Anda di halaman 1dari 8

KERAJAAN

ACEH
DARUSSALAM
Presented By Dyn and Safira
LOKASI
Ibu kota Kerajaan Aceh terletak di
Kutaraja atau Banda Aceh
(sekarang). Kerajaan ini mencapai
puncak kejayaanya pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636 M).
MASA BERDIRI
LCikal bakal Kerajaan Aceh tidak terlepas dari
kerajaan yang pernah berdiri di wilayah
tersebut, salah satunya Kerajaan Lamuri atau
Indrapura. Saat Sultan Alaiddin Husain Syah
(1465-1480 M) berkuasa, beberapa kerajaan
kecil dan Pidie bersatu dengan Lamuri yang
saat itu telah berganti nama menjadi Kerajaan
Darussalam. Salah satu alasan kerajaan-
kerajaan kecil berniat bersatu adalah karena
munculnya kekuatan Barat di Malaka.
Pemikiran untuk bersatu serta menjadi besar
dan disegani lawan juga datang dari Ali
Mughayat Syah, panglima perang sekaligus
putra mahkota Kerajaan Aceh saat itu.
MASA KERUNTUHAN
Kemakmuran Kesultanan Aceh membuatnya menjadi incaran
bangsa-bangsa Eropa, terutama Portugis. Beberapa kali terjadi
konfrontasi antara Aceh dengan Portugis yang didukung Kerajaan
Johor yang ada di Semenanjung Malaya. Portugis berambisi
menaklukkan Aceh agar bisa menguasai jalur perdagangan Selat
Malaka dan daerah-daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda
enggan bernegosiasi dengan bangsa-bangsa Barat. Ia menolak
permintaan pembelian lada yang ada di pesisir Sumatera bagian
barat dari Inggris dan Belanda. Sayangnya, Kesultanan Aceh
Darussalam mulai mengalami kemunduran setelah Sultan
Iskandar Muda mangkat pada 1636. Menurut laman
Kemendikbud, kemunduran ini akhirnya membuat Kesultanan
Aceh hancur secara perlahan.
SILSILAH:
Sultan Ali Mughayat | 1514-1528 M Sultan Salahuddin |
1528-1537 M Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar | 1537-
1568 M Sultan Sri Alam | 1575-1576 M Sultan Zain al-Abidin
| 1576-1577 M Sultan Ala’ al-Abidin | 1577-1589 M Sultan
Buyung | 1589-1596 M Sultan Ala’ al-Din Riayat Syah |
1596-1604 M Sultan Ali Riayat Syah | 1604-1607 M Sultan
Iskandar Muda | 1607-1636 M Sultan Iskandar Thani |
1636-1641 M Sultanah Safi al-Din Taj al Alam | 1641-1675 M
Sultanah Naqvi al-Din Nur al-Alam | 1641-1678 M Sultanah
Zaqqi al-Din Inayat Syah | 1678-1688 M Sultanah Kamalat
Syah Zinat al-Din | 1688-1699 Sultan Badr al-Alam | 1699-
1702 M Sultan Perkasa Alam | 1702-1703 M Sultan Jamal al-
Alam Badr al-Munir | 1703-1726 M Sultan Jauhar al-Alam
Amin al-Din | 1726 Sultan Shyam al-Alam | 1726-1727 M
Sultan Ala‘ al-Din Ahmad | 1727-1735 M Sultan Ala‘ al-Din
Johan Syah | 1735-1760 M Sultan Mahmud Syah | 1760-
1781 M Sultan Badr al-Din | 1781-1785 M Sultan Sulaiman
Siah | Sejak 1785 M Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah
| Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam | 1795-1815 dan 1818-
1824 M Sultan Syarif Saif al-Alam | 1815-1818 M Sultan
Muhammad Syah | 1824-1838 M Sultan Sulaiman Siah |
1838-1857 M Sultan Mansur Syah | 1857-1870 M Sultan
Mahmud Syah | 1870-1874 M Sultan Muhammad Daud Syah
| 1874-1903 M
FAKTOR PENDORONG
MASA KEJAYAAN
Kerajaan Aceh memiliki wilayah yang luas. Selain itu, juga mampu
melakukan perdagangan ke wilayah China, India, Gujarat, Timur
Tengah sampai ke Turki. Selama 20 tahun Sultan Iskandar Muda,
pendiri sekaligus sultan pertama Kerajaan Aceh, mampu menekan
perdagangan orang-orang Eropa.
Letak ibu kota aceh strategis di pintu gerbang pelayaran dari India dan Timur
Tengah yang akan ke Malaka, China atau Jawa. Pelabuhan Aceh (Olele)
memiliki persyaratan baik sebagai pelabuhan dagang. Pelabuhan itu
terlindung dari ombak besar oleh Pulau We, Pulau Nasi dan Pulau Breuen.
Daerah Aceh kaya tanaman lada sebagai mata dagang ekspor yang penting
dalam mengadakan perdagangan internasional. Jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh,
apalagi setelah jalur pelayaran beralih melalui sepanjang barat Sumatera.
FAKTOR KERUNTUHAN
KERAJAAN
Beberapa penyebab runtuhnya Kesultanan Aceh Darussalam adalah
sebagai berikut: Tidak adanya pemimpin yang cakap setelah
wafatnya Sultan Iskandar Muda. Terjadi perpecahan internal antara
kaum birokrat (bangsawan kerajaan) dengan kaum agama. Banyak
negeri taklukan yang memisahkan diri, termasuk Johor, Pahang,
Perlak, Minangkabau, Siak, dan lainnya. Melemahnya Kesultanan
Aceh memberi peluang bagi Belanda untuk masuk dan
menanamkan pengaruh. Menurut laman Pemprov Aceh, Belanda
mulai menginvasi Kesultanan Aceh melalui Perang Sabi yang
berlangsung 30 tahun lamanya sejak 26 Maret 1873. Jatuhnya
banyak korban jiwa dan tidak mampu menaungi Aceh, pemimpin
terakhir kesultanan yakni Sultan Muhammad Daud Syah
mengumumkan pengakuan kedaulatan Belanda atas Aceh.
PENINGGALAN
SEJARAH

KARYA SASTRA MAKAM ISKANDAR MASJID RAYA


MUDA BAITURRAHMAN

Anda mungkin juga menyukai