Pada suatu waktu, Paccallaya dan kesembilan Raja Kecil murung karena tidak memiliki
seorang Raja. Maka dari itu, mereka meminta kepada Dewata untuk menurunkan
seorang raja untuk memerintah Kerajaan Gowa.
Di bawah pemerintahan Tumanurung Bainea, kesembilan Raja Kecil tadi memiliki hak
kedaulatan di daerahnya masing-masing.
Seiring berjalannya waktu, pada abad ke-15, setelah masa pemerintahan Tonatangka
Lopi, Raja Gowa ke-6, berakhir, terjadi konflik saudara di Kerajaan Gowa sampai
kerajaan terbelah menjadi dua. Konflik ini disebabkan karena perebutan tahta antara
dua putra Tonatangka Lopi, Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero.
Perebutan tahta dimenangkan oleh Batara Gowa. Karaeng Loe ri Sero kemudian turun
ke muara sungai Tallo dan mendirikan Kerajaan Tallo.
Akhirnya, pada masa pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallona,
Raja Gowa ke-9, Kerajaan Gowa dan Tallo membuat kesepakatan perdamaian “dua
raja tetapi satu rakyat” pada tahun 1528.
Kondisi Geografis
Posisi kerajaan Gowa-Tallo bisa dibilang sangat strategis. Kerajaan ini terletak di antara
wilayah barat, yaitu Malaka, dan timur Nusantara, yaitu Maluku. Hal ini menjadikan
Kerajaan Gowa-Tallo sebagai pusat perdagangan dari berbagai wilayah.
Karena menjadi bandar utama untuk memasuki wilayah timur yang kaya
rempah-rempah, kerajaan ini memiliki para pelaut tangguh yang siap memperkuat
barisan pertahanan laut Makassar.
Kerajaan Gowa-Tallo sangat cepat maju dan berkembang dalam bidang perdagangan
karena menguasai jalur perdagangan internasional
Berbicara soal pusat perdagangan, kondisi yang strategis ini juga berperan dalam
penyebaran Islam di Sulawesi karena banyak pedagang Islam yang datang.
Rakyat dari kerajaan ini berasal dari suku Makassar, mereka menempati wilayah ujung
selatan dan pesisir barat Sulawesi.
Ada sumber asing yang ditulis oleh Tome Pires, penulis asal portugis, yang
menceritakan tentang kemampuan pelayaran dan perdagangan rakyat Makassar.
"Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, negeri
Siam, dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam", katanya.
Kerajaan Gowa-Tallo kaya akan beras, bahan makanan, daging, dan kapur barus hitam.
Para pedagang dari kerajaan ini juga memasok banyak barang dagangan dari luar
negeri, seperti jenis pakaian dari Cambay, Bengal, dan Keling.
Di daerah Sulawesi Selatan juga ditemukan banyak peninggalan jenis keramik dari
masa Dinasti Sung dan Ming. Nah, apa artinya ini? Artinya Kerajaan Gowa-Tallo telah
menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok.
Kehidupan Politik
Kenapa dianggap masa puncak kejayaan? Karena kedua sultan tersebut membawa
Makassar sebagai daerah dagang yang maju. Bahkan wilayah kekuasaannya meluas
sampai ke Flores dan Pulau Solor di Nusa Tenggara.
Pada masa itu juga, Kerajaan Gowa-Tallo pernah terlibat perang besar dengan VOC,
atau serikat dagang Belanda. Perang ini dikenal dengan nama Perang Makassar, pada
tahun 1666-1669
Apa sih yang mendasari perang besar ini? Perang besar ini diakibatkan oleh cita-cita
Hasanuddin yang ingin menjadikan Makassar sebagai pusat perdagangan di Nusantara
bagian timur. Namun, hal ini berefek buruk pada Belanda. Cita-cita Hasanuddin
mengancam aktivitas ekonomi mereka.
Pertempuran ini berlangsung sengit selama 4 bulan. Dalam perang ini, Hasanuddin
berhasil memorak-porandakan pasukan Belanda di Maluku, makanya Hasanuddin
dapet julukan “Ayam Jantan dari Timur”.
Belanda sempat terdesak, maka dari itu mereka berhasil memaksa Hasanuddin untuk
menyepakati Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Tapi tidak sampai situ saja, pada tahun 1668, Hasanuddin membatalkan Perjanjian
Bongaya karena sangat merugikan pihak Gowa-Tallo dan isinya bertentangan dengan
hati nurani dan semboyan masyarakat Makassar. Nah, hal ini menyebabkan perang
antara Gowa-Tallo dan aliansi VOC yang dipimpin oleh Aru Palaka pecah lagi.
Kemudian Aru Palaka menyerang benteng Somba Opu pada tahun 1669
Kerajaan Gowa-Tallo tidak berdaya, alhasil VOC berhasil merebut benteng Somba Opu
dari Hasanuddin. Akibatnya, pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo kembali terpuruk dan
Sultan Hasanuddin turun tahta pada tahun 1669
Mapasomba ini udah diingetin sama Hasanuddin untuk menjalin kerja sama dengan
Belanda, biar eksistensi Kesultanan Makassar aman. Tapi Mapasomba ngeyel dan gigih
pada tekadnya untuk ngusir Belanda.
Akhirnya karena sifatnya yang keras dan ngeyel itu, Belanda mengerahkan Pasukan
besar-besaran.
Pada akhirnya, Kesultanan Makassar dikuasai penuh oleh Belanda. Ini menjadi akhir
atau masa runtuhnya Kesultanan Makassar.
Kehidupan Agama
Agama Islam mulai masuk di Sulawesi Selatan karena dakwah dari Datuk Ri Bandang
dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau.
Kemudian pada akhir abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo memasuki masa Islam dan
berubah menjadi Kesultanan.
Daeng Manrabia menjadi Raja Gowa-Tallo pertama yang memeluk agama Islam
dengan gelar Sultan Alauddin pada tahun 1605.
Setelah kerajaan Goa-Tallo ditaklukan oleh Belanda pada tahun 1824, ekonomi
kerajaan ini mengalami penurunan yang signifikan. Belanda tidak
memperhatikan pembangunan ekonomi di wilayah ini, sehingga sektor
perdagangan dan pertanian menjadi stagnan. Namun demikian, Belanda tetap
memanfaatkan kerajaan Goa-Tallo sebagai wilayah penghasil kayu dan hasil
bumi lainnya.
mereka sangat giat untuk melakukan usaha serta meningkatkan taraf kehidupannya,
bahkan tidak jarang masyarakat di antara mereka yang memilih untuk merantau guna
menambah penghasilan dan kemakmuran hidupnya.
norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan juga agama Islam
yang biasa disebut PANGADAKKANG. Masyarakat Makassar juga sangat percaya
terhadap norma-norma yang telah ditetapkan tersebut.
Selain norma yang harus ditaati oleh masyarakatnya, masyarakat Makassar juga
mengenal berbagai jenis golongan sosial Al yang terdiri dari golongan atas yang berarti
golongan bangsawan dan keluarganya disebut sebagai \\\\\\\’Anakarung/Karaeng\\\\\\\”,
Sedangkan untuk golongan kedua atau rakyat kebanyakan disebut sebagai \\\\\\\”to
Maradeka\\\\\\\” dan untuk golongan bawah yang merupakan para hamba-sahaya
disebut sebagai golongan \\\\\\\”Ata\\\\\\\”.