Anda di halaman 1dari 7

D

Oleh

KHARISA YEHEZKIEL HUTAURUK

RENALDI.P.SIANTURI

LENO SUMARTO PASARIBU

Kelas:X TKR-3
Daftar isi

I. Kata pengantar
II. Pendahuluan
1.latar belakang kerajaan Ternate dan Tidore

III. ISI

1. kapan didirikan

2. Kapan kerajaan tersebut runtuh

3. Masa kejayaan

4. Siapa pendirinya

5.peniggalan

IIII. Penutup

IIIII. Daftar pustaka


Kata pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kerajaan Ternate dan Tidore " dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran IPAS. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang Asal usul dan Latar belakang kerajaan Ternate dan Tidore bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak DS selaku guru Mata Pelajaran IPAS. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Latar belakang

Sejarah berdirinya Kerajaan Ternate bermula dari keberadaan empat kampung yang masing-masing
dikepalai oleh seorang kepala marga atau disebut Momole. Empat kampung tersebut kemudian sepakat
membentuk kerajaan, tetapi kala itu raja dan rakyatnya belum diketahui agamanya. Sejak zaman dahulu,
Ternate dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga penduduknya telah berhubungan dengan
para pedagang dari Arab, Melayu, ataupun China. Seiring ramainya aktivitas perdagangan, ancaman dari
para perompak pun semakin meresahkan. Setelah dilakukan musyawarah, para Momole sepakat
menunjuk Momole Ciko sebagai kolano atau raja mereka. Sejak 1257 M, Momole Ciko resmi menjadi
raja pertama Kerajaan Ternate dengan gelar Baab Mashur Malamo. Kerajaan ini terletak di Pulau
Ternate, Provinsi Maluku Utara.

Kerajaan Tidore merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar yang di Maluku. Menurut sejarah,
kerajaan ini memiliki akar yang sama dengan Kerajaan Ternate.

Kerajaan Tidore didirikan pada abad ke-11 oleh Syahjati atau Muhammad Naqil yang merupakan
saudara dari Mashur Malamo, pendiri Kerajaan Ternate. Awalnya kerajaan ini belum bercorak Islam.
Pada abad ke-18, Kerajaan Tidore mencapai masa keemasan di bawah kekuasaan Sultan Nuku.
Masa kejayaan TERNATE

Masa kejayaan Kerajaan Ternate Pada abad ke-15, Kerajaan Ternate mengalami perkembangan pesat,
terutama di bidang perdagangan dan pelayaran, berkat kekayaan rempah-rempahnya. Akan tetapi,
kestabilan kerajaan sempat terancam ketika bangsa Portugis mulai menginjak tanah Ternate. Sejak awal
abad ke-16, sultan Ternate mulai melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang dirasa akan
memonopoli perdagangan di wilayahnya. Terlebih lagi, Portugis telah mendirikan benteng yang diberi
nama Benteng Sao Paulo di Ternate. Setelah peperangan selama beberapa tahun, bangsa Portugis baru
dapat dikalahkan dan diusir pada 1577 M, ketika Sultan Baabullah berkuasa. Kemenangan Ternate atas
Portugis ini tercatat sebagai kemenangan pertama putra nusantara melawan kekuatan barat. Selain itu,
Sultan Baabullah (1570–1583 M) juga mengantarkan Kerajaan Ternate menuju puncak kejayaan. Di
bawah pemerintahan Sultan Baabullah, wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate membentang dari Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina, dan Kepulauan
Marshall di Pasifik. Pencapaian tersebut membuat Sultan Baabullah dijuluki sebagai Penguasa 72 Pulau
yang semuanya berpenghuni.

Peninggalan Kerajaan Ternate Istana Kesultanan Ternate Masjid Jami Kesultanan Ternate Kompleks
pemakaman sultan Ternate Benda-benda peninggalan di Museum Kesultanan Ternate (alat-alat perang,
singgasana raja, Al-Qur'an tulisan tangan raja)

Masa kejayaan TIDORE


Sultan Nuku merupakan salah satu Raja Tidore yang berhasil membawa Kerajaan Tidore
menuju puncak kejayaan (1797-1805 M). Pada saat periode ini wilayah kekuasaan melebar
dan berkembang ke sebagian besar Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram dan kawasan
Papua bagian barat.Peninggalan Kerajaan Tidore Istana Kerajaan Tidore (Kadato Kie) Masjid
Sultan Tidore Benteng Torre Dan Tahula

Masa keruntuhan
Perlawanan dan Runtuhnya Ternate Ditekennya perjanjian dengan VOC pada 1607
membuat mulai muncul perlawanan dari tokoh-tokoh bangsawan maupun para pemimpin
masyarakat Ternate yang merasa tidak puas dengan kepemimpinan sultan. Pengaruh
Belanda yang semakin kuat, ditambah kepemimpinan sultan yang terus saja lemah dari era
ke era, membuat rakyat Ternate kian menderita. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4
gerakan perlawanan yang dikobarkan bangsawan dan rakyat Ternate, masing-masing terjadi
pada 1635, 1641, 1646, dan 1650. Hingga akhirnya, setelah sekian lama dipimpin oleh sultan
yang tunduk terhadap Belanda, muncul sosok pemimpin Kesultanan Ternate yang berani
menentang penjajah, yakni Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama
Sultan Sibori (1675-1689).
Daftar Pemimpin Kerajaan Ternate Masa Pra-Islam 1257 – 1277 : Ciko atau Baab Mashur
Malamo 1277 – 1284 : Poit atau Kaicil Yamin 1284 – 1298 : Siale atau Kaicil Kamalu 1298 –
1304 : Kalabatta atau Kaicil Bakuku 1304 – 1317 : Komala atau Ngara Malamo 1317 – 1322 :
Patsyaranga Malamo 1322 – 1331 : Sida Arif Malamo 1331 – 1332 : Paji Malamo 1332 –
1343 : Sah Alam 1343 – 1347 : Tuhu Malamo 1347 – 1350 : Boheyat atau Kaicil Kie Mabiji
1357 – 1357 : Ngolo Mahacaya 1357 – 1359 : Momole 1359 – 1372 : Gapi Malamo 1372 –
1377 : Gapi Baguna I 1377 – 1432 : Kumala Putu 1432 – 1405 : Gapi Baguna II

Runtuhnya Kerajaan Tidore Setelah Sultan Nuku wafat pada 1805, Belanda kembali
mengincar Tidore karena kekayaannya. Keadaan tersebut didukung dengan kondisi di
Kerajaan Tidore yang terus mengalami konflik internal. Pada akhirnya, Kerajaan Tidore jatuh
ke tangan Belanda dan kemudian bergabung dengan NKRI ketika Indonesia merdeka.
Raja-raja Kerajaan Tidore Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq Kolano
Bosamawange Kolano Syuhud alias Subu Kolano Balibunga Kolano Duko adoya Kolano Kie
Matiti Kolano Seli Kolano Matagena Kolano Nuruddin (1334-1372 M) Kolano Hasan Syah
(1372-1405 M) Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin (1495-1512 M) Sultan Al Mansur (1512-
1526 M) Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain (1526-1535 M) Sultan Kiyai Mansur (1535-
1569 M) Sultan Iskandar Sani (1569-1586 M) Sultan Gapi Baguna (1586-1600 M) Sultan Mole
Majimo alias Zainuddin (1600-1626 M) Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah (1626-
1631 M) Sultan Gorontalo alias Saiduddin (1631-1642 M) Sultan Saidi (1642-1653 M) Sultan
Mole Maginyau alias Malikiddin (1653-1657 M) Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674
M) Sultan Hamzah Fahruddin (1674-1705 M) Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705-1708 M)
Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia (1708-1728 M) Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul
Manan (1728-1757 M) Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin (1757-1779 M) Sultan Patra
Alam (1780-1783 M) Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar (1784-1797 M) Sultan Nuku
(1797-1805 M) Sultan Zainal Abidin (1805-1810 M) Sultan Motahuddin Muhammad Tahir
(1810-1821 M) Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821-1856 M) Sultan Achmad
Syaifuddin Alting (1856-1892 M) Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892-1894 M) Sultan
Achmad Kawiyuddin Alting alias Shah Juan (1894-1906 M) Sultan Zainal Abidin Syah (1947-
1967 M) Sultan Djafar Syah (1999-2012) Sultan Husain Syah (2012-sekarang

Penutup
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi pada
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan penulis.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan
evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang
bermanfaat bagi banyak orang.

Anda mungkin juga menyukai