Anda di halaman 1dari 34

KELOMPOK 5

• Andreas Ega Danar Adiatma (05)

• Annida Meliana (06)


• Fatia Fatima Viola Bella Vilonia (11)

• Kholiyanti Agustin (18)


• Siti Nur Hamidah (34)
PETA PERSEBARAN AGAMA
HINDU BUDHA DI INDONESIA
PETA PERSEBARAN AGAMA ISLAM
DI INDONESIA
KESULTANAN BANTEN
(1526 - 1813)
AWAL BERDIRINYA KESULTANAN
BANTEN
Pada awalnya Banten dikenal dengan Banten Girang yang merupakan bagian
dari Kerajaan Sunda (Pajajaran). Ketika Raden Trenggana dinobatkan sebagai
sultan Demak yang ketiga (1521) dengan gelar Sultan Trenggana, ia
berupaya menghancurkan Portugis di Nusantara. Di lain pihak, Pajajaran
justru menjalin kerja sama dengan bangsa Portugis dalam bidang ekonomi
dan politik, yang dianggap mengancam kedudukan Demak pascakekalahan
mereka mengusir bangsa Portugis dari Malaka tahun 1513 , sehingga Sultan
Trenggana ingin segera menghancurkan Pajajaran.

Untuk itu, ia menugaskan Fatahillah, panglima perang


Demak, untuk menyerbu daerah Banten bersama dua ribu
pasukannya. Dalam perjalanan menuju Banten, mereka
singgah untuk menemui mertuanya Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati) di Cirebon.
AWAL BERDIRINYA KESULTANAN
BANTEN
Pada tahun 1522, pasukan Demak dan Cirebon bergabung menuju Banten di bawah
pimpinan Fatahillah dan Syarif Hidayatullah. Putra Syarif Hidayatullah yang bernama
Pangeran Sabakingkin (Maulana Hasanuddin) juga ikut serta.
Pada tahun 1526 Banten berhasil direbut, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa yang waktu
itu merupakan pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran. Pada tahun yang sama, atas
penunjukkan sultan Demak Maulana Hasanuddin diangkat sebagai adipati Banten.

Pada tahun 1552, Banten diubah menjadi vassal (kerajaan


bawahan) dari Demak, dengan Maulana Hasanuddin
sebagai pemimpinnya.
AWAL BERDIRINYA KESULTANAN
BANTEN
Kota Surosowan didirikan sebagai ibu kota atas petunjuk Syarif Hidayatullah, dan Maulana
Hasanuddin menjadi sultan pertama (memerintah 1552-1570).
Kendati demikian, Fatahillah tetap dianggap sebagai peletak dasar Kesultanan Banten.
Seiring kemunduran Demak, terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang
sebelumnya vassal (kerajaan bawahan) Demak melepaskan diri dan menjadi kesultanan
yang mandiri.
LOKASI KESULTANAN BANTEN

• Secara geografis, Kesultanan Banten terletak di Provinsi


Banten.
• Pusat kekuasaan atau ibu kota Kesultanan Banten berada di
Surosowan, Kota Intan.
• Wilayah kekuasaan Banten meliputi bagian barat Pulau
Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan sebagian wilayah
selatan Jawa Barat.
PETA LOKASI KESULTANAN BANTEN
SUMBER SEJARAH KESULTANAN
BANTEN

• Menurut Carita Parahyangan, jauh sebelum masuknya Islam


(dari Demak), Banten merupakan bagian penting dari
Kerajaan Pajajaran (bercorak Hindu).
• Berbagai sumber asing, mulai dari sumber Cina yang berjudul
Shung Peng Hsiang Sung (1430) hingga berita Tome Pires
(1512), menyebutkan Banten sebagai salah satu dari
beberapa rute pelayaran mereka.
• Dalam berbagai sumber pustaka Nusantara pun,
Banten dikenal dengan berbagai nama seperti
Wahanten Girang dalam naskah Carita
Parahyangan (1580), Medanggili dalam Tambo
Tulangbawang, Primbon Bayah, dan lain-lain.
SUMBER SEJARAH KESULTANAN
BANTEN

• Berbagai sumber tersebut menggambarkan Banten sebagai


kota pelabuhan yang ramai, terbuka, dan makmur.
• Banten bahkan sudah berinteraksi dengan dunia luar sejak
awal abad pertama Masehi.
• Kemungkinan pada abad ke-7 Banten sudah menjadi
pelabuhan internasional.
BUKTI SEJARAH KESULTANAN BANTEN

1. Istana Keraton Kaibon


- Merupakan istana tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda
dari Sultan syaifuddin.
- Bentuknya tinggal reruntuhan saja.
- Dulunya adalah istana yang megah namun pada tahun
1832 dihancurkan Belanda.
BUKTI SEJARAH KESULTANAN BANTEN

2. Istana Surosowan
- Merupakan kediaman para sultan Banten, dari Sultan
Maulana Hasanuddin hingga Sultan Haji.
- Istana ini dibangun pada tahun 1552.
BUKTI SEJARAH KESULTANAN BANTEN

3. Masjid Agung Banten


- Dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin,
sultan pertama Kesultanan Banten.
- Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah
atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda
China.
- Karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut.
BUKTI SEJARAH KESULTANAN BANTEN

3. Masjid Agung Banten


- Di serambi kanan dan kiri masjid terdapat kompleks
makam Sultan dan keluarganya.
BUKTI SEJARAH KESULTANAN BANTEN

4. Benteng Spellwijk
- Dibangun sekitar tahun 1585.
- Dahulunya digunakan sebagai menara pemantau yang
berhadapan langsung dengan Selat Sunda dan sekaligus
berfungsi sebagai penyimpanan meriam-meriam dan alat
pertahanan lainnya.
SILSILAH RAJA KESULTANAN BANTEN
Maulana Ratu Syarifah Sultan Arif Zainul
Hasanuddin Fa t i m a h Asyiqin Al-Qadiri
(1552-1570) (1747-1750) (1753–1773)

Sultan Abul
M a u l a n a Yu s u f Sultan Mafakhir
(1570-1580) A b u l Fa t h i Muhammad
Muhammad Syifa Aliuddin
Z a i n u l A r i fi n (1773-1799)
(1733-1747)
Maulana
Muhammad S u l t a n A b u l Fa t h
(1580-1596) Muhammad
Sultan
Abul Mahasin Muhyiddin
Muhammad Zainul Zainussalihin
Sultan Abu Abidin (1799-1803)
Al-Mafakhir (1690-1733)
Mahmud
Abdulkadir
Sultan Abul
(1596-1647)
Nashar Muhammad
Sultan Ishaq
A b u Fa d h l Zainulmutaqin
M u h a m m a d Ya h y a (1803-1808)
Sultan Abu
(1687–1690)
Al-Ma’ali Ahmad
(1647-1651)

Sultan Muhammad
Sultan Abu bin Muhammad
Nashar Muhyiddin
Sultan Ageng
Abdul Qahar Zainussalihin
Tirt ayasa
/Sultan Haji (1809-1813)
(1651-1682)
(1683-1687)
PEMERINTAHAN KESULTANAN BANTEN

Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri,


penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dalam lingkaran
istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran
Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris.
Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelar
Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yang memiliki peran
dalam administrasi pemerintahan.
Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok
bangsawan yang digelari dengan tubagus (Ratu Bagus), ratu
atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang mendapat
kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum ulama, pamong
praja, serta kaum jawara.
PEMERINTAHAN KESULTANAN BANTEN

Maulana Hasanuddin berandil besar dalam meletakkan fondasi Islam di


Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan berbagai bangunan peribadatan
seperti masjid dan sarana-sarana pendidikan Islam seperti pesantren.
Ia juga dikenal sebagai sultan yang secara berkala mengirim mubaligh
ke berbagai daerah yang telah dikuasainya. Penyebarluasan Islam dan
pembangunan Banten itu dilanjutkan oleh para penerusnya. Pada masa
jayanya, wilayah kekuasaan Kesultanan Banten meliputi Serang,
Maulana Yusuf, putra dari Maulana Hasanuddin naik takhta
Pandeglang, Lebak,
pada dan
tahun Tangerang.
1570 (memerintah 1570-1580). Ia melanjutkan
ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan
menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Islam pun masuk
ke wilayah pedalaman tersebut. Tetapi tidak semua orang
Pajajaran bersedia masuk Islam.
PEMERINTAHAN KESULTANAN BANTEN

Mereka yang tidak bersedia menyingkir ke wilayah Banten selatan. Banyak


orang yang menganggap suku Baduy sebagai keturunan mereka. Suku Baduy
ini masih memeluk agama Pasundan Wiwitan, yaitu agama nenek moyang
mereka hasil akulturasi antara agama Hindu dan kepercayaan asli orang Sunda.
Ia digantikan oleh Maulanan Muhammad (memerintah 1580-1596). Karena
usianya masih sangat muda, pemerintahan dijalankan oleh semacam dewan
(disebut kali), yang terdiri atas badan pengadilan dan empat orang menteri.
Ketika sudah dewasa Maulana Muhammad memimpin sendiri pasukannya
untuk menyerang Palembang, daerah penghasil lada.

Serangan ini gagal, bahkan Maulana Muhammad sendiri


tewas dalam pertempuran itu. Pada akhir masa
pemerintahannya kapal dagang berbendera Belanda yang
dipimpin oleh Cornelis De Houtman untuk pertama kalinya
berlabuh di Banten (1596).
PEMERINTAHAN KESULTANAN BANTEN

Ia digantikan oleh putranya Pangeran Ratu (memerintah 1596-1651). Sultan ini


dikenal karena melakukan hubungan diplomasi dengan negara-negara lain
termasuk dengan raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 dengan
Charles I.
Pangeran Ratu digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651-
1692). Pada masa pemerintahannya Banten mengalami masa kejayaan.
Sebagai kesultanan maritim, Banten semakin mengandalkan dan
mengembangkan perdagangan. Monopoli atas lada di Lampung menempatkan
Banten sebagai pedagang perantara dan salah satu pusat niaga yang penting.
Hal ini tidak terlepas dari armada laut yang mengesankan,
yang dibangun mengikuti contoh armada laut di Eropa. Pada
masa ini pula Banten berusaha keluar dari tekanan VOC
(Vereenigde Oostindische Compagnie), yang sebelumnya
memblokade kapal-kapal yang singgah ke Banten. Ia
Berusaha keras mengusir armada dagang Belanda dari
Banten, meski gagal.
PEMERINTAHAN KESULTANAN BANTEN

Banten menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singgah ke


Banten. Pemungutan ini dilakukan oleh syahbandar yang berada di
kawasan yang dinamakan pabean. Selain di bidang pelayaran
(perdagangan), Banten juga memperkenalkan pembukaan sawah di
daerah pedalaman seperti di Lebak. Pada masa Sultan Ageng pula
pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk menunjang pertanian.
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat Sultan Haji putranya
sebagai sultan muda (memerintah 1671-1686). Ia ditugaskan untuk
menjalankan pemerintahan sehari-hari, sementara Sultan Ageng
Tirtayasa bertindak sebagai penasehat dan pengawas.
Berbeda dari ayahnya, Sultan Haji cenderung membangun
hubungan baik dengan Belanda. Belanda pun leluasa
memengaruhi kebijakan pemerintahannya. Sultan Ageng
sangat kecewa, serta berniat mencabut kembali kekuasaan
putranya. Akibatnya, terjadilah perang saudara di dalam
Kesultanan Banten.
PEMERINTAHAN KESULTANAN BANTEN

VOC memanfaatkan konflik ini dengan mendukung Sultan Haji. Alhasil,


Sultan Haji berhasil mempertahankan kekuasaannya, sementara
Sultan Ageng terpaksa menyingkir dari Istana. Dampak dari bantuan
VOC Sultan Haji harus membayar mahal.
Pascamangkatnya Sultan Haji pada 1687, VOC semakin
mencengkeram pengaruhnya di Banten, bahkan pengangkatan sultan
Banten mesti mendapat persetujuan dari gubernur jenderal Hindia-
Belanda di Batavia. Sejak saat ini, Perang saudara pun meletus secara
sporadis, yang membuat Banten semakin mengalami kemunduran.
PEREKONOMIAN KESULTANAN BANTEN

Kesultanan Banten berada di ujung barat pulau Jawa dan tepi Selat Sunda.
Daerah itu merupakan daerah yang sangat strategis. Jalur itu adalah jalur lalu
lintas perdagangan dan pelayaran dari berbagai bangsa di dunia.
Selain di bidang perdagangan, pada kawasan pedalaman pembukaan sawah
mulai diperkenalkan. Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di
beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya
ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah
sanghyang siksakanda ng karesian yang menceritakan adanya istilah pahuma
(peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga istilah ini
jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatanya
seperti kujang, patik, baliung, kored dan sadap.
Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667
pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan
pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan
menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang.
PEREKONOMIAN KESULTANAN BANTEN

Di sepanjang kanaltersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektare sawah


baru dan ribuan hektare perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani
ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar.
Perkebunan Tebu, yang didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an,
dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten
meningkat signifikan.
Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi
kota metropolitan, dengan jumlah penduduk dan kekayaan yang
dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota terbesar di dunia
pada masa tersebut.
KEHIDUPAN SOSIAL KESULTANAN
BANTEN

Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain
Kerajaan Demak, Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram Islam.
Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku
dalam agama Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa,
kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan pesat
karena sultan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang
ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem
perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia.
Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan
Nabi Muhammad SAW sehingga agama Islam benar-benar menjadi
pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam mempengaruhi
sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk
Banten telah menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan
pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah
klenteng di pelabuhan Banten pada tahun 1673.
KEHIDUPAN BUDAYA KESULTANAN
BANTEN

Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari


beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu,
Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh
terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan
agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk
Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan
Arab yang berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni
bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16.
Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan
bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan
Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah memeluk agama
Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten saat ini
dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak
menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
RUNTUHNYA KESULTANAN BANTEN

Pada tahun 1596, VOC datang ke Indonesia dan mendarat di pelabuhan Banten. Karena
sikap VOC tidak bersahabat, mereka diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta.
Mereka menetap cukup lama dan pada tahun 1619, VOC mengubah nama Jayakarta
menjadi Batavia. Kedudukan VOC pun semakin kuat di Batavia. Kuatnya kekuasaan VOC
di Batavia, awalnya merupakan persaingan ekonomi bagi Banten. Lambat laun
persaingan tersebut berubah menjadi persaingan politik. Sultan Ageng Tirtayasa yang
memerintah Kesultanan Banten pada saat itu sangat membenci Belanda dan
memerintahkan untuk melaksanakan perang gerilya, serta merampok aset Belanda di
Batavia. Akibatnya, VOC merasa kewalahan menghadapi Banten.

Untuk mengalahkan Banten, Belanda melakukan politik Adu Domba


yang disebut Devide et Impera. Belanda mengadu domba Sultan
Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji (putranya sendiri). Akibat adu
domba tersebut, terjadilah perang saudara di dalam Kesultanan
Banten. VOC memanfaatkan konflik ini dengan mendukung Sultan Haji.
RUNTUHNYA KESULTANAN BANTEN

Alhasil, perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji sehingga


pada tahun 1682 Sultan Ageng terpaksa menyingkir dari istana dan
pindah ke kawasan yang disebut Tirtayasa, lalu kemudian mundur ke arah
selatan pedalaman Sunda. Pada tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng
tertangkap lalu ditahan di Batavia hingga ia wafat pada tahun 1692.
Dampak dari bantuan VOC membuat Sultan Haji harus membayar mahal :
Banten menyerahkan wilayah Lampung kepada VOC pada tahun 1682,
Pada tahun 1684 M, Sultan Haji menandatangani sebuah perjanjian yang
selain itu Sultan Haji juga diwajibkan mengganti kerugian perang.
sangat merugikan Banten. Perjanjian itu membuat Banten kehilangan
kebebasan perdagangan karena VOC memonopoli perdagangan di
Banten. Akibatnya, Kesultanan Banten pun semakin dikuasai Belanda.
Belanda yang menguasai dan mengatur urusan intern Kesultanan Banten.
RUNTUHNYA KESULTANAN BANTEN

Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1808 - 1810),
memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan
Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan
menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung
Kulon.
Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten
dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana
Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq
Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia.

Pada tanggal 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya


di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam
wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813
oleh pemerintah kolonial Inggris.
Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddinn
Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford
Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri
riwayat Kesultanan Banten.
WARISAN SEJARAH KESULTANAN BANTEN

Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi


bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak tahun
1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan
masa lalu Kesultanan Banten menginspirasikan masyarakatnya untuk
menjadikan kawasan Banten kembali menjadi satu kawasan otonomi,
reformasi pemerintahan Indonesia berperan mendorong kawasan Banten
sebagai provinsi tersendiri yang kemudian ditetapkan melalui Undang-
Selain itu masyarakat Banten telah menjadi satu kumpulan etnik tersendiri yang
Undang Nomor 23 Tahun 2000.
diwarnai oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada masa kejayaan
Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan masyarakat Banten
sebagai salah satu kekuatan yang dominan di Nusantara.
PERKEMBANGAN BANTEN SAAT INI

Kini Banten telah di akui di berbagai wilayah bahkan sampai ke daerah


eropa maupun asia, banten juga sempat disebut sebagai Amsterdam
karena banten adalah pusat perdagangan terbesar, banten juga terkenal
akan kebudayaannya yang mencolok classic sangat mengundang para
tamu untuk melihatnya.

Anda mungkin juga menyukai