Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Kerajaan Islam di
Pulau Maluku

DISUSUN:

SITI FATIMAH

MUHAMMAD NANDAR

SRI JUNITA RAHAYU

RAMADHAN UBADAH ASY-SYAKURU


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil


bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman
antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero
dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke
Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-
kepulauan lainnya. Kerajaan Ternate adalah kerajaan
terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini
sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi
Ternate pada tahun 1512, raja Ternate adalah seorang
Muslim, yakni Bayang Ullah.

Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam


di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah
teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah
Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian
kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan
pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainul Abidin
yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama
berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
permasalahan dalam makalah ini adalah kerajaan-
kerajaan Islam apa saja yang ada di pulau Maluku?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerajaan Tanah Hitu

Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat


perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran
yang sangat penting di Maluku, di samping melahirkan
intelektual dan para pahlawan pada zamannya.
Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam
Ridjali, Tagglukabessy, Kakiali, dan lainnya yang tidak
tertulis di dalam sejarah Maluku sekarang, yang beribu
kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum
kedatangan imperialisme barat ke wilayah nusantara.
Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan
berbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti
Kesultanan Tuban, Kesultanan Banten, Sunan Giri di
Jawa Timur dan Kesultanan Gowa di Makassar seperti
dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu,
begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di
Maluku (Al Jazirah Al Muluk; semenanjung raja-raja)
seperti Kerajaan Huamual (Seram Barat), Kerajaan Iha
(Saparua), Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore,
Kesultanan Jailolo dan Kerajaan Makian.
Sesudah perginya Portugis, Belanda makin
mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan benteng
pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai
kaki Gunung Wawane. Akibat politik adu domba yang
dilancarkan oleh Belanda maka ketiga perdana
(Perdana Totothatu, Perdana Jamilu dan Perdana
Patituban) pergi meninggalkan Hitu dan mendirikan
negeri baru, dan kemudian Negeri tersebut dinamakan
Negeri Hila yaitu negeri Hila sekarang dan negeri asal
mereka negeri Hitu berganti nama menjadi negeri Hitu
yang lama.
Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan
kemudian mendirikan kongsi dagang bernama VOC
pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara
Belanda dengan Kerajaan Tanah Hitu, karena
mendirikan monopoli dagang tersebut. Puncaknya
terjadi Perang Hitu II atau Perang Wawane yang
dipimpin oleh Kapitan Pattiwane II keturunan dari
perdana Patituban dan Tubanbesi II, yaitu Kapitan
Tahali Elei tahun 1634 -1643. Perlawanan terakhir yaitu
Perang Kapahaha (1643 – 1646) yang dipimpin oleh
Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam
Ridjali setelah Kapitan Tahali Elei menghilang.
Berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat
menguasai Jazirah Lei Hitu.

Belanda melakukan perubahan besar-besaran


dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu
yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari
setiap uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan
Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan
pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi
dua daerah administrasi yaitu Hitulama dengan
Hitumessing dengan politik pecah belah inilah
(devide et impera). Belanda benar-benar
menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu
sampai akar-akarnya.

B. Kerajaan Iha

Kerajaan Iha adalah sebuah kerajaan Islam yang


terletak di Pulau Saparua, Maluku. Di Pulau Saparua
sampai pada masa penjajahan Belanda ada dua
kerajaan yang terkenal yaitu Iha dan Honimoa (Siri Sori
Islam). Kedua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh
ini sempat dikenal sebagai sapanolua artinya dua
sampan atau dua perahu. Yang dimaksudkan ialah
pulau Saparua mempunyai dua jasirah yang besar yang
di atasnya berkuasa dua orang raja dengan tanahnya
yang sangat luas itu yaitu di sebelah utara Raja Iha
dengan kerajaannya dan di sebelah tenggara Raja
Honimoa (Siri Sori dengan Kerajaannya).
Kerajaan Iha terlibat dalam sebuah perlawanan
melawan kolonial Belanda yang disebut Perang Iha
(1632-1651) yang mengakibatkan kerajaan ini
kehilangan sebagian daerah dan rakyatnya sehingga
kemudian mengalami kemunduran.
C. Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan
Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di
Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan
Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur
Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki
peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad
ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate
menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya.
Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup
wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan
tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh
Kepulauan Marshall di Pasifik.
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad
ke-13. Penduduk Ternate awal merupakan warga
eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang
momole (kepala marga). Merekalah yang pertama-tama
mengadakan hubungan dengan para pedagang yang
datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah.
Penduduk Ternate semakin heterogen dengan
bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang
semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang
dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna
pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk
membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan
mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu
terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama
dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272).
Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang
dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan
ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai
Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang
menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin
besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian
orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate
daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa
generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang
dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah
pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Sepeninggal Sultan Baabullah, Ternate mulai
melemah, Kerajaan Spanyol yang telah bersatu dengan
Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali
Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan
baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina,
Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk
menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said
Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke
Manila.
Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa
Ternate meminta bantuan Belanda pada tahun 1603.
Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun
dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya
secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada
tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani
kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan
bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607
pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate
yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak
seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan
ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate.
Di antaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja
muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja
Ternate ini memimpin oposisi yang menentang
kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan
perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual
rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
Imperium Nusantara timur yang dipimpin Ternate
memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17
namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan
sejarah yang panjang masih terus terasa hingga
berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat
besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur
khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan
Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat-istiadat
dan bahasa.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam,
Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya
pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di
wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina.
Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat
Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan
Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua
kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang
berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan
Baabullah dalam mengusir Portugal pada tahun 1575
merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara
atas kekuatan barat, oleh karenanya Buya Hamka
bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah
menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama
100 tahun sekaligus memperkukuh kedudukan Islam,
dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah
timur Indonesia akan menjadi pusat Kristen seperti
halnya Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang
berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa
Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah
yang berada di bawah pengaruhnya. Prof E.K.W.
Masinambow dalam tulisannya, “Bahasa Ternate dalam
konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non
Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate
memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu
yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak
46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari
Bahasa Ternate. Bahasa Melayu Ternate ini kini
digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi
Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan,
Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda-beda.
Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu
Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8
November 1521 diakui sebagai naskah Melayu tertua di
dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Kedua
surat Sultan Abu Hayat tersebut saat ini masih
tersimpan di Museum Lisabon, Portugal.
D. Kesultanan Bacan
Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang
berpusat di Pulau Bacan, Kepulauan Maluku. Raja
Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski
berada di Maluku, wilayahnya cukup luas hingga ke
wilayah Papua Barat. Banyak kepala suku di wilayah
Waigeo, Misool yang terletak di Raja Ampat dan
beberapa daerah lain yang berada di bawah
administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.
E. Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang
berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara,
Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar
abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai
sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru,
Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua
barat. Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore
menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi
kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang
bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya
Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena
protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran
terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi
salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku.
Terutama di bawah kepemimpinan Sultan
Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil
menolak penguasaan VOC terhadap wilayahnya dan
tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate.
Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja
Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik
takhta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14,
agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore
oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang
bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur
dari Arab.
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena
diadu domba dengan Kesultanan Ternate yang
dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis)
yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil
rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan
Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba
oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu
dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam di Maluku Utara memiliki sejarah yang
panjang. Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan
hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak
zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang
seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu
mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan
kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di
kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun
1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate
pada tahun 1512, raja Ternate adalah seorang Muslim,
yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi
representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan
Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi
sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan
Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga
Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk
Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada
tahun 1521. Pada tahun yang sama berdiri pula
Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-
ajaran Islam dalam pemerintahannya.

Anda mungkin juga menyukai