Anda di halaman 1dari 46

1.1.1.

Ki Ageng Ngerang I / Sunan Ngerang I / Syeh


Muhammad Nurul Yaqin - Keturunan (Inventaris)
Orang:769461

Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of
ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a
full tree without registration, add text ?showfulltree=yes  directly to the end of URL of this page. Please, don't use
direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?> ♂ 1.1.1. Ki Ageng Ngerang I / Sunan Ngerang I / Syeh Muhammad Nurul Yaqin [Azmatkhan]
lahir: DIPUTUS AYAHNYA : 321552
perkawinan: <1> ♀ 3. Nyai Ageng Ngerang I/ Nyai Siti Rochmah (Dewi Roro Kasihan) [Brawijaya V]
== KI AGENG NGERANG I DAN ISTRINYA NYAI NGERANG ==

Ki Ageng Ngerang, seorang ulama asal Juwana yang disegani masyarakat karena berilmu tinggi. Saking
saktinya Ki Ageng Ngerang ini, Sunan Muria dan Sunan Kudus sampai berguru kepada beliau.

Pada suatu hari Ki Ageng Ngerang mengadakan syukuran atas usia Dewi Roroyono yang genap dua puluh
tahun. Semua muridnya diundang, termasuk Sunan Muria, Sunan Kudus, Adipati Pathak Warak, Kapa dan
adiknya Gentiri. Tetangga dekat juga diundang, demikian pula sanak kadang yang tinggal berjauhan.

Setelah tamu berkumpul Dewi Roroyono dan adiknya yaitu Dewi Roro Pujiwati keluar menghidangkan
makanan dan minuman. Keduanya adalah dara-dara yang cantik rupawan. Terutama Dewi Roroyono yang
berusia dua puluh tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar-mekarnya.

Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sudah berbekal ilmu agama dapat menahan pandangan matanya
sehingga tidak terseret oleh godaan setan. Tapi seorang murid Ki Ageng Ngerang yang lain yaitu Adipati
Pathak Warak memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak berkedip melihat kecantikan gadis itu. Sewaktu
menjadi cantrik atau murid Ki Ageng Ngerang, yaitu ketika Pathak Warak belum menjadi Adipati, Dewi
Roroyono masih kecil, belum nampak benar kecantikannya yang mempesona. Sekarang, gadis itu benar-benar
membuat Adipati Pathak Warak tergila-gila. Sepasang matanya hampir melotot memandangi gadis itu terus
menerus.

Karena dibakar api asmara yang menggelora, Pathak Warak tidak tahan lagi. Dia menggoda Dewi Roroyono
dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas. Tentu saja Dewi Roroyono merasa malu sekali, terlebih ketika lelaki
itu berlaku kurang ajar dengan memegangi bagian-bagian tubuhnya yang tak pantas disentuh. Si gadis naik
pitam, nampan berisi minuman yang dibawanya sengaja ditumpahkan ke pakaian sang Adipati.

Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para
tamu menertawakan kekonyolannya itu, dia pun semakin malu. Hampir saja Dewi Roroyono ditamparnya kalau
tidak ingat bahwa gadis itu adalah putri sang guru.

Dewi Roroyono masuk ke dalam kamarnya, gadis itu menangis sejadinya karena dipermalukan oleh Pathak
Warak. Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah pulang ke tempatnya masing-masing. Tamu dari jauh terpaksa
menginap di rumah Ki Ageng Ngerang, termasuk Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat tengah
malam Pathak Warak belum dapat memejamkan matanya.

Pathak Warak kemudian bangkit dari tidurnya dan mengendap-endap ke kamar Dewi Roroyono. Gadis itu
disirepnya sehingga tak sadarkan diri, kemudian melalui genteng Pathak Warak melorot turun dan membawa
lari gadis itu melalui jendela. Dewi Roroyono dibawa lari ke Mandalika, wilayah Keling atau Kediri. Setelah Ki
Ageng Ngerang mengetahui putrinya di culik oleh Pathak Warak, beliau berikrar bahwa siapa saja yang
berhasil membawa putrinya itu bila perempuan akan dijadikan saudari Dewi Roroyono dan bila laki-laki akan
dijadikan menantu. Tak ada yang menyatakan kesanggupannya, karena semua orang telah maklum akan
kehebatan dan kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang bersedia memenuhi harapan Ki Ageng
Ngerang.

“Saya akan berusaha mengambil Diajeng Roroyono dari tangan Pathak Warak,” kata Sunan Muria.

Tetapi, di tengah perjalanan Sunan Muria bertemu dengan Kapa dan Gentiri, adik seperguruan yang lebih
dahulu pulang sebelum acara syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat Sunan Muria berlari
cepat menuju arah daerah Keling.

“Mengapa Kakang tampak tergesa-gesa ?” tanya Kapa.

Sunan Muria lalu menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan oleh Pathak Warak. Kapa dan
Gentiri sangat menghormati Sunan Muria sebagai saudara seperguruan yang lebih tua. Keduanya lantas
menyatakan diri untuk membantu Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.

“Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan Gunung Muria. Murid-murid Kakang sangat membutuhkan
bimbingan. Biarlah kami yang berusaha merebut Diajeng Roroyono kembali. Kalau berhasil Kakang tetap
berhak mengawininya, kami hanya sekedar membantu saja.”

“Aku masih sanggup merebutnya sendiri,” ujar Sunan Muria.

“Itu benar, tapi membimbing orang memperdalam agama Islam juga lebih penting, percayalah pada kami. Kami
pasti sanggup merebutnya kembali.” kata Kapa ngotot.

Sunan Muria akhirnya meluluskan permintaan adik seperguruannya itu. Rasanya tidak enak menolak
seseorang yang hendak berbuat baik. Lagi pula ia harus menengok para santrinya di Padepokan Gunung
Muria. Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa dan Gentiri ternyata meminta bantuan
seorang Wiku Lodhang di pulau Seprapat yang dikenal sebagai tokoh sakti yang jarang tandingannya. Usaha
mereka berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke Ngerang. Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke Ngerang.
Ingin mengetahui perkembangan usaha Kapa dan Gentiri. Di tengah jalan beliau bertemu dengan Adipati
Pathak Warak.

“Hai Pathak Warak berhenti kau!” bentak Sunan Muria.


Pathak Warak yang sedang naik kuda terpaksa berhenti karena Sunan Muria menghadang di depannya.

“Minggir! Jangan menghalangi jalanku!” hardik Pathak Warak.

“Boleh, asal kau kembalikan Dewi Roroyono!”

“Goblok! Roroyono sudah dibawa Kapa dan Gentiri! Kini aku hendak mengejar mereka!” umpat Pathak Warak.

Untuk apa kau mengejar mereka?

Merebutnya kembali! jawab Pathak Warak dengan sengit.

Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Roroyono telah dijodohkan denganku! ujar Sunan Muria sambil pasang
kuda-kuda.

Tampa basa-basi Pathak Warak melompat dari punggung kuda. Dia merangkak ke arah Sunan Muria dengan
jurus-jurus cakar harimau. Tapi dia bukan tandingan putra Sunan Kalijaga yang memiliki segudang kesaktian.
Hanya dalam beberapa kali gebrakan, Pathak Warak telah jatuh atau roboh di tanah dalam keadaan fatal.
Seluruh kesaktiannya lenyap dan ia menjadi lumpuh tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi berjalan.

Sunan Muria kemudian meneruskan perjalanan ke Juwana, kedatangannya disambut gembira oleh Ki Ageng
Ngerang. Karena Kapa dan Gentiri telah bercerita secara jujur bahwa mereka sendirilah yang memaksa
mengambil alih tugas Sunan Muria mencari Roroyono, maka Ki Ageng Ngerang pada akhirnya menjodohkan
Dewi Roroyono dengan Sunan Muria. Upacara pernikahan pun segera dilaksanakan.

Kapa dan Gentiri yang berjasa besar itu diberi hadiah tanah di desa Buntar. Dengan hadiah itu keduanya
sudah menjadi orang kaya yang kehidupannya serba berkecukupan. Sedangkan Sunan Muria segera
memboyong istrinya ke Pedepokan Gunung Muria. Mereka hidup bahagia, karena merupakan pasangan yang
ideal.

Tidak demikian halnya dengan Kapa dan Gentiri. Sewaktu membawa Dewi Roroyono dari Keling ke Ngerang
agaknya mereka terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita jelita itu. Siang malam mereka tak bisa tidur.
Wajah wanita itu senantiasa terbayang. Namun karena wanita itu sudah diperistri kakak seperguruannya
mereka tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya penyesalan yang menghujam di dada. Mengapa dulu mereka
buru-buru menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya Sunan Muria, tanpa bersusah payah sekarang
menikmati kebahagiaan bersama gadis yang mereka dambakan. Di sinilah hikmah ajaran agama agar lelaki
diharuskan menahan pandangan matanya dan menjaga kehormatan (kemaluan) mereka.

Andaikata Kapa dan Gentiri tidak menatap terus kearah wajah dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu pasti
mereka tidak akan terpesona dan tidak terjerat oleh iblis yang memasang perangkap pada pandangan mata.

Kini Kapa dan Gentiri benar-benar telah dirasuki iblis. Mereka bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari
tangan Sunan Muria. Mereka telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai istri bersama secara
bergiliran. Sungguh keji rencana mereka. Gentiri berangkat lebih dulu ke Gunung Muria. Namun ketika hendak
melaksanakan niatnya ia dipergoki oleh murid-murid Sunan Muria, sehingga terjadilah pertempuran dahsyat.
Apalagi ketika Sunan Muria keluar menghadapi Gentiri, suasana menjadi semakin panas sebelum akhirnya
Gentiri tewas menemui ajal di puncak Gunung Muria.

Kabar kematian Gentiri tersebar dengan cepat ke berbagai daerah. Tetapi hal itu tidak membuat surut niat
Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang ke Gunung Muria secara diam-diam pada malam hari sehingga tidak ada
seorangpun mengetahuinya. Kebetulan pada saat itu Sunan Muria dan beberapa murid pilihan beliau sedang
bepergian ke Demak Bintoro. Kapa menyirep murid-murid Sunan Muria yang ditugaskan menjaga Dewi
Roroyono, kemudian dengan mudahnya ia menculik dan membawa wanita impiannya itu ke Pulau Seprapat.

Pada saat yang sama, sepulangnya dari Demak Bintoro Sunan Muria bermaksud mengadakan kunjungan
kepada Wiku Lodhang, Datuk di Pulau Seprapat. Kunjungan ini biasa dilakukannya dalam rangka menjalin
persahabatan dengan pemeluk agama lain. Terlebih lagi sang wiku pernah menolongnya merebut Dewi
Roroyono dari Pathak Warak.

Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau Seprapat itu tidak di sambut baik oleh Wiku Lodhang.

“Memalukan! Benar-benar nista perbuatanmu itu! Cepat kembalikan istri kakang seperguruanmu sendiri itu!”
hardik Wiku Lodhang dengan marah. “Bapa guru ini bagaimana, bukankah aku ini muridmu? Mengapa tidak
kau bela?” “Apa? Membela perbuatan durjana?” bentak Wiku Lodhang. “Sampai mati pun aku takkan sudi
membela kebejatan budi walau pelakunya itu muridku sendiri!”

Perdebatan antara guru dan murid itu berlangsung lama. Tanpa mereka sadari Sunan Muria sudah sampai di
tempat itu. Betapa terkejutnya Sunan Muria melihat istrinya sedang tergolek ditanah dalam keadaan terikat
kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu mulut dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang. Wiku
Lodhang menjauh, melangkah menuju Dewi Roroyono untuk membebaskannya dari belenggu yang dilakukan
Kapa. Bersamaan dengan selesainya sang Wiku membuka tali yang mengikat tubuh Dewi Roroyono, tiba-tiba
terdengar jeritan keras dari mulut Kapa.

Ternyata, serangan dengan mengerahkan aji kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik menghantam dirinya
sendiri. Itulah ilmu yang dimiliki Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan lawan. Karena Kapa
mempergunakan aji pamungkas yang ia miliki maka ilmu tersebut akhirnya merengut nyawanya sendiri.

Maafkan saya Tuan Wiku …..  ujar Sunan Muria agak menyesal.

Tidak mengapa, sudah sepantasnya dia menerima hukuman ini. Menyesal aku telah memberikan ilmu
kepadanya. Ternyata ilmu itu digunakan untuk melakukan kejahatan,” gumam sang Wiku. Dengan langkah
gontai sang Wiku mengangkat jenazah muridnya. Bagaimanapun Kapa adalah muridnya, pantaslah kalau dia
menguburkannya secara layak. Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan Muria kembali ke padepokan dan
hidup berbahagia.
Nyai Ageng Ngerang diperkirakan lahir sebelum tahun 1478 M. Nama kecilnya adalah Dewi Roro Kasihan dan
nama lengkapnya bernama Nyai Siti Rohmah Roro Kasihan Masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan
(gelar) Nyai Ageng Ngerang karena ia menjadi istri Kyai Ageng Ngerang I Nyai Ageng Ngerang I adalah
seorang tokoh ulama wanita wali nukbah yang semasa dengan Dewan Walisongo yang menyebarkan agama
islam di daerah Juwana dan daerah lereng pegunungan Kendeng Pati Selatan sampai akhir hayatnya
dimakamkan di Pedukuhan Ngerang Desa Tambakromo,Pati,Jawa Tengah,makamnya dari kota Pati ke arah
Selatan sekitar 17 km. Nyai Ageng Ngerang merupakan salah satu keturunan bangsawan kerajaan Majapahit
Prabu Kertabumi Brawijaya V dan mempunyai nasab sampai dengan Nabi Muhammad SAW generasi ke 25
dari keluarga Bani Alawi Hadramaut. Menurut beberapa catatan Babad Tanah Jawi, Serat Centhini, berbagai
sumber buku, dan juga dari Keraton Surakarta Hadiningrat, silsilah Nyai Ageng Ngerang adalah sebagai
berikut:

 Suami : Ki Ageng Ngerang I /Sunan Ngerang atau Syeh Muhammad Nurul Yaqin ialah putra
Ki Ageng Jabung trah Sunan Ngudung ayah dari Sunan Kudus

 Ayah : Raden Bondan Kejawan Aryo Lembu Peteng, Ki Ageng Tarub II adalah putra dari
Prabu Brawijaya V

 Ibu  : Dewi Retno Nawangsih

 Kakek nenek ayah: Prabu kertabumi Brawijaya V dan Putri Wandan kuning

 Kakek nenek ibu: Ki Ageng Tarub atau Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan,seorang
bidadari kahyangan.

 Saudara Kandung:

1. .Ki Ageng Wonosobo atau Syeh Abibdullah. Makamnya berada di Plobangan Selo
merto Wonosobo.

2. .Ki Ageng Getas Pendawa atau R.Depok atau Syeh Ngabdullah. Makamnya berada di
Kahuripan Purwodadi Grobogan.

Keturunan Kyai Ageng Ngerang/Sunan Ngerang I dan Nyai Ageng Ngerang/Nyai Siti Rohmah Roro kasihan
adalah sebagai berikut :

 1. Nyi Ageng Selo II atau Roro Kinasih. Roro Kinasih menikah dengan Ki Ageng
Selo,seorang legendaris yang mempunyai karomah dapat menangkap petir. Ki Ageng Sela
adalah keponakan sekaligus menantu Nyai Ageng Ngerang. Keduanya mempunyai 6 putri
dan 1 putra, Ki Ageng Henis.

 2. Ki Ageng Ngerang II. Ki Ageng Ngerang II ini mempunyai putra yakni: Ki Ageng Ngerang
III,Ki Ageng Ngerang IV dan Pangeran Kalijenar.
 3. Ki Ageng Ngerang III Ki Ageng Ngerang III menikah dengan Raden Ayu Panengah atau
Nyi Ageng Ngerang III, salahsatu putri Sunan Kalijaga makamnya berada di Laweyan Solo
dan mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Penjawi yang juga disebut Ki Ageng Pati
karena mendapat hadiah dari Raja Pajang yang berupa tanah perdikan yang sudah
berbentuk wilayah dan berpenduduk banyak yang sebelumnya Pati vakum pemimpin,
sedangkan Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah Tanah Alas Mentaok dan membuka
Desa Mataram yang akhirnya menjadi sebuah Kerajaan Besar.

Ki Ageng Penjawi mempunyai putri bernama Waskita Jawi atau Roro Sari yang menjadi permaisuri
Panembahan Senopati Ngabei Loring Pasar/Danang Sutawijaya yang bergelar Ratu Mas.Dan yang satu lagi
bernama Wasis Joyo Kusumo yang bergelar Adipati Pragola Pati. Sinuhun Pakubuwono XIII dan Sultan
Hamengkubuwono X adalah Keturunan Nyai Ageng Ngerang generasi ke 19.

 4. Roro Nyono Roro Nyono menikah dengan Sunan Muria.Sunan Muria merupakan salah
satu murid Sunan Ngerang,suami dari Nyai Ageng Ngerang .Kisah cerita kehidupannya
menjadi legenda masyarakat Pati.

 5. Roro Pujiwat. Roro Pujiwat terkenal akan kecantikan dan kesolehannya.Namun kisah
hidupnya sangat tragis karena terbunuh oleh seorang pemuda yang ditolak cintanya karena
tak bisa memenuhi persyaratannya untuk mengambil pintu kaputren kerajaan Majapahit
dalam semalam.

Dok. Foto Pintu Gerbang Majapahit yang terdampar Di Pati, Konon pintu ini dibawa Raden Bambang Kebo
Hanyabrang sebagai tanda bukti, agar diakui sebagai anak sah dari Sunan Muria. dan Pintu Gerbang
Majapahit itu ingin direbut oleh Raden Rangga yang berkepentingan mempersembahkan pintu ini sebagai
tanda cinta untuk pujaan hatinya Rara Pujiwat, putri Sunan Ngerang I. Makam Nyai Ageng Ngerang di
Ngerang,Tambakromo kabupaten Pati Jawa Tengah didekat lereng pegunungan Kendeng. Ketika Nyai Ageng
Ngerang pindah ke daerah Tambakromo lereng pegunungan kendeng ini beliau sudah berumur senja dan
sampai akhir hayatnya beliau dimakamkan disini.Umur beliau diperkirakan hampir 100 tahun. Beliau seorang
wanita yang sabar dan kuat dalam menghadapi rintangan,sifatnya welas asih kepada setiap orang bahkan
kepada orang yang membenci dan menentang ajarannya,suka membela kebenaran dan suka menolong
kepada orang yang lemah.
Tak ada catatan yang pasti tarikh wafatnya beliau.Namun sudah menjadi tradisi setiap 1 Suro dilaksanakan
Haul wafatnya.Acara haul selalu dihadiri kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat.
2
21/2 <1+1> ♀ 1.1.1.1. Nyai Ageng Selo II / Roro Kinasih / Nyai Bicak [Azmatkhan]
perkawinan: <2> ♂ Ki Ageng Sela / Abdurrahman II (Bagus Sogam) [Brawijaya]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
32/2 <1+1> ♂ 1.1.1.2. Ki Ageng Ngerang II Kyai Bodo [Azmatkhan]
3

41/3 <2+2> ♂ 7. Ki Ageng Enis / Ki Ageng Luwih [Brawijaya]


perkawinan: <3> ♀ Nyai Ageng Ngenis [Ngenis]
wafat: 1503
Pendiri Kraton Mataram adalah penembahan senopati. Dalam menjalankan pemerintahan-Nya, Dia selalu
mendapat bimbingan spritual dari sunan Kali Jaga. Pada tahun 1568, Joko Tingkir naik tahta dikerajaan Pajang
dan bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukan direstui oleh Sunan Giri, seorang wali sekaligus penasehat politi
Jawa yang tinggal dikewalian Giri, Gresik Jawa bagian Timur. Sultan Hadiwijaya yang arif dan bijaksana itu
segera mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati diseluruh Jawa Tengah dan Jawa timur. Sedangkan salah
seorang anak sultan Prawoto yaitu Arya Panggiri diangkat menjadi Adipati Demak. Dalam usahanya untuk
menegakkan kekuasaan Pajang, Sultan Hadiwijaya harus berhadapan dengan Adipati Jipang, Arya
Penangsang, putra sinuwun Sekar seda Lepen yang tidak rela tahta Demak diambil oleh Sultan Hadiwijaya,
karena Ia menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya membuat strategi jitu untuk menghadapinya. Ia
percaya bahwa dirinya akan mampu mengalahkan, walaupun tidak mudah. Arya Penangsang terkenal memiliki
senjata ampuh, yaitu keris setan kober yang selalu menggetarkan dan mencundangi musuh. Kemudian atas
nasehat para pini sepuh, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan
Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Pati dan Mataram.Ahirnya Arya Penangsang bisa
dikalahkan Oleh Danang Sustawijaya, Putra Pemanahan. Karena kesuksesannya ini merupakan strategi
Pemanahan dan Penjawi, Maka Sultan Hadi Wijaya memberikan hadiah tanah itu kepada mereka. Penjawi
mendapatkan tanah Pati sebuah kadipaten dipesisir utara dan Pemanahan mendapatkan Tanah Mataram yang
masih berupa hutan Memtaok. Menurut sisilah, Pemanahan adalah putra dari Ki Ageng Enis cucu Kiageng
Sela. Alas Mentaok berada disekitar Kota Gede Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki
Gede Mataram. Berdasarkan ramalan Sunan Giri, Mataram kelak akan menjadi sebuah kerajaan yang besar,
sehingga hal itu membuat Sultan Pajang mengulur-ulur waktu untuk menyerahkan tanah Mataram ke Ki
Pemanahan. Atas nasehat Ki Juru mertani, agar Pemanahan agar segera menghadap Sunan Kalijaga. Sunan
Kali Jaga memberikan fatwa bahwa Sultan Hadiwijaya adalah benar, seorang raja harus konsisten, sabda
pandita ratu tan kena wola wali. Sunan Kalijaga juga menasehati agar Ki Pemanahan menepati janji untuk
tidak memberontak kepada Pajang.

Atas jasa Sunan Kalijaga inilah Mataram diserahkan kepada Ki Pemanahan.

Kerajaan Mataram berkembang pesat,namun Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia pada tahun 1575,
sebelum menikmati hasilnya. Kemudian usahanya diteruskan sang anak yaitu Danang Sustawijaya. Beliau
terkenal ahli strategi perang dengan julukan Senopati Ing Alaga. Dan menjadi Raja dengan gelar Panembahan
Senopati (1575-1601). (http://banyumataramkasampurnan.blogspot.com/2010/11/sunan-kali-jaga-guru-para-
raja-mataram.html)
Foto: Makam Ki Ageng Henis (tengah). Sebelah kanan adalah makam Nyai Ageng Pati, istri dari Ki Penjawi
yang merupakan putra dari Ki Ageng Henis. Yang kiri adalah makam Nyai Ageng Pandanaran.
(http://www.harianjogja.com/tag/ki-ageng-henis/)
52/3 <2+2> ♀ 1. Nyai Ageng Lurung Tengah [Mataram]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
63/3 <2+2> ♀ 2. Nyi Ageng Saba / Nyai Ageng Saba [Brawijaya]
perkawinan: <4> ♂ Ki Ageng Saba [Brawijaya]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
74/3 <2+2> ♀ 3. Nyai Ageng Bangsri [Mataram]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
85/3 <2+2> ♀ 4. Nyai Ageng Jati [Mataram]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
96/3 <2+2> ♀ 5. Nyai Ageng Patanen [Mataram]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
107/3 <2+2> ♀ 6. Nyai Ageng Pakis Dadu [Mataram]
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26
118/3 <3> ♂ 1.1.1.2.1. Ki Ageng Ngerang III Kyai Buyut (Pati) [Azmatkhan]
perkawinan: <5> ♀ 4.3.1.1.8. Raden Ayu Penengah / Nyai Ngerang III [Azmatkhan]
129/3 <3> ♂ 1.1.1.2.2. Ki Ageng Ngerang IV [Azmatkhan]
1310/3 <3> ♂ 1.1.1.2.3. Ki Ageng Ngerang V [Azmatkhan]
1411/3 <3> ♂ 1.1.1.2.4. Pangeran Kalijenar [Azmatkhan]
4

191/4 <11+5> ♂ 1.1.1.2.1.1. Ki Ageng Penjawi [Azmatkhan]


lahir: Diputus Nomor Silsilah dibawah ini : 70469 769464 705736
Ki Ageng Penjawi bersama Pemanahan dan Jurumertani ketika masih muda, pemah berguru kepada Ki
Ageng Sela. Mereka bertiga disebut tiga serangkai, yang masih keturunan Raja Brawijaya V atau Prabu
Kertabumi yang bertahta pada tahun l468 – l478 M.
 Silsilah KiAgeng Penjawi adalah sebagai berikut:Raja Brawijaya V berputra Raden Bondan
Kejawan. Raden Bondan Kejawan mempunyai tiga putra yang bungsu putri bernama Rara
Kasihan diperistri Ki Ageng Ngerang. Pasangan antara Ki Ageng Ngerang dengan Rara Kasihan
ini menurunkan dua putra orang yaitu Ki Ageng Ngerang II dan seorang putri (diperistri Ki Ageng
Sela). Ki Ageng Ngerang II mempunyai putra empat yaitu Ki Ageng Ngerang III, Ki Ageng
Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V, dan Pangeran Kalijenar. Ki Ageng Ngerang III mempunyai
putra bernama Penjawi.

 Silsilah Ki Ageng Pemanahan sebagai berikut : Putra Raden Bondan Kejawan yang nomor dua
bernama Ki Ageng Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng
Sela berputra Ki Ageng Enis. Ki Ageng Enis menurunkan putra bernama Pemanahan.

 Silsilah Ki Jurumertani sebagai berikut : putra Raden Bondan Kejawan yang tertua adalah Ki
Ageng Wanasaba. Ki Ageng Wanasaba berputra Pangeran Made Pandan I. Pangeran Made
Pandan I berputra Ki Ageng Pakringan yang mempunyai isri bemama Rara Janten. Dari
pasangan ini mempunyai empat putra yaitu Ageng Nyai Laweh, Nyai Manggar, Putri, dan
Jurumertani.
Ki Ageng Penjawi, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Jurumertani yang masih keturunan Raja Brawijaya tersebut
mempunyai peran besar dalam rangka ikut menyelesaikan konflik keluarga Kerajaan Demak yang memakan
korban besar.

152/4 <4+3> ♂ Ki Ageng Pemanahan / Bagus Kacung (Kyai Gede Mataram) [Brawijaya]


lahir: 1501, Sultan Trenggana wafat 1546, Panembahan Senapati turut serta dalam Sayembara menangkap
Arya Panangsang dalam usia sekitar 18 tahun, Senapati lahir (1546-18+2=1530) pada tahun 1530.
Pemanahan lahir (1530-29=1501) pada tahun 1501
perkawinan: <17!> ♀ Nyai Ageng Pamanahan / Nyai Sabinah [Brawijaya]
pekerjaan: tahun 1556 Ki Ageng Pemanahan di beri hadiah tanah di daerah MATARAM yang merupakan
peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yg kini sudah menjadi hutan. Di tanah inilah Ki Ageng Pemanahan mulai
menata struktur kerajaan baru yg pada saat berdirinya dimulai oleh putranya yaitu Panembahan Senopati.
wafat: 1584?
== Ki Ageng Pamanahan ==

Ki Ageng Pamanahan atau Ki Gede Pamanahan, adalah pendiri desa Mataram tahun 1556, yang kemudian
berkembang menjadi Kesultanan Mataram di bawah pimpinan putranya, yang bergelar Panembahan Senapati.

Daftar isi
 [sembunyikan] [sembunyikan] [sembunyikan] [sembunyikan]

 1 Asal usul

 2 Peran awal

 3 Melawan Arya Penangsang

 4 Membuka Mataram

Asal usul

Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela. Ia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu
Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).

Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang yang
juga murid Ki Ageng Sela. Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di
Pajang.
Peran awal

Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Kesultanan Demak mengalami perpecahan akibat perebutan
takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar Sunan Prawata tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu Arya
Penangsang, bupati Jipang.

Arya Penangsang yang didukung Sunan Kudus juga membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat,
putri Sultan Trenggana. Sejak itu, Ratu Kalinyamat memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja menunggu
kematian Arya Penangsang bupati Jipang.

Arya Penangsang ganti mengirim utusan untuk membunuh Hadiwijaya di Pajang tapi gagal. Sunan Kudus
pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. Hadiwijaya datang ke Kudus dikawal Ki Pamanahan. Pada
kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan Hadiwijaya dari kursi jebakan yang sudah
dipersiapkan Sunan Kudus.

Dalam perjalanan pulang, Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu
Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu
Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.

Melawan Arya Penangsang

Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang karena masih sama-sama anggota keluarga Kesultanan
Demak. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh Arya Penangsang akan
mendapatkan hadiah tanah Mataram dan Pati.

Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Pamanahan).
Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat Hadiwijaya, bernama Sutawijaya ikut serta. Hadiwijaya tidak tega
sehingga memberikan pasukan Pajang untuk melindungi Sutawijaya.

Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan Arya Penangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat
cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.

Ki Juru Martani menyampaikan laporan palsu kepada Hadiwijaya bahwa Arya Penangsang mati dibunuh Ki
Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan
Hadiwijaya akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat Sutawijaya adalah anak angkatnya.

Membuka Mataram
Hadiwijaya memberikan hadiah berupa tanah Mataram dan Pati. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua
mengalah memilih Mataram yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah Pati
yang saat itu sudah berwujud kota.

Bumi Mataram adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini
semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi Mataram
dengan nama Alas Mentaok.

Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, Hadiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus Kesultanan
Demak. Pusat kerajaan dipindah ke Pajang, di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, Sunan Prapen cucu
(Sunan Giri) meramalkan kelak di daerah Mataram akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada
Pajang.

Ramalan tersebut membuat Sultan Hadiwijaya resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki
Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh Sunan Kalijaga, guru mereka. Keduanya
pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada
Sultan Hadiwijaya.

Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, pindah ke Hutan Mentaok,
yang kemudian dibuka menjadi desa Mataram. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng
Mataram. Adapun status desa Mataram adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng
Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.

Babad Tanah Jawi juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur
raja-raja Mataram. Konon, sesudah membuka desa Mataram, Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di
desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika
diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.

Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan
menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di
rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun,
akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih Tuhan untuk
menurunkan raja-raja pulau Jawa.

Ki Ageng Pamanahan memimpin desa Mataram sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu
Sutawijaya sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram Islam yang pertama
dengan nama Panembahan Senopati.

Kepustakaan
Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu


183/4 <6+4> ♂ Ki Juru Martani / Adipati Mandaraka (Mondoroko I) [Brawijaya]
lahir: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 :
http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-
beliau.html
perkawinan: <6> ♀ Ratu Mas Banten [Sultan Hadiwijaya]
gelar: 1601 - 1613, Mataram, Patih Kesultanan Mataram
wafat: 1615
== ASAL-USUL KI JURU MARTANI ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Terdapat 2 versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani :

 1. Versi Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Juru_Martani) dengan sumber referensi :

 1.Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi?


Semarang: Aneka Ilmu

 2.Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007.
Yogyakarta: Narasi

 3.H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di


Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

 4.Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI.
Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional **5.Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Pendidikan Nasional

 6.M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press

 7.Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja


Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Silsilahnya sebagai berikut :

Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri
anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan
Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan,
putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu
sekaligus ipar Juru Martani.
Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram,
antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.

Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba
berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan
dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat
menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

 2. Versi tulisan Ulil Ahbab 17 Februari 2010 (http://kincho-ngerang.blogspot.com/), sumber


referensinya adalah :

 1.RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.

 2.Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.

 3.Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.

 4.M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.

 5.Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.

 6.Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.

 7.A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.

 8.K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.

 9.Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.

 10.Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.

 11.Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah
walisongo. Anugerah, Surabaya”.

 12.Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti.
Jakarta

 13.Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.

 14.Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.

 15.………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.

Silsilahnya sebagai berikut :

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan
Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu
menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan
Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden
Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

 1.Ki Ageng Wanasaba


 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan

 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai
Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten
Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik.
Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal
dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut
terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai
tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu
dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra
Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah
dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran.
Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten.
Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru
Mertani.
164/4 <4+3> ♂ Ki Ageng Karotangan [Pagergunung]
perkawinan: <7> ♀ Putri [Ampuhan]
175/4 <6+4> ♀ Nyai Ageng Pamanahan / Nyai Sabinah [Brawijaya]
perkawinan: <15!> ♂ Ki Ageng Pemanahan / Bagus Kacung (Kyai Gede Mataram) [Brawijaya] b. 1501 d.
1584?
http://almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=168&menux=26

Diputus : 70422
70446
5
211/5 <16+7> ♂ Ki Ageng Sutogati [Pagergunung]
lahir:
perkawinan: <8> ♀ Putri [Pajang]
432/5 <15+17!> ♀ 18. Nyai Ageng Suwakul [Brawijaya]
lahir: Wafat dimakamkan di Astana Lawiyan.
203/5 <15+17!> ♂ Kanjeng Panembahan Senopati / Sutowijoyo (Raden Bagus Sutawijaya) [Ki Ageng
Pamanahan]
lahir: 1530c
perkawinan: <9> ♀ Nyai Adisara [?]
perkawinan: <22!> ♀ 1.1.1.2.1.1.1. Waskita Jawi / Ratu Mas (Putri Waskita Jawi) [Azmatkhan]
perkawinan: <10> ♀ Rara Semangkin [?]
perkawinan: <11> ♀ Niken Purwosari / Rara Lembayung [Ki Ageng Giring]
perkawinan: <12> ♀ Kanjeng Ratu Kidul [?]
perkawinan: <13> ♀ Raden Ayu Retno Dumilah [Raden Trenggono]
gelar: 1575 ? 1601, SULTAN MATARAM KE 1 (1587-1601), bergelar Panembahan Senopati Khalifatullah
Sayyidin Penatagama
wafat: 1601
== Panembahan Senopati ==

Danang Sutawijaya (lahir: ? - wafat: Jenar, 1601) adalah pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah
sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601, bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama
Khalifatullah Tanah Jawa. Tokoh ini dianggap sebagai peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram. Riwayat
hidupnya banyak digali dari kisah-kisah tradisional, misalnya naskah-naskah babad karangan para pujangga
zaman berikutnya.

Daftar isi

 1 Asal-Usul

 2 Peran Awal

 3 Memberontak Terhadap Pajang

 4 Memerdekakan Mataram

 5 Menjadi Raja

 6 Memperluas Kekuasaan Mataram

 7 Akhir Pemerintahan

 8 Kepustakaan

 9 Sekar Sinom

Asal-Usul

Danang Sutawijaya adalah putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah. Menurut naskah-
naskah babad, ayahnya adalah keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit, sedangkan ibunya adalah
keturunan Sunan Giri anggota Walisanga. Hal ini seolah-olah menunjukkan adanya upaya para pujangga untuk
mengkultuskan raja-raja Kesultanan Mataram sebagai keturunan orang-orang istimewa.

Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama
Kesultanan Mataram. Ia ikut berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada tahun
1549.
Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena
pernikahan Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat
tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.

Peran Awal

Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi
Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan
menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.

Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir
Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu
bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan
Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak
angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.

Memberontak Terhadap Pajang

Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan
Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng
Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar
Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”).

Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan
Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu
sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua
pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun.

Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan,
baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai
menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri
pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil
dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati.

Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki
perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih
Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara
Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad.
Memerdekakan Mataram

Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya menghukum buang Tumenggung Mayang ke Semarang karena membantu
anaknya yang bernama Raden Pabelan, menyusup ke dalam keputrian menggoda Ratu Sekar Kedaton, putri
bungsu Sultan. Raden Pabelan sendiri dihukum mati dan mayatnya dibuang ke Sungai Laweyan.

Ibu Pabelan adalah adik Senapati. Maka Senapati pun mengirim para mantri pamajegan untuk merebut
Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya.

Perbuatan Senapati ini membuat Sultan Hadiwijaya murka. Sultan pun berangkat sendiri memimpin pasukan
Pajang menyerbu Mataram. Perang terjadi. Pasukan Pajang dapat dipukul mundur meskipun jumlah mereka
jauh lebih banyak.

Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dalam perjalanan pulang ke Pajang. Ia akhirnya meninggal dunia namun
sebelumnya sempat berwasiat agar anak-anaknya jangan ada yang membenci Senapati serta harus tetap
memperlakukannya sebagai kakak sulung. Senapati sendiri ikut hadir dalam pemakaman ayah angkatnya itu.

Menjadi Raja

Arya Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus
berhasil merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati
Jipang.

Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena pemerintahan Arya Pangiri
dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke
Demak.

Pangeran Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak. Senapati hanya meminta
beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya, ia berwasiat agar
Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian menjadi
bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati.

Maka sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan. Ia tidak mau memakai gelar
Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di
Kotagede.
Memperluas Kekuasaan Mataram

Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri.
Persekutuan adipati Jawa Timur tetap dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang
melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri Kedaton.

Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati
saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi
permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin
keturunan kakaknya itu.

Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati
Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar
menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan
diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.

Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang
bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya.

Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut
kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi
(pamannya).

Pada tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi
panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam
sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan
tunduk kepada Mataram.

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh
pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut
beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan
Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.

Akhir Pemerintahan

Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa
Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede. Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir
dari putri Pati, bernama Mas Jolang.
Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007.
Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Sekar Sinom

"Nulata laku utama, tumraping wong Tanah Jawi. Priyagung hing Ngeksigondo, Panembahan Senapati. Kapati
amarsudi, sudaning hawa lan napsu. Pinesu tapa brata, tanapi hing siyang ratri.
Amemangun karyanak tyasing sasama."
234/5 <15+17!> ♂ 11. Pangeran Gagak Baning / Pangeran Gagak Pranolo (Bupati Pajang) [Mataram]
gelar: 1588 - 1591, Pajang, Adipati Pajang
wafat: 1591, Astana Kota Gede
225/5 <19> ♀ 1.1.1.2.1.1.1. Waskita Jawi / Ratu Mas (Putri Waskita Jawi) [Azmatkhan]
perkawinan: <20!> ♂ Kanjeng Panembahan Senopati / Sutowijoyo (Raden Bagus Sutawijaya) [Ki Ageng
Pamanahan] b. 1530c d. 1601
246/5 <19> ♂ 1.1.1.2.1.1.2. Pangeran Adipati Pragola II (Prince) [Azmatkhan]
===Adipati Pragola II===

atau Wasis Jayakusuma II, putra dari Wasis Jayakusuma I atau Adipati Pragola I. Adipati Pragola II, beristrikan
Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar yg merupakan Adik Sultan Agung. Maka, Adipati Pragola II tidak lain
adalah adik ipar dari Sultan Agung, sang penguasa Mataram.

Pada masa kepemimpinanya, sang adipati meneruskan kebijakan ayahnya, yang menyatakan bahwa Pati dan
Mataram sederajat. Karena hal ini, sang adipati tidak mau mengikuti Pisowanan Agung yang diwajibkan bagi
bawahan Mataram. Awalnya, Sultan Agung masih membiarkan ketidakhadiran adik iparnya itu. Karena daerah
Pati, termasuk wilayah basis kekuatan bagi Mataram, dan Kadipaten yg paling kuat karena satu-satunya
wilayah yg belum terkalahkan. Sehingga, jangan sampai melakukan pemberontakan.

Akhir dari hubungan Mataram-Pati, adalah dengan meletusnya perang Pati. Sebab perang ini adalah,
penyerangan Pati ke Jepara karena sebuah konflik. Namun, oleh Patih Endranata, Pati dilaporkan akan
memberontak dari Mataram.

Sultan Agung memutuskan untuk menyerbu Pati dari tiga penjuru, yaitu Timur, Selatan dan Barat. Ratusan ribu
prajurit Mataram dikerahkan untuk menghancurkan Pati. Sebagai Senapatinya, Mataram menunjuk
Tumenggung Alap-alap.
Pasukan dari arah Timur, yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, dan bermukim di
Pekuwon Juwana bagian timur. Pasukan Mataram dari arah selatan dipimpin oleh Pangeran Madura yg
membawahi prajurit Kedu, Begalan dan Pamijen, pasukan ini mendirikan tenda-tenda perkemahan di kaki
Gunung Kendeng sekitar daerah Cengkalsewu sebelah selatan Pati.

Pasukan dari arah barat dipimpin oleh bupati Sumedang (Rangga Gempol I) yang membawahi pasukan
khusus berkuda, pasukan ini mendirikan barak di sekitar wilayah Matraman Margorejo sebelah barat Pati.
Terakhir keluarga raja yang memimpin pasukan-pasukan Pamejagan mataram. Pengawal pribadi terdiri dari
2.000 prajurit semua kapendak yang ada diantara mereka harus mengikuti raja.

Dalam pertempuran ini, Adipati Pragola II dibantu oleh enam tumenggung. Ke enam tumenggung tersebut
yaitu, Tumenggung Mangunjaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Tohpati,
Adipati Sawunggaling, Tumenggung Sindurejo, serta seluruh rakyat Pati.

Pada hari Jum’at Wage, tanggal 4 Oktober 1627 M, Adipati Pragola II wafat setelah tertusuk tombak Kyai Baru
milik Sultan Agung, yang diserahkan pada Lurah Kapedak, Naya Derma. Sang adipati meninggal dan
dikebumikan di Sendang Sani.

Setelah wafatnya Adipati Pragola II, Sultan Agung menemui adiknya, Ratu Mas Sekar, yang tidak lain adalah
istri dari sang adipati. Sultan Agung menanyakan alasan pemberontakan Pati terhadap Mataram. Ratu Mas
Sekar, dengan perasaan duka yang mendalam, menjawab bahwa semua berita yang didengar oleh sang
sultan adalah berita yang dipalsukan oleh Patih Endranata. Patih Endranata akhirnya ditangkap, dan
dieksekusi.
Perlawanan Adipati Pragola II yang gagah berani dalam melawan Mataram, untuk menjaga kehormatan
Kadipaten Pati terus hidup dalam ingatan masyarakat Pati. Karena peristiwa penyerangan Mataram ini, ada
sebuah pantangan bagi masyarakat Pati. Yaitu, orang Pati jangan sampai menikah dengan orang Mataram.
257/5 <18+6> ♂ Pangeran Mandura [Brawijaya]
268/5 <18+6> ♂ Pangeran Juru Kiting [Martani]
279/5 <18+6> ♂ Adipati Jagabaya Banten [Juru Martani]
Mas Karebet / Sultan Hadiwijaya pada waktu masih balita telah ditinggal wafat ayah, dan tak lama kemudian
ibunya wafat. Sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh Kiyai Ageng Tingkir, beliau adalah seperguruan dengan
ayah Mas Karebet. Oleh karenya tempat tinggal berpindah dari Pengging ke Tingkir (letaknya dekat kota
Slatiga), dan kebetulan Kiayi Ageng Tingkir tidak mempunyai keturunan.

Dalam riwayat Mas Karebet setelah dewasa mengabi ke Demak menjadi prajurit Tamtama, karena berparas
tampan dan cerdik diambil menantu oleh Sang Prabu, dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka.

Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:

1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;


2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko/Ki Juru Martani, sebagai Patih
dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang, dan
7. Pangeran Sindusena.

Ratu Mas Banten, menikah dengan Adipati Mondoroko Ki Jurumartani, menjabat Patih Paduka Sinuhun
Panembahan Senapati ing Ngalaga, di Mataram, menurunkan putera puteri :

1. Adipati Jagabaya Banten, menurunkan putra :

a. Adipati Senabaya Banten, menurunkan putra :


b. Kanjeng Panembahan Bagus Banten, mwnurunkan putra :
c. Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran, menurunkan putra :
d. Raden Ajeng Temu, menikah dengan Adipati Sindurejo, menjabat Patih dari
Hingkang Sinuhun
Paku Buwana III di Surakarta, menurunkan putra :
e. Kanjeng Bandara Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II di Surakarta,
menurunkan putra :
f. Raden Ayu Notokusumo (Raden Ajeng Sayati) menurunkan putra :
g. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro III.

Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

 Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang,
menurunkan putra :

1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan


Agung Prabu
Hanyokrokusumo, di Mataram.
2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa,
peputra Panembahan Radin,
Panembahan Ramawijaya, dan Raden Ayu Purbaya III.
3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu
Hamangkurat Agung ing Mataram.
4. Pangeran Pujamenggala.
5. Pangeran Adipati Wiramenggala.

Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
2810/5 <15+17!> ♂ 1. Adipati Manduranegara [Brawijaya]
2911/5 <15+17!> ♂ 3. Pangeran Ronggo [Brawijaya]
3012/5 <15+17!> ♀ 4. Nyai Ageng Tumenggung Mayang [Brawijaya]
perkawinan: <14> ♂ Kyai Ageng Tumenggung Mayang [Pajang]
3113/5 <17+15!> ♂ 5. Pangeran Hario Tanduran [Brawijaya]
3214/5 <17+15!> ♀ 6. Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana [Brawijaya]
3315/5 <17+15!> ♂ 7. Pangeran Teposono [Brawijaya]
3416/5 <17+15!> ♂ 8. Pangeran Mangkubumi ? (Raden Jambu) [Mataram]
3517/5 <17+15!> ♂ 9. Pangeran Singasari / Raden Santri [Mataram]
perkawinan: <15> ♀ Raden Ayu Reno Dumilah [Demak]
3618/5 <17+15!> ♀ 10. Raden Ayu Kajoran [Brawijaya]
3719/5 <17+15!> ♂ 12. Pangeran Pronggoloyo [Brawijaya]
3820/5 <17+15!> ♀ 13. Nyai Ageng Haji Panusa, di Tanduran [Brawijaya]
3921/5 <17+15!> ♀ 14. Nyai Ageng Panjangjiwa [Brawijaya]
4022/5 <17+15!> ♀ 15. Nyai Ageng Banyak Potro, di Waning [Brawijaya]
4123/5 <17+15!> ♀ 16. Nyai Ageng Kusumoyudo Marisi [Brawijaya]
4224/5 <15+17!> ♀ 17. Nyai Ageng Wirobodro, di Pujang [Brawijaya]
4425/5 <15+17!> ♂ 19. Nyai Ageng Mohamat Pekik di Sumawana [Brawijaya]
4526/5 <15+17!> ♀ 20. Nyai Ageng Wiraprana di Ngasem [Brawijaya]
4627/5 <15+17!> ♀ 21. Nyai Ageng Hadiguno di Pelem [Brawijaya]
4728/5 <17+15!> ♀ 22. Nyai Ageng Suroyuda Kajama [Brawijaya]
4829/5 <17+15!> ♀ 23. Nyai Ageng Mursodo Silarong [Brawijaya]
4930/5 <17+15!> ♀ 24. Nyai Ageng Ronggo Kranggan [Brawijaya]
5031/5 <17+15!> ♀ 25. Nyai Ageng Kawangsih Kawangsen [Brawijaya]
5132/5 <17+15!> ♀ 26. Nyai Ageng Sitabaya Gambiro [Brawijaya]
6
541/6 <21+8> ♂ Ki Ageng Putu Martogati [Pagergunung]
lahir:
552/6 <21+8> ♀ Nyai Ageng Sutojoyo Pati Keponjong [Pagergunung]
lahir:

603/6 <20> ♂ 7. Pangeran Adipati Jayaraga / Raden Mas Barthotot [Brawijaya]


gelar: Bupati Ponorogo
Di Ponorogo
714/6 <25> ♂ 2. Pangeran Huposonto / Pangeran Adipati Batang (Pangeran Upasanta) [Brawijaya]
gelar: Bupati Batang
perkawinan: <16> ♀ Putri Adipati Benawa Hing Pajang [?]
Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

 Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang,
menurunkan putra :

1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan


Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Mataram.
2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa,
peputra Panembahan Radin,
Panembahan Ramawijaya,dan Raden Ayu Purbaya III.
3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu
Hamangkurat Agung ing Mataram.
4. Pangeran Pujamenggala.
5. Pangeran Adipati Wiramenggala.

Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
725/6 <35+15> ♂ Radin Mas Bagus/ Pangeran Blitar I (Kanjeng Pangeran Adipati Jumina Petak) [Demak]
lahir: Bupati of Madiun 1601-1613
626/6 <30+14> ♂ Raden Pabelan [Pajang]
wafat: 1587?

567/6 <20+13> ♂ 11. Pangeran Adipati Pringgoloyo I ? (Raden Mas Djulig) [Brawijaya]


lahir: Level 3 = Buyut ke 11 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Raden Ayu Djumilah +
Panembahan Senopati
gelar: 1595 - 1601, Bupati Madiun Ke 5
Raden Mas Djulig Pringgolojo memegang tampuk pimpinan pemerintahan di Kabupaten Madiun tahun 1595-
1661 menggantikan Raden Mas Sumekar dan Raden Mas Rangsang
708/6 <20+11> ♂ 5. Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar (Jaka Umbaran) [Brawijaya]
lahir: 1597c, Kalkulasi Kelahiran : [(kelahiran Senapati=1530)+(Usia saat nikah=65)+((2)]= 1597
wafat: 13 Oktober 1676, Kotagede Yogyakarta
Pangeran Purbaya, diberikan sebutan Purbaya terbang. Bibi dari Giring.

529/6 <20+13> ♂ 12. Ki Ageng Panembahan Djuminah ? (Pangeran Adipati Djuminah Petak / Pangeran Blitar
I) [Brawijaya]
lahir: Level 3 = Buyut ke 12 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Raden Ayu Djumilah +
Panembahan Senopati
gelar: 1601 - 1613, Bupati Madiun Ke 6
Diputus :

25705 706867 Pada periode berikutnya setelah Raden Mas Djulig Pringgolojo menjadi Bupati Madiun selama
tidak kurang dari 12 tahun Kabupaten Madiun berada di bawah pemerintahan Bupati yang bernama Raden
Mas Bagus Djunina Petak alias Mangkunegoro I. Bupati ini mengawali masa jabatannya pada tahun 1601 dan
berakhir tahun 1613.

Silsilah Versi http://silsilah-pangeran-haryo-juminah.blogspot.co.id/2011/08/silsilah-pangeran-
juminah.html SILSILAH KANJENG PANGERAN HARYO JUMINAH(PUTRA SENOPATEN) SILSILAH KPH
HARYO JUMINAH (PUTRA SENOPATEN)

KANJENG PANGERAN HARYO (KPH) JUMINAH adalah putra Paembahan Senopati RAJA Mataram dari
isteri Ratu Retno Dumilah putra bupati madiun. Makamnya berada pada makam HASTONO GIRILOYO timur
HASTONO IMOGIRI Bantul Daeral Istimewa Jogjakarta. Kalau ditarik dari Garis silsilah aayah dan ibu, akan
bertemu pada Prabu Brawijoyo V Raja Majapahit terakhir. Satu makam dengan RATU MAS ADI ( Isteri
SUSUHUNAN HANYOKROWATI ing Krapyak). Dari keturunan KPH Haryo Juminah ini, para bupati Kaliwungu
tempo doelu hampir semuanya anak cucunya. Salah satu putera KPH Juminah adalah RM Ronggo
Wongsoprono dimakamkan di HASTANA Kuntul ngelayang Komplek pemakaman PARA PANGGEDE (Pejabat
tempo doelu) Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah. RM RONGGO
Wongsoprono yang orang menganggapnya Pangeran Juminah Kaliwungu sebenarnya adalah putera pangeran
Juminah Giriloyo. Berdampingan dengan makam RM RONGGO Hadimanggolo ke 1 Bupti Kaliwungu Pertama
beserta Istri Bupati Kaliwungu pertama. 3 orang tersebut berada dalam satu cungkup (Gedung kecil) posisi ini
berada di bagian Gedung Lor(Utara) di sekitarnya masih dalam Komplek Gedung Lor kecuali itu ada makam
RT. RONODIWIRYO Bupati Batang tempo doeloe. Selanjutnya di bagian Gedung Tengah terdapat makam
Bupati Kaliwungu ke II (RM Ronggo Hadi Manggolo II), RT Sumo Diwiryo II (Bupati Kaliwungu ke VII, RT.
REKSO NAGORO (salah satu Bupati Semarang). Raden Ayu Reksonegoro dan Garwo (Ronggo/Bupati Anom
Ungaran) Pada bagian Gedung Kidul (selatan) terdapat makam RM Ronggo Hadi Manggolo III (Bupati
Kaliwungu ke III). RT Soemo Diwiryo ke-1 (Bupati Kaliwungu ke VI) RT Hadi Negoro II Bupati Demak, RT Hadi
Negoro III Bupati Demak, RT Kromo Manduro Bupati Kaliwungu ke-5.

PANEMBAHAN SENOPATI BERPUTERA DIANTARANYA :

1. PANGERAN JUMINAH. (makamnya di Hastana Giriloyo Bantul Jogyakarta) berputera diantaranya : 1.1 RM.
Ronggo Wongsoprono (KY Ageng Lempuyang, Makamnya di Gedong Lor satu cungkup dengan makam Bupati
Kaliwungu Pertama, sedangkan sebelahnya adalah Makam Istri Bupati Kaliwungu Pertama 1.2 Pangeran
Haryo Balitar 1.3 R. Ayu Sarifah Mertokusumo (guru ngaji Jepara) 1.4 R. Ay. Sontodirdjo 1.5 R. Ay. Wonoboyo
1.6 R. Ayu Kadjoran 1.7 RM. Surolojo
1.1 RM Ronggowongso Prono Berputra diantaranya : 1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo I (Bupati Kaliwungu
Pertama) makamnya menyatu dengan RM Ronggowongso Prono dan isteri Bupati Kaliwungu pertama).
Sekarang sudah dibangun cungkup (Gedung) oleh pemerintah Kabupaten Kendal.

1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo I berputera diantaranya : 1.1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo II (Bupati
Kaliwungu ke II) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo III (Bupati Kaliwungu ke III, pecah perang di Tlogohaji Gubug) berputera
diantaranya :

1.1.1.1.1.1 RT Ronggo Hadimanggolo IV (Hadinegoro Sepuh) Bupati Kaliwungu ke IV pernah menjabat Bupati
Batang, menantu Adipati citrosomo Bupati Jepara. Berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.1 RT Suro Hadiningrat (Kyai Kromo Manduro) Bupati Kaliwungu ke V 1.1.1.1.1.1.2 RT Sumo
Diwiryo I (Bupati Kaliwungu ke VI) 1.1.1.1.1.1.3 RT Ronodiwiryo Bupati Batang

1.1.1.1.1.1.2 RT Sumo Diwiryo I (Bupati Kaliwungu ke VI) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.1 R. Ayu Mertokusumo menantu Bupati Kendal 1.1.1.1.1.1.2.2 RT. Sumo Diwiryo II (Bupati
Kaliwungu ke VII) 1.1.1.1.1.1.2.3 Kyai Hadipati Hadinegoro Bupati Kaliwungu ke VIII, kemudian pindah menjadi
Bupati Demak berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1 R.A.A. Adinegoro Bupati Demak (Tahun 1839) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1.1 R. Ngabei Hastronagoro Wedono Ungaran berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1.1.1 R. Ayu Darmi (R. Ayu Hastrodilogo) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.1.2 R. Sudardjo

1.1.1.1.1.1.2.3.1.2 R. Ngabei Wiryo Wijoyo (Bekti) berputera diantaranya : 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.1 R. Hadiwidjojo


(Sutik) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.2 R. Nganten Surodipuro (Isteri Mas Surodipuro Grogol) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.3 R.
Nganten Haji abdul Majit (pabrik tahu Kauman Semarang) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.4 R. Tjitrokumoro
1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.5 R. Hadi Sumelang

1.1.1.1.1.1.2.3.2 R. Ayu Purbokusumo 1.1.1.1.1.1.2.3.3 R. Ayu Prawirokusumo 1.1.1.1.1.1.2.3.4 R. Ayu Adipati


Mangkudipuro II Bupati Juwana (Isteri ke-1 Adipati Mangkudipuro)

1.1.1.1.1.1.2.3.5 Isteri ke-2 R. Adipati Mangkudipuro II Bupati Juwana berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.1 R. Ngabei Prawirodipuro Wedono Ngerang 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2 R. Ayu Ronggowiratmojo


berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.1 R. Notowiratmejo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.2 R. Mertokusumo Fiskal Pati 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.3 R.


Ngabei Surowinoto Wedono Juwana
1.1.1.1.1.1.2.3.5.3 R. Ayu Hardjokusumo Isteri Fiskal Pati 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4 R. Ngabei Wirjodipuro Kolektor
Juwana berputera diantaranya : 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1. R. Ayu Panji Sumoprojo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.2. R. Ayu
Sastrodimejo (isteri Jaksa Semarang) 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.3. R. Wirjo Saputro

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1 R. Ayu Tirtoredjo (Garwo R. Tirtorejo Wedono Jeporo) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.1 R. Supardi Jaksa Solotigo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.2 R. Ayu Sudarjo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.3


R. Suparman

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.2 R. Ayu Sumowidjojo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.3 R. Surodipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.4 R. Ayu


Notodipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.5 R. Ayu Murti (isteri Mantri Kabupaten Juwana)

1.1.1.1.1.1.2.3.5.5 R. Ayu Hadipati Aryo Tejokusumo (isteri Bupati Kediri)

1.1.1.1.1.1.2.3.5.6 R. Ngabei Kromodipoero Patih Kudus berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.1 R. Kromohadipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.2 R. Ayu Suryodiputro (isteri patih Kendal)


1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.3 R. Ayu Muslimah 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.4 R. Kromodipuro

1.1.1.1.1.1.2.3.5.7 R. Ngabei Notodipuro Wedono Undaan 1.1.1.1.1.1.2.3.5.8 R. Ayu Hastronagoro

1.1.1.1.1.1.2.3.6 R. Ngabei Mangkudiwiryo Wedono Grobogan 1.1.1.1.1.1.2.3.7 R. Ngabei Citrodiwirjo Patih


Demak 1.1.1.1.1.1.2.3.8 R. Ngabei Condrodiwirjo Patih Demak 1.1.1.1.1.1.2.3.9 R. Ayu Purwodiwirjo (Isteri
Wedono Wedung)

1.1.1.1.1.1.2.4 R. Ayu Rekso Negoro (Isteri Rekso Negoro Ronggo Ungaran(Setingkat Bupati Anom, Wedono,
Wakil Bupati Ungaran tempo doelu)) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.4.1 RT. Aryo Reksonegoro Bupati Semarang (meninggal tahun 1862 M) berputera diantaranya
1.1.1.1.1.1.2.4.1.1 R. Ngabehi Reksodirdjo ( Patih Semarang) berputera diantaranya ; 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1.1 R.
Ay. Djojodirdjo (Mantri Polisi Ungaran) 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1.2 R. Reksobronto Juru tulis Wedono Srondol

1.1.1.1.1.1.2.5 R. Ayu Wirosaroyo (isteri Demang Desa Gunungpati ). Keterangan : Demang setingkat Kepala
Desa, Glondong, Kentol. Berputera diantaranya ;

1.1.1.1.1.1.2.5.1 R. Wirokusumo Demang Desa Gunungpati 1.1.1.1.1.1.2.5.2 R. Wirotanoyo Demang Desa


Gunungpati

1.1.1.1.1.1.2.6 RT. Aryo Adinegoro Bupai Demak tahun 1825 – 1830 perang Diponegaran berputera
diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.6.1 R. Ayu Merto Hadinegoro (Isteri RT. Merto Hadinegoro Bupati Grobogan) berputera
diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.6.1.1 R. Ayu Surodipuro Nilo Prabongso (Isteri R. Surodipuro Nilo Prabongso Wedono Tengaran,
Putera Surohadi Manggolo VII Bupati Semarang)
1.2 Pangeran Haryo Balitar berputra diantaranya :

1.2.1 Pangeran Tumenggung Balitar berputra diantaranya :

1.2.1.1 Putri (Istri Pakubuwana ke 1) 1.2.1.2 Pangeran Haryo Balitar

1.3 R. Ayu Sarifah Mertokusumo (guru ngaji Jepara) berputera diantaranya : 1.3.1 R. Ayu Noyowongso
Djongke (makam Gendingan Semarang) berputera diantaranya : 1.3.1.1 Kyai Ngabei Boestam Kartoboso
Onder Regent (Bupati Anom) Terboyo Semarang

Keterangan : masih dalam perbaikan, selanjutnya silsilah secara lengkap menyusul


Diposkan oleh SILSILAH KPH HARYO JUMINAH (PUTRA SENOPATEN) di 07.15

5310/6 <20+22!> ♂ 8. Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati / Raden Mas Jolang (Panembahan Seda ing
Krapyak) [Brawijaya]
perkawinan: <17> ♀ Dyah Banowati / Kanjeng Ratu Mas Hadi [Pajang]
perkawinan: <18> ♀ Ratu Tulungayu [Ponorogo]
perkawinan:
gelar: 1601 - 1613, Kota Gede, Mataram, Sultan Mataram Ke 2 bergelar Sri Susuhunan Adi Prabu
Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram
wafat: 1613
gelar: 1613, "Anumerta Panembahan Seda ing Krapyak"
== Panembahan Hanyakrawati ==

Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram (lahir: Kotagede, ? - wafat: Krapyak,
1613) adalah raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613. Ia juga sering disebut
dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak, yang
bermakna "Baginda yang wafat di Krapyak". Tokoh ini merupakan ayah dari Sultan Agung, raja terbesar
Mataram yang juga pahlawan nasional Indonesia.

Daftar isi

 1 Silsilah keluarga

 2 Peran awal
 3 Pemberontakan Pangeran Puger

 4 Menyerang Surabaya

 5 Kematian di Krapyak

 6 Catatan

 7 Kepustakaan

Silsilah keluarga

Nama asli Prabu Hanyakrawati adalah Raden Mas Jolang, putra Panembahan Senapati raja pertama
Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati. Antara
kedua orang tua Mas Jolang tersebut masih terjalin hubungan sepupu.

Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri
dari Ponorogo. Namun perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai putra, padahal Mas Jolang terlanjur berjanji
jika kelak dirinya menjadi raja, kedudukan Adipati Anom akan diwariskan kepada putra yang dilahirkan Ratu
Tulungayu.

Mas Jolang kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah
Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari
(kelak menjadi istri Pangeran Pekik).

Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta, ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang putra bernama
Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh Mas
Rangsang.

Peran awal
Mas Jolang pernah dikirim ayahnya untuk menghadapi pemberontakan pamannya dari pihak ibu, yaitu Adipati
Pragola dari Pati tahun 1600.

Pemberontakan tersebut dipicu oleh perkawinan Panembahan Senapati dengan Retno Dumilah putri Madiun
sebagai permaisuri kedua. Pragola marah karena khawatir kedudukan kakaknya (Ratu Mas Waskitajawi)
terancam. Ia pun memberontak menyatakan Pati lepas dari Mataram.

Panembahan Senapati menugasi Mas Jolang untuk memadamkan pemberontakan Pragola. Namun ia tidak
mampu mengalahkan kesaktian pamannya itu. Ia bahkan jatuh pingsan karena terluka menghadapi Pragola
dan terpaksa dibawa mundur oleh pasukannya.

Pemberontakan Adipati Pragola akhirnya ditumpas langsung oleh Panembahan Senapati sendiri.
Pemberontakan Pangeran Puger

Pangeran Puger alias Raden Mas Kentol Kejuron adalah putra kedua Panembahan Senapati yang lahir dari
selir bernama Nyai Adisara. Saat itu putra pertama Senapati yang bernama Raden Rangga Samudra (lahir dari
Rara Semangkin) telah meninggal sejak lama. Hal ini membuat Pangeran Puger menjadi putra tertua dan
merasa lebih berhak atas takhta Kesultanan Mataram daripada Mas Jolang.

Panembahan Senapati meninggal pada tahun 1601 dan digantikan oleh Mas Jolang sebagai raja Mataram
selanjutnya, yang bergelar Prabu Hanyakrawati. Pengangkatan tersebut membuat Pangeran Puger sakit hati
dan tidak mau menghadap ke pertemuan kenegaraan. menyadari hal itu, Hanyakrawati pun mengangkat
kakaknya itu sebagai adipati Demak.

Meskipun demikian, Pangeran Puger tetap saja memberontak pada tahun 1602. Perang saudara antara
Mataram dan Demak pun meletus. Akhirnya, pada tahun 1605 Pangeran Puger dapat ditangkap dan dibuang
ke Kudus.

Pemberontakan selanjutnya terjadi pada tahun 1607, dilakukan oleh Pangeran Jayaraga (alias Raden Mas
Barthotot), adik Hanyakrawati yang menjadi bupati Ponorogo. Pemberontakan ini dipadamkan oleh adik yang
lain, yaitu Pangeran Pringgalaya (alias Raden Mas Julik putra Retno Dumilah). Jayaraga tertangkap dan
dibuang ke Masjid Watu di Nusakambangan.

Menyerang Surabaya

Pada tahun 1610 Hanyakrawati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat
Mataram. Serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu
memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.

Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai
permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba
menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.

Kematian di Krapyak

Prabu Hanyakrawati meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan
Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak.

Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah Mas Rangsang. Namun, karena sebelumnyua pernah
berjanji pada istri pertama (Ratu Tulungayu), maka Mas Wuryah pun lebih dahulu dijadikan raja bergelar
Adipati Martopuro selama satu hari.
Setelah memerintah selama satu hari, Adipati Martopuro kemudian digantikan oleh Mas Rangsang, atau yang
lebih terkenal dengan julukan Sultan Agung.

Catatan

Pangeran Puger kakak Prabu Hanyakrawati yang memberontak pada tahun 1602-1605 berbeda dengan
Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I. Pangeran Puger Pakubuwana I adalah cicit Hanyakrawati yang
hidup pada zaman selanjutnya. Ia menjadi raja Kasunanan Kartasura pada tahun 1705-1719.

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007.
Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius

Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu


5811/6 <20+9> ♂ 3. Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuron [Brawijaya]
gelar: 1601?, Adipati Demak

5712/6 <20+13> ♂ 13. Pangeran Adipati Martoloyo / Mangkunegoro II (Raden Mas Kanitren) [Brawijaya]


lahir: Level 3 = Buyut ke 13 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Raden Ayu Djumilah +
Panembahan Senopati
gelar: 1613 - 1645, Bupati Madiun Ke 7
Memasuki tahun 1613 Raden Mas Keniten Mertolojo alias Mangkunegoro II menduduki jabatan. Bupati Madiun
yang dalam urutannya sebagai bupati yang ke-7 memerintah hingga saat wafatnya tahun 1645, pusaranya di
makam Taman.
6413/6 <20> ♀ 1. Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun [Brawijaya]
perkawinan: <19> ♂ Kyai Ageng Mangir III Ki Jaka Mangir ? (Wonoboyo) [Brawijaya V]
perkawinan: <20> ♂ Kyai Ageng Karanglo [?]
wafat: 1625, Jatinegara, Jakarta
penguburan: 1625, Tapos, Depok
Gusti Kanjeng Ratu Pambayun Garwa Kiayi Ageng Mangir. Setelah berstatus janda menikah dengan Kiyai
Ageng Karanglo.
5914/6 <20+10> ♂ 2. Pangeran Ronggo Samudra [Brawijaya]
diriwayatkan bertarung dengan Uling Laut Selatan. Bibi dari Kalinyamat
6115/6 <23> ♂ Pangeran Sidawini ? (Pangeran Pajang) [Mataram]
6316/6 <27> ♂ Adipati Senabaya Banten [Juru Martani]
6517/6 <20+9> ♀ 4. Pangeran Teposono [Brawijaya]
6618/6 <20> ♂ 6. Pangeran Rio Manggala [Brawijaya]
6719/6 <20> ♀ 9. Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil. [Brawijaya]
6820/6 <22+20!> ♀ 10. Gusti Raden Ayu Wiramantri [Brawijaya]
Di Ponorogo
6921/6 <20+13> ♂ 14. Pangeran Demang Tanpa Nangkil ? (Raden Mas Kadawung) [Brawijaya]
7322/6 <26> ♂ Raden Wirakusuma / Raden Aria Wirakusuma [Brawijaya]
7423/6 <25> ♂ 1. Pangeran Adipati Mandurareja [Brawijaya V]
7524/6 <20> ♀ Raden Ayu Sarifah Mertokusumo [Brawijaya]
7625/6 <20> ♀ Raden Ayu Sontodirdjo [Brawijaya]
7726/6 <20> ♀ Raden Ayu Wonoboyo [Brawijaya]
7827/6 <20+22!> ♀ Raden Ayu Kadjoran Raden Ayu Purubaya [Brawijaya]
7928/6 <20> ♂ Raden Mas Surolojo [Brawijaya]
8029/6 <20> ♂ Raden Mas Ronggo Wongsoprono ? (Kyai Ageng Lempuyang) [Brawijaya]
8130/6 <26> ♂ Pangeran Juru Wirapraba [Ki Juru Martani]
8231/6 <34> ♂ Adipati Sukawati [Ki Ageng Pemanahan]
8332/6 <34> ♂ Bagus Petak Madiun [Ki Ageng Pemanahan]
8433/6 <24> ♂ Kyai (Lord) Wanakriya [Wanakriya]
7
871/7 <54> ♂ Ki Ageng Buyut Martasuto [Pagergunung]
lahir:
882/7 <55> ♂ Ki Ageng Pogangan [Pagergunung]
lahir:
903/7 <71+16> ♀ 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan [Brawijaya]
lahir: Setelah Kanjeng Ratu Kulon (Cirebon) diusir dari Keraton, berubah nama menjadi Kanjeng Ratu Kulon
perkawinan: <86!> ♂ 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram] b. 1593 d.
1645
984/7 <53> ♀ 11. Gusti Ratu Wirokusumo [Brawijaya]
lahir: Ing Djipang
1025/7 <72+?> ♂ Pangeran Adipati Blitar. [Demak]
lahir: Bupati of Madiun 1645-1677 856021 Diputus ayahnya
1046/7 <71+16> ♀ 3. Kanjeng Ratu Kulon [?]
lahir: prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing

1117/7 <64+19> ♂ Bagus Wonoboyo [Brawijaya V]
lahir: 1588, Pati
perkawinan: <21> ♀ Nyimas Linggarjati [?]
pekerjaan: 1624 - 1629, Komandan divisi Telik Sandi di Mataram, Timnya berhasil membunuh Gubernur
Jenderal VOC ke 4 Yan Pieters Zoen Coen pada 20 September 1629
Bagus Wonoboyo putra tunggal Ki Ageng Mangir dengan Roro Pembayun, Komandan divisi Telik Sandi di
Mataram 1624 - 1529, Timnya berhasil membunuh Gubernur Jenderal VOC ke 4 Yan Pieters Zoen Coen pada
20 September 1629

868/7 <53+17> ♂ 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram]


lahir: 1593, Kuto Gede - Kesultanan Mataram
perkawinan: <90!> ♀ 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan [Brawijaya]
perkawinan: <22> ♀ Kanjeng Ratu Kulon [Gp.1] / Ratu Mas Tinumpak (Ratu Mas Ayu Sakluh) [Cirebon] d.
1653
perkawinan: <23> ♀ Mas Ayu Wangen [?]
perkawinan: <24> ♀ Mas Ayu Sekar Rini [?]
gelar: 1613 - 1645, Mataram, SULTAN MATARAM KE 4 bergelar Panembahan Hanyakrakusuma atau Prabu
Pandita Hanyakrakusuma
wafat: 1645, Plered, Bantul, Kesultanan Mataram
== Sultan Agung dari Mataram ==
Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma

Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram


Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman
Susuhunan Hanyakrakusuma
Panembahan Hanyakrakusuma
Prabu Pandita Hanyakrakusuma
Senapati-ing-Ngalaga Sayidin Panatagama

Masa kekuasaan : 1613 – 1645 Pendahulu  : Adipati Martapura Pengganti  : Amangkurat I

Permaisuri-1  : Ratu Kulon putri Kesultanan Cirebon

Permaisuri-2  : Ratu Wetan putri Adipati Batang Wangsa  : Dinasti Mataram Ayah  : Panembahan
Hanyakrawati Ibu  : Ratu Mas Hadi Dyah Banawati

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung. Sultan Agung Adi Prabu
Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan
Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan
Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang
menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional
Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Daftar isi

2 Gelar yang Dipakai


3 Awal pemerintahan
4 Menaklukkan Surabaya
5 Pasca penaklukan Surabaya
6 Hubungan dengan VOC
7 Menyerbu Batavia
8 Setelah kekalahan di Batavia
9 Akhir kekuasaan
10 Wafatnya Sultan Agung
11 Rujukan
12 Lihat pula
13 Referensi
Daftar isi

 1 Silsilah keluarga

 2 Gelar yang Dipakai

 3 Awal pemerintahan

 4 Menaklukkan Surabaya

 5 Pasca penaklukan Surabaya

 6 Hubungan dengan VOC

 7 Menyerbu Batavia

 8 Setelah kekalahan di Batavia

 9 Wafatnya Sultan Agung

 10 Rujukan

 11 Lihat pula

 12 Referensi

Silsilah keluarga

Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang.
Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja
kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon
waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah
Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk
dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi
Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan
yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas
Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).

Gelar yang Dipakai

Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu
Pandita Hanyakrakusuma". Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti gelarnya
menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Agung Hanyakrakusuma".
Setelah 1640-an beliau menggunakan gelar "Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun
1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah "Sultan Abdullah Muhammad
Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Untuk mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini adalah nama yang paling lazim dan populer, yaitu
"Sultan Agung".

Awal pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu),
Adipati Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden
Mas Rangsang adalah Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan
ke-tiga karena adiknya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan janji ayahnya,
Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua
tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukannya digantikan oleh
Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru di desa
Karta, sekitar 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.

Saingan besar Mataram saat itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim
pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung
Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji
Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang
Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati
Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan
Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kemudian pada tahun 1617 Pajang
memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke
Surabaya.

Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung
untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap mampu bertahan.
Sultan Agung kemudian mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana
(Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk
menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian
disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus
sama sekali. Kota ini akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran.
Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin
Tumenggung Mangun-oneng.

Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama
Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh
Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.

Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, keadaan Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita akibat perang yang
berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di berbagai daerah, yang
menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung
sendiri. Pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.

Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan
Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat
perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama
dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan
Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari
kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan
menghadapi Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta
besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya,
hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.
Menyerbu Batavia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Besar di Batavia

"Serangan Besar di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2] Sasaran
Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi
posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran
damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan
Agung memutuskan untuk menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di
Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total
semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami
kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, pada bulan
Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran
Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama
dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah
berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan
cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan
semuanya.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori
Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal
VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.

Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia mencoba menjalin
hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan
kemudian diputus tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka.
Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian
Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan
pemberontakan Sumedang tahun 1632.
Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak
mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang
masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran
Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung
pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada
tahun 1636.

[Akhir kekuasaan]

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-
1645) Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra
Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur
Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun
1640.

Dalam masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram,
kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui
peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun
1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan
Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar yang tidak hanya dibangun di atas
pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan
sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan,
sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Agung menaruh perhatian besar pada kebudayaan Mataram. Ia memadukan Kalender Hijriyah yang
dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya
Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal
sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai
oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini
digunakan supaya tercipta rasa persatuan di antara penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini
ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di Jawa
Tengah.
Wafatnya Sultan Agung

Pintu masuk ke makam Sultan Agung di Pemakaman Imogiri di Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Indonesia (foto tahun 1890). Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah
dekat. Ia pun membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram
mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang
bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.

Rujukan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007.
Yogyakarta: Narasi
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Pogadaev, V. A. Sultan Agung (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom;
Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon.
XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 -
26.

Lihat pula

Babad Tanah Jawi


Rara Mendut

Referensi

1.^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358


2.^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)
859/7 <53+18> ♂ 4. Pangeran Arya Martapura / Adipati Martopuro (Raden Mas Wuryah) [Brawijaya]
lahir: 1605, Kotagede
wafat: 1688, Magelang
11510/7 <52> ♂ 1. Pangeran Adipati Blitar II / Pangeran Kyai Balitar Irodikromo / Mangkunegoro III [Mataram]
lahir: 1645 - 1677, Bupati of Madiun Ke 8
9111/7 <53+17> ♀ 5. Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari [Mataram]
perkawinan: <25> ♂ Pangeran Pekik [?] d. 1663
wafat: 21 Februari 1659, Kotagede Yogyakarta, Dimakamkan di Pajimatan Imogiri
8912/7 <56> ♂ Pangeran Pringgoloyo II [Mataram]
Diputus ; 187242
9213/7 <53+17> ♀ 6. Kanjeng Ratu Mas Sekar [Brawijaya]
perkawinan: <26> ♂ Raden Prasmo (Pangeran Cakraningrat I) [Cakraningrat]
perkawinan: <27> ♂ Pangeran Cakraningrat I (Raden Praseno) [Aria Damar]
Diputus : 663633
9314/7 <53> ♂ 2. Pangeran Mangkubumi [Brawijaya]
9415/7 <53> ♂ 7. Pangeran Bhuminata [Brawijaya]
9516/7 <53> ♂ 8. Pangeran Notopuro [Brawijaya]
9617/7 <53> ♂ 9. Pangeran Pamenang [Brawijaya]
9718/7 <53+18> ♂ 10. Pangeran Selarong [Brawijaya]
9919/7 <53> ♂ 12. Pangeran Pringoloyo [Brawijaya]
10020/7 <63> ♂ Kanjeng Panembahan Bagus Banten [Juru Martani]
10121/7 <53+17> ♂ 3. Pangeran Bumidirja ? (Ki Bumi) [Brawijaya]
10322/7 <71+16> ♂ 2. Panembahan Mas, Menjabat Adipati di Pajang [?]
10523/7 <71+16> ♂ 4. Pangeran Pujamenggala [?]
10624/7 <71+16> ♂ 5. Pangeran Adipati Wiramenggala [?]
10725/7 <53> ♀ Pangeran Ronggo / Ratu MAS Sekar [Mataram]
10826/7 <53+17> ♂ 13. Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat (1.1.1.5.28x ) [Mataram]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

1.1.15.4 NR. Soemalintang or NR Ajoemajar or RA Soedarsah . 1.1.15.4X Pangeran Koesoemadiningrat or


Pgn Koesoema Diningrat ., [Keseluruhan keturunannya terdapat dibuku "Sajarah Babon Luluhur Sukapura"
(SBLS), disusun oleh Rd. Sulaeman Anggapradja, sesepuh KWS (Kumpulan Wargi Sukapura) Cabang Garut,
tertanggal 27 September 1976. Dalam bentuk file report lengkap yang tercakup dalam database silsilah pada
"Descendants of Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat"]
10927/7 <80> ♂ Raden Mas Ronggo Hadi Manggolo I ? (Bupati Kaliwungu I) [Senopati]
11028/7 <75> ♀ Raden Ayu Noyowongso Djongke [Senopati]
11229/7 <74> ♂ Raden Pasingsingan [Ki Juru Martani]
11330/7 <74> ♂ Raden Mas Tumenggung Karto Nagoro / Ki Ageng Ketib Grobogan [Brawijaya V]
11431/7 <78+70!> ♂ Purubaya II [?]
11632/7 <52> ♀ 2. Radin Ayu Jurukiting/Jurumajam [Mataram]
11733/7 <60> ♂ Kyai Dugel Kesambi [Gadingrejo Ponorogo]
perkawinan:
11834/7 <84> ♂ Kyai (Lord) Puspotruno [Puspotruno]
8
1201/8 <87> ♂ Ngabei Sutomarto [Pagergunung]
lahir:

1442/8 <111+21> ♂ Raden Panji Wanayasa [Senopati.1.1.2] [Senopati]


lahir: Versi 2
1493/8 <101> ♂ Kyai Bagus [Bumidirdja]
pekerjaan: Mataram, Lurah Wirobumi
1514/8 <101> ♂ Kyai Bekel [Bumidirdja]
pekerjaan: Lurah Lundong Kebumen

1195/8 <86+22> ♂ 6. Sunan Prabu Amangkurat Agung / Susuhunan Ing Alaga (Raden Mas Sayidin) [Mataram]
lahir: 24 Juni 1619
gelar: 1646 - 13 Juli 1677, SULTAN MATARAM KE 4 bergelar Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung
(Amangkurat 1)
wafat: 13 Juli 1677, Wanayasa, Banyumas
Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau disingkat Amangkurat I adalah raja Kesultanan Mataram yang
memerintah tahun 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia banyak mengalami
pemberontakan selama masa pemerintahannya. Ia meninggal dalam pelariannya tahun 1677 dan dimakamkan
di Tegalwangi (dekat Tegal), sehingga dikenal pula dengan gelar anumerta Sunan Tegalwangi atau Sunan
Tegalarum. Nama lainnya ialah Sunan Getek, karena ia terluka saat menumpas pemberontakan Mas Alit
adiknya sendiri.
Silsilah Amangkurat I Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin, putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu
Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang (keturunan Ki Juru Martani). Ketika menjabat Adipati
Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Amangkurat I memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik
dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II.
Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi
Pakubuwana I.

Awal pemerintahanPada tahun 1645 ia diangkat menjadi raja Mataram untuk menggantikan ayahnya, dan
mendapat gelar Susuhunan Ing Alaga. Ketika dinobatkan secara resmi tahun 1646, ia bergelar Amangkurat
atau Mangkurat, lengkapnya adalah Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung. Dalam bahasa Jawa
kata Amangku yang berarti "memangku", dan kata Rat yang berarti "bumi", jadi Amangkurat berarti
"memangku bumi". Demikianlah, ia menjadi raja yang berkuasa penuh atas seluruh Mataram dan daerah-
daerah bawahannya, dan pada upacara penobatannya tersebut seluruh anggota keluarga kerajaan disumpah
untuk setia dan mengabdi kepadanya.

Amangkurat I mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini ia
menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh
senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung
Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut Blambangan yang telah dikuasai Bali, namun keduanya dibunuh
di tengah jalan.

[[Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered]]. Istana baru ini lebih banyak dibangun dari batu bata,
sedangkan istana lama di Kerta terbuat dari kayu. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden
Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior.
Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I
ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih
dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.

Hubungan dengan pihak lainAmangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya.
Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di
wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC.
Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap
sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut
Palembang tahun 1659.

Permusuhan Mataram dan Banten juga semakin buruk. Pada tahun 1650 Cirebon ditugasi menaklukkan
Banten tapi gagal. Kemudian tahun 1652 Amangkurat I melarang ekspor beras dan kayu ke negeri itu.
Sementara itu hubungan diplomatik Mataram dan Makasar yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di
tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan
Hasanuddin datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.

Perselisihan dengan putra mahkotaAmangkurat I juga berselisih dengan putra mahkotanya, yaitu Raden
Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati
Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari (putra Amangkurat I lainnya).

Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh
pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663.
Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi.

Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi
untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya
sendiri.

Pemberontakan TrunajayaMas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom berkenalan dengan
Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Panembahan Rama
mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai
untuk melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I.

Maka dimulailah [[pemberontakan Trunajaya pangeran Madura]]. Trunajaya dan pasukannya juga dibantu para
pejuang Makasar pimpinan Karaeng Galesong, yaitu sisa-sisa pendukung Sultan Hasanuddin yang dikalahkan
VOC tahun 1668. Sebelumnya tahun 1674 pasukan Makasar ini pernah meminta sebidang tanah untuk
membuat perkampungan, namun ditolak Amangkurat I.

Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan
terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan
kekuasaan kepada Adipati Anom sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan
penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun
berbalik kembali memihak ayahnya.

Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat
melarikan diri ke barat. Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya
Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan
keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur.

Kesempatan tersebut diambil oleh Pangeran Puger untuk menguasai kembali keraton yang sudah lemah, dan
mengangkat dirinya menjadi raja di Plered dengan gelar Susuhunan ing Alaga. Dengan demikian sejak saat itu
terpecahlah kerajaan Mataram.
Kematian Amangkurat IPelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit. Menurut Babad Tanah Jawi,
kematiannya dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Mas Rahmat. Meskipun demikian, ia tetap
menunjuk Mas Rahmat sebagai raja selanjutnya, tapi disertai kutukan bahwa keturunannya kelak tidak ada
yang menjadi raja, kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar. Amangkurat I meninggal pada 13 Juli 1677
di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal. Karena tanah daerah
tersebut berbau harum, maka desa tempat Amangkurat I dimakamkan kemudian disebut Tegalwangi atau
Tegalarum. Oufers hadir disana dengan dua belas orang serdadu. Amangkurat I juga berwasiat agar Mas
Rahmat meminta bantuan VOC dalam merebut kembali takhta dari tangan Trunajaya. Mas Rahmat ini
kemudian bergelar Amangkurat II dan mendirikan Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan
Mataram.

1476/8 <115> ♂ Pangeran Temenggong Blitar Tumapel III [Mataram]


gelar: 1677 - 1703, Bupati of Madiun Ke 9
1217/8 <86> ♂ 1. Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil [Mataram]
1228/8 <91+25+146!> ♀ Ratu Kulon II / Roro Oyi [Giri]
1239/8 <86> ♂ 8. Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit [Mataram]
== Tokoh Sunan Amangkurat Tegalwangi ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro dari tulisan Sartono


Kusumaningrat (http://www.tembi.org/majalah-prev/ratu.htm)

Sunan Amangkurat Agung adalah putra kesepuluh Sultan Agung Hanyakrakusuma dan merupakan putra
kedua dari permaisuri kedua yang bernama Raden Ayu Wetan. Permaisuri pertama Sultan Agung
Hanyakrakusuma bernama Kanjeng Ratu Kulon (Ratu Emas Tinumpak). Permaisuri pertama ini setelah
melahirkan putranya yang diberi nama Raden Mas Sahwawrat diusir dari kraton dan tempatnya digantikan oleh
permaisuri kedua. Setelah permaisuri pertama meninggalkan kraton, permaisuri kedua diganti namanya
menjadi Kanjeng Ratu Kulon.

Amangkurat I lahir pada tahun 1619 dengan nama Raden Mas Sayidin kemudian diberi nama Jibus dan
Rangkah ( yang berarti 'semak berduri', 'tutup batas'). Sebagai putra mahkota secara resmi ia diberi nama
Pangeran Aria Mataram. Raja ini juga dikenal dengan nama Susuhunan Amangkurat Senapati Ingalaga,
Susuhunan Tegalwangi, dan Sultan Plered. Sering pula ia disebut dengan nama Tegalwangi saja. Ia diberi
nama Tegalwangi karena meninggal di Tegalwangi (daerah Tegal, Jawa Tengah) dalam pelariannya karena
penyerbuan Trunajaya.
Raja ini pulalah yang memindahkan kratonnya dari Kerta ke Plered tidak lama setelah ia menerima tampuk
pimpinan pemerintahan. Usaha pemindahan kraton itu sendiri sebenarnya telah dimulai sejak 26 Januari 1648
semasa Sultan Agung masih memegang pemerintahan.

Amangkurat Tegalwangi pernah menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh adiknya sendiri yang
bernama Pangeran Alit / Raden Mas Alit (putra kedua Kanjeng Ratu Kulon) yang mendapat dukungan kaum
ulama Mataram. Menurut cerita tutur pemberontakan Pangeran Alit terjadi karena hasutan Tumenggung
Pasingsingan (pengasuh Pangeran Alit) dan anaknya yang bernama Tumenggung Agrayuda. Kedua
tumenggung itu mengobarkan nafsu Pangeran Alit untuk menjadi raja dan mereka menjamin bahwa separuh
Mataram berpihak kepadanya. Akan tetapi pemberontakan Pangeran Alit tidak berhasil karena rencananya
terburu diketahui oleh pihak Amangkurat Tegalwangi. Pangeran Alit sendiri tewas oleh karena tergores oleh
kerisnya sendiri yang beracun.
Untuk membalas dendam atas dukungan kaum ulama Mataram terhadap adiknya yang memberontak itu,
Amangkurat memerintahkan empat orang kepercayaannya untuk melakukan sapu bersih kaum ulama. Empat
orang kepercayaannya itu adalah Raden Mas atau Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa atau Kiai Suta
(Tumenggung Pati), Tumenggung Suranata (Tumenggung Demak)., dan Kiai Ngabei Wirapatra. Dalam tragedi
ini sebanyak 5-6 ribu orang ulama tewas dibantai secara mengerikan.
12410/8 <100> ♀ Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran [Juru Martani]
12511/8 <86+24> ♂ 2. Pangeran Ronggo Kajiwan [Mataram]
12612/8 <86+23> ♀ 3. Gusti Ratu Ayu Winongan [Mataram]
12713/8 <86> ♂ 5. Pangeran Purubaya [Mataram]
perkawinan: <28> ♀ Raden Rara Giyanti Subhaleksana Ki Gede Sebayu [?]
12814/8 <86> ♀ 7. Gusti Raden Ayu Wiromantri [Mataram]
12915/8 <86> ♂ 4. Pangeran Ngabehi Loring Pasar [Mataram]
13016/8 <86+22> ♂ 1. Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang [Mataram]
13117/8 <86> ♀ Ratu Pandansari [Mataram]
perkawinan: <29> ♂ Pangeran Pekik / Pangeran Anom [Tegal Arum] d. 1663, Mataram
13218/8 <113+133!> ♂ Raden Tumenggung Sontoyudo I [Mataram]
13319/8 <92+27+26> ♀ Raden Ayu Ketib Grobogan [Mataram]
13420/8 <108+?> ♂ 1.1.15.4.1 Seureupeun Manangel [Mataram]
13521/8 <108+?> ♂ 1.1.15.4.2 Seureupeun Cibeuli [Mataram]
13622/8 <108+?> ♂ 1.1.15.4.3 Seureupeun Cihaurbeuti [Mataram]
13723/8 <108+?> ♂ 1.1.15.4.4 Seureupeun Dawagung [Mataram]
13824/8 <108+?> ♂ 1.1.15.4.5 Sareupeun Ciboeni Agoeng [Sumedang Larang]
13925/8 <109> ♂ Raden Mas Ronggo Hadi Manggolo II ? (Bupati Kaliwungu II) [Senopati]
14026/8 <110> ♂ Kyai Ngabei Boestam Kartoboso ? (Bupati Anom Terboyo Semarang) [Senopati]

14127/8 <111+21> ♀ Nyi Utari Sandyaningsih [Senopati.1.1.1] (Nyi Utari Wonosobo) [Senopati]


Dibantu oleh Asisten JP Coen , Wong Agung Aceh, Nyi Utari yang saat itu menjadi penyanyi klub perwira VOC
membunuh JP Coen pada tanggal 20 September 1629 dengan racun arsenikum dalam minuman sang
Gubernur Jendral, kemudian ia memenggal kepala dan menyerahkannya pada Wong Agung Aceh yang
kemudian melarikannya keluar benteng. Kepala JP Coen kemudian diterima oleh Tumenggung SuroTani dan
Bagus Wanabaya untuk dibawa ke Mataram Plered.

Sultan Agung memerintahkan agar kepala itu diawetkan dan kelak dikuburkan ditengah tangga ke makam
Sultan Agung. JP Coen tewas karena kelengahan dan kehilangan kewaspadaan karena terpukul kematian istri
dan anaknya tanggal 16 September 1629 atau 4 hari sebelum JP Coen tewas, apakah Nyi Utari berperan
dalam tewasnya istri dan anak JP Coen? yang jelas Nyi Utari adalah sahabat karib Eva Ment, istri JP Coen.
Intrik dalam benteng Batavia ini dirancang cermat oleh Bagus Wanabaya yang mempertaruhkan keselamatan
Nyi Utari Sandi Jayaningsih anaknya, operasi intelejen ini jelas terinspirasi cerita saat Roro Pembayun, sang
ibunda menjadi penari jalanan dalam upaya Mataram Kotagedhe menaklukkan kerajaan Mangir 50 tahun
sebelumnya.

Kini jasad sang pahlawan Nyi Utari Sandijayaningsih terbaring damai bersama jenazah Wong agung Aceh
yang menjadi suaminya di keramat Tapos yang terkenal dengan keramat Wali Mahmudin, dinaungi oleh pohon
Beringin yang tumbuh miring merunduk seolah menghormati tuannya, Pohon Beringin besar bergaris tengah 2
meter itu menjadi saksi sebuah episode bisu perjuangan besar pahlawan Tapos Depok.Foto dalam tulisan ini :
Sultan Agung Al Matarami, Gubernur Jendral Belanda ke IV di Batavia Jan Pieterz Soen Coen dan Eva Ment
istri JP Coen

Sumber: http://pahlawan-kali-sunter.blogspot.com
14228/8 <112> ♂ Raden Padureja [Ki Juru Martani]
14329/8 <111+21> ♀ Dewi Sekar Rinonce [Senopati.1.1.3] [Senopati]
perkawinan: <30> ♂ Tumenggung Maduseno ? (Kertiwongso) [Mataram]
14530/8 <113> ♂ Kyai Gulu [Brawijaya V]
14631/8 <114> ♀ RAY Kajoran [?]
14832/8 <101> ♂ Kyai Gusti / Raden Tumenggung Wongsodirjo [Bumidirdja]
15033/8 <101> ♀ Nyai Ageng [Bumidirdja]
perkawinan: <31> ♂ Demang Wernagaya [?]
15234/8 <98> ♀ Raden Ayu Jayawinata [Panembahan Senopati]
perkawinan: <32> ♂ Raden Tumenggung Jayawinata ? (Raden Adipati Joyowinoto) [?]
15335/8 <91+25> ♂ Kanjeng Gusti Pangeran Timur [Sultan Agung]
15436/8 <117> ♂ Kyai Nur Salim [Gadingrejo Ponorogo]

15537/8 <86> ♂ Raden Bagus Rinangku [Mataram]


perkawinan: <33> ♀ Raden Ayu Nawangsih Sunan Muria - [-]
15638/8 <118> ♂ Pangeran Tumenggung (Prince) Jayawinata (Gajah Cilik) [Jayawinata (Gajah Cilik)]

Anda mungkin juga menyukai