Anda di halaman 1dari 4

RAKRYAN SANCANG

Oleh: Ahmad Yanuana Samantho

Sejarah Rakryan Sancang ini adalah berita lisan dari Aki Uyut Uning yang disampaikan
secara langsung kepada budayawan & pemerhati sejarah Garut Kang Deddy Effendie
berdasarkan naskah kuno yang ditulis pada lontar. Kang Deddy Effendie dalam bukunya
“Indonesia Mengenal Islam sejak abad Pertama Hijriah” bahwa naskah Lontar berbahasa
Sunda Kuno itu telah disalinnya kedalam kertas HVS ukuran polio.
.
Kang Aan Merdeka Permana menjelaskan dalam majalah Ujung Galuh (no. 7 : 41) bahwa
catatan tersebut isinya banyak menceritakan sejarah Sunda, termasuk perjalanan Rakryan
Sancang, agak mirip dengan isi Kitab Dadap Malang Cimandiri, catatatan sajarah buatan
Prabu Seda (1579 Masehi).

Kitab Kuno Dadap Malang Cimandiri, aslinya disebut Amang ngadap Cimandiri. Pada
awalnya ditulis oleh Prabu Lingga Buana (1350 – 1357 M) dari Kerajaan Sunda Galuh dan
kemudian diteruskan menulisnya oleh Prabu Seda (1567 – 1579 M) dari Kerajaan Pakuan
Pajajaran.
.
Menurut penuturan Aki Uyut Uning, bahwa Rakryan Sancang adalah putra Prabu
Kertawarman Raja Tarumanaga ke VIII (561 – 628 M). Rakryan Sancang lahir pada tahun
598 M dari seorang ibu berkasta Sudra putrinya Ki Cakradiwangsa yang bertempat tinggal di
Kampung Dukuh yang sekarang termasuk salah satu daerah di Kec. Cikelet Kab. Garut.
.
Sebenarnya Ki Cakradiwangsa masih anak keturunan Cakrawarman. Lalu siapakah
Cakrawarman?
.
Cakrawarman adalah adik kandung Maharaja Tarumanagara ke 3 Purnawarman (395 – 434
M). Pd masa pemerintahan Purnawarman menjabat sebagai Panglima angkatan perang &
Mahamantri Tarumanagara, dan tewas sebagai pemberontak era Maharaja Tarumanagara ke 4
Wisnuwarman (434 – 455 M).
.
Menurut Aki Uyut Uning diantara beberapa prajurit Cakrawarman, tersebut namanya adalah
Ki Raksagara (anak keturunannya menjadi Pu’un), Ki Purabhumi tinggal dan menetap di
wilayah Galunggung (sekarang dikenal sebagai Kampung Naga Kec. Salawu Kab.
Tasikmalaya) dan Ki Cakradiwangsa yang tinggal dan menetap di suatu tempat yang
sekarang termasuk Kampung Dukuh Desa Ciroyom Kec. Cikelet Kab.Garut . Aki Uyut
Uning sendiri adalah keturunan dari Ki Raksagara.
.
Selanjutnya Aki Uyut Uning menceritakan bahwa pada saat Rakryan Sancang dilahirkan
ibunya meninggal dunia. Dia dipelihara sejak bayi hingga remaja oleh kedua eyangnya.
Setelah Rakryan berusia remaja, Cakradiwangsa memberitahukan kepada cucunya, bahwa
sesungguhnya dia adalah anak seorang raja Tarumanaga yang agung. Kemudian
diperlihatkanlah tanda kebesaran keluarga kerajaan yang terbuat dari gading berukir dan
berlapis emas.
.
Pada usia 33 tahun (631 M) Rakyan Sancang pergi meninggalkan tempat kelahirannya ke
Tarumanagara, karena mendengar kabar ayahnya (Prabu Kertawarman) meninggal dunia, dan
telah digantikan oleh pamannya Rajaresi Sudhawarman (628 – 639 M).
.
Namun ditengah perjalanan ia mendengar kabar dari saudagar Arab, bahwa di negeri Mekah
(Arab) ada “agama baru” , dia akhirnya membatalkan niatnya pergi ke Tarumanagara, lalu
ikut bersama-sama Saudagar dari Arab pergi ke tanah Arab (Mekah) dari pelabuhan yang
berada di teluk lada Banten (daerah Salakanagara).
.
Rakyan Sancang belajar Islam dari Ali bin Abi Thalib selama 2 tahun (pada usia 34 – 36
tahun). Sepulang dari Arab Rakryan Sancang kembali ke tempat tinggal kakeknya (Kampung
Dukuh). Kemudian agama Islam diperkenalkan oleh Rakryan Sancang kepada penduduk
sekitar pesisir Selatan daerah Garut sekarang. Upaya Rakyan Sancang menyebarkan “Islam”
ke berbagai wilayah di Selatan Tatar Sunda.
.
Tempat menyampaikan risalah Islam itu antara lain di sekitar Lawang Sanghyang
Bungbulang, sampai ke daerah pegunungan Cakrabuana, wilayah Baduy sekarang, kemudian
ke bukit Sanghyang di Wanaraja, pegunungan Karacak, Galunggung, terus ke daerah utara
sedikit yakni ke bukit Sanghyang daerah Cimalaka Sumedang, Tampomas, Panjalu, Situ
Patengan dan tempat-tempat lainnya.
.
Langkah-langkah Rakryan Sancang itu terdengar oleh Prabu Rajaresi Sudhawarman, serta
dinilai akan mengganggu stabilitas pemerintahan. Sehingga timbul pertempuran antara
Rakryan Sancang dengan Sudhawarman pada tahun 638 M. Dalam perang itu Rakryan
Sancang unggul. Prabu Sudhawarman sempat melarikan diri dan Rakyan Sancang mengejar.
.
Sepertinya, kisah Rakeyan Sancang mengejar Prabu Sudawarman inilah yang menjadi kisah
Kian Santang (anak) mengejar ayahnya (prabu siliwangi) dan memaksanya masuk Islam.
.
Menurut Drs. Yoseph Iskandar (Sejarah Jawa Barat : 276), sulit dibayangkan bagaimana
pembuat cerita fiksi Prabu Kiansantang merekayasa proses Islamisasi di Pajajaran ( Jawa
Barat/Banten), dengan mengetengahkan inti cerita anak (kian santang) paksa ayahnya (prabu
siliwangi) masuk islam.
.
Apabila kita berpikiran jernih dan rasional, tentu ada pemikiran dan pertanyaan, apakah
mungkin, Prabu Kiansantang seorang mubaligh Islam berperilaku demikian terhadap ayahnya
sendiri?
.
Kembali ke Rakeyan Sancang setelah mengejar Prabu Sudawarman. Perdamaian terjadi
manakala diketahui bahwa Rakryan Sancang memiliki tanda kebesaran keluarga Kerajaan
Tarumanagara. Peristiwa itu melahirkan kegelisahan yang luar biasa pada diri Prabu
Sudawarman. Karena diketahui bahwa Kretawarman, kakaknya, ternyata punya anak.
.
Kegelisahan itu menyebabkan Sudawarman jatuh sakit dan tidak lama kemudian meninggal
dunia. Tahta kerajaan akhirnya diturunkan kepada putranya Hariwangsawarman (639 – 640
M) dan selanjutnya kepada menantunya Nagajayawarman (640 – 666 M).
.
Nagajayawarman merasa terganggu dengan berita bahwa Rakryan Sancang menyebarkan
“agama Sunda Wiwitan“ (islam). Dengan alasan memberantas “agama sesat”,
Nagajayawarman menghimpun kekuatan menggempur Rakryan Sancang di wilayah
Pakidulan.
.
Dibalik alasan itu, karena di takutkan tahta Kerajaan Tarumanagara direbut oleh Rakryan
Sancang, yang ternyata adalah putra dari Prabu Kertawarman (kakak dari kakek permaisuri
Nagayawarman yaitu Dewi Mayasari). Namun Pasukan Nagajayawarman tidak pernah
berhasil menumpas kelompok Rakryan Sancang dengan penganut “Selam” (sunda wiwitan).
.
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib
telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakryan Sancang bergegas
kembali ke Arab. Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya
(berdasarkan Legenda di Pakidulan Garut, bahwa Gunung Nagara adalah salah satu tiga
negara mengenai keberadaan Cilaut Eureun, Santolo dan Pameungpeuk).
.
Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan
ummat Selam. Hampir separo penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat
melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.
.
Para penganut Selam lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda. Setelah masa
keemasan Tarumanaga runtuh, muncul kerajaan Sunda dengan rajanya Maharaja Tarusbawa
(669 – 723 M) dan Kerajaan Galuh dengan rajanya Wrettikandayun (670 – 702 M), Para
penyebar agama Selam ini menyatakan diri sebagai penganut Agama Sunda Wiwitan.
.
Ketika Rakryan Sancang kembali ketatar Garut, didapati daerahnya telah hancur. Para
pengikutnya telah berpencar ke mana-mana. Rakryan Sancang kemudian pergi masuk hutan
belantara ke arah Utara. Beliau menghabiskan masa tuanya, menyepi diri di dekat mata air
yang bening pada salah satu bukit, yang dikenal dengan Pasir Tujuhpuluh wilayah
perkebunan teh Cikajang.
.
Ditempat itu Rakryan Sancang menulis surat-surat dan ayat Al Qur’an pada daun lontar dan
kulit kayu, kemudian membuat simbul-simbul tentang ayat suci Al Qur’an serta
meninggalkan pesan-pesan yang ditulis dengan huruf Arab. Salah satu peninggalan Rakryan
Sancang, yaitu daerah perbukitan di sekitar Pasir Tujuhpuluh yang menurut Ir. H.
Fathirohman dinamakan “Galudra Ngupuk”.
.
Kisah Rakryan Sancang ini setelah 9 abad terungkap kembali, manakala Raja Sangara putra
Prabu Jaya Dewata dari Nyi Subanglarang, pada pertengahan abad 16 M berkelana ke tempat
itu dengan menyelusuri jalan dan petunjuk arah sungai Cimanuk dari daerah Indramayu
sampai ke Garut, dalam rangka perjalanan dakwahnya, menemukan daerah tersebut (Menurut
Dr. Edi Ekajati dan Ir.H. Dudung Fathirohman, bukan Raja Sangara tetapi Raden
Walangsungsang).
.
Disana anak Prabu Siliwangi Raja Sangara mendapat pesan dalam bahasa Arab agar yang
menemukan tempat itu, serta mampu membaca dalam huruf Arab, diminta mau menyediakan
dirinya untuk menyebarkan dan menyempurnakan agama Selam yang sebelumnya telah
dianut oleh sebagian masyarakat Sunda.
.
Pesan yang ditulis dari kulit kayu keadaannya sudah rusak dan sulit dibaca. Namun demikian
dalam bagian akhir ada tertulis Kean Santang, kemungkinan salah baca atau salah
pengucapan dari asal Rakryan Sancang menjadi Kean Santang.
.
Ada kemungkinan sejak itu Raja Sangara putra Prabu Jaya Dewata terkenal dengan sebutan
Prabu Kiansantang, Sunan Rohmat atau Sunan Godog. Ditempat itu ditemukan benda pusaka
yang berbentuk senjata kujang yang menunjukkan bentuk huruf Illahi dan pedang panjang
setelah berlalu waktu lebih dari delapan abad.
.
Pedang itu disebut-sebut sebagai pedang Nabi Muhammad milik Rakryang Sancang
pemberian dari Ali bin Abi Thalib ketika membantu Ali dalam peperangan menegakkan
Syariat Islam. Raja Sengara putra Prabu Jaya Dewata/Prabu Sliwangi mengabadikan nama
Keansantang yang asalnya dari Rakryan Sancang putra Prabu Kertawarman (Raja
Tarumanaga ke 8 ) cucu Ki Cakradiwangsa sesepuh Kampung Dukuh dari daerah Pakidulan
Garut (Cikelet) pada abad 7 M.
.
Kisah Aki Uyut Uning , yang diyakininya berdasarkan pada naskah lontar, dibeberapa tempat
kisah itu menjadi cerita dari mulut ke mulut dan berkembang selama ratusan tahun (bahkan
sampai sekarang) sebagai dongeng/Cerita atau Babad dengan berbagai versi. Misalnya Babad
Godog, Wawacan Gagak Lumayung, Punika Sejara Duhung dll.

Anda mungkin juga menyukai