Anda di halaman 1dari 12

BAB III

SEJARAH KESULTANAN TERNATE

A. Awal Berdirinya Kesultanan Ternate


Sejarah Maluku sebelum kedatangan Portugis adalah sejarah yang diduga
atau belaka saja, karena tidak ada catatan sejarah peninggalan-peninggalan
arkeologi penting. Bahkan Maluku juga sama sekali tidak mendekati kepada arus
civilisasi yang maju sampai masa mulai menyebarkanya Islam pada abad ke-15
M.1
Menurut Des Alwi2 yang bersumber dari Naskah Tua Ternate, pada awalnya
Ternate diduduki oleh pelarian-pelarian yang telah menentang kekuasaan
penguasa lain dari Jailolo. Profil pemimpin Ternate pertama yang cukup
berpengaruh adalah seorang yang bernama Guna seorang kepala Desa Tabona
yang bertempat tinggal di ketinggian lereng kepundan Merapi.
Kata “Ternate” menurut Kamus Bahasa yang disusun oleh Drs. Rusli Andi
Atjo disebutkan sebagai tara no ate yang artinya turun ke bawah dan pikatlah ia,
maksudnya turun dari tempat yang tinggi (gunung atau kayangan) untuk memikat
para pendatang supaya bekenan untuk menetap di pantai (negeri ini). Kata tara
juga berarti ke bawah (arah selatan) ini berarti bahwa letak/posisi kota Ternate
pertama adalah di bagian selatan Pulau Gapi.3
Pulau Gapi (kini Ternate) berdiri pada abad ke-13, beribu kota di Sampalu.
Penduduk Ternate awalnya merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya
di Ternate terdapat empat kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang
momole (kepala marga). Merekalah yang pertama-tama mengadakan hubungan
dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru untuk mencari rempah-
rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang
Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktitivitas perdagangan yang
semakin ramai, ditambah ancaman yang sering datang dari para perampok, maka
atas prakarsa Momole Guna, pemimpin Tobona, diadakan musyawarah untuk

1
Des Alwi, Op. Cit, Hal: 294
2
Ibid, Hal: 295
3
Adi Sudirman, Op. Cit, Hal: 165

31
membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin
tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 M, Momole Ciko, pemimpin Sampalu, terpilih dan diangkat
sebagai kalano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272
M). Kerajaan Gampi berpusat di kampung Ternate yang dalam perkembangan
selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga penduduk menyebutnya dengan
sebutan “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam
Lamo dengan Gamalama).
Semakin besar dan populernya kota Ternate kemudian orang lebih suka
mengatakan Kesultanan Ternate dari pada Kerajaan Gampi. Di bawah pemimpin
beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan
yang memiliki wilayah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Sejarah berdirinya Kesultanan Ternate dibangun pada tahun 1257 M oleh
Syekh Jafar Shadiq yang hijrah dari Makkah Arab Saudi. Sepeninggal Jafar,
keempat puteranya kemudian melanjutkan dan menjadi penguasa di empat
wilayah yang berbeda di Maluku Utara, namun seorang Puteranya yang bungsu
bernama Baab Mashur Malamo diangkat oleh ketiga kakaknya untuk memegang
pemerintahan di Ternate.4
Ketika masa kepemimpinan Marhum5 berakhir, tahta Kerajaan Ternate
digantikan anaknya yang bernama Zainal Abidin. Pada awal kepemimpinannya
gelar Sultan mulai diterapkan sebagai identitas pemimpin Kerajaan. Dengan
demikian secara de facto struktur pemerintahan Kerajaan Ternate telah berganti
menjadi Kesultanan Ternate. Seiring dengan pergantian gelar tersebut
menunjukkan bahwa pada masa Marhum Islamisasi baru sampai tahap transisi.
Tampaknya Marhum menyadari betul bahwa Islam benar-benar sebuah pilihan
sehingga berimplikasi pada pentingnya mempelajari dan mendalami Islam. Oleh
karena itu, Marhum berupaya mendidik anaknya, Zainal Abidin, mempelajari
Islam dibawah bimbingan Maula Husein dan memperoleh pendidikan Islam

4
Edhie Dea, Op. Cit, Hal: 115
5
Marhum adalah raja pertama Ternate (1465-1495 M)

32
secara formal di sekolah tinggi Gresik yang dipimpin langsung oleh Sunan Giri
tahun 1495.6
Semakin besar dan populernya kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih
suka mengatakan Kesultanan Kesultanan Ternate dari pada kerajaan Gapi,
dikarenakan terjadinya pergesaran perubahan jaman sehingga makna kerajaan
Gapi berubah menjadi kerjaan Ternate berkisar abad ke-13. Hal ini, dipercayai
dapat mengangkat nama Kesultanan Ternate ke jendela dunia. Di bawah pimpinan
beberapa generasi penguasa berikutnya Ternate berkembang dari sebuah kerajaan
yang hanya berwilayah sebuah pulau kecil menjadi kerajaan terbesar di bagian
Timur Indonesia khususnya Maluku.7
Setelah Sultan Zainal Abidin, pemerintahan di Ternate berturut-turut
dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun dan Sultan Baabullah. Pada masa
pemerintahan Hairun, di Maluku kedatangan bangsa Barat seperti bangsa
Portugis, Spanyol dan Belanda. Bangsa Portugis yang pertama kali menjalin
hubungan perdagangan. Portugis memaksa melakukan monopoli perdagangan.
Tentu saja hal itu ditantang Ternate sehingga menjadi perang terbuka. Pada tahun
1575 M Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate. Wilayah dan
pengaruh Sultan Baabullah sangat luas yang meliputi Mindanao, seluruh
kepulauan di Maluku, Papua dan Timor.8
Pada abad k-15, para pedagang dan ulama dari Maluku dan Jawa
menyebarkan Islam ke sana. Dari sinilah muncul kerajaan Islam Maluku yang
disebut Maluku Raha (Maluku empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin oleh Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Pada masa kesultanan itu
berkuasa, masyarakat Muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu,
Haruku, Makyan dan Halmahera.
Kesultanan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima
bersaudara dengan wilayah mencangkup kepulauan Ternate, Obi, Bacan, Seram
dan Ambon. Bangsa barat yang pertama kali datang di Maluku ialah Portugis
(1512) yang kemudian bersekutu dengan Kesultanan Ternate. Untuk

6
M. Adnan Amal, Op. Cit, Hal: 62-65
7
Irnawati Gani Arif, Kesultanan Ternate Pada Abad XVI-XVII, (Skripsi),(Makassar Fakultas Adab
dan Humaniora Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, UIN Alauddin, 2017), Hal: 4
8
Irnawati Gani Arif, ibid , Hal: 6-7

33
menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol, maka pada tahun 1529
diadakan perjanjian Saragosa yang isinya bangsa Spanyol harus meninggalkan
Maluku dan memutuskan kekuasaanya di Filiphina dan bangsa Portugis tetap
tinggal di Maluku.
Atas kematian Sultan Hairun, rakyat Maluku bangkit menantang bangsa
Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabullah yaitu putra dan pengganti Sultan
Hairun. Setelah digempur selama 5 tahun, benteng Sao Paulo berhasil diduduki
oleh Ternate tahun 1575. Orang-orang Portugis yang menyerah tidak dibunuh
tetapi harus meninggalkan Ternate dan pindah ke Ambon.
Sultan Baabullah dapat meluaskan daerah kekuasaanya di Maluku. Letak
daerah kekuasaanya terbentang antara Sulawesi dan Irian; ke arah Timur sampai
Irian, arah Barat sampai pulau Buton, arah Utara sampai Mindanao Selatan
(Filipina) dan arah Selatan sampai dengan pulau Bima (Nusa Tenggara) sehingga
ia mendapat julukan “Tuan dari Tujuh Pulau dua Pulau”.
Pada abad k-17, bangsa Belanda datang ke Maluku dan segera terjadi
persaingan antara Belanda dan Portugis. Belanda akhirnya berhasil menduduki
benteng Portugis di Ambon dan dapat mengusir Portugis dari Maluku tahun 1605.
Belanda yang tanpa ada saingan kemudian melakukan tindakan yang sewenang-
wenang yakni:
1. Melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi (rempah-
rempah) kepada VOC (contingenten)
2. Adanya perintah penebangan/perusahaan tanaman rempah-rempah di
pasaran turun (hak ekstirpasi) dan penanaman kembali secara serentak
apabila harga rempah-rempah di pasaran naik/meningkat
3. Mengadakan pelayaran Hongi (patrol laut) yang diciptakan oleh Frederic
de Houtman (Gubernur pertama Ambon) yakni sistem perondaan yang
dilakukan VOC dengan tujuan untuk mencegah timbulnya perdagangan
gelap dan mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan di seluruh
Maluku.
Tindakan-tidakan penindasan tersebut membuat rakyat hidup tertekan dan
menderita, sebagai reaksinya rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata lawan
VOC. Pada tahun 1635-1646 rakyat di Kepulauan Hitu bangkit Melawan VOC di

34
bawah pimpinan Kakiali dan Teluk Besi, pada tahun 1650 rakyat Ambon
dipimpin oleh Saidi, kemudian di daerah lain seperti Seram, Haruku, dan Saparua,
namun semua perlawanan berhasil dipadamkan oleh VOC. Sampai akhir abad ke-
17 tidak ada lagi perlawanan besar. Akan tetap pada abad ke-18 muncul lagi
perlawanan besar yang mengguncang kekuasaan VOC di Maluku.
Dari segi sosial, kedatangan Portugis di Kepulauan Maluku bertujuan menjalin
perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin
mengembangkan agama Katolik. Sultan Hairun adalah tokoh yang paling keras
melawan orang Portugis dan usaha kristenisasi di Maluku. Tokoh missi Katolik
yang pertama di Maluku adalah Fransiscus Zaverius, tahun 1546 M ia berhasil
membuat sebagian dari penduduk Maluku memeluk Katolik.9
Seperti sudah diketahui sebagian dari daerah Maluku terutama Ternate
sebagian penduduknya sudah masuk agama Islam. Oleh karena itu, ada perbedaan
agama dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan
antara pemeluk agama itu. Bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan
akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam
bidang pemerintahan sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda ke Maluku, semua orang yang sudah
memeluk agama Katolik harus berganti agama menjadi agama Protestan. Hal ini
menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dan kehidupan rakyat
semakin tertekan, yang akhirnya menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat
Maluku kepada kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman
kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang
kompeni Belanda.10
Di sektor budaya, Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan
Nusantara bagian Timur khususnya Sulawesi (Utara, Pesisir Selatan dan Pesisir
Timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencangkup agama, adat istiadat dan bahasa.
Kedudukan Ternate sebagian kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat
derajat bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang
berbeda di bawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya
“Bahasa Ternate dalam konteks Bahasa-bahasa Austronesia dan Non Austronesia”
9
Adi Sudirman, Op. Cit, hal 169
10
Ibid, hal: 170

35
mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa
Melayu yang digunakan masyarakat Timur Indonesia, sebanyak 46% kosakata
bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu-Ternate
kini digunakan secara luas di Indonesia Timur, terutama Sulawesi Utara, Pesisir
Timur, Sulawesi Tengah dan selatan, serta Maluku dan Papua dengan dialek yang
berbeda-beda.11

B. Awal Masuknya Islam Ke Ternate


Penyebaran Islam di Indonesia tidak lepas dari peran saudagar muslim, ulama
dan mubaligh melalui proses perdagangan, hubungan sosial dan pendidikan para
ulama Jawa yang terkenal dengan sebutan “wali Sembilan.” Beberapa sejarawan
menyebutkan bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7. Ada pula
pendapat lain yang menyatakan pada abad ke-13 agama Islam dibawa dan
dikembangkan oleh para saudagar muslim dari Gujarat Persia. Agama Islam
disebarkan dimulai dari daerah pesisir hingga ke daerah yang terletak di daerah
terpencil (pedalaman).12
Menurut Ricklefs, penyebaran Islam di Nusantara berlangsung melalui dua
peroses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan pemeluk agama Islam
yang datang ke wilayah Nusantara kemudian penduduk pribumi menganut agama
Islam, kedua orang-orang asing seperti Arab, India dan Cina yang telah beragama
Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah, kemudian melakukan
perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal.13
Lebih jauh lagi motif penyebaran Islam merupakan akibat dari ancaman
agama Kristen yang mendorong penduduk Nusantara masuk Islam. Jadi,
masuknya Islam akibat dari persaingan antara Islam dan Kristen untuk
memenangkan pemeluk baru Indonesia. Penyebaran Islam di Nusantara terjadi

11
Ibid, hal: 171-172
12
Ahmad Choiriyah Bhaktiana, Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam Di Pulau Ternate
Hingga masa Kesultanan, dimuat oleh http://uinsby.ac.id, dikutip pada hari selasa tanggal 19
November 2019 pukul: 18.12
13
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2400, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2014), Hal: 27

36
ketika persaingan dan konflik semakin sengit di antara bangsa Portugis dan para
pedagang Muslim.14
Namun secara umum proses masuk dan berkembangnya agama Islam ini
berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan oleh penguasa
Muslim untuk mengislamkan rakyat atau masyarakat. Secara umum mereka
menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan praktik keagamaan lain.
Hal tersebut menyebabkan konsep masuknya Islam atau Islamisasi masih
dicampuradukan dengan “datang” (terdapat bekas Islam di suatu tempat),
“berkembang” (masjid ditemukan) dan munculnya Islam sebagai kekuatan politik
(sultan memerintah).15
Bahwa apapun teori Islamisasi yang dijelaskan di atas, kedatangan Islam ke
daerah Maluku sangat mengandalkan jalur perdagangan yang terbentang antara
pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Menurut
tradisi setempat, bangsa Arab datang ke Maluku sejak abad ke-15 M. Raja Ternate
yang ke-12 bernama Molomasetija (1465-1468 M) telah bersahabat akrab dengan
orang Arab, tetapi hubungan kekerabatan tersebut tidak berpengaruh pada
penyebaran Islam. Penyebaran Islam di Ternate ketika masa pemerintahan Kolano
Marhum16 (1465-1468 M) oleh seorang ulama dari Jawa bernama Husein.
Pendatang dari Jawa ini telah membuat raja dan orang-orang di Maluku tertarik
akan ajaran Islam, dengan demikian maka Maula Husein berhasil meng-Islamkan
banyak orang di daerah itu.
Ternate sebagai kota dan sekaligus menjadi pusat aktivitas perdagangan
rempah-rempah bukan hanya daerah Nusantara melainkan dunia internasional
maka sistem perdagangan terbuka telah dipraktikkan pada saat itu. Ternate
merupakan saksi sejarah atas dominasi Islam sebagai sebuah ideologi masyarakat
saat itu.17 Sebelum masuknya agama di Kepulauan Maluku, masyarakat Maluku
sudah mengenal semacam kepercayaan yang disebut “Agama asli”. Agama asli

14
B.J.O. Schrieke, Indonesia Sociological Studies, Vol II, (The Hague dan Bandung: W. van
Hoeve, 1957), Hal: 232-237
15
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (Jakarta: LP3ES, 1979), Hal:
1
16
Kolano Marhum adalah raja pertama yang menerima Islam. Namun, sampai akhir hayatnya ia
tidak memakai gelar Sultan, tetapi dimakamkan secara Islam. Lihat M. Adnan Amal, Op. Cit, Hal
62
17
Irnawati Gani Arif, Op. Cit, Hal: 24

37
atau kepercayaan asli ini pada umumnya adalah kepercayaan kepada animisme
dan dinamisme. Selain itu masyarakat juga sudah mengenal kepercayaan pada
satu roh atau zat tertinggi yang menciptakan segala sesuatu. Pola kepercayaan
lama ini masih tetap hidup pada penduduk di daerah-daerah pedalaman yang
belum terjangkau oleh agama Islam dan agama Kristen.18
Setelah Kolano raja Ternate memeluk agama Islam adalah Zainal Abidin
(1486-1500), ia tidak hanya sekedar masuk Islam melainkan juga berupaya dalam
peroses perkembangan Islam di Maluku. Ia mendapat ajaran agama tersebut dari
Madrasah Giri di Jawa.19
Menurut pengetahuan umum bahwa masuknya agama Islam di Ternate dalam
tiga Periode, yaitu periode awal, periode pertengahan dan periode diterimanya
Islam oleh Kesultanan.20

1. Periode Awal
Periode ini dimulai pada masa perdagangan orang-orang Arab ke daerah
ini untuk membeli rempah-rempah, berupa cengkeh, pala dan fuli, lalu
dibawa ke Eropa. Periode ini berlangsung pada pertengahan abad ke-7 M.
Masuknya orang-orang Arab ke daerah ini paling tidak memberi pengaruh
terhadap masyarakatnya. Terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih,
akan memberi peluang untuk memberi pengaruh antara satu dengan yang
lainnya.
2. Periode Pertengahan
Periode ini dimulai pada abad ke-7 M. Pada periode ini penyiaran Islam
telah disampaikan kepada penduduk, bahkan telah memasuki kawasan
kerajaan, baik Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo, bahkan masyarakat pada
umumnya. Periode ini ditandai dengan munculnya nama-nama raja yang
sudah dipengaruhi nama-nama Arab, dan diduga keras adalah pengaruh
ajaran Islam, seperti Mashur Malamo (1257-1272) yang nama aslinya Cico

18
Bambang Suwondo, Op. Cit, Hal: 58
19
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, hal: 60
20
Abd. Rahman I. Marasabessy, Masuknya Agama Islam di Ternate dalam pandangan Tokoh-
tokoh di Ternate (Sebuah Telaah Pemurnian Islam di Ternate) dalam Ed, G.A. Ohorella, Ternate
Sebagai Bandar di Jalur Sutera, ( Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997), Hal:83-89

38
untuk kerajaan Ternate lalu Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331). Dari
nama-nama raja yang telah ditemukan, jelas bahwa telah ada pengaruh
langsung dari Arab yang masuk ke daerah ini, terhadap para raja dari
kerajaan-kerajaan yang ada di daerah ini.
3. Periode Penerimaan Islam Oleh Kesultanan
Sultan Zainal Abidin adalah penguasa Ternate abad ke-15 M, yang juga
merupakan orang pertama di Ternate yang memakai gelar Sultan. Ini
dikarenakan ia sudah belajar Islam dari kecil dan memperoleh didikan formal
dari Maulana Husein, hingga ia belajar di sekolah tinggi Islam Gresik di
bawah pimpinan Sunan Giri, inilah yang disebut dengan penerimaan Islam
oleh Kesultanan. Dari hasil belajar Islam beberapa bulan di Giri, Zainal
Abidin berhasil membangun persahabatan dengan orang-orang yang
berpengaruh besar di Jawa. Ia juga kemudian bersahabat dengan penguasa
lokal yang dikunjunginya dalam perjalanan pulang setelah belajar agama
Islam, seperti penguasa Ambon dan Makassar. Bukan hanya kembali ke
kerajaan, Zainal Abidin juga membawa serta para sufi dari Jawa ke Ternate
untuk membantu dalam menyiarkan Islam pada kalangan istana maupun juga
kepada masyarakat Ternate, sehingga membentuk budaya masyarakat Islam
pada umumnya.

C. Kejayaan Kesultanan Ternate


Masa kejayaan Kesultanan Ternate ini, berlangsung di masa pemerintahan
Sultan ke-25 yaitu Baabullah yang memerintah sejak tahun 1570-1583 M. Ia
adalah sosok pahlawan Ternate yang berhasil mengobarkan semangat jihad rakyat
mengusir Portugis pada tahun 1575 M. Tetapi perang belum selesai bahkan
kekayaan rempah-rempah dari tanah Maluku ini tak membuat para perampok dan
penjajah dari barat itu surut untuk menguasai Ternate. Mereka baru berhasil
menaklukan Ternate pada tahun 1627 M di masa Sultan ke-30 yang bernama
Sailillah Kalano Hamzah dan terpaksa harus memindahkan pusat
21
pemerintahannya dari Limau Jojo ke Limau Jore-jore, sebelah Utara Ternate.

21
Op. Cit, hal: 115

39
Pada masa Sultan ke-19 yaitu Zainal Abidin tahun 1486-1500 M Ternate
mulai mengalami Kemajuan yang pesat. Bukan hanya di bidang keagamaan juga
di bidang ekonomi. Dalam bidang agama ia banyak membangun pusat pendidikan
dan mendatangkan para ulama dari Tanah Jawa dan mewajibkan para pegawai
daerah untuk mempelajari syariat Islam. Di bidang ekonomi Ternate menjadi
Bandar perdagangan yang amat ramai, yang dikunjungi oleh para pedagang dari
berbagai bangsa dan negeri.22
Sepeninggal Sultan Zainal Abidin, Bayan Sirullah atau disebut juga Abu
Hayat naik tahta pada tahun 1500-1522 M. Pada masa pemerintahanya, armada
Spanyol di bawah pimpinan Carvalhinho dan Goncalo tiba di Maluku pada
tanggal 8 November 1521 sementara Armada Portugis di bawah pimpinan
Antonio de Brito tiba di Ternate pada 1522.
Pada tahun 1529 M. Dom Jorrge de Maneses atau Malaka dengan sekutu-
sekutunya (Ternate dan Bacan) menyerbu dan mengalahkan Tidore. Kemudian
Portugis mulai turut campur dalam urusan pemerintahan Kesultanan dan ambisi
mereka yang juga ingin menyebarkan agama Kristen. Pada tahun 1533 tindakan
kasar dan anarkis Portugis dalam mengembangkan ajaran Kristen itu akhirnya
menimbulkan pemberontakan sehingga Sultan yang tadinya menjadi sekutu
Portugis, berbalik memusuhi. Penduduknya Tidore hingga Papua dimobilisasi
untuk mengusir Portugis. Benteng-benteng Portugis dibakar yang akhirnya
Portugis meminta bantuan dari armadanya di Malaka.23
Pada tahun 1536 M, Dewan Kerajaan menyetujui Kaicil Hairun sebagai
Sultan Ternate berikutnya hingga tahun 1570 M. Sementara itu di Maluku
penguasa Portugis Galvao tahun 1536-1540 M, banyak menimbulkan kebencian
rakyat. Hal ini membuat Sultan Hairun bangkit turut memberontak kepada
Portugis. Rakyat Ternate semakin marah ketika mengetahui bahwa Sultannya
ditipu dan dengan diam-diam dibunuh Portugis. Pemimpin perlawanannya
dilanjutkan oleh Sultan Baabullah tahun 1570-1583 M. Benteng-benteng Portugis
berhasil direbut oleh rakyat dan pada tahun 1577 rakyat Ternate berhasil mengusir
Portugis yang kemudian pindah ke pulau lain dekat dengan Tahula, tidak jauh dari

22
Ibid, Hal: 116
23
Ibid, Hal 116-117

40
Tidore. Di masa pemerintahan Sultan Baabullah inilah Ternate mencapai puncak
kejayaanya.24
Setelah menaklukan Banggai, Tebungku dan Kepulauan Buru, ekspansi
Baabullah terbentur pada kekuasaan Makassar. Maka dibuatlah perjanjian
persahabatan dengan Kerajaan Goa, Tallo, dan Selayar. Hubungan Kesultanan
Ternate dengan ketiga Kerajaan Makasar sangat baik dan Sultan Baabullah pun
pernah mencoba membujuk rajanya untuk masuk Islam namun tidak berhasil.

D. Kehancuran Kesultanan Ternate


Kehancuran Kesultanan Ternate dikarenakan politik adu domba dengan
Kesultanan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol). Adu
domba ini bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah
tersebut. Setelah sultan Ternate dan sultan Tidore sadar telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis
dan Spanyol ke luar kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama karena VOC yang dibentuk oleh Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan
strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi
yang kuat.25
Sejarahnya berawal ketika kekuasaan Lissabon diperintah oleh Raja Felipe
II, Portugis dan Spanyol dipersatukannya pada tahun 1582 M. Raja ini lalu
memerintahkan Gubernur Jenderal Spanyol di Philipina untuk memberi bantuan
kepada pasukan Portugis yang berada di Maluku. Namun usaha Spanyol dan
Portugis untuk merebut kembali Ternate tidak berhasil karena Belanda mulai
muncul di perairan Maluku. Steven van der Heghen berhasil merebut benteng
Portugis di Amboinia pada tahun 1605 M dan Cornelis Bastians menaklukkan
benteng Portugis di Tidore. Namun karena pertahanan Belanda belum cukup kuat,
beberapa daerah yang lepas itu kembali dikuasai oleh Spanyol. Di antaranya
kekuasaan Sultan Ternate, di mana Sultan dan beberapa putera dan pengikutnya

24
Ibid, Hal 117
25
Adi sudirman, Op. Cit, hal: 168-169

41
ditahan dan dibawa ke Manila dan bagi mereka yang memihak Spanyol kemudian
dibebaskan lagi.26
Pada tahun 1607 pasukan Belanda kembali ke Maluku. Dengan bantuan
Kesultanan Ternate yang ketika itu mulai membenci Spanyol, Belanda berhasil
menduduki Ternate dan kemudian membangun benteng-benteng pertahanannya.
Pada tahun itu juga sultan Mudaffa yang memerintah ketika itu membuat
perjanjian dengan Belanda yang diwakili oleh Cornelis Matelief de Jonge yang
isinya menyebutkan bahwa Belanda bertindak sebagai pelindung Ternate dari
agresi Spanyol. Mereka bersama-sama menyerang Spanyol di Tidore, lalu
Belanda pun kembali membangun benteng-benteng pertahanannya. Begitu
seterusnya, di mana kedua bela pihak itu berhasil merebut daerah yang dikuasai
Spanyol, maka Belanda pun sibuk membangun benteng-benteng pertahanannya.
Pada abad ke-17 M, Ternate lepas dari cengkeraman Spanyol, namun jatuh
ke dalam cengkeraman Belanda. Sultan-sultan yang berkuasa lebih sibuk di
daerah pusat pemerintahannya saja. Mereka mulai terbius oleh kesenangan,
kemewahan dan kebesarannya di dalam istana. Orientasi kepada rakyat diganti
menjadi orientasi kepada Belanda. Sepeninggal Sultan Mudaffa, penggantinya
adalah Sultan Hamzah (1627-1648), kemudian diganti lagi oleh Sultan Mandarsah
(1648-1675) kemudian mulailah satu persatu wilayah kekuasaan Kesultanan
Ternate jatuh ke tangan Belanda. Melalui surat perjanjian dengan Gubernur
Jenderal Karel Reinierszoon pada tanggal 31 Januari 1652, Sultan Mandarsah
melepas Ambon untuk kompeni Belanda yang menyebabkan rakyat geram dan
digantikan oleh saudaranya yang juga sikapnya setali tiga uang.27
Pada tahun 1683, Sultan Sibori yang dikenal dengan sebutan Sultan
Amsterdam mengakui kekuasaan VOC. Sejak itulah nahkoda yang mengendalikan
Kesultanan Ternate mulai melibatkan tangan-tangan Belanda, di mana para Sultan
terikat kontrak serta perjanjian sumpah setia kepada Belanda. Hubungan erat para
sultan dengan Belanda di satu pihak, menyebabkan kerenggangan hubungan
sultan dan rakyatnya. Inilah yang banyak menimbulkan berbagai pemberontakan
setelah dilakukan rakyat, akibat hilangnya kepercayaan rakyat kepada rajanya.28

26
Edhie Dea, Op. Cit , hal: 118
27
Ibid, hal: 119
28
Ibid, hal: 120

42

Anda mungkin juga menyukai