Kerajaan atau Kesultanan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau dikenal sebagai
Sunan Gunung Jati pada 1525 M. Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian
dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir Portugis dari
Nusantara. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera mengambil
alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai raja.
Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada
putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Sejak saat itu, Sultan Maulana Hasanuddin
ini resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten, teman-teman.
Setelah Sultan Maulana Hasanuddin wafat, peran raja digantikan oleh Sultan Maulana
Yusuf.Sultan Maulana Yusuf dikenal sangat memerhatikan perkembangan perdagangan
dan pertanian serta menyebarkan agama Islam.
Pada 1579, Banten berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran dan membuat Islam
semakin tersebar luas di Jawa Barat. Sultan Maulana Yusuf wafat pada 1580 M karena
sakit.
Hal itu kemudian memicu VOC melakukan politik adu domba antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau
bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya. Pada 1683, Sultan
Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya
kepada putranya.
6. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji (1683-1687 M)
Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di
Banten. Meski Sultan Haji diangkat menjadi Sultan Banten selanjutnya, namun
pengangkatan tersebut disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian
Banten. Sejak saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan
penderitaan rakyat semakin berat. Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa
pemerintahan Sultan Haji diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan
di segala bidang.
.
MASA KEJAYAAN
Masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa (1651-1683). Sultan Ageng Tirtayasa adalah seorang pemimpin yang
visioner, cakap, dan berani. Ia berhasil memajukan kekuatan politik dan angkatan
perang Banten untuk melawan VOC, yang ingin menguasai perdagangan rempah-
rempah di Nusantara. Ia juga membangun benteng-benteng pertahanan di sepanjang
pantai Banten dan memperbaiki infrastruktur kota.
.
PERKEMBANGAN DISETIAP BIDANG ILMU
A. Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun
1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah
diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu
Kerajaan Demak berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak.
Namun setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan
diri dari pengaruh kekuasaan Demak.
B. Kehidupan Ekonomi
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat,
Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk
perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab
mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang
Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah
Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah
pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah
Banten Selatan, mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut
Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan
tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan
Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai
kehidupan sosial masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat
ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-
gapura di Kaibon Banten. Di samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan
Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam.
Susunan istananya menyerupai istana raja di Eropa.
SEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN
Kemunduran Kerajaan Banten dimulai dari konflik internal antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahhar. Sultan
Haji adalah seorang pemuda yang terpengaruh oleh gaya hidup Barat dan bersahabat
dengan VOC. Ia tidak setuju dengan kebijakan ayahnya yang anti-Belanda dan ingin
berdamai dengan VOC. Ia kemudian memberontak dan mendeklarasikan dirinya sebagai
raja baru di ibu kota baru, Kaibon.
Konflik antara ayah dan anak ini dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu domba dan
melemahkan Kerajaan Banten. VOC mendukung Sultan Haji dengan memberikan
bantuan senjata dan pasukan. Akhirnya, pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa
dikalahkan dan ditangkap oleh VOC. Ia meninggal dalam tahanan pada tahun 1692.
Sultan Haji kemudian menjadi raja boneka yang tunduk pada VOC. Ia menyerahkan
monopoli perdagangan rempah-rempah, garam, dan lada kepada VOC. Ia juga
menyerahkan sebagian besar wilayah kekuasaannya kepada VOC. Ia meninggal pada
tahun 1690 dan digantikan oleh putranya, Sultan Abul Fath Abdul Fattah atau Sultan
Zainul Abidin.
Sultan Zainul Abidin berusaha untuk membebaskan diri dari pengaruh VOC dan
mengembalikan kejayaan Kerajaan Banten. Ia membangun kembali angkatan lautnya
dan menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Mataram,
Banjar, dan Gowa. Ia juga mengirim utusan ke Turki Utsmani, Perancis, dan Inggris
untuk mencari bantuan. Namun, upaya-upaya ini tidak berhasil dan ia terus mendapat
tekanan dari VOC.
Pada tahun 1752, VOC berhasil menyerang dan menghancurkan ibu kota Surosowan.
Sultan Zainul Abidin terpaksa melarikan diri ke Anyer dan kemudian ke Cirebon. Ia
meninggal pada tahun 1753 dan digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Syifa
Zainul Arifin. Sultan Muhammad Syifa berusaha untuk mempertahankan sisa-sisa
wilayah kekuasaannya dari serangan VOC dan Mataram. Namun, ia tidak mampu
mengatasi masalah-masalah internal dan eksternal yang mengancam Kerajaan Banten.
Pada tahun 1808, Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan dekrit yang menyatakan
bahwa Kerajaan Banten menjadi bagian dari Hindia Belanda secara sepihak. Sultan
Muhammad Shafiuddin, yang saat itu menjadi raja terakhir Kerajaan Banten, menolak
dekrit tersebut dan melawan Daendels. Namun, ia dikalahkan dan ditangkap oleh
pasukan Belanda pada tahun 1813. Ia dibuang ke Ambon dan meninggal di sana pada
tahun 1833.