Bukti dan cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara
1. Melalui Jalur Perdagangan Islam diperkirakan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan sejak abad ke-7 hingga abad ke- 11. Menurut pernyataan dari para saudagar dari luar maupun Indonesia sendiri, Islam disebarkan di sepanjang jalur perdagangan pelabuhan, seperti Selat Malaka, Samudra, Palembang, disusul Demak, Cirebon, Gresik, Tuban, Makassar, serta Indonesia bagian timur. 2. Melalui Jalur Pernikahan Islam masuk ke Indonesia salah satunya berkat pernikahan. Jalur pernikahan ini ditempuh para ulama sekitar abad ke-11 hingga ke-13 M. Para saudagar muslim dari Gujarat, Arab, Benggala, dan lainnya menikah dengan orang Indonesia. Windriati menyebut, umumnya saudagar yang menikah adalah orang-orang kaya dan terpandang. Sehingga, para putra-putri raja yang akan dipersunting harus masuk Islam terlebih dahulu. Jalur ini memiliki andil besar dalam persebaran Islam di Tanah Air. 3. Melalui Jalur Pendidikan Selain perdagangan dan pernikahan, Islam masuk ke Indonesia melalui jalur pendidikan. Jalur ini dibentuk oleh para da'i yang mengabdikan dirinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah baru, salah satunya Indonesia. Para da'i penyebar agama Islam ini bukanlah pedagang, melainkan murni menjalankan misi untuk membawa ajaran Islam ke wilayah baru yang belum tersentuh Islam. Dalam praktiknya, mereka dipandu oleh para pedagang. Jalur pendidikan ini memegang peranan yang cukup penting. Sebab, melalui dakwah Islam yang semula dikenal di pantai-pantai sepanjang jalur perdagangan, akhirnya bisa berkembang luas hingga ke pulau-pulau Indonesia bagian timur. 4. Melalui Jalur Akulturasi Budaya Agama Islam masuk ke Indonesia tak luput dari peran akulturasi budaya yang dilakukan oleh para da'i. Hal ini terjadi sekitar abad ke-12 hingga ke-14 M. Para da'i memberikan kesan kepada masyarakat bahwa Islam sesuai dan tidak bertentangan dengan budaya mereka, sehingga mereka memeluk Islam dengan sukarela. Cara dakwah ini dilakukan oleh Walisongo atau sembilan wali penyebar Islam di Jawa. Akulturasi budaya sudah berlangsung sebelum masuknya Islam, yakni akulturasi antara kebudayaan Indonesia dan Hindu. Kemudian akulturasi terjadi lagi setelah agama Islam masuk bersama nilai-nilai kebudayaannya. Salah satu media penyebar agama Islam melalui kebudayaan adalah wayang. Bukti Masuknya Islam di Indonesia Ada sejumlah bukti masuknya Islam ke Indonesia serta pengaruhnya bagi masyarakat. Di antaranya keterangan dari para pedagang Arab dan keterangan dari Marcopolo yang melakukan perjalanan pulang dari China menuju Persia dan singgah di Perlak pada 1292 dan menemukan kerajaan Islam di Tumasik dan Samudra Pasai. Selain itu, berita dari orang Portugis yang bernama Tome Pires yang menyaksikan langsung ramainya Pelabuhan Malaka dikunjungi para pedagang penganut Islam. Selain itu, batu nisan sultan-sultan Islam Indonesia turut memperkuat bukti masuknya Islam ke Indonesia. Letak kerajaan Samudera Pasai beserta raja-rajanya Kurang lebih 15 Km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Sultan yang memerintah: 1. Sultan Malik As-Shaleh (1285-1297M) 2. Sultan Muhammad Malik Az-Zahir (1297M-1326M) 3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (±1346M-1383M) 4. Sultan Zainal Abidin Malik Az-Zahir (1382M-1405M) 5. Sultanah Nahrisyah (1405M-1412M) 6. Abu Zain Nalik Zahir (1412M) 7. Mahmud Malik Zahir (1513M-1524M) Zaman keemasan kerajaan Selaparang Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel. Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di Desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibu kota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah. setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Isi dan tujuan perjanjian Bongaya di kerajaan Gowa Tallo Dalam Perjanjian Bongaya, Sultan Hasanuddin harus mengakui kekuasaan VOC di Makassar. - Makassar harus mengakui monopoli VOC - Wilayah Makassar dipersempit hingga tiggal Gowa saja - Makassar harus membayar ganti rugi peperangan - Hasanuddin harus mengakui Arung Palakka sebagai Raja Bone - Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC Tujuan dibuatnya perjanjian Bongaya yaitu untuk mengakhiri perang besar-besaran antara Kerajaan Gowa dengan VOC.
Peran Adipati Pati Unus dalam perkembangan kerajaan Demak
Pada masa pemerintahan Raden Patah, Kerajaan Demak sudah mengadakan perlawanan melawan Portugis yang menduduki Malaka dan ingin menganggu Demak. Perlawanan melawan Portugis tetap dilakukan meski Raden Patah meninggal pada 1518. Ia digantikan oleh menantunya bernama Pati Unus atau Adipati Unus. Pati Unus dikenal sebagai panglima perang yang gagah berani. Ia pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka saat usia 17 tahun. Pati Unus terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor karena keberaniannya dalam peristiwa melawan Portugis. Ia merupakan raja kedua kerajaan demak, menggantikan Raden Patah. Sayangnya, Pati Unus hanya sebentar menjabat sebagai raja, sebab tahun 1521 ia meninggal dunia. Pati Unus meninggal pada penyerbuan kedua melawan tentara Portugis dan kemudian perjuangannya digantikan oleh Raja Trenggana yang merupakan adik iparnya. Masa kejayaan Kerajaan Banten Masa keemasan Kerajaan Banten disebut berlangsung ketika pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683 M). Di bawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, ia banyak memimpin perlawanan terhadap Belanda lantaran VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Bukan hanya menjadi pusat penyebaran agama islam, tetapi pelabuhan banten dikenal sebagai pusat perdagangan internasional yang termashur. Pendiri kerajaan Mataram Islam Panembahan Senopati yang memiliki nama asli Danang Sutawijaya. Peran Sultan Hasanuddin dalam Kesultanan Makassar Memimpin saat Kerajaan Gowa Tallo berusaha memperluas monopoli perdagangan rempah- rempah. Berpusat di sekitar Makassar dan Somba Opu. Pelabuhan Somba Opu merupakan pelabuhan strategis di jalur perdagangan internasional, sehingga menyebabkan VOC ingin menguasai kerjaan Gowa Tallo. Upaya Sultan Hasanuddin dalam Melawan VOC - Kerjasama dengan kerajaan-kerajaan sekitar - Membangun benteng barombong -> kalah lalu menandatangani perjanjian bongaya - Menggerakkan rakyat untuk kembali berperang. Isi dan dampak perjanjian Giyanti Secara garis besar isi Perjanjian Giyanti adalah membagi Mataram menjadi dua bagian, yakni Kesunanan Surakarta di bawah kepemimpinan Pakubuwana III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah kepemimpinan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengkubuwana I. Dampak perjanjian giyanti yaitu terbaginya Kesultanan Mataram Islam menjadi dua, kekuasaan penguasa lokal melemah, dan VOC dapat memonopoli perdagangan kerajaan.