Anda di halaman 1dari 4

Biodata Tuanku Imam Bonjol

Nama : Muhamad Shahab


Tanggal Lahir : 1772, Bonjol, Sumatera Barat,
Indonesia
Meninggal : 6 November 1864, Minahasa
Kebangsaan : Minangkabau
Agama : Islam
Orang tua : Bayanuddin (ayah), Hamatun (ibu)
. Tuanku Imam Bonjol adalah sebuah gelaran yang
diberikan kepada guru-guru agama di Sumatra. Nama asli
Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin.
Pada tahun 1821-1837 rakyat Sumatra barat berperang
melawan belanda. Perang itu disebut perang paderi.
Pemimpin paderi yang terkenal ialah tuanku imam bonjol.
Dia lahir pada tahun 1772.
Pertahanan paderi yang terkuat terletak di bonjol. Dari situlah tuanku imam bonjol
memimpin perang. Belanda tidak berani langsung merebut bonjol. Mereka rebut tempattempat lain lebih dahulu., sesudah itu, barulah bonjol mereka serang.
Bonjol tidak mudah direbut. Belanda mendatangkan pasukan yang kuat dari jawa. Bonjol
meraka kepung. Jalan-jalan menuju ke bonjol mereka tutup. Imam bonjol tidak mendapat
bantuan lagi dari tempat lain. Akan tetapi, dia tetap tidak mau berdamai dengan belanda.
Triga tahun lamanya perang berkobar di sekitar bonjol. Pasukan belanda dating silih
berganti. Beberapa kali pula belanda mengganti komandan pasukannya. Barulah pada
tanggal 16 agustus 1837 benteng bonjol dapat mereka duduki.
Imam bonjol meneruskan perjuangan di tempat lain. Bertambah keadaan bertambah sulit.
Pengikutnya banyak yang tertangkap pada tanggal 28 oktober 1837 dia pergi ke pelupuh.
Belanda mengundangnya untuk berunding. Ternyata, undangan itu hanya tipuan. Imam
bonjol ditangkap dan di buang ke cianjur imam bonjol di pindahkan ke ambon. Akhirnya,
dipindahkan ke lota, dekat manado. Di situlah dia meninggal dunia pada bulan November
1896.
Kapitan Pattimura
Nama asli :Thomas Matulessy,
lahir :Haria, Saparua, Maluku
tahun: 1783.
Perjuangannya di : Maluku
Wapat: 16 Desember 1871
Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817
sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga
bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara
Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya
tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan
hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada
tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan
keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda.
Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau
bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak
pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma
Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim
ibu yang melahirkannya.Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara,

banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara
bergantian. Terkadang perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara lainnya
itu malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku,
daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa
Inggris dan kembali lagi oleh Belanda.
Pangeran Diponegoro
Nama Asli
: Raden Mas Ontowiryo
Lahir
: Yogyakarta, 11 November 1785
Wafat
: Makassar, 8 Januari 1855
Makam : Makassar
Gelar/julikan
: Sultan Abdul Hamid Herucokro
Amirulmukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah
Jawi.
Ayahnya : Pangeran Adipati Anom (Hamengku Buwono III)
Ibunya :garwa ampeyan (selir).
Perlawanan Pangeran Diponegoro dimulai ketika dia dengan
berani mencabut tiang-tiang pancang pembangunan jalan oleh
Belanda yang melewati rumah, masjid, dan makam leluhur
Pangeran Diponegoro. beliau akan memperjuangkan sampai mati apa yang menurut beliau
menjadi haknya. Sifatnya ini jelas terlihat jika memperhatikan sikap beliau ketika melihat
perlakuan Belanda di Yogyakarta sekitar tahun 1920. Hatinya semakin tidak bisa menerima
ketika melihat campur tangan Belanda yang semakin besar dalam persoalan kerajaan
Yogyakarta. Berbagai peraturan tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah Belanda
menurutnya sangat merendahkan martabat raja-raja Jawa. Sikap ini juga sangat jelas
memperlihatkan
sifat
kepemimpinan
dan
kepahlawanan
beliau.
Sebagaimana diketahui bahwa Belanda pada setiap kesempatan selalu menggunakan
politik 'memecah-belah'-nya. Di Yogyakarta sendiri pun, Pangeran Diponegoro melihat,
bahwa para bangsawan di sana sering di adu domba Belanda. Ketika kedua bangsawan
yang diadu-domba saling mencurigai, tanah-tanah kerajaan pun semakin banyak diambil
oleh Belanda untuk perkebunan pengusaha-pengusaha dari negeri kincir angin itu.
Melihat keadaan demikian, Pangeran Diponegoro menunjukkan sikap tidak senang dan
memutuskan meninggalkan keraton untuk seterusnya menetap di Tegalrejo. Melihat
sikapnya yang demikian, Belanda malah menuduhnya menyiapkan pemberontakan.
Sehingga pada tanggal 20 Juni 1825, Belanda melakukan penyerangan ke Tegalrejo.
Dengan
demikian
Perang
Diponegoro
pun
telah
dimulai.
Dalam perang di Tegalrejo ini, Pangeran dan pasukannya terpaksa mundur, dan
selajutnya mulai membangun pertahanan baru di Selarong. Perang dilakukan secara
bergerilya dimana pasukan sering berpindah-pindah untuk menjaga agar pasukannya sulit
dihancurkan pihak Belanda. Taktik perang gerilya ini pada tahun-tahun pertama membuat
pasukannya
unggul
dan
banyak
menyulitkan
pihak
Belanda.
Namun setelah Belanda mengganti siasat dengan membangun benteng-benteng di
daerah yang sudah dikuasai, akhirnya pergerakan pasukan Diponegoro pun tidak bisa lagi
sebebas sebelumnya. Disamping itu, pihak Belanda pun selalu membujuk tokoh-tokoh
yang mengadakan perlawanan agar menghentikan perang. Akhirnya, terhitung sejak tahun
1829
perlawanan
dari
rakyat
pun
semakin
berkurang.
Belanda yang sesekali masih mendapatkan perlawanan dari pasukan Diponegoro,
dengan berbagai cara terus berupaya untuk menangkap pangeran. Bahkan sayembara pun
dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap
Diponegoro. Diponegoro sendiri tidak pernah mau menyerah sekalipun kekuatannya

semakin
melemah.
Karena berbagai cara yang dilakukan oleh Belanda tidak pernah berhasil, maka
permainan licik dan kotor pun dilakukan. Diponegoro diundang ke Magelang untuk
berunding, dengan jaminan kalau tidak ada pun kesepakatan, Diponegoro boleh kembali ke
tempatnya dengan aman. Diponegoro yang jujur dan berhati bersih, percaya atas niat baik
yang diusulkan Belanda tersebut. Apa lacur, undangan perundingan tersebut rupanya sudah
menjadi rencana busuk untuk menangkap pangeran ini. Dalam perundingan di Magelang
tanggal 28 Maret 1830, beliau ditangkap dan dibuang ke Menado yang dikemudian hari
dipindahkan
lagi
ke
Ujungpandang.
Setelah kurang lebih 25 tahun ditahan di Benteng Rotterdam, Ujungpandang, akhirnya
pada tanggal 8 Januari 1855 beliau meninggal. Jenazahnya pun dimakamkan di sana.
Beliau wafat sebagai pahlawan bangsa yang tidak pernah mau menyerah pada kejaliman
manusia

SULTAN HASANUDDIN
Sultan Hasanuddin
Nama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama
pemberian dari Qadi
adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia
yang terlahir dengan Lahir: 12 Januari 1631, Makassar,
Indonesia
Meninggal: 12 Juni 1670, Makassar, Indonesia
Orang tua: I Sabbe To'mo Lakuntu, Sultan Malikussaid
Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa,
ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha
menguasai perdagangan rempah-rempah. Kerajaan Gowa|
GOWA merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur
perdagangan.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman|Laksamana Cornelis Speelman,
Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil
menundukkan Kerajaan Gowa|Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta,
ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur
untuk melawan Kompeni.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada
akhirnya Kerajaan Gowa|Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18
November1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa
dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak
Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai
tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar
menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos
benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan
Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12
Juni 1670

Nama
: I Gusti Ngurah Rai
Lahir
: Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia
Belanda | 30 Januari 1917
Meninggal
: Marga, Tabanan, Bali | 20 November 1946
(umur 29)
Makam
: Taman Makam Pahlawan Margarana Bali
Agama : Hindu
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah
Bali. Terkenal dengan gagasan perangnya yakni Puputan
Margarana yang berarti perang secara habis-habisan di daerah
Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali). Memiliki darah pejuang
dengan tanah kelahiran Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Ia merupakan anak camat yang
bernama I Gusti Ngurah Palung. Hal ini pula yang menjadikan ia berkesempatan untuk
bersekolah formal di Holands Inlandse School (HIS).
Berkat usaha yang gigih memperjuangkan Bali untuk masuk menjadi kekuasaan Indonesia
(sesuai kesepakatan Linggarjati hanya Sumatra, Jawa, dan Madura yang masuk kekuasaan
Indonesia) Ngurah Rai mendapat gelar Bintang Mahaputra dan dan kenaikan pangkat
menjadi Brigjen TNI (Anumerta). Ia meninggal pada usia 29 tahun dan memperoleh gelar
pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975.
Namanya pun diabadikan menjadi nama Bandara di kota Bali

Anda mungkin juga menyukai