Menurut catatan Kesultanan Tidore, kerajaan ini berdiri sejak Jou Kohlano Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul awal 502H (1108M). namun, lokasi pusat kerajaan tersebut belum diketahui. Asal usul Sahjati bisa dirunut dari kisah kedatangan Djafar Noh dari negeri Maghribi di Tidore. Kemudian Noh menikahi gadis yang bernama Siti Nursafa dan dikaruniai 4 orang putra dan 4 orang putri. Dari ke 4 orang putra tersebut antaranya Sahjati pendiri kerajaan Tidore. Awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan. Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo(Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud- din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa- Sio hingga saat ini.
Kemunduran Kerajaan Tidore Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah- rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat. MASA KEEMASAN KERAJAAN TIDORE Aspek Kehidupan Aspek Kehidupan Politik dan Kebudaya Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali. Aspek Kehidupan EkoSebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran. Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda. RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH 1. Kolano Syahjati alias Muhammad Nakil bin Jaffar Assidiq 2. Kolano Bosamawange 3. Kolano Syuhud alias Subu 4. Kolano Balibunga 5. Kolano Duko adoya 6. Kolano Kie Matiti 7. Kolano Seli 8. Kolano Matagena 9. Kolano Nuruddin (1334-1372) 10. Kolano Hasan Syah (1372-1405) 11. Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin (1495-1512) 12. Sultan Al Mansur (1512-1526) ::::::::::: Pusat pemerintahan di Kadato (Istana) Sela Waring di Rum 13. Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen (1526-1535) 14. Sultan Kiyai Mansur (1535-1569) 15. Sultan Iskandar Sani (1569-1586) 16. Sultan Gapi Baguna (1586 -1600) 17. Sultan Mole Majimo alias Zainuddin (1600-1626) 18. Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah (1626-1631) memindahkan pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana) Biji Negara di Toloa. 19. Sultan Gorontalo alias Saiduddin (1631-1642) 20. Sultan Saidi (1642-1653) 21. Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin (1653-1657 22. Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674) ::::::::: memindahkan pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana) Salero, di Limau Timore (Soasio) 23. Sultan Hamzah Fahruddin (1674-1705) 24. Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705-1708) 25. Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia (1708-1728) 26. Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728 1757) 27. Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin 1757 1779 28. Sultan Patra Alam (1780-1783) 29. Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar (1784-1797) 30. Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati, Nuku (1797-1805) 31. Sultan Zainal Abidin (1805-1810) 32. Sultan Motahuddin Muhammad Tahir (1810-1821) 33. Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821-1856) Pembangunan Kadato Kie 34. Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856-1892) 35. Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892-1894) 36. Sultan Achmad Kawiyuddin Alting Alias Shah Juan (1894-1906) Setelah wafat, terjadi Masa awal konflik internal, (Kadato kie dihancurkan) hingga vakumnya kekuasaan. 37. Sultan Zainal Abidin Syah (1947-1967) pasca wafat, vakumnya kekuasaan. 38. Sultan Hi. Djafar Syah (1999 2012) Pembangunan Kadato Kie kembali