Pada pembahasan kali ini kita akan mengupas tentang sejarah kerajaan Gowa Tallo,
peninggalan kerajaan Gowa Tallo, Sumber sejarah kerajaan Gowa Tallo, dan asal-usul
kerajaan Gowa Tallo serta Silsilah kerajaan Gowa Tallo.
Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berdiri di daerah Sulawesi Selatan. Tahun
1605, raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia dan raja Tallo yang bernama Karaeng
Matoaya memeluk agama Islam.
Daeng Manrabia mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin dan Karaeng Matoaya
mengganti namanya menjadi Sultan Abdullah.
Sebagai penganut Islam, kedua penguasa kerajaan tersebut dimusuhi oleh himpunan
pedagang Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie = VOC) yang
ingin menguasai perdagangan di kawasan tersebut.
Hingga wafatnya pada tahun 1639, Sultan Alauddin tidak pernah mau menerima
kapal-kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik Gowa–Tallo.
Sepeninggal Alauddin, tahta raja diduduki oleh Sultan Muhammad Said. Seperti
halnya ayahnya, Sultan Muhammad Said tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang
menurutnya licik dan suka memaksa.
Kondisi ini diperparah oleh terjadinya pemberontakan seorang bangsawan Bone yang
bernama Aru Palaka pada tahun 1660. VOC yang membenci Sultan Hasanuddin memberikan
bantuan pada Aru Palaka.
Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat
itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC
yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis
dengan rajanya, Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari
kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang
Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Sejarah Awal
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan
nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa:
Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili.
Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk
membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan bahwa
Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.
Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa)
Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis
berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan
perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar
dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan
Gowa.
Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan
sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling
melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan
aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea
dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya
raja ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah
masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan
negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang
kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abad ke-16 dan ke-
17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah
Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone
ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Tunipalangga
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan
dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
1. Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng,
Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta,
Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di
selatan.
2. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke
Gowa.
3. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
4. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan,
sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
5. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
6. Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
7. Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas
dengan logam lain, dan membuat batu bata.
8. Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan
Sombaopu.
9. Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda
Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
10. Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak
(batakang), dan membuat peluru Palembang.
11. Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
12. Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya
dan sangat berani.
Abad ke-17
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan
Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha
menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan
VOC (Kompeni).
Abad ke-20
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja
Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga
kemudian mengalami masa penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem
pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang
Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi
bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan
menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo
pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa
pertama.
Keadaan Sosial-Budaya
Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa adalah nelayan dan
pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak
jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang
terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut
dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan
masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.