berkembang sangat gemilang dan dikenal negeri yang amat kaya dan makmur.
Pada zaman itu kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan –
kerajaan barat termasuk Inggris, Ottoman dan Belanda. Kerajaan Aceh
berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai
Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau
Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional
pada masa itu.
Sultan Ali Mugayat Syah adalah Raja Kerajaan Aceh yang pertama. yang
memerintah tahun 1514 – 1528 M. Di bawah kekuasaannya Kerjaan Aceh
melakukan perluasan kekuasaan wilayah ke beberapa daerah antara lain daerah
Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap bangsa Portugis di
Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Salahuddin
Sultan Sri Alam adalah Sultan aceh ke-6 yang memerintah dari tahun 1575
hingga tahun 1576, menurut Lombard, ia hanya berkuasa pada tahun 1579. Sri
Alam merupakan putera dari Sultan Alauddin Al-Qahhar yang merupakan
Sultan Aceh ke 3 selain itu ia juga menjabat sebagai Raja Priaman atau
Priaman.
Sultan Sri Alam , juga dikenal sebagai Sultan Mughal (w. 1579) adalah Sultan
Aceh keenam di Sumatera bagian utara . Dia memimpin pemerintahan yang
sangat singkat pada tahun 1579 sebelum digulingkan dan dibunuh.
Sultan Mughal adalah salah satu dari lima putra Sultan Alauddin Al-Qahhar.
Sebelum aksesi dia memerintah Priaman, sebuah kota pelabuhan di pantai
barat Sumatera. Ia menikah dengan Raja Dewi, putri Munawwar Syah dari
kerajaan Indrapura. Ketika kakak laki-lakinya Ali Ri’ayat Syah I meninggal pada
tahun 1579, dia digantikan sebentar oleh putranya yang masih bayi, Sultan
Muda. Yang terakhir segera meninggal, dan tahta jatuh ke tangan Sultan
Mughal yang mengambil nama pemerintahan Sultan Sri Alam. Menurut
babad Hikayat Aceh dia terlalu dermawan. Terutama dia memberikan kekayaan
kepada para uleëbalangs(kepala suku) Barus, namun merupakan kota
pelabuhan di pantai barat. Sejak perbendaharaan dikosongkan, dua kakek dari
kerajaan yang disebut Maharaja dan Malik az-Zahir menemukannya tidak cocok
dan menggulingkannya setelah pemerintahan yang sangat
singkat. [1] Kronik Bustanus Salatin menceritakan bahwa ia pemarah dan tidak
layak untuk memerintah, dan karena itu dicabut dari takhta serta
nyawanya. [2] Ia digantikan oleh keponakannyaZainul Abidin. Dia adalah nenek
moyang dari para sultan Indrapura kemudian. [3] Menurut silsilah kemudian ia
memiliki seorang putra Syekh Muhyuddin Fadlil Syah, yang cucu buyutnya
memerintah Aceh sebagai Kamalat Syah (1688-1699).
Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586
sampai 1588 saudara Raja Dewi yang bernama Sultan Buyong memerintah
dengan gelar Sultan Ali Ri’ayat Syah II, sebelum akhirnya terbunuh oleh intrik
ulama Aceh.[2]
7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
9. Sultan Buyong (1589-1596)
10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).
11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
13. Iskandar Thani (1636-1641).
14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).
15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
26. Sultan Badr al-Din (1781-1785)
27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
28. Alauddin Muhammad Daud Syah.
29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
33. Sultan Mansur Syah (1857-1870)
34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka yang merupakan jalan dagang
internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti
Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dgn Aceh.
Barang – barang yg di ekspor Aceh seperti beras, lada ( dari Minagkabau ),
rempah – rempah ( dari Maluku ). Bahan impornya seperti kain dari
Koromendal ( india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina ), minyak
wangi ( dari Eropa dan Timur Tengah ). Kapal – kapal Aceh aktif dalam
perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.
Aliran ini di ajarkan oleh Hamzah Fasnsuri yang di teruskan oleh muridnya yg
bernama Syamsudin Pasai. Sesudah Sultan Iskandar Muda wafat, aliran Sunnah
wal Jama’ah mengembangkan islam beraliran Sunnah wal Jama’ah, ia juga
menulis buku sejarah Aceh yg berjudul Bustanussalatin ( taman raja – raja dan
berisi adat – istiadat Aceh besrta ajarn agama Islam )
e. Kehidupan Budaya
Kejayaan yg dialami oleh kerajaan Aceh tsb tidak banyak diketahui dlm bidang
kebudayaan. Walupun ada perkembangan dlm bidang kebudaaan, tetapi tdk
sepesat perkembangan dalam ativitas perekonomian. Peninggalan kebuadayaan
yg terlihat nyata adala Masjid Baiturrahman.
Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1036, tdk ada raja – raja
besar yg mampu mengendalikan daerah Aceh yg demikian luas. Di
bawah Sultan Iskandar Thani ( 1637 – 1641 ), sebagai pengganti
Sultan Iskandar Muda, kemunduran itu mulai terasa & terlebih lagi
setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.
Timbulnya pertikaian yg terus menerus di Aceh antara golongan
bangsawan ( teuku ) dgn golongan utama ( teungku ) yg
mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama
sendiri prtikaian terjadi karena prbedaan aliran dlmm agama ( aliran
Syi’ah dan Sunnah wal Jama’ah )
Daerah kekuasaannya banyak yg melepaskan diri seperti Johor,
Pahang, Perlak, Minangkabau, dan Siak. Negara – negara itu
menjadikan daerahnya sbg negara merdeka kembali, kadang – kadang
di bantu bangsa asing yg menginginkan keuntungan perdagangan yg
lebuh besar.
Kerajaan Aceh yg berkuasa selama kurang lebih 4 abad, akhinya runtuh karena
dikuasai oleh Belanda awal abad ke-20.