Anda di halaman 1dari 22

Kerajaan Sulawesi

Kelompok 4

Kelas X-10
IPS
Anggota :
- Farras Syahla A (16)
- Galih Giyarta (17)
- Indi Edellista (18)
- Iresta Golleo A (19)
- Keira Arumi W (20)

Sejarah Wajib
Awal masuknya Kerajaan
Sulawesi
Memasuki abad ke-15 Masehi, sisi selatan
Celebes atau Sulawesi sudah disinggahi
oleh saudagar alias kaum pedagang muslim
yang datang dari Timur Tengah, India, Cina,
atau Melayu.
Terjadinya persinggungan antara orang-
orang muslim dari luar dengan masyarakat
lokal serta kalangan bangsawan itulah
mulai muncul kerajaan bercorak Islam di
Sulawesi.
Kesultanan Gowa-Tallo

Sebelumnya, Kerajaan Gowa-Tallo bukan merupakan kerajaan Islam. Kala itu, Gowa-
Tallo sering menyerang dan berperang dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya,
seperti Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo. Berdasarkan catatan Amurwani Dwi dan
kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia (2014:73), terungkap bahwa Gowa-Tallo
berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya. Pada 1605 M, Kerajaan
Gowa-Tallo resmi menjadi kerajaan bercorak Islam dan sejak saat itu statusnya
berubah menjadi kesultanan. Sosok terkenal dari Kesultanan Gowa-Tallo adalah
Sultan Hasanuddin (1653-1669 M) yang kerap merepotkan penjajah Belanda atau
VOC. Perjuangan pahlawan nasional berjuluk Ayam Jantan dari Timur ini berakhir
setelah Perjanjian Bongaya pada 1667.
Sebab runtuhnya kerajaan Gowa-Tallo adalah karena pengkhianatan Raja Arupalaka
dari Bone dan Belanda berhasil mengalahkan Sultan Hasanuddin dengan
memaksanya menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Kehidupan Ekonomi Kehidupan Politik
Penyebaran Islam yang ada di wilayah
kerajaan gowa-tallo atau yang biasa Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk
disebut dengan kerajaan Makassar Robandang/Dato’ Ri Bandang yang berasal
merupakan kerajaan maritim dan dari Sumatera, sampai pada abad ke-17
kemudian berkembang menjadi pusat
Islam berkembang pesat di wilayah Sulawesi
perdagangan di wilayah Indonesia
Selatan, bahkan raja Makassar sendiri juga
bagian timur.
memeluk agama Islam.
Gua sebagai pusat perdagangan
Raja Makasar yang pertama kali memeluk
kemudian wilayah Makassar
agama Islam adalah Sultan Alaudin. Sejak
berkembang menjadi pelabuhan
kepemimpinan oleh Sultan Alauddin
internasional yang banyak disinggahi
Kerajaan Makassar tumbuh berkembang
oleh para pedagang asing seperti
pedagang yang berasal dari Portugis, menjadi Kerajaan maritim dan mengalami
Inggris, Denmark dan masih banyak perkembangan yang pesat pada masa
lagi para pedagang yang datang ke pemerintahan dari Raja Muhammad said
Makassar. pada tahun 1639 sampai tahun 1653.
Kehidupan Sosial Budaya
Kerajaan Makassar atau Kerajaan Gowa Tallo sebagai negara maritim, oleh
karena itu sebagian besar masyarakat Makassar memiliki mata pencaharian
sebagai nelayan dan juga pedagang.
mereka sangat giat untuk melakukan usaha serta meningkatkan taraf
kehidupannya, bahkan tidak jarang masyarakat di antara mereka yang
memilih untuk merantau guna menambah penghasilan dan kemakmuran
hidupnya.
Walaupun masyarakat Makassar memiliki kebebasan untuk berusaha guna
mencapai kesejahteraan hidupnya, akan tetapi kehidupan masyarakat
Makassar sangat terikat oleh norma dan juga adat istiadat yang dianggapnya
sakral.
norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan juga
agama Islam yang biasa disebut PANGADAKKANG. Masyarakat Makassar juga
sangat percaya terhadap norma-norma yang telah ditetapkan tersebut.
Selain norma yang harus ditaati oleh masyarakatnya, masyarakat Makassar
juga mengenal berbagai jenis golongan sosial Al yang terdiri dari golongan
atas yang berarti golongan bangsawan dan keluarganya disebut sebagai
‘Anakarung/Karaeng”,
Sedangkan untuk golongan kedua atau rakyat kebanyakan disebut sebagai “to
Maradeka” dan untuk golongan bawah yang merupakan para hamba-sahaya
disebut sebagai golongan “Ata”
Peninggalan Sejarah
1.Istana Balla 2.Benteng Somba Opu
Lompoa 3.Masjid Katangka
Kerajaan Bone
Kerajaan Bone mulai mengenal Islam sejak era We Tenriputtu (1602-1611 M)
menjadi mualaf. Akan tetapi, Islam baru resmi menjadi agama Kesultanan
Bone mulai masa kepemimpinan La Tenripale (1616-1631). Era selanjutnya,
yakni masa pemerintahan La Maddaremmeng (1631-1644), dikutip dari buku
Arung Palaka Sang Fenomenal (2016) karya Muhammad Idris Patarai, Bone
mulai menerapkan beberapa aturan syariat Islam. Masa jaya Kesultanan Bone
terjadi pada 1667 hingga 1669 atau setelah Perang Makassar. Namun, pada
1905, riwayat salah satu kerajaan Islam di Sulawesi Selatan ini berakhir setelah
ditaklukkan oleh Belanda.
Kesultanan Bone mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Ismail
Muhtajuddin, raja ke-24 wafat pada 1823 M. Setelah itu, kekuasaan dilanjutkan
oleh Arung Datu (1823-1835 M). Arung Datu berusaha merevisi Perjanjian
Bongaya yang disepakati Kerajaan Gowa dan VOC, hingga akhirnya memicu
kemarahan Belanda.
Kehidupan Ekonomi Kehidupan Politik
1.Kunjungan Raja Gowa secara formal dalam kunjungan kenegaraan,
dan berhasil membentuk hubungan persahabatan bilateral antara
Kerajaan Bone merupakan kerajaan
Gowa dengan Bone. Setahun kemudian, Raja Bone, La Uliyo Bote’e
maritim di wilayah timur. Perdagangan
melakukan pula kunjungan balasan ke Gowa dan berhasil membentuk
maritim : Perdagangan yang dilakukan dual alliance (Perjanjian Tamalate). Perjanjian tersebut berisikan bahwa
melalui wilayah laut.Meliputi kegiatan jual Bone dan Gowa bersepakat untuk saling memberikan bantuan militer
beli, barter, bahkan transit barang bilamana ada di antara mereka dalam keadaan bahaya ancaman
barang. Mata Pencaharian Kebanyakan militer. Ini merupakan sukses di bidang politik di masa kekuasaan La
dari masyarakat Bugis hidup sebagai Uliyo Bote’e.
2.Di masa kekuasaannya Raja bone V, La Tenrisukki berhasil memukul
petani dan nelayan. Di masa
mundur serangan militer Pajung Luwu, Dewaraja Batara Lattu (Perang
pemerintahan Arumpone I Benri Gau
Cellu). Paska Perang Cellu, Arumpone mengadakan perjanjian dengan
Daeng Marowa Arung Matajang, Kerajaan Datu Luwu yang disebut Polo Malelae’ ri Unnyi (Gencatan senjata di
Bone mencapai stabilitas dalam negeri Unnyi). Keseluruhan substansi perjanjian Unnyi tersebut tidak
yang mantap serta pertanian yang mengandung unsur yang menetapkan tentang pembayaran kerugian
berhasil. Raja perempuan pertama perang .Hal ini menunjukkan pendekatan kekeluargaan Arung Mangkaue
Kerajaan Bone (1470 – 1489) ini tidak La Tenrisukki kepada Datu Luwu. Berdasarkan substansi materi perjanjian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya Perjanjian Uunyi
meneruskan pendahulunya dalam
adalah perjanjian persekutuan antara Bone dan Luwu. Arti strategis Polo
perluasan wilayah kekuasaan tetapi aktif Malelae ri Unnyi bagi Bone, adalah suatu sukses di bidang politik dan
dalam upaya mengintensifkan perluasan militer. Dengan peristiwa tersebut menampatkan Bone dalam posisi
lahan pertanian. strategis dan prestise yang kuat terhadap kerajaan – kerajaan kecil di
sekitar Kerajaan Bone bahkan juga kerajaan – kerajaan lainnya di
kawasan Sulawesi Selatan.
Kehidupan Sosial Budaya
Sejarah Perjalanan Kasta di Kerajaan Bone Seperti halnya kasta-kasta di Bone merupakan
hasil penyusunan yang menjadi ketentuan atau pengaturan ( Wari) yang telah ditetapkan
raja Bone dimasa pemerintahan Lapatau Matanna (raja Bone ke-16 (1696-1714 M). Sejak
itulah susunan dan tingkatan derajat bangsawan di Bone diberlakukan bahkan masih ada
sampai sekarang. Pembagian masyarakat Bugis-Makassar dalam kasta-kasta atau
golongan- golongan adalah suatu faktor penting yang mempengaruhi kehidupan sosial,
ekonomi, dan religius dari masyarakat Bugis-Makssar di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Di
dalam buku “Latoa”, bahwa memelihara dan mempetahankan kasta-kasta adalah salah
satu syarat untuk menjadikan sebuah negeri bisa menjadi besar. Kasta-kasta di Bone dapat
diperinci atas tiga kasta utama, yaitu: 1. Anak Arung (anak raja-raja); 2. To-Maradeka
(orang-orang merdeka/orang-orang biasa atau kebanyakan); 3. Ata (hamba-sahaya
atau budak)
POLA PENATAAN SPATIAL Arsitektur rumah bangsa Bugis pada umumnya tidak bersekat-
sekat, tanpa serambi yang terbuka. Tangga depan biasanya terletak dibagian pinggir.
Didekat tangga tersedia tempat air untuk mencuci kaki. Tangga rumah dinaungi dengan
atap kemudian di kiri atau kanan tangga terdapat pegangan untuk menaiki rumah. Di
depan pintu masuk terdapat "Tamping" semacam ruang tunggu bagi tamu sebelum
dipersilakan masuk oleh tuan rumah. Posisi "Tamping" ini biasanya agak lebih rendah dari
lantai ruang utama rumah.
Peninggalan Sejarah

3. Bendera Kerajaan
• Stempel Kerajaan Bone Bone
2. Parang Badik
Kerajaan Wajo
Kerajaan Wajo berubah menjadi kesultanan yang
menganut ajaran Islam berkat pengaruh dari Kesultanan
Gowa-Tallo pada 1610. Selain Wajo, tulis Christian Pelras
dalam The Bugis (1996), Gowa-Tallo juga berhasil
mengislamkan negeri-negeri lainnya di Sulawesi Selatan
seperti Soppeng dan Bone. Selanjutnya, terjalin relasi yang
baik antara Kesultanan Wajo dengan Kesultanan Gowa-
Tallo. Seiring tamatnya Gowa-Tallo akibat Perjanjian
Bongaya pada 1667, Kesultanan Wajo juga menuai
keruntuhan tiga tahun berselang, yakni pada 1670.
Keruntuhan wajo ini awalnya disebabkan oleh keterlibatan
secara tidak langsung dengan Rumpa'na Bone dan saat
itu pun Belanda yang mengeluarkan politik pasifikasi yaitu
semua kerajaan di wilayah SULSEL tunduk penuh kepada
belanda.
Kehidupan Ekonomi Kehidupan Politik
Kerajaan Makassar yang terletak di Sulawesi
Pada pemerintahan La Salewangeng
itu sangat strategis. Kerajaan itu kemudian to tenrirua Arung Matowa ke 30, ia
berkembang pesat menjadi pusat
perdagangan. Kegiatan perekonomian
membangun Wajo pada sisi ekonomi
masyarakat Makassar bertumpu pada dan militer dengan cara membentuk
perdagangan dan pelayaran. Terlebih lagi
Masyarakat Sulawesi terkenal sebagai
koperasi dan melakukan pembelian
pelaut ulung dan pemberani dalam senjata serta melakukan pelatihan
mengarungi samudera.
penggunaan senjata. La
Berkembang Makassar sebagai pusat Maddukkelleng kemenakan La
perdagangan di wilayah timur Indonesia
mengakibatkan banyak pedagang asing Salewangeng menjadi Arung Matowa
seperti Portugis, Inggris dan Denmark 31 dilantik di saat perang. Pada
berdagang di Makassar. Dengan kapal jenis
pinisi dan lambo, pedagang Makassar zamannya ia memajukan posisi wajo
memegang peranan penting dalam secara sosial politik di antara
perdagangan di Indonesia.
kerajaan-kerajaan di sulsel.
Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial masyarakat kerajaan Makassar diwarnai
oleh ajaran agama Islam. Mayoritas masyarakat Makassar
beragama Islam sampai sekarang. Dwi tunggal Sultan
Alauddin dan Sultan Abdullah sangat giat mengislamkan
rakyatnya. Merkea juga berusaha meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya dengan berpegang teguh pada
keyakinan bahwa Tuhan menciptakan lautan untuk semua
hamba - Nya..
Peninggalan
Sejarah
• Makam La
Madukkeleng

2. Mushola Tua
Menge
3. Benteng Tosora
Kerajaan Soppeng
Sama seperti Wajo, Soppeng berubah menjadi kerajaan bercorak Islam akibat
pengaruh dari Kesultanan Gowa-Tallo, tepatnya pada 1609 M. Dikutip dari buku
Sejarah Sulawesi Selatan Jilid II (2004) suntingan Edward L. Poelinggomang dan A.
Suriadi Mappangara, pada 1905 Belanda berhasil menundukkan kerajaan-kerajaan di
Sulawesi Selatan, termasuk Kesultanan Soppeng. Setelah itu, negeri-negeri yang
berada di wilauah Soppeng dan sekitarnya dilebur menjadi satu pengelolaan yang
berada di bawah pengaruh Belanda.
Keruntuhan Kerajaan Soppeng adalah ada kekuasaan yg mengatur daerah Soppeng,
yaitu sebuah pemerintahan berbentuk demokrasi karena berdasar atas kesepakatan
60 pemukan masyarakat, namun saat itu Soppeng masih merupakan daerah yang
terpecah-pecah sebagai suatu kerajaan2 kecil. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Arung,
Sulewatang, dan Paddanreng serta Pabbicara yang mempunyai kekuasaan tersendiri.
Setelah kerajaan Soppeng terbentuk maka dikoordinir oleh Lili-lili yang kemudian
disebut Distrikvdi Zaman Pemerintahan Belanda.
Kehidupan Sosial Budaya
Pada awalnya, masyarakat Soppeng sudah mengenal kehidupan sosial budaya di mulai sejak zaman batu. Tidak ada
bukti yang bisa menjelaskan secara rinci bagaimana suasana kehidupan pada zaman batu. Hanya disebutkan dalam
catatan lontara, bahwa masa itu adalah masa kelam dan disebut hukum rimba, siapa yang kuat maka dialah yang
bertahan hidup.

Masa dalam istilah orang Bugis sianre balei tauwe. Artinya, orang hidup bagaikan ikan. Siapa yang bisa mengalahkan
yang lain, maka dia yang bisa mempertahankan kelangsungan hidup diri dan keluarganya. Masa kelam tak beradat ini
diperkirakan terjadi sekitar abad ke-14 atau tahun 1300-an Masehi.

Demikian kehidupan masyarakat manusia pada zaman prasejarah itu. Kehidupan hukum rimba ini diakhiri pada suatu
masa yang dikenal dengan masa datangnyaTo Manurung yang datang secara tiba-tiba menampakkan dirinya.
Masyarakat Soppeng meyakini bahwa kejadian ini akan menuntut mereka ke arah tata kehidupaan yang lebih baik.

Ketika itu pula, masyarakat Soppeng telah dihuni sekitar 60 kelompok-kelompok kecil yang yang diketuai oleh seorang
Matoa. Masing-masing kelompok ini yang diketuai oleh para Matoa hanya mementingkan kelompoknya dalam
mempertahankan kelangsungan hidup mereka.

Ketika masing-masing para Matoasudah mulai membangun peradaban di kelompoknya, perlahan-lahan mereka
membangun jalinan hubungan dengan kelompok lain. Hubungan antara kelompok masih sangat terbatas. Satu Matoa
tidak saling mempengaruhi dengan Matoa lain.
Peninggalan
Sejarah

2. Makam Jera Lompoe

3. Situs
• Makam Petta Bulu
Matanre Sewo
Kesultanan Buton
Kerajaan Buton sudah berdiri sejak 1332 M. Akan tetapi, kerajaan ini
resmi menjadi kerajaan bercorak Islam sejak kepemimpinan
Lakilaponto atau Halu Oleo yang kemudian dikenal sebagai Sultan
Murhum (1538-1584 M). Riwayat Kesultanan Buton amat panjang.
Meskipun sempat melemah akibat gangguan penjajah Belanda dan
konflik internal, namun kerajaan ini mampu bertahan cukup lama
hingga bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
menjadi kabupaten.
Meski berhasil memerangi Belanda, masa kemunduran Kesultanan
Buton ternyata justru datang karena konflik internal kerajaan.
Kekuatan kesultanan pun semakin melemah hingga Indonesia
merdeka. Pada akhirnya, Kesultanan Buton hanya dapat bertahan
hingga 1960, ketika sultan terakhirnya meninggal.
Kehidupan Ekonomi Kehidupan
Politikdengan bertambah
Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan
terutama bidang Politik Pemerintahan
Wilayah luasnya wilayah kerajaan serta mulai menjalin hubungan
kerajaan/kesultanan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe, dan
Buton sangat strategis. Muna. Demikian juga bidang ekonomi mulai diberlakukan
alat tukar dengan menggunakan uang yang disebut
Pedagang dari India, Kampua (terbuat dari kapas yang dipintal menjadi benang
Arab, Eropa maupun kemudian ditenun secara tradisional menjadi kain).
Cina lebih memilih Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan juga terjadi

untuk melalui jalur


perkembangan diberbagai aspek kehidupan antara lain
bidang politik dan pemerintahan dengan ditetapkannya
selatan Kalimantan Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton yaitu “Murtabat
untuk mencapai Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan

kepulauan rempah- kedudukan perangkat kesultanan dalam melaksanakan


pemerintahan serta ditetapkannya Sistem Desentralisasi
rempah di Maluku. (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie (Wilayah
Kecil).
Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat Buton terdiri dari berbagai suku bangsa. Mereka mampu mengambil
nilai-nilai yang menurut mereka baik untuk diformulasikan menjadi sebuah adat baru
yang dilaksanakan di dalam pemerintahan kerajaan/kesultanan Buton itu sendiri.
Berbagai kelompok adat dan suku bangsa diakui di dalam masyarakat Buton.
Berbagai kebudayaan tersebut diinkorporasikan ke dalam budaya mereka. Kelompok
yang berasal dari Tiongkok diakui dalam adat mereka. Kelompok yang berasal dari
Jawa juga diakui oleh masyarakat Buton. Di sana terdapat Desa Majapahit, dan
dipercaya oleh masyarakat sekitar bahwa para penghuni desa tersebut memang
berasal dari Majapahit. Mereka sampai di sana karena perdagangan rempah-
rempah. Dengan membuat pemukiman di sana, mereka dapat mempermudah
akses dalam memperolah dan memperdagangkan rempah-rempah ke pulau Jawa.
Beberapa peninggalan mereka adalah berupa gamelan yang sangat mirip dengan
gamelan yang terdapat di Jawa.
Imam-imam yang menjabat di dalam dewan agama juga dipercaya merupakan
keturunan Arab. Mereka dengan pengetahuan agamanya diterima oleh masyarakat
Buton dan dipercaya sebagai pemimpin di dalam bidang agama. Berbagai suku dan
adat tersebut mampu bersatu secara baik di dalam kerajaan/kesultanan Buton.
Apabila kita melihat kerajaan/kesultanan lain, perbedaan itu sering kali
memunculkan konflik yang berujung kepada perang saudara, bahkan perang
agama. Sedangkan di Buton sendiri tercatat tidak pernah terjadi perang antara satu
kelompok dengan kelompok lain, terutama bila menyangkut masalah suku dan
agama.
Peninggalan
Sejarah

3. Kasulana Tombi

• Benteng Keraton
Buton

2. Istana Malige 4. Masjid Agung Keraton


Buton

Anda mungkin juga menyukai