Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH TERBENTUKNYA KERAJAAN CIREBON

Berdiri pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Kerajaan Cirebon merupakan salah
satu kerajaan Islam di Pulau Jawa. Berdasarkan catatan pada Carita Purwaka Caruban
Nagari dan Babad Tanah Sunda, diketahui bahwa dahulunya Cirebon adalah sebuah
dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa.

Karena pelabuhan yang ramai dikunjungi, wilayah Cirebon kemudian berkembang


menjadi kota besar. Ketika Ki Gedeng Tapa wafat, estafet kekuasaannya diteruskan ke
Raden Walangsungsang. Ia lalu mendirikan Istana Pakungwati dan membentuk sebuah
pemerintahan di Cirebon.

Dengan begitu, Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana yang merupakan


putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, dinyatakan sebagai pendiri Kerajaan
Cirebon.

Pada masanya, wilayah Kerajaan Cirebon merupakan pangkalan yang strategis bagi jalur
pelayaran dan perdagangan. Sebab Kerajaan Cirebon terletak di perbatasan Jawa
Tengah dan Jawa Barat, tepatnya di pantai utara Jawa.

Usai menunaikan ibadah haji, Raden Walangsungsang memiliki nama baru yaitu Haji
Abdullah Iman. Semasa hidup, Raden Walangsungsang sangat aktif dalam menyebarkan
agama Islam pada rakyatnya. Sehingga Cirebon kemudian menjadi salah satu daerah
pusat penyiaran agama Islam di tanah Jawa.

Kerajaan Cirebon didirikan oleh Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana,


putra dari Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran⁴. Ia mendirikan kerajaan ini pada
tahun 1430 Masehi dengan nama Kebon Pesisir atau Tegal Alang-Alang¹. Ia kemudian
memeluk agama Islam dan berguru kepada Sunan Ampel, salah satu dari Wali Songo.

Pangeran Walangsungsang menyerahkan kekuasaannya kepada keponakannya, Syarif


Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, yang merupakan putra dari Syarif Abdullah
Maulana Huda dari Mesir dan Nyai Rara Santang, putri Prabu Siliwangi⁴. Sunan Gunung
Jati memerintah kerajaan ini dari tahun 1479 hingga 1568 Masehi. Ia juga mendirikan
Kesultanan Banten dengan menunjuk anaknya, Maulana Hasanuddin, sebagai sultan
pertama⁵.

Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1568 Masehi dan dimakamkan di Gunung Jati,
Cirebon. Ia digantikan oleh putranya yang lain, Pangeran Pasarean, yang bergelar
Panembahan Ratu I. Ia memerintah hingga tahun 1570 Masehi dan digantikan oleh
putranya, Pangeran Karimuddin, yang bergelar Panembahan Ratu II. Ia memerintah
hingga tahun 1649 Masehi dan digantikan oleh putranya, Pangeran Martawijaya, yang
bergelar Panembahan Girilaya atau Sultan Abdul Karim⁴.

Sultan Abdul Karim adalah penguasa terakhir Kesultanan Cirebon sebelum terjadi
pembagian wilayah menjadi dua kesultanan, yaitu Kesultanan Kasepuhan dan
Kesultanan Kanoman. Pembagian ini terjadi karena adanya perselisihan antara dua
putra Sultan Abdul Karim, yaitu Pangeran Kartawijaya dan Pangeran Wangsakerta.
Pangeran Kartawijaya mendirikan Kesultanan Kasepuhan dengan ibu kota di Keraton
Kasepuhan. Pangeran Wangsakerta mendirikan Kesultanan Kanoman dengan ibu kota di
Keraton Kanoman⁴.
RAJA-RAJA YANG BERKUASA
RAJA-RAJA YANG TERKENAL
1. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati adalah pendiri Kerajaan Cirebon dan juga seorang ulama dan pejuang
Islam yang berhasil menyebarkan agama Islam di wilayah pantai utara Jawa.
Beliau juga dikenal sebagai penyebar agama Islam di wilayah Banten.
2. Fatahillah
Sebetulnya Fatahillah bukanlah keluarga dari Sunan Gunung Jati, dia berasal dari
Samudera Pasai dan menjadi Laksamana di Kerajaan Cirebon.
Namun pasca Sunan Gung Jati wafat, Fatahillah sempat menjadi kepala pemerintahan
Kerajaan Cirebon selama 2 tahun.
3. Panembahan Ratu
Panembahan Ratu adalah raja Kerajaan Cirebon yang memerintah pada abad ke-17.
Beliau dikenal sebagai salah satu raja yang mampu memperkuat Kerajaan Cirebon dan
menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Mataram di wilayah Jawa Tengah.
Dari sejarah para raja terkenal di Kerajaan Cirebon ini, dapat dilihat betapa pentingnya
peran para ulama dan tokoh agama dalam penyebaran agama Islam di wilayah Jawa
pada masa lalu.
Selain itu, Kerajaan Cirebon juga menjadi salah satu pusat kebudayaan dan seni yang
masih terjaga hingga saat ini, sehingga menjadi warisan budaya yang penting bagi
masyarakat Indonesia.

.
MASA KEJAYAAN
Masa kejayaan Kerajaan Cirebon terjadi pada masa pemerintahan Sunan Gunung
Jati. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup Banten,
Indramayu, Brebes, Tegal, Pekalongan, Demak, dan sebagian Jawa Tengah. Ia juga
berhasil menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara maupun di
luar negeri, seperti Aceh, Malaka, Turki Utsmani, Portugal, dan Spanyol⁴.

Sunan Gunung Jati juga berperan besar dalam menyebarkan agama Islam di wilayah
Sunda. Ia menggunakan pendekatan budaya dan seni untuk menarik simpati
masyarakat. Ia mengembangkan seni wayang golek cepak yang menggabungkan unsur-
unsur Hindu-Buddha dan Islam. Ia juga mengembangkan seni batik dengan motif-motif
khas Cirebon, seperti megamendung, parang rusak, dan macan ali⁴.

.
PERKEMBANGAN DISETIAP BIDANG ILMU
A. Kehidupan Politik

Di Maluku yang terletak di antara Sulawesi dan Irian terdapat dua kerajaan, yakni
Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat pulau Halmahera di
Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore,
tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di kepulauan Maluku dan Irian.
Kerajaan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara dengan
wilayahnya mencakup Pulau- Pulau Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Kerajaan
Tidore sebagai pemimpin Uli Siwa, artinya persekutuan Sembilan (persekutuan
sembilan saudara) wilayahnya meliputi Pulau-Pulau Makyan, Jailolo, atau Halmahera,
dan pulau-pulau di daerah itu sampai dengan Irian Barat. Antara keduanya saling terjadi
persaingan dan persaingan makin tampak setelah datangnya bangsa Barat.

Bangsa Barat yang pertama kali datang di Maluku ialah Portugis (1512) yang kemudian
bersekutu dengan Kerajaan Ternate. Jejak ini diikuti oleh bangsa Spanyol yang berhasil
mendarat di Maluku 1521 dan mengadakan persekutuan dengan Kerajaan Tidore. Dua
kekuatan telah berhadapan, namun belum terjadi pecah perang. Untuk menyelesaikan
persaingan antara Portugis dan Spanyol, maka pada tahun 1529 diadakan Perjanjian
Saragosa yang isinya bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan
kekuasaannya di Filipina dan bangsa Portugis tetap tinggal Maluku. Untuk memperkuat
kedudukannya di Maluku, maka Portugis mendirikan benteng Sao Paulo. Menurut
Portugis, benteng ini dibangun untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore.
Tindakan Portugis di Maluku makin merajalela yakni dengan cara memonopoli dalam
perdagangan, terlalu ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri Ternate, sehingga
menimbulkan pertentangan. Salah seorang Sultan Ternate yang menentang ialah Sultan
Hairun (1550-1570). Untuk menyelesaikan pertentangan, diadakan perundingan antara
Ternate (Sultan Hairun) dengan Portugis (Gubernur Lopez de Mesquita) dan
perdamaian dapat dicapai pada tanggal 27 Februari 1570. Namun perundingan
persahabatan itu hanyalah tipuan belaka. Pada pagi harinya (28 Februari) Sultan Hairun
mengadakan kunjungan ke benteng Sao Paulo, tetapi ia disambut dengan suatu
pembunuhan.

Atas kematian Sultan Hairun, rakyat Maluku bangkit menentang bangsa Portugis di
bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra dan pengganti Sultan Hairun). Setelah
dikepung selama 5 tahun, benteng Sao Paulo berhasil diduduki (1575). Orang-orang
Portugis yang menyerah tidak dibunuh tetapi harus meninggalkan Ternate dan pindah
ke Ambon. Sultan Baabullah dapat meluaskan daerah kekuasaannya di Maluku. Daerah
kekuasaannya terbentang antara Sulawesi dan Irian; ke arah timur sampai Irian, barat
sampai pulau Buton, utara sampai Mindanao Selatan (Filipina), dan selatan sampai
dengan pulau Bima (Nusa Tenggara), sehingga ia mendapat julukan "Tuan dari tujuh
pulau dua pulau".

Pada abad ke-17, bangsa Belanda datang di Maluku dan segera terjadi persaingan antara
Belanda dan Portugis. Belanda akhirnya berhasil menduduki benteng Portugis di Ambon
dan dapat mengusir Portugis dari Maluku (1605). Belanda yang tanpa ada saingan
kemudian juga melakukan tindakan yang sewenang-wenang, yakni:

Melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi (rempahrempah) kepada


VOC (contingenten).

Adanya perintah penebangan/pemusnahan tanaman rempah-rempah jika harga


rempah-rempah di pasaran turun (hak ekstirpasi) dan penanaman kembali secara
serentak apabila harga rempah-rempah di pasaran naik/ meningkat.
Mengadakan pelayaran Hongi (patroli laut), yang diciptakan oleh Frederick de Houtman
(Gubernur pertama Ambon) yakni sistem perondaan yang dilakukan oleh VOC dengan
tujuan untuk mencegah timbulnya perdagangan gelap dan mengawasi pelaksanaan
monopoli perdagangan di seluruh Maluku.

Tindakan-tindakan penindasan tersebut di atas jelas membuat rakyat hidup tertekan


dan menderita, sebagai reaksinya rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata melawan
VOC. Pada tahun 1635-1646 rakyat di kepulauan Hitu bangkit melawan VOC dibawah
pimpinan Kakiali dan Telukabesi. Pada tahun 1650 rakyat Ambon dipimpin oleh Saidi.
Demikian juga di daerah lain, seperti Seram, Haruku dan Saparua; namun semua
perlawanan berhasil dipadamkan oleh VOC.

B. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan rakyat Maluku yang utama adalah pertanian dan perdagangan. Tanah di
kepulauan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan rimba, banyak memberikan hasil
berupa cengkih dan pala. Cengkih dan pala merupakan rempah-rempah yang sangat
diperlukan untuk ramuan obat-obatan dan bumbu masak, karena mengandung bahan
pemanas. Oleh karena itu, rem-pah-rempah banyak diperlukan di daerah dingin seperti
di Eropa. Dengan hasil rempahrempah maka aktivitas pertanian dan perdagangan
rakyat Maluku maju dengan pesat.

C. Kehidupan Sosial-Budaya

Kedatangan Portugis di Maluku yang semula untuk berdagang dan mendapatkan


rempah-rempah, juga menyebarkan agama Katolik. Pada tahun 1534 missionaris
Katolik, Fransiscus Xaverius telah berhasil menyebarkan agama Katolik di Halmahera,
Ternate, dan Ambon.

Telah kita ketahui bahwa sebelumnya di Maluku telah berkembang agama Islam.
Dengan demikian kehidupan agama telah mewarnai kehidupan sosial masyarakat
Maluku. Dalam kehidupan budaya, rakyat Maluku diliputi aktivitas perekonomian, maka
tidak banyak menghasilkan budaya. Salah satu karya seni bangun yang terkenal ialah
Istana Sultan Ternate dan Masjid kuno di Ternate.
SEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN

1. Tidak Ada Penerus yang Cakap

Ketidakmampuan penerus untuk memimpin sepertinya menjadi faktor umum penyebab


runtuhnya sebuah kerajaan, termasuk di Ternate. Setelah Sultan Baabullah meninggal dunia,
tumpu kekuasaan kemudian jatuh ke tangan Said Barkati. Namun sayang sekali, ia tidak
memiliki pengaruh yang sama seperti ayahnya. Di masa inilah, kerajaan mulai mengalami
kemunduran. Penobatannya sebagai raja tersebut juga pada awalnya mendapatkan
penolakan dari Mandar Syah. Ia adalah saudara tiri Baabullah yang mengklaim kalau
dirinyalah yang berhak meneruskan tahta kerajaan.

Mengetahui hal tersebut, Sultan Said Barkati kemudian menyusun rencana licik. Rencananya
berjalan dengan mulus dan ia berhasil menyingkirkan paman tirinya. Nah, pada masa
pemerintahannya ini, ia juga mendapatkan tekanan dari berbagai pihak. Salah satunya
adalah dari bangsa Spanyol yang ingin menguasai Maluku. Tidak tanggung-tanggung,
mereka menjalin aliansi dengan Portugis.Selain itu, Kaicili Tolu yang merupakan saudara
Mandar Syah tidak terima dan ingin menuntut balas kematian saudaranya. Ia menyusun
rencana untuk menggulingkan Sultan Said Barkati dengan bekerja sama dengan Spanyol dan
Portugis. Untuk menghadapi mereka, Sultan Said Barkati kemudian bekerjasama dengan
pemimpin Mindanao. Sayang sekali usahanya gagal. Ia kemudian ditangkap oleh Spanyol
dan kemudian dibuang ke Filipina.

2. Perseteruan dengan Kesultanan Tidore

Faktor lain yang menjadi penyebab runtuhnya Kerajaan Ternate adalah perseteruan dengan
tetangga kerajaannya, yaitu Tidore. Pada mulanya, kerajaan ini memiliki hubungan yang
sangat baik. Sayangnya, kedatangan bangsa asing menghancurkan itu semua. Bangsa asing
seperti Portugis dan Spanyol pada awalnya datang ke Maluku untuk mencari rempah-
rempah. Namun kemudian, mereka menjadi serakah dan ingin memonopoli perdagangan.
Selanjutnya, Ternate bersekutu dengan Portugis. Sementara itu, Tidore bekerjasama dengan
Spanyol. Masalah awalnya adalah karena persaingan perdagangan.

Nah dari situlah, masalah kemudian merembet ke perkara-perkara yang lain. Konflik terus
saja terjadi pada masa pemerintahan penerus-penerusnya. Menariknya, kedua kerajaan
tersebut sempat akur kembali pada era pemerintahan Sultan Baabullah. Mereka
bekerjasama dan akhirnya dapat mengusir Portugis ke Ambon di tahun 1575. Namun
setelah semuanya selesai, mereka kemudian saling bermusuhan kembali. Peristiwa tersebut
dipicu oleh tindakan Sultan Tidore, yaitu Gapi Bangguna yang malah pergi ke Ambon untuk
menemui Portugis di tahun 1576. Sultan Tidore itu datang ke sana untuk menjalin
kerjasama. Tujuannya adalah supaya Portugis membantunya untuk menghadapi Ternate
dan perdagangan rempah dialihkan ke kerajaannya. Bahkan, ia memberi izin Portugis untuk
mendirikan benteng pada tahun 1578. Lalu di tahun 1582, Portugis bersekutu dengan
Spanyol untuk melemahkan kekuatan Ternate.

3. Pendudukan Belanda

Faktor terakhir yang menjadi pemicu runtuhnya Kerajaan Ternate adalah karena pengaruh
Belanda. Hal itu bermula dari Kerajaan Ternate yang merasa kewalahan karena menghadapi
aliansi Portugis dan Spanyol. Mereka pun terdesak dan akhirnya minta bantuan kepada
Belanda. Karena bantuan terebut, kerajaan akhirnya dapat menahan gempuran. Namun
tentu saja, bantuan yang diberikan itu tidaklah gratis. Sebagai imbalannya, Kerajaan Ternate
menandatangai kontrak monopoli perdagangan VOC. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal
26 Juni 1607. Di tahun yang sama, Belanda juga mendapatkan izin untuk membangun
benteng pertahanan yang kemudian diberi nama Benteng Oranje. Dari sini, perlahan-lahan
bangsa penjajah itu mulai menguasai Ternate. Pengaruh Belanda menjadi semakin kuat.
Mereka bisa dengan leluasa mempengaruhi sultan untuk mengeluarkan kebijakan yang pada
akhirnya menyengsarakan rakyat. Hal tersebut tentu saja menimbulkan ketidakpuasan dan
kekecawaan yang teramat dalam di hati rakyat. Mereka tidak lagi mempercayai sang sultan.
Setelah itu, timbullah pemberontakan-pemberontakan yang dikomandoi oleh bangsawan
Ternate.

Anda mungkin juga menyukai