Anda di halaman 1dari 38

ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

ARSITEKTUR

K
raton Yogyakarta adalah kompleks Kraton yang terletak di pusat kota Yogyakarta ini
kedudukan Sultan Hamengku Buwana berperan juga sebagai cikal bakal pertumbuhan
selaku pemimpin dan penguasa kota. Secara keruangan kraton terletak di tengah
Kasultanan Yogyakarta sejak Sultan sumbu simbolis-filosofis yang menjadi acuan
pertama hingga ke-sepuluh yang sekarang perkembangan kota. Sumbu ini terwujud dalam
bertahta. Kraton ini menyandang tiga peran jalan raya yang terentang dari Tugu Pal Putih di
penting. Pertama, sebagai tempat kediaman raja utara hingga ke Panggung Krapyak di selatan.
dan keluarga terdekatnya yang melayani kegiatan Bangunan-bangunan publik terpenting di Kota
keseharian. Kedua, sebagai tempat upacara yang Yogyakarta diletakkan menurut sumbu tersebut,
terkait dengan raja dan kerajaan yang menampilkan sedangkan jalur-jalur utama antar kota bersilangan
keagungan dan kewibawaan. Ketiga, sebagai tegaklurus dengannya. Secara kronologis, Kraton
ungkapan filosofis yang mewujudkan gagasan- Yogyakarta adalah kompleks yang pertama kali
gagasan luhur tentang diri manusia dan semesta dibangun setelah Perjanjian Giyanti yang membagi
yang disimbolisasikan dalam ruangan, bangunan, dua Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta
tanaman dan tindakan. pada tahun 1755. Segera setelah perjanjian
ditandatangani Sultan beserta keluarga dan
pengikutnya bersemayam di Ambarketawang dan
memulai pembangunan Kraton Yogyakarta.

2 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


Bangsal Kencana
ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Secara keruangan, Kraton Yogyakarta terdiri atas sejumlah kompleks yang tersusun berjajar ke arah
utara-selatan seurut sumbu utama kota. Masing-masing kompleks berupa halaman atau pelataran
yang dilingkupi oleh tembok keliling dengan beberapa bangunan yang terletak di tengah maupun
sepanjang tepiannya. Berturut-turut dari utara ke selatan kompleks yang membentuk Kraton Yogyakarta
adalah: Alun-alun Utara, Pagelaran-Siti Hingil Utara, Kemandhungan Utara, Srimanganti, Kedhaton,
Kemagangan, Kemandhungan Selatan, Siti Hingil Selatan dan Alun-alun Selatan. Kompleks kedhaton
yang menjadi pusat keseluruhan Kraton diapit di sisi timur dan baratnya oleh Kompleks Kasatriyan dan
Keputren.

Kraton Yogyakarta merupakan perwujudan simbolis dari berbagai filsafat yang diturunkan dari ajaran
Islam dalam bingkai pemahaman spiritual Jawa. Kraton sebagai kedudukan Sultan yang bergelar sebagai
Khalifatullah (wakil Allah di muka bumi) dan ‘Abd al-Rahman (hamba Allah yang Maha Pengasih)
dipahami sebagai simbolisasi semesta dengan Kedhaton sebagai pusatnya dan kedua Alun-alun yang luas
bertabur pasir laksana samudra sebagai tepiannya. Perjalanan dari Panggung Krapyak di selatan menuju
pusat Kraton adalah kiasan tentang asal muasal (sangkan) kehidupan manusia, sementara perjalanan
dari Tugu Pal Putih di utara menuju Kraton adalah perlambang bagi tahapan hidup manusia menuju
tujuannya yang hakiki (paran).

Kompleks yang mulai di bangun pada pertengahan masa kolonial Belanda ini terus berkembang dari
waktu ke waktu, mulai dari bangunan-bangunan yang dibuat bahkan sebelum Sultan Hamengku
Buwana I berkediaman di kompleks ini hingga penambahan besar terakhir pada bangunan Museum
Hamengku Buwana IX. Secara kelanggaman, Kraton Yogyakarta merupakan rekaman yang kaya dari
berbagai masa dengan beragam bentuk, ragam hias dan teknologi membangun. Dengan keragaman ini
Kraton Yogyakarta menjadi rekaman dinamika sejarah arsitektur.

Alun-alun Selatan
Alun-alun Selatan, halaman paling selatan dalam
kompleks Kraton Yogyakarta, yang dikenal juga
dengan nama Alun-alun Pengkeran (Alun-alun
belakang) dan masih terletak di dalam tembok
baluwarti (tembok Kraton).

Pada bagian tengah Alun-alun Selatan terdapat


dua batang pohon beringin yang dipagari dengan
susunan batu bata dan mempunyai dekorasi berupa
bulatan dan bentuk busur. Busur-busur pada
pagar ini menggambarkan sifat pemuda pemudi.
Beringin kurung tersebut dinamakan supit urang
karena nama dan jumlahnya menggambarkan
bagian tubuh yang rahasia, maka dari itu diberi
pagar dan ditutupi. Busur-busur dan roda-
roda (bulatan-bulatan) pada dekorasi pagarnya
menggambarkan bahwa segala sesuatunya masih Alun-alun Selatan
labil, mudah bergeser, dan mudah berubah.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 3


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Berbeda dari pasangannya yang berada di Alun-


alun Utara, Alun-alun Selatan tidak mempunyai
bangunan-bangunan dan pohon-pohon beringin
lain di bagian pinggir. Namun hanya terdapat dua
batang pohon beringin di kanan dan kiri Alun-
alun Selatan yang diberi nama wok. Wok berasal
dari perkataan brewok yang berarti rambut di
sekitar mulut dan dagu, hal itu dijadikan suatu
tanda bahwa anak telah menjadi dewasa.

Di tepi Alun-alun ditanami pohon mangga atau


pelem dan kweni yang melambangkan pemuda
pemudi yang sudah akil balik dan telah mempunyai
kemauan (gelem) dan keberanian (wani). Di
sebelah utara ditanam pohon gayam yang
mempunyai daun rindang dan bunga yang wangi.
Bila angin sedang bertiup, sari bunganya akan
berjatuhan sehingga akan tercium aromanya yang
harum. Hal ini menggambarkan suasana pemuda
pemudi dalam pelukan asmara, bahagia, sehingga
segala sesuatunya dirasakan sangat menyenangkan.
Selain itu di sisi barat Alun-alun Selatan terdapat
sebuah kandang gajah, yang kini telah direnovasi
dan difungsikan kembali. Alun-alun Utara Lama

Alun-alun Selatan juga memiliki pagar keliling


setinggi 2 m dengan masing-masing dua bukaan
pada bagian timur dan barat, serta sebuah
bukaan pada bagian selatan. Dua buah bukaan
lagi terdapat pada bagian utara, berhubungan
dengan jalan supit urang. Bukaan-bukaan
tersebut berhubungan dengan jalan beraspal yang
melingkar di sepanjang tepi Alun-alun. Lima buah
jalan tersebut yang bertemu di Alun-alun Selatan,
yaitu Jalan Langenarjan, Jalan Langenastran Utara,
Jalan Gajahan, Jalan Patehan, dan Jalan Gading.
Lima jalan tersebut menggambarkan panca indera
kita. Kemudian halaman Alun-alun yang berupa
pasir menggambarkan bahwa segala sesuatu yang
kita terima melalui panca indera tersebut masih
belum teratur, laksana pasir. Sehingga waktu puber
(pemuda pemudi) yang dilambangkan oleh kedua
pohon beringin itu adalah waktu untuk menyerap
sebanyak mungkin tanggapan-tanggapan yang
semuanya masih belum teratur. Luas Alun-alun
Selatan tidak sebesar Alun-alun Utara, karena
Alun-alun Utara Sekarang
fungsinya hanya digunakan untuk pelatihan
prajurit dan pemeriksaan pasukan menjelang
upacara Garebeg.

4 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Alun-alun Utara
Alun-alun utara Kraton Yogyakarta berdenah
bujur sangkar dengan ukuran 300 x 300 meter
persegi. Alun-alun utara ini dahulunya berpasir,
hanya bagian alun-alun sebelah selatan di depan
pagelaran ada yang berumput yang bernama
Bakung. Di tengah alun-alun terdapat dua buah
pohon beringin yang diberi pagar yang disebut
ringin-kurung. Dua ringin kurung di alun-alun
ini mempunyai kedudukan yang terhormat di
dalam Kraton dibanding dengan jenis vegetasi
di dalam kraton lainnya. Nama kedua ringin
kurung tersebut, yang sebelah barat bernama Kyai
Dewadaru, dan yang sebelah timur Kyai Janadaru
(sekarang bernama Kyai Wijayadaru). Pada
hakekatnya nama dan posisi tempat kedudukan
ringin kurung ini mempunyai nilai simbolis dan
filosofis yang cukup dalam, karena kedua ringin
kurung ini melambangkan konsep Manunggaling
Kawula Gusti serta prinsip Hablun min Allah
dan Hablun min annas. Tata letak kedua ringin
kurung ini persis di antara sumbu filosofis Kraton
Yogyakarta (Panggung Krapyak – Kraton – Tugu
Golong Glilig).

Dari sumbu filosofi ke arah barat melambangkan


kehidupan ukhrowi, sedang dari sumbu filosofi ke
arah timur melambangkan kehidupan duniawi.
Itulah sebabnya ringin Kyai Dewadaru dan Masjid
Gedhe terletak di sebelah barat sumbu filosofi,
sedang ringin Kyai Janadaru terletak di sebelah
timur sumbu filosofi, karena kata ”Jana” berarti
manusia. Dengan demikian perubahan nama
Janadaru menjadi Wijayadaru serta membuat
jalan conblock yang membelah alun-alun menjadi
kurang tepat, karena akan merubah makna filosofi
yang terkandung. Di samping dua ringin kurung
yang berada di tengah-tengah alun-alun, dahulu
pohon beringin yang mengelilingi Alun-alun
Utara berjumlah 62 batang, sehingga jumlah
pohon beringin di Alun-alun Utara termasuk
ringin kurung 64 batang. Jumlah 64 batang pohon
beringin ini melambangkan usia Nabi Muhammad
S.A.W yang 64 tahun sesuai dengan perhitungan
tahun Jawa.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 5


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Benteng Baluwarti

Ing Mataram betengira hinggil


Ngubengi Kedhaton
Plengkung lima mung papat mengane
Jagang jero toyanira wening
Tur pinacak suji
Gayam turut lurung.

Satu bait tembang macapat Mijil di atas menggambarkan keadaan beteng dan plengkung serta jagang
atau parit yang mengelilingi beteng Kraton Yogyakarta yang saat ini sebagian masih bisa kita lihat sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari Kraton Yogyakarta meskipun sebagian dari bangunan tersebut telah
mengalami perubahan atau telah ada yang berubah bentuk. Terjemahan bebas dari tembang tadi adalah
sebagai berikut:
Di Mataram (Kraton Yogyakarta) mempunyai beteng tinggi yang mengelelilingi kraton. Plengkungnya
lima buah dan hanya empat yang terbuka. Parit yang mengelilingi beteng dalam dan airnya jernih,
lagipula diberi pagar pacak suji, dan pohon gayam di sepanjang jalan.

Kagungan Dalem beteng Kraton Yogyakarta merupakan bagian dari Kraton Yogyakarta yang paling
akhir dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I, yakni pada tahun Jawa 1706 atau tahun Masehi
1782, sedang kraton Yogyakarta sendiri selesai dibangun pada tahun Jawa 1682 yang terkenal dengan
sengkalan memetnya Dwi Naga Rasa Tunggal, atau tahun Masehi 1756. Pada awalnya pembangunan
beteng dipimpin oleh R. Rangga Prawirasentika Bupati Madiun yang kemudian dilanjutkan oleh
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, yang kemudian menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwana
I sebagai Raja Yogyakarta dengan sebutan Sri Sultan Hamengku Buwana II atau lebih terkenal dengan
sebutan Sultan Sepuh.

Plengkung Gading

Dwi Naga Rasa Tunggal

Panjang beteng kraton arah timur - barat 1200 meter, dan arah utara – selatan
940 meter , kecuali beteng di sisi timur kraton diperpanjang ke utara 200
meter, karena disitu terletak rumah kediaman Kangjeng Gusti Pangeran Adipati
Anom di Sawojajar. Pada awalnya ketebalan beteng dua batu (lebih kurang
55 centimeter) dengan longkangan selebar 2,40 meter yang diurug dengan
tanah dari hasil galian jagang. Tinggi urugan 3,70 meter dari muka tanah asli.
Longkangan tersebut sebagai plataran beteng sebelah dalam, dan dari plataran
ini tinggi beteng dinaikkan lagi 1,50 meter.

6 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Posisi atau tata letak beteng semula dari bunga yang diukirkan di bagian atas Plengkung
Pamengkang kompleks Siti Hinggil lurus ke barat Nirbaya (Plengkung Gading). Adapun kalimat
sampai pojok beteng barat laut, ke selatan sampai candrasangkala memet tersebut adalah Sarining
pojok beteng barat daya (lebih terkenal dengan (Lajering) Sekar Sinesep Peksi (1691 J.)
sebutan pojok beteng kulon), ke timur sampai
pojok beteng tenggara (pojok beteng wetan), ke Sebagai pintu masuk-keluar ke dan dari kraton
utara sampai ujung beteng timur laut belok ke barat yang dikelilingi beteng melalui lima buah
sampai pinggir Alun-alun Utara, belok ke selatan plengkung masing-masing Plengkung Tarunasura
urut pinggir Alun-alun Utara sampai pojok alun- atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut,
alun, ke barat dengan pagar rendah dan berakhir di Plengkung Jagasura atau Plengkung Ngasem
kori pamengkang sebelah timur. di sebelah barat laut, Plengkung Jagabaya atau
Plengkung Tamansari di sebelah barat, Plengkung
Pada keempat sudut beteng ditambah lagi dengan Nirbaya atau Plengkung Gadhing di sebelah
bangunan segi empat hingga menjadi tiga sudut selatan dan Plengkung Madyasura atau Plengkung
yang ketiga sudut tersebut dibangun semacam Gondomanan di sebelah timur. Plengkung
sangkar sebagai tempat penjagaan sekaligus untuk Madyasura ini dahulu tertutup sehingga lebih
mengintai musuh yang disebut bastion. Pada dikenal dengan Gapura Buntet, hal ini seseai
dinding antar bastion diberi longkangan sepuluh dengan tembang Mijil tersebut di atas, dan baru
buah sebagai tempat untuk memasang meriam, pada tahun 1923 dibuka kembali atas perintah Sri
jadi untuk keempat pojok beteng tersedia tempat Sultan Hamengku Buwana VIII. Di atas plengkung
untuk empat puluh meriam belum terhitung digunakan untuk plataran yang dinamakan
meriam yang ditempatkan di atas plengkung. panggung sehingga plengkung tersebut dikenal
Selesainya pembangunan beteng dan plengkung juga dengan sebutan Gapura Panggung. Masing-
Kraton Yogyakarta ini bersamaan dengan selesainya masing plengkung dilengkapi dengan dua gardu
pembangunan Tamansari yakni pada tahun jaga atau bastion dan longkangan tempat meriam
1691 J. ditandai dengan candrasangkala memet empat buah .
berupa ornamen burung yang menghisap kuntum
Di depan plengkung terdapat jembatan gantung
yang menghubungkan kraton dengan daerah luar.
Apabila terjadi bahaya maka jembatan tersebut
dapat ditarik ke atas dan pintu-pintu plengkung
ditutup rapat sehingga jalan masuk ke dalam kraton
terputus. Di sisi luar beteng dibuat jagang atau
parit yang sisi luarnya dipagar bata setinggi satu
meter dan sepanjang jalan ditepi pagar ditanam
pohon gayam. Plengkung-plengkung tersebut
semula ditutup jam enam sore dan dibuka jam
enam pagi, kemudian dilonggarkan ditutup jam
delapan malam dan dibuka jam lima pagi ditandai
dengan bunyi genderang dan terompet dari prajurit
di Kemagangan. Prajurit yang menjaga plengkung
Tarunasura dan plengkung Jagasura adalah
prajurit Bugis dan penjaga plengkung Jagabaya
dan plengkung Nirbaya prajurit Surakarsa. Para
prajurit tersebut bertugas menutup dan membuka
pintu plengkung, dan sejak pemerintahan Sri
Sultan Hamengku Buwana VIII pintu-pintu
plengkung tersebut tidak pernah ditutup, juga
plengkung Jagasura dan Jagabaya dirombak untuk
melancarkan lalu lintas.
Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 7
ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Keadaan Plengkung dan Beteng Kraton saat ini


Dari lima buah plengkung kraton saat ini yang masih utuh bentuk konstruksinya
dengan lengkung segmen adalah Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan
dan Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gadhing, sedang Plengkung Jagasura dan
Plengkung Jagabaya telah berubah menjadi gapura terbuka bahkan Plengkung
Madyasura hanya berbekas dinding samping. Sisa beteng kraton yang masih utuh
hanya sebelah timur plengkung Gadhing ke timur sampai pojok beteng wetan,
dan konstruksi beteng yang masih asli lengkap dengan konstruksi pilaster masih
dapat diljumpai sejak dari ujung Jalan Siliran Kidul sampai pojok beteng wetan.
Bangunan pojok beteng yang masih utuh masing-masing Pojok Beteng Wetan
(tenggara), Pojok Beteng Kulon (barat daya), dan Pojok Beteng Barat Laut yang
masing-masing masih lengkap dengan tiga bastion dengan lubang pengintai
berbentuk lingkaran dan sepuluh dudukan meriam. Saat ini persis di sebelah timur
bangunan Pojok Beteng Kulon ini telah dibuka pintu baru lengkap dengan traffic
light, sehingga pintu keluar masuk kraton menjadi bertambah. Bangunan jagang
atau parit sudah tidak tampak lagi karena sudah dipadati dengan bangunan rumah
dan kompleks pertokoan.

Yang memprihatinkan pada saat ini adalah hampir hilangnya prasasti berhuruf
Jawa di Plengkung Wijilan tepatnya pada plengkung sisi utara di atas lampu hias
plengkung. Hampir hilangnya prasasti tersebut karena seringnya terkena lapisan
cat atau labur yang semakin menebal, padahal prasasti tersebut sangat mempunyai
nilai historis dan arkeologis. Pada tahun delapan puluhan huruf Jawa prasasti
tersebut dicat dengan warna hitam sehingga dengan menggunakan teleskop dapat
dibaca dengan jelas. Prasasti huruf Jawa yang dibuat dari bahan mortar tersebut
berbunyi “Kala winangun Sura, Dal, 1823, rampungipun Sapar , Be, 1824”,
yang artinya plengkung tersebut dipugar mulai bulan Sura tahun Dal 1823 (J.)
dan selesai pada bulan Sapar tahun Be 1824 (J), sehingga memerlukan waktu tiga
belas bulan untuk memugar plengkung dimaksud. Ditinjau dari tahun Jawanya,
pemugaran plengkung Wijilan tersebut dilaksanakan pada saat pemerintahan Sri
Sultan Hamengku Buwana VII.

Bangunan tanpa dinding berbentuk joglo sinom dengan tiga susun atap yang
disangga oleh tiga puluh enam tiang. Di sekelilingnya terdapat emper beratap seng
gelombang dengan tiang besi. Bangsal yang lugas dan nyaris tanpa ragam hias ini
didominasi kombinasi warna pare anom yang merupakan gabungan antara kuning
dan hijau dengan tiang atau saka bangsal ini bercat hijau tua sedangkan balok-balok
di atasnya berwarna kuning muda. Bangunan ini pada dasarnya adalah pendapa
bagi kompleks Dalem Kasatriyan yang merupakan kediaman putra-putra Sultan
setelah akil balig tapi belum menikah.

Sekarang Bangsal Kasatriyan paling sering dipergunakan untuk latihan menari


klasik Jawa gaya Yogyakarta. Pada malam hari kelahiran Sultan, yakni Selasa Wage di
masa Sultan Hamengku Buwana X dan Sabtu Pahing di masa Hamengku Buwana
IX, diselengarakan Uyon-uyon Hadiluhung yang merupakan konser gamelan khas
Kraton Yogyakarta. Pada saat-saat tertentu wayang kulit koleksi Kraton Yogyakarta
diangin-anginkan di Bangsal ini. Kesemua kegiatan ini diselenggarakan oleh oleh
Kawedanan Hageng Punakawan Kridha Mardawa, unit kerja di Kraton yang
bertugas untuk mengembangkan kesenian.

8 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangsal Kasatriyan

Kasatriyan
Kasatriyan, Kompleks, terletak di sisi timur kompleks Kedhaton yang merupakan
pusat Kraton Yogyakarta. Semula tempat ini merupakan kediaman putra-putra
Sultan yang telah akil balig tapi belum menikah yang disifatkan sebagai para
satriya sehingga disebut Kasatriyan. Di tengah kompleks ini terdapat Bangsal
Kasatriyan yang merupakan pendapa utama. Di belakangnya terdapat dalem dan
gadri. Gadri atau bangunan belakang Kasatriyan ini berupa bangunan terbuka
berbentuk limasan memanjang yang biasa dipergunakan untuk upacara makan
bersama pada pernikahan putra-putri Sultan yang disebut dhahar klimah.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 9


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Terdapat banyak bangunan mengelilingi Bangsal Kasatriyan. Di belakang


dan samping terdapat unit-unit bangunan, di antaranya adalah Gedhong
Pringgondani, Sri Katong dan Purwa Rukmi, yang semula dipergunakan
untuk kediaman keseharian para pangeran tersebut. Di selatan terdapat
bangunan memanjang yang sekarang dipergunakan untuk museum lukisan.
Di sudut barat laut terletak Gedhong Kapa yang semula dipergunakan untuk
memasang perlengkapan kuda seperti pelana, kekang, dan sanggurdi saat para
satriya Kraton hendak keluar menaiki kuda mereka.

Di bagian tenggara kompleks ini terdapat bangunan serupa rumah


bangsawan tapi terbuat dari pasangan bata yang semula biasa disebut sebagai
Kraton Wetan. Bangunan ini dibuat untuk kediaman sementara Adipati
Mangkunagara VII saat mempersunting Gusti Raden Ajeng Mursudariyah
putri Sultan Hamengku Buwana VII pada bulan September 1920. Saat ini
bangunan tersebut dipergunakan untuk Perpustakaan Kraton yang dikelola
oleh Kawedanan Hageng Punakawan Widyabudaya sehingga sering disebut
sebagai Gedung Widyabudaya.

Regol Danapratapa

Kedhaton
Kedhaton, Kompleks, bagian utama Kraton Yogyakarta yang menjadi pusat
bagi keseluruhan kompleks Kraton dimasuki melalui Regol Danapratapa

di utara dan Regol Kemagangan di selatan. Halaman Kedhaton sangat luas


ditutup dengan hamparan pasir laut dan dinaungi oleh kakaran pohon sawo
kecik (Manilkara kauki) yang dalam tradisi Jawa dipahami sebagai ungkapan
estetika karena namanya berkeserupaan bunyi dengan sarwa becik atau
serba indah. Berbeda dengan bagian-bagian Kraton lainnya yang tersusun
membujur utara-selatan, Kedhaton berorientasi timur-barat. Di pusatnya
terdapat Bangsal Kencana yang merupakan balai pertemuan yang paling
dimuliakan yang dipergunakan untuk persidangan, menerima tamu agung
serta pementasan tari dan wayang orang. Di sekeliling bangsal ini terdapat
bangunan-bangunan untuk menunjang fungsi tersebut.

10 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Gedhong Sedahan

Di depan Bangsal Kencana terdapat dua Bangsal Kothak yang dipergunakan


para penari wayang wong untuk menunggu giliran berpentas. Busana untuk
para penari tersebut disimpan di Gedhong Sedhahan yang terletak di sudut barat
daya. Di sepanjang sisi timur Kedhaton terdapat sepasang Gedhong Gangsa
untuk menyimpan dan menabuh gamelan guna mengiringi pementasan dan
upacara, sementara Musik Barat dimainkan di Bangsal Mandhalasana yang
terletak di arah timur laut. Bangsal Manis yang berbentuk limasan panjang
membujur utara selatan tempat Sultan menyelenggarakan perjamuan formal
ala Eropa bagi tetamunya terletak di selatan Bangsal Kencana. Minuman
disiapkan di Patehan yang terletak di sisi selatan sedangkan minuman
beralkohol disiapkan di Gedhong Sarangbaya yang ada di sisi timur.

Di utara Bangsal Kencana terletak Gedhong Jene yang merupakan kediaman


pribadi Sultan yang dilengkapi dengan Gedhong Purwaretna di depannya yang
semula berfungsi sebagai kantor sekretariat pribadi Sultan. Di sudut tengara
kompleks terletak kantor untuk urusan administrasi keuangan Kraton.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 11


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangsal Manis
Manis, Bangsal, bangunan limasan panjang
yang membujur di sisi selatan Bangsal Kencana
di Kompleks Kedhaton dipergunakan sebagai
balai perjamuan banquette hall untuk tetamu
resmi Sultan. Secara arsitektural bangunan yang
dirancang oleh Kangjeng Raden Tumenggung
Jayadipura atas prakarsa Sultan Hamengku Buwana
VIII ini sangat menarik karena menggabungkan
langgam bangunan Jawa yang banyak dijumpai di
Kraton dengan ornamentasi khusus seperti praba
dan putri mirong, dengan langgam bangunan
perkampungan dengan pola pagar bersilangan
dan langgam Eropa dengan hiasan kaca timah di
sepanjang tepian atas bangunan. Bagian menjorok
di tengah berhias sepasang naga bermahkota
yang mengapit kepala raksasa yang merupakan
sengkalan yang terbaca “werdu yaksa naga raja”
yang melambangkan tahun 1828 J.

Bangsal Manis

Kuncung Bangsal Manis

12 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 13


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangsal Kemagangan
Kemagangan, Bangsal, bangunan utama di kompleks Kemagangan yang terletak
tepat di selatan Kedhaton sebagai pusat Kraton Yogyakarta. Bangsal ini berbentuk
joglo sinom lambang gantung yang berarti joglo beratap susun tiga dengan atap
penanggap atau atap susun kedua menggantung pada atap di atasnya. Bangsal
Kemagangan berwarna hijau tua dengan usuk tersusun memusat serupa jejari
payung. Pada bangsal ini terdapat lantai yang ditinggikan yang disebut sela gilang
untuk tempat duduk Sultan bila hadir pada acara di tempat ini. Bangsal ini
sering dipergunakan untuk penyelengaraan pentas wayang kulit setelah Garebeg
yang disebut upacara Bedhol Songsong. Secara filosofis Kemagangan berasal dari
kata Magang yang berarti tahapan menempa dan mengembangkan diri sebelum
mencapai kesempurnaan.

Bangsal Kemagangan

Kemagangan, Kompleks, terletak tepat di selatan


kompleks Kedhaton dimasuki melalui Regol
Kemandhungan di utara dan Regol Gadhung
Mlathi di selatan dengan Bangsal Kemagangan di
tengahnya. Di sisi barat dan timur kompleks ini
terdapat dua bangsal panjang beratap limasan yang
ditopang pilar bata yang disebut Panti Pareden
yang dipergunakan untuk membuat gunungan
pada saat menjelang perayaan Garebeg.

14 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Gadhung Mlathi
Gadhung Mlathi, Regol, gerbang yang menghubungkan kompleks Kemagangan
dan Kemandhungan Selatan berbentuk limasan semar tinandhu yang disangga
oleh dua pilar di tengah. Gerbang ini memiliki hiasan pada kelir atau dinding
penghalangnya berupa sepasang naga bertaut ekor yang merupakan sengkalan
atau kronogram yang terbaca “dwi naga rasa tunggal” menandai tahun 1682
J memeringati saat berdiri dan dihuninya Kraton Yogyakarta. Gerbang ini
didominasi kombinasi warna hijau-putih atau gadhung mlathi sehingga dinamai
menurut pewarnaan ini.

Regol Kemagangan
Kemagangan, Regol, gerbang yang menghubungkan
kompleks Kedhaton dan Kemagangan, berbentuk
limasan semar tinandhu yang disangga oleh dua
pilar di tengah. Gerbang ini memiliki hiasan di
sisi utara pada kelir atau dinding penghalangnya
berupa sepasang naga bertaut ekor yang merupakan
sengkalan atau kronogram yang terbaca “dwi naga
rasa tunggal” sedangkan di sisi selatan terdapat
hiasan sepasang naga berwarna merah yang
keduanya menghadap ke selatan yang teraca “dwi
naga rasa wani”. Keduanya menandai tahun 1682
J memeringati saat berdiri dan dihuninya Kraton
Yogyakarta.
Regol Kemagangan

Regol Brajanala
Brajanala, Regol, gerbang yang menghubungkan kompleks Siti Hinggil Utara
dan Kemandhungan Utara, berbentuk limasan semar tinandhu yang disangga
oleh dua pilar di tengah.

Gladhag-Pangurakan, Gapura, Dari ujung utara jalan Pangurakan sampai


Alun-alun Utara berdiri tiga gapura candhen dari pasangan bata. Disebut
gapura candhen karena bentuk puncak gapura menyerupai hiasan candi. Dari
bagian atas gapura ke bawah membentuk lengkung yang dinamakan Uler Kaget.
Gapura yang terletak di ujung paling utara dinamakan Gapura Gladhag (sekarang
sudah tidak ada), sedang dua gapura di sebelah selatannya dinamakan Gapura
Pangurakan Njawi dan Gapura Pangurakan Nglebet. Di kiri-kanan Pangurakan
ini dahulu ditanam ringin binatur (pohon beringin yang dikelilingi pasangan
batu bata). Bagi para abdi dalem yang akan masuk kraton lewat utara (kecuali
pepatih dalem), setelah sampai Pangurakan bagi yang naik kuda atau kereta
harus turun dari kendaraan dan payung ditutup.

Ada dua pendapat tentang nama pangurakan ini. Tuan Goricke dan Roorda
berpendapat bahwa Pangurakan berasal dari kata ”urak” atau ”daftar jaga”
diserahkan kepada yang berkewajiban, sedang B.P.H. Suryadiningrat berpendapat
bahwa pada jaman dahulu Pangurakan sebagai tempat dimana pegawai kraton
yang mendapat hukuman buang di-urak (diusir) dari kraton.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 15


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Gdhong Jene

16 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Gedhong Jene
Jene, Gedhong, atau Gedhong Kuning, meru-
pakan bangunan baru yang dibangun pada masa
pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana
VIII menggantikan bangunan lama dengan
peran serupa. Bangunan ini dinamakan Gedong
Kuning karena dicat dengan warna kuning gading.
Kuning adalah warna segala sesuatu yang bersifat
ketuhanan. Gedong Kuning merupakan gambaran
tempat roh-roh yang telah hening dan murni,
yaitu swarga langgeng atau surga abadi. Bangunan
Gedong Kuning terletak di sebelah utara Bangsal
dan Tratag Prabayaksa, menghadap ke arah timur.
Bangunan ini penuh dengan hiasan ukiran, di
antaranya adalah Prajacihna Kraton Yogyakarta.
Fungsi Gedong Kuning adalah untuk tempat
tinggal Sri Sultan dan sebagai Kantor untuk Sri
Sultan. Gedong Kuning juga digunakan untuk
menyimpan pusaka kraton yang bernama Kiai
Baladewa, ukuran panjangnya 3,75 meter

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 17


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Kemandhungan Selatan, Kompleks, bagian yang terletak di sisi selatan


Kraton antara Kemagangan dan Siti Hinggil Selatan yang dimasuki melalui
Regol Gadhung Mlathi di utara dan Regol Kemandhungan di selatan. Di
tengah kompleks ini terdapat Bangsal Kemandungan yang dilengkapi dengan
pecahosan atau tempat abdi dalem menghadap di kiri kanan gerbang. (gambar
99g bangsal kamandhungan)

Kemandhungan Utara, Kompleks, terletak di sisi utara Kraton di antara


kompleks Siti Hingil Utara dan Srimanganti dimasuki melalui Regol Brajanala
di utara dan Regol Srimanganti di selatan, di tengahnya terdapat Bangsal
Pancaniti. Sebatang pohon Keben(Barringtonia asiatica) yang besar tumbuh
menanungi halaman ini sehingga Kemandhungan utara lebih populer dengan
sebutan Keben.

Kemandhungan, Bangsal, terletak di tengah kompleks Kemandhungan


Selatan berbentuk joglo sinom dengan tiga susun atap dan tiga puluh enam
kolom. Bangsal ini menyimpan riwayat hubungan erat antara Pangeran
Mangkubumi atau Hamengku Buwana I dengan para pengikutnya di
perdesaan karena bangsal ini adalah persembahan seorang pemuka desa
untuk menjadi bagian dari Kraton yang saat itu baru dibangun. Bangsal
Kemandhungan pernah digunakan untuk menyimpan benda-benda upacara
kerajaan seperti jempana, tandu, joli, plangki, dan lain lain. Selain itu bangsal
ini juga untuk menyimpan benda-benda yang digunakan dalam pertunjukan
wayang orang. Namun setelah semua barang tersebut dipindahkan ke Kraton,
Bangsal Kemandungan Kidul kemudian dipergunakan sebagai gedung
Sekolah Dasar hingga tahun 1970-an.

Kencana, Bangsal, bangunan persidangan utama dan pendapa yang paling


dimuliakan di Kraton Yogyakarta terletak di tengah kompleks Kedhaton.
Semula bernama Bangsal Alus yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwana
I dan dibangun kembali secara total oleh Hamengku Buwana II. Sebelum
Perang Dipanagara pecah, semula di tempat ini diselenggarakan persidangan
rutin tiap pekan oleh para pejabat dan bangsawan Kraton yang dipimpin
oleh Sultan. Bangsal ini dipergunakan untuk menyambut tamu agung,
menyelenggarakan upacara pernikahan dan khitanan, pementasan wayang
orang dan tari serta untuk menghadap para abdi, pejabat dan kerabat Kraton
saat Ngabekten Sawal, menghaturkan sembah dan memohon maaf seusai
perayaan Idul Fitri. Di Bangsal Kencana Sultan bertahta menghadap ke timur
atau ke arah matahari terbit yang melambangkan kekuasaan Sultan yang
perkasa dan mecerahkan laksana matahari.

Bangsal Kencana berbentuk joglo mangkurat lambang gantung dengan empat


susun atap dan atap kedua atau penanggap menggantung pada atap di atasnya,
sementara atap ketiga menempel dengan sambungan lambangsari pada atap
kedua. Bentuk ini adalah ragam joglo yang paling utama. Keseluruhan bangsal
bercat coklat kehitaman yang disebut warna tuk yang melatari ornamentasi
yang paling kaya dan megah berwarna merah dan perada emas sehingga
tampak memancar karena kontrasnya.

18 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangsal ini diapit oleh dua bangunan limasan memanjang yakni Tratag
Bangsal Kencana di sisi timur yang semula dipergunakan untuk pentas
wayang orang kolosal khususnya pada masa Hamengku Buwana VIII (1921-
1939) dan Tratag Prabayeksa di sisi barat yang biasa dipergunakan oleh para
penari bedhaya sebelum berpentas di Bangsal Kencana. Pada masa Hamengku
Buwana VII (1877-1921) semua tratag ini dibangun ulang dengan tiang-
tiang besi tuang impor yang serupa kolom klasik Eropa dengan hiasan sulur
berbunga yang melilit dan atap metal bergelombang.

Kepatihan Kompleks pemerintahan yang menjalankan pemerintahan


negara atas nama Sultan. Kepatihan berasal dari kata patih yang diberi
awalan ke- dan akhiran -an, sehingga mengandung arti ‘tempat patih’, baik
sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat kerja. Kepatihan disebut
juga pemerintahan ageng yang membawahi pemerintahan dalam dan luar
Kasultanan. Kepatihan dipimpin oleh seorang patih yang sekaligus sebagai
kepala pelaksana pemerintahan Kasultanan. Karena patih yang bertugas
bernama Danureja maka kantor tempat patih tersebut bekerja disebut
Danurejan atau Kepatihan Danurejan.

Bangunan Kepatihan Danurejan didirikan pada masa Sri Sultan HB I dan


sebagai patih yang pertama adalah Tumenggung Yudonegoro III (bupati
Banyumas) yang kemudian bergelar Kanjeng Raden Adipati Danuredja I.
Kepatihan Danurejan pada masa kemedekaan dahulu digunakan untuk
rapat yang berlangsung tanggal 27 September 1945 oleh PEKIK (Pemuda
Kita Kasultanan) yaitu Angkatan Muda pegawai Kasultanan Yogyakarta
yang bertempat di Bale Harsoso. Saat ini Bale Harsoso sudah tidak ada dan
diganti bangunan bertingkat yang dinamakan Radya Suyoso yang merupakan
bangunan perluasan Kantor Bappeda Yogyakarta.

Pada zaman revolusi, Kepatihan pernah dipergunakan sebagai Kantor


Penerangan DIY yaitu gabungan antara penerangan Kasultanan Yogyakarta
dan Pakualaman. Pada tanggal 8 Oktober 1946, Sri Paku Alam yang semula
berkantor di Puro Pakualaman dan menjabat sebagai Wakil Gubernur pindah
ke Kepatihan menjadi satu dengan Sri Sultan HB. Pada Agresi Militer Belanda
I tanggal 21 Juni 1947 Presiden pindah ke Gedung Wilis Kepatihan diikuti
para menteri-menteri.

Di kompleks Kepatihan juga terdapat bangunan-bangunan kuna, antara lain:


Dalem Ageng atau Bangsal Ageng. Bangunan ini digunakan untuk keperluan
hajat mantu Sri Sultan HB dan kadang juga untuk keperluan Kraton.
Bangunan ini tidak ditempati oleh pepatih dalem. Sekarang bangunan ini
digunakan untuk pertemuan, untuk pergelaran kesenian, dan lain sebagainya;

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 19


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

20 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta

Bangsal Kencana
ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 21


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Gedung Pracimasana. Terletak di sebelah barat Bangsal Ageng. Praci


artinya barat dan sana artinya tempat. Jadi Pracimasana berarti tempat yang
berada di sebelah barat;

Bale Wara, Regol besar yang masih ada pintunya dan terbuat dari kayu tebal.
Bale artinya bangunan, wara artinya terpilih. Jadi Balewara adalah tempat
penerimaan tamu pilihan atau tamu penting;

Bale Mangu, ruang tunggu para abdi dalem Kepatihan pada saat mendampingi
pepatih dalem ke upacara garebeg Kraton. Selain itu juga pernah digunakan
sebagai tempat pengadilan agraria yang dipimpin oleh pepatih dalem sendiri;

Bangsal Tanjung, dinamakan demikian karena di tepi jalan ditanam pohon


tanjung;

Gedong Cepaka, dinamakan demikian karena dahulu ada pohon cepaka,


yaitu semacam pohon kantil yang harum baunya;

Bangsal Boga yang merupakan dapur atau pawon ageng Kepatihan;

Patehan merupakan tempat untuk membuat minuman pada saat Kepatihan


mempunyai hajat;
Gedong Gongso 2 buah;

Gedung Wilis, dinamakan demikian karena dindingnya dicat hijau (wilis).


Gedung ini sering disebut juga Gedong Gendul, karena dihias dengan lis yang
dibuat dari gendul (botol) yang berwarna hijau, sehingga kelihatan indah.
Gedung ini dahulu digunakan untuk menginap keluarga pepatih dalem;

Gedung Pacar Binatur, dinamakan demikian karena di depan gedung


ini ditanami pohon pacar yang bunganya harum di malam hari. Gedung ini
merupakan tempat tinggal para putera puteri pepatih dalem;

Bale Ngreni, yang merupakan tempat tinggal para puteri, karena kata Ngreni
berasal dari kata dasar reni yang berarti wanita;

Bale Kenya, merupakan Keputren Kepatihan;

Bale Thenguk yang merupakan bagian dari Keputren dan fungsinya sebagai
tempat keluarga pepatih dalem yang sudah lanjut usia sehingga pekerjaannya
hanya thethenguk (duduk-duduk saja);

22 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bale Lajur, berupa gandok, sebagai tempat tinggal Pengageng Pawon Ageng
atau Boga Kepatihan;

Masjid Sulthoni, terletak di sebelah barat Bale Wasa.

Keputren, Kompleks, terletak di sisi barat Kedhaton, tempat Sultan, para


istri, puri-putri yang belum menikah dan ibusuri berkediaman. Keputren,
Masjid Terletak di sebelah barat daya kompleks Kraton Yogyakarta bagian
barat (Kedaton Kilen). Masjid ini berfungsi sebagai tempat abdi dalem
Suranata dan Punakawan Kaji untuk menjalankan ibadah sembahyang lima
waktu, dan juga untuk sholat tarawih berjamaah pada waktu bulan Ramadan.

Kraton Kilen, Kompleks, Termasuk bagian dari Kraton Yogyakarta


bagian barat. Bangunan ini terletak pada bagian yang paling barat, dengan
halaman yang luas, serta mempunyai bangunan keliling. Biasanya bangunan
ini dipergunakan untuk kediaman ibu suri dari Sultan yang bertahta
sebagaimana pada masa Sultan Hamengku Buwana IX bangunan ini dihuni
oleh K.R.Ay.A.A. Hamangkunagara. Pada masa pemerintahan Sri Sultan HB
VI, bangunan ini dipergunakan untuk tempat tinggal Kanjeng Ratu Ageng,
yaitu permaisuri Sri Sultan HB VI. Saat ini bangunan ini digunakan untuk
tempat tinggal keluarga Sultan.

Kraton Kilen, Dahulu bangunan ini bernama Suryobrantan karena


merupakan tempat kediaman Pangeran Suryobrongto. Kemudian ditempati
oleh Pangeran Purbaya setelah dia menikah tapi sekarang beralih fungsi
menjadi tempat Widyabudaya atau perpustakaan. Kedhaton Wetan terdiri dari
satu bangunan utama yang terletak di tengah-tengah dengan arah hadap barat
dan beberapa bangunan penunjang di sekitar bangunan utama. Kompleks ini
dikelilingi oieh pagar kelilling dengan pintu masuk kompleks terletak pagar si
si barat sebelah utara. Bangunan utama berukuran 22 x 16,5 m dengan atap
bangunan berbenruk limasan. Tinggi lantai pada bangunan ini sekitar 125 cm
lebih tinggi dari pada bangunan penunjang di sekitarnya yang rata-rata 20-40
cm. Konstruksi lantai menggunakan tegel. Pada bangunan utama terdapat
teras yang menjorok ke depan semi tertutup. Tampak depan bangunan ini
kelihatan megah, kokoh dengan plafond tinggi. Sistem pencahayaan dan
penghawaan alami sangat baik melalui lubang-lubang memanjang vertikal
pada teras. Lubang-lubang tersebut dilindungi oleh teritisan datar yang
mengelilingi sepanjang teras. Sebelum direnovasi pada tahun 1997 pada bagian
depan terbuka yang merupakan bentuk dari pendapa. Pada halaman depan
sebelah selatan tersebut terdapat dua bangunan berarsitektur tradisional.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 23


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Pagelaran, Tratag, Bangsal Pagelaran


( dari asal kata gilar yang berarti padhang, diukirlah ornamen yang merupakan sengkalan
terang) merupakan bangunan terdepan Karaton memet di atas keempat pilar sisi utara pada posisi
Ngayogyakarta Hadiningrat yang menghadap di bawah praja cihna.
ke Utara. Bangsal Pagelaran juga disebut dengan
Tratag Rambat, juga disebut dengan Tratag Ornamen tersebut berupa kombang (gana)
Pagelaran, karena pada awal pemerintahan Sri berjumlah lima dan seekor biawak (slira), dan kalau
Sultan Hamengku Buwana I bangunan ini bertiang dibaca ornamen yang merupakan sengkalan memet
kayu jati dengan penampang segi delapan dan tersebut berbunyi Panca Gana Slira Tunggal, atau
beratap anyaman bambu. Dikemudian hari karena tahun 1865 J. ( Panca : 5, Gana : 6,
tiang-tiang kayu jati tersebut lapuk diganti dengan
tiang dari pasangan bata tetap berpenampang segi Slira : 8, Tunggal : 1). Pada kanopi atap bagian atas
delapan. Jumlah tiang 60 buah. (berbentuk segitiga) diberi ornamen Kemamang
dan lung-lungan. Kemamang merupakan lambang
Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku penolak bala. Masih di main entrance Bangsal
Buwana VI (1855 – 1877 M) Kagungan Dalem Pagelaran dari sisi selatan, diatas empat pilar di
Tratag Rambat tiang dan balungannya diganti
dengan tiang besi dan balok besi, namun atap
tetap dari anyaman bambu. Jumlah tiang 64 buah,
sama dengan jumlah pohon beringin dan ringin
kurung di Alun-alun utara yang juga 64 batang,
sama dengan usia Nabi Muhammad S.A.W apabila
dihitung dengan tahun Jawa.

Pada zaman pemerintahan Sri Sultan hamengku


Buwana VII (1921` - 1939 M), Kraton Yogyakarta
mengalami renovasi besar-besaran sehingga Kraton
Yogyakarta seindah seperti saat ini berkat jasa Sri
Sultan Hamengku Buwana VIII

Oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VIII atap


pagelaran yang semula anyaman bambu diganti
dengan atap limasan dengan bahan atap seng yang
dicat dengan warna merah bata. Bagian tengah
pagelaran sebagai main entrance diperindah dengan
kolom pasangan bata yang diperindah dengan
ornamen. Kolom tersebut berjumlah delapan
(empat kolom di sisi utara dan empat kolom di sisi
selatan) dengan maksud bahwa Bangsal Pagelaran
direnovasi oleh Sri Sultan Hamengku Buwana ke
VIII.

Di atas empat kolom sisi utara dtambah dengan


bangunan berbentuk segitiga yang berornamen
sangat indah antara lain makara, lambang kraton
Yogyakarta (Praja Cihna) , ornamen padi dan
kapas yang melambangkan murah sandhang dan
pangan. Untuk memudahkan ingatan kapan
Bangsal pagelaran tersebut dipugar kembali, maka
Bangsal Pagelaran

24 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

sisi selatan hiasan ornamen dan bentuk kanopinya 1934 M. (Catur : 4, Trisula : 3, Kembang : 9, Lata
berbeda. Kalau di sisi utara kanopi berbentuk : 1). Dengan demikian sengkalan memet dari arah
segitiga, kalau kanopi di sisi selatan berbentuk utara menunjukkan angka tahun Jawa, dan dari
lengkung busur. Lambang kratonnya ditambah arah selatan menunjukkan angka tahun Masehi.
dengan angka 8 (huruf Jawa) yang menandakan Hal yang sama akan dijumpai pada sengkalan
bahwa yang bertahta adalah Sri Sultan Hamengku memet yang terukir di Bangsal Siti Hinggil.
Buwana VIII. Lambang yang demikian disebut
Cihnaning Pribadi. Dibawah lambang Cihnaning Dahulu Bangsal Pagelaran adalah tempat untuk
Pribadi diukir ornamen hasil bumi. Diatas keempat pasowanan Pepatih Dalem dan Bupati Penewu
pilar di bagian tengah kanopi diukir ornamen Mantri golongan Njawi. Pada saat digunakan
senjata trisula berjumlah empat, ornamen daun untuk acara resmi pihak Kraton untuk menerima
dan bunga. Ornamen tersebut merupakan surya tamu maupun kegiatan resmi lainya, untuk
sangkala memet yang berbunyi Catur Trisula pameran maupun kegiatan umum yang lain yang
Kembang Lata yang menunjukkan angka tahun telah mendapat ijin dari pihak Kraton.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 25


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangsal Pangrawit terletak di Bangsal Pagelaran sayap Timur (Bangsal


Pagelaran sendiri berbentuk huruf U). Bangsal ini terdiri dari dua bangsal kecil
berbentuk limasan tanpa penanggap yang digandeng, dan bentuk limasan seperti
ini dinamakan Limasan Apitan Penganten. Bangsal yang di depan memakai
gilang palenggahan Dalem. Dimuka gilang agak ke timur terdapat gilang
palenggahan Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota). Adapun
fungsi Bangsal Pangrawit adalah :
• Tempat Sri Sultan untuk mewisuda Pepatih dalem.
• Tempat Sri Sultan menunggu upacara Rampogan macan, atau adu harimau
melawan kerbau.
• Tempat Sri Sultan menunggu pasamuan Watang tiap hari Sabtu.

Pancaniti, Bangsal, bangunan terbuka berbentuk tajug lawakan lambang


gantung dengan atap bersusun dua dengan atap bawah menggantung pada atap
di atasnya dengan selasar keliling di tiga sisinya, terletak di tengah halaman
Kemandhungan Utara. Lantai pada bagian tengah bangunan ini ditinggikan
dengan bagian tempat dudk Sultan atau sela gilang di atasnya. Sela gilang itu
dipergunakan untuk tempat duduk Sri Sultan apabila sedang menetapkan
keputusan pengadilan sehingga bangunan ini disebut Pancaniti yang artinya
memeriksa dengan seksama lima perkara besar sebelum menetapkan keputusan
hukum. Bangsal ini dihias dengan ukiran berwarna keemasan berlatar warna hijau
tua. Saat ini bangunan yang terletak di halaman yang berhubungan langsung
dengan bagian luar Kraton ini dipergunakan untuk memberangkatkan perangkat
upacara, antara lain memberangkatkan gamelan Kangjeng Kyai Guntur Madu
dan Nagawilaga untuk upacara Sekaten, memberangkatkan gunungan untuk
Garebeg, dan sesaji untuk Labuhan.

Pekapalan, Merupakan kelompok bagunan yang mengitari alun-alun utara,


sebelah utara, timur dan barat. Bangunan Pekapalan dahulu berfungsi sebagai
tempat berkumpulnya para pejabat kraton dari luar daerah pada saat kraton
mengadakan hajatan, seperti Upacara Jumenengan, Upacara Perkawinan putra-
putri Sultan, dan sebagainya. Biasanya para pejabat luar daerah tersebut tinggal
di kraton untuk beberapa hari, sehingga mmerlukan tempat transit dan istirahat.
Bentuk arsitektur Pekapalan pada umumnya Jglo atau Limasan Lawakan
sederhana (tanpa uleng / tumpangsari).

26 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangunan Pekapalan yang berada di sebelah timur jalan Pangurakan ketimur,


lalu ke selatan mengelilingi alun-alun adalah sebagai berikut :
Bangsal Paseban (tempat pasowanan) Abdi Dalem Bupati Anom wadana Ngajeng
(Gladhag) Tengen.

1. Bangsal Paseban Pepatih Dalem


2. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Anom Wedana Kepatihan.
3. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Anom Wedana Kadipaten.
4. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Pamaosan tanah derah sebelah barat
sungai Progo, Sentolo, Pengasih, Nanggulan, Kali Bawang.
5. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Jawi Tengen Wedana
Penumping.
6. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Jawi Tengen Wedana Bumija.
7. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Lebet Wedana Gedhong
Tengen.
8. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Lebet Wedana Keparak Tengen.

Bangunan Pekapalan yang berada di sebelah barat Jalan Pangurakan ke barat lalu
ke selatan mengelilingi alun-alun adalah sebagai berikut :

1. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Wadana Ngajeng Kiwa.


2. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Wadana Distrik Salaman.
3. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Wadana Distrik Bantul.
4. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Wadana Kalasan
5. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Wadana Distrik Wanasari, Gunung
Kidul termasuk bawahannya Bupati Anom Semanu dan Playen.
6. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka jawi Kiwa Wadana Maos
Enggal (Numbak Anyar).
7. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Wedana Siti Sewu.
8. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Anem Wedana Jaksa, juga dinamakan
bangsal Paseban Pradata Dalem.
9. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Lebet Wedana Gedhong Kiwa
10. Bangsal Paseban Abdi Dalem Bupati Nayaka Lebet Wedana Keparak Kiwa.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 27


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Pada saat ini bentuk dan fungsi Bangunan


Pekapalan sudah banyak berubah.
Bentuk bangunan Pekapalan sisi Timur alun-
alun utara kelihatan masih relatif utuh, sedang
pekapalan sisi utara alun-alun, sebelah Timur
Jalan Pangurakan sudah banyak perubahan. Ada
yang menjadi Kantor KORAMIL Kecamatan
Gondomanan, rumah maakn dan galeri, sedang
Pekapalan di sisi barat alun-alun telah banyak
mengalami perubahan bentuk dan fungsi, antara
lain menjadi Gedung PDHI (Persauadaraan
Jemaah Haji) Sasanawara, Gedung Dwisatawarsa,
Kantor MUI, Art Galery.

Pamonggangan, Bangsal ini disebut juga Gedung


Balebang, terletak di sebelah tenggara halaman
Siti Hinggil. Bangunan ini berbentuk limasan.
Disebut Pamonggangan karena bangunan ini
berfungsi untuk menyimpan Gamelan Monggang
yang terdiri atas tiga kenong dan satu gong. Pada
waktu dahulu setiap hari sabtu sore, gamelan ini
dibunyikan khusus untuk gending monggang.
Acara tersebut biasa disebut dengan seton. Atas
kehendak raja, Gamelan Monggang hanya
ditabuh (dibunyikan) pada saat upacara grebegan.
Menurut cerita yang ada, gamelan ini berasal dari
zaman Majapahit dan sering dihubungkan dengan
cerita Bondan Kejawan. Sebenarnya tidak hanya
Gamelan Monggang saja yang disimpan di Bangsal
Pamonggangan ini namun ada juga Gamelan
Sekati, Kiai Guntur Sari, dan Kiai Nagawilaga serta
Ki Lokananta. Prabayeksa

Prabayeksa, bangunan paling penting, paling sakral dan paling besar di


Kraton Yogyakarta, berbentuk limasan sinom lambang gantung. Nama
Prabayeksa berasal dari kata praba artinya ‘cahaya’ dan yaksa artinya ‘raksasa’
atau ‘besar’, jadi Prabayeksa artinya cahaya yang besar atau terang. Bangunan
ini dibangun tahun 1694 J yang ditandai dengan sengkalan warna sanga
rasa tunggal atau 1768 Masehi. Bangsal Prabayeksa memiliki orientasi yang
kompleks. Bangunan ini yang membujur ke timur ini terdiri atas dua bagian
besar, Bagian yang menghadap ke timur ke arah Bangsal Kencana disebut
sebagai Prabayeksa. Bagian yang menghadap ke selatan disebut Kedhaton
Kilen. Sebagaimana lazimnya rumah Jawa yang memiliki pasareyan atau
tempat tidur yang dimuliakan di pusatnya, bangunan ini memiliki tiga
pasareyan. Di bangunan ini disimpan pusaka-pusaka utama kerajaan seperti
tombak Kangjeng Kyai Ageng Plered dan keris Kangjeng Kyai Ageng Kopek.
Di tempat ini disimpan juga pelita yang tidak pernah padam, yaitu Kanjeng
Kiai Wiji.

28 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Gedhong Purwaretna

Purwaretna, Gedhong bangunan dua lantai dan


satu loteng yang dipergunakan semula sebagai
kantor pribadi Sultan dan pada bagian atasnya
untuk menyimpan surat-surat arsip Kraton
Yogyakarta. Pada zaman Sultan Hamengku Buwana
VIII bangunan ini pernah berfungsi sebagai ruang
rias tamu puteri. Gedhong Purwaretna yang
berarti mustika asal muasal terletak di sebelah
utara Bangsal Kencana, di depan Gedhong Jene
di dalam kompleks Kedhaton. Bangunan beratap
sirap menjulang ini ditopang oleh pilar-pilar
silinder besar dengan sepasang arca singa dalam
posisi duduk, dan digunakan untuk tempat Sri
Sultan bila berkantor.

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 29


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Siti Hinggil Selatan, Kompleks, Suatu Siti Hingil Utara, Kompleks, Sebuah kompleks
kompleks (pelataran dan bangunan) di dalam di sebelah selatan Alun-alun Lor yang letaknya
Kraton Yogyakarta yang terletak di sebelah selatan dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya.
Pelataran Kemandhungan Kidul. Seperti juga pada Menurut Babad Mentawis, kompleks ini mulai
Sitihinggil Lor, pelataran ini dikelilingi oleh jalan dikerjakan peninggiannya pada tahun 1683 Jawa
yang berhubungan dengan Alun-alun Kidul dan (1757 Masehi). Pada sisi-sisi pelataran Sitihinggil
Kemandhungan Kidul, yang dikenal dengan nama Lor terdapat pagar tembok yang dibentuk
supit urang atau pamengkang.Bangunan utama berlubang-lubang. Sebuah undak-undak dibuat
kompleks Sitihinggil Kidul ini adalah Bangsal untuk menghubungkan antara Sitihinggil Lor dan
Sitihinggil. Bentuk bangunan bangsal tersebut Bangsal Pagelaran (bangunan paling selatan dalam
adalah joglo lambang teplok, terletak di tengah- kompleks Alun-alun Lor). Bangunan-bangunan
tengah halaman Sitihinggil, dengan arah hadap ke yang terdapat di dalam kompleks ini adalah Bangsal
selatan. Di bangsal ini terdapat sebuah sela gilang Pacikeran (berada di sisi utara, mengapit ujung
untuk tempat duduk Sri Sultan. Bangsal ini dahulu bawah, undak-undakan), Tarub Agung (berada di
juga digunakan untuk tempat latihan prajurit ujung teratas undak-undakan)(Gambar 26Bangsal
wanita Langen Kusuma yang dipimpin oleh pacikeran), Tratag Sitihinggil (gambar 38 tratag
gatwa dalem (permaisuri Sri Sultan). Bangunan sitihinggil)(berada di sebelah selatan Tarub Agung
ini sekarang telah diganti dengan bangunan baru, dan di tengah-tengah kompleks), Bangsal Witana
yaitu Sasana Hinggil Dwi Abad. Bangunan baru (berada di sebelah selatan Tratag Sitihinggil),
ini merupakan bangunan untuk memperingati usia Bangsal Manguntur Tangkil (berada di tengah-
Kraton Yogyakarta yang berusia 200 tahun (1756- tengah dan dinaungi oleh Tratag Sitihinggil),
1956). Oleh karena itu sejak saat itu bangunan di Bangsal Pecaosan Gandhek dan Bangsal Pecaosan
kompleks Sitihinggil Kidul ini lebih dikenal dengan Jeksa (berada di sisi kiri dan kanan Tarub Agung),
nama Sasana Hinggil Dwi Abad. Bangunan Sasana Bale Bang (di sisi barat Bangsal Witana) dan Bale
Hinggil Dwi Abad masuk dalam pengelolaan Angun-angun (di sebelah timur Bangsal Witana)
Pemerintah Daerah Kotamadya Yogyakarta. serta Gedung UGM (di sisi paling selatan, masing-
masing di sisi kiri dan kanan). Halaman Sitihinggil
dikelilingi oleh sebuah lorong pada ketiga sisinya,
kecuali pada sisi utara. Lorong tersebut dikenal
dengan nama dalan pamengkang atau dalan supit
urang.

Tratag Siti Hinggil

30 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Bangsal Srimanganti

Srimanganti, Bangsal, terletak di sisi barat sebelah timur Plataran Sri Manganti ini terdapat
halaman Srimanganti. Bangunan Bangsal dua buah meriam dan sebuah piagam. Mulanya
Srimanganti berbentuk joglo sinom lambang meriam tersebut berjumlah banyak, namun kini
gantung yang berarti joglo beratap susun tiga hanya tinggal dua buah saja. Pada meriam tersebut
dengan atap penanggap atau atap susun kedua terdapat tulisan dengan menggunakan huruf
menggantung pada atap di atasnya. Di Bangsal Jawa yang menyebutkan tahun pembuatannya.
Srimanganti ini terdapat sela gilang untuk Sedangkan tulisan pada piagam menggunakan
tempat duduk Sri Sultan bila ia menemui atau huruf Jawa dan huruf Tionghoa yang berisikan
menerima tamu. Selain untuk menerima tamu, ucapan terima kasih masyarakat Tionghoa di
Bangsal Sri Manganti dipergunakan untuk tempat Yogyakarta kepada Sri Sultan Hamengku Buwana
sowan (menghadap) para abdi dalem bupati IX atas perlindungan yang telah diberikannya.
serta para keluarga raja, apabila di Kraton scdang
diselenggarakan suatu upacara kenegaraan. Pohon-pohon yang ditanam di Plataran Sri
Manganti semuanya berupa pohon buah-buahan,
Srimanganti, Kompleks, kompleks terakhir seperti pohon mangga, pohon jambu dersana,
sebelum memasuki pusat Kraton dari arah utara. dan pohon jambu tlampok arum. Pohon jambu
Halaman ini dibatasi oleh pintu gerbang Sri tlampok arum ditanam di halaman ini sebagai
Manganti dan pintu gerbang Danapratapa. Di peringatan agar semua orang hanya berbicara
dalamnya terdapat dua bangunan utama yang dengan kata-kata yang harum-harum (arum) saja,
terletak membujur yaitu Bangsal Trajumas dan sehingga bisa menjadi orang yang bijaksana dan
Bangsal Srimanganti. Sepanjang tepi barat halaman menjadi tauladan (sinudarsana) selamanya.
ini terdapat Kantor Tepas Sekuriti yang berbentuk
memanjang dan pada sisi timur halaman ini terdapat
Kantor Parentah Ageng dan Tepas Halpitapura.Di

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 31


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Tamanan, Bangsal, bangunan kecil berbentuk Trajumas, Bangsal, terletak di sebelah timur
joglo lawakan lambangsari dengan atap bersusun Bangsal Srimanganti dan bersama-sama menjadi
dua dan atap bawah menempel pada atap di atasnya, bangunan utama di kompleks Srimanganti.
terletak di utara Gedong Kuning dan di sebelah barat Sesuai dengan namanya, bangunan ini berbentuk
halaman Sri Manganti. Bangsal ini didominasi oleh limasan trajumas lambang gantung, suatu bentuk
warna biru tua, merah, putih dan keemasan yang yang sangat jarang dipakai dengan enam saka
berbeda dengan kebanyakan bangunan di Kraton. guru atau kolom utama dan atap susun kedua
Ornamentasi yang unik dijumpai pada kerbil atau atau penanggap yang menggantung pada atap di
bidang pengaku hubungan antara gelagar dan atasnya. Dengan saka guru sebanyak tiga pasang
saka guru yang di antaranya memiliki figur naga, maka terdapat sepasang saka tepat di tengah ruang
burung hong dan kijang yang akrab dengan tradisi yang menjadikan bangunan ini seperti neraca yang
Tiongkok. Perbedaan ini menimbulkan gambaran setimbang maka disebut sebagai trajumas. Secara
bahwa Bangsal Tamanan berasal dari masa sebelum simbolis bangsal berwarna hijau tua ini bermakna
Kraton Yogyakarta dibangun. Beberapa cerita lisan kemampuan seseorang dalam mengasah jiwanya
menyebutkan bahwa Bangsal ini berasal dari Masa sehingga menjadi setimbang dan adil.
Kerajaan Majapahit.

Bangsal Traju Mas


Sebelum Gempa

Bangsal Traju Mas


Setelah Renofasi

32 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Tugu Golong Gilig, Tugu yang berwarna putih yang terletak dalam satu garis
lurus sebelah utara Kraton Yogyakarta, didirikan oleh Sultan Hamengku Buwana
I. Semula, tugu dibuat dari bahan batu bata dengan ketinggian 25 meter. Puncak
tugu berbentuk bola sehingga disebut golong (nasi golong yang biasa digunakan
untuk sesaji berbentuk bulat bundar seperti bola). Puncak tugu yang disebut
golong tadi ditopang oleh kerucut terpancung yang berbentuk bulat panjang
(gilig), sehingga secara keseluruhan disebut Tugu Golong Gilig. Karena tugu
tersebut diberi warna dengan warna putih maka dalam bahasa Belanda disebut
White Paal, dan kebanyakan masyarakat Yogyakarta menyebut Tugu Pal Putih.

Secara filosofis Tugu Pal Putih merupakan bagian dari sumbu simbolis-filosofis
Kraton dan kota Yogyakarta yang terentang hinga Panggung Krapyak. Bentuk,
letak dan warna Tugu mengandung makna simbolis dan filosofis yang kompleks.
Dikaitkan dengan mitologi agama Hindu bentuk Tugu dan Panggung Krapyak
melambangkan lingga dan yoni, lambang dari kesuburan. Warna tugu yang
putih melambangkan kesucian, sedangkan bentuk golong gilig melambangkan
Manunggaling Kawula Gusti. Ada dua makna Kawula Gusti disini. Kawula
yang berarti Rakyat dan Gusti yang berarti Raja, tetapi juga dapat juga Kawula
yang berarti Raja (Sultan) dan Gusti yang berarti Tuhan Sang Pencipta. Tugu
Golong Gilig merupakan pengejawantahan dari semangat dan tekad bulat serta
persatuan antara raja dan rakyatnya, karena Pangeran Mangkubumi menyadari
bahwa keberhasilan yang dicapai dalam membangun kraton dan negeri
Ngayogyakarta Hadiningrat tidak akan dapat terwujud tanpa bantuan rakyat
atau kawula. Namun di sisi lain Tugu Golong Gilig sebagai titik pandang Sultan
sewaktu meditasi di Bangsal Manguntur Tangkil di kompleks Sitihinggil dan
menghadap ke utara. Disinilah makna filosofi manunggaling Kawula Gusti atau
raja dengan Sang Maha Pencipta berlaku. Namun di sisi lain Tugu Golong Gilig
yang berwarna putih juga melambangkan manunggaling cipta dan rasa yang
dilandasi kesucian hati, karena dimulai dari Tugu Pal Putih sampai ke Kraton
melambangkan perjalan manusia (di dunia) menghadap Tuhan Sang Pencipta
(di akherat).

Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VI tepatnya pada
tanggal 10 Juni 1867 atau tanggal 4 Sapar tahun 1796 J (ditandai dengan
candrasangkala Obah Trus Pitung Bumi) terjadi gempa bumi hebat di Yogyakarta
yang merusakkan bangunan Tugu Golong Gilig. Setelah mengalami kerusakan
selama lebih kurang 20 tahun, atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwana ke
VII Tugu tersebut dibangun kembali dengan perubahan bentuk seperti tugu yang
sekarang masih kokoh berdiri. Pembangunan kembali Tugu tersebut mendapat
dukungan Residen Belanda Y Mulle Mester dan pelaksanaan fisik dibantu Patih
Dalem Kanjeng Raden Adipati Danureja V. Pembangunan Tugu kraton tersebut
selesai pada tanggal 3 Oktober 1889 ( 7 Sapar, Alip, 1819 ditandai dengan
candrasangkala Wiwara Harja Manggala Praja).

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 33


Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih
ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Panggung Krapyak

Panggung Krapyak, Bangunan Panggung Krapyak ini terletak kurang lebih


2 km di sebelah selatan Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading) berdenah
empat persegi panjang, bahan pasangan batu bata dengan tinggi kira-kira 10
meter, lebar 5 meter, dan panjang 6 meter. Keempat sisi bangunan masing-
masing terdapat sebuah pintu terbuka dengan dua jendela. Di dalam bangunan
terdapat lorong yang segaris dengan lubang pintu dan jendela. Lorong tersebut
berupa lengkung yang diperkuat dengan pilaster (pilar) yang sekaligus sebagai
penopang lantai atas bangunan. Bangunan Panggung Krapyak ini terdiri
atas dua lantai. Untuk menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas
digunakan tangga kayu yang ditempatkan di sudut barat laut. Lantai atas
berupa ruang terbuka yang diberi pagar transparan. Sesuai dengan namanya
fungsi bangunan ini pada waktu dulu digunakan untuk mengamati gerak
gerik binatang buruan di hutan sebelah selatan bangunan ini. Dari lantai
atas inilah Sri Sultan dapat melihat dan mengamati prajurit dan kerabatnya
dalam berburu (ngrapyak) menjangan (rusa). Oleh karenanya bangunan ini
disebut Panggung Krapyak. Dipandang dari sudut lahiriah Panggung Krapyak
merupakan panggung untuk Sultan pada saat mengamati para kerabat dan
prajurit berburu rusa, jadi sebagai tempat untuk bercengkarama. Namun dari
sisi simbolis dan filosofis Panggung Krapyak mempunyai makna sebagai awal
manusia dilahirkan dari rahim ibu (diwujudkan dengan bentuk Panggung
Krapyak seperti bentuk yoni), sedang Tugu Golong-Gilig sebagai lingganya.
Di sebelah barat laut banguinan ini terdapat kampung yang bernama Mijen
yang berarti benih. Benih manusia inilah yang dikandung dan dilahirkan dari
rahim sang Ibu.

36 Ensiklopedi Kraton Yogyakarta


ARSITEKTUR DAN TATA RUANG

Witana, Bangsal, bangunan utama di Kompleks Siti Hinggil Utara, berbentuk tajug lawakan lambang
gantung yang berarti beratap seperti piramida bersusun dua dengan atap penanggap atau atap susun
kedua menggantung pada atap di atasnya. Bangunan ini berwarna coklat tua dengan ornamen berperada
emas yang kontras. Pada tahun 1925 bangsal ini dipugar total ditandai dengan sengkalan atau kronogram
“tinata piranti ing madya witana”.

Berakar pada kata wiwit atau mula Bangsal Witana melambangkan asal muasal yang luhur dan hakiki
sehingga menduduki tempat yang dimuliakan. Pada saat upacara besar seperti Garebeg dan Penobatan
Raja, bangunan terbuka ini dipergunakan sebagai tempat persemayaman pusaka-pusaka utama seperti
Kangjeng Kyai Ageng Plered, Baru, Gada Tapan dan Gada Wadana. Sultan bertahta di Bangsal Manguntur
Tangkil yang lebih kecil dan lebih rendah di depan Bangsal Witana.

Saka Pananggap Bangsal Witana

Ensiklopedi Kraton Yogyakarta 37

Anda mungkin juga menyukai