SEJARAH
SEJARAH
S
ejarah di dalam Ensiklopedia ini dimaknai sebagai peristiwa-peristiwa
sejarah, atau tokoh-tokoh terkemuka, yang berkaitan dengan Kotagede.
Peristiwa atau tokoh tersebut penting untuk diketahui masyarakat
luas, karena dapat memberikan inspirasi yang memperteguh jati diri
masyarakat. Selain itu, dengan diberikan informasi dalam Ensiklopedia ini
tentang suatu peristiwa atau seorang tokoh, diharapkan pengetahuan tentang
peristiwa atau tokoh tersebut akan abadi, dapat diperoleh sepanjang masa.
Ensiklopedi Kotagede 65
SEJARAH
Abdi Dalem
Abdi Dalem
Pejabat atau birokrat sampai pembantu, dari Sampai sekarang tetap ada beberapa tempat yang
yang paling tinggi hingga yang paling rendah, diurus oleh abdi dalem seperti Pasareyan Agung,
yang mengabdi atau membantu raja baik dalam Kompleks Pasareyan Hastarengga, dan cungkup
urusan kehidupan kenegaraan maupun kehidupan watu gilang. Para abdi dalem juru kunci di Kota
pribadi. Abdi dalem memegang peran besar Gede sekarang adalah abdi dalem dari Kraton
dalam pemerintahan pada masa kerajaan, baik Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Menurut tradisi
semasa kerajaan Mataram-Islam maupun pada setempat, mereka adalah keturunan para abdi
masa Kesultanan Ngayogyakarta dan Kesunanan dalem masa kerajaan Mataram-Islam. Di dalam
Surakarta. Dalam struktur sosial di Kota Gede, menjalankan tugas, mereka mempunyai hierarki
mereka merupakan golongan penduduk inti yang tersendiri. Abdi dalem pada zaman dulu tinggal
memiliki peran sentral, karena mereka menjadi berkelompok sesuai dengan tugas mereka. Hal ini
cikal-bakal penduduk Kotagede pada masa-masa dapat diketahui berdasarkan keberadaan toponim-
berikutnya. toponim yang mencerminkan jenis pekerjaan
masyarakat penghuni toponim tersebut.
66 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Ensiklopedi Kotagede 67
SEJARAH
68 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Ukur, dan berupaya memenuhi kebutuhan logistik dengan Kahar Muzakkir dan Faried Ma’roef
dengan membuka areal persawahan di daerah ia ditangkap oleh Belanda pada masa Perang
pantai utara Jawa, serta mengerahkan armada Dunia II, karena dituduh mengadakan gerakan
angkatan lautnya. Namun kedua serangan tersebut untuk menggulingkan pemerintahan Belanda.
menemui kegagalan, antara lain karena penyakit Mereka bertiga dijatuhi hukuman mati, tapi
dan penggunaan senjata api oleh pasukan VOC. lolos dari eksekusi karena pemerintah Belanda
dijatuhkan oleh Jepang. Pada masa penjajahan
Sultan Agung juga melakukan diplomasi per- Jepang ia menjadi anggota delegasi Majelis Islam
sahabatan dan persekutuan dengan Panembahan A’la Indonesia (MIAI). Atas jasanya, pemerintah
Ratu dari Kasultanan Cirebon. Selain itu, ia juga Indonesia penghargaan sebagai salah seorang
memadukan budaya Islam dengan budaya Jawa, di perintis kemerdekaan.
antaranya dengan menetapkan Penanggalan Jawa,
yang merupakan hasil perpaduan antara kalender Pada tahun 1960-1963 Ahmad Kasmat
Saka dengan kalender Hijriah. Penanggalan Bahuwinangun menjadi Rektor UII, menggantikan
Jawa tersebut masih hidup sampai sekarang di Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir. Dalam masa
kalangan masyarakat Jawa. Sultan Agung juga kepemimpinannya UII berkembang lebih maju,
dikenal mendalami karya-karya sastra Jawa, dan dengan dibukanya Fakultas Syari’ah, Fakultas
seni wayang, di antaranya dengan menulis Sastra Tarbiyah, cabang UII di luar Yogyakarta, dan
Gending dan Wayang Krucil. diperolehnya status bagi fakultas-fakultasnya.
Ensiklopedi Kotagede 69
SEJARAH
70 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Ensiklopedi Kotagede 71
SEJARAH
As’ad Humam
Muballigh, penyusun buku Iqra’ dan pelopor
Gerakan TK Al Qur`an di Indonesia. Akrab
dipanggil Pak As, lahir di Kotagede, 1933
dari pasangan H.Humam bin H. Siradj dan
Hj.Dalimah binti Somoharjo. Setamat SD
Muhammadiyah Kleco, Kotagede tahun 1948, me-
lanjutkan ke Muallimin Muhamadiyah Kotagede,
dan menamatkan pendidikan SMP dan SGA
Muhamadiyah di Ngawi.
72 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Bahoewinangun
Seorang pedagang permata yang khusus melayani kebutuhan kraton Yogyakarta
sebelum PD II. Ia adalah putera Raden Ngabehi Djojoniman atau Raden Amaddalem
Hanomtapsir I, abdi dalem kraton. Karena sering mendapat pesanan barang-barang
permata, perhiasan dari emas dan perak, maka pada tahun 1918 keluarga tersebut
mendirikan perusahaan perak, dengan inisial P.H. Pada masa jayanya P.H. sangat
dikenal, dengan pelanggan baik dari kalangan kraton Yogyakarta maupun dari
kalangan orang-orang Belanda, karena sangat menjaga mutu bahan dan estetika
produk.
Bupati Nayaka
Sebutan untuk pejabat tinggi atau kerabat raja yang diberi kewenangan untuk
mengepalai daerah kekuasaan. Kompensasinya berupa tanah lungguh yang berstatus
tanah gaduhan, yang berada di dalam wilayah negaragung. Sejak pemerintahan Sultan
Agung semua bupati nayaka ini diwajibkan bertempat tinggal di dalam kuthagara
(wilayah ibukota) agar mudah dikontrol, dan mencegah upaya melepaskan diri dari
pemerintahan pusat .
Bupati Pasisiran
Sebutan bagi para pejabat tinggi yang diberi kewenangan untuk mengepalai daerah
Pasisiran yang termasuk wilayah kekuasaan Mataram-Islam. Pasisiran atau pesisir
merupakan sebutan bagi wilayah yang berada di kawasan pantai utara Pulau Jawa.
Buldanul Khuri
Tokoh perbukuan, penerbitan dan desain grafis Indonesia. Lahir di Kotagede, 1965
dan menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA, di lingkungan Muhammadiyah
Kotagede, lalu melanjutkan studi di Jurusan Desain Komunikasi Visual Sekolah
Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI). Minatnya pada buku dipengaruhi oleh
lingkungan sosial budayanya.
Setelah menyelesaikan studi, ia mendirikan biro desain Aula Graphics Desain. Pada
tahun 1992 ia mendirikan PT Bentang Intervisi Utama yang bergerak di bidang
desain grafis, penerbitan, dan percetakan. Tahun 1994 ia mendirikan Yayasan
Bentang Budaya yang mengkhususkan diri pada penerbitan buku dengan tema
seni, budaya, dan filsafat. Sumbangan besarnya adalah memunculkan desain artistik
sebagai bagian penting untuk menarik minat calon pembaca, dan menciptakan citra
khusus bagi penerbit.
Abdi Dalem Blandhong
Abdi dalem yang mempunyai keahlian dalam mencari kayu yang bagus untuk
keperluan-keperluan tertentu, sampai pada cara menebang dan memotong-motong
kayu. Sebutan blandhong ini selanjutnya juga digunakan bagi orang-orang biasa
yang berprofesi sebagai penebang dan pemotong kayu.
Ensiklopedi Kotagede 73
SEJARAH
74 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Taman Danalaya
Taman yang dibangun sebagai perlengkapan Kraton Mataram oleh
Panembahan Seda ing Krapyak. Meskipun secara fisik tidak dapat
dijumpai lagi, dan toponim yang terkait dengannya juga tidak
ada, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa di Kotagede
terdapat taman kerajaan yang disebut dengan Taman Danalaya.
Ensiklopedi Kotagede 75
SEJARAH
76 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Ki Ageng Giring
Ensiklopedi Kotagede 77
SEJARAH
Abdi Dalem Gladhag Tanah Jawi bahwa sebagai pemuda Desa Tingkir
Abdi dalem yang bertugas membersihkan bagian ia melamar menjadi prajurit di Demak. Karena
luar tembok kraton dan mengangkut barang- kesaktiannya ia diterima, dan kemudian menjadi
barang yang diperlukan oleh raja, khususnya pada penyeleksi prajurit baru. Ia dikisahkan memiliki
waktu upacara dalem. kesaktian tinggi dan berhasil mengalahkan buaya-
buaya di Semanggi, salah satu penggal Bengawan
Abdi Dalem Gowong Sala, saat naik rakit bambu mengarungi sungai
Abdi dalem yang memiliki keahlian di bidang tersebut. Dia juga mampu mengatasi lembu yang
bangunan, khususnya bangunan konstruksi bata. sedang mengamuk.
Sengkalan Guna Paksa Hanrus ing Bumi Setelah melalui upaya yang berliku, Mas Karebet
Sengkalan lamba yang berarti ’manfaat menikah dengan salah seorang putri Sultan
pengetahuan yang berlanjut di bumi’ ini terdapat Trenggana, raja Demak. Selanjutnya, Mas Karebet
di Pasareyan Agung Kotagede, dan menunjukkan diberi kekuasaan untuk memimpin daerah Pajang
waktu perbaikan yang dilakukan oleh Sri Sultan semasa Demak diperintah oleh Sunan Prawoto,
Hamengku Buwana VIII. Kata guna (manfaat) iparnya. Ketika Sunan Prawoto terbunuh pada
melambangkan angka tiga, paksa (sayap, pe- tahun 1561, Arya Penangsang -- cucu Raden Patah
ngetahuan) melambangkan angka dua, hanrus dari jalur Pangeran Seda Lepen -- mengambil alih
(berlanjut) melambangkan angka sembilan, ing tampuk pemerintahan. Hal ini menimbulkan
(di) sebagai kata depan, dan bumi melambangkan konflik karena yang berhak atas tahta adalah istri
angka satu. Jadi sengkalan ini melambangkan Mas Karebet.
tahun 1923 M (1853 Jawa). Makna asosiatif
sengkalan tersebut merupakan peringatan kepada Dalam konflik tersebut Mas Karebet dibantu
manusia, bahwa semua amal pengetahuan yang anak angkatnya yaitu Sutawijaya yang anak
bermanfaat bagi sesama makhluk Tuhan tidak akan kandung Ki Ageng Pemanahan, dengan janji akan
putus pahalanya walau telah meninggal dunia. diberi hadiah separuh wilayah Mentaok apabila
perjuangan berhasil. Sementara itu, Mas Karebet
Abdi Dalem Inggil dinobatkan sebagai penguasa baru dengan gelar
Abdi dalem yang mempunyai keahlian khusus Sultan Hadiwijaya. Ia juga memimdahkan pusat
sebagai perawat gamelan. pemerintahan dari Demak ke Pajang di pedalaman,
dan Demak hanya menjadi kadipaten dipimpin
In Fortuna Consortes Digni Valete Arya Pengiri, putra Sunan Prawata.
Prasasti yang terdapat pada permukaan Watu
Gilang berhuruf Latin, berbahasa Latin: In Mataram yang dibangun Sutawijaya di Mentaok
Fortuna Consortes Digni Valete, Quid Stupearis berkembang pesat, bahkan lama-kelamaan menjadi
Ainsi, Videte Ignari Et Ridete, Contemite Vos sekuat Pajang hingga Sutawijaya enggan mengakui
Constemtu Vere Digni. Artinya “Selamat jalan kekuasaan Pajang. Timbullah konflik antara Sultan
kawan-kawanku. Mengapa kamu sekalian menjadi Hadiwijaya dan Sutawijaya. Sepulang dari suatu
bingung dan tercengang. Lihatlah wahai orang- pertempuran dengan Mataram, Sultan Hadiwijaya
orang bodoh dan tertawalah, mengumpatlah, terjatuh dari gajah, dan sakit berkepanjangan,
kamu pantas dicaci maki”. hingga wafat di kraton Pajang. Maka, kesempatan
ini diambil Sutawijaya untuk memaklumkan
Jaka Tingkir Mataram sebagai pemegang kekuasaan. Pajang
Seorang pemuda yang berasal dari daerah Tingkir selanjutnya hanya menjadi kadipaten di bawah
(dekat Boyolali sekarang). Ia juga dikenal sebagai Mataram, dengan adipati Raden Benawa (putra
Mas Karebet, yang kemudian menjadi Sultan Hadiwijaya yang juga ipar Sutawijaya).
Hadiwijaya dari Pajang. Diriwayatkan dalam Babad
78 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Ensiklopedi Kotagede 79
SEJARAH
Kalang Kamplong
Suatu golongan dalam komunitas Orang Kalang.
Golongan Kalang kamplong/kaplong merupakan
kelompok keluarga dari jalur perempuan, tidak
berhak untuk melaksanakan upacara obong, tetapi
berhak untuk melakukan upacara yang lain, karena
mereka dianggap sudah tidak murni lagi. Hal ini
terjadi karena seorang wanita Kalang kawin dengan
orang di luar golongan Kalang Obong, atau di luar
golongan Kalang secara umum.
Kalang Obong
80 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Dalam perkembangannya, kelompok Kalang di Kota Gede secara ekonomis melejit ke atas. Mereka
berkembang menjadi pengusaha sukses di bidang batik, transportasi, perhiasan, dan pegadaian.
Keberhasilan dalam bidang ekonomi mendorong mereka berkeinginan untuk membangun rumah-
rumah yang megah, tetapi sesuai dengan tata krama Jawa pada waktu itu status sosial mereka tidak
mendukung keinginan tersebut. Akibatnya, rumah orang Kalang pada masa lalu tidak sepenuhnya
mengikuti arsitektur tradisional Jawa, melainkan bercampur dengan arsitektur Barat.
Ensiklopedi Kotagede 81
Omah Kalang
SEJARAH
82 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Kota Perak
Nama lain Kotagede yang diberikan karena perak mencapai puncaknya sekitar tahun 1935-
berkembangnya industri rumahan, berupa 1938. Sebagai gambaran, pada masa itu selama
kerajinan dengan bahan utama perak. Hasil satu tahun tidak kurang dari 25.000 kilogram
kerajinan Kotagede semula dikerjakan untuk perak diproses oleh 70-an perusahaan perak yang
memenuhi kebutuhan para bangsawan dan mempekerjakan tidak kurang dari 14.000 pekerja.
kraton, terutama pada waktu pemerintahan
Sultan Hamengku Buwana VIII dari Kasultanan Di dalam buku wisata, julukan sebagai “kota
Yogyakarta. Dalam perkembangannya, hasil perak” ini nampaknya lebih terkenal daripada
kerajinan perak Kotagede akhirnya mendapat nilainya sebagai salah satu kota lama di Jawa yang
pesanan dari konsumen di luar lingkungan kraton, mempunyai nilai sejarah tinggi. Dengan demikian
bahkan sangat dikenal di luar negeri. Kerajinan wisatawan kurang minatnya terhadap sejarah dan
perak Kotagede begitu terkenalnya, sehingga kota jejak-jejaknya, mereka lebih tertarik datang ke
ini sering disebut sebagai “kota perak”. Kerajinan Kotagede karena kerajinan peraknya.
Ensiklopedi Kotagede 83
SEJARAH
Lipura
Nama tempat di Kalurahan Gilangharja, Kecamatan Pandak, Kabupaten
Bantul. Tempat ini dikenal sebagai tempat Panembahan Senapati dahulu
bertapa. Ketika itu ia ditemani oleh lima orang pengiringnya. Di Lipura ada
batu yang disebut sela kemlasa, atau palenggahan gilangharja yang menurut
kepercayaan masyarakat merupakan tempat sholat Panembahan Senapati.
Sela kemlasa tersebut berupa batu andesit empat persegi panjang dengan alur
memanjang sejajar dengan panjang batu. Sekarang batu tersebut tersimpan di
dalam sebuah bangunan.
Tampaknya Lipura memang suatu tempat yang berarti bagi dinasti Mataram,
karena selain tempat bertapa Panembahan Senapati, juga pernah dipakai
untuk membuang Pangeran Adipati Anom pada masa pemerintahan Sunan
Amangkurat I. (Sesampun ing pejah estri wau, pangeran dipati lajeng
katundung dateng ingkang rama, kadalemaken ing Lipura).
84 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Rumah Joglo
Lurah Juru Kunci
Merupakan jabatan puncak atau kepala abdi dalem Khusus Pasareyan Agung yang sejak palihan nagari
juru kunci di zaman Kraton Mataram. Kepala menjadi pasareyan bersama antara Kasunanan
juru kunci mempunyai peran yang penting sejak Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, diketuai
mendapat tugas itu, dia mempunyai kekuasaan oleh dua kepala juru kunci yang berasal dari kedua
atas beberapa wilayah di Kotagede, termasuk kraton. Kepala juru kunci mendapat tanah lungguh
tanah lungguh dan pasareyan. Bahkan dalam batas berupa sebidang tanah untuk tempat tinggal dan
tertentu, pada awalnya kepala juru kunci juga pekarangan. Rumah mereka biasanya berarsitektur
berperan dalam mengatur petugas-petugas Masjid tradisional Jawa bentuk joglo.
Agung, seperti pengulu, ketib (khatib), modin,
ulu-ulu masjid.
Ensiklopedi Kotagede 85
SEJARAH
Mancanegara
Merupakan daerah di luar negaragung, dan tidak termasuk daerah Pasisiran.
Wilayah Mancanegara ini tidak dijadikan tanah lungguh bagi bangsawan
dan pejabat tinggi Kraton Mataram. Di samping karena letaknya yang terlalu
jauh dari pusat kerajaan, wilayah tersebut tetap diberikan otonomi karena
tanahnya yang kurang subur. Oleh karena itu, pemerintahan wilayah-wilayah di
mancanegara tetap dipegang oleh para bupati mancanegara, tetapi pada kurun
waktu tertentu (paling tidak setiap Garebeg Mulud) harus menyerahkan pajak
ke Kraton Mataram.
Daerah Mancanegara terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Kulon (barat),
dan bagian Wetan (timur). Secara keseluruhan mencakup Banyumas, Madiun,
Kediri, Japon (Surabaya bagian barat-daya), Jipang (Bojonegoro), Grobogan,
Keduwang (Wonogiri/tenggara Surakarta). Dalam Serat Pustaka Raja Puwara,
disebutkan, bahwa daerah Mancanegara Kraton Mataram terdiri atas: Daerah
Mancanegara Kulon, dan Daerah Mancanegara Wetan.
86 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Adipati Mandaraka
Gelar yang diberikan oleh Panembahan Senapati
kepada Ki Juru Martani setelah ditahbiskan sebagai
patih Kerajaan Mataram.
Ensiklopedi Kotagede 87
SEJARAH
Haji Masyhudi
Haji Masyhudi
Seorang ahli fiqih, tafsir, tasawwuf, dan ushuluddin. Ia seorang yang kaya namun tetap sederhana. Satu
Dikenal sebagai pendiri Syarekatul Mubtadi, Krida petunjuk tentang kekayaannya yakni 2,7 % dari
Mataram, dan penggerak utama Muhammadiyah semua tanah kediaman di RK Prenggan (yang
Kotagede. Ia lahir di kampung Boharen, Kotagede kini masih kelurahan) dan RK Basen di Kotagede
sekitar tahun 1888, sebagai anak H.Mukmin. tercatat atas namanya atau anggota-anggota
Nama kecilnya Rusdi. H. Mukmin, adalah keluarganya terdekat. Menurut buku catatan tanah
pedagang besar bahan katun dan kain untuk batik, Kantor Kecamatan Kotagede: dua bidang tanah
mempunyai toko besar di daerah Danurejan, salah untuk rumah dan tokonya, sebidang tanah yang
satu daerah perdagangan utama di Yogyakarta. luas untuk Mushala (masjid wanita), sisanya terdiri
dari toko-toko dan rumah-rumah yang disewakan
Pendidikan Rusdi dimulai dengan masuk sekolah di tanah terbuka. Garasi untuk mobil-mobilnya
dasar kelas dua (sekolah rakyat angka loro) di cukup luas, belakangan digunakan untuk Kantor
Keputran, Yogyakarta, yaitu sekolah untuk anak- Urusan.
anak priyayi. Hal ini sangat jarang bagi anak-anak
Kotagede seusianya. Selanjutnya ia menimba ilmu
agama di berbagai pondok di wilayah Yogyakarta,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
88 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Kerajaan Mataram
Kerajaan Islam yang dirintis oleh Kyai Ageng pengangkatan Patih dan Bupati Pasisiran harus
Pemanahan mulai 1575. Namun, yang resmi persetujuan Kompeni (VOC); rakyat Mataram
menjadi penguasa pertama adalah Panembahan tidak boleh membangun perahu; pelayaran
Senapati. Pada masa pemerintahannya, nusantara dimonopoli VOC; perdagangan
Panembahan Senapati berupaya untuk memperluas nusantara dikuasai VOC.
wilayah kekuasaannya, sehingga untuk itu Mataram
sering melakukan berbagai peperangan. Dengan klausul tersebut berarti dari sisi Mataram
terhapuslah visi bahari dan niaganya. Tegasnya
Kebijakan politik untuk memperluas wilayah kedaulatan atas laut dan kendali perdagangannya
Kraton Mataram ini, tetap berlangsung dan hilang. Mataram tidak bisa berlayar bahkan tidak
mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan bisa memiliki kontrol lagi terhadap wilayah pesisiran
Sultan Agung. Waktu itu wilayahnya meliputi yang punya nilai strategis. Meskipun Mataram
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa adalah sebuah kerajaan agraris pedalaman, namun
Barat. Sultan Agung juga pernah berupaya tanpa akses ke laut telah membuat Mataram tidak
untuk dapat menguasai Batavia sebanyak dua memiliki kedaulatan yang cukup untuk bertahan
kali yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Namun sebagai kerajaan besar.
serangan mengalami kegagalan, karena logistik
yang dipersiapkan dihancurkan terlebih dahulu Mataram praktis habis menjelang tahun 1750 saat
oleh VOC, serta karena ada wabah penyakit yang disepakati ”perjanjian kecil” yang tidak rasional
menyerang prajurit Mataram. dengan pihak Belanda, yang memanfaatkan
kondisi kesehatan Paku Buwana II yang saat itu
Sejak itu pengembangan wilayah Kraton Mataram sedang sakit. Dalam perjanjian itu disebutkan
dialihkan ke luar Jawa, sehingga wilayahnya bahwa sepenuhnya Mataram diserahkan ke VOC,
mencapai Palembang, Jambi, dan Banjarmasin. dan raja baru akan dinobatkan oleh Belanda yang
Politik pemerintahan Kraton Mataram ini pada akan meminjamkan Kraton Mataram kepada
dasarnya merupakan bagian dalam peningkatan di sang raja. Artinya, Kraton Mataram terhapus
bidang sosial ekonomi, khusunya dari kemajuan sudah, tinggal sebagai kerajaan boneka. Perjanjian
dalam perdagangan beras. tersebut menjadi keberatan bagi pihak Mataram
yang beranggapan bahwa Paku Buwana II
Mataram mencapai puncak kebesarannya pada membubuhkan tanda tangan saat dalam kondisi
masa Sultan Agung. Sepeninggalnya, kekuasaan tidak cakap, dan sebenarnya sudah mengundurkan
Kraton Mataram berangsur susut. Selain karena diri dari kedudukan raja.
adanya intrik-intrik internal yang silih berganti,
kemerosotan Mataram dipercepat oleh kehadiran Situasi itu membuat Pangeran Mangkubumi
Belanda di Tanah Jawa. Belanda makin kuat memberontak bersama Pangeran Sumbernyawa.
merasuk dalam sendi kehidupan Mataram pada Akhirnya Kraton Mataram harus dipecah menjadi
periode Kartasura. Untuk jasanya membantu Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta
menyelesaikan kekalutan di Kraton Kartasura, Hadiningrat melalui Perjanjian Giyanti tahun
Belanda meminta ”politik kontrak” dalam 1755. Hal itu sebenarnya adalah wujud politik
Perjanjian Panaraga tahun 1743, di antaranya devide et impera, dengan kerugian bagi Mataram,
dan keuntungan tetap di pihak Belanda.
Ensiklopedi Kotagede 89
SEJARAH
Adapun luas wilayah Mataram pada masa Kartasura adalah sebagai berikut:
(1). Tanah Lalenggah Nagari (Negara-Agung+Kutagara) dan termasuk pula
tanah pemaosan (pamajegan) Gading-Mataram 186.000 karya;
(2). Tanah Mancanegara Kulon 8.252 karya;
(3). Tanah Mancanega Wetan 66.300 karya;
(4). Tanah Pasisiran Tengen (Bang Wetan) 61.280 karya; (5). Tanah Pasisiran
Kiwa (Bang Kulon) 30.550 karya. Luas seluruh wilayah kerajaan Mataram
252.382 karya.
90 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Alas Mentaok
Nama hutan di tanah Mataram yang menjadi cikal bakal lokasi kraton
Mataram. Hutan inilah yang diberikan kepada Ki Pemanahan oleh Sultan
Hadiwijaya. Di kemudian hari hutan ini berkembang menjadi kota pusat
pemerintahan Mataram-Islam.
Mitsuo Nakamura
Penulis buku yang setelah diterjemahkan berjudul:
Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin,
Buku itu adalah hasil penelitian yang menguraikan
tentang perkembangan Muhammadiyah di
Kotagede. Ia lahir tahun 1933 dari keluarga Kristen
Jepang di Manchuria, Cina.
Ensiklopedi Kotagede 91
SEJARAH
Abdi dalem Modin adalah termasuk golongan abdi dalem Mutihan atau Abdi
Dalem Pamethakan. Mereka terdiri atas lima orang disesuaikan dengan lima
waktu panggilan untuk mengerjakan shalat.
Moeda Oetomo
Koperasi simpan pinjam di Kotagede untuk memajukan usaha perdagangan
maupun kerajinan, didirikan pada tahun 1922. Moeda Oetomo berperan
besar dalam memulai pengembangan berbagai usaha di Kotagede.
Babad Momana
Naskah yang berbentuk prosa merupakan karya sastra Jawa Klasik, ditulis
dengan huruf dan bahasa Jawa. Naskah ini memuat sejarah dan legenda di
tanah Jawa, yang dimulai dengan jaman ”sak derengipun wonten panjenengan
ratu” (sebelum ada raja) sampai dengan tahun 1883. Prof. DSr. Mohammad Rasjidi
Bagian awal naskah menceritakan keturunan Bhetara Brama, Sri Putih kawin
dengan puteri-puteri Mesir dan bertahta di Medhang Kumbalang. Bagian
akhir naskah diuraikan tentang tiga peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1882
– 1883 M. Pada tahun Ehe 1812 peristiwa pertama adalah pengusiran G.P
Suryaninglaga dengan G.K.R Kedhaton (Istri Sultan Hamengku Buwana V)
ke Menado. Peristiwa kedua meletusnya Gunung Krakatau. Peristiwa ketiga,
perkawinan G.K.R Ayu (puteri Hamengku Buwana VI) dengan K.R.T
Hadiningrat, Bupati Demak. Banyak bagian dalam naskah tersebut yang
memuat gambaran fisik kota Mataram, termasuk adanya Kitha Bacingah.
92 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Muhammad Chirzin
Seorang tokoh Muhammadiyah Kotagede. Pada zamannya pernah menjabat
sebagai sekretaris Masyumi di bawah kepemimpinan H. Masyudi. Muhammad
Chirzin memberi pengaruh yang besar dalam pengembangan Islam di
Kotagede dalam kedudukannya sebagai pimpinan takmir Mesjid Perak pada
tahun 1958 selama sepuluh tahun.
Muhammadiyah Kotagede
Kotagede termasuk salah satu basis Muhammadiyah.
Bahkan seorang tokoh asli Kotagede merupakan
pendiri Muhammadiyah di Kotagede, yaitu H.
Masyhudi yang lahir di Boharen pada tahun 1888.
Bagi Kotagede keberadaan Muhammadiyah tidak
dapat dilepaskan dari didirikannya Syarikatul
Mubtadi (SM) sebagai cikal bakal terjadinya
Muhammadiyah di Kotagede.
Ensiklopedi Kotagede 93
SEJARAH
Mudo Utomo
Sebuah koperasi bank kredit yang didirikan oleh para pedagang Kotagede
pada tahun 1920-an.
Mulyodiharjo
Pendiri dan nama perusahaan perak yang disingkat MD. Mulyodihardjo
lahir dalam keluarga ahli kerajinan logam, sebab kakeknya yang bernama
Wirjosudarmo pada tahun 1912 adalah pengusaha perkakas rumah tangga dari
tembaga, di samping sebagai pejabat Lurah di kelurahan Prenggan Kotagede.
Mustofa W. Hasyim.
Sastrawan, wartawan, dan aktivitis budaya. Lahir di Kotagede, 17 November
1954. Masa kanak-kanak dan remajanya dihabiskan di Kampung Bodon,
Kotagede. Pendidikan terakhir ditempuh di FIAD UMY Yogyakarta. Belajar
menulis di Balai Pendidikan Sanggar Enam Dua Jakarta, Kelompok Sembilan
Jakarta, Theater Melati Kotagede, Kemudian mengembangkan diri di
berbagai komunitas di Yogyakarta, seperti Sanggar Sastra dan Theater (SST)
Sila, Yayasan Budaya Masyarakat Indonesia (YABUMI), Kesenian Yogyakarta
(FKY), dan Dewan Kebudayaan Kota (DKK) Yogyakarta.
Menjadi editor sejak tahun 1982. Menjadi wartawan dan pemimpin redaksi di
berbagai Koran, Majalah, dan jurnal sejak tahun 1979. Ikut aktif melakukan
pendampingan pengembangan kesenian dan kerajinan di pondok pesantren
serta di komunitas seni tradisional Kotagede .
94 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Kopiah dan Kun Fayakun (kumpulan cerpen bersama), Api Meliuk di atas Batu Apung (kumpulan cerpen
tunggal). Naskah sandiwara radionya pernah disiarkan di Radio PTDI Kota Perak. Selepas tahun 1980an
sampai 2004 menulis novel Sepanjang Garis Mimpi, Pergulatan, Hari-Hari Bercahaya, Kesaksian Bunga
atau Api, Di Antara Seribu Masyitoh, Perempuan yang Menolak Berdandan, dan Serat-Serat Cahaya
Cinta.
Nayaka
Badan yang terdiri atas para abdi dalem yang mempunyai jabatan tertinggi di dalam tata pemerintahan
Kraton Mataram. Terdiri atas Nayaka Lebet dan Nayaka Jawi (baca: nJawi).
Nayaka Bumi
Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi yang memegang jabatan tertinggi di dalam pengendalian wilayah
Nagariagung, di Bumi (Kedu).
Nayaka Gedhong
Abdi dalem dari golongan Nayaka Lebet yang memegang jabatan tertinggi dalam mengendalikan urusan
internal kraton.
Nayaka Jawi
Abdi dalem yang memegang kendali pemerintahan di wilayah Negaraagung. Nayaka Jawi terdiri atas 4
orang, yaitu Nayaka Bumi, Nayaka Siti Sewu, Nayaka Bumi Gedhe (Siti Ageng), dan Nayaka Panumping.
Nayaka Keparak
Abdi dalem dari golongan Nayaka Lebet yang memegang jabatan tertinggi dalam urusan keamanan dan
pengadilan.
Nayaka Lebet
Sering juga disebut sebagai Nayaka Jero (baca: nJero). Merupakan badan yang terdiri atas para abdi
dalem yang bertugas memegang kendali pemerintahan di dalam kota pusat pemerintahan. Kelompok
ini dipimpin oleh seorang Patih Lebet. Nayaka Lebet ini terdiri atas: dua orang Nayaka Keparak, yaitu
Nayaka Kiwa dan Nayaka Tengen, dan dua orang Nayaka Gedhong, yaitu Nayaka Gedhong Kiwa, dan
Nayaka Gedhong Tengen. Nayaka Lebet memiliki anak buah, yang terdiri atas: Bupati Kliwon, Panewu
Sepuh, Parentah, Panewu Gebayun, Mantri, Carik, dan Penayungan. Bupati Kliwon merupakan wakil
dari struktur Kanayakan, sehingga selalu hadir pada setiap pertemuan.
Ensiklopedi Kotagede 95
SEJARAH
Nayaka Panumping
Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi yang yang terletak di antara Sungai Bagawanta sampai
memegang jabatan tertinggi dalam pengendalian dengan Sungai Donan-Cilacap), meliputi 6.000
wilayah Nagariagung. cacah. Panumping (daerah Sukawati), meliputi
10.000 cacah, Panekar (daerah Pajang), meliputi
Nayaka Siti Sewu 10.000 cacah.
Abdi dalem dari golongan Nayaka Jawi dalam
struktur pemerintahan Kraton Mataram yang Ngabehi Loring Pasar
memegang jabatan tertinggi dalam pengendalian Nama sebutan Panembahan Senapati semasa masih
wilayah Nagariagung, di Siti Sewu (Bagelen) di muda, karena tempat tinggalnya berada di utara
Purwareja sekarang. (lor) pasar, dalam hal ini Pasar Gedhe.
96 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Basoeki Abdullah
Nyi Roro Kidul
dengan 2 kuda
Kanjeng Ratu Kidul menganggap hal tersebut Selanjutnya Sunan Kalijaga mengambil segumpal
sebagai suatu penghinaan, dan selanjutnya tanah dari makam para Nabi, dan dilemparkan
memerintahkan bala tentaranya yang berupa ke pulau Jawa, dan jatuh di sebuah gumuk (bukit
mahluk halus untuk menyerang Mekkah dengan kecil). Sultan Agung menghendaki pembangunan
menyebarkan wabah penyakit, sehingga banyak makam di tempat jatuhnya tanah tersebut, namun
penduduk Mekkah yang meninggal. Suatu ketika ia memilih pada daerah yang lebih tinggi (Girilaya).
dalam shalat Jumat di Mekkah, Imam Supingi Pada saat pembangunan makam di Girilaya, paman
bertemu dengan Sunan Kalijaga dan menceritakan Sultan Agung meninggal dunia dan dimakamkan
musibah yang diderita oleh penduduk Mekkah di bukit tersebut. Sultan Agung kecewa, karena
tersebut. Sunan Kalijaga menjelaskan, bahwa calon makamnya digunakan untuk pemakaman
wabah penyakit tersebut terjadi karena kemarahan pamannya. Selanjutnya ia memerintahkan untuk
Sultan Agung, ketika permintaannya untuk membangun kembali pada bukit yang lebih tinggi,
dimakamkan di samping Nabi Muhammad selalu yaitu Bukit Merak. Di bukit ini dibangun makam
ditolak oleh Imam Supingi. Selanjutnya Imam Sultan Agung dengan keluarganya.
Supingi memohon kepada Sunan Kalijaga untuk
memintakan maafnya kepada Sultan Agung, dengan Karena tanah di sekitar Bukit Merak tersebut
bukti kain sorban bekas milik Nabi Muhammad tandus, maka Sunan Kalijaga mencoba
SAW. Sultan Agung menerima permohonan maaf mengeluarkan air, dengan menancapkan cis (sejenis
tersebut, dan selanjutnya memerintahkan agar bala tombak pendek), sehingga dari celah batu tersebut
tentara Kanjeng Ratu Kidul ditarik, sehingga wabah memancar air, yang menjadikan tanah disekitarnya
penyakit yang terjadi di Mekkah seketika berhenti. menjadi subur. Makam Sultan Agung yang ada di
Imam Supingi menawarkan kepada Sultan Agung Bukit Merak tersebut, selanjutnya disebut sebagai
untuk membuat makam di Mekkah. Namun atas Makam Imogiri, yang terkenal sebagai makam
saran Sunan Kalijaga, Sultan Agung diminta untuk raja-raja Mataram sampai saat ini.
membuat makam di wilayahnya sendiri.
Ensiklopedi Kotagede 97
SEJARAH
Serat ini berisi tentang kisah sejarah bercampur dongeng mengenai Kraton Mataram di bawah pimpinan
Panembahan Seda ing Krapayak dan Sultan Agung. Kisah ini diawali dengan keterangan tentang keluarga
Panembahan Seda ing Krapyak dan wejangannya kepada Adipati Anom. Dikisahkan pula perkawinan
Adipati Anom dengan Retna Suwidi (Kanjeng Ratu Kidul) dan juga penobatannya sebagai raja dengan
gelar Sultan Agung.
Notodihardjo
Merupakan seorang mantan sekretaris perusahaan Hardjosuwarno, seorang buruh kepercayaan. Ia yang
pertama kali berhasil mendirikan perusahaan perak, ia sudah tahu segala seluk beluk dari perusahaan
perak Hardjosuwarno, baik dalam situasi rumah-tangga perusahaan maupun usaha-usaha keluarganya.
disamping sebagai seorang buruh, secara diam-diam dia mendirikan perusahaan sendiri meskipun pada
permulaannya hanya dengan jumlah tenaga buruh dan modal yang kecil. Notodihardjo selalu mengikuti
perkembangan-perkembangan dari perusahaan Hardjosuwarno, mengenai motif-motif barang yang
sedang baik pasarannya, serta penyetorannyapun mengikuti tempat langganan Hardjosuwarno. Sudah
barang tentu para langganan akan menerimanya, karena macam barang-barang yang disetorkan
mempunyai kualitet bahan dari mutu dan seni yang sama dengan barang-barang produksi Hardjosuwarno.
Setelah dipandang adanya perkembangan serta kelancaran dalam usaha sendiri, maka ia mulai meninggalkan
kedudukannya sebagai buruh dan berdiri sendiri dan berkembangnya perusahaan perak Notodihardjo,
maka pada saat itulah perusahaan perak Hardjosuwarno mulai menurun, karena ada beberapa buruh
yang mengikuti Notodihardjo. Kejadian tersebut sudah merupakan kebiasaan di Kotagede sebab dari
buruh-buruh Notodihardjopun akhirnya banyak yang berdiri sendiri sebagai pengusaha. Lebih kurang
pada tahun 1941 ia meninggal dunia dan perusahaannya diteruskan oleh adiknya yang bernama Mul
Tarkidjan dia berhenti berusaha sejak zaman Jepang. Buruh-buruh yang berhasil mendirikan perusahaan
perak itu antara lain; Pawirosiswojo, Darmosuwito, Kartodihardjo, Kertosabar dan masih ada beberapa
orang yang meninggal pada zaman Jepang.
98 Ensiklopedi Kotagede
SEJARAH
Numbak Anyar
Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara Agung Kerajaan Mataram,
yang terletak di daerah antara Sungai Bagawanta dan Sungai Progo. Pada masa
tersebut, di daerah tersebut terdapat tanah lungguh yang menjadi hak bangsawan
Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, yang berjumlah 10.000 cacah.
Ensiklopedi Kotagede 99
SEJARAH
Pabeyan
Sejak ibukota Mataram berkedudukan di Kotagede, telah diberlakukan sistem
cukai atau yang dikenal dengan pabeyan. Pabeyan ditarik di pintu gerbang
pabeyan, di mana ditempatkan petugas Kraton Mataram memungut cukai
(tol) dari orang-orang yang akan masuk atau keluar Mataram.
Selain sebagai gerbang tol, Pabeyan pada waktu itu juga berfungsi sebagai
tempat untuk mengurung para tawanan asing. Beberapa gerbang tol Mataram
yang disebutkan dalam berbagai sumber adalah: Jagabaya, yang terletak di
dekat laut, berdekatan dengan Sungai Bogowonto. Selimbi, terletak kira-kira
7 mil dari Salatiga ke arah Gunung Merbabu. Taji, terletak di dekat Sungai
Opak, di jalan dari Kota Mataram ke Pajang, kira-kira 2 mil di selatan Belirang
yang berada di selatan Merbabu, tepatnya di sebelah timur Prambanan.
Opak, berada 1 mil di barat Taji, Kaliajir, terletak paling dekat dengan Kota
Mataram, posisinya kira-kira di barat daya Kalasan atau timur Meguwa.
Trayem, terletak di wilayah Kedu.
Pingit, di tepi Kali Winongo, lebih kurang adalah Pingit Yogyakarta sekarang
(Catatan: pada saat itu Yogyakarta belum ada, masih berupa hutan, pusat
ibukota berada di Kotagede dan kemudian Plered).
Kontribusinya terdapat di Kotagede yang merupakan wilayah enclave atau tanah mencil di Bumi
Mataram, Kasunanan Surakarta bersama-sama pihak Kasultanan Yogyakarta merenovasi kompleks
Mesjid Mataram dan Pasareyan Kotagede. Untuk itu didirikan prasasti Tugu di dalam kompleks masjid.
Sementara itu, untuk menandai kekuasaan Kasunanan ini, dibangun juga Tugu Jam di Sudut tanah
mencil ini, tepatnya di pojok seberang timur Pasar Gedhe sekarang.
Pakuncen
Tanah bebas pajak, karena di situ adalah makam raja-raja atau cikal bakal
Pancawara
Perputaran waktu Jawa selama lima hari, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan
Kliwon. Perputaran waktu itu disebut pula pasaran. Ini disebabkan karena
pasar-pasar tradisional di jaman dulu melakukan kegiatannya setiap lima hari
sekali. Nama-nama pasar itu pun menggunakan nama-nama sesuai dengan
hari operasinya. Sebagai misal, Pasar Legi yang hanya melakukan aktivitas
pada hari Legi saja.
Pancawarna
Disebut juga pasaran, adalah sistem perhitungan hari dalam kurun tertentu
yang terdiri atas lima hari. Berbeda dengan kalender Masehi yang terdiri atas
tujuh hari dalam seminggu dan dimulai dari Minggu hingga Sabtu, maka
pancawarna terdiri dari lima hari yaitu (1) manis, legi, putihan; (2) pahing,
abangan, abritan; (3) pon, kuningan; (4) wage, cemengan; (5) kliwon, kasih,
mancawarna.
Panekar
Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara Sultan Trenggana.Setelah Jaka Tingkir menjadi
Agung Kerajaan Mataram, yang terletak di daerah Raja bergelar Sultan Hadiwijaya yang akhirnya
Pajang. Pada masa tersebut, di daerah tersebut mendirikan Kesultanan Pajang, beliau kemudian
terdapat tanah lungguh yang menjadi hak dianugerahi tanah Mentaok (di Kotagedhe,
bangsawan Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, Yogyakarta sekarang). Bersama-sama ayahnya ia
yang berjumlah 10.000 cacah. memerintah daerah itu. Karena kraton Sutawijaya
berada di sebelah utara pasar maka dia bergelar
Panembahan Ngabehi Loring Pasar (Yang dipertuan di Sebelah
Merupakan gelar yang seharusnya bukan dipakai Utara Pasar)
oleh raja, melainkan oleh orang yang derajat
atau pangkatnya di bawah raja; Susuhunan atau Setelah Ki Gede Pemanahan meninggal tahun
Sultan. Gelar Panembahan dan Susuhunan dipakai 1575 M. Sutawijaya memberontak kepada Pajang
pemuka-pemuka agama atau para wali pada waktu tahun 1582 M dan membuat Mataram merdeka
kerajaan Mataram baru berdiri. Panembahan dari Pajang. Di Pajang sendiri, setelah mangkatnya
berasal dari kata sembah, jadi Panembahan berarti Sultan Hadiwijaya, tahta berpindah pada putranya
yang disembah atau yang menerima sembah. Pangeran Benowo, namun ia dikudeta Aryo
Sedangkan Susuhunan berasal dari kata suhun Pangiri, adipati Demak dan dijadikan adipati di
yang berarti punji. Jadi susuhunan berarti yang Jipangpanolan. Pangeran Benowo kalah, lalu ia
dipunji (ditaruh diatas kepala). Yang disembah minta bantuan Sutawijaya untuk membantunya
dan yang dipunji mengandung arti kehormatan melawan Aryo Pangiri. Setelah mengalahkan Aryo
atau penghormatan yang sama. Pemakaian gelar Pangiri, Pangeran Benowo menyerahkan pusaka
Panembahan untuk menunjukkan keagungannya. Pajang pada Sutawijaya.
Yogyakarta seperti Sultan HamengkuBuwana dari bertugas mendampingi pemanah. Abdi Dalem
Yogyakarta. Beliau juga mendirikan Kesultanan Panyutra ini berjumlah 44 orang.
Mataram yang berpusat di Kotagedhe. Gelar
Panembahan Senopati digunakannya karena dia Parameswari
menghormati Pangeran Benowo yang merupakan Yang berarti tuan putri yang terutama, yaitu
penerus yang sah Sultan Hadiwijaya dari untuk sebutan garwa (istri) raja. Pada zaman
Kesultanan Pajang sehingga dia tidak memakai Mataram Raja bergelar Sultan atau Sunan, sedang
gelar Sultan. parameswari dipakai untuk sebutan Ratu. Raja
berhak menentukan siapa parameswarinya,
Selama pemerintahannya ia banyak menaklukkan baik itu dari keturunan darah bangsawan atau
daerah seperti Ponorogo, Pasuruan, Kediri, tidak. Tetapi pada dasarnya, seorang raja akan
Surabaya, Madiun dan lain sebagainya, dimana memperhitungkan faktor keturunan, status
beberapa daerah tersebut merupakan daerah sosial dari calon parameswari. Sehingga dikenal
wilayah Pajang dan merasa tidak perlu takluk trahing kusuma, rembesing madu, wijining atapa,
dengan Mataram sebagai kesultanan yang baru. tedhaking andana warih (keturunan bunga,
Sutawijaya wafat tahun 1601 M dan dimakamkan tetesan madu, berbenih pertapa, dari keturunan
di Kotagedhe, dan diganti putranya Mas Jolang bangsawan).
yang bergelar Panembahan Hanyokrowati.
Seorang raja belum bisa dikatakan gung binatara,
Panumping sugih bandha, sugih bala, sugih jajahan, sugih selih,
Salah satu bagian dari delapan wilayah Negara jika belum memiliki seorang parameswari. Fungsi
Agung Kerajaan Mataram, yang terletak di parameswari seolah-olah sebagai mahkota di atas
Sukawati. Pada masa tersebut, di daerah tersebut kepala raja, sehingga merupakan pelengkap saja,
terdapat tanah lungguh yang menjadi hak nasibnya tergantung kepada si pemakai. Sehingga
bangsawan Kraton dan pejabat tinggi di Kutagara, parameswari bisa kehilangan kedudukannya.
yang berjumlah 10.000 cacah. Bahkan bisa pula dipecat. Sehingga timbul
istilah dipun kebonaken (dikebunkan) atau
Abdi Dalem Panyutra dipun kendhangaken (disingkirkan). Pergeseran
Panyutra artinya panah, artinya prajurit pemanah. kedudukan ini berakibat pula pada penggeseran
Salah satu Abdi Dalem Prajurit Sabinan yang putra-putri dari parameswari pula.
Pasar Gedhe
Pasar Tradisional di Kotagede. Para ahli memperkirakan Pasar Gedhe (atau
juga sering disebut dengan Sargedhe) masa Mataram Kuno sama dengan Pasar
Kotagede sekarang. Letaknya berada di timur laut (Kampung) Kedhaton dan
di sebelah utara Alun-alun merupakan dasar dari hipotesis tersebut. Selain itu,
ketika Kotagede dibagi dua untuk Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunan
Surakarta, ada beberapa tempat yang tidak dibagi yaitu pasar, Masjid Agung,
serta Pasareyan Agung.
Dalam Babad Tanah Jawi, setelah Ki Ageng Pemanahan membuka hutan baru,
Mataram menjadi pemukiman baru yang ramai sebagai tempat perdagangan,
bahkan sebagian kemudian menetap. Selain itu, laporan bangsa Eropa juga
menyebutkan bahwa di Cota Saba dan Cota Dalm, sebutan bangsa Eropa untuk
Mataram, terdapat banyak pasar. Oleh karena itu, sejak masa Mataram Awal, di
wilayah Kotagede sekarang terkenal sebagai pusat perdagangan.
Pasar Legi
Pasar Legi
Nama lain dari Pasar Gedhe. Pasar legi adalah nama Legi. Yang disebut Pasar Legi di Kotagede adalah
yang diberikan berdasarkan hari pasar, yang jatuh pasar yang berada di luar bangunan pasar, para
pada hari legi. Atau setiap lima hari sekali menurut pedagannya hanya berjualan di Kotagede setiap
kalender Jawa. Pada saat jatuh hari pasaran suasana Legi, yang memajang dan menggelar dagangannya
pasar jauh lebih ramai dibandingkan hari biasa, meluber memenuhi jalan sekeliling pasar hingga ke
dan penduduk menyebut suasana ini dengan lorong-lorong kampung sekitar. Pasar Legi adalah
istilah legen. pasar yang didominasi oleh kaum laki-laki, baik
pedagang maupun pengunjungnya. Sedangkan
Hari pasaran di Kotagede yang jatuh setiap pasaran pasar di bagian dalam yang didominasi perempuan,
Legi, yang berlangsung dari pukul 07.00- 12.00wib. tetapah pasar yang seperti biasanya, hanya jauh
dan tidak ada yang serupa itu di Yogya. Pasar yang lebih sesak oleh orang yang lalu lalang.
sehari-hari biasa-biasa saja itu mendadak menjadi
spesial sebagai sebuah peristiwa. Sebagai sebuah Bila legi tiba, segala manusia dari bayi hingga
arena pertunjukkan. orang dewasa, khususnya laki-laki pergi ke pasar
untuk rekreasi. Pedagang dari mana-mana datang
Pasar Legi membawa kegembiraan tersendiri bagi menggelar segala macam dagangan: unggas, ikan,
masyarakat Kotagede dan sekitarnya, juga sebagian batu akik, pakaian, keris, alat pertanian, jimat,
warga dari kota yang datang untuk cuci mata atau obat kuat, dolanan, kaset bajakan, sandal, sepatu,
hanya sesekali berbelanja. Kelompok pemuda di sepatu sandal, topi, poster, kalender, kunci,
kampung sebelah utara dan barat pasar, misalnya drei, tanaman hias, bibit tanaman, dompet dan
dapat mengelola usaha parkir sepeda dan sepeda kacamata, madu, buku, korek api gas, hingga
motor setiap Legi. Istilah legen menjadi istilah bambu, sangkar burung, dipan, meja, kursi, almari
yang tidak asing lagi, yang artinya pergi ke Pasar dan lain sebagainya.
Pasisiran
Bagian terluar dari pembagian territorial Kerajaan telah diterapkan sejak masa Mataram awal,
Mataram, yang dibagi menjadi dua bagian. Daerah termasuk ketika berkedudukan di Kotagede yaitu
pesisiran ini juga dibagi menjadi dua bagian. Mulai sejak abad XVI.
Demak ke barat disebut Pesisiran Kulon, sedang
Jepara ke timur dinamakan Pesisiran Wetan. Pada Patuh memiliki kekuasaan dan wewenangnya
masa Pakubuwana II (Kartasura) daerah-daerah sangat besar meskipun sudah ada rambu-rambu
pasisiran itu terdiri atas: aturannya, di antaranya adalah menentukan pajak
dan penunjukan bekel. Hak dan kewajiban Patuh
Pertama, Pesisiran Kulon; Pekalongan (8.000 antara lain adalah (1) membentuk kebekelan serta
karya), Brebes + Bentar + Lebaksiyu (semua menunjuk atau memecat pemimpinnya (disebut
meliputi 3.040 karya), Tegal (4.000 karya), lurah bekel); (2) berhak menentukan siapa saja
Pemalang (2.000 karya), Batang (2.000 karya), yang mendapat bagian atas tanahnya; dan (3) di
Kendal (2.000 karya), Kaliwungu (2.300 karya), sisi lain, seorang patuh juga dapat dipecat oleh
Demak (6.000 karya). Kraton.
Kedua Pasisiran Wetan: Jepara (4.000 karya), Kalau tanah kepatuhan luas, dia mempunyai
Kudus (1.000 karya), Cengkal (700 karya), Pati pembantu yang disebut dengan patuh gaduh,
(4.000 karya), Juwana (1.000 karya), Rembang kamituwo. Dari tanah kepatuhan yang kecil
(500 karya), Pajangkungan (300 karya), Lasem sering merangkap sebagai bekel yang mempunyai
(2.900 karya), Tuban (3.000 karya), Sedayu pembantu untuk pengawasan terhadap kuli disebut
(3.000 karya), Lamongan (1.000 karya), Garesik dengan gebayan atau jugul.
(2.800 karya), Surabaya (6.000 karya), Pasuruan +
Bangil (3.000 karya), Banyuwangi + Blambangan Pangeran Pekik
+ Banyuwangi (semuanya 10.080 karya), Madura Tokoh yang dimakamkan di Banyusumurup,
(18.000 karya). merupakan putera dari Pangeran Surabaya
penguasa Surabaya pada sekitar abad 17 Masehi.
Patih Jawi Setelah Surabaya ditaklukkan oleh Mataram pada
Sebutan untuk Pepatih Dalem yang bertugas untuk tahun 1625 maka Sultan Agung memerintahkan
mengendalikan pemerintahan. Kerajaan Mataram Pangeran Pekik untuk pindah ke Mataram,
di dalam wilayah Nagariagung. selanjutnya Pangeran Pekik dikawinkan dengan adik
Sultan Agung yaitu Ratu Pandansari. Kemudian
Patih Lebet salah satu puteri Pangeran Pekik dikawinkan
Sebutan untuk Pepatih Dalem yang bertugas dengan putera Sultan Agung yaitu Pangeran
untuk mengendalikan (memimpin) pemerintahan Adipati Mataram yang nantinya bergelar Sunan
di dalam kota dan Kraton Mataram. Pada masa Mangkurat I (sehingga Pangeran Pekik menjadi
Kerta, yang menjadi Patih Lebet adalah Adipati adik ipar Sultan dan Besan). Dari Pangeran Pekik
Mandaraka. dibunuh atas perintah Sunan Mangkurat I. Babad
Tanah Jawi menyebutkan Pangeran Pekik dibunuh
Patuh bersama putra-putra dan 40 orang pengikutnya.
Pemilik tanah lungguh sebagai kompensasi
Dari sumber Belanda antara lain disebutkan bahwa
(gaduhan dalam wujud tanah pemberian raja) atas
Pangeran Pekik dibunuh pada tanggal 21 Februari
penghasilan yang seharusnya diperoleh dari jabatan
1659 bersama dua saudara, seorang putera, dua
yang dipegangnya. Sebagian hasil yang diperoleh
kemenakan dan 60 orang panglimanya.
tanah lungguh, dapat menghidupi keluarga para
pejabat pemerintahan tersebut. Sistem kepatuhan
disebut sebagai Wedana Kaum, atau Penghulu barang-barang berbahan perak. Mereka juga
Gedhe. Dalam struktur pemerintahan dari yang menggarap dan penyelesaian setiap produk
Kraton Mataram, pengulon merupakan unit yang barang-baran kerajinan perak. Perajin penggarap
menangani dan bertanggung jawab sepenuhnya mempunyai kekhususan keahlian sesuai dengan
dalam urusan keagamaan yang terjadi di dalam bidangnya masing-masing. Umumnya, mereka
Kraton Mataram, dengan menggunakan landasan adalah tenaga lepas yang tidak terikat oleh
hukum Islam. Di dalam pengulon terdapat seseorang atau badan usaha tertentu.
kelompok abdidalem yang membantu tugas-tugas
penghulu dalam melayani bidang keagamaan di Keahlian yang mereka miliki umumnya diperoleh
dalam Kraton Mataram, disebut sebagai Wedana secara turun-temurun, atau dari keluarga perajin.
Mutihan. Pengulon ini dilengkapi dengan unsur Selain itu, para perajin juga bisa mendapatkan
pelaksana, yang terdiri atas Suranata, Merbot, keahlian dalam bidang seni kerajinan perak karena
Ketib, Modin, Ulu-Ulu dan Pathok Negara. magang atau menjadi pembantu pada perajin yang
Ki Penjawi sudah senior. Secara perlahan mereka menyerap
Tokoh ini adalah pasangan Ki Gedhe Pemanahan ilmu sekaligus mempraktekkannya pada saat
yang diutus untuk meredakan pemberontakan magang dan membantu.
Arya Penangsang dari Jipang. Setelah keberhasilan
mereka, Ki Penjawi mendapat hadiah wilayah Pati Perajin Pengumpul
yang pada saat itu sudah berkembang menjadi Golongan masyarakat di Kotagede yang berkaitan
pusat pesisiran, sementara Pemanahan mendapat dengan usaha kerajinan perak. Khususnya di
hutan Menthaok di pedalaman yang masih harus Kotagede, perajin pengumpul ini adalah orang
dibuka dengan susah payah, dan dikenal sangat atau golongan masyarakat yang membuat produk
angker. kerajinan atas dasar order orang lain. Jumlah
pengusaha seperti ini cukup besar di Kotagede,
Pepatih Dalem dan mereka menguasai atau membawahi beberapa
Dalam bahasa Belanda disebut Rijksbestuurder. perajin penggarap, termasuk dalam menyediakan
Merupakan sebutan untuk abdi dalem dalam bahan baku. Perajin pengumpul juga mengontrol,
struktur pemerintahan Kraton Mataram yang bahkan memberi setting khusus pada produk
mempunyai kedudukan paling tinggi. Sering juga sebelum didistribusikan ke pasar.
disebut sebagai Warangka Dalem (pengemban
tugas raja) artinya Pepatih Dalem ini adalah Perak Celeng
pendamping Raja, yang dengan patuh menjalankan Perak merah yang berkadar rendah adalah perak
tugas-tugasnya dari Raja (pemerintahan Kraton yang dicampur tembaga lebih 20% sehingga
Mataram). Pepatih Dalem ini memegang kadarnya kurang dari 800. Mulai muncul setelah
kekuasaan dan berkedudukan di kepatihan. pendudukan Jepang, ketika bahan mentah perak
sangat sukar didapat dan jika ada harganya tinggi
Sampai dengan tahun 1755, pada saat pecahnya sekali. Meski demikian para pengusaha perak
Kraton Mataram, menjadi dua kraton, dikenal dua tetap berusaha mempertahankan kelangsungan
sebutan Pepatih Dalem, yaitu Patih Jawi dan Patih perusahaannya, maka untuk mengatasinya mereka
Lebet. Selanjutnya pada tahun 1755 Patih Lebet terpaksa membuat barang-barang kerajinan perak
dihapus. yang berkadar rendah, tidak lagi 800 bahkan kurang
dari 600. Hal ini menyebabkan perak Kotagede
Perajin Penggarap mulai jatuh dan mengalami kemunduran dalam
Merupakan golongan masyaraakt yang profesinya pemasaran, sebab sebelumnya selalu menggunakan
berkaitan dengan usaha kerajinan perak. Mereka bahan perak yang berkadar tidak kurang dari 800.
adalah para perajin yang sebenarnya. Para ahli
secara teknis dalam bidang ketrampilan membuat
Pada masa kini, telah banyak pengusaha yang mengerjakan beberapa perajin
perak di tempat usaha dalam bentuk bengkel-bengkel kerja. Bahkan bengkel
kerja tersebut, menjadi ruang pamer, bagi wisatawan yang ingin melihat secara
langsung proses pengerjaannya.
Desa Perdikan
Status yang ditetapkan pada suatu desa yang atau juga disebut Pakudusan. Desa-desa yang
mengemban misi keagamaan bagi Kraton Mataram. rakyatnya diberi kebebasan dari pajak dan rodi
Pada desa perdikan, biasanya terdapat makam- yang harus disampaikan kepada raja atau pejabat
makam raja dan keluarga, makam-makam yang kraton yang diberi hak atas Desa Perdikan tersebut,
disucikan, keberadaan masjid sebagai bangunan namun para pejabat kraton tersebut mempunyai
suci, dan tempat tinggal para alim ulama yang wewenang untuk menagih beban-beban pajak dan
telah berjasa bagi kraton/desa perdikan, biasanya rodi tersebut baik bagi diri pejabat tersebut, maupun
terdapat dalam ligkungan Siti Perdikan.
untuk kepentingan yang lain. Desa perdikan ini
memiliki hak-hak istimewa yang tadinya dimiliki
Menurut sifatnya Desa Perdikan dibedakan
oleh raja dalam pengelolaan desa tersebut, beralih
menjadi empat jenis, yaitu desa merdika, desa
kepada para pejabat yang diberikan hak atas tanah
mutihan, desa pakuncen, dan desa mijen. Bagi
pada Desa Perdikan tersebut, walaupun harus tetap
kraton Mataram, pembentukan Desa ini menjadi
mengakui bahwa hak tertinggi tetap pada raja.
bagian dari strategi politik kraton dengan
pemberian hak-hak istimewa, sebagai upaya untuk
Pada perkembangan hak-hak istimewa yang
kemajuan agama, pemeliharaan makam-makam
dipegang oleh para pejabat tersebut dapat menjadi
raja, keluarga raja, maupun orang-orang yang
semakin luas, karena tidak adanya pengawasan,
disucikan, pemeliharaan pertapaan, pesantren,
dan diperolehnya kesempatan untuk memperluas
langgar atau masjid, dan sebagai imbalan kepada
wilayahnya. Kondisi ini terjadi karena hak-hak
para pejabat yang telah berjasa kepada raja. Desa-
istimewa tersebut memungkinkan para pejabat
desa perdikan ini dibedakan menjadi dua karena
yang memegang hak atas Siti Perdikan tersebut
status hak isimewa yang dimilikinya, yaitu desa-
untuk dapat berdiri sendiri, tidak pernah ada
desa yang seluruh rakyat yang bermukim di
pemeriksaan, tidak ada kewajiban untuk membuat
dalamnya dibebaskan dari pajak dan rodi, namun
laporan dan menghadap ke Kraton Mataram, dan
dengan konsekuensi harus memelihara makam dan
tidak terinciya luas tanah yang menjadi hak para
menyelenggarakan berbagai upacara adat.
pejabat kraton tersebut. Selanjutnya terjadilah raja-
raja kecil dalam kraton yang berkembang dari Desa
Beberapa desa yang termasuk dalam kelompok ini
Perdikan tersebut.
adalah kampung Mutihan, atau desa Pekudusan,
Plandan
Istilah yang diberikan kepada tanah-tanah milik Kekayaannya dapat dilihat dari kesuksesan sebagai
kerajaan, dimana terdapat penyewaan tanah seorang pedagang. Sebagai pedagang emas berlian
kepatuhan (apanage) kepada orang-orang Barat. ia memenuhi seluruh kebutuhan emas Kraton
Plandan berasal dari kata Landa (Jawa. Ngoko) Yogyakarta pada masa kepemimpinan Sri Sultan
atau Landi (Jawa.Kromo), istilah untuk menyebut HB-VIII. Selain itu, ia juga mendirikan pegadaian
orang Belanda. Sebagai antonimnya adalah di beberapa daerah di luar Yogyakarta seperti di
Kejawen. Merupakan sebutan wilayah Jawa yang daerah Delanggu, Kartasura, dan Solo. Pegadaian
sudah dirambah oleh Belanda, dalam arti yang miliknya sangat dikenal oleh masyarakat Kotagede
disewakan kepada penguasa pertanian bangsa khususnya, dan masyarakat umum lainnya.
Eropa. Kotagede tidak termasuk wilayah plandan, Dia menerapkan sistem bebas waktu. Dalam
sejarah mencatat Belanda enggan menyentuh dan jangka lamanya nasabah tidak mengambil barang
mengganggu Kotagede. Bahkan pada saat Perang gadaiannya tidak dikenakan denda. Hal inilah
Jawa yang digerakkan Pangeran Diponegoro yang membuat pegadaiannya diserbu nasabah,
berkecamuk, Belanda tetap segan masuk ke sini. karena di tempat lain, bila dalam jangka enam
bulan barang gadaian tidak diambil maka barang
Plered gadaian nasabah dinyatakan hilang atau dilelang.
Merupakan petilasan (sisa peninggalan) Kraton
Mataram ketika di bawah kekuasaan Sultan Rumah milik Ki Prawira Suwarna berarsitektur
Agung Hanyakrakusuma pada tahun 1613-1645. variatif (gado-gado), campuran dari berbagai
Petilasan Plered terletak di Dusun Kedhaton, Desa model. Rumahnya berpilar Yunani memiliki saka;
Plered, Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul, model joglo, Jawa; dinding temboknya tempelan
DIY. Sebelum dipindahkan ke Plered, pusat mozaik gaya arsitektur Belanda dan Italia; ornamen
pemerintahan kraton Mataram adalah di Desa dindingnya memakai marmer dengan warna dan
Kerta Kotagede, pada zaman pemerintahan Sultan motif khas Cina. Sekarang rumah peninggalan
Agung. tersebut menggambarkan kekayaan pada masa
lampau. Terdapat di Desa Tegalgendu, Kotagede.
Ada beberapa versi yang menyebabkan terjadinya Kekayaan Ki Prawira Suwarna berlimpah ruah.
perpindahan ibukota pemerintahan Kraton Kereta kuda kesayanganya pun melambangkan
Mataram dari Kerta Kotagede ke Plered. Versi kekajayaannya, juga ia memiliki mobil dengan
yang pertama menyatakan bahwa perpindahan merk bergengsi seperti Hudson, Minerva,
tersebut disebabkan adanya pageblug (bencana, Playmouth, Chrysler, dan Fiat. Kala itu merk-merk
seperti kelaparan, penyebaran penyakit), sehingga tersebut sangat langka.
memaksa terjadinya perpindahan ibukota
Kraton Mataram tersebut. Sedangkan versi yang Pada awal usahanya, ia bukanlah seorang yang
kedua, menyatakan bahwa perpindahan tersebut istimewa. Masyarakat mengenalnya sebagai penjual
merupakan bagian dari strategi perang Sultan sayur-mayur, palawija, dan rempah-rempah.
Agung dalam melawan Kumpeni Belanda. Pada Setiap hari ia bekerja keras, mengangkat barang
zaman Amangkurat II pusat Ibukota Kraton dagangannya dan mengangkutnya dengan cikar
Mataram di Pleret ini ditinggalkan, karena ibukota (gerobak yang ditarik kuda) dari rumah ke pasar.
kerajaan dipindahkan ke Kartasura pada tahun
1670. Ki Prawira Suwarna adalah pekerja keras yang ulet.
Ia berpegang teguh pada prinsip hemat pangkal
Ki Prawira Suwarna kaya. Prinsip itulah yang telah mengantarkannya
Lahir sekitar tahun 1873 ia dikenal sebagai sebutan menjadi seorang pedagang sukses yang kaya raya.
Tembong. Ki Prawira Suwarna adalah gambaran Ia tidak hanya kaya raya dalam harta, tetapi kaya
orang kaya dari golongan orang kalang, Kotagede. pula dalam beramal. Bersedekah, dan membantu
Pringgalaya
Puspa
Boneka sebagai simbol roh si mati dalam upacara Kalang Obong. Terbuat dari
kayu jati blabag (kepingan) dengan tinggi kurang lebih 35 cm dan lebar 15
cm. Pembuat puspa ini seorang laki-laki yang masih keturunan orang Kalang.
Puspa ini dilengkapi dengan pakaian dan perhiasan sebagaimana layaknya
manusia hidup. Bila yang meninggal laki-laki puspa diberi pakaian laki-laki
sedangkan yang meninggal perempuan, maka puspa juga diberi pakaian dan
perhiasan perempuan.
Raden Rangga
Putra Panembahan Senapati yang dianggap sebagai bocah ajaib yg memiliki
kesaktian luar biasa karena saat ibunya mengandung giat melakukan tapa
brata. Karena perilakunya yang sering menentang unggah-ungguh dan ringan
tangan, dia dianggap sebagai ‘anak nakal’ yg susah dikendalikan. Bukti
kenakalannya yg masih bisa dijumpai sekarang : bekas benteng yang jebol
karena pada saat dia diminta memijit kaki ayahnya tanpa sadar keluar ilmunya
sehingga ayahnya tidak kuat dan menendangnya sampai terlontar menabrak
benteng istana. Contoh lainnya, adalah dengan entengnya dia bermain
batu tempat kakeknya, Ki Ageng Pemanahan bertapa dengan jarinya dibuat
lubang2 seolah batu itu cuma tanah liat, akhirnya batu itu terasa jadi keras
saat dia ditegur kakeknya. Kini batu ini masih ada di bekas istana Mataram
Kotagede. Karena Panembahan Senapati kewalahan dalam mendidik Raden
Rangga akhirnya dia diserahkan kepada Ratu Kidul yg berujud ular naga
waktu mengambil Raden Rangga. Wujud naga ini mungkin ‘sanepan’ karena
pengajaran di Jawa adalah memakai ‘sanepan’ atau perlambang saja.
Rara Lembayung
Anak dari Ki Ageng Giring, yang diperistri oleh Panembahan Senapati, sebagai
raja di Kraton Mataram. Perkawinan Rara Lembayung dengan Panembahan
Senapati sarat dengan unsur politis, berkaitan dengan permohonan Ki Ageng
Giring kepada Ki Ageng Pemanahan, agar pada gilirannya anak keturunannya
dapat menjadi raja di Pulau Jawa. Upaya yang dilakukan Ki Ageng Giring ini
berhasil, karena pada periode berikutnya salah satu cucu buyutnya berhasil
menjadi Raja Mataram dengan gelar Sultan Agung Anyakrakusuma.
Ratu Malang
Seorang pesinden yang kondang sekaligus istri memanggil-manggil mendiang suaminya dengan
dari Ki Dalang Panjang Mas juga terkenal kata-kata, “dalem dalem, dalem....” Kata-kata
seantero Mataram waktu itu. Dalam cerita tutur tersebut oleh Sunan Amangkurat dianggap sebagai
dikatakan bahwa Ratu Malang ini dikersakake petunjuk bahwa penderitaan dan kematian Ratu
oleh Sunan Amangkurat Agung dengan terlebih Malang diakibatkan oleh ulah orang-orang dalam
dulu menyingkirkan Ki Dalang Panjang Mas. (keputren). Untuk itu maka banyak orang dari
Akan tetapi pendapat ini ditentang oleh sejarawan keputren (istri-istri) raja beserta dayang-dayangnya
Belanda, HJ De Graaf. Ketika dibawa ke dalam yang kemudian dihukum mati karena dianggap
kraton Ratu Malang sudah dalam keadaan hamil bersekongkol meracuni Ratu Malang. Jenazah
muda. Ia menjadi salah satu istri yang sangat dari orang-orang ini kemudian dimakamkan di
disayangi oleh Sunan Amangkurat Agung. Gunung Kelir.
Panembahan Senapati
Raja Mataram yang pertama naik tahta pada akhir abad ke-16. Merupakan
pendiri dinasti Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing Ngalaga.
Gelar ‘Panembahan’ berarti yang disembah atau dihormati, karena prestasi
spiritualnya atau menyejajarkan dirinya sebagai pemimpin spiritual
(rohaniah), dan ‘Senapati ing Ngalaga’ berarti pemimpin pasukan perang .
Nama kecil Panembahan Senapati adalah Raden Sutawijaya atau terkenal
dengan sebutan Ngabehi Lor ing Pasar (pangeran utara pasar), yaitu putera
Ki Gede Pemanahan (Ki Ageng Mataram) yang berhasil membuka Hutan
Mentaok sehingga menjadi suatu daerah yang ramai yaitu wilayah Mataram.
Wilayah Mentaok diperolehnya dari Sultan Hadiwijaya sebagai imbalan atas
keberhasilannya memadamkan pemberontakan Adipati Arya Penangsang dari
Jipang.
Es Sido Semi
Sabtu sore selepas asar di Kotagede, kawasan tua
di selatan Kota Jogja itu menampakan wajah
cerahnya. Maklum Sabtu adalah hari gajian.
Mereka pun berduyun-duyun mendatangi sebuah
warung di selatan masjid Agung Kotagede.
Ada banyak keunikan pada masa lalu yang sampai sekarang masih berbekas. Soal menu, kemahiran
Dalijan patut diacungi jempol. Semua minuman yang disajikan sebagai menu khas warung yang ada
di Jl. Watu Canteng No. 2, Kotagede, ini diracik dengan tangan sendiri. Yang dilakukannya sejak saat
usianya masih muda.
Beberapa sudut bagian dalam warung akan membuat kita tertawa geli. Setiap meja makan dan bangku
berupa lincak bambu. Disediakan kipas yang terbuat dari anyaman bambu. Fungsinya untuk mengusir
penat dan panas sembari menunggu hidangan datang. Lalu di dinding ditempel sebuah peringatan yang
ditulis di atas sabak (alat tulis sekolah rakyat zaman Belanda) bolak-balik dalam huruf Jawa. Tulisan itu
berbunyi: Mas, bayar dulusing bener dan Yen Selasa tutup, Mas.
Daftar menu yang tertempel di dinding putih kusam itu pun masih menggunakan ejaan lama. Es ditulis
ys. Untuk satuan nominalnya masih menggunakan istilah rong gelo, telung gelo, seringgit, limang
ringgit. Penulisannya dengan satuan angka tanpa ada mata uang rupiahnya. Karena saat itu satu rupiah
belum ada. Istilahnya uang baru.
Siti Sangar
Merupakan penyebutan masyarakat terhadap areal tanah bekas kompleks
bangunan kraton Mataram di Kotagede di Selatan situs Watu Gilang. Tidak ada
orang yang berani memakai tanah tersebut karena adanya rasa penghormatan
atas leluhur maupun karena takut kuwalat. Hal ini menjadikan situs kraton
tetap terjaga hingga dibangunnya makam Hastarengga.
Subarjo HS
Salah satu sosok penyanyi keroncong, yang telah malang melintang dalam
kegiatan pentas, rekaman, dan kejuaraan keroncong, dengan berguru pada
Kusbini yang terkenal sebagai buaya keroncong.
Sultan Agung
Raja Mataram keempat yang memiliki nama Mas Rangsang. Beliau
memerintah dari dari tahun 1613 sampai tahun 1645. Gelarnya Sultan Agung
Hanyakrakusuma tapi lebih terkenal dengan sebutan Sultan Agung. Cucu dari
Panembahan Senopati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram (Islam).
Putra sulung dari Prabu Hanyakrawati (Mas Jolang) Pada masa Sultan Agung, budaya yang di-
raja Mataram yang kedua. Beliau berkedudukan kembangkan di Jawa menurut para sejarawan
di Kartasura. Semasa pemerintahannya berhasil Indonesia kontemporer adalah budaya pedalaman
memperluas wilayah Mataram sampai hampir jawa yang berciri kejawen, feodal dan berbau
mencakup seluruh pulau Jawa. Kecuali Kesultanan mistik. Ini berbeda dengan kebudayaan pada masa-
Banten dan Batavia. Akhirnya bergesekan masa sebelumnya yang berciri perniagaan dengan
dengan kekuasaan VOC di Batavia (sekarang kesultanan dan daerah yang tumbuh di pesisir
Jakarta). Serta perselisihan dengan Sultan Banten, utara Jawa, terutama dilihat dari letak ibukotanya
Sultan Ageng Tirtayasa yang memuncak pada yang berada di pedalaman Jawa dan berorientasi
masa pemberontakan Trunajaya terhadap raja kepada laut selatan yang bersifat mistis dengan
penggantinya di mana Sultan Ageng memberikan kepercayaan pada Nyi Roro Kidul, penguasa gaib
bantuan berupa 40 pucuk meriam. di laut selatan pulau Jawa yang konon memiliki
perjanjian menikah dengan Raja-raja Mataram
Sultan Agung beberapa kali melancarkan pe- semenjak masa Panembahan Senapati sebagai
perangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat bagian dari persekutuan mistis.
dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke
VOC di Batavia, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Para sejarawan dan budayawan Sunda menyatakan
Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan sejak Sultan Agung menguasai daerah-daerah
baik di antaranya dengan kekuatan Dipati Ukur Priangan di Jawa Barat (kecuali daerah Kesultanan
dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal Banten), bahasa Sunda memiliki tingkatan yang
persawahan di sekitar Karawang, Cirebon, dan sama dengan bahasa Jawa khususnya di Wilayah
daerah pantai utara Jawa serta pengerahan armada Mataraman yakni dikenal istilah bahasa sunda
halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya
angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan
tidak dikenal.
Agung menemui kegagalan. Selain melakukan
serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan
Sultan Agung juga memadukan budaya Islam
daerah di antaranya menaklukkan Kadipaten Path’i
dengan kebudayaan Jawa bahkan kebudayaan
(Pati) dan melakukan diplomasi persahabatan
Jawa pra Islam. Di antaranya adalah menetapkan
dan persekutuan dengan Panembahan Ratu dari
Penanggalan Jawa hasil perpaduan antara Kalender
Kesultanan Cirebon.
Saka dengan Penanggalan Islam (Penanggalan
Hijriah) yang dikenal sekarang dikalangan
Beberapa kalangan sejarawan mengatakan pada
masyarakat Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga
masa ini, Sultan Agung melakukan politik represif
dikenal mendalami karya-karya Sastra Jawa
terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir
dan seni wayang, di antaranya dengan menulis
Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-
Sastra Gending dan Wayang Krucil. Pada masa
lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya
pemerintahan Sultan Agung, secara umum
yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir
dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan
utara Jawa yang diserahkan kepada VOC akibat
Mataram. Sultan Agung wafat pada tahun 1645
perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas
dan dimakamkan di Imogiri.
pemberontakan Trunajaya.
Tjokrosuharto
Pelopor perdagangan perak dan batik, melalui pembukaan toko souvenir
dan galeri di Yogyakarta. Nama kecilnya adalah Suyadi, namun sebagaimana
kebiasaan orang Jawa yang memasuki jenjang perkawinan dengan menikahi
Masimah - diberi nama tua Tjokrosuharto oleh keluarga besar mereka.
Pasangan ini berasal dari latar belakang yang sedikit berbeda, Suyadi berasal
dari Kotagede dengan keahlian dalam bidang seni perak, sedangkan si istri
asli Panembahan berlatar belakang keturunan abdi dalem yang menguasai
seni batik. Perkawinan ini tidak hanya menyatukan keduanya tetapi juga
membentuk usaha bersama tanpa menghilangkan kemampuan masing masing.
Berawal dengan modal usaha berupa rumah di tengah kampung pemberian
orang tua, mereka membuat kerajinan perak dan batik serta berusaha menarik
konsumen untuk datang dan berbelanja.
Pakaryan perak dan batik Tjokrosuharto (Arts and Craft Tjokrosuharto) terletak di Jl. Panembahan 58
didirikan sejak tahun awal 1930an. Nama diri dipakai sebagai nama usaha merupakan kelaziman pada
masa itu dan alamat yang tanpa penyebutan jalan menunjukkan bahwa mereka berawal dari rumah
ditengah kampung tetap dipertahankan sampai sekarang. Sejak tahun 1954 lahan usaha dikembangkan
menjadi seperti kondisi sekarang ini, kondisi ini ditopang dengan keuntungan yang diperoleh dari pesanan
Bung Karno dan para tamu-tamu negara berupa peralatan minum dari perak sewaktu memerlukannya
untuk souvenir dalam setiap kunjungan ke luar negeri.
Tujimah
Ahli sastra Arab ini adalah wanita kelahiran Kotagede, Yogyakarta, 7 Desember 1922. Menempuh
pendidikan Neutrale Hollands Meisjs School (1935), MULO (1939), HIK Muhammadiyah (1942)
semuanya di Yogyakarta. Ia mulai menderita rabun malam ketika mengajar di SMP Putri Muhammadiyah,
pekerjaan yang dilakukannya sambil kuliah di Fakultas Sastra Jurusan Sastra Timur UGM. Selesai pada
1950, ia kemudian mengambil B.A. pada School of Oriental Studies di Kairo, Mesir. Dalam keadaan
mulai buta, Tudjim, panggilan akrabnya, meraih gelar doktor dari UI, 1961. Disertasinya berjudul
Asrapr al Insapn fi Ma’rifat al-Ruph wa’l-Rahmapn (Rahasia Manusia dalam Pengetahuannya tentang
Roh dan Tuhan). Bergelar profesor sejak 1963, ia ahli yang terbilang langka dalam bidang bahasa Arab.
Bahasa Arab merupakan bidang yang telah digelutinya sejak bocah, yang lahir di lingkungan keluarga
Islam yang saleh, dari ayah yang berusaha di bidang pertenunan, dan ibu yang pedagang. Ia anak tunggal
ayahnya, yang memiliki saudara seibu lima orang. DI FS UI, ia mengajar Quran dan Hadis pada Jurusan
Bahasa Semit, di samping memberikan mata pelajaran Sejarah Islam. Menetap di perumahan dosen
UI di Rawamangun, ia dibantu sejumlah mahasiswanya untuk mempelajari buku-buku ilmiah, dengan
membacakannya.
Ia bisa membaca huruf braille, tetapi wanita yang memilih hidup sendiri ini menganggap kemampuan
itu tidak banyak membantunya untuk membaca buku-buku ilmu. Pidato pengukuhannya sebagai guru
besar tetap FS UI yang berjudul “Al Quran dan Ajaran-Ajarannya”, diterbitkan menjadi buku oleh Balai
Pustaka. Sedikit tentang Kaum Khawaridj terbit lebih awal, 1962. Sedangkan terjemahan karangan Dr.
Taha Husen, Masa Muda di Mesir, diterbitkan pada 1964.
Waringin Tuwa
Waringin Tuwa
Sebuah pohon beringin, ada yang menyebut Kepercayaan masyarakat perihal siapakah yang
waringin sepuh, wringin tuwa, maupun wringin menanam wringin sepuh/tuwa tersebut tidak
sepuh. Berdasarkan cerita yang berkembang di terlepas dari Sunan Kalijaga. Seorang Sunan (tokoh
dalam masyarakat Kotagede, dikisahkan bahwa agama Islam) yang mempunyai pengaruh sangat
pohon tersebut ditanam oleh Sunan Kalijaga, besar bagi beberapa kerajaan besar bagi beberapa
sebagai pertanda yang diberikan kepada Ki Ageng kerajaan di Pulau Jawa, sejak Kerajaan Demak dan
Pemanahan, di mana Kraton Mataram harus Pajang sampai dengan Kraton Mataram.
didirikan.
Sunan Kalijaga menjadi panutan dalam pengelolaan
Melewati pintu masuk pertama kompleks masjid kerajaan (politik keagamaan) maupun pengetahuan
dan makam dari jalan besar, di kiri dan kanan jalan agama Islam dari sejak Sultan Hadiwijaya (Sultan
masuk terdapat bangsal berupa bangunan terbuka Pajang), Ki Gede Pemanahan (ayah Panembahan
tempat pendatang beristirahat. Di sebelah selatan, Senapati), Ki Juru Martani dan Ki Penjawi (paman,
tidak jauh dari bangsal tersebut terdapat pohon sekaligus penasehat Panembahan Senapati), dan
beringin rindang yang dinamakan Waringin Tuwa terakhir Panembahan Senapati sebagai raja pertama
yang artinya beringin tua. di Kraton Mataram.
Waringin Tuwa ini berdiri dengan kokoh kendati Sunan Kalijaga merupakan seorang di antara
sekarang telah tumbang. Kepercayaan lama sembilan orang wali (Wali Sanga), yang menonjol
menyebutkan, jika seorang akan bepergian jauh dalam bidang budaya, keagamaan, dan kegiatan
dan memerlukan bekal kekuatan agar selamat dakwah secara berkeliling. Lagu ilir-ilir, merupakan
dalam perjalanannya, disyaratkan mencari satu salah satu lagu ciptaan Sunan Kalijaga yang
lembar daun yang jatuh ke tanah dalam posisi terkenal untuk mengajak orang-orang masuk ke
tengkurap dan satu lembar daun yang lain dalam dalam Islam.
posisi terlentang.
Watu Gatheng
Menurut cerita, ketiga batu bulat ini merupakan
alat permainan bagi putra Panembahan Senapati,
yaitu Raden Rangga. Berupa tiga buah batu bulat
yang disimpan di dalam Cungkup Watu Gilang.
Watu Gatheng ini disimpan dalam satu bangunan
(cungkup) yaitu Cungkup Watu Gilang bersama
dengan Watu Gilang.
Watu Gatheng
Ensiklopedi Kotagede 131
SEJARAH
Watu Genthong
Watu Gilang
Batu pipih sebagai tempat duduk Panembahan Senapati melakukan tapa
brata (bersemadi), dan menerima nasehat dari Lintang Johar. Cerita lain
menyebutkan, bahwa Watu Gilang juga pernah digunakan Panembahan
Senapati untuk membenturkan kepala Ki Ageng Mangir hingga meninggal,
yang nampak bekasnya dalam bentuk bagian sudut yang lekuk dan retak.
Watu Gilang disimpan di dalam Cungkup Watu Gilang bersama dengan Watu
Gatheng; dan Watu Genthong. Benda ini dibuat dari batu andesit berwarna
hitam dan berbentuk persegi dengan ukuran 140x119x12,5 cm. Di atas batu
tersebut terdapat beberapa tulisan dalam empat bahasa, yaitu: Latin, Perancis,
Belanda, dan Italy. Adanya berbagai tulisan dalam aneka bahasa menunjukkan
bahwa setelah ibukota dipindahkan dari Kotagede ke Pleret, Watu Gilang
bergeser tingkat kesakralannya.
Di dalam batu gilang tersebut juga terdapat gambar segitiga, pada sudut kanan
terdapat tulisan QUID STUPEARIS yang dilanjutkan dengan tulisan VID,
LEG, INV, dan CUR.
VID kependekan dari VIDETE artinya: lihatlah, terdapat tulisan AMELAN, di bawah tulisan itu
LEG kependekan dari LEGETE artinya: bacalah, terdapat tulisan SONGUTP. Menurut Serrurier
INV kependekan dari INVENITE artinya tulisan tersebut di atas seluruhnya dapat dibaca
rasakanlah, dan CUR kependekan dari CURRITE AMELAN (CHO) LIC.
artinya berjalanlah (mengelilingi Watu Gilang)
Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut
Mulai dari kata CONTEMNITE ke arah kiri tentang tulisan-tulisan tersebut memang sulit.
terdapat tulisan GI, IC, LX, IX, I (mungkin 1 atau Siapa penulisnya, apa maksudnya dan apakah
D). tulisan itu dalam waktu yang sejaman dan oleh
tangan yang sama, masih merupakan teka-teki.
Di depan IX terdapat tulisan seperti huruf M. selain Banyak kemungkinan jawaban diberikan tetapi
itu terdapat angka Romawi ILXIX atau CIILXIX
kebenaran seluruhnya perlu dipertimbangkan.
berarti angka tahun tahun 1569 atau 1669.
Memang demikianlah yang terjadi pada prasasti
pendek. Perlu disebut di sini bahwa disamping
Di luar segitiga besar, diatas tulisan QUID
tulisan-tulisan tersebut terdapat pula tanda tangan.
STUPEARIS INSANI terdapat tulisan VAETE
merupakan Wedana Jawi yang menguasai daerah Gedhong beserta para panekarnya berkewajiban
Numbakanyar, Wedana Panumping merupakan menerima upah dari para raja dan pajak dari semua.
Wedana Jawi yang menguasai daerah Panumping,
Wedana Panekar merupakan Wedana Jawi yang Bupati Pesisiran
menguasai daerah Panekar. Para Wedana Lebet, biasanya bergelar Tumenggung
atau Pangeran (apabila yang bersangkutan
Masing-masing Wedana Jawi bertempat tinggal di masih keluarga raja. Sebelum tahun 1628 (masa
daerah Kutagara dan dibantu oleh seorang Kliwon pemerintahan Kraton Mataram Kotagede maupun
(pepatih atau lurah-carik) yang biasanya bergelar Pleret), Wedana-wedana Lebet (Wedana Keparak)
Ngabehi, seorang Kebayan biasanya bergelar Kraton Mataram adalah: Pangeran Upasanta.
Ngabehi, Rengga atau Raden, dan 40 orang Sedangkan Wedana-wedana Lebet (Wedana
Mantri-mantri Jajar. Gedhong) Kraton Mataram adalah: Pangeran
Manungoneng dan Pangeran Suyanapura. Setiap
Untuk keperluan pengawasan langsung terhadap Wedana Lebet dibantu oleh seorang Kliwon
masing-masing wilayah Negara Agung, diangkat (pepatih atau lurah carik) yang biasanya bergelar
Bupati-bupati dan pejabat-pejabat di bawahnya. Ngabehi, seorang Kebayan, biasanya bergelar
Dalam mengurus tanah-tanah lungguh dan para Ngabehi, Rangga, atau Raden, dan 40 orang
bangsawan Kraton yang juga terdapat di daerah Mantri-mantri Jajar. Meskipun para Wedana
Negara Agung, biasanya oleh bangsawan yang Lebet menurut tugasnya adalah khusus mengurusi
bersangkutan diangkat seorang Demang atau Kyai pemerintahan dalam Kraton Mataram, tetapi
Lurah. dalam prakteknya dapat mengurusi sampai wilayah
yang lebih luas.
Wedana Keparak
Pejabat tinggi dalam struktur birokrasi pada zaman
Kraton Mataram berada di bawah koordinasi Wedana Miji
Wedana Lebet yang terdiri atas Wedana Keparak Berasal dari kata miji yang artinya memilih
Kiwa (kiri), dan Wedana Keparak Tengen (kanan). Pejabat Tinggi di dalam tata pemerintahan Kraton
Wedana Keparak bertanggung jawab terhadap Mataram, selain Wedana Lebet. Wedana Miji ini
masalah keprajuritan dan pengawas dalam sebanyak dua orang yang dipilih oleh raja untuk
pelaksanaan pengadilan yang berlangsung di mengurusi tugas-tugas tertentu. Tanggung jawab
dalam Kraton, Wedana Keparak biasanya bergelar atas tugas-tugas yang diemban oleh Wedana Miji
Tumenggung, namun ada pula yang bergelar ini langsung di bawah raja. Pada saat ini kedudukan
Pangeran, apabila yang bersangkutan masih Wedana Miji selama dengan kedudukan Bupati/
keluarga raja. Walikota (sebagai Stadhoider in the city).
Rouffaer menyebut Wedana Miji tersebut sebagai
Wedana Lebet Administrateur van het kroondomein.
Pejabat tinggi pada zaman Kraton Mataram yang
berada di daerah Khutagara bertugas mengatur tata Pada akhir pemerintahan Sultan Agung, salah satu
pemerintahan, yang terdiri atas 4 orang Wedana dari Wedana Miji tersebut adalah Tumenggung
Lebet, yaitu: Wedana Gedhong Kiwa, Wedana Danupaya, yang diganti oleh Wijiraya dalam
Gedhong Tengen, Wedana Keparak Kiwa, Wedana jabatannya sebagai Stadeholder in Mataram.
Keparak Tengen. Wedana Gedhong merupakan Sedangkan Wedana Miji yang lain (kedua) adalah
pejabat tinggi Kraton Mataram yang mengurusi Nitinegara.
masalah perbendaharaan masalah keuangan
Kraton, sedangkan Wedana Keparak merupakan Sebelumnya dikenal adanya dua orang Tumenggung
pejabat tinggi Kraton Mataram yang mengurusi Mataram (yang dimaksud adalah Tumenggung-
masalah keprajuritan dan pengadilan. Wedana tumenggung Mataram proper, yaitu Tumenggung-
Jika diurutkan secara terbalik, maka akan menjadi angka 1796 tahun Jawa
atau Tahun 1867 M, sebagai tahun perbaikan Sendhang Seliran tersebut.
Makna kalimat ini adalah ilham atau bisikan yang datang langsung kepada
raja pendeta untuk memugar atau memperbaiki Kolam Seliran. Dengan kata
lain, Sri Sultan Hamengkubuwana VI telah mendapat ilham untuk memugar
sendhang.
Generasi berikutnya, yaitu Mertasetika, berperan aktif ketika perang Dipanegara. Pada waktu itu,
Kotagede selain sebagai pusat perdagangan dan ekonomi juga menjadi pusat pembuatan senjata, karena
Kotagede merupakan pusat perajin mranggi dan pandhe wesi (pande besi). Kedudukannya semakin
terpandang, sehingga salah satu anaknya yang bernama Brajasemita diangkat oleh Kraton Yogyakarta
sebagai demang pada sekitar tahun 1850. Anak perempuan Demang Brajasemita yang lahir tahun
1857 akhirnya masuk Islam dan berganti nama menjadi Fatimah. Fatimah kemudian menikah dengan
sepupunya yang tidak masuk Islam, yaitu Mulyasuwarna, pada tahun 1872.
Pasangan yang menikah pada usia 17 dan 15 tahun ini semakin akrab dengan kalangan istana Kraton
Yogyakarta karena keduanya memang ulet dan memiliki jiwa wirausaha yang besar. Pasangan ini kaya raya
juga memiliki status yang tinggi di kalangan masyarakat Kotagede. Tidak mengherankan jika anaknya,
Prawirasuwarna, yang lahir pada tahun 1873 ketika remaja begitu leluasa keluar-masuk istana Yogyakarta,
termasuk bermain-main dengan pangeran yang nantinya menjadi Sultan Hamengku Buwana VIII.
Keluarga ini semakin kaya ketika mendapat hak mengelola rumah gadai, meskipun rumah gadai ditutup
pada awal abad XX. Hak ini diterima dari Kraton Surakarta yang tetap mempertahankan lembaga
pegadaian di wilayahnya, termasuk Kotagede. Mereka terus membeli hak mengelola rumah gadai hingga
berjumlah sebelas dan pengelolaannya dititipkan kepada kerabat-kerabatnya. Pelanggan terbesarnya
adalah keluarga ningrat sehingga perusahaan mereka benar-benar mirip sebuah bank swasta yang sukses
dan ini juga berkat dukungan anaknya yang bernama Noerijah.
Di samping itu, bisnis lainnya, yaitu perdagangan emas dan berlian juga berkembang sama baiknya
sehingga keluarga ini menjadi semakin kaya dan terpandang. Van Mook bahkan menulis bahwa pada saat
itu Kotagede menjadi pusat perdagangan yang terbesar di Hindia Belanda.
Pusat permukiman mereka ada di Tegalgendhu dengan gaya bangunan yang khas Eropa dengan dominasi
mosaik dan tegel yang mewah. Mereka bahkan memiliki pembantu wanita dari keturunan Tionghoa dan
Eropa, sebuah gengsi yang sangat tinggi.
Pada masa pendudukan Jepang, keluarga ini mengungsi dari Tegalgendhu menuju sebuah dusun yang
jaraknya sekitar sepuluh kilometer dari Kotagede. Selain penjarahan, harta berupa emas dan berlian
yang dititipkan kepada orang asing untuk diselamatkan di Amerika Serikat, tidak dapat diambil kembali
setelah perang usai. Dengan dukungan anaknya Noerijah, Prawirasuwarna berusaha membangun kembali
kedudukan dan perannya dalam roda ekonomi, dan selama itu pula mereka mendukung keluarga Sultan
Yogyakarta.
Ketika Indonesia Merdeka dan Belanda kembali ke Indonesia, pemerintahan Soekarno untuk sementara
pindah ke Yogyakarta. Sultan Yogyakarta bersedia memberikan perlindungan dan dukungan dana kepada
pemerintah yang masih miskin ini, dan seperti biasanya, dukungan dana juga melibatkan golongan
Kalang. Namun, pasca perang menyebabkan keluarga itu terpisah-pisah sehingga tidak sekuat dulu lagi.
Kerugian akibat perang ditambah dengan pembauran wilayah Yogyakarta dengan Republik Indonesia
yang antara lain juga berdampak kepada nasionalisasi rumah-rumah gadai, mendorong keluarga ini
mengubah haluan bisnisnya. Bidang usaha yang mereka geluti setelah itu adalah bidang wisata, khususnya
perhotelan dan biro perjalanan, serta angkutan termasuk perusahaan bis. Mungkin sebuah kebetulan,
jika akhirnya keluarga Kalang ini kembali mengikuti jejak leluhurnya di bidang usaha angkutan.