KERAJAAN ACEH
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang
semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah
Tanjung Harapan dan Sumatra.
Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya
Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam kini lebih
suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka.
Selain pertumbuhan ladanya yang subur, disini para pedagang mampu menjual
hasil dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina.
Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan
sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya wilayah
Aceh
Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh Darussalam mulai berdiri ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang
berada di ambang keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit hingga
mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir
riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih Kesultanan Aceh
Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing
kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra
Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri).
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496 yang
sebelumnya telah dirintis pada abad ke-15 oleh Mudzaffar Syah. Pada awalnya kerajaan ini
berdiri atas wilayahKerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa
wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir,Lidie,Nakur. Selanjutnya pada tahun
1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti
dengan Aru. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan
dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan
Aceh yang pernah dicapai sebelumnya. Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya
mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar tetapi pada saat pemerintahan.
Keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh Darussalam
semakin terkuak dengan ditemukannya batu nisan yang ternyata adalah
makam Sultan Ali Mughayat Syah.
Di batu nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam yang berada
di Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan bahwa Sultan Ali Mughayat
Syah meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7
Agustus 1530 dan berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang berhasil
ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang
sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan
bahwa Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh).
Raja Raja yang pernah Memerintah
Berdasarkan Bustanus salatin 1637 M karangan Naruddin Ar-raniri yang berisi silsilah sultan-sultan aceh, dan berita-
berita eropa. Kerajan aceh telah berhasil membebaskan diri dari kaerajaan pedir. Raja-raja yang pernah memerintah
kerajaan aceh :
*RAJA YANG TERKENAL
1. Sultan Sri Alam ( 1575 1576 M). 16. Sultan Syams Al-alam ( 1726 1727 M).
2. Sultan Zain Al-abidin ( 1576 1577 M). 17. Sultan Ala Al-din Ahmad Syah ( 1727 1735
3. Sultan Ala Al-din Mansur Syah ( 1577 1589 M). M).
4. Sultan Buyong ( 1589 1596 M).
18. Sultan Ala Al-din Johan Syah ( 1735 1760 M).
5. Sultan Ala Al-din Riyayat Syah Sayyid Al-mukkamil ( 1596
19. Sultan Mahmud Syah ( 1760 1781 M).
1604 M).
6. Sultan Ali Riayat Syah ( 1604 1607 M). 20. Sultan Badr Al-din ( 1781 1785 M).
7. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam ( 1607 21. Sultan Ala Al-din Jauhar Al-alam ( 1795 1815
1636 M). dan 1818 1824 M).
8. Sultan Sri Ratu Salfi Al-din Taj Al-alam ( 1641 1675 M). 22. Sultan Syarif Syaif Al-alam ( 1815 1818 M).
9. Sultan Sri Ratu Naqi Al-din Nur AL-alam ( 1675 1678 M). 23. Sultan Muhammad Syah ( 1824 - 1838 M).
10. Sultan Sri Ratu Zaqi Al-din Inayat Syah (1678 1688 M). 24. Sultan Sulaiman Syah ( 1838 1857 M).
11. Sultan Sri Ratu Kamalat Syah Zinat Al-din ( 1688 1699 M). 25. Sultan Mansyur Syah ( 1857 1870 M).
12. Sultan Badr Al-alam Syarif Hashim Jamal Al-din ( 1699 1702
26. ltan Mahmud Syah ( 1870 1874 M).
M).
27. Sultan Muhammad Daun Syah ( 1874 1903
13. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui ( 1702 1703 M).
14. Sultan Jamal Al-alam Badr Al-munir ( 1703 1726 M). M).
15. Sultan Jauhar Al-alam Amin Al-din ( 1726 M).
Kehidupan Sosial Kerajaan Aceh
Meningkatnya kemakmuran telah menyebabkan berkembangnya ajaran agama islam di aceh.
Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil, sedangkan kaum ulama
yang memegang peranan penting dalam agama disebut golongan Teungku, namun antara kedua
golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan yang kemudian melemahkan aceh. Sejak
berkuasanya Kerajaan Perlah ( abad ke-12 M samapai ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara
aliran Syiah dengan Sunnah Wal Jammaah
Aliran ini diajarkan oleh Hamzah Fansuri yang diteruskan oleh muridnya yang bernama
Syamsuddin Pasai. Sesudah Sultan Iskandar wafat, aliran Sunnah Wal Jammaah mengembangkan
islam beraliran Sunnah Wal Jammaah, ia juga menulis sejarah aceh yang berjudul Busnanussalatin.
( Taman raja-raja dan berisi adat-istiadat aceh beserta ajaran agama islam ).
Pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Thani muncul ahli tasawwuf terkenal dari gujarad yang
bernama Nurruddin Ar-Raniri. Hasil karyanya yang terkenal adalah Bustanus Salatin yang berisi
sejarah Aceh.
Kehidupan Budaya Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda
(1607 - 1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan Pahang yang merupakan
sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan
armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut
Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda) didatangkan perutusan
diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke
berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I. Semua ini
dilakukan untuk memperkuat posisi kekuasaan Aceh.
Keruntuhan Kerajaan Aceh
Pada akhir November 1871, Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus
Sultan ditugaskan untuk mencari bantuan ke sekutu lama Turki. Namun kondisi
saat itu tidak memungkinkan karena Turki saat itu baru saja berperang dengan
Rusia di Krimea. Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Perancis hingga Amerika
namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di Penang untuk meraih simpati
Inggris juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan
diri menyerah ibukota. Maret 1873, pasukan Belanda mendarat di Pantai Cermin
Meuraksa menandai awal invasi Belanda Aceh.
Wassalamualaikum Wr. Wb.