Anda di halaman 1dari 13

Kerajaan Aceh Darussalam

CLARA RUES C H2/09


DIAH KUSUMA C.P H2/11
MIFTAKHUL FIRDAUZ H2/18
PATRICK BAGAS G.P H2/ 27
Awal Mula Berdiri

Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan


Samudera Pasai sedang dalam masa keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh
Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14,
tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara
itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh
Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha
yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri).

Sultan Ali Mughayat mendirikan Kesultanan Aceh pada tahun 1496 yang pada
mulanya kerajaan ini berdiri atas wilayah kerajaan lamuri. Pemerintahaan
kesultanan Aceh kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah
kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun
1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti
dengan Aru.
Kehidupan Politik

Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus sebagai pendiri Kerajaan Aceh
Darussalam adalah Sultan Ibrahim atau Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528).
Aceh Darussalam berusaha memperluas pengaruh dengan merebut daerah-
daerah sekitarnya. Pada tahun 1524, Pedir dan Samudra Pasai ditaklukkan.
Setelah Sultan Ali Mughayat Syah wafat, takhta Kerajaan Aceh Darussalam
berturut-turut digantikan oleh Sultan Alaudin Ri’ayat Syah al Kahar (1537-
1571), Sultan Alaudin Mansur Syah (1571-1585), Sultan Alaudin Ri’ayat Syah ibn
Sultan Munawar Syah (memerintah hingga tahun 1588), dan Sultan Alaudin
Riayat Syah ibn Firman Syah. Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat
Syah ibn Firman Syah, orang-orang Belanda dan Inggris diterima baik sebagai
mitra perdagangan lada. Setelah Sultan Alaudin Riayat Syah ibn Firman Syah
wafat, sultan yang memerintah selanjutnYa adalah Sultan Muda yang
memerintah Aceh Darussalam sampai tahun 1607. Berikutnya adalah Sultan
Iskandar Muda yang memerintah selama 29 tahun (1607-1636). Sejak Sultan Au
Mughayat Syah, Aceh Darussalam berusaha merebut Malaka. dan tangan
Portugis. Serangan Aceh Darussalam terhadap Malaka dilakukan beberapa kali. 
Kehidupan Politik

Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar, secara perlahan Aceh Darussalam
berkembang menjadi kerajaan yang kuat Ia mengembangkan dan memperkuat angkatan peräng.
Hubungan diplomatik dengan luar negeri mulai dijalankan, misalnya dengan negara Islam di Timur
Tengah (Turki dan India). Hubungan ini dilakukan untuk mempererat hubungan politik dan
memajukan hubungan perdagangan. Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar juga mengirim utusan ke
Konstantinopel untuk meminta bantuan dalam usaha melawan kekuasaan Portugis. Dengan kekuatan
militer yang semakin besar, Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar mulai meluaskan kekuasaannya.
Beberapa kerajaan di lingkungan Aceh satu persatu ditaklukkan, seperti Kerajaan Babat, Aru, dan
Barat. 
Dengan bantuan tentara dan peralatan perang dan Turki (1537-1568) tentara Aceh Darussalam
menyerang Johar dan Malaka. Setelah Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar wafat, para penggantinya
meneruskan usaha-usaha untuk memperkuat pengaruhnya dengan menyerang Johar dan
mengadakan hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam di Jawa. Pada masa pemerintah Sultan
Iskandar Muda, perlawanan terhadap Portugis dimulai kembali. Aceh Darussalam berusaha
rnenguasai kembali daerah-daerahnya yang telah direbut Portugis. Pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda, Kerajaan Aceh Darussalarn mengalami puncak Kejayaan. Pada tahun 1636, Sultan
Iskandar Muda meninggal. Takhta Kerajaan Aceh Darussalam selanjutnya digantikan Iskandar Thani
yangberkuasa pada tahun 1636-1641. Pada masa Sultan Iskandar Thani, daerah-daerah kekuasaan
yang jauh dari pemerintah pusat banyak yang berusaha lepas dari kekuasaanya Kerajaan Aceh
Darussalam. 
Kehidupan Ekonomi

Letak Aceh Darussalam yang strategis menyebabkan perdagangan


maju pesat. Bidang perdagangan yang maju tersebut menjadikan
Aceh Darussalam makin makmur. Setelah dapat menaklukan Pedir
yang kaya akan lada putih, Aceh Darussalam makin bertambah
makmur. Dengan kekayaan yang melimpah, Aceh Darussalam
mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat. Sumber
pemasukan utama Kerajaan Aceh Darussalam adalah lada dan
emas. Mata pencaharian utama penduduk Aceh Darussalam
adalah bidang perdagangan, terutama perdagangan lada dan emas.
Selain berdagang, rakyat Aceh Darussalam juga menggantungkan
diri pada sektor kelautan dan pertanian. 
Kehidupan Sosial dan Budaya

Kebudayaan masyarakat di Kerajaan Aceh Darussalam juga makin bertambah maju


karena sering berhubungan dengan bangsa lain. Kemajuan tersebut terbukti dengan
adanya hukum adat yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta
Alam. Menurut Hukum Adat Makuta Alam, pengangkatan sultan haruslah Semufakat
hukum dengan adat. Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapat pengawasan
dan alim ulama, kadi, dan dewan kehakiman. Mereka bertugas memberi peringatan
kepada sultan terhadap pelanggaran adat dan hukum yang dilakukan. Pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda muncul ahli tasawuf yang terkenal, yaitu
Hamzah Fansyuri dan muridnya Syamsudin as Sumatrani. Mereka banyak sekali
menulis buku berbentuk prosa ataupun syair. 
Pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Thani, muncul ahli tasawuf terkenal dari
Gujarat yang bernama Nurruddin ar Raniri. Hasil kàryanya yang terkenal adalah
Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh Darussalam. Ajaran Nurrudin ar Raniri
bertentangan dengan ajaran Hamzah Fansyuri dan Syamsudin as Samatrani. Hal itu
menyebabkan. perpecahan di Kerajaan Aceh Darussaiam. Pada tähun 1641, Sultan
Iskandar Thani wafat. Setelah Sultan Iskandar Thani meninggal, Aceh Darussalam
mengalami kemunduran di berbagai bidang.
Masa Kejayaan

Hikayat Aceh menuturkan Sultan yang diturunkan paksa diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada
1579 karena perangainya yang sudah melampaui batas dalam membagi-bagikan harta kerajaan pada
pengikutnya. pengantinya Sultan Zainal Abidin terbunuh beberapa bulan kemudian karena
kekejamannya dan karena kecanduannya berburu dan adu binatang. Raja-raya dan orangkaya
menawarkan mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada
1589. Ia segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan menumpas orangkaya yang berlawanan
dengannya sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa tunggal Kesultanan Aceh yang dampaknya
dirasakan pada sultan berikutnya.
Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda (1607 - 1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh
menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh
melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal
perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat
Malaka dan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama
Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.
Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda)
didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul
Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim
II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I. Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi
kekuasaan Aceh.
Masuknya Koloanialisme Barat

Pada 1508, atau kurang dari setahun setelah Sultan Ali Mughayat
Syah memproklamirkan berdirinya Kesultanan Aceh
Darussalam, armada Portugis pertama yang dipimpin Diogo
Lopez de Sequeira tiba di perairan Selat Malaka. Armada de
Sequeira ini terdiri dari empat buah kapal dengan perlengkapan
perang. Namun, kedatangan rombongan calon penjajah asal
Portugis yang pertama ini tidak membuahkan hasil yang
gemilang dan terpaksa mundur akibat perlawanan dari laskar
tentara Kesultanan Malaka.
Namun, kedatangan rombongan calon penjajah asal portugis
yang pertama ini tidak membuahkan hasil yang gemilang dan
terpaksa mundur akibat perlawanan dari laskar tentara
Kesultanan Malaka
Masuknya Koloanialisme Barat

 Pada Mei 1521, penguasa Kesultanan Aceh Darussalam yang pertama, Sultan Ali
Mughayat Syah, memimpin perlawanan dan berhasil mengalahkan armada
Portugis yang dipimpin Jorge de Britto yang tewas dalam pertempuran di
perairan Aceh itu. Dalam menghadapi Kesultanan Aceh Darussalam dan
keberanian Sultan Ali Mughayat Syah, Portugis membujuk Kerajaan Pedir dan
Samudera Pasai untuk mendukungnya.
Setelah mengalami kekalahan dari Kesultanan Aceh Darussalam, armada
Portugis kemudian melarikan diri ke Kerajaan Pedir, namun pasukan Aceh
Darussalam tetap mengejar dan sukses menguasai wilayah Kerajaan Pedir. Pihak
Portugis bersama Sultan Ahmad, Raja Kerajaan Pedir, melarikan diri lagi dan
mencari perlindungan ke Samudera Pasai. Pasukan Sultan Ali Mughayat Syah
meneruskan pengejarannya dan berhasil mematahkan perlawanan Pasai pada
1524. Sejumlah besar rampasan yang berupa alat-alat perang, termasuk meriam,
digunakan tentara Aceh Darussalam untuk mengusir Portugis dari bumi Aceh.
Kemunduran


Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor,
di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan
Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka,
ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau,
Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840)
serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan
Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya
perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta
kesultanan.
Pemerintahan

Sultan Aceh

Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, Sultan Aceh terakhir yang bertahta pada tahun 1874-
1903.
Sultan Aceh atau Sultanah Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh. Sultan awalnya
berkedudukan di Gampông Pande, Bandar Aceh Darussalam kemudian pindah ke Dalam Darud Dunia di
daerah sekitar pendopo Gubernur Aceh sekarang. Dari awal hingga tahun 1873 ibukota berada tetap di
Bandar Aceh Darussalam, yang selanjutnya akibat Perang dengan Belanda pindah ke Keumala, sebuah
daerah di pedalaman Pidie.

Sultan/Sultanah diangkat maupun diturunkan atas persetujuan oleh tiga Panglima Sagoe dan TeukuKadi
Malikul Adil (Mufti Agung kerajaan). Sultan baru sah jika telah membayar "Jiname Aceh" (mas kawin
Aceh), yaitu emas murni 32 kati, uang tunai seribu enam ratus ringgit, beberapa puluh ekor kerbau dan
beberapa gunca padi. Daerah yang langsung berada dalam kekuasaan Sultan (Daerah Bibeueh) sejak
Sultanah Zakiatuddin Inayat Syah adalah daerah Dalam Darud Dunia, Mesjid Raya, Meuraxa, Lueng
Bata, Pagarayée, Lamsayun, Peulanggahan, Gampông Jawa dan Gampông Pande.
Lambang kekuasaan tertinggi yang dipegang Sultan dilambangkan dengan dua cara yaitu keris dan cap.
Tanpa keris tidak ada pegawai yang dapat mengaku bertugas melaksanakan perintah Sultan. Tanpa cap
tidak ada peraturan yang mempunyai kekuatan hukum.
Peninggalan Kebudayaan(Arsitektur)
Peninggalan Kebudayaan

Kesusateraan
Sebagaimana daerah lain di Sumatera, beberapa cerita maupun legenda disusun dalam
bentuk hikayat. Hikayat yang terkenal diantaranya adalah Hikayat Malem Dagang yang
berceritakan tokoh heroik Malem Dagang dalam settingan penyerbuan Malaka oleh
Angkatan Laut Aceh. Ada lagi yang lain yaitu Bhikayat Malem Diwa, hikayat Banta
Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham Nadiman, hikayat Pocut Muhammad, hikayat
Perang Goempeuni, hikayat Habib Hadat, kisah Abdullah Hadat dan hikayat Prang Sabi.
Karya Agama
Para ulama Aceh banyak terlibat dalam karya di bidang keagamaan yang dipakai luas di
Asia Tengga. Syaikh Abdurrauf menerbitkan terjemahan dari Tafsir Alqur'an Anwaarut
Tanzil wa Asrarut Takwil, karangan Abdullah bin Umar bin Muhammad Syirazi Al
Baidlawy ke dalam bahasa jawi.
Kemudian ada Syaikh Daud Rumy menerbitkan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil
Muhtadi yang menjadi kitab pengantar di dayah sampai sekarang. Syaikh Nuruddin Ar-
Raniry setidaknya menulis 27 kitab dalam bahasa melayu dan arab. Yang paling terkenal
adalah Sirath al-Mustaqim, kitab fiqih pertama terlengkap dalam bahasa melayu.

Anda mungkin juga menyukai