KERAJAAN MAJAPAHIT
Pasukan Sri baginda pada waktu itu ber kekuatan kira-kira enam ratus orang
banyaknya. Keesokan harinnya datanglah musuh mengejarsang Prabhu. Sang Prabu
berbalik melakukan perlawanan, tetapi karena pasukan beliau banyak yang lari
menyelamatkan diri meninggalkan sang Prabhu. Sang Prabu cemas karena tidak
bersenjata. Dan Khawatir kalau-kalau sampai kehabisan anak buah lalu berunding
dengan para pembantunya. Sang Prabu bermaksud pergi ke Terung untuk berunding
dengan kepala desa Terung Rakryan Wuru Agraja, yang di angkat sebagai akuwu
(kepala desa), oleh mendiang Sri Kertanegara dengan harapan memperoleh bantuan
daripadanya untuk mengerahkan penduduk desa di sebelah timur dan timur laut
Terung. Bersukacitalah pengikut-pengikut sang prabu mendengar keputusan tersebut.
Pada malam hari, sang prabu berangkat menuju Kulawan, karean takut kalau-kalau di
kejar oleh musuh, karean jumlah musuh terlalu besar. Setibanya di Kulawan, bertemu
dengan musuh, maka di kejarlah sang Prabu, dalam kejaran musuh sang Prabu lari ke
utara mengungsi menuju Kambangsari. Tetapi di kambangsaripun beliau bertemu
dengan musuh, di kejarlah beliau, larilah sang prabu ke utara dengan menyebrangi
sungai dengan segenap pasukannya yang masih tinggal, berenang dengan tergopoh-
gopoh. Banyak di antara pengikut beliau mati tenggelam hanyut di bawa air dalam
penyebrangan itu, sebagian terkejar oleh musuh dan mati di tombak musuh. Yang
selamat lari bercerai-berai tak tahu ke mana tujuannya. Tinggal duabelas orang
pengikut yang melindungi beliau.
Waktu fajar baginda sampai di desa Kudadu, dalam keadaan lapar, lelah letih
dan sedih beriba hati, tiada harapan untuk hidup. Sungguh berat penderitaan, yang
menimpa beliau.tetapi ketika beliau sampai di rumah kepala desa Kudadu, beliau di
sambut dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan rasa hormat seperti terbukti dari
persembahannya berupa jamuan makan, minum, dan nasi yang di hidangkan oleh
kepala desa Kudadu kepada beliau. Kepala desa Kudadu mencarikan tempat
persembunyian, agar jangan sampai dapat di ketahui musuh sang Prabu. Akhirnya ia
menunjukkan jalan dan mengiringkan beliau sampai daerah Rembang dalam
perjalanan beliau mengungsi ke Madura seperti yang beliau inginkan. Demikianlah
perhatian dan perlakuan kepala desa Kudadu yang penuh rasa kasih terhadap sang
Prabhu, sngguh mengahrukan dan membangkitkan rasa terimakasih dalam hati
sanubari sang Prabhu. Kini beliau telah menjadi raja, menjadi pelindung jagat seolah-
olah dewa yang turun dari surga, tidak boleh tidak ingin membalas budi kepada
siapapun yang berbuat baik kepada beliau…
Diam-diam Wijaya memperkuat diri sambil menunggu saat yang tepat untuk
menyerang Kediri. Di Madura Adipati Wiraraja sudah bersiap-siap pula dengan
orang-orangnya untuk datang membantu ke Majapahit. Bertepatan dengan selesainya
persiapan untk mengadakan perlawanan terhadap raja Jayakatwang, pada tahun 1293
datanglah bala tentera Khubilai Khan yang di kirim untuk menyerang Singasari
menyambut tantangan raja Kertanegara yang telah menganiaya utusannya, Meng-
Ch’I tahun 1289. Dalam pararaton, Nagarakerthagama Kidung Harwijaya dan Kidung
Panji Wijayakrama di kenal dengan sebutan tentera Tartar. Dalam sejarah dinasti
Yuan dan catatan pimpinan armada tentera Mongol dinyatakan bahwa tahun 1292
Kaisar Shih Tsu (Khubilai Khan) memberi perintah mengumpulkan 2000 orang
tertera untuk di kirim ke Jawa di bawah pimpinan Shih-pi, Ike Mese (Iheh-mi-shih)
dan Kau Hsing. Tentera Tartar berangkat ke Jawa bulan kesembilan dengan pesan
khusus Khubilai Khan kepada panglima perangnya bahwa,
Jika kamu sampai di Jawa, katakana kepada rakyat dan tenteranegara Jawa,
bahwa sejak dahulu Kaisar Cina mempunyai hubungan baik dengan Jawa, dengan
saling mengirim utusan. Tetapi belakangan ini hubungan itu memburuk akibat
perlakuan yang tidak wajar terhadap utusan Kaisar yang bernama Meng-Ch”I oleh
raja Jawa. Katakana secara tegas bahwa kamu datang untuk menghukum raja Jawa
atas tindakan itu.
Dalam bulan pertama tahun 1293 armada Tartar ini sudah sampai di pulau
Bitung. Di sana mereka berunding mengatur siasat. Iheh-mi-shih berangkat terlebih
dahulu menundukkan raja-raja kecil di Jawa dengan jalan damai. Dua orang panglima
yang lain berangkat dengan pasukan induk menuju pulau Karimunjawa, dan dari sana
ke Tuban. Di Tuban semua pasukan bertemu lagi, kemudian di atur siasat penyerbuan
ke Daha. Shih-pi dengan seperdua pasukan pergi dengan kapal ke Sedayu, dari sana
ke muara Kali Mas. Iheh-Mi-Shih dan Kau-hsing memimpin pasukan darat berkuda
menyerbu ke pedalaman.
Kedatangan pasukan Tartar ini di dengar oleh Wijaya, hal ini merupakan
suatu kesempatan yang baik sekali untuk menerapkan strateginya untuk mengalahkan
Jayakatwang. Ia dengan cepat mengirim utusan kepada panglims pasukan Cina
dengan membawa pesan bahwa ia bersedia tunduk di bawah kekuasaan Kaisar dan
mau menggabungkan diri dengan pasukan Cina untuk menggempur Daha. Dalam
Kidung Harsa Wijaya di sebutkan bahwa, strategi ini di tempuh karena atas nasehat
Arya Wiraraja yakni bersikap menyerah kepada Kaisar, dan memberitahukan bahwa
raja Kertanegara telah meninggal dan penggantinya adalah Jayakatwang dari Kediri.
Penyerahan Wijaya ini di terima dengan senang hati oleh panglima pasukan Cina.
Pada permulaan bulan ketiga semua pasukan Cina sudah berkumpul di muara
Kali Mas. Di situ ada angkatan laut Daha yang selalu siap menghadapi musuh dari
luar. Maka pertempuran berkobar. Tentera Daha dapat di kalahkan, dan lari
meninggalkan kapal-kapalnya. Lebih dari 100 buah besar jatuh ke tangan Tentera
Cina. Sebagian pasukan Cina diperintahkan tetap berjaga-jaga di Kali Mas, sebagian
yang lain menyerbu ke Daha. Tetapi sebelum mereka berangkat ke pedalaman, datang
utusan Wijaya yang memberitahukan bahwa ia akan di serbu oleh pasukan Daha dan
minta bantuan pasukan. Iheh-Mi-Shih diperintahkan untuk membantunya. Pasukan di
bawah Iheh-mi-shih berangkat ke Canggu sedang sebagian pasukan di bawah Kau
Hsinglangsung menuju Majapahit. Tanggal 7 bulan ke tiga pasuka Daha menyerbu
Majapahit dari tiga jurusan, tetapi dapat di halau oleh pasukan Cina. Baru pada
tanggal 15 bulan ke tiga pasukan Cina menyerbu Daha. Sebagian pasukan naik
perahu menuju hulu sungai Brantas. Iheh-mi-shih dengan sebagian pasukan
menyerbu dari arah timu, sedangkan Kau-Hsing menyerbu dari arah barat. Wijaya
dan pasukannya mengikuti dari arah belakang pasukan Cina. Pada tanggal 19 bulan
ketiga mereka telah sampai di depan pintu gerbang kota Daha. Jayakatwang telah siap
menghadapi penyerangan ini dengan kekuatan 100.000 orang pasukan. Tentera Cina
menyerbu dalam tiga gelombang. Pertempuran berkobar dengan dahsyatnya dari
pukul 6.00 pagi sampai pukul 14.00 siang. Akhirnya pasukan Daha mundur masuk ke
dalam kota dengan meninggalkan korban 5.000 orang gugur dalam pertempuran.
Pasukan Cina segera mengepung kota Daha dari segala jurusan. Sore harinya
Jayakatwang keluar menyerahkan diri. Ia di tawan dengan seratus orang anggota
kerabat dan pejabat-pejabat tinggi kerajaan. Menurut kitab Pararaton dan Kidung
Panji Wijayakrama di sebutkan bahwa Jayakatwang di bawa oleh panglima pasukan
Cina ke benteng pertahanan mereka di Hujung Galuh, dan di tawan di sana. Di dalam
penjara raja Jayakatwang sempat mengubah kekawin yang di berinama Wukir
Polaman, dan sesudah itu ia meninggal. Anak Jayakatwang yang dalam berita Cina di
sebut His-la-pati His-la-tan-pu-ho (sulit untuk di samakan dengan Ardaraja dalam
ejaan Jawa kuno)melarikan diri ke pegunungan, tetapi dapat di kejar dan di bawa ke
Daha sebagai tawanan.
Satu hal yang menarik perhatian dari prasasti Kudadu, Nararya Sanggrama
Wijaya menyebut dirinya cucu Narasingamurti dan menantu Kertanegara. Ini
mengandung makna bahwa Wijaya adalah pelanjut dari dinasti Rajasa dan kerajaan
Majapahit adalah juga merupakan kelanjutan dari kerajaan Singhasari (Tumapel)
yang di bangun oleh Ken Arok.
B C
C
D B B D
A B
B
C C
Keterangan:
Rakryan Mahamantri Katrini biasanya dijabat oleh para putra raja. Mereka
itu terdiri dari tiga orang, yaitu Rakryan Mahamantri i Hino, Rakryan
Mahamantri I Halu, Rakryan Mahamantri i Sirikan. Diantara ketiga Mahamantri
ini tampaknya Rakryan Mahamantri i Hino merupakan yang tertinggi dan
terpenting kedudukannya, karena ia mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan raja bahkan, ia dapat pula mengeluarkan piagam-piagam berupa prasasti
seperti tampak dalam uraian-uraian di atas.
Selain para pejabat birokrasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat
pula sejumlah pejabat sipil dan militer yang lainnya. Mereka itu, ialah para
kepala jawatan (tanda),para nayaka, pratyaya, dan para drawyahaji, yang
merupakan pejabat-pejabat sipil, para pengalasan, senapati, suranlani sebagai
pejabat-pejabat militer yang bertugas pula sebagai pengawal raja dan penjaga
lingkungan kraton (bhayangkari). Dari Kitab Prati Raja Kapakapa, dapat
diketahui ada 150 mantri dan 1.500 pejabat-pejabat rendahan yang terdiri dari
para tanda, Waohaji, panji andaka, dan kajineman.