Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH TERBENTUKNYA KERAJAAN BANTEN

Kerajaan atau Kesultanan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau dikenal sebagai
Sunan Gunung Jati pada 1525 M. Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian
dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir Portugis dari
Nusantara. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera mengambil
alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai raja.

Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada
putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Sejak saat itu, Sultan Maulana Hasanuddin
ini resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten, teman-teman.

Pada masa kepemimpinannya, perdagangan Kerajaan Banten berkembang pesat


didukung adanya pelabuhan sebagai gerbang perdagangan antarnegara. Lokasinya yang
strategis menjadikan Kerajaan Banten sangat mengandalkan perdagangan dalam
menopang perekonomiannya. Lada menjadi komoditas yang paling diunggulkan dan
berkembang pesat pada masa itu. Bahkan monopoli perdagangan lada di Lampung
dikuasai Banten. Belum lagi didukung oleh niaga melalui jalur laut yang membuat
Banten berkembang tak hanya di Nusantara, melainkan sampai luar negeri. Tak hanya
itu saja, Sultan Maulana Hasanuddin juga melanjutkan cita-cita ayahnya untuk
meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten.
RAJA-RAJA KERAJAAN BANTEN
 Sultan Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin (1552-1570 M)
 Sultan Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan (1570-1580 M)
 Sultan Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana (1580-1596 M)
 Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu (1596-1647 M)
 Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad atau Pangeran Anom (1647-1651 M)
 Sultan Ageng Tirtayasa atau Abu al-Fath Abdul Fattah (1651-1683 M)
 Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji (1683-1687 M)
 Sultan Abu al-Fadhi Muhammad Yahya (1687-1690 M)
 Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainulabidin (1690-1733 M)
 Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin (1733-1750 M)
 Sultan Syarifuddin Ratu Wakil atau Pangeran Syarifuddin (1750-1752 M)
 Sultan Abu al-Ma’ali Muhammad Wasi atau Pangeran Arya Adisantika (1752-
1753 M)
 Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainulsyiqin (1753-1773 M)
 Sultan Aliyuddin atau Abu al-Mafakhir Muhammad Aliyuddin (1773-1799 M)
 Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin (1799-1801 M)
 Sultan Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin (1801-1802 M)
 Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803 M)
 Sultan Aliyuddin II atau Abu al-Mafakhir Muhammad Aqiluddin (1803-1808 M)
 Sultan Wakil Pangeran Suramenggala (1808-1809 M)
 Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (1809-1816 M)
RAJA-RAJA TERKENAL KERAJAAN BANTEN
1. Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570 M)
Sultan Maulana Hasanuddin resmi menjadi raja pertama Kerajaan Banten pada 1552 M.
Selama 18 tahun pemerintahannya, Kesultanan Banten berhasil menguasai Lampung
yang banyak menghasilkan rempah-rempah. Selain itu, Banten berkembang menjadi
bandar perdagangan dan penyebaran agama Islam.
2. Sultan Maulana Yusuf (1570-1580 M)
Setelah Sultan Maulana Hasanuddin wafat, peran raja digantikan oleh Sultan Maulana
Yusuf. Sultan Maulana Yusuf dikenal sangat memerhatikan perkembangan perdagangan
dan pertanian serta menyebarkan agama Islam. Pada 1579, Banten berhasil
menaklukkan Pakuan Pajajaran dan membuat Islam semakin tersebar luas di Jawa
Barat.
3. Sultan Maulana Yusuf wafat pada 1580 M karena sakit.

Setelah Sultan Maulana Hasanuddin wafat, peran raja digantikan oleh Sultan Maulana
Yusuf.Sultan Maulana Yusuf dikenal sangat memerhatikan perkembangan perdagangan
dan pertanian serta menyebarkan agama Islam.

Pada 1579, Banten berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran dan membuat Islam
semakin tersebar luas di Jawa Barat. Sultan Maulana Yusuf wafat pada 1580 M karena
sakit.

4. Sultan Maulana Muhammad (1580-1596 M)


Saat Sultan Maulana Muhammad diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya, usianya
baru sembilan tahun. Oleh karena itu, untuk sementara waktu roda pemerintahan
dijalankan oleh Pangeran Arya Jepara, pamannya. Setelah dewasa, Sultan Maulana
Muhammad resmi memerintah Banten. Semasa pemerintahannya, Banten menyerang
Palembang yang dijadikan batu loncatan untuk menguasai Selat Malaka. Namun,
serangan itu gagal dan Maulana Muhammad wafat dalam pertempuran pada 1596 M.
5. Sultan Ageng Tirtayasa atau Abu al-Fath Abdul Fattah (1651-1683 M)
Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa. Beberapa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten
di antaranya, sebagai berikut. Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke
bagian selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan Banten dijadikan tempat perdagangan
internasional yang memertemukan pedagang lokal dengan pedagang Eropa Memajukan
pendidikan dan kebudayaan Islam Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan
bantuan arsitektur Lucas Cardeel Membangun armada laut untuk melindungi
perdagangan dari kerajaan lain dan serangan pasukan
Sultan Ageng Tirtayasa adalah salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC di
Indonesia.

Hal itu kemudian memicu VOC melakukan politik adu domba antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau
bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya. Pada 1683, Sultan
Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya
kepada putranya.
6. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji (1683-1687 M)
Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di
Banten. Meski Sultan Haji diangkat menjadi Sultan Banten selanjutnya, namun
pengangkatan tersebut disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian
Banten. Sejak saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan
penderitaan rakyat semakin berat. Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa
pemerintahan Sultan Haji diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan
di segala bidang.
.
MASA KEJAYAAN
Masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa (1651-1683). Sultan Ageng Tirtayasa adalah seorang pemimpin yang
visioner, cakap, dan berani. Ia berhasil memajukan kekuatan politik dan angkatan
perang Banten untuk melawan VOC, yang ingin menguasai perdagangan rempah-
rempah di Nusantara. Ia juga membangun benteng-benteng pertahanan di sepanjang
pantai Banten dan memperbaiki infrastruktur kota.

Sultan Ageng Tirtayasa juga mengembangkan kebudayaan dan pendidikan Islam di


Banten. Ia mendirikan pesantren-pesantren dan masjid-masjid besar, seperti Masjid
Agung Banten. Ia juga mendukung perkembangan sastra dan seni Islam, seperti syair,
hikayat, wayang kulit, dan gamelan. Ia juga mengirim utusan-utusan ke Mekkah untuk
menjalin hubungan dengan dunia Islam.

.
PERKEMBANGAN DISETIAP BIDANG ILMU
A. Kehidupan Politik

Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun
1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah
diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu
Kerajaan Demak berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak.
Namun setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan
diri dari pengaruh kekuasaan Demak.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim


memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan. Hasanuddin
memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan
yang sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia
telah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada
tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.

Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di


bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan
menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran
menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku
Badui. Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.

Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir


kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha
menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra
mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir
Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra
Pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang
kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah
membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa,
Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.

B. Kehidupan Ekonomi

Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi


bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
(1) letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung
menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.

Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat,
Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk
perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab
mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang
Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.

C. Kehidupan Sosial-budaya

Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah
Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah
pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah
Banten Selatan, mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut
Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan
tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam

Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan
Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai
kehidupan sosial masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat
ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-
gapura di Kaibon Banten. Di samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan
Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam.
Susunan istananya menyerupai istana raja di Eropa.
SEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN
Kemunduran Kerajaan Banten dimulai dari konflik internal antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahhar. Sultan
Haji adalah seorang pemuda yang terpengaruh oleh gaya hidup Barat dan bersahabat
dengan VOC. Ia tidak setuju dengan kebijakan ayahnya yang anti-Belanda dan ingin
berdamai dengan VOC. Ia kemudian memberontak dan mendeklarasikan dirinya sebagai
raja baru di ibu kota baru, Kaibon.

Konflik antara ayah dan anak ini dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu domba dan
melemahkan Kerajaan Banten. VOC mendukung Sultan Haji dengan memberikan
bantuan senjata dan pasukan. Akhirnya, pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa
dikalahkan dan ditangkap oleh VOC. Ia meninggal dalam tahanan pada tahun 1692.

Sultan Haji kemudian menjadi raja boneka yang tunduk pada VOC. Ia menyerahkan
monopoli perdagangan rempah-rempah, garam, dan lada kepada VOC. Ia juga
menyerahkan sebagian besar wilayah kekuasaannya kepada VOC. Ia meninggal pada
tahun 1690 dan digantikan oleh putranya, Sultan Abul Fath Abdul Fattah atau Sultan
Zainul Abidin.

Sultan Zainul Abidin berusaha untuk membebaskan diri dari pengaruh VOC dan
mengembalikan kejayaan Kerajaan Banten. Ia membangun kembali angkatan lautnya
dan menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Mataram,
Banjar, dan Gowa. Ia juga mengirim utusan ke Turki Utsmani, Perancis, dan Inggris
untuk mencari bantuan. Namun, upaya-upaya ini tidak berhasil dan ia terus mendapat
tekanan dari VOC.

Pada tahun 1752, VOC berhasil menyerang dan menghancurkan ibu kota Surosowan.
Sultan Zainul Abidin terpaksa melarikan diri ke Anyer dan kemudian ke Cirebon. Ia
meninggal pada tahun 1753 dan digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Syifa
Zainul Arifin. Sultan Muhammad Syifa berusaha untuk mempertahankan sisa-sisa
wilayah kekuasaannya dari serangan VOC dan Mataram. Namun, ia tidak mampu
mengatasi masalah-masalah internal dan eksternal yang mengancam Kerajaan Banten.

Pada tahun 1808, Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan dekrit yang menyatakan
bahwa Kerajaan Banten menjadi bagian dari Hindia Belanda secara sepihak. Sultan
Muhammad Shafiuddin, yang saat itu menjadi raja terakhir Kerajaan Banten, menolak
dekrit tersebut dan melawan Daendels. Namun, ia dikalahkan dan ditangkap oleh
pasukan Belanda pada tahun 1813. Ia dibuang ke Ambon dan meninggal di sana pada
tahun 1833.

Anda mungkin juga menyukai