Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAPEL SEJARAH

ESAY
“PERLAWANAN GOWA”

Disusun Oleh :
1. Vidi Ramadhandy GN (29)
2. Raka Fitra Pratama (19)

SMA NEGERI 3 SEMARANG

Halaman 1
1. Latar Belakang.

Kerajaan Gowa sangat terkenal ketika masa penyebaran agama Islam. Pusat
pemerintahan kerajaan ini ada di Somba Opu, yang juga menjadi pusat pelabuhan yang ada di
kerajaan ini. Somba Opu ini selalu terbuka untuk siapa saja. Banyak pedagang asing yang
akhirnya memutuskan untuk tinggal di kota itu. Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan
Belanda. Meskipun mereka penjajah, Masyarakat Somba Opu tetap mengizinkan mereka untuk
bisa masuk ke wilayah mereka. Bahkan, mereka juga diizinkan untuk bisa membangun loji di
kota itu. Wilayah Gowa adalah wilayah yang anti terhadap tindakan monopoli perdagangan.
Masyarakat Gowa ingin hidup damai bersama semua orang dengan saling menghormati.

Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan besar yang terdapat di daerah Sulawesi
Selatan. Rakyatnya berasal dari suku Makassar yang terdapat diujung selatan dan pesisir barat
Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada dibawah Kabupaten Gowa dan daerah
sekitarnya yang dalam bingkai negara kesatuan RI dimekarkan menjadi Kota Madya Makassar
dan kabupaten lainnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan
Hasanuddin, yang saat itu melakukan perperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-
1669) terhadap Belanda yang dibantu oleh kerajaan Bone yang berasal dari Suku Bugis dengan
rajanya Aru Palaka. Tapi perang ini bukan berarti perang antar suku Makassar- Suku Bugis,
karna dipihak Gowa ada sekutu Bugisnya demikian pula dipihak Belanda-Bone, ada sekutu
Makassarnya. Politik Devide et Impera Belanda, terbuktu sangat ampuh disini. Perang Makassar
ini adalah perang terbesar Belanda yang pernah dilakukan di abad itu. Pada awalnya didaerah
Gowa terdapat 9 komunitas yang dikenal dengan nama Bate Kalapang (9 bendera), yang
kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tembolo, Lakiung, Prang-Parang, Data, Agangjene,
Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas
lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai
oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain, menyebutkan 4
orang yang mendahului datangnya Tumanurung, 2 orang pertama adalah Batara Guru dan
saudaranya. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan
masing-masing. Salah satunya adalah Kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada
tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan Kerajaan Makassar.

Bagi masyarakat Gowa, bumi dan laut adalah milik bersama. Dengan prinsip itulah,
wilayah Gowa menjadi lebih cepat mengalami perkembangan. Pelabuhan Somba Opu juga
memiliki posisi yang strategis di dalam jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu
telah berfungsi sebagai bandar perdagangan yang menjadi tempat persinggahan kapal-kapal

Halaman 2
dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. Misalnya, kapal-kapal pengangkut rempah-rempah
dari Maluku yang akan berangkat ke Malaka biasanya akan berhenti dulu di Bandar Somba Opu.
Barang dagangan yang akan menuju Maluku akan melalui proses bongkar muatan di Bandar
Somba Opu.

Dengan semua hal itu, VOC menjadi ingin menguasai wilayah Gowa. Timbullah awal
mula konflik di dalam monopoli perdagangan. Dengan melihat peran dan posisi Makassar atau
Kerajaan Gowa yang strategis itu VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Gowa, VOC
ingin menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan. Untuk itu
VOC harus dapat menundukkan Kerajaan Gowa. Berbagai upaya untuk melemahkan posisi
Gowa terus dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 1634, VOC melakukan blokade terhadap
Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-perahu Makassar yang berukuran kecil lebih
lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau yang ada. Bahkan dengan menggunakan
perahu-perahu tradisional seperti padekawang, palari, sope, hingga pinisi, mereka sudah biasa
mengarungi perairan nusantara. VOC pun merasa kesulitan untuk memburu dan menangkap
kapal-kapal tersebut, oleh karena itu, saat VOC berpatroli dan menemukan salah satu kapal
orang Bugis, mereka akan segera menghancurkannya.

2. Perlawanan Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanudin lahir pada tanggal 12 Januari 1631, beliau merupakan Raja Gowa ke
16. Ayahnya adalah Sultan Muhammad Said Raja Gowa ke 15. Semasa kecil Sultan Hasanudin
diberi nama I Malambasi oleh orang tuanya. Waktu itu, Ayahnya belum menjadi Raja Gowa,
Baru setelah I Mallambasi berumur delapan tahun, Ayahnya diangkat menjadi Raja Gowa. I
Mallambasi belajar Al-Qur’an pada umur 8 tahun. Setelah mulai mengaji, namanya
digantimenjadi Muhammad Bakir. Muhammad Bakir mempunyai otak yang cerdas, kemauan
yang keras dan pantang menyerah. Pada waktu itu pendidikan untuk anak-anak raja dan
bangsawan dipisahkan dari rakyat biasa, Walaupun mendapat pendidikan yang terpisah
Muhammad Bakir tetap bergaul bersama teman-temannya yang berasal dari golongan rakyat
biasa, Bahkan Muhammad Bakir sangat marah jika ada anak bangsawan yang sombong terhadap
rakyat. Di samping pendidikan agama, pengetahuan umum juga diberikan kepada Muhammad
Bakir. Dalam pergaulan sehari-hari, Muhammad Bakir termasuk anak yang berani, Bukan karena
Muhammad Bakiranak seorang raja, tetapi sifat pemberani sudah merupakan wataknya
Muhammad Bakir. Muhammad Bakir selalu membela kebenaran. Dalam pergaulan di
lingkungan istana, Muhammad Bakir juga menunjukan kecakapannya, Muhammad Bakir hormat
kepada keduaorang tuanya, baik sebagai orang tua maupun sebagai Raja dan permaisuri.
Halaman 3
Terhadap keluarga istana seperti menteri dan pembesar istana lainnya, Muhammad Bakir selalu
menaruh hormat. Orang tua harus dihormati, yang lebih tua disayangi, dan yang lebih kecil
dikasihi. Demikianlah menurut ajaran agama yang dipatuhi Muhammad Bakir. Pada umur 15
tahun Muhammad bakir tumbuh menjadi pemuda yang gagah perkasa. Badannya kuat,
perawakannya tinggi besar, suaranya lantang, jalannya gagah seperti panglima perang.
Muhammad Bakir mempunyai wibawa yang besar dan juga rasa kemanusiaan yang luhur.
Setelah berumur 20 tahun, Muhammad Bakir diikutkan oleh ayahnya dalam soal-soal negara.
Sultan Muhammad Said telah menetapkan bahwa Muhammad Bakir kelak akan memangku
jabatan Raja.Saat Muhammad Bakir berusia 22 tahun,
Sultan Muhammad Said wafat, Muhammad Bakir lalu naik tahta sebagai Raja Gowa ke 16, jika
mengikuti adat kebiasaan, Muhammad Bakir tidak berhak menduduki tahta karena lahir sebelum
ayahnya menjadi Raja. Walaupun begitu, putra mahkota yakni Daeng Matawang bersedia
menyerahkan tahta kepada Muhammad Bakir, beserta permaisuri dan keluarga bangsawan
menyetujui pengangkatan Muhammad Bakir sebagai Raja Gowa ke 16 dengan gelar Sultan
Hasanudin. Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin terletak di ujung selatan Pulau
Sulawesi, Kerajaan Gowa dan ibukotanya yang terkenal yakni Somba Opu terletak di pantai
Selat Makassar, selat yang memisahkan Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan. Kerajaan Gowa
menjadi penghubung antara Pulau Jawa, Pulau Kalimantan bahkan Pulau Sumatera dan
semenanjung Malaka di sebelah barat dengan KepulauanMaluku dan Nusa Tenggara di sebelah
timur. Setelah Sultan Hasanudin menduduki tahta Kerajaan Gowa, keadaan tidak seperti yang
diharapkan oleh para pembesar VOC di Batavia (Jakarta), maka hubungan antara Kerajaan Gowa
dan VOC tidak dapat dielakkan.

Ketegangan yang sering disertai pertempuran yang seru antara Kerajaan Gowa dengan
VOC sesungguhnya sudah berlangsung jauh sebelum Sultan Hasanudin menduduki tahta
Kerajaan Gowa.Kerajaan Gowa selalu menolak bahkan menentang dengan keras hak monopoli
yang hendak dijalankan oleh VOC terutama di Indonesia bagian timur. Kerajaan Gowa
berpendirian: “Tuhan Yang Maha kuasa telah menciptakan bumi dan lautan. Bumi telah
dibagikan di antara manusia, begitu pula lautan telah diberikan untuk umum. Tidak pernah
terdengar bahwa pelayaran di lautan dilarang bagi seseorang. Jika Belanda melarang hal itu,
maka berarti Belanda seolah-oleh mengambil nasi dari mulut orang lain”. Demikianlah pendirian
dari Sultan Alaudin maupun sultan Muhammad Said bahkan juga Sultan Hasanudin yang selalu
berpendirian bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk digunakan bersama oleh semua
umat manusia. Bukan hanya untuk VOC atau orang-orang Belanda. Itulah sebabnya mengapa

Halaman 4
Kerajaan Gowa dengan keras menentang usaha monopoli VOC. Sebaliknya VOC berusaha
dengan keras pula menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa.

Atas persetujuan dan atas izin Sultan Hasanudin, tiga orang Belanda boleh tinggal di
Somba Opu, yakni seorang pembantu, seorang penerjemah, dan seorang pelaut. Pembantu yang
ditinggalkan itulah pada November 1659 menulis surat ke Batavia. Pembantu itu melaporkan
bahwa di Somba Opu tersebar luas berita bahwa pada tahun yang akan datang VOC akan
memaklumkan perang kepada Kesultanan Gowa. Oleh karena itu, Kesultanan Gowa giat
membangun pertahanan-pertahanan. Berita tersebut kemudian ternyata mengandung kebenaran.
Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan Belanda, Sultan Hasanudin pada
akhir Oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya.
Di samping itu para vasal, Bima, Sumbawa, dan Butung, diperintahkan mengirim tenaga untuk
pasukannya. Meskipun Sultan Hasanudin dan kelompok besar bangsawan lebih suka berpolitik
damai, ada partai perang di bawah pimpinan Karaeng Popo. Pertahanan dibagi atas beberapa
sektor:

1. Pasukan sebesar 3000 orang di bawah pimpinan Daeng Talolo, saudara laki-laki Sultan
sendiri, mempertahankan banteng

2. Sultan Hasanudin dan Karaeng Tallo menjaga istana Sombaopu

3. Pertahanan daerah Portugis diserahkan kepada Karaeng Lengkese

4. Karaeng Karunrung sebagai komandan benteng Ujung Pandang. Wanita dan anak-anak
diungsikan ke pedalaman sedang orang laki-laki dikerahkan untuk mengangkat senjata dan
mempertahankan kerajaan. Dikabarkan bahwa pasukan Makassar yang ditempatkan di tepi
Sungai Kalak Ongkong ada sekitar 1500 orang, sedang di Bantaeng ada 5 sampai 6000 orang.

Konflik semakin memuncak sejak tahun 1660 dengan adanya insiden-insiden dan faktor-
faktor lain:

1. Pendudukan benteng Pannakukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus-menerus


terhadap Makassar
2. Peristiwa De Walvis pada tahun 1662, waktu meriam-meriamnya dan barang-barang
muatannya disita oleh pasukan Karang Tallo, sedang tuntutan VOC untuk
mengembalikannya di tolak.
3. Peristiwa kapal Leeuwin (1664) yang terkandas di Pulau Don Duango di mana anak
kapal dibunuh dan sejumlah uang disita.

Halaman 5
Raja Gowa, Sultan Hasanuddin, ingin segera menghentikan tindakan VOC yang anarkis
dan provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC yang ingin memaksakan
monopoli di Gowa. Seluruh kekuatan dipersiapkan untuk mealwan VOC. Benteng pertahanan
mulai dipersiapkan di sepanjang pantai. Semua dipersiapkan untuk melawan kesewenang-
wenangan VOC.

Sementara itu, VOC juga mempersiapkan diri untuk menundukkan Gowa. Politik devide
et impera mulai dilancarkan. Misalnya VOC menjalin hubungan dengan seorang pangeran Bugis
dari Bone yang bernama Aru Palaka. Setelah mendapat dukungan Aru Palaka, pimpinan VOC,
Gubernur Jenderal Maetsuyker, memutuskan untuk menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan
ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal yang mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri atas
VOC, orang-orang Ambon, dan orang-orang Bugis Bone yang dipimpin oleh Aru Palaka.
Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan
ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa.

Pada tanggal 31 Desember 1666 sampailah armada VOC di bawah pimpinan


Laksamana Speelman di Kerajaan Buton. Pada waktu itu Kerajaan Buton sedang dalam
keaadaan sangat gawat karena dikurung rapat oleh pasukan-pasukan dan armada Kerajaan Gowa
untuk menghukum Sultan Buton yang memberi perlindungan kepada Aru Palaka dan
sekutunya. Saat itu pasukan-pasukan Kerajaan Gowa berkekuatan kurang lebih 15000 orang.
Sebagian besar terdiri dari orang-orang Makassar, Bugis dan Mandar. Dalam armada
Kerajaan Gowa terdapat beribu-ribu orang Bugis yang negerinya ditaklukan oleh
Kerajaan Gowa. Saat orang-orang Bugis mendengar bahwa Aru Palaka datang, orang-orang
Bugisbegitu senang dan menganggap Aru Palaka sebagai pahlawan yang akan membebaskan
orang-orang Bugis dari kekuasaan Kerajaan Gowa. Orang-orang Bugis lalu berbalik
menyerang Kerajaan Gowa ditambah dengan kegoncangan orang-orang Mandar yang merasa
tidak berkewajiban untuk membela panji-panji Kerajaan Gowa. Armada Gowa kacau balau
karenanya. Berkat pengaruh Aru Palaka, maka armada Kerajaan Gowa dapat dilumpuhkan
dengan mudah. Ini bukan karena kehebatan admiral Speelman dan orang-orang Belanda,
kekalahan armada Gowa karena armada dan pasukan-pasukannya tidak terdiri dari satu kesatuan
yang kompak. Setelah mengadakan pertempuran-pertempuran yang sengit dan merebut
daerah Gowa setapak demi setapak, maka pada tanggal 26 oktober 1667 sampailah
pasukan-pasukan Belanda serta sekutu-sekutunya di dektat Benteng Somba Opu yang
menjadi tempat kediaman Sultan Hasanudin. Belanda yang memang sangat licik dan
pandai memilih serta mempergunakan saat yang sebaik-baiknya menganggap sekarang
sudah tibalah saatnya untuk mengadakan perundingan dan membicarakan soal perdamaian.
Halaman 6
Halaman 7
3. Perjanjian Bongaya

Setelah Kerajaan Gowa berhasil ditaklukkan oleh VOC berdampingan dengan Aru
Palaka, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18
November 1667 di sebuah desa atau tempat di sebelah selatan kota Makassar atau ujung pandang
sekarang. Desa ini terletak di dekat barombong yang kini terkenal sebagai tempat pemandian di
tepi pantai yang sangat indah. Tempat atau desa dimana perjanjian itu ditanda tangani disebut
“Bungaya”’ Oleh karena itu perjanjian ini kemudian terkenal dengan nama het bongaais verdrag
yakni perjanjian bungaya oleh orang-orang Belanda. Di dalam perundingan-perundingan
sebelum perjanjian itu di tandatangani. Speelman dan orang-orang Belanda sangat terkesan oleh
sikap Pahlawan Hasanudin, terhadap Aru Palaka dan Aru Kaju, Sultan Hasanudin bersikap
ramah. Akan tetapi terhadap para petinggi yang berbalik seperti Karaeng Laiya dan Karaeng
bangkala Sultan Hasanudin bersikap lain. Bangsawan dan pemimpin Gowa tidak setuju diadakan
perundingan atau perjanjian perdamaian. Namun sebagai seorang Raja, Sultan Hasanudin
bertanggung jawab tentang nasib rakyat Kerajaan Gowa yang telah semakin menyedihkan,
Sultan Hasanudin harus mempertimbangkan hal tersebut meskipun ingin terus berperang. Sultan
Hasanudin begitu mengerti parahnya keadaan rakyat Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa betul-betul
diserang oleh musuh yang datang dari selatan, timur, utara, dan barat.

Kini pasukan VOC semakin hari semakin bertambah jumlahnya sedangkan pasukan
Gowa semakin lemah. Tanah Gowa sendiri sudah sangat parah keadaannya karena tempat
tinggal rakyatselalu dijadikan medan pertempuran. Bahkan banyak ladang yang, diinjak-injak
atau dihancurkan dengan dibakar oleh pihak Belanda dan sekutu-sekutunya. Melanjutkan
peperangan dalam kondisi atau keadaan yang demikian berarti bunuh diri dan kehancuran serta
malapetaka bagi rakyat Gowa. Atas hal tersebut Sultan Hasanuddin merasa lebih bijaksana untuk
mengadakan perdamaian dengan Belanda. Demikianlah pada tanggal 18 November 1667, di
sebuah desa yang dinamakan Bungaya diadakan perundingan. Perundingan inilah yang
kemudian menghasilkan sebuah perjanjian yang terkenal di dalam sejarah Indonesia dengan
nama “Perjanjian Bungaya” orang-orang Belanda menyebutnya Het bongaais verdrag. Orang-
orang Makassar menyebutnya Cappaya ri Bungaya. Jadi nama yang benar ini ialah perjanjian
bungaya. Banyak penulis dan sejarahwan Indonesia yang salah menulisnya karena mengikuti
kesalahan orang-orang Belanda, kesalahan-kesalahan yang tersebut di atas bersumber pada
kesalahan yang diperbuat oleh orang-orang Belanda yang salah menyebut kata bungaya menjadi
bongaya. Kata bungaya berasal dari Bahasa Indonesia asli, yakni bunga. Kata ini mendapat
imbuhan ya lalu menjadi bungaya artinya de bloem, the flower. Imbuhan dalam kata Makassar

Halaman 8
ini sama artinya dengan kata dalam bahasa Indonesia: si, sang atau yang. Bungaya ialah Sang
Bunga. Sampai sekarang desa ini masih ada, sekarang

Bungaya merupakan sebuah kampung atau desa yang tidak berarti lagi kalau
dibandingkan kedudukannya di abad ke-17. Perjanjian Bungaya terdiri dari 30 pasal, dan isi-isi
pokok dari perjanjian bungaya ini kurang lebih adalah sebagai berikut:

 Kerajaan Gowa harus melepaskan haknya atas daerah Kerajaan Bone dan lain-lainnya.
 Kerajaan Gowa mengakui hak monopoli perdagangan kompeni di Maluku.
 Semua orang asing kecuali Belanda dilarang berdagang di Makassar.

Demikianlah Perjanjian Bungaya yang sangat memberatkan Kerajaan Gowa. Namun Perjanjian
Bongaya bukanlah akhir dari perlawanan rakyat Gowa terhadap VOC sampai pada jatuhnya
Benteng Somba Opu perlawanan Gowa boleh dibilang meredup.

4. Jatuhnya Benteng Somba Opu (Akhir Perlawanan Gowa)

Walau sangat merugikan Kerajaan Gowa, tetapi Perjanjian Bungaya sebenarnya bukan
peristiwa yang menandakan jatuhnya kekuasaan Kerajaan Gowa ke tangan VOC Belanda.
Kejatuhan Kerajaan Gowa sebenarnya terjadi ketika Somba Opu berhasil dikuasai VOC.

Setelah penandatanganan Perjanjian Bungaya, Kerajaan Gowa mulai kehilangan kendali di


wilayah kekuasaannya yang cukup luas. Terbatas dalam mengambil kebijakan terkait dengan
perdagangan. Walau begitu, kerajaan ini masih sebagai kerajaan berdaulat.

Di lain pihak, walau banyak keuntungan yang didapat VOC, tetapi belum lega jika belum
menguasai ibukota Kerajaan Gowa: Somba Opu. Oleh karena itu, mereka melakukan blokade
ketat terhadap armada laut Gowa. Tidak ada yang boleh keluar-masuk dari perairan Somba Opu.

Karena Somba Opu memiliki benteng terkuat yang dimiliki Kerajaan Gowa, VOC belum berani
frontal menyerang. Mereka menunggu bala bantuan dari Batavia datang. Sambil menunggu itu,
walau sudah ditandatangani Perjanjian Bongaya, mereka berulang kali mencoba melakukan
perundingan lagi. Tapi, gagal.

Baru pada pertengahan April 1669, pasukan VOC melancarkan serangan besar-besaran ke
Somba Opu. Sultan Hasanudin memimpin sendiri pasukannya menahan serangan VOC.

Halaman 9
Penyerangan pasukan VOC ke Benteng Somba Opu ini diceritakan panjang lebar oleh sejarawan
Belanda, F.W. Stapel dalam bukunya, Cornelis Janszoon Speelman. Judul buku yang mengambil
nama panglima VOC saat melakukan penyerangan ke Kerajaan Gowa.

Pasukan Gowa bukannya diam saja. Sesekali mereka menyerang posisi pasukan VOC, tetapi
gagal. Pada awal Juni 1669, pasukan VOC berhasil mendekati dinding Benteng Somba Opu. Dua
minggu kemudian, 15 Juni, pasukan VOC melakukan serangan. Terjadilah pertempuran sengit
selama 24 jam dalam dua hari.

Setelah itu, pada 19 Juni, pasukan VOC berhasil menguasai dan membobol tembok bagian depan
benteng. Tapi, perlawanan dari pasukan Gowa tidak surut. Akhirnya, pada 24 Juni, benteng
berhasil dikuasai. VOC butuh sekitar sembilan hari untuk dapat menguasai benteng terkuat
sekaligus ibukota Kerajaan Gowa. Benteng itu kemudian dihancurkan, karena VOC khawatir
kekuatan Kerajaan Gowa bangkit lagi.

Dengan jatuhnya Benteng Somba Opu, secara de facto Kerajaan Gowa benar-benar
takluk di tangan VOC. Sultan Hasanudin dengan pasukan tersisa kemudian mendirikan Benteng
Gowa atau dikenal juga sebagai Benteng Anak Gowa.

Pasukan VOC sendiri tidak pernah menyerang benteng tersebut. Namun, menyodorkan
perjanjian perdamaian kembali. Hingga akhirnya, Sultan Hasanudin menyetujuinya walau ia
tidak pernah tunduk kepada VOC. Sekitar hampir setahun setelah jatuhnya Benteng Somba Opu,
Sultan Hasanudin wafat.

5. Kesimpulan

Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan besar yang berjuang mati-matian
melawan kaum Belanda yang telah menyimpangkan paham yang dianut oleh raja-raja mereka,
namun, karena kurangnya rasa persatuan pada waktu itu, membuat perlawanan yang dilakukan
oleh Kerajaan Gowa menjadi sia-sia, karena ulah Belanda yang menghasut Aru Palaka untuk
bersekutu dengan mereka. Perlawanan Gowa pun menjadi obat pahit bagi rakyatnya, dimana
mau tidak mau Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya dengan hasil
yang merugikan rakyat Gowa.

Meskipun perjuangan rakyat Gowa, terlebih Sultan Hasanuddin terlihat sia-sia di mata
sejarah, namun jasa Sultan Hasanuddin akan selalu diingat oleh seantero nusantara. Karena
beliau, para pejuang generasi selanjutnya pun tersadar, betapa pentingnya Bersatu, serta
membela Tanah Air tercinta yang digerogoti kaum penjajah. Dan bagi generasi sekarang, beliau
Halaman 10
mengingatkan kita, betapa sulitnya perjuangan orang-orang zaman dahulu melawan pedihnya
fitnah dan siksaan Belanda. Karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa tidak boleh menyia-
nyiakan darah pahlawan yang tertumpah di medan perang, hanya demi Indonesia Merdeka.

Halaman 11
DAFTAR PUSTAKA :

1. Sejarah Indonesia, PT. Thursina Mediana Utama, 2017, Buku Paket Mapel Sejarah

2. Perlawanan Umat Islam, Buku Skripsi UISBY.ac.id, diakses 24 Agustus 2019

3. Sejarah Kepahlawanan Hasannudin, Buku Skripsi, www.unikom.ac.id diakses 24 Agustus


2019

4. Benteng Somba Opu, Saksi Kegigihan Sang Ayam Jantan dari Timur, Artikel
www.liputan6.com diakses tanggal 24 Agustus 2019

Halaman 12
Halaman 13

Anda mungkin juga menyukai