Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TENTANG PAHLAWAN NASIONAL

“SULTAN HASANUDDIN”

Disusun
Oleh :

SUSAN NURHASANAH
SANTI KOMALASARI
SITI JUBAEDAH
ROHANI INDAH
JUMADI
PENDI

SMA NEGERI 1 BANDUNG


TAHUN PELAJARAN
2022 / 2023
a. Pendahuluan

Nusantara kita terdiri dari ribuan pulau dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah.
Diantara pulau-pulau itu, ada sebuah pulau yang bentuknya menyerupai huruf K. Pulau itu
tidak lain adalah Pulau Sulawesi. Dahulu, pada abad ke-15 sampai abad ke-17, di bagian
pulau sulawesi terletak sebuah kerajaan yang besar dan disegani bernama kerajaan gowa.
Menurut catatan para ahli, kerajaan gowa ini didirikan pada sekitar tahun 1300 Masehi dan
dikenal serta disegani oleh bangsa Eropa kerena kebesaran dan kekuatan armada perangnnya.
Salah satu raja yang memerintah kerajaan gowa itu adalah I Mallombasi Daeng Mattawang,
Karaeng Bonto Mangape, Sultan Hasanuddin, Tumenanga ri Ballapangkana (yang meninggal
di istananya yang indah). Beliau dikenal sebagai Sultan Hasanuddin, yang dijuluki "Ayam
Jantan Dari Timur". Raja Gowa ke-16 yang memerintah kerajaan gowa tahun 1653-1669
menggantikan ayahnya Sultan Malikussaid yang memerintah pada tahun 1639-1653.

I Mallombasi, nama kecil dari Sultan Hasanuddin yang dilahirkan pada tanggal 12
Januari 1631. Ayahnya bernama I Manuntungi Daeng Mattola, Karaeng Lakiung yang
bergelar Sultan Malikussaid dan ibunya bernama I Sabbe To'mo Lakuntu, Putri bangsawan
Laikang adalah salah seorang istri Sultan Malikussaid. Sultan Hasanuddin atau I Mallombasi
mempunyai seorang saudara perempuan yang bernama I Sani atau I Patimang Daeng
Nisaking Karaeng Bonto Je'ne yang kemudian menjadi permaisuri Sultan Bima, Ambela
Abul Chair Sirajuddin.

b. Masa Kelahiran Dan Remaja

Pada saat kelahiran dan masa kecil I Mallombasi Sultan Hasanuddin Ayahnya belum
menjadi raja Gowa. Sejak kecil Sultan Hasanuddin telah menunjukan kelebihannya dari
saudara-saudaranya yang lain. Kecerdasan dan kerajinannya dalam belajar sangat menonjol.
Walaupun Hasanuddin adalah putra bangsawan, pada masa kecilnya sangat rendah hati dan
perbuatannya selalu jujur. Dia sangat disayangi karena sifatnya itu. Pendidikannya di Pusat
Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mesjid Bontoala membentuk Hasanuddin menjadi
pemuda yang beragama dan memiliki semangat perjuangan.

Pada umur 8 tahun, Sultan Alauddin Mangkat setelah memerintah selama 46 tahun.
Hasanuddin merasa sangat sedih sekali. Kemudian ayahnya yang mengantikan kakek Beliau
menjadi raja Gowa ke-15. Beliau dilantik pada tanggal 15 Juni 1639. Mas remaja Hasanuddin
diisi dengan kesibukan belajar dan bergaul dengan kawan-kawannya dan juga dengan putra-
putra raja Bone yang waktu itu menjadi tawanan kerajaan Gowa.

Pada usia 16 tahun Hasanuddin kerap kali hadir menyertai ayahnya dalam
perundingan-perundingan penting. Dalam kesempatan itulah I Mallombasi Sultan
Hasanuddin mulai belajar ilmu pemerintahan, diplomasi dan ilmu perang. Kecakapan dalam
bidang ini sudah menonjol, Hasanuddin juga banyak mendapat bimbingan dari ayahnya serta
mangkubumi kerajaan Gowa Karaeng Pattingaloang tokoh yang paling berpengaruh dan
cerdas. Pergaulan Hasanuddin tidak hanya dalam lingkungan bangsawan istana dan
rakyatnya, tetapi meluas kepada orang asing, melayu, b\portugis dan inggris yang pada saat
itu banyak berkunjung ke Makassar untuk berdagang.

Pada usia 20 tahun, Sultan Hasanuddin beberapa kali menjadi utusan mewakili
ayahnya mengunjungi kerajaan nusantara yang bersahabat, membawa titah persatuan
nusantara. Juga terutama pada daerah-daerah dalam gabungan pengawalan kerajaan Gowa,
Hasanuddin selalu mendapat tugas membawa amanat Raja Gowa yang tak lain adalah
ayahnya sendri. Menjelang umurnya 21 tahun, Sultan Hasanuddin dipercaya untuk menjabat
urusan Pertahanan Kerajaan Gowa dan banyak membantu ayahnya mengatur pertahanan
guna menangkis serangan Belanda yang saat itu mulai dilancarkan.

c. Penobatan Sultan Hasanuddin Menjadi Raja Gowa Ke-16

I Mallombasi bukanlah putra mahkota yang mutlak menjadi pewaris kerajaan.


Apalagi derajat kebangsawanan ibunya lebih rendah dari ayahnya. I Mallombasi diangkat
menjadi raja karena adanya pesan dari ayahnya sebelum wafat. Mangkubumi Kerajaan
Karaeng Pattingaloang juga mendukung keputusan almarhum Raja Gowa Malikussaid.
Dukungan itu diberikan karena sifat-sifat Hasanuddin yang tegasa dan berani. Juga
kemampuan serta pengetahuan yang luas dan menonjol dari saudaranya yang lain. Kerajaan
Gowa memang memerlukan Raja yang berani serta bijaksana menghadapi perang dengan
penjajah Belanda.

I Mallombasi Daeng Mattawang dinobatkan menjadi Raja Gowa ke-16 dengan gelar
Sultan Hasanuddin pada bulan Nopember 1653 menggantikan ayahnya pada saat beliau
berusia 22 tahun. Dua tahun setelah dinobatkan Sultan Hasanuddin kemudian menikahi I
Bate Daeng Tommi atau I lo'mo Tombong Karaeng Pabineang dan menjadi permaisurinya. I
Bate Daeng
Tommi adalah putri Mangngada' Cinna Daeng Sitaba, Karaeng Pattingaloang mangkubumi
Kerajaan Gowa.

d. Masa Jaya Kerajaan Gowa

Lama sebelum Sultan Hasanuddin dilahirkan, Kerajaan Gowa adalah kerajaan yang
besar. Pelabuhan Makassar ramai dikunjungi oleh para pedagang dari Portugis, Ingris dan
Belanda. Pada masa Sultan Alauddin memerintah, Kerajaan Gowa telah tumbuh semangat
persatuan nusantara dari kerajaan-kerajaan besar. Persahabatan akrab antara Raja Mataram di
Pulau Jawa, Sultan Aceh di Sumatra, Sultan Ternate di Maluku, Sultan Banten di Jawa Barat
dan lainnya.

Persaingan antara Portugis, Inggris, Spanyol dan Belanda menimbulkan ketegangan-


ketegangan keren aketiga bangsa penjajah itu masiing-masing mau memonopoli perdagangan
rempah-rempah dari Maluku dan perdagangan di Malaka. Kekuatan armada perang Kerajaan
Gowa sudah terkenal kemana-mana. Persahabatan dengan Ternate, Bima, Ambon dan
kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi dan Maluku memberi kewajiban kepada armada perang
Kerajaan Gowa untuk melindungi kerajaan itu dari serangan penjajah.

Sultan Muhammad Said ayah dari Sultan Hasanuddin terkenal sebagai seorang raja
yang berani, bijaksana, hormat kepada orang tua, tahu membalas budi serta tidak mebeda-
bedakan antara bangsawan dan orang kebanyakan. Pandai bergaul dengan sesamanya raja
dan dipuji sebagai orang yang meperlakukan rakyatnya sebagai manusia. Dia bersahabat
dengan Gubernur Spanyol di Manila, Raja Muda Portugis di Goa India, Presiden di Keling
(Koromandel India), Saudagar di Masulipatan (India). Bersahabat dengan Raja Ingris, Raja
Portugal, Raja Kastilia (Spanyol) dan dengan Mufti di Mekah. Mufti inilah yang mula-mula
meberi gelar "Sultan Muhammad Said" Karena memang nama Arabnya adalah Malikussaid.

e. Awal Masa Perang

Perang pertama dengan Belanda terjadi pada saat Hasnuddin berumur 3 tahun. Tahun
1631 sampai 1634 armada Gowa dan Ternate saling serang dengan armada Belanda di
perairan Maluku. Tahun 1634 Raja Gowa mengirim armada terdiri dari 100 perahu perang ke
Ambon membantu rakyat Ambon melawan Belanda yang memusnahkan pohon-pohon
cengkeh dan pala di Maluku.

Raja Gowa berkewajiban melindungi kerajaan sekutunya di Ambon. Perang itu


dikenal dengan nama perang Hongi. Setahun sesudah itu belanda mengirim 12 kapal ke
perairan Makassar dan memulai menembaki benteng galesong. Untunglah setahun
sebelumnya benteng yang terbuat dari tanah itu sudah diubah dan dibuat dari batu, sedangkan
perahu dan kapal perang armada Gowa sudah meninggalkan perairan Makassar sebagai taktik
untuk menghindari bentrokan. Serangan Belanda ini gagal total.

Keinginan Kompeni Belanda untuk mengusai dan menaklukkan Gowa makin kuat.
Berbagai cara dipergunakan. Pada bulan Juni 1637 Kompeni Belanda yang dipimpin
Gubernur Jendral Anthony Van Diemen berhasil membuat perjanjian dengan Kerajaan
Gowa. Van Diemen meminta agar Raja Gowa melarang Portugis dan inggris berdagang di
Makassar, tetapi permintaan itu ditolak oleh Sultan Alauddin. Orang Belanda belum
diluaskan untuk tinggal dan menetap di Makassar. Pada waktu itu Raja Gowa menerima
tamu-tamu asing di istananya yang terdapat di dalambenteng Somba Opu.

f. Benteng Pertahanan

Pengepungan beberapa kali oleh kompeni Belanda terhadap pantai makassar


menambah keyakinan bahwa kompeni Belanda pada suatu saat akan menyerbu dan
melaksanakan niatnya untuk merebut dan menaklukkan kerajaan Gowa. Kompeni Belanda
memang mau memonopoli perdagangan rempah dari maluku. Sultan Hasanuddin yang waktu
itu telah sering menjadi duta dan mengurus pertahanan Kerajaan Gowa dengan dukungan
Karaeng Pattingaloang Mangkubumi Kerajaan Gowa mulai memperkuat benteng di
sepanjang pantai.

Ada tiga 3 Benteng yang diperkuat dan dipasangi meriam. Benteng Somba Opu yang
menjadi pertahanan utama, dan menjadi kediaman Sultan, tebalnya 12 kaki. Benteng ini
dipasangi meriam besar yang dijuluki "Anak Mangkasara" dan ada lebih 270 meriam-meriam
kecil lainnya. Meriam "Anak Mangkasara" ini dibuat pada tahun 1593 dengan panjang 3
meter dan garis tengah lubang mulutnya 41,5cm serta beratnya 500kg (11.000 Pound).

Selama perang antara Gowa dan Belanda berlangsung, tahun-tahun berikutnya Sultan
Hasanuddin kemudian membangun lagi benteng Mariso, Anak Gowa dan kale Gowa serta
beberapa benteng lagi di daerah Bantaeng dan juga sebuah parit yang panjangnya 3 setengah
kilometer antara Binanga Beru dan Ujung Tanah.

Benteng yang memperkuat Pantai Kota Makassar itu berjajar dari utara keselatan :
Tallo (Mangngara' Bombang),Benteng Ujungpandang atau Ford Rotterdam, Benteng Somba
Opu dan Benteng Barombong. Antara Tallo dengan Ujungpandang terdapat Benteng kecil
Ujung tanah, antara Benteng Ujungpandang dengan Benteng Somba Opu dan Benteng
Barombong terdapat benteng kecil Panakkukang, yaitu sebuah kastil kecil tempat raja
beristirahat.

Benteng Somba Opu, sebagai tempat kediaman Raja, dilindungi pula oleh sebuah
benteng besar di sebelah timurnya yang bernama Anak Gowa, sedangkan di sebelah timur
benteng Anak Gowa terdapat benteng Tamalate (Het Ringmuur Van Gowa).

g. Masa Perang Perlawanan

Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa memeliki kewajiban untuk kerajaan sahabat-
sahabat bawahannya, mulai dari sepanjang pesisir Pulau Sulawesi sampai Maluku. Satu-
satunya halangan Belanda untuk menguasai perdagangan di Maluku adalah Kerajaan Gowa
dan armadanya. Selama lebih dari 200 tahun kedua armada ini telah saling menyerang.
Belanda memiliki kapal dan perlengkapan perang yang baik, sedangkan laskar dan pelaut
armada Kerajaan Gowa memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak takut mati ini
karena budaya siri' na pacce telah berakar dihati sanubari para pejuang Kerajaan Gowa
dan Aru atau sumpah setia para prajurit Kerajaan Gowa.

Tahun 1645 adalah tahun yang penuh cobaan bagi Sultan Hasanuddin, belum cukup
setahun menduduki tahta, Mangkubumi yang berani dan bijaksana I Mangngada' Cinna
Karaeng Pattingaloang wafat. Cobaan ini tidaklah menyurutkan tekad Sultan Hasanuddin,
Karaeng Karunrung Putra Karaeng Pattingaloang naik menggantikan ayahnya sebagai
mangkubumi kerajaan Gowa.

Perang dua hari dengan pasukan Belanda pada April 1655 di Buton yang dipimpin
langsung oleh Sultan Hasanuddin. Benteng pertahanan Kompeni Belanda di Buton berhasil
direbut dan 35 orang Belanda terbunuh dalam peperangan ini. Belanda menyadari bahwa
perang dengan Sultan Hasanuddin telah menelan biaya yang dan kerugian yang besar, maka
diutuslah duta ke somba opu mewakili gubernur jendral belanda di Batavia. Utusan itu
bernama Willem Van der beek dan menerima perjanjian tanggal 28 Desember 1655 yang
berisi: "Pasukan Makassar yang berada di Maluku di tarik kembali, tukar menukar tawanan
perang. Belanda berjanji, bila kerajaan Gowa berperang dengan salah satu bangsa maka
kompeni Belanda tidak boleh ikut campur. Musuh Belanda bukanlah musuh Kerajaan
Gowa".

Tahun 1657 Belanda mengutus lagi Willem Bastingh karena tidak senang melihat
perdagangan antara Hitu, Seram dan Makassar berjalan lancar, karena ingin memonopoli
perdagangan. Utusan itu membawa ultimatum yang bersifat mengancam kepada Sultan
Hasanuddin. Ultimatum itu dibalas dengan surat yang juga bernada keras. Sultan Hasanuddin
tidak mau menyerah. Semangatnya semakin membara, setiap benteng diperlengkapi.
Kompeni Belanda memilih perang, armada besar dipersiapkan 31 kapal perang dan 2700
tentara terlatih dipimpin oleh Johan van Dam dan dibantu oleh Johan Truytman. Peperangan
ini berlangsung selama hampir 2 tahun lamanya. Pada tangal 12 Juni 1660 Benteng
Panakkukang jatuh ketangan Belanda.

Dengan semangat lebih baik mati daripada menyerah kepada Belanda, pasukan Sultan
Hasanuddin bertempur selama dua hari, lebih dari 2000 orang portugis diusir dari Makassar
dan armadanya dihancurkan. Orang Portugis ini oleh Belanda dikirim ke Pulau Timor, dari
kedua belah pihak berjatuhan banyak korban yang tewas dan luka.
Setelah itu gencatan senjata dilakukan. Perundingan damai dilaksanakan. Karaeng
Popo dan sejumlah bangsawan kerajaan Gowa berangkat ke Batavia untuk berunding.
Hasilnya, adalah sebuah perjanjian yang merugikan Kerajaan Gowa. Perjanjian itu bernama
Perjanjian Batavia yang berisi:

1. Makassar tidak boleh campur tangan soal Buton, Ternate dan Ambon.
2. Banda, Buton, Maluku, Manado tidak boleh didatangi oleh orang-orang Makassar.
3. Orang Portugis dilarang berdagang di Makassar.
4. Belanda Boleh Menetap di Makassar.
Sultan Hasanuddin terpaksa menanda tangani perjanjian itu,. Namun, perjanjian ini tidak
berlangsung lama.

Belum hilang bekas perang dengan Belanda, Raja Bone melakukan pemberontakan
dengan mulai memerangi Kerajaan Gowa. La Tenri Tatta to Erung Bergelar Arung Palakka,
sahabat sepermainan Sultan Hasanuddin semasa kecil yang memimpin pemberontakan itu.
Namun, laskar kerajaan Gowa dapat mematahkan pemberontakan itu pada tanggal 11
Oktober 1660. Arung Palakka bersama 4000 orang pasukannya menyingkir ke Buton dan
mendapat perlindungan di sana. karena pada saat itu Sultan Buton telah bersekutu dengan
Belanda.

h. Politik Memecah Belah

Belanda punya cara menaklukkan lawan. Kerajaan-Kerajaan Nusantara yang


terpecah-pecahdiadu satu sama lain. Kedatangan Arung Palakka di Batavia disambut hangat
oleh Kompeni Belanda. Kerugian yang diderita Belanda untuk menundukkan Sultan
Hasanuddin cukup banyak dan sudah memakan waktu yang lama. Kesempatan menaklukkan
Gowa sudah terbuka, Arung Palakka bisa diadu dengan Sultan Hasanuddin. Perang saudara
bisa dilakukan.

Sambutan terhadap Arug Palakka sangat meriah. Daerah Angke di Batavia diberikan
untuk tempat tinggal Arung Palakka bersama pengikutnya. Sultan Hasanuddin sangat sedih
mendengarnya. Persiapan sudah dilakukan. Benteng-bentang sudah diperbaiki. Merian dan
alat perang sudah ditambah, prajurit juga ditambah. Sementara itu Belanda sudah
mempersiapkan suatu armada besar, pukulan terakgir untuk Kerajaan Gowa akan segera
dilancarkan.

Pada tahun 1662 kapal Belanda De Walvis masuk ke perairan Makassar tanpa
pemberitahuan. Pengawal pantai mencegat dan perangpun terjadi, 16 pucuk merian disita.
Pihak Belanda menuntut pengembalian meriam itu. Belanda kemudian mulai meniupkan
perang saudara. Tahun 1664, Sultan Ternate, Sultan Buton dan Arung Palakka dikumpulkan
dalam suatu pertemuan di Batavia.

Mereka harus memerangi Sultan Hasanuddin, dan Belanda akan memberi bantuan.
Sultan Hasanuddin sudah mengetahui cara Belanda itu, sikap lunak ditunjukkan karen
aperang saudara harus dihindari. Sultan Hasanuddin mau berdamai tetapi meminta Belanda
agar Bone, Buton dan Seram tidak dianak emaskan. Akan tetapi Belanda sudah berniat untuk
menghancurkan Kerajaan Gowa.

Untuk mempersiapkan perang besar melawan Belanda, Sultan Hasanuddin harus


menundukkan kerajaan yang sudah berhasil dibujuk oleh Belanda. Buton harus dibebaskan
terlebih dahulu, Sultan Hasanuddin memerintahkan untuk menyiapkan sebuah ekspedisi ke
timur. 700 buah kapal perang dan 20.000 prajurit di bawah pimpinan Laksamana Alimuddin
Karaeng Bontomarannu beserta Sultan Bima dan Raja Luwu yang telah diangkat menjadi
laksamana muda kerajaan Gowa memimpin armada tersebut.

Akhir Oktober 1666 Buton berhasil diduduki oleh Laksamana Karaeng


Bontomarannu, akan tetapi Buton dapat dibebaskan oleh armada Belanda yang dipimpin oleh
Admiral Speelman dan Arung Palakka yang ikut dalam armada itu. Belanda telah berhasil
mengadu domba antara kerajaan-kerajaan Nusantara di belahan timur sehingga saling
menyerang.

i. Perang Terbuka

Rapat penguasa Kolonial Belanda di Batavia tanggal 5 Oktober 1666 memutuskan


untuk segara menaklukkan Kerajaan Gowa dan merebut Makassar. Armada Belanda
dipimpin oleh Cornelius Speelman dibantu oleh Arung Palakka dan Kapten Jongker dari
Manipa dan sekutu-sekutu Belanda. Armada itu berangkat dari Batavia 24 Nopember 1666
dengankekuatan yang besarnya 21 buah kapal perang besar 600 orang tentara Belanda, 400
laskar Arung Palakka dan Kapten Jongker. Armada itu tiba di depan bentang Somba Opu
tanggal 15 Desember 1666.

Di dalam Kota Makassar di pusat Ibu Kota Gowa dan daerah di sepanjang pantai
menjadi tegang. Menunggu saat-saat penyerangan Belanda. Para pedagang asing yang
bermukim disana menghentikan kegiatannya dan membuat perlindungan. Semua meriam dan
pasukan di seluruh benteng sudah siap, bahan makanan sudah dipersiapkan untuk persiapan
perang beberapa bulan, sepanjang pantai dari Tallo sampai Bantaeng pasukan perlawanan
rakyat sudah dipersiapkan pula.

Satu-satunya yang dikhawatirkan Sultan Hasanuddin adalah pasukan Bone yang


berada di dalam daerah pertahanan Gowa yang sudah memberontak, dan armada perangnya
dengan 700 kapal di bawah pimpinan Laksamana Karaeng Bontomarannu yang masih berada
di Buton.

Saat-saat tegang Speelman mengirim utusan menemui Sultan Hasanuddin, utusan itu
membawa tuntutan agar Sultan Hasanuddin menyerah saja dan membayar kerugian Belanda
dalam perang terdahulu. Tuntutan Speelman ini hanya alasan untuk memulai penyerangan.
Sultan Hasanuddin menjawab surat itu dengan berkata "Bila kami diserang, maka kami akan
mempertahankan diri dan menyerang kembali dengan segenap kemampuan yang ada. Kami
berada dipihak yang benar. Kami ingin mempertahankan kebenaran dan kemerdekaan negeri
kami."

Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Pagi buta tanggal 21 Desember 1666Bendera
merah dikibarkan armada perang Speelman. Meriam-meriam Belanda mulai memuntahkan
pelurunya, udarapun dipenuhi asap mesiu. Semangat perlawanan para prajurit Gowa terbakar
dan menyala-nyala. Perahu kecil bersenjata menyerbu mendekati kapal perang Belanda.
Dengan dilindungi oleh hujan yang sangat lebat armada semut perahu perang milik Kerajaan
Gowa mulai menghantam dari dekat inti armada perang Speelman. Speelman
menhgundurkan diri dari Somba Opu ke selatan meninggalkan pantai.

Di Laikang pantai sebelah selatan Makassar, pasukan-pasukan pendarat Speelman


dan Arung Palakka mencoba mengadakan pendaratan. Pasukan Gowa bersama rakyat telah
menanti dengan semangat pantang menyerah. Pasukan penjajah dibuat kocar-kacir olehnya.
Tanggal 24 Desember 1666, armada Speelman mundur dan meninggalkan pantai Laikang,
berlayar ke selatan dan mendaratkan pasukannya di Bantaeng esok harinya. Perahu-perahu
dagang yang ramai dipantai waktu itu dihantam dan ditenggelamkan. Bantaeng dan 30 desa
di sekitarnya dibumihanguskan, tak luput pula lumbung beras Kerajaan Gowa ikut dibakar.

Laskar kerajaan Gowa menyerbu dan perangpun berkecamuk Perkelahian satu lawan
satu terjadi. Korban berjatuhan dikedua belah pihak. Setelah bertempur sehari semalam
Speelman mundur dan semua pasukannya ditarik naik ke kapal. Speelman memutuskan
untuk menghadapkan Sultan Hasanuddin dengan pasukan Raja-raja Buton, Ternate dan Bone
untuk mengurangi kerugian dipihak mereka.

Kabar dari mata-mata Speelman juga memberitahukan bahwa armada inti kerajaan
Gowa dibawah pimpinann Laksamana Karaeng Bontomarannu masih berada di Buton
dengan 700 kapal perangnnya. Inilah kesempatan menghancurkan kekuatan laut Sultan
Hasanuddin.

Tanggal 1 Januari 1667 armada Speelman tiba di Buton dan langsung menghantam
armada Karaeng Bontomarannu yang sudah kelelahan menghadapi pasukan Buton di darat.
Akhirnya Karaeng Bontomarannu menyerah tanpa syarat kepada Speelman pada tanggal 4
januari 1667. Kemenangan ini dirayakan Speelman. Kepada Sultan Buton, pihak Belanda
memberikan hadiah 100 ringgit setahun.

Armada Speelman berlayar ke Ternate. Arung Palakka mengirim pasukannnya


sebanyak 2000 orang ke Bone untuk membentuk pasukan baru untuk persiapan menyarang
Gowa. Bulan Juni 1667 Speelman bersama Sultan Mandarsyah yang membawa pasuka
Ternate, Bacan dan Tidore bergabung dengan pasukan Arung Palakka dan Kapten Jongker.
Perang pecah tanggal 7 Juli setelah sekitar 7000 orang pasukan Gowa menyerang tiba-tiba.
Empat hari kemudian armada Belanda berlayar menuju pusat Kerajaan Gowa. tanggal 19 Juli
perairan Makassar sudah dipenuhi oleh kapal perang Belanda. Benteng Somba Opu sudah
dikepung dari laut.

j. Perang Menentukan

Perang yang menentukan telah tiba. Bau mesiu dan darah memenuhi udara. Benteng
Somba Opu yang menjadi pusat pertahanan utam kerajaan Gowa langsung dipimpin oleh
Sultan Hasanuddin dan Sultan Harun Al Rasyid Raja Tallo. Karaeng Bontosunggu
memimpin benteng Ujungpandang dan Karaeng Popo memimpin pertahanan di benteng
Panakkukang.

Tanggal 19 Agustus 1667 pagi hari, Benteng Galesong diserang oleh meriam pasukan
Belanda, dalam serangan ini persedian beras kerajaan Gowa di Galesong berhasil dibakar
Belanda. Hari demi hari perang berkecamuk. Diawal September 1667 Speelman
memindahkan perhatiannya. Di daratan 6000 orang pasukan Arung Palakka bersama Kapten
Poolman menyerang Galesong dan Barombong. Dengan meriam besar jarak jauh milik
pasukan Gowa mengusir armada Speelman. Di darat pasukan Arung Palakka berhasil dipukul
mundur.

Keadaan ini membuat Speelman meminta bantuan dari Batavia. Belanda mengirim 5
kapal perang besar dibawah komando Kapten P. Dopun. Tanggal 22 Oktober 1667 Armada
Speelman dan Dupon mengepung rapat Makassar. Dengan meriam-meriam besar, benteng
Barombong dibobol. Pasukan Speelman didaratkan di Galesong dibantu Arung Palakka.
Somba Opu dikepung dari laut maupun darat. Terjadi pertempuran yang sangat sengit antara
Gowa dan pasukan Bone, Ternate, Buton dan Maluku, korban berjatuhan dari bangsa sendiri
yang diadu oleh Belanda.

Kedua belah pihak sudah sangat kelelahan. Tanggal 5 Nopember 1667 Speelman
melapor ke Batavia bahwa pasukannya sudah sangat lelah, semangat tempur merosot. 182
serdadu dan 95 matros jatuh sakit. Pasukan Buton, Ternate dan Bugis juga diserang sakit
perut. Speelman minta dikirimi lagi perlengkapan dan prajurit. Pasukan Sultan Hasanuddin
juga mengalami hal serupa. Pertempuran selama berbulan dan pengepungan benteng sangat
mencemaskan dan merisaukan Sultan Hasanuddin. Setelah 4 hari bertempur, benteng
Barombong direbut Belanda, tetapi semangat semangat prajurit Gowa masih membara.
Sultan Hasanuddin masih mampu meneruskan perang.

Sultan Hasanuddin dikenal arif dan bijaksana. Beliau merasa sedih karena harus
bertempur melawan keluarga sendiri. Arung Palakka La Tenri Tatta to Erung sudah seperti
saudara kandung sendiri. Speelman kemudian mengusulkan perdamaian. Sultan Hasanuddin
mempertimbangkan bahwa pertumpahan darah di kalangan orang Makassar dan Bugis harus
segera dihentikan.
Meneruskan perang hanya akan menguntungkan Belanda. Perundingan antara
Speelman dan Sultan Hasanuddin diadakan di Bungaya dekat benteng Barombong yang
sudah direbut Belanda. Setalah berkali-kali berunding, maka pada hari Jum'at tanggal 18
November 1667, tercapailah suatu perjanjian perdamaian yang dikenal sebagai "Cappaya Ri
Bungaya" atau perjanjian Bungaya. Perjanjian ini tidak berlangsung lama karena
memberatkan kerajaan Gowa. Benteng Ujungpandang diserahkan kepada Speelman dan
diganti namanya menjadi "Fort Rotterdam". Speelman juga mempersiapkan benteng ini
untuk bertahan dan menyerang, karena keyakinannya bahwa perjanjian Bungaya akan segera
batal.

k. Perang Terakhir

Raja Tallo Sultan Harun Al Rasyid, Karaeng Lengkese, dan Arung Matowa Wajo
tidak menerima perjanjian Bungaya. Pasukannya ditarik, tekad mereka tetap. "Hanya Mayat
yang bisa menyerah". Karaeng Karunrung mendesak Sultan Hasanuddin membatalkan
Perjanjian Bungaya. Akhirnya perang pecah kembali tanggal 21 April 1668. Karaeng
Karunrung menyerang benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam). Hari demi hari bulan demi
bulan perang terus berkecamuk.

Dalam catatan buku harian Speelman tertulis antara lain: "Pertempuran berlangsung
sengit. Banyak orang Belanda mati atau luka, Arung Palakka juga menderita luka. Setiap hari
7 atau 8 orang serdadu Belanda dikuburkan. Speelman jatuh sakit. 5 orang dokter, 15 pandai
besi tewas. Tenaga bantuan dari Batavia hanya 8 orang yang masih sehat. Dalam tempo 4
minggu, 139 orang mati dalam benteng Ford Rotterdam dan 52 orang tewas di kapal".

Sultan Hasanuddin memerintahkan untuk melakukan perbaikan kembali benteng yang


rusak. Tanggal 5 Agustus 1668, Karaeng Karunrung membawa pasukannya menyerbu Fort
Rotterdam. Pada serangan ini Arung Palakka nyaris tewas. Speelman meminta bantuan dari
Batavia. Pasukan dan peralatan perang dari Batavia tiba pada bulan April 1669. Meriam
besar dibuat dan larasnya diarahkan ke benteng Somba Opu. Parit-parit pertahanan ke
benteng Somba Opu sudah dibuat, persiapan Belanda sudah matang.

Akhirnya pada tanggal 15 Juni 1669 pasukan Speelman menyerang benteng Somba
Opu. Pertempuran berlangsung siang dan malam. Meriam Belanda menembakkan lebih
30.000 biji peluru ke benteng Somba Opu. Patriot kerajaan Gowa tetap memberikan
perlawanan yang gigih atas serangan Belanda dan hujan peluru.

Setelah perang selama selama 10 hari siang dan malam, maka pada tanggal 24 Juni
1669 seluruh benteng Somba Opu dikuasai Belanda. Tdak kurang 272 pucuk meriam besar
dan kecil termasu meriam keramat "Anak Mangkasara" dirampas Speelman. Sultan
Hasanuddin mundur ke benteng Kale Gowa di Maccini Sombala dan Karaeng Karunrung
meninggalkan istananya di Bontoala mundur ke Benteng Anak Gowa.

Benteng Somba Opu kemudian diratakan dengan tanah, beribu-ribu kilo amunisi
meledakkan benteng yang tebalnya 12 kaki ini. Udara merona merah dan tanah seakan
gempa. Mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana. Hangus dibakar ledakan mesiu dan api
yang menjilat. Seluruh Istana Somba Opu dihancurkan.

Sultan Hasanuddin kalah perang, tetapi menurut pengakuan Belanda, pertempuran


inilah yang paling dahsyat dan terbesar serta memakan waktu yang paling lama dari yang
pernah dialami Belanda dibumi Nusantara waktu itu. Sultan Hasanuddin dan Pasukannya
dijuluki "Ayam Jantan Dari Timur" karena semangatnya yang pantang mundur.

l. Turun Tahta Dan Wafat

Setelah kekalahan yang diderita Kerajaan Gowa dan mundurnya Sultan Hasanuddin
dari benteng Somba Opu ke benteng Kale Gowa, maka usaha Speelman memecah belah
persatuan kerajaan Gowa terus dilancarkan. Usaha ini berhasil, setelah diadakan
"pengampunan umum". Siapa yang mau menyerah diampuni Belanda. Beberapa pembesar
kerajaan menyatakan menyerah. Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyatakan tunduk
pada Perjanjian Bungaya.

Sultan Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah
Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai Raja
Gowa ke-16 setelah selama 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha
mempersatukan kerajaan Nusantara. Sebagai penggantinya ditunjuk putranya I Mappasomba
Daeng Nguraga Bergelar Sultan Amir Hamzah. Sesudah turun tahta, Sultan Hasanuddin
banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar Agama Islam dan berusaha menanamkan
rasa kebangsaan dan persatuan.

Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan tanggal 23 Muharram 1081
Hijriah. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun. Beliau dimakamkan disuatu bukit di
pemakaman Raja-raja Gowa di dalam benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate.

I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin


Tumenanga Ri Balla'Pangkana telah tiada. Tetapi semangatnya tetap berkobar di dada setiap
insan bangsa yang mendambakan perdamaian dan kebebasan di Bumi Pancasila ini.

Nama Sultan Hasanuddin abadi dalam dada. Menghormati jasanya dengan


mengabadikan namanya menjadi nama jalan pada hampir disetiap Kota di Nusantara.
Universitas Hasanuddin sebagai salah satu universitas terkemuka di INdonesia bagian Timur,
mempergunakan namanya dan memakai lambangnya "Ayam Jantan Dari Timur".
Komando Daerah Militer (KODAM) XIV Hasanuddin mengabadikan namanya dan
menjadikan semboyannya "Abbatireng Ri Pollipukku" (setia pada Negeriku). Dan dengan
keputusan Presiden RI No. 087/TK tahun 1973 Tanggal 6 November 1973, Sultan
Hasanuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, untuk menghargai jasa-jasa
kepahlawanannya.
Kesimpulan

Sultan hasanuddin adalah salah satu tokoh pejuang yang patut dihargai jasa-
jasanya. Dengan gigihnya, beliau membela dan rela berkorban demi
mempertahankan kedaulatan tanah air dari sang kolonial. Sejak kecil beliau telah
dibekali dengan ilmu pemerintahan, diplomasi, dan ilmu peperangan. Beliau juga
telah debekali dengan ilmu agama dan semangat perjuangan yang tinggi, sehigga
dapat mengantarkannya menjadi raja gowa ke-16. Dengan semangat perjuangan yang
tinggi, Beliau dengan mudahnya dapat menyingkirkan penjajah dari bumi nusantara.
Karena hal itulah sehingga beliau mendapat julukan sebagai “ayam jantan dari timur”
karena kegigihannya dalam memukul mundur penjajah dari tanah air. Beliau dapat
dijadikan pedoman bagi para generasi muda untuk selalu menjaga kedaulatan tanah
air dan meningkatkan rasa nasionalisme yang tinggi terhadap tanah air. Karena masa
depan bangsa ini berada di tangan generasi mudanya.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Riwayat Perjuangan Sultan Hasanuddin Raja Gowa XVI | Oleh Moh. Alwi | Penerbit
……………Bhakti Baru

Sejarah Gowa - Abdurrazak Dg. Patunru | Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara

Majalah Bingkisan | Nomor Istimewa Tahun 1 No. 20 Juni 1968 | Yayasan Kebudayaan Sulawesi
……………Selatan dan Tenggara

Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah | Prof. Dr. Mattulada | Bhakti Baru Berita
……………Utama 1982

The Heritage Of Arung Palakka | Andaya, Leonard Y | The Hague Martinus NIJHOFF - 1981

Mengenal Museum Negeri La Galigo Ujung Pandang SULSEL | Staf Kantor Museum Negeri La
…………Galigo Ujung Pandang - 1985

Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Di Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV s/d XIX | Team
------- Pengolah dan Penerbit Kantor Cabang II Lembaga Sejarah dan Antropologi Ujung
……….Pandang

Anda mungkin juga menyukai