Anda di halaman 1dari 8

KERAJAAN – KERAJAAN DI MALUKU DAN SULAWESI

1. KERAJAAN GOWA-TALLO

Pada abad ke-15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya adalah dari suku
bangsa Makassar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu,Bone, Soppeng dan Wojo). Gowa dan
Tallo merupakan kerajaan yang memiliki hubungan baik.

Kerajaan ini juga dikenal dengan sebutan kerajaan Makassar. Kerajaan Gowa dan Tallo
terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah Sulawesi Selatan ini memilik
posisi yang sanagat bagus. Karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangna Nusantara.

Selain itu, Makassar juga menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang dari jalur
Barat maupun Timur. Hal ini mengakibatkan kerajaan Makassar berkembang menjadi
besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Kerajaan Gowa Tallo memiliki
pengaruh dalam kerajaan Islam di Indonesia.
Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang dengan kerajaan
lain yang ada di Sulawesi Selatan. Seperti dengan kerajaan Luwu, Bone, Soppeng, dan
Wajo. Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Wajo dikalahkan oleh Kerajaan Gowa-Tallo.
Ketiga Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng melaksanakan persatuan. Untuk
mempertahankan kemerdekaannya yang disebut perjanjian Tellum Pocco, sekitar tahun
1582. Sejak Kerajaan Gowa resmi sebagai kerajaan bercorak Islam pada tahun 1605, Gowa
meluaskan pengaruh politiknya.

Kerajaan-kerajaan yang patuh kepada Kerajaan Gowa-Tallo, antara lain Wajo pada 10 Mei
1610, dan Bone pada 23 Nopember 1611. Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan dilakukan
oleh para mubaligh yang disebut dengan Dato’ Tallu.
Antara lain Dato’ Ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal) Dato’ Ri Pattimang
(Dato’ Sulaemana atau Khatib Sulung), dan Dato’ Ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib
Bungsu). Itulah para Dato’ yang mengislamkan raja-raja kerajaan Islam di Sulawesi pada
waktu itu.

Yaitu raja Luwu Dato’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad. Beliau
masuk islam pada tanggal 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari 1605 M). Raja Gowa dan Tallo
yaitu Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Mallingkang Daeng Manyonri (Karaeng Tallo).

Beliau masuk islam pada Jumat sore, tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September
1605 M dengan gelar Sultan Abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa I Manga’ Rangi Daeng
Manrabbia. Beliau masuk Islam pada Jumat, tanggal 19 Rajab 1016 H atau 9 November
1607 M.
Dalam sejarah kerajaan Gowa, Perjuangan sultan Hasanuddin dalam mempertahankan
kedaulatannya melawan penjajah VOC sangat gencar. Peristiwa peperangan melawan
VOC terus berjalan dan baru berhenti sekitar tahun 1637-1678 M. Perang ini berhenti
setelah terjadi perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Dan perjanjian ini sangat merugikan
bagi pihak Gowa dan Tallo.

2. KERAJAAN WAJO

Menurut sumber sejarah kerajaan Wajo yang terdapat di hikayat Lontara Sukkuna Wajo.
Menceritakan bahwa Kerajaan Wajo ini didirikan oleh tiga orang anak raja dari Kampung
tetangga Cinnotta’bi. Yang berasaal dari keturunan dewa yang mendirikan
Kampung Cinnotta’bi. Dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian bangsa Wajo. Antra lain,
Batempola, Talonlereng dan tua.

Kepala keluarga mereka menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Sejak
saat itu, raja-raja di Wajo tidak lagi turun temurun. Namun, melalui pemilihan dari
seorang keluarga raja menjadi arung matoa (raja utama ).
Selama keempat arung-matoa dewan pangreh-praja diperluas dengan
tiga pa’betelompo (pendukung panji). 30 arung-ma’bicara (raja hakim), dan tiga duta.
Sehingga jumlah anggota dewan berjumlah 40 orang, mereka itulah yang memutuskan
segala perkara. Kerajaan Wajo memperluas daerah kekuasaannya sehingga menjadi
Kerajaan Bugis yang sangat besar.
Kerajaan Wajo pernah ditaklukan oleh kerajaan Gowa dalam upaya memperluas agama
Islam, dan tunduk pada tahun 1610. Diceritakan juga pada hikayat tersebut bahwa
bagaiman Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman mengajarkan agama Islam, terhadap
raja-raja Wajo dan rakyatnya. Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman memberikan
pelajaran tentang masalah kalam dan fikih.

Pada tahun 1643, 1660 dan 1667, kerajaan Wajo sering membantu kerajaan Gowa pada
peperangan baru dengan kerajaan Bone. Kerajaan Wajo juga pernah di taklukan oleh
kerajaan Bone. Tetapi karena didesak, maka kerajaan Bone takluk kepada kerajaan Gowa
dan Tallo.

3. Kerajan Ternate
Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore memiliki tata letak yang sanagt strategis
dalam dunia perdagangan pada waktu itu. Kedua kerajaan ini terletak di pulau Maluku.
Pada zaman dahulu, kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di dunia.
Sehingga di juluki sebagai “The Spice Island”. Rempah-rempah menjadi barang dagangan utama
dalam dunia pelayaran perdagangan pada waktu itu.

Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke 13 di Maluku. Ibu kota kerajaan Ternate terletak di
Sampalu (Pulau Ternate). Selain kerajaan Ternate, di Maluku juga ada kerajaan lain, seperti
Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi.

Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang paling maju diantara yang lainnya. Sehingga
kerajaan Ternate banyak di kunjungi oleh para pedagang. Baik itu dari Nusantara maupun
dari pedagang asing.

Kemunduran Kerajaan Ternate


Kemunduran kerajaan Ternate ini disebabkan karena diadu domba dengan kerajaan
Tidore. Pelaku adu dombanya adalah bangsa-bangsa asing (Portugis dan spanyol). Yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.

Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol. Kemudian mereka bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol keluar pulau Maluku.
Tapi kemenangan tersebut tidak beratahan lama, sebab VOC menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku. VOC juga menaklukan kerajaan Ternate dengan strategi dan
tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol.

4. Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore terletak disebelah Selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan
Tidore, raja pertama Ternate adalah Muhammad Naqal yang naik kedudukan pada tahun
1081 M. Agama Islam masuk di kerajaan Ternate pada tahun 1471 M, yang dibawa oleh
Ciriliyah (raja Tidore ke-9). Proses Islamisasi kerajaan Tidore dilakukan oleh Syekh Mansur
dari Arab.

Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku pada
tahun 1780-1805 M. Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-
sama melawan Belanda dengan bantuan Inggris.

Dalam peperangan melawan Belanda, akhirnya Ternate dan Tidore berhasil mengusir
Belanda dari Maluku. Semantar itu, Inggris tidak mendapat apa-apa, hanya saja hubungan
dagang biasa. Sultan Nuku ini memeng cerdik, berani, ulet dan selalu waspada.

Setelah berhasil mengusir belanda dan bangsa asing lainnya, kemakmuran rakyatnya
terus meningkat. Dan bisa merebut kembali daerah-daerah yang dulunya dikuasai oleh
bangsa asing. Meliputi pulau seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai dan
Papua.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore ini juga seperti kemunduran kerajaan Ternate. Sama-sam di
adu domba oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol). Dan Tujuannya pun sama dengan
kemunduran kerajaan Ternate.

5. Kerajaan Bone

Proses Islamisasi Kerajaan Bone tidak terlepas dari Islamisasi Kerajaan Gowa. Sultan
Alauddin (raja ke-14 Gowa) melakukan penyebaran islam secara damai. Pertama-tama
yang beliau lakukan adalah dakwah islam terhadap kerajaan-kerajaan tetangga.

Islam Masuk di Bone pada masa raja La Tenri Ruwa pada tahun 1611 M, dan dia hanya
berkuasa selama tiga bulan. Karena, Beliau telah menerima islam sebagai agamanya.
Padahal dewan adat Ade Pitue bersama rakyatnya menolak ajaran agama Islam.

Perlu diketahu, bahwa sebelum Sultan Adam Matindore Ri Bantaeng dan La Tenri Ruwa
masuk Islam. Ternyata sudah ada rakyat Bone yang telah berislam lebih duluan. Bahkan,
Raja sebelumnya yaitu We Tenri Tuppu karena mendengar sidendreng masuk agama
islam.

Beliau pun tertarik belajar agama Islam dan akhirnya wafat disana. Sehingga, beliau diberi
gelar Mattinroe Ri Sidendren.
Kerajaan Konawe
Islam Masuk di Kerajaan Konawe pada akhir abad ke 16. Dan kurang lebih 16 tahun
setelah kesultanan Buton menerima Islam. Islam masuk di kerajaan Konawe secara tidak
resmi pada masa pemerintahan Tebowo.

Islam masuk didaerah-daerah pesisir Pantai, yang langsung berhubungan dengan


pedagang-pedagang dari luar. Tapi, agama Islam yang dibawa oleh para pedagang belum
dapat diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Karena masyrakat pada
umumnya masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Pada masa pemerintahan Mokole Lakidende (raja Lakidende II) sekitar abad ke -18 M.
Agama Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Mokole
Lakidende ini mendapat gelar Sangia Ngginoburu, karena beliau sebagai raja Konawe
yang memeluk Islam pertama kali.
Pada saat pemerintahan ayahnya, Maago Lakidende sudah belajar agama Islam dipulau
Wawonii. bahkan ketika beliau diangkat menjadi raja di konawe beliau tidak berada di
tempat kerajaan, tetap sementara di pulau Wawonii.

Setelah selesai belajar di Wawonii, beliau melanjutkan memperdalam seni baca Al-Qur’an
di Tinanggea. Selama memperdalam pengetahuan agama Islam. Pelaksana sementara raja
Konawe dialihkan ke Pakandeate dan Alima Kapita Anamolepo.

Mereka menjadi pejabat sementara pada abad yang sama (Ke-18). Kemudian dilanjutkan
oleh Latalambe, Sulemandara merangkap pelaksana sementara raja Konawe. Dan We
Onupe menjadi pejabat sementara, masing-masing pada abad ke-19.

Nah, itulah kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi dan Maluku. Semoga artikel saya kali ini
bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa menambah ilmu-ilmu sejarah serta
pengetahuan. Sekian dan Terima kasih

6. Kerajaan Konawe

Islam Masuk di Kerajaan Konawe pada akhir abad ke 16. Dan kurang lebih 16 tahun
setelah kesultanan Buton menerima Islam. Islam masuk di kerajaan Konawe secara tidak
resmi pada masa pemerintahan Tebowo.
Islam masuk didaerah-daerah pesisir Pantai, yang langsung berhubungan dengan
pedagang-pedagang dari luar. Tapi, agama Islam yang dibawa oleh para pedagang belum
dapat diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Karena masyrakat pada
umumnya masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Pada masa pemerintahan Mokole Lakidende (raja Lakidende II) sekitar abad ke -18 M.
Agama Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Mokole
Lakidende ini mendapat gelar Sangia Ngginoburu, karena beliau sebagai raja Konawe
yang memeluk Islam pertama kali.

Pada saat pemerintahan ayahnya, Maago Lakidende sudah belajar agama Islam dipulau
Wawonii. bahkan ketika beliau diangkat menjadi raja di konawe beliau tidak berada di
tempat kerajaan, tetap sementara di pulau Wawonii.

Setelah selesai belajar di Wawonii, beliau melanjutkan memperdalam seni baca Al-Qur’an
di Tinanggea. Selama memperdalam pengetahuan agama Islam. Pelaksana sementara raja
Konawe dialihkan ke Pakandeate dan Alima Kapita Anamolepo.

Mereka menjadi pejabat sementara pada abad yang sama (Ke-18). Kemudian dilanjutkan
oleh Latalambe, Sulemandara merangkap pelaksana sementara raja Konawe. Dan We
Onupe menjadi pejabat sementara, masing-masing pada abad ke-19.

Anda mungkin juga menyukai