisasi ini, adalah


peningkatan itensitas kegiatannya, meliputi : studi
dan kajian atas permasalahan yang berkembang
di Kotagede; dokumentasi terhadap setiap karya
yang berhubungan dengan Kotagede; dokumentasi
potensi seni budaya dalam arti yang luas, baik fisik
maupun non fisik; dan pengembangan potensi seni
budaya Kotagede.

Pada awal dari Yayasan Pusdok yang mengalami


revitalisasi ini, dipimpin oleh Achmad Charris
Zubair sebagai ketua, sekretaris Mustofa W.
Hasyim, dan bendahara Ahmad Noor Arief.
Dalam perkembangannya Yayasan Pusdok
dilengkapi dengan empat divisi, yaitu: divisi
dokumentasi, pustaka dan penerbitan, bertugas
melakukan dokumentasi terhadap potensi
Kotagede, menyusun data dalam bentuk
perpustakaan ((konvensional maupun digital),
serta mengupayakan penerbitan hasil studi, buku,
dan leaflet tentang Kotagede; divisi pengembangan
kesenian, memiliki program penyusunan data
dan potensi, kegiatan, dan pelatihan kesenian
khas Kotagede, divisi konservasi lingkungan sosial
budaya, mengembangkan program pembinaan
kesadaran atas potensi cultural Kotagede; divisi
Yayasan PUSDOK kerjasama dan pengembangan lembaga, memiliki
program pengembangan kerjasama dengan pihak
luar, pengembangan akses pasar dari potensi
Kotagede, serta pengembangan lembaga teknis
berkaitan dengan kebutuhan dan kegiatan yayasan.

Sejak tahun 1998, ketika yayasan Pusdok


bekerjasama dengan Yogyakarta Heritage Society,
semakin merangsang keterlibatan masyarakat,
dalam melakukan aktivitas dalam bidang sosial,
thesis, maupun desertasi), dengan harapan akan ekonomi dan kesenian, sehingga Kotagede menjadi
diperoleh pusat dokumentasi yang presentatif semakin ‘hidup’, dengan berbagai potensi yang
perihal Kotagede. dapat dijual dengan adiluhung untuk kesejahteraan
Kotagede. Pusdok juga mengembangkan program
Upaya dokumentasi yang terus menerus dilakukan wisata khas, berupa memahami seluk beluk
oleh Yayasan Pusdok, memberi pengaruh pada Kotagede, melalui Rambling Thru Kotagede.
keterlibatan Yayasan Pusdok sebagai nara sumber Melalui program wisata khas ini, Pusdok berharap
pada setiap sajian tentang Kotagede. Pada tahun agar terwujud wisata budaya dan religius, sehingga
1989, Yayasan Pusdok mengalami revitalisasi, setiap wisatawan dapat benar-benar menghayati
dan mengembangkan diri sebagai pusat Studi, adat istiadat, seni, dan budaya religius yang ada di
Dokumentasi, dan pengembangan Budaya Kotagede.

Ensiklopedi Kotagede 119


SEJARAH

Puspa
Boneka sebagai simbol roh si mati dalam upacara Kalang Obong. Terbuat dari
kayu jati blabag (kepingan) dengan tinggi kurang lebih 35 cm dan lebar 15
cm. Pembuat puspa ini seorang laki-laki yang masih keturunan orang Kalang.
Puspa ini dilengkapi dengan pakaian dan perhiasan sebagaimana layaknya
manusia hidup. Bila yang meninggal laki-laki puspa diberi pakaian laki-laki
sedangkan yang meninggal perempuan, maka puspa juga diberi pakaian dan
perhiasan perempuan.

Raden Rangga
Putra Panembahan Senapati yang dianggap sebagai bocah ajaib yg memiliki
kesaktian luar biasa karena saat ibunya mengandung giat melakukan tapa
brata. Karena perilakunya yang sering menentang unggah-ungguh dan ringan
tangan, dia dianggap sebagai ‘anak nakal’ yg susah dikendalikan. Bukti
kenakalannya yg masih bisa dijumpai sekarang : bekas benteng yang jebol
karena pada saat dia diminta memijit kaki ayahnya tanpa sadar keluar ilmunya
sehingga ayahnya tidak kuat dan menendangnya sampai terlontar menabrak
benteng istana. Contoh lainnya, adalah dengan entengnya dia bermain
batu tempat kakeknya, Ki Ageng Pemanahan bertapa dengan jarinya dibuat
lubang2 seolah batu itu cuma tanah liat, akhirnya batu itu terasa jadi keras
saat dia ditegur kakeknya. Kini batu ini masih ada di bekas istana Mataram
Kotagede. Karena Panembahan Senapati kewalahan dalam mendidik Raden
Rangga akhirnya dia diserahkan kepada Ratu Kidul yg berujud ular naga
waktu mengambil Raden Rangga. Wujud naga ini mungkin ‘sanepan’ karena
pengajaran di Jawa adalah memakai ‘sanepan’ atau perlambang saja.

Rara Lembayung
Anak dari Ki Ageng Giring, yang diperistri oleh Panembahan Senapati, sebagai
raja di Kraton Mataram. Perkawinan Rara Lembayung dengan Panembahan
Senapati sarat dengan unsur politis, berkaitan dengan permohonan Ki Ageng
Giring kepada Ki Ageng Pemanahan, agar pada gilirannya anak keturunannya
dapat menjadi raja di Pulau Jawa. Upaya yang dilakukan Ki Ageng Giring ini
berhasil, karena pada periode berikutnya salah satu cucu buyutnya berhasil
menjadi Raja Mataram dengan gelar Sultan Agung Anyakrakusuma.

120 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Ratu Malang
Seorang pesinden yang kondang sekaligus istri memanggil-manggil mendiang suaminya dengan
dari Ki Dalang Panjang Mas juga terkenal kata-kata, “dalem dalem, dalem....” Kata-kata
seantero Mataram waktu itu. Dalam cerita tutur tersebut oleh Sunan Amangkurat dianggap sebagai
dikatakan bahwa Ratu Malang ini dikersakake petunjuk bahwa penderitaan dan kematian Ratu
oleh Sunan Amangkurat Agung dengan terlebih Malang diakibatkan oleh ulah orang-orang dalam
dulu menyingkirkan Ki Dalang Panjang Mas. (keputren). Untuk itu maka banyak orang dari
Akan tetapi pendapat ini ditentang oleh sejarawan keputren (istri-istri) raja beserta dayang-dayangnya
Belanda, HJ De Graaf. Ketika dibawa ke dalam yang kemudian dihukum mati karena dianggap
kraton Ratu Malang sudah dalam keadaan hamil bersekongkol meracuni Ratu Malang. Jenazah
muda. Ia menjadi salah satu istri yang sangat dari orang-orang ini kemudian dimakamkan di
disayangi oleh Sunan Amangkurat Agung. Gunung Kelir.

Kehadiran Ratu Malang di lingkungan kraton Abdi Dalem Prajurit Sabinan


menimbulkan kecemburuan istri-istri raja yang Sebutan bagi abdi dalem Prajurit Sinarira, yang
lain. Oleh karena itulah ia mendapat julukan dibentuk oleh Sultan Agung, yang dikelompokkan
Kanjeng Ratu Malang karena dianggap menjadi menjadi Abdi Dalem Prajurit Sabinan untuk
penghalang (malang/merintangi) jalan bagi istri- Kabupaten Keparak Kiwa, Keparak Tengen, dan
istri raja yang lain untuk dekat dengan raja. Keparak Tengah. Abdi Dalem Prajurit Sabinan ini
dipimpin oleh Kyai Tumenggung Prawira Mantri,
Dia juga mendapat julukan Ratu Mas Malat karena dan Kyai Tumenggung Prawiraguna.
dianggap malati ‘menimbulkan tulah’. Bahkan ia
juga mendapat julukan Ratu Mas Maling karena Abdi Dalem Saragni
dianggap telah menyita (mencuri seluruh cinta Sebutan agi para prajurit yang bertugas menyiapkan
Sunan Amangkurat Agung). Tidak ada keterangan obat mimis (mesiu) dan perlengkapannya,
yang pasti siapa nama sesungguhnya dari Ratu sebagai bagian dari kelengkapan Upacara Dalem
Malang ini. Hanya disebutkan bahwa ia berasal (upacara raja) berjumlah 54 orang. Sesuai dengan
dari daerah Pajang (Surakarta). sebutannya, saragni berarti senjata api. Keberadaan
golongan abdi dalem ini menunjukkan bahwa pada
Kematian Ratu Malang yang tiba-tiba dengan gejala periode Sultan Agung sudah digunakan senjata api
yang dianggap tidak wajar (diare) menimbulkan dalam pasukan Kraton Mataram, meskipun masih
kecurigaan Sunan Amangkurat. Lebih-lebih dalam kalah jauh bila dibandingkan dengan senjata api
sakit dan menjelang ajalnya Ratu Malang selalu yang digunakan oleh VOC Belanda.

Ensiklopedi Kotagede 121


SEJARAH

Abdi Dalem Saraseja


Salah satu Abdi Dalem Prajurit Sabinan yang bertugas menjaga pintu di
saraseja selatan. Sesuai dengan sebutannya, saraseja artinya mengutamakan
ketajaman, sebagai bagian untuk mengawasi masyarakat yang melalui pintu
saraseja selatan. Abdi Dalem Saraseja ini berjumlah 44 orang.

Abdi Dalem Sarawedi


Sebutan bagi pejabat pemerintah Kraton Mataram dalam struktur Punggawa
Raja yang mempunyai keahlian dalam pembuatan barang-barang dan intan.

Panembahan Seda (ing) Krapyak


Putra Panembahan Senapati dengan istri berasal dari Pati. Nama kecilnya
Raden Mas Jolang. Disebut Panembahan Seda ing Krapyak, sebagai
peringatan karena beliau meninggal saat berlatih buru di lading perburuan
Krapyak, sebuah tempat perburuan yang didirikannya pada tahun Jimawal
1533 atau tahun 1611 M yang terletak di Desa Beringan. Seda adalah bahasa
krama dari meninggal. Panembahan Seda ing Krapyak adalah Raja Mataram
kedua mengartikan Panembahan Senapati, dengan gelar Prabu Anyakrawati.
Beliau merupakan salah satu Raja Mataram yang lemah, sehingga selama masa
pemerintahannya (1601-1613) banyak terjadi pemberontakan.

Panembahan Senapati
Raja Mataram yang pertama naik tahta pada akhir abad ke-16. Merupakan
pendiri dinasti Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing Ngalaga.
Gelar ‘Panembahan’ berarti yang disembah atau dihormati, karena prestasi
spiritualnya atau menyejajarkan dirinya sebagai pemimpin spiritual
(rohaniah), dan ‘Senapati ing Ngalaga’ berarti pemimpin pasukan perang .
Nama kecil Panembahan Senapati adalah Raden Sutawijaya atau terkenal
dengan sebutan Ngabehi Lor ing Pasar (pangeran utara pasar), yaitu putera
Ki Gede Pemanahan (Ki Ageng Mataram) yang berhasil membuka Hutan
Mentaok sehingga menjadi suatu daerah yang ramai yaitu wilayah Mataram.
Wilayah Mentaok diperolehnya dari Sultan Hadiwijaya sebagai imbalan atas
keberhasilannya memadamkan pemberontakan Adipati Arya Penangsang dari
Jipang.

122 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Pada waktu Kerajaan Pajang terjadi kekosongan kekuasaan karena Sultan


Hadiwijaya wafat, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Adipati Demak.
Berkat bantuan dari Raden Sutawijaya maka pemberontakan tersebut dapat
dipadamkan. Pangeran Benawa (putera Sultan Hadiwijaya) meminta kepada
Raden Sutawijaya untuk menjadi raja di Pajang, namun ia menolaknya. Ia
hanya ingin memiliki pusaka-pusaka keramat yang ada di Kraton Pajang
untuk kemudian dibawa ke Mataram.

Setelah berhasil membuka Hutan Mentaok menjadi wilayah Mataram dan


menjadi penguasanya, maka Panembahan Senapati kemudian mengawini
Retno Jumilah puteri Madiun, cucu Trenggana (Raja Demak yang terakhir).
Perkawinan tersebut bagi Panembahan Senapati dimaksudkan untuk
melegitimasi kekuasaannya karena ia hanya keturunan rakyat biasa dan
mengangkat dirinya ke tingkat paling tinggi di kalangan bangsawan. Selain
itu juga diciptakan mitos bahwa Panembahan Senapati mendapatkan pulung
di Lipura dan kemudian terjadi perkawianan antara dia dengan Ratu Laut
Selatan yang siap membantu apabila diperlukan.

Pada masa pemerintahan Panembahan Senapati, wilayah Mataram semakin


diperluas, hingga ke Surabaya, Madiun, Pasuruan, dan wilayah-wilayah
pesisir. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 setelah memerintah
kerajaan Mataram sejak tahun 1575 dan dimakamkan di Pasarean Mataram
atau makam Kotagede (sebelah barat Masjid Kotagede).

Panembahan Senapati sebagai pendiri dinasti Mataram serta tokoh legendaris


juga banyak diungkapkan dalam tari Jawa, antara lain dalam tari Bedhaya
Semang (lihat Semang, Bedhaya). Tari ini menurut tradisi Kraton Yogyakarta
merupakan tari sakral yang menggambarkan pertemuan suci antara
Panembahan Senapati dengan tokoh mistis Kanjeng Ratu Kidul. Akibat dari
adanya ikatan suci antara keduanya ini, menurut mitos, setiap Raja Mataram
menghadapi kesulitan dapat meminta bantuan berupa tentara halus yang tidak
tampak mata. Panembahan Senapati wafat tahun 1601 setelah memerintah
Kraton Mataram selama 26 tahun, sejak tahun 1575, dan dimakamkan
di Pasareyan Mataram yang terletak di sebelah barat Mesjid Mataram di
Kotagede.

Ensiklopedi Kotagede 123


SEJARAH

Es Sido Semi
Sabtu sore selepas asar di Kotagede, kawasan tua
di selatan Kota Jogja itu menampakan wajah
cerahnya. Maklum Sabtu adalah hari gajian.
Mereka pun berduyun-duyun mendatangi sebuah
warung di selatan masjid Agung Kotagede.

Cerita lalu selalu berulang setiap hari Sabtu, sekitar


tahun 1950-an ketika kerajinan perak Kotagede
mengalami kemajuan pesat. Orang-orang itu
adalah pekerja datang dari berbagai pelosok
mengadu nasib di kota. Saat itu pula semua
pekerjaan serasa mengalami “bulan madu”. Apa
pun jenisnya berjalan baik. Masa-masa itu pula
Warung Sido Semi berdiri.

Sederhana saja warung itu. Bahkan hanya terbuat


dari bilik bambu ditemani meja dari kursi yang
terbuat dari belahan-belahan bambu. Beberapa
stoples berisi penganan tersedia bagi para
pengunjung selagi menunggu pesanan. Menu
favorit warung itu sebenarnya juga biasa-biasa saja;
es buah dan beberapa minuman ringan. Bagi para
pekerja, berada di warung itu bukan sekedar untuk
minum es, namun sebagai tempat nyaman melepas
penat usai kerja keras.

Dalijan nama pemiliknya. Warung ini sudah


mulai berjalan beberapa tahun sebelum tahun
1950. Hanya saja waktu itu, Dalijan belum
berani membuka warungnya untuk konsumsi
umum karena masih belum tertata semua. Baik
Warung Sido Semi
tempat maupun fasilitas pendukung dagangannya.
Karena waktu itu dia lebih sibuk di usaha perak
dan tembaga. Baru pada tahun 1957 warung itu
dibuka secara resmi. Keberaniannya justru muncul
beriringan dengan semakin banyaknya para
perantau yang masuk Kotagede. Apalagi hampir
semua jenis usaha seperti perak, tenun, tembaga,
dan sungu laris semua.

Seperti mendapat inspirasi, akhirnya keberanian


membuka warung benar-benar terlaksana. Inspirasi
yang lain soal nama. Sido Semi memiliki arti semua
menjadi tumbuh dan berkembang dengan baik.
Diambil saat melihat betapa semua usaha waktu
itu berkembang, makmur dan sejahtera.

124 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Ada banyak keunikan pada masa lalu yang sampai sekarang masih berbekas. Soal menu, kemahiran
Dalijan patut diacungi jempol. Semua minuman yang disajikan sebagai menu khas warung yang ada
di Jl. Watu Canteng No. 2, Kotagede, ini diracik dengan tangan sendiri. Yang dilakukannya sejak saat
usianya masih muda.

Beberapa sudut bagian dalam warung akan membuat kita tertawa geli. Setiap meja makan dan bangku
berupa lincak bambu. Disediakan kipas yang terbuat dari anyaman bambu. Fungsinya untuk mengusir
penat dan panas sembari menunggu hidangan datang. Lalu di dinding ditempel sebuah peringatan yang
ditulis di atas sabak (alat tulis sekolah rakyat zaman Belanda) bolak-balik dalam huruf Jawa. Tulisan itu
berbunyi: Mas, bayar dulusing bener dan Yen Selasa tutup, Mas.

Daftar menu yang tertempel di dinding putih kusam itu pun masih menggunakan ejaan lama. Es ditulis
ys. Untuk satuan nominalnya masih menggunakan istilah rong gelo, telung gelo, seringgit, limang
ringgit. Penulisannya dengan satuan angka tanpa ada mata uang rupiahnya. Karena saat itu satu rupiah
belum ada. Istilahnya uang baru.

Ensiklopedi Kotagede 125


SEJARAH

Abdi Dalem Singanegara


Singanegara artinya macaning negara (harimau kraton). Salah satu Abdi
Dalem Prajurit Sabinan yang bertugas memenggal leher orang dengan
wedhung (pisau besar bersarung) bagi orang yang sudah dijatuhi hukuman
pancung, mengikat tangan dan kaki, memberangus, memicis, dan merajam.
Abdi Dalem Singanegara ini berjumlah 15 orang.

Siti Sangar
Merupakan penyebutan masyarakat terhadap areal tanah bekas kompleks
bangunan kraton Mataram di Kotagede di Selatan situs Watu Gilang. Tidak ada
orang yang berani memakai tanah tersebut karena adanya rasa penghormatan
atas leluhur maupun karena takut kuwalat. Hal ini menjadikan situs kraton
tetap terjaga hingga dibangunnya makam Hastarengga.

Siti Ageng Kiwa


Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara Agung Kerajaan Mataram,
yang terletak di sebelah kiri jalan besar Pajang-Demak. Pada masa tersebut, di
daerah tersebut terdapat tanah lungguh yang menjadi hak bangsawan Kraton
dan pejabat tinggi di Kutagara, yang berjumlah 10.000 cacah.

Siti Ageng Tengen


Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara Agung Kerajaan Mataram,
yang terletak di sebelah kanan jalan besar Pajang-Demak. Pada masa tersebut,
di daerah tersebut terdapat tanah lungguh yang menjadi hak bangsawan
Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, yang berjumlah 10.000 cacah.

Subarjo HS
Salah satu sosok penyanyi keroncong, yang telah malang melintang dalam
kegiatan pentas, rekaman, dan kejuaraan keroncong, dengan berguru pada
Kusbini yang terkenal sebagai buaya keroncong.

Subarjo HS tinggal di Boharen KG III/603 Kotagede, semasa mudanya


pernah memperkuat Orkes Keroncong Keluarga yang berdomisili di Wetan
Pasar Kotagede, dan pernah menjadi juara I Orkes Keroncong se Jawa Tengah.

Sultan Agung
Raja Mataram keempat yang memiliki nama Mas Rangsang. Beliau
memerintah dari dari tahun 1613 sampai tahun 1645. Gelarnya Sultan Agung
Hanyakrakusuma tapi lebih terkenal dengan sebutan Sultan Agung. Cucu dari
Panembahan Senopati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram (Islam).

126 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Putra sulung dari Prabu Hanyakrawati (Mas Jolang) Pada masa Sultan Agung, budaya yang di-
raja Mataram yang kedua. Beliau berkedudukan kembangkan di Jawa menurut para sejarawan
di Kartasura. Semasa pemerintahannya berhasil Indonesia kontemporer adalah budaya pedalaman
memperluas wilayah Mataram sampai hampir jawa yang berciri kejawen, feodal dan berbau
mencakup seluruh pulau Jawa. Kecuali Kesultanan mistik. Ini berbeda dengan kebudayaan pada masa-
Banten dan Batavia. Akhirnya bergesekan masa sebelumnya yang berciri perniagaan dengan
dengan kekuasaan VOC di Batavia (sekarang kesultanan dan daerah yang tumbuh di pesisir
Jakarta). Serta perselisihan dengan Sultan Banten, utara Jawa, terutama dilihat dari letak ibukotanya
Sultan Ageng Tirtayasa yang memuncak pada yang berada di pedalaman Jawa dan berorientasi
masa pemberontakan Trunajaya terhadap raja kepada laut selatan yang bersifat mistis dengan
penggantinya di mana Sultan Ageng memberikan kepercayaan pada Nyi Roro Kidul, penguasa gaib
bantuan berupa 40 pucuk meriam. di laut selatan pulau Jawa yang konon memiliki
perjanjian menikah dengan Raja-raja Mataram
Sultan Agung beberapa kali melancarkan pe- semenjak masa Panembahan Senapati sebagai
perangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat bagian dari persekutuan mistis.
dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke
VOC di Batavia, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Para sejarawan dan budayawan Sunda menyatakan
Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan sejak Sultan Agung menguasai daerah-daerah
baik di antaranya dengan kekuatan Dipati Ukur Priangan di Jawa Barat (kecuali daerah Kesultanan
dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal Banten), bahasa Sunda memiliki tingkatan yang
persawahan di sekitar Karawang, Cirebon, dan sama dengan bahasa Jawa khususnya di Wilayah
daerah pantai utara Jawa serta pengerahan armada Mataraman yakni dikenal istilah bahasa sunda
halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya
angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan
tidak dikenal.
Agung menemui kegagalan. Selain melakukan
serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan
Sultan Agung juga memadukan budaya Islam
daerah di antaranya menaklukkan Kadipaten Path’i
dengan kebudayaan Jawa bahkan kebudayaan
(Pati) dan melakukan diplomasi persahabatan
Jawa pra Islam. Di antaranya adalah menetapkan
dan persekutuan dengan Panembahan Ratu dari
Penanggalan Jawa hasil perpaduan antara Kalender
Kesultanan Cirebon.
Saka dengan Penanggalan Islam (Penanggalan
Hijriah) yang dikenal sekarang dikalangan
Beberapa kalangan sejarawan mengatakan pada
masyarakat Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga
masa ini, Sultan Agung melakukan politik represif
dikenal mendalami karya-karya Sastra Jawa
terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir
dan seni wayang, di antaranya dengan menulis
Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-
Sastra Gending dan Wayang Krucil. Pada masa
lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya
pemerintahan Sultan Agung, secara umum
yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir
dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan
utara Jawa yang diserahkan kepada VOC akibat
Mataram. Sultan Agung wafat pada tahun 1645
perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas
dan dimakamkan di Imogiri.
pemberontakan Trunajaya.

Ensiklopedi Kotagede 127


SEJARAH

Sendhang Sumber Kemuning


Kolam yang terletak di sebelah barat tembok Pasareyan Agung. Ada legenda
yang berkaitan dengan kolam mini dan dikaitkan dengan dua tokoh penting,
yaitu Panembahan Senapati dan Sunan Kalijaga. Konon, ketika Panembahan
Senapati akan membangun Kraton Mataram dengan nitik (menentukan)
lokasi calon Kraton Mataram di dalam Alas Menthaok. Pada saat Panembahan
Senapati bersemadi, datanglah Sunan Kalijaga yang bermaksud minum disana
dengan cara menusukan tombak pendek (cis) ke tanah. Bekas tusukan cis
inilah yang menjadi mata air, selanjutnya diberi nama Sumber Kemuning,
selain airnya yang bening, juga sebagai pengingat ketika Panembahan Senapati
bersemadi untuk nitik calon Kraton Mataram.

Sumber Kemuning masih dikunjungi sebagai tempat ziarah, walaupun


letaknya tertutup oleh tembok Pasareyan Agung sebelah barat.

Suranata, Abdi Dalem


Prajurit yang bertugas membawa perlengkapan Upacara Dalem (upacara raja),
seperti: sujudan (sajadah), tesbeh (tasbih), pasalatan (tempat untuk shalat).

Sengkalan Tata Samya Trusthaning Narendra


Sengkalan untuk menandai berakhirnya renovasi Pasareyan Agung. Kata tata
(atur) berarti angka 3, samya (bersama-sama) merupakan lambang angka 2,
trusthaning (kesenangan) melambangkan angka 9, dan narendra (raja) berarti
angka 1. Jika diurutkan secara terbalik, maka akan menjadi angka tahun 1923
M.

Arti kalimat sengkalan ini adalah secara bersama-sama menyenangkan hati


sang raja. Sedangkan maknanya adalah dengan diselesaikannya perbaikan
Pasareyan Agung secara bersama-sama, maka hati sang raja akan bahagia.
Peristiwa ini juga ditandai dengan sengkalan lain yang berbunyi Hastana
Pasareaning Brahmana Raja.

Tjokrosuharto
Pelopor perdagangan perak dan batik, melalui pembukaan toko souvenir
dan galeri di Yogyakarta. Nama kecilnya adalah Suyadi, namun sebagaimana
kebiasaan orang Jawa yang memasuki jenjang perkawinan dengan menikahi
Masimah - diberi nama tua Tjokrosuharto oleh keluarga besar mereka.
Pasangan ini berasal dari latar belakang yang sedikit berbeda, Suyadi berasal
dari Kotagede dengan keahlian dalam bidang seni perak, sedangkan si istri
asli Panembahan berlatar belakang keturunan abdi dalem yang menguasai
seni batik. Perkawinan ini tidak hanya menyatukan keduanya tetapi juga
membentuk usaha bersama tanpa menghilangkan kemampuan masing masing.
Berawal dengan modal usaha berupa rumah di tengah kampung pemberian
orang tua, mereka membuat kerajinan perak dan batik serta berusaha menarik
konsumen untuk datang dan berbelanja.

128 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Pakaryan perak dan batik Tjokrosuharto (Arts and Craft Tjokrosuharto) terletak di Jl. Panembahan 58
didirikan sejak tahun awal 1930an. Nama diri dipakai sebagai nama usaha merupakan kelaziman pada
masa itu dan alamat yang tanpa penyebutan jalan menunjukkan bahwa mereka berawal dari rumah
ditengah kampung tetap dipertahankan sampai sekarang. Sejak tahun 1954 lahan usaha dikembangkan
menjadi seperti kondisi sekarang ini, kondisi ini ditopang dengan keuntungan yang diperoleh dari pesanan
Bung Karno dan para tamu-tamu negara berupa peralatan minum dari perak sewaktu memerlukannya
untuk souvenir dalam setiap kunjungan ke luar negeri.

Sengkalan Toya Seliran Sembahan Jalmi


Sengkalan untuk menandai renovasi atau perbaikan kompleks pemandian atau sendang seliran Toya (air)
bermakna angka 4, Seliran (badan) melambangkan angka 8, sembahan (pujaan) melambangkan angka
2, dan jalmi (manusia) merupakan lambang untuk angka 1. Jika diurutkan secara terbalik, maka menjadi
angka 1284 H atau Tahun 1867 M. Pemugaran kolam ini juga ditandai dengan sengkalan lain yang
berbunyi wisiking trus pandhita nata.

Tujimah
Ahli sastra Arab ini adalah wanita kelahiran Kotagede, Yogyakarta, 7 Desember 1922. Menempuh
pendidikan Neutrale Hollands Meisjs School (1935), MULO (1939), HIK Muhammadiyah (1942)
semuanya di Yogyakarta. Ia mulai menderita rabun malam ketika mengajar di SMP Putri Muhammadiyah,
pekerjaan yang dilakukannya sambil kuliah di Fakultas Sastra Jurusan Sastra Timur UGM. Selesai pada
1950, ia kemudian mengambil B.A. pada School of Oriental Studies di Kairo, Mesir. Dalam keadaan
mulai buta, Tudjim, panggilan akrabnya, meraih gelar doktor dari UI, 1961. Disertasinya berjudul
Asrapr al Insapn fi Ma’rifat al-Ruph wa’l-Rahmapn (Rahasia Manusia dalam Pengetahuannya tentang
Roh dan Tuhan). Bergelar profesor sejak 1963, ia ahli yang terbilang langka dalam bidang bahasa Arab.

Bahasa Arab merupakan bidang yang telah digelutinya sejak bocah, yang lahir di lingkungan keluarga
Islam yang saleh, dari ayah yang berusaha di bidang pertenunan, dan ibu yang pedagang. Ia anak tunggal
ayahnya, yang memiliki saudara seibu lima orang. DI FS UI, ia mengajar Quran dan Hadis pada Jurusan
Bahasa Semit, di samping memberikan mata pelajaran Sejarah Islam. Menetap di perumahan dosen
UI di Rawamangun, ia dibantu sejumlah mahasiswanya untuk mempelajari buku-buku ilmiah, dengan
membacakannya.

Ia bisa membaca huruf braille, tetapi wanita yang memilih hidup sendiri ini menganggap kemampuan
itu tidak banyak membantunya untuk membaca buku-buku ilmu. Pidato pengukuhannya sebagai guru
besar tetap FS UI yang berjudul “Al Quran dan Ajaran-Ajarannya”, diterbitkan menjadi buku oleh Balai
Pustaka. Sedikit tentang Kaum Khawaridj terbit lebih awal, 1962. Sedangkan terjemahan karangan Dr.
Taha Husen, Masa Muda di Mesir, diterbitkan pada 1964.

Abdi Dalem Ulu-ulu Mesjid


Sebutan bagi abdi dalem Kraton Mataram yang bertugas untuk mengelola air yang dibutuhkan untuk
aktivitas di dalam Masjid Agung.

Abdi Dalem Undhagi


Sebutan bagi pejabat pemerintahan Kraton Mataram dalam struktur Punggawa Raja yang mempunyai
keahlian dalam pembuatan barang-barang dari ukiran kayu. Abdi dalem Undhagi ini, memiliki peran
yang sangat besar dalam menyiapkan berbagai peralatan upacara dalem yang terbuat dari kayu.

Ensiklopedi Kotagede 129


SEJARAH

Waringin Tuwa

Waringin Tuwa
Sebuah pohon beringin, ada yang menyebut Kepercayaan masyarakat perihal siapakah yang
waringin sepuh, wringin tuwa, maupun wringin menanam wringin sepuh/tuwa tersebut tidak
sepuh. Berdasarkan cerita yang berkembang di terlepas dari Sunan Kalijaga. Seorang Sunan (tokoh
dalam masyarakat Kotagede, dikisahkan bahwa agama Islam) yang mempunyai pengaruh sangat
pohon tersebut ditanam oleh Sunan Kalijaga, besar bagi beberapa kerajaan besar bagi beberapa
sebagai pertanda yang diberikan kepada Ki Ageng kerajaan di Pulau Jawa, sejak Kerajaan Demak dan
Pemanahan, di mana Kraton Mataram harus Pajang sampai dengan Kraton Mataram.
didirikan.
Sunan Kalijaga menjadi panutan dalam pengelolaan
Melewati pintu masuk pertama kompleks masjid kerajaan (politik keagamaan) maupun pengetahuan
dan makam dari jalan besar, di kiri dan kanan jalan agama Islam dari sejak Sultan Hadiwijaya (Sultan
masuk terdapat bangsal berupa bangunan terbuka Pajang), Ki Gede Pemanahan (ayah Panembahan
tempat pendatang beristirahat. Di sebelah selatan, Senapati), Ki Juru Martani dan Ki Penjawi (paman,
tidak jauh dari bangsal tersebut terdapat pohon sekaligus penasehat Panembahan Senapati), dan
beringin rindang yang dinamakan Waringin Tuwa terakhir Panembahan Senapati sebagai raja pertama
yang artinya beringin tua. di Kraton Mataram.

Waringin Tuwa ini berdiri dengan kokoh kendati Sunan Kalijaga merupakan seorang di antara
sekarang telah tumbang. Kepercayaan lama sembilan orang wali (Wali Sanga), yang menonjol
menyebutkan, jika seorang akan bepergian jauh dalam bidang budaya, keagamaan, dan kegiatan
dan memerlukan bekal kekuatan agar selamat dakwah secara berkeliling. Lagu ilir-ilir, merupakan
dalam perjalanannya, disyaratkan mencari satu salah satu lagu ciptaan Sunan Kalijaga yang
lembar daun yang jatuh ke tanah dalam posisi terkenal untuk mengajak orang-orang masuk ke
tengkurap dan satu lembar daun yang lain dalam dalam Islam.
posisi terlentang.

130 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Watu Gatheng
Menurut cerita, ketiga batu bulat ini merupakan
alat permainan bagi putra Panembahan Senapati,
yaitu Raden Rangga. Berupa tiga buah batu bulat
yang disimpan di dalam Cungkup Watu Gilang.
Watu Gatheng ini disimpan dalam satu bangunan
(cungkup) yaitu Cungkup Watu Gilang bersama
dengan Watu Gilang.

Watu Gatheng jumlahnya ada tiga buah dan dibuat


dari batu kalsit berwarna kuning. Ketiga benda
tersebut berbentuk bulat, masing-masing dengan
diameter 31 cm, 27 cm, dan 15 cm. Ketiganya
diletakkan di atas semacam lapik arca.

Watu Gatheng
Ensiklopedi Kotagede 131
SEJARAH

132 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Watu Genthong

Sebuah tempayan batu, pada masa lalu digunakan


sebagai tempat menampung air untuk berwudhu
para penasehat Panembahan Senapati. Terbuat
dari batu andesit dengan penampang bulat
telur, berukuran tinggi 50 cm dan diameter 57
cm (Inajati, 2000: 5657). Watu Genthong atau
tempayan batu ini sekarang disimpan di dalam
Cungkup Watu Gilang.

Ensiklopedi Kotagede 133


SEJARAH

Watu Gilang
Batu pipih sebagai tempat duduk Panembahan Senapati melakukan tapa
brata (bersemadi), dan menerima nasehat dari Lintang Johar. Cerita lain
menyebutkan, bahwa Watu Gilang juga pernah digunakan Panembahan
Senapati untuk membenturkan kepala Ki Ageng Mangir hingga meninggal,
yang nampak bekasnya dalam bentuk bagian sudut yang lekuk dan retak.

Watu Gilang disimpan di dalam Cungkup Watu Gilang bersama dengan Watu
Gatheng; dan Watu Genthong. Benda ini dibuat dari batu andesit berwarna
hitam dan berbentuk persegi dengan ukuran 140x119x12,5 cm. Di atas batu
tersebut terdapat beberapa tulisan dalam empat bahasa, yaitu: Latin, Perancis,
Belanda, dan Italy. Adanya berbagai tulisan dalam aneka bahasa menunjukkan
bahwa setelah ibukota dipindahkan dari Kotagede ke Pleret, Watu Gilang
bergeser tingkat kesakralannya.

Watu Gilang awalnya difungsikan sebagai tempat khusus Panembahan


Senapati dalam rangka kegiatan rohani. Pergeseran nilai ini disebabkan
karena Kotagede tidak lagi dijadikan sebagai pusat Kraton Mataram, sehingga
acara perlahan-lahan nilainya pun ikut berubah. Pergeseran tingkat kesakralan
Watu Gilang dapat dilihat pada banyaknya prasasti pendek dipermukaannya
yaitu :

ITA MOVETUR MUNDUS (Bahasa Latin),


AINSI VALE MONDE (Bahasa Perancis),
ZOO GAAT DE WERELD (Bahasa Belanda), dan
COSI VAN IL MONDO (Bahasa Itali).

Kalimat-kalimat tersebut disusun secara melingkar. Di dalam lingkaran


tersebut terdapat tulisan dalam Bahasa Latin yang berbunyi:
AD AETERNAM MEMORIAM SORTIS INFELICIS artinya kurang lebih
Watu Gilang
adalah: Untuk memperingati nasib yang tidak baik.

Selain itu, di dalam lingkaran terdapat kalimat lain yang berbunyi:


IN FORTUNA CONSORTES DIGNI VALETE, QUID STUPEARIS
AINSI, VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMITE VOS
CONSTEMTU VERE DIGNI, artinya kurang lebih adalah: Selamat jalan
kawan-kawanku. Mengapa kamu sekalian menjadi bingung dan tercengang.
Lihatlah wahai orang-orang yang bodoh dan tertawalah, mengumpatlah, kamu
yang pantas di caci maki. Sementara itu di dalam lingkaran yang lebih kecil
terdapat huruf IGM yang diduga singkatan dari IN GLORIAM MAXIMAN,
artinya: untuk keluhuran yang tertinggi.

Di dalam batu gilang tersebut juga terdapat gambar segitiga, pada sudut kanan
terdapat tulisan QUID STUPEARIS yang dilanjutkan dengan tulisan VID,
LEG, INV, dan CUR.

134 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

VID kependekan dari VIDETE artinya: lihatlah, terdapat tulisan AMELAN, di bawah tulisan itu
LEG kependekan dari LEGETE artinya: bacalah, terdapat tulisan SONGUTP. Menurut Serrurier
INV kependekan dari INVENITE artinya tulisan tersebut di atas seluruhnya dapat dibaca
rasakanlah, dan CUR kependekan dari CURRITE AMELAN (CHO) LIC.
artinya berjalanlah (mengelilingi Watu Gilang)
Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut
Mulai dari kata CONTEMNITE ke arah kiri tentang tulisan-tulisan tersebut memang sulit.
terdapat tulisan GI, IC, LX, IX, I (mungkin 1 atau Siapa penulisnya, apa maksudnya dan apakah
D). tulisan itu dalam waktu yang sejaman dan oleh
tangan yang sama, masih merupakan teka-teki.
Di depan IX terdapat tulisan seperti huruf M. selain Banyak kemungkinan jawaban diberikan tetapi
itu terdapat angka Romawi ILXIX atau CIILXIX
kebenaran seluruhnya perlu dipertimbangkan.
berarti angka tahun tahun 1569 atau 1669.
Memang demikianlah yang terjadi pada prasasti
pendek. Perlu disebut di sini bahwa disamping
Di luar segitiga besar, diatas tulisan QUID
tulisan-tulisan tersebut terdapat pula tanda tangan.
STUPEARIS INSANI terdapat tulisan VAETE

Ensiklopedi Kotagede 135


SEJARAH

Cungkup watu gilang

Cungkup Watu Gilang Wedana Jawi


Bangunan yang terdapat di Kampung Dalem dan Pejabat-pejabat tinggi pada zaman Kraton Mataram
berfungsi khusus untuk menutup peninggalan yang berada di daerah Negara Agung yang masih
purbakala berupa watu gilang, watu gatheng, dan merupakan bagian dari pusat Kraton Mataram,
tempayan batu. bertugas di bidang administrasi pemerintahan.
Wedana-wedana Jawi ini dipimpin/dikoordinir
Awalnya, cungkup ini berupa bangunan sederhana oleh Patih Jawi. Patih Jawi ini bertanggung
dan terbuka tanpa dilengkapi dengan dinding. jawab atas kelancaran jalannya pemerintahan di
Bangunan berbentuk cungkup yang menghadap ke luar daerah Kuthagara, termasuk di dalamnya
timur dengan ukuran 6,60 x 3,75 meter, tersusun pengurusan pemasukan bagi Kraton Mataram dari
dari bahan lepa (perekat dari campuran pasir dan pajak-pajak yang diperoleh daerah wewenangnya,
semen). di samping pengumpulan tenaga-tenaga laskar
dari orang-orang desa, apabila sewaktu-waktu
Bangunan cungkup (pelindung Watu Gilang dan diperlukan.
Watu Gatheng dan Watu Genthong) dibangun
pada tahun 1934 M, hampir bersamaan dengan Wedana Jawi jumlahnya sesuai dengan daerah-
Kompleks Pasareyan Hastarengga yang dibangun daerah yang menjadi bagian dari Negara Agung,
oleh Sultan Hamengkubuwana VIII. dengan nama sesuai daerah yang menjadi
wewenangnya. Sehingga ada delapan orang Wedana
Wedana Gedhong Jawi, yaitu: Wedana Bumi merupakan Wedana Jawi
Merupakan Abdi dalem di zaman Kraton Mataram yang menguasai daerah Bumi, Wedana Bumija
yang berada di bawah koordinasi Wedana Lebet. merupakan Wedana Jawi yang menguasai daerah
Wedhana Gedhong bertanggung jawab terhadap Bumija, Wedana Siti Ageng Kiwa merupakan
segala kepentingan rumah tangga Kraton, Wedana Jawi yang menguasai daerah Siti Ageng
keamanan, dan pegadilan di dalam Kraton. Kiwa, Wedana Siti Ageng Tengen merupakan
Wedhana Gedhong terdiri atas Wedana Gedhong Wedana Jawi yang menguasai daerah Siti Ageng
Kiwa (kiwa), dan Wedhana Gedhong Tengen Tengen, Wedana Sewu, merupakan Jawi yang
(kanan). menguasai daerah Sewu, Wedana Numbakanyar,

136 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

merupakan Wedana Jawi yang menguasai daerah Gedhong beserta para panekarnya berkewajiban
Numbakanyar, Wedana Panumping merupakan menerima upah dari para raja dan pajak dari semua.
Wedana Jawi yang menguasai daerah Panumping,
Wedana Panekar merupakan Wedana Jawi yang Bupati Pesisiran
menguasai daerah Panekar. Para Wedana Lebet, biasanya bergelar Tumenggung
atau Pangeran (apabila yang bersangkutan
Masing-masing Wedana Jawi bertempat tinggal di masih keluarga raja. Sebelum tahun 1628 (masa
daerah Kutagara dan dibantu oleh seorang Kliwon pemerintahan Kraton Mataram Kotagede maupun
(pepatih atau lurah-carik) yang biasanya bergelar Pleret), Wedana-wedana Lebet (Wedana Keparak)
Ngabehi, seorang Kebayan biasanya bergelar Kraton Mataram adalah: Pangeran Upasanta.
Ngabehi, Rengga atau Raden, dan 40 orang Sedangkan Wedana-wedana Lebet (Wedana
Mantri-mantri Jajar. Gedhong) Kraton Mataram adalah: Pangeran
Manungoneng dan Pangeran Suyanapura. Setiap
Untuk keperluan pengawasan langsung terhadap Wedana Lebet dibantu oleh seorang Kliwon
masing-masing wilayah Negara Agung, diangkat (pepatih atau lurah carik) yang biasanya bergelar
Bupati-bupati dan pejabat-pejabat di bawahnya. Ngabehi, seorang Kebayan, biasanya bergelar
Dalam mengurus tanah-tanah lungguh dan para Ngabehi, Rangga, atau Raden, dan 40 orang
bangsawan Kraton yang juga terdapat di daerah Mantri-mantri Jajar. Meskipun para Wedana
Negara Agung, biasanya oleh bangsawan yang Lebet menurut tugasnya adalah khusus mengurusi
bersangkutan diangkat seorang Demang atau Kyai pemerintahan dalam Kraton Mataram, tetapi
Lurah. dalam prakteknya dapat mengurusi sampai wilayah
yang lebih luas.
Wedana Keparak
Pejabat tinggi dalam struktur birokrasi pada zaman
Kraton Mataram berada di bawah koordinasi Wedana Miji
Wedana Lebet yang terdiri atas Wedana Keparak Berasal dari kata miji yang artinya memilih
Kiwa (kiri), dan Wedana Keparak Tengen (kanan). Pejabat Tinggi di dalam tata pemerintahan Kraton
Wedana Keparak bertanggung jawab terhadap Mataram, selain Wedana Lebet. Wedana Miji ini
masalah keprajuritan dan pengawas dalam sebanyak dua orang yang dipilih oleh raja untuk
pelaksanaan pengadilan yang berlangsung di mengurusi tugas-tugas tertentu. Tanggung jawab
dalam Kraton, Wedana Keparak biasanya bergelar atas tugas-tugas yang diemban oleh Wedana Miji
Tumenggung, namun ada pula yang bergelar ini langsung di bawah raja. Pada saat ini kedudukan
Pangeran, apabila yang bersangkutan masih Wedana Miji selama dengan kedudukan Bupati/
keluarga raja. Walikota (sebagai Stadhoider in the city).
Rouffaer menyebut Wedana Miji tersebut sebagai
Wedana Lebet Administrateur van het kroondomein.
Pejabat tinggi pada zaman Kraton Mataram yang
berada di daerah Khutagara bertugas mengatur tata Pada akhir pemerintahan Sultan Agung, salah satu
pemerintahan, yang terdiri atas 4 orang Wedana dari Wedana Miji tersebut adalah Tumenggung
Lebet, yaitu: Wedana Gedhong Kiwa, Wedana Danupaya, yang diganti oleh Wijiraya dalam
Gedhong Tengen, Wedana Keparak Kiwa, Wedana jabatannya sebagai Stadeholder in Mataram.
Keparak Tengen. Wedana Gedhong merupakan Sedangkan Wedana Miji yang lain (kedua) adalah
pejabat tinggi Kraton Mataram yang mengurusi Nitinegara.
masalah perbendaharaan masalah keuangan
Kraton, sedangkan Wedana Keparak merupakan Sebelumnya dikenal adanya dua orang Tumenggung
pejabat tinggi Kraton Mataram yang mengurusi Mataram (yang dimaksud adalah Tumenggung-
masalah keprajuritan dan pengadilan. Wedana tumenggung Mataram proper, yaitu Tumenggung-

Ensiklopedi Kotagede 137


SEJARAH

tumenggung dari wilayah Kutagara, yang tidak lain adalah Wedana-wedana


Miji), yaitu Tumenggung Endranata dan Kiyai Demang Yudaprana. Pada
dasarnya kedudukan kedua Wedana Miji ini adalah sangat penting, karena
bersama dengan keempat Wedana Lebet-berperan sebagai anggota Dewan
Tertinggi di Kraton Mataram. Akan tetapi pada zaman Kartasura (1744)
pengurusan daerah Narawita diserahkan kepada empat orang pejabat, dengan
dikepalai oleh seorang Wedana.

Abdi Dalem Wegeng


Sebutan bagi pejabat pemerintahan Kraton Mataram dalam Sruktur
Punggawa Raja yang mempunyai keahlian dalam pembuatan batu nisan.
Kedudukan Abdi Dalem Wegeng ini menjadi semakin penting sejalan
dengan eksistensi Kompleks Pasareyan Kotagede.

Segkalan Winayang Rasa Wisayaning Ratu


Sengkalan yang bermakna angka tahun 1566 Jawa atau 1664 M ini dibuat
untuk menandai diresmikannya Bangsal Dhudha oleh Sultan Agung. Makna
kalimatnya adalah bahwa pembangunan Bangsal Dhudha dilakukan karena
keinginan raja (inisiatif Sultan Agung). Sementara itu makna angka dalam
kalimat ini adalah: winayang (digerakkan) bermakna angka 6, rasa (rasa)
melambangkan angka 6, wisayaning (kehendak) melambangkan angka 5,
dan ratu (raja) bermakna angka 1 atau jika dibalik dan diurutkan menjadi
1566.

Peresmian bangsal Dhudha ditandai dengan dua sengkalan, yang satunya


adalah hangga-hangga tinulup nangisi putra.

Abdi Dalem Wisamarta


Salah satu Abdi Dalem Prajurit Sabinan pada zaman Kraton Mataram yang
bertugas menjaga pintu gerbang sebelah utara dan selatan pada sisi luarnya.
Wisamarta artinya meredalam bisa (wisa), maupun racun. Abdi Dalem
Wisamarta ini berjumlah 22 orang.

Sengkalan Wisiking Trus Pandhita Nata


Sengkalan dibuat untuk menandai perbaikan sendhang atau kolam Seliran.
Wisiking berarti bisikan atau ilham, melambangkan angka 6, trus berarti terus
atau langsung. Melambangkan angka 9, pandhita (pendeta) melambangkan
angka 7, dan nata (raja) melambangkan angka 1.

Jika diurutkan secara terbalik, maka akan menjadi angka 1796 tahun Jawa
atau Tahun 1867 M, sebagai tahun perbaikan Sendhang Seliran tersebut.
Makna kalimat ini adalah ilham atau bisikan yang datang langsung kepada
raja pendeta untuk memugar atau memperbaiki Kolam Seliran. Dengan kata
lain, Sri Sultan Hamengkubuwana VI telah mendapat ilham untuk memugar
sendhang.

138 Ensiklopedi Kotagede


SEJARAH

Wong Kalang untuk Kasunanan Surakarta, kecuali pasar, masjid,


Pada awalnya wong kalang hidup di beberapa dan Pasareyan Agung. Dorongan kedatangan wong
tempat, dan tersebar di Pulau Jawa, terutama kalang di Kotagede secara garis besar ada dua hal,
di beberapa di daerah Jawa Tengah. Mereka yaitu sifat pengembaraan yang turun temurun, dan
mengembara dari hutan ke hutan yang lain. Di Jawa bakat alamiah mereka dalam bidang perdagangan
Tengah, wong Kalang terdapat di daerah Sragen, dan pelayanan jasa umum, serta kewirausahaan
Sala, dan Prambanan. Sedang di Yogyakarta wong dalam berbagai bidang.
kalang ini terdapat di Tegalgendhu Kotagede.
Wong Kalang di Kotagede ini, dikumpulkan dan Pada abad XIX, wong kalang mempunyai
bertempat tinggal tetap pada waktu pemerintahan kedudukan yang penting dalam perekonomian di
Sultan Agung (kurang lebih tahun 1640). Saat Kotagede secara khusus. Mereka pada waktu itu
ini sudah sangat sulit untuk membedakan bertempat tinggal di wilayah Tegalgendhu. Mereka
wong Kalang dengan penduduk Kotagede pada menguasai perdagangan berbagai komoditi serta
umumnya. Namun apabila dicermati, dapat jasa, seperti transportasi dan pegadaian.
ditemukan adat kebiasaan dan tabiat yang berbeda
dari wong-wong Kalang tersebut. Wong Kalang Pada abad XX M, pengertian kalang dikaitkan
biasanya menggunakan barang-barang dari emas dengan tukang kayu (perajin kayu) atau petugas
dan berlian yang mewah, dan berbeda dengan kehutanan. Di Kraton Surakarta dikenal abdi
penduduk Kotagede pada umumnya pada waktu dalem kalang (tukang kayu) yang bekerja sama
menghadiri pesta maupun perjamuan yang lain. dengan abdi dalem narawreksa. Di Kraton
Yogyakarta beberapa waktu yang lalu dikenal abdi
Wong Kalang di Kotagede yang dibedakan dalem gowong. Wong kalang mendiami beberapa
menjadi dua kelompok, yaitu Kalang Obong kota dan daerah tertentu, seperti Tegalgendhu
(geseng) dan Kalang Kamplong. Kalang Obong (Kotagede), Petanahan dan Ambal di Kebumen,
mempunyai kebiasaan membakar boneka sebagai Pekalongan, Semarang, Walikukun, Madiun,
lambang orang yang telah meninggal, pada hari Tulungagung, Surabaya, dan Bayuwangi.
keseribu (nyewu). Golongan Kalang sebenarnya
sudah dikenal dalam prasasti Jawa Kuna. Prasasti Claude Guilot, sejarahwan Prancis, secara khusus
Harinjing A (804 M), misalnya menyebut Tuha melakukan studi terhadap ‘wong kalang’ dan
Kalang (ketua kelompok kalang), selain itu disebut diantaranya adalah yang menetap di Kotagede.
pula dalam prasasti Panggumulan (904 M) dengan Sebuah keluarga golongan Kalang yang menjadi
istilah Pandhe Kalang (tukang kayu). salah satu narasumbernya yaitu keluarga Asijah
Prawirosularso, menjadi akrab dengan Guliot
Pada abad XVII sebutan wong kalang muncul lagi, ketika penelitian berlangsung sehingga dengan
yaitu ketika Sultan Agung membuat wong kalang sangat ramah melayani berbagai keperluan
menetap di Jawa Tengah pada tahun 1636. Catatan penelitiannya, termasuk penginapan. Keluarga ini
bangsa Eropa tentang golongan ini antara lain menceritakan bagaimana leluhurnya mengembara
adalah bahwa mereka yang berada di Rembang dan hingga menetap di Gombong. Pada awal abad
Pati waktu itu bekerja sebagai penebang pohon. XVIII, leluhur yang masih diingat namanya, yaitu
Catatan lain lebih memperjelas keberadaan mereka Mertawangsa, memiliki perusahaan dagang dan
di Jawa Tengah, yaitu menebang dan mengangkat pegadaian, dan akhirnya pindah ke Kotagede pada
kayu; membuat “gorab” dan kapal perang; mereka akhir abad XVIII. Lokasi ini dianggap strategis
juga memiliki sejumlah ketua yang salah satunya karena, selain hanya sekitar 6 Km dari pusat
bergelar Tumenggung. Gelombang kedatangan pemerintahan Yogyakarta, juga karena Kotagede
wong kalang di Kotagede terjadi pada abad XVIII pada saat itu berada di wilayah dua pemerintahan
yang pada waktu itu telah dibagi dua, yaitu sebagian sekaligus, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
untuk Kasultanan Yogyakarta dan sebagian lagi

Ensiklopedi Kotagede 139


SEJARAH

Generasi berikutnya, yaitu Mertasetika, berperan aktif ketika perang Dipanegara. Pada waktu itu,
Kotagede selain sebagai pusat perdagangan dan ekonomi juga menjadi pusat pembuatan senjata, karena
Kotagede merupakan pusat perajin mranggi dan pandhe wesi (pande besi). Kedudukannya semakin
terpandang, sehingga salah satu anaknya yang bernama Brajasemita diangkat oleh Kraton Yogyakarta
sebagai demang pada sekitar tahun 1850. Anak perempuan Demang Brajasemita yang lahir tahun
1857 akhirnya masuk Islam dan berganti nama menjadi Fatimah. Fatimah kemudian menikah dengan
sepupunya yang tidak masuk Islam, yaitu Mulyasuwarna, pada tahun 1872.

Pasangan yang menikah pada usia 17 dan 15 tahun ini semakin akrab dengan kalangan istana Kraton
Yogyakarta karena keduanya memang ulet dan memiliki jiwa wirausaha yang besar. Pasangan ini kaya raya
juga memiliki status yang tinggi di kalangan masyarakat Kotagede. Tidak mengherankan jika anaknya,
Prawirasuwarna, yang lahir pada tahun 1873 ketika remaja begitu leluasa keluar-masuk istana Yogyakarta,
termasuk bermain-main dengan pangeran yang nantinya menjadi Sultan Hamengku Buwana VIII.

Keluarga ini semakin kaya ketika mendapat hak mengelola rumah gadai, meskipun rumah gadai ditutup
pada awal abad XX. Hak ini diterima dari Kraton Surakarta yang tetap mempertahankan lembaga
pegadaian di wilayahnya, termasuk Kotagede. Mereka terus membeli hak mengelola rumah gadai hingga
berjumlah sebelas dan pengelolaannya dititipkan kepada kerabat-kerabatnya. Pelanggan terbesarnya
adalah keluarga ningrat sehingga perusahaan mereka benar-benar mirip sebuah bank swasta yang sukses
dan ini juga berkat dukungan anaknya yang bernama Noerijah.

Di samping itu, bisnis lainnya, yaitu perdagangan emas dan berlian juga berkembang sama baiknya
sehingga keluarga ini menjadi semakin kaya dan terpandang. Van Mook bahkan menulis bahwa pada saat
itu Kotagede menjadi pusat perdagangan yang terbesar di Hindia Belanda.

Pusat permukiman mereka ada di Tegalgendhu dengan gaya bangunan yang khas Eropa dengan dominasi
mosaik dan tegel yang mewah. Mereka bahkan memiliki pembantu wanita dari keturunan Tionghoa dan
Eropa, sebuah gengsi yang sangat tinggi.

Pada masa pendudukan Jepang, keluarga ini mengungsi dari Tegalgendhu menuju sebuah dusun yang
jaraknya sekitar sepuluh kilometer dari Kotagede. Selain penjarahan, harta berupa emas dan berlian
yang dititipkan kepada orang asing untuk diselamatkan di Amerika Serikat, tidak dapat diambil kembali
setelah perang usai. Dengan dukungan anaknya Noerijah, Prawirasuwarna berusaha membangun kembali
kedudukan dan perannya dalam roda ekonomi, dan selama itu pula mereka mendukung keluarga Sultan
Yogyakarta.

Ketika Indonesia Merdeka dan Belanda kembali ke Indonesia, pemerintahan Soekarno untuk sementara
pindah ke Yogyakarta. Sultan Yogyakarta bersedia memberikan perlindungan dan dukungan dana kepada
pemerintah yang masih miskin ini, dan seperti biasanya, dukungan dana juga melibatkan golongan
Kalang. Namun, pasca perang menyebabkan keluarga itu terpisah-pisah sehingga tidak sekuat dulu lagi.

Kerugian akibat perang ditambah dengan pembauran wilayah Yogyakarta dengan Republik Indonesia
yang antara lain juga berdampak kepada nasionalisasi rumah-rumah gadai, mendorong keluarga ini
mengubah haluan bisnisnya. Bidang usaha yang mereka geluti setelah itu adalah bidang wisata, khususnya
perhotelan dan biro perjalanan, serta angkutan termasuk perusahaan bis. Mungkin sebuah kebetulan,
jika akhirnya keluarga Kalang ini kembali mengikuti jejak leluhurnya di bidang usaha angkutan.

140 Ensiklopedi Kotagede

Anda mungkin juga menyukai