Anda di halaman 1dari 5

KERAJAAN BANTEN

PROFIL KERAJAAN BANTEN


Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang didirikan oleh Sunan
Gunung Jati atau yang dikenal dengan nama lain Syarif Hidayatullah. Sejarah
berdirinya Kesultanan Banten, berawal pada tahun 1525-1526, saat itu Sunan
Gunung Jati berhasil menguasai wilayah Banten. Sejak saat itulah, Kesultanan
Banten tumbuh menjadi kerajaan Islam yang pusat pemerintahannya terletak di
ujung barat Pulau Jawa. Pada tahun 1552, Kesultanan Banten diserahkan kepada
Sultan Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati. Sultan Hasanuddin
kemudian dianggap sebagai peletak dasar dan Suktan pertama Kesultanan Banten.
Masa keemasan Kesultanan Banten terjadi saat Kesultanan Banten dipimpin oleh
Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan kekuatan
politik dan angkatan perang Banten untuk melawan VOC (Vereenigde Oost-
Indische Compagnie). Hal itulah yang mendorong kolonial Belanda melakukan
politik adu domba hingga akhirnya Kesultanan Banten harus menyerahkan
kedaulatannya kepada VOC.
LATAR BELAKANG KERAJAAN BANTEN
Sejak masih berada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda atau sebelum periode Islam, Banten telah menjadi
kota yang penting. Dalam Carita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang yang dihubungkan
dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantai utara Jawa. Banten yang saat itu masih dalam
kekuasaan Pajajaran, berperan sebagai pelabuhan lada. Kedudukannya menempati urutan kedua setelah Sunda
Kelapa. Mengetahui Portugis sangat berkepentingan dengan kedua pelabuhan tersebut, Kerajaan Pajajaran
pun mengajak untuk bekerjasama. Sebab, Kerajaan Pajajaran memandang Portugis akan dapat membantunya
dalam menghadapi orang Islam di Jawa Tengah yang telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja
bawahan Majapahit. Oleh karena itu, pada 1522 Raja Pajajaran resmi mengadakan perjanjian persahabatan
dengan Portugis. Namun, sebelum Portugis sempat mengambil manfaat dari perjanjian dengan mendirikan
pos perdagangan, pelabuhan Banten dan Sunda Kelapa telah diduduki oleh orang-orang Islam. Sunan Gunung
Jati berhasil menguasai Banten pada 1525-1526 M dan Sunda Kelapa pada 1527 M.
Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir
Portugis dari nusantara. Sebelum ke Banten, Fatahillah sebagai panglima perang Demak singgah di Cirebon untuk
menemui Sunan Gunung Jati. Gabungan pasukan Demak dan Cirebon bersama pasukan Maulana Hasanuddin yang
melawan penguasa Pajajaran membuat Banten sangat mudah mereka kuasai. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan
Gunung Jati segera menyingkirkan bupati Sunda untuk mengambil alih pemerintahan. Akan tetapi, Sunan Gunung Jati
tidak mengangkat dirinya sebagai raja, bahkan ia hanya tinggal di Banten sampai 1552 M. Ini disebabkan putranya,
Pangeran Pasareyan, yang dijadikan wakilnya di Cirebon meninggal. Semenjak itu, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon
dan menyerahkan Banten kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Pada 1552, Sultan Maulana Hasanuddin
resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten. Oleh karena itu, Sultan Maulana Hasanuddin yang dianggap sebagai
pendiri dinasti sultan-sultan Banten, bukan Sunan Gunung Jati. Sebab, Sunan Gunung Jati tidak lama berkedudukan di
Banten dan Sultan Maulana Hasanuddin-lah yang melepaskan diri dari segala ikatan Demak. Setelah menjadi raja, Sultan
Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten.
TOKOH TOKOH YANG BERPERAN
Sultan Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin (1552-1570 M) Sultan Abu al-Ma’ali Muhammad Wasi atau Pangeran Arya Adisantika
(1752-1753 M)
Sultan Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan (1570-1580 M)
Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainulsyiqin (1753-1773 M)
Sultan Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana (1580-1596 M)
Sultan Aliyuddin atau Abu al-Mafakhir Muhammad Aliyuddin (1773-
Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu (1596- 1799 M)
1647 M)
Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin (1799-1801 M)
Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad atau Pangeran Anom (1647-1651 M)
Sultan Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin (1801-1802 M)
Sultan Ageng Tirtayasa atau Abu al-Fath Abdul Fattah (1651-1683 M)
Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803 M)
Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji (1683-1687 M)
Sultan Aliyuddin II atau Abu al-Mafakhir Muhammad Aqiluddin
Sultan Abu al-Fadhi Muhammad Yahya (1687-1690 M) (1803-1808 M)

Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainulabidin (1690-1733 M) Sultan Wakil Pangeran Suramenggala (1808-1809 M)
Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (1809-1816 M)
Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin (1733-1750 M)
Sultan Syarifuddin Ratu Wakil atau Pangeran Syarifuddin (1750-1752 M)

Anda mungkin juga menyukai