Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Kerajaan

Ternate
Nama Anggota Kelompok:

Nabil Prayoga / X IPS 2 / 26


Nasywa Hendinar Asmoro / X IPS 2 / 27
Nur Halimatus / X IPS 2 / 28
Ofira Kirmizi / X IPS 2 / 29
Rahmania Chasanah / X IPS 2 / 30
Kerajaan Ternate
Kerajaan Gapi atau lebih dikenal dengan nama Kerajaan Ternate adalah salah satu dari
empat kerajaan Islam di Kepulauan Maluku yang didirikan oleh Baab Masyhur Mulamo
yang berkuasa pada tahun 1257-1272M. Raja Ternate yang pertama kali menganut
agama Islam ialah Sultan Marhum (1465-1486).
Tidak ditemukan keterangan jelas yang menyebutkan bahwa raja-raja penerusnya
beragama Islam. Sebagai salah satu kerjaan Islam tertua di Nusantara, Kerajaan Ternate
mencapai masa kejayaannya pada awal abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah
nya yang terkenal sampai Eropa.
Pemerintahan Sultan Monarki Kesultanan
• 1257-1277 Baab Mashur Malamo
• 1929-1975 Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah
• 1975-2015 Sultan Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II)
Awal Mula
Di awal abad ke-13 pulau Ternate mulai dikunjungi oleh para pelancong dan pedagang.
Penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Merekalah yang
pertama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru
mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate semakin bervariasi dengan bermukimnya
pedagang Jawa, Arab, Tionghoa dan Melayu. Karena perdagangan yang semakin ramai
ditambah bahaya yang sering datang dari para perompak maka atas inisiatif Momole Guna
pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat
dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Tahun 1257 Momole Ciko
pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano pertama dengan gelar Baab Mashur
Malamo (1257-1272). Karena popularitas Ternate yang terus meningkat, orang lebih suka
berbicara tentang Kerajaan Ternate daripada Kerajaan Gapi.
Kedatangan Islam
Tidak ada catatan yang menyatakan kapan awal masuk nya islam ke Ternate, namun Kolono
Marhum merupakan raja Ternate pertama yang memeluk agama Islam, setelah
mendapatkan petunjuk dari ulama islam asal Minangkabau, Datu Maulana Husen, salah
seorang murid dari Sunan Giri yang datang ke Ternate pada tahun 1465M. Jika keterangan
diatas dijadikan rujukan, maka bisa dikatakan bahwa islam dibawa dan disebarkan oleh
ulama dari Melayu dan Jawa. Tapi berdasarkan sumber dari M. Shaleh Putuhena yang
didasarkan pada tradisi lisan, pedagang Arab lah yang menyebarkan Islam di Maluku, yaitu
Syeikh Mansur, Syeikh Amin, dan Syeikh Umar. Ia lah yang menjadikan Islam sebagai agama
resmi kerajaan, dan meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, syariat
Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan
melibatkan para ulama, yang kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir
tanpa perubahan. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru
pada Sunan Giri di pulau Jawa.
Kedatangan Bangsa Portugal
Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah , Ternate semakin berkembang, rakyatnya
diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh
dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini
pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo tahun 1506. Tahun
1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan
Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di
Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk berdagang melainkan untuk
menguasai perdagangan rempah–rempah. Kedekatan Sultan dengan orang Portugis,
menyebabkan timbulnya keresahan dalam masyarakat. Menurut sumber yang bisa
dipercaya Sultan Bayanullah wafat karena diracuni oleh orang-orang dekatnya sendiri
yang kecewa oleh kebijakannya diatas.
Perang Saudara
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat belia. Janda
sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai
wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah
salah satu dari kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu
Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi
dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya
hingga pecah perang saudara. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan
dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat
pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap
bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa, India. Portugal memaksa Sultan Khairun untuk
menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan
Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun yang
menggantikan Sultan Tabariji.
Perlawanan Terhadap Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat Sultan Khairun geram
dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku, sehingga Sultan Khairun mengobarkan
perang mengusir Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, secara licik
gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja
perundingan dan akhirnya membunuh Sultan Khairun. Akibat pembunuhan Sultan
Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, hingga
seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah, pos-
pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur. Setelah
peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk
selamanya pada tahun 1575.
Masa Kejayaan Ternate
Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah
membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga Kepulauan
Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga kepulauan Nusa
Tenggara di bagian selatan.
Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni hingga
menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur, di
samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala
itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau
tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama
yang membendung kolonialisme Barat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai