Anda di halaman 1dari 16

KERAJAAN ACEH DARUSSALAM

KELOMPOK 1 :
- HALWA DANIA D.
- NAIMATUN MU’ARIFAH
- OCTAVIANA DWI S.
- SRI DEWI LARASATI
ASAL USUL KERAJAAN ACEH DARUSSALAM
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan
Samudera Pasai sedang berada di ambang keruntuhan. Samudera Pasai
diserang oleh Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar
abad ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam
pertama di nusantara itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai
lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-
kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan
Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan
Indrapura (Indrapuri).
Dari penemuan yang dilacak berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang
berhasil ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang
sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa
Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh). Pendiri sekaligus
penguasa pertama Kesultanan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang
dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 Hijriah atau tanggal 8 September
1507 Masehi.
Keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh Darussalam semakin
terkuak dengan ditemukannya batu nisan yang ternyata adalah makam Sultan Ali
Mughayat Syah. Di batu nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam yang berada di
Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan bahwa Sultan Ali Mughayat Syah
meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530.
Selain itu, ditemukan juga batu nisan lain di Kota Alam, yang merupakan makam
ayah Sultan Ali Mughayat Syah, yaitu Syamsu Syah, yang menyebutkan bahwa
Syamsu Syah wafat pada 14 Muharram 737 Hijriah. Sebuah batu nisan lagi yang
ditemukan di Kuta Alam adalah makam Raja Ibrahim yang kemudian diketahui
bahwa ia adalah adik dari Sultan Ali Mughayat Syah.
Menurut R.A. Hoesein Djajadiningrat, Kerajaan Aceh pertama kali berdiri pada
tahun 1514, dengan rajanya yang pertama Ali Mughayat Syah, yang juga sebagai
pendiri kerajaan ini. Selanjutnya dalam perkembangan sejarahnya, setelah sekitar
satu abad berdiri atau pada awal abad ke XVII, kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-
1636).
PERANGKAT PEMERINTAHAN
Perangkat pemerintahan Sultan kadang mengalami perbedaan tiap masanya. Berikut
adalah badan pemerintahan masa Sultanah di Aceh:
• Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Sultan sendiri, yang anggota-
anggotanya terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. Lembaga ini
bertugas membuat rencana dan penelitian.
• Balai Majlis Mahkamah Rakyat, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Kadli
Maiikul Adil, yang beranggolakan tujuh puluh tiga orang; kira-kira semacam
Dewan Perwakilan Rakyat sekarang.
• Balai Gading, yaitu Lembaga yang dipimpin Wazir Mu'adhdham Orang Kaya
Laksamana Seri Perdana Menteri; kira-kira Dewan Menteri atau Kabinet kalau
sekarang, termasuk sembilan anggota Majlis Mahkamah Rakyat yang diangkat.
• Balai Furdhah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal ekonomi, yang dipimpin
oleh seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka; kira-kira Departemen
Perdagangan.
• Balai Laksamana, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang,
yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Laksamana Amirul Harb; kira-
kira Departemen Pertahanan.
• Balai Majlis Mahkamah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal
kehakiman/pengadilan, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Seri
Raja Panglima Wazir Mizan; kirakira Departemen Kehakiman.
• Balai Baitul Mal, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan
perbendaharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang
Kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Dirham; kira-kira Departemen
Keuangan.

Selain itu terdapat berbagai pejabat tinggi Kesultanan diantaranya :


• Syahbandar, mengurus masalah perdagangan di pelabuhan
• Teuku Kadhi Malikul Adil, semacam hakim tinggi.
• Wazir Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu pejabat yang mengurus segala
Hulubalang; kira-kira Menteri Dalam Negeri.
• Wazir Seri Maharaja Gurah, yaitu pejabat yang mengurus urusan hasil-hasil dan
pengembangan hutan; kira-kira Menteri Kehutanan.
• Teuku Keurukon Katibul Muluk, yaitu pejabat yang mengurus urusan sekretariat
negara termasuk penulis resmi surat kesultanan, dengan gelar lengkapnya Wazir
Rama Setia Kerukoen Katibul Muluk; kira-kira Sekretaris Negara.
KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
• Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju
pesat. Dengan demikian, kebudayaan masyarakatnya juga
makin bertambah maju karena sering berhubungan dengan
bangsa lain. Contoh dari hal tersebut adalah tersusunnya
hukum adat yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum
Adat Makuta Alam.

• Menurut Hukum Adat Makuta Alam pengangkatan sultan


haruslah semufakat hukum dengan adat. Oleh karena itu,
ketika seorang sultan dinobatkan, ia berdiri di atas tabal,
ulama yang memegang Al-Qur’an berdiri di kanan, sedangkan
perdana menteri yang memegang pedang berdiri di kiri.
Hukum Adat Makuta Alam memberikan gambaran kekuasaan Sultan Aceh,
seperti berikut:
• mengangkat panglima sagi dan ulebalang, pada saat pengangkatan mereka
mendapat kehormatan bunyi dentuman meriam sebanyak 21 kali;
• mengadili perkara yang berhubungan dengan pemerintahan;
• menerima kunjungan kehormatan termasuk pedagang-pedagang asing;
• mengangkat ahli hukum (ulama);
• mengangkat orang cerdik pandai untuk mengurus kerajaan;
• melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan para pejabat kerajaan.
Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapat pengawasan dari alim ulama,
kadi, dan Dewan Kehakiman. Mereka terutama bertugas memberi peringatan
kepada sultan terhadap pelanggaran adat dan syara’ yang dilakukan.
Sultan Iskandar Muda berhasil menanamkan jiwa keagamaan pada masyarakat
Aceh yang mengandung jiwa merdeka, semangat membangun, rasa persatuan
dan kesatuan, serta semangat berjuang anti penjajahan yang tinggi. Oleh
karena itu, tidaklah berlebihan jika Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
Itulah sebabnya, bangsa-bangsa Barat tidak mampu menembus pertahanan
Aceh.
SISTEM PEREKONOMIAN
Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya:
• Minyak tanah dari Deli,
• Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,
• Kapur dari Singkil,
• Kapur Barus dan menyan dari Barus.
• Emas di pantai barat,
• Sutera di Banda Aceh.
Selain itu di ibukota juga banyak terdapat pandai emas, tembaga, dan suasa yang
mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Sedang Pidie merupakan lumbung
beras bagi kesultanan. Namun di antara semua yang menjadI komoditas unggulan
untuk diekspor adalah lada.
Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut perkiraan Penang, nilai ekspor
Aceh mencapai 1,9 juta dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke
Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika dari wilayah lada di
pantai barat. Sisanya diangkut kapal dagang India, Perancis, dan Arab. Pusat lada
terletak di pantai Barat yaitu Rigas, Teunom, dan Meulaboh.
PENINGGALAN
1. Taman Sari Gunongan

Taman Sari Gunongan merupakan salah satu peninngalan


Kerajaan Aceh, setelah keraton (dalam) tidak terselamatkan
karena Belanda menyerbu Aceh. Gunongan dibangun pada masa
Pemerintahan Sultan Iskandar Muda yg memerintah tahun 1607-
1636.
2. Masjid Tua Indrapuri

Mesjid Indrapuri adalah bangunan tua berbentuk segi empat sama sisi.
Bentuknya khas, mirip candi, karena di masa silam bangunan tersebut bekas
benteng sekaligus candi kerajaan hindu yang lebih dahulu berkuasa di Aceh.
Dan sejarah juga mengatakan bangunan bekas candi tersebut dirubah
menjadi mesjid di masa Sultan Iskandar Muda berkuasa dari tahun 1607-1637
Masehi.
3. Benteng Indrapatra

Setelah Hindu, muncul kerajaan Islam yang pada masa keemasan


dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini, benteng
tetap digunakan sebagai basis pertahanan melawan Portugis.
4. Pinto Khop

Pinto Khop terletak di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan


Baiturahman, Kota Banda Aceh. Pinto Khop merupakan
sejarah Aceh tempo dulu. Pinto Khop di bangun pada masa
pemerintahan sultan iskandar muda. Pinto Khop
merupakan pintu penghubung antara istana dan taman
putroe phang.
5. Masjid Raya Baiturrahman

Peninggalan Kerajaan Aceh yang pertama dan yang paling


dikenal adalah Masjid Raya Baiturrahman. Masjid yang
dibangun Sultan Iskandar Muda pada sekitar tahun 1612 Masehi
ini berada di pusat Kota Banda Aceh. Saat agresi militer Belanda
II, masjid ini sempat dibakar. Namun pada selang 4 tahun
setelahnya, Belanda membangunnya kembali untuk meredam
amarah rakyat Aceh yang hendak berperang merebut syahid.
6. Makam Sultan Iskandar Muda

Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya adalah Makam


dari Raja Kerajaan Aceh yang paling ternama, Sultan
Iskandar Muda. Makam yang terletak di Kelurahan Peuniti,
Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental
dengan nuansa Islami. Ukiran dan pahatan kaligrafi pada
batu nisannya sangat indah dan menjadi salah satu bukti
sejarah masuknya Islam di Indonesia.
KERUNTUHAN
• Keruntuhan kesultanan Aceh bermula dengan strategi
penyusupan yang dilakukan oleh Dr. Christian Snouck
Hurgronje. Ia berpura-pura masuk Islam dan diterima dengan
baik oleh masyarakat Aceh. Ia mendapat kepercayaan dari para
pemimpin Aceh. Disitulah ia mengetahui kelemahan masyarakat
Aceh. Ia menyarankan kepada Belanda untuk mengarahkan
serangan kepada para ulama karena Akekuatan Aceh terletak
pada ulamanya. Ketika dilaksanakan, saran ini berhasil dan
Belanda kemudian menguasai Aceh dengan diangkatnya
Johannes Benedictus vab Heutsz sebagai gubernur Aceh pada
tahun 1898 yang merebut sebagian besar wilayah Aceh. Pada
tahun 1903, Sultan Muhammad Dawud menyerahkan diri kepada
Belanda setelah anak dan ibunya ditangkap oleh Belanda. Maka
pada tahun 1904 seluruh wilayah Aceh jatuh ke tangan Belanda
dan kesultanan Aceh pun telah berakhir.
• Penyebab Runtuhnya Kerajaan Aceh:
1. Tidak ada pemimpin pengganti yang kompeten setealah wafatnya
Sultan Iskandar Muda. Maka terjadi ketidakstabilan pada kerajaan Aceh
yang menggiringnya pada kehancuran dan keruntuhan.
2. Masa-masa kemunduran yang telah terlihat setelah wafatnya
Iskandar Muda dalam hal ekonomi, pekerjaan, dan juga pamornya
sebagai kerajaan Islam besar.
3. Bahkan banyak bagian kerajaan yang memisahkan diri setelah
kemunduran kejayaan tersebut. Bagian kerajaan tersebut antara lain
Johor, Pajang, Minangkabau, Siak, dan Perak.
4. Pertikaian terus terjadi antara anggota kerajaan dan bawahannya,
untuk memperebutkan kekuasaan yang berkonotasi negatif. Bukan
untuk memimpin kerajaan menjadi lebih baik, melainkan untuk
mendapatkan harta dan kekuasaan dari masyarakat.
5. Munculnya kerajaan baru yang lebih kompeten dalam ekonomi dan
politiknya.

Anda mungkin juga menyukai