Banten Silsilah Silsilah adalah suatu bagan yang menampilkan hubungan keluarga atau silsilah dalam suatu struktur pohon keluarga. Data genealogi ini dapat ditampilkan dalam berbagai format.
Salah satu format yang sering digunakan dalam
menampilkan silsilah adalah bagan dengan generasi yang lebih tua di bagian atas dan generasi yang lebih muda di bagian bawah. Bagan keturunan yang menampilkan semua keturunan dari satu individu memiliki bagian yang paling sempit di bagian atas. Syarif Hidayatullah Menurut sejarah banten pendiri kesultanan banten ialah Maulana Hasanuddin, sedangkan menurut tradisi Cirebon, pendiri kesultanan banten ialah Syarif Hidayatullah yang juga mendirikan kesultanan Cirebon, kemudian menurut beberapa sejarah setelah banten direbut oleh pasukan gabungan Cirebon dan demak, daerah itu menjadi bagian dari Cirebon dan dibawah penguasaan Sunan Gunung Djati yang merupakan ayah dari Sultan Maulana Hasanuddin dan yang memberikan kekuasaan atas kerajaan. Sunan Gunung Djati Memiliki anak yaitu, Ratu Pembayun, Pangeran Pasarean, Pangeran Jayalalana, Maulana Hasanuddin, Pangeran Bratakelana, Ratu Winaon, dan Pangeran Turusmi. Maulana Hasanuddin Pangeran Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon merupakan orang pertama yang menyusun kekuatan dan kekuasaan Banten sebagai negara yang berdiri sendiri. Pangeran Hasanudin-lah yang memerdekan Banten dari Demak sehingga menjadi kerajaan yang merdeka. Sementara pada Beliau memiliki anak yaitu, Ratu Pembayun masa (1526 - 1552), Banten merupakan kerajaan Fatimah, Maulana Yusuf, Pangeran Arya vazal Kesultanan Demak. Maulana Hasanuddin Jepara, Pangeran Suniararas, Pangeran wafat pada tahun 1570 setelah ia wafat, rakyat Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Pangeran Banten memberikan gelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, Ratu Keben, Ratu Terpenter, Surosowan Panembahan Sabakinking karena Ratu Biru, Ratu Ayu Arsanengah, Pangeran bijaksana. Pajajaran Wado, Tumenggung Wilatikta, Ratu Ayu Kamudarage, Pangeran Sabrang Wetan. Maulana Yusuf Maulana Yusuf ini bergelar ’’Pangeran Panembahan Pekalangan Gede’’ yang mentitik beratkan pada pengembangan Setelah Maulana Hasanudin wafat kemudian kota, keamanan wilayah, perdagangan Hasanudin digantikan oleh Sultan Maulana Yusuf dan pertanian, juga menaklukkan kerajaan sebagai Raja banten kedua pada tahun (1570-1580) ia sunda pakuan, menetapkan batas wilayah telah memperluas wilayah kekuasaan banten sampai dengan Cirebon. Memiliki anak yaitu, jauh ke pedalaman yang semula masih dikuasai Pangeran Arya Upapati, Pangeran Arya kerajaan sunda pajajaran dan berhasil menduduki ibu Adikara, Pangeran Arya Mandalika, kota kerajaan di pakuan. pada masa kesultanan Pangeran Arya Ranamanggala, Pangeran Maulana Yusuf perdagangan dibanten mengalami Arya Seminingrat, Ratu Demang, Ratu kemajuan yang pesat, perkembangan perdagangan Pacatanda, Pangeran Manduraraja, dibanten menarik minat banyak pendatang dari negri Pangeran Widara, Ratu Belimbing, lain untuk datang dan berdagang dibanten. Maulana Muhammad. Maulana Muhammad Kemudian pada tahun 1580 Sultan Maulana Yusuf wafat dan yang berhak naik tahta adalah Maulana Muhammad kanjeng ratu banten surosowan yang memerintah sejak tahun 1580 hingga tahun 1596, Maulana Muhammad ini merupakan sultan banten yang ketiga. Karena pada waktu itu Pangeran Muhammad masih kecil maka maka pemerintahan dijalankan oleh mangkubumi sebagai walinya dan yang bertindak sebagai wali raja adalah Pangeran Aria Jepara. Dalam masa pemerintahan Maulana Muhammad mulai lah kedatangan kapal-kapal belanda pada tahun 1596 yang berlabuh di pelabuhan Banten yang di pimpin oleh Cornelis de Houtman. pemerintahan Maulana Muhammad setelah meninggal Sultan Maulana Muhammad diberi gelar Pengeran Seda Ing Palembang atau Pangeran Seda Ing Rana. Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir atau dikenal dengan Pangeran Ratu atau Sultan Agung adalah raja ke-4 Kesultanan Banten yang bertakhta dari tahun 1596 hingga 1651. Dia merupakan putra Sultan Maulana Muhammad yang menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang menggunakan gelar "Sultan". Beliau memiliki anak yaitu, Sultan Abul Maali Ahmad Kenari (putra mahkota), Ratu Dewi, Ratu Ayu, Pangeran Arya Banten, Ratu Mirah, Pangeran Sudamanggala, Pangeran Ranamanggala, Ratu Belimbing, Ratu Gedong, Pangeran Arya Manduraja, Pangeran Kidul, Ratu Dalem, Ratu Lor, Pangeran Seminingrat, Ratu Kidul, Pangeran Arya Wiratmika, Pangeran Arya Danuwangsa, Pangeran Arya Prabangsa, Pangeran Arya Wirasuta, Ratu Gading, Ratu Pandan, Pangeran Arya Wiraasmara, Ratu Sandi, Pangeran Arya Adiwangsa, Pangeran Arya Sutakusuma, Pangeran Arya Jaya Sentika, Ratu Hafsah, Ratu Pojok, Ratu Pacar, Ratu Bangsal, Ratu Salamah, Ratu Ratmala, Ratu Hasanah, Ratu Husaerah, Ratu Kelumpuk, Ratu Jiput, Ratu Wuragil. Sultan Abdul Ma’ali Ahmad Sultan Abul Maali Ahmad berjasa mengedarkan uang Banten yang dibuat dari besi dan Timah. Beliau meninggal lebih dulu daripada ayahnya yakni pada tahun 1650 Beliau memiliki anak yaitu, Abul Fath Abdul Fattah, Ratu Penenggak, Ratu Nengah, Pangeran Arya Elor, Ratu Wijil Ratu Puspita. Beliau memiliki anak yaitu, Abul Fath Abdul Fattah, Ratu Penenggak, Ratu Nengah, Pangeran Arya Elor dan Ratu Wijil Ratu Puspita. Sultan Ageng Tirtayasa Puncak konflik dengan VOC terjadi ketika Kesultanan Banten berada di bawah kekuasaan Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya yang memiliki gelar Sultan Abu Al Fath Abdul Fattah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684) yang diakui negara RI sebagai salah satu Pahlawan Nasional dari Banten. Beliau memiliki anak yaitu, Sultan Haji, Pangeran Arya Abdul Alim, Pangeran Arya Ingayudadipura, Pangeran Arya Purbaya, Pangeran Sugiri, Tubagus Rajasuta, Tubagus Rajaputra, Tubagus Husaen, Raden Mandaraka, Raden Saleh, Raden Rum, Raden Mesir, Raden Muhammad, Raden Muhsin, Tubagus Wetan, Tubagus Muhammad ‘Athif, Tubagus Abdul, Ratu Raja Mirah, Ratu Ayu, Ratu Kidul, Ratu Marta, Ratu Adi, Ratu Ummu, Ratu Hadijah, Ratu Habibah, Ratu Fatimah, Ratu Asyiqoh, Ratu Nasibah dan Tubagus Kulon. Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten (1682-1687) Denga gelar Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar. Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 yang meminimalkan Sultan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas Haji persetujuan VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian itu, selangkah demi selangkah VOC mulai menguasai Kesultanan Banten dan sebagai simbol kekuasaannya. Penderitaan rakyat semakin menjadi karena monopoli perdagangan VOC. Dengan kondisi demikian, sangatlah wajar kalau masa pemerintahan Sultan Haji banyak terjadi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang yang ditimbulkan oleh rakyat. Beliau memiliki anak yaitu, Sultan Abdul Fadhal, Sultan Abul Mahasin, Pangeran Muhammad Tahir, Pangeran Fadluddin, Pangeran Ja’farrudin, Ratu Muhammad Alim, Ratu Rohimah, Ratu Ratu Hamimah, Pangeran Ksatrian dan Ratu Mumbay. Sultan Abul Fadhl Sepeninggal Sultan Haji, putra beliau Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya (1687 - 1690). Beliau sangat perhatian terhadap bidang budaya dan sejarah. Pada tanggal 15 Juni 1690 beliau menemukan Batu Tulis Bogor. Ternyata Sultan Abul Fadhl termasuk orang yang sangat membenci Belanda. Ditatanya kembali Banten yang sudah porak poranda itu. Akan tetapi baru berjalan tiga tahun, ia jatuh sakit dan kemudian wafat. Jenazahnya dimakamkan di samping kanan makam Sultan Hasanuddin di Pasarean Sabakingkin. Sultan Abul Fadhl tidak memiliki keturunan, maka dari itu tahtanya diberikan keapda adiknya. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin Karena Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya tidak mempunyai anak, tahta kesultanan Beliau memiliki anak yaitu, Sultan Muhammad diserahkan kepada adiknya Pangeran Adipati Syifa, Sultan Muhammad Wasi’, Pangeran Yusuf, dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Pangeran Muhammad Shaleh, Ratu Samiyah, Ratu Zainul Abidin juga biasa disebut Kang Sinuhun Komariyah, Pangeran Tumenggung, Pangeran ing Nagari Banten yang menjadi gelar sultan- Ardikusuma, Pangeran Anom Mohammad Nuh, sultan Banten berikutnya. Beliau memerintah Ratu Fatimah Putra, Ratu Badriyah, Pangeran dari tahun 1690 sampai 1733. Pada masa Manduranegara, Pangeran Jaya Sentika, Ratu beliaulah baru kakek beliau yang pahlawan Jabariyah, Pangeran Abu Hassan, Pangeran Dipati Nasional Sultan Ageng Tirtayasa wafat di tahun Banten, Pangeran Ariya, Raden Nasut, Raden 1692 dalam tahanan Belanda. Maksaruddin, Pangeran Dipakusuma, Ratu Afifah, Ratu Siti Adirah, Ratu Safiqoh, Tubagus Wirakusuma, Tubagus Abdurrahman, Tubagus Mahaim, Raden Rauf, Tubagus Abdul Jalal Ratu Hayati, Ratu Muhibbah, Raden Putera, Ratu Halimah, Tubagus Sahib, Ratu Sa’idah, Ratu Satijah Ratu A’dawiyah, Tubagus Syarifuddin, Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat, Tubagus Jamil, Tubagus Sa’jan, Tubagus Haji, Ratu Thobiyah, Ratu Khairiyah Kumudaningrat, Pangeran Rajaningrat, Tubagus Jahidi, Tubagus Abdul Aziz, Pangeran Rajasantika, Tubagus Kalamudin, Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat, Tubagus Abunasir, Raden Darmakusuma, Raden Hamid, Ratu Sifah, Ratu Minah, Ratu ‘Azizah, Ratu Sehah, Ratu Suba/Ruba dan Tubagus Muhammad Said. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin Pengganti tahta kesultanan Sultan Abul Mahasin pada tahun 1733 adalah putra beliau yang bergelar Sultan Abulfathi Muhammad Shifa Zainul Arifin yang memimpin hingga tahun 1747. Pada masa pemerintahannya ini sering terjadi pemberontakan sehingga harga cengkeh di Eropa pun turun. Oleh rakyat yang tidak senang dengan perlakuan VOC karena itu, VOC mengalihkan usahanya dengan yang sudah di luar batas kemanusiaan. Memang menanam tebu dan kopi di samping rempah-rempah pada awal abad ke-18 terjadi perubahan politik yang kemudian hasilnya harus dijual kepada VOC VOC dalam pengelolaan daerah yang dikuasainya. dengan harga yang telah ditetapkan secara sepihak Monopoli rempah-rempah dianggapnya sudah oleh VOC yang merugikan masyarakat. Beliau tidak menguntungkan lagi karena Inggris sudah memiliki anak yaitu, Sultan Muhammad Arif, Ratu berhasil menanam cengkeh di India sehingga harga Ayu, Tubagus Hasanuddin, Raden Raja Pangeran cengkeh di Eropa pun turun. Rajasantika, Pangeran Muhammad Rajasantika, Ratu ‘Afiyah, Ratu Sa’diyah, Ratu Halimah, Tubagus Abu Khaer, Ratu Hayati danTubagus Muhammad Shaleh. Sultan Abulmaali Muhammad Wasi Zainal Alimin Pada tahun 1752, VOC mengangkat Pangeran Arya Adisantika, adik Sultan Zainul Arifin, menjadi Sultan Banten dengan gelar Sultan Abulmaali Muhammad Wasi Zainal Alimin. Selain itu, Jacob Mossel segera mengembalikan Pangeran Gusti dari tempat pengasingannya dan ditetapkan sebagai putra mahkota. Akan tetapi dengan pengangkatan itu, Sultan Abul maali harus menandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya semakin memperkuat dan mempertegas kekuasaan VOC atas Banten. Perjanjian itu sangat merugikan Banten sehingga Pangeran Gusti, beberapa pangeran, dan pembesar keraton lainnya menjadi gusar. Rakyat kembali mengadakan hubungan dengan Ki Tapa di Sajira, Lebak. Di bawah kepemimpinan Ki Tapa dan Ratu Bagus Buang kembali mengangkat senjata menentang VOC. Abul Nasr Muhammad Arif Zainul Asiqin Pada tahun 1753 Pangeran Gusti putra Sultan Banten ke-10 keponakan Sultan Banten ke-11, dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Abul Nasr Muhammad Arif Zainul Asiqin (1753 – 1773) Beliau Wafat pada tahun 1773. Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyuddin I Pada tahun 1773 Sultan Abu Nasr Muhammad Syifa Zainul Asyikin wafat dan digantikan oleh putra beliau bergelar Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyuddin I yang memimpin dari tahun 1773 – 1799. Sultan Aliyuddin I beralias Sultan Gemuk merupakan pula ulama dan berkarya mengarang wawasan-wawasan tentang agama, perjuangan Islam dan menulis kisah para Ambia dan Aulia. Sultan Abdul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussolikhin Pada tahun 1799, Sulthan Aliyuddin I wafat dan digantikan dengan adik beliau Pangeran Muhyiddin yang bergelar Sultan Abdul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussolikhin. Perpindahan tahta kepada adik bukannya putra dikarenakan putra-putra Sultan Aliyuddin I, meskipun ada namun tidak ada yang berasal dari ibu permaisuri melainkan dari selir sehingga sesuai pakem pewarisan tahta kesultanan Banten yang mensyaratkan diutamakannya keturunan pewaris tahta dari ibu yang permaisuri, kepewarisan tahta lantas berpindah kepada adik Sultan Sebelumnya yang satu ayah dan satu ibu yang permaisuri. Salah satu saat bersejarah pada masa kekuasaan Sultan Banten Zainussolikhin adalah saat pembubaran VOC tahun 1799 sehingga mulai di masa ini hubungan politik dan ekonomi maupun perselisihan antara Kesultanan Banten tidak lagi dengan pihak VOC / Kompeni namun langsung dengan pemerintah Kerajaan Belanda. Sultan Abu Nashr Muhammad Ishaq Zainal Muttaqin Pasca wafatnya Sultan Penuh Banten ke-14, tahta Kesultanan Banten kembali berpindah kepada keturunan Sultan Aliyuddin I (Sultan Penuh Banten ke-13) yakni kepada putranya yang bergelar Sultan Abu Nashr Muhammad Ishaq Zainal Muttaqin atau keponakan dari Sultan Penuh Banten ke 14. Beliau menentang tindakan-tindakan Kompeni Belanda yang melukai hati jiwa Kebantenan. Beliau bertahta hanya satu tahun dari tahun 1801 - 1802, kemudian pada tahun 1802 - 1803 administrasi Kesultanan Banten dipegang oleh care taker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya. Dalam sebagian tulisan menegenai sejarah Kesultanan Banten, yang menyerakan para care taker sultan wakil sebagai Sultan Banten. Care taker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya biasa disebut sebagai Sultan Banten ke-17. Sedangkan Sultan Penuh Banten ke 15 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-16 dan Sultan Penuh Banten ke-16 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-18. Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aqiluddin /Aliyuddin II Tahun 1803 kesultanan kembali kepada dipegang oleh pewaris tahta Putra Sultan Penuh Banten ke 13, keponakan Sultan Penuh Banten ke 14, adik Sultan Penuh Banten ke 15; yakni Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aqiluddin / Aliyuddin II yang memimpin dari tahun 1803 – 1808. Mulai tahun 1807, Belanda dikuasai oleh Perancis. Louis Napoleon adik Kaisar Napoleon Bonaparte Perancis diberi kekuasaan atas Belanda dan mengangkat Herman Williams Daendels sebagai Gubernur di Kepulauan Nusantara atau Gubernur Hindia Belanda. Daendels datang ke Batavia tahun 1808 dengan tugas utama mempertahankan pulau Jawa dari serangan tentara Inggris di India, untuk tugas tersebut Daendels berencana membuat pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dengan mempekerjakan masyarakat Banten dengan sistem Kerja Paksa atau Rodi. Sultan Aqiluddin/Aliyuddin II sempat menentang tuntutan Belanda atas sistem kerja paksa. Lantas Daendels mengutus Komandeur Philip Pieter Du Puy dan pasukannya ke Istana Surasowan untuk mendorong Sultan menyetujui tuntutan Belanda, hal ini mendorong kemarahan rakyat Banten sehingga Du Puy dibunuh di depan pintu gerbang Surasowan. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin Dikarenakan dianggap belum dewasa dan masih dalam tahap pendidikan dan persiapan kepemimpinan sebagai Sultan maka secara administratif diangkatlah care take Sultan Wakil Pangeran Suramenggala yang menjabat tahun 1808 - 1809. Dalam sebagian penulisan sejarah Kesultanan Banten yang menyertakan para care taker Sultan Wakil sebagai Sultan Banten; care taker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala kerap ditulis sebagai Sultan Banten ke-19, sebelumnya Sultan Penuh Banten ke-16 diurutkan sebagai Sultan Banten ke-18 dan Sultan Penuh Banten ke-17 kerap ditulis sebagai Sultan Banten ke-20. Ketika telah dewasa Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin menikah dengan Ratu Putri Fatimah binti Pangeran Ahmad bin Sultan Aliyuddin I sebagai penanda pengakuan keluarga dari keturunan Sultan Aliyuddin I atas hak dan sahnya Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin sebagai pewaris tunggal Kesultanan Banten. Dikarenakan ketidak puasan rakyat terhadap Belanda yang menindas, sering terjadi perlawanan kepada Belanda, untuk melemahkan perlawanan rakyat, Banten dibagi kedalam tiga daerah yang statusnya sama dengan kabupaten yakni : Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin kala itu ditunjuk Belanda untuk memimpin Banten Hulu. Sedangkan untuk kepentingan politis, Belanda juga menunjuk suami dari bibi Sultan Shafiuddin, yakni Joyo Miharjo dari Rembang suami Ratu Arsiyah bibi Sultan Shafiuddin sebagai, sebagai Bupati Banten Hilir dengan gelar Sultan Tituler Bupati Muhammad Rafiuddin. Hal ini membuat beberapa kesalahan dalam penulisan sejarah Kesultanan Banten bahwa Sultan Terakhir Kesultanan Banten adalah Sultan Rafiuddin yang disalah kira sebagai anak Sultan Shafiuddin. Padahal Rafiuddin bukan pewaris sah keturunan para Sultan Banten melainkan orang Rembang yang diberikan pangkat (Tituler) oleh Belanda sebagai Bupati dengan Gelar Sultan Bupati. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin memiliki anak yaitu, Pangeran Surya Kumolo, Pangeran Surya Kusumo, Ratu Ayu Kunthi dan Pangeran Timoer Soerjaatmadja. Semenjak tahun 1809, Wilayah Banten sudah banyak diotak-atik penjajah Asing dengan pembagian-pembagian wilayah yang meminimalisir kekuatan pengaruh Kesultanan Banten dan untuk memperlemah perlawanan Rakyat Banten yang seringkali terus melawan. Kevakuman Kesultanan Banten Pada masa Kevakuman Kesultan Banten, rakyat Banten di bawah pimpinan para Ulama Banten secara seporadis kerap melakukan perlawanan kepada pemerintah Hindia Belanda. Banyak perjuangan yang menyuarakan spirit perjuangan kembali memperjuangkan spirit perjuangan kesultanan Banten dan keislaman, yang paling menonjol adalah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.
Sultan Penuh Terakhir Banten yang dibuang ke Surabaya, yakni Sultan
Maulana Muhammad Shafiuddin merasa kecewa terhadap perlakuan pihak penjaja asing dari Eropa serta melarang keturunannya untuk menikah dengan kalangan bule, hal ini dilanggar oleh Pangeran Surya Kumala sehingga hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja TERIMA KASIH