Anda di halaman 1dari 5

kelilingbumi.

com

Raja seluruh orang batak yaitu : Sisingamangaraja XII. Sosok Pahlawan Nasional
Sisingamangaraja yang telah banyak menginspirasi kita dimana beliau sangat anti dengan
pengkhianatan, perbudakan dan penindasan. Beliau tidak silau dengan gelar yang ditawarkan
untuk menjadi Raja Batak dan hak istimewa yang lazim diberikan oleh Belanda didaerah lain,
namun beliau menolak dan memilih mati dari pada tunduk pada penjajah. Pejuang kesatria dari
tanah batak yang rela mati untuk bangsanya dan tidak mau menghianati bangsa sendiri demi
kekuasaan semata.

Raja Sisingamangaraja XII lahir di Bakara ditepian Danau Toba sebelah Selatan pada tahun
1848. Saat ini Bakara merupakan suatu kecamatan dalam Kabupaten Humbang Hasundutan.
Nama kecilnya adalah Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu. Sebagaimana leluhurnya, gelar Raja
dan kepemimpinan selalu diturunkan dari pendahulunya secara turun temurun. Ketika Patuan
Bosar dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja XII pada tahun 1871, waktu itu umurnya baru
22 tahun dalam usia yang masih muda.

Seperti yang dilansir laman http://phidelissinurat.blogdetik.com/2011/07/27/legenda-raja-


sisingamangaraja-xii Menurut adat istiadat Batak, putra tertua dari suatu keluargalah yang
diutamanakan melanjutkan pekerjaan dan fungsi orang-tuanya, khususnya di bidang adat dan
pemerintahan. Karena itulah maka penduduk di Bakara dan sekitarnya ingin menobatkan Ompu
Parlopuk menjadi Sisingamangaraja XII. Syarat untuk menjadi Sisingamangaraja, harus
mempunyai ciri-ciri kepemimpinan yang kharismatis sama seperti kepemimpinan pada setiap Si
Singamangaraja, pada masa lampau, yang diyakini selalu syarat mutlak dari pada kepemimpinan
dalam kerajaan, yang masih dipengaruhi oleh suasana magis dan mystis, Calon Sisingamaraja
harus dapat mencabut PISO GAJA DOMPAK dari sarungnya, menurunkan hujan dan membuat
tanda-tanda luar biasa (mukjizat).Persyaratan ini nyatanya tidak dapat dipenuhi oleh Ompu
Parlopuk tetapi dapat dipenuhi oleh adiknya, yaitu Patuan Bosar. PISO GAJA DOMPAK itu ada
sejak Sisingamangaraja I yaitu sekitar pertengahan abad XVI masehi. PISO GAJA DOMPAK
adalah lambang kerajaan Sisingamangaraja. Keris itu bukanlah sembarang keris. Keris panjang
ini adalah salah satu terpenting di kerajaan Sisingamangaraja yang di mulai dan berpusat di
Bakara, ditepi Danau Toba, hanya sekitar 8 km dari Pulau Samosir yang indah itu. Setelah
melalui suatu proses yang berliku-liku, Patuan Bosar pun, yang sebenarnya masih muda belia
dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja XII pada tahun 1871, karena ia mampu mencurahkan
hujan pada musim kemarau yang parah waktu itu. Di saat yang sama hampir seluruh Pulau
Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan Batak. Belanda saat waktu itu menyebut
Batak sebagai De Onafhankelijke Bataklanden atau Tanah Batak yang Merdeka .
Sebenarnya berita tentang maksud Belanda untuk menguasai seluruh Sumatera ini sudah
diperkirakan oleh kerajaan Batak yang masa itu masih dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XI
yaitu Ompu Sohahuaon.

Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-
pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum
dijajah Belanda. Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda
mengumumkan Regerings Besluit Tahun 1876 yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung
dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen
Belanda di Sibolga, Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau
Belanda mulai menguasai Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi
Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain. Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau
segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Para pemuka masyarakat dihimpunnya dalam
suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu
diambil tiga keputusan sebagai berikut :

1. Menyatakan perang terhadap Belanda

2. Zending Agama tidak diganggu

3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.

Terlihat dari peristiwa ini, Raja Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat tinggi,
mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula, Raja
Sisingamangaraja XII bukan anti agama dan di zamannya, sudah dapat membina azas dan
semangat persatuan dengan suku-suku lainnya.

Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya.
Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa. Belanda
mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang
dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.

Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, markas besar Raja Sisingamangaraja
XII di Tangga Batu dan Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihambat. Belanda merobah
taktik, pada babak berikutnya ia menyerbu ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik
Raja Si Singamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap
Bakara. Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti
masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Raja Sisingamangaraja XII antara lain
Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda
mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.

Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Raja Sisingamangaraja XII,
kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Namun Belanda tetap merasa penguasaan tanah Batak
berjalan lamban.Untuk mempercepat rencana kolonialisasi ini, Belanda menambah pasukan
besar yang didatangkan dari Batavia (Jakarta sekarang) yang mendarat di Pantai Sibolga. Juga
dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan. Raja Si Singamangaraja XII membalas menyerang
Belanda di Balige dari arah Huta Pardede. Pasukan Raja Sisingamangaraja XII juga dikerahkan
dari Danau Toba yang menyertakan pasukan sebanyak 800 orang dengan menggunakan 20 solu
bolon. Pertempuran besar pun terjadi. Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan
seluruh kekuatannya dan Raja Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung
dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari
serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII. Namun pada
tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Raja Sisingamangaraja XII
berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Raja Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi
bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri
dari suku Aceh dan lain-lain.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian Raja
Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Raja
Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki Si Gurbak Ulu Na Birong. Tetapi pasukan Raja
Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi
Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Raja Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja,
Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Raja Sisingamangaraja XII
yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat
Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi
pada tahun 1889.

Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil menguasai Aceh sehingga pada tahun 1890
pasukan khusus Marsose yang tadinya ditempatkan di Aceh, dikerahkan untuk menyerang Raja
Sisingamangaraja XII di daerah Parlilitan. Mendapat penyerangan yang tiba-tiba dan
menghadapi persenjataan yang lebih modern dari Belanda, akhirnya perlawanan gigih pasukan
Raja Sisingamangaraja XII pun terdesak. Dari situlah dia dan keluarga serta pasukannya
menyingkir ke Dairi.
Raja Sisingamangaraja XII melanjutkan peperangan secara berpindah-pindah di daerah Parlilitan
selama kurang lebih 22 tahun, disetiap persinggahaannya Beliau selalu memberikan pembinaan
pertanian, adat istiadat (hukum) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga
menimbulkan kesetiaan dan dukungan rakyat untuk berjuang.walaupun banyak di antara
penduduk yang mendapat siksaan dan pukulan dengan rotan dan bahkan sampai terbunuh, karena
tidak mau bekerja-sama dengan Belanda. Termasuk untuk menunjukkan tempat pasukan dan
Raja Sisingamangaraja XII berada.

Pasukan Raja Sisingamangaraja XII di Dairi ini merupakan gabungan dari suku Batak dan suku
Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh putranya Patuan Nagari. Panglima-panglima dari suku Batak
Toba antara lain, Manase Simorangkir dari Silindung, Rior Purba dari Bakara, Aman Tobok
Sinaga dari Uruk Sangkalan dan Ama Ransap Tinambunan dari Peabalane. Dari suku Aceh
antara lain Teuku Sagala, Teuku Nyak Bantal, Teuku Nyak Ben,Teuku Mat Sabang, Teuku Nyak
Umar, Teuku Nyak Imun, Teuku Idris. Sedang dari rakyat Parlilitan antara lain: Pulambak
Berutu, Tepi Meha, Cangkan Meha, Pak Botik Meha, Pak Nungkun Tinambunan, Nangkih
Tinambunan, Pak Leto Mungkur, Pak Kuso Sihotang, Tarluga Sihombing dan Koras Tamba.

Pasukan Raja Sisingamangaraja XII ini dilatih di suatu gua yang bernama Gua Batu Loting dan
Liang Ramba di Simaninggir. Gua ini berupa liang yang terjadi secara alamiah dengan air sungai
di bawah tanah. Tinggi gua sekitar 20 meter dan mempunyai cabang-cabang yang bertingkat-
tingkat. Sirkulasi udara di dalam gua cukup baik karena terbuka ke tiga arah, dua sebagai akses
keluar masuk dan satu menuju ke arah air terjun. Jarak dari pintu masuk ke air terjun didalam
gua lebih dari 250 meter. Dengan demikian, di dalam gua ini dimungkinkan untuk menjalankan
kehidupan sehari-hari bagi seluruh pasukan yang dilatih tanpa harus keluar dari gua.

Pihak penjajah Belanda juga melakukan upaya pendekatan (diplomasi) dengan menawarkan Raja
Sisingamangaraja XII sebagai Sultan Batak, dengan berbagai hak istimewa sebagaimana lazim
dilakukan Belanda di daerah lain. Namun Raja Si Singamangaraja XII menolak tawaran tersebut.
Sehingga usaha untuk menangkapnya mati atau hidup semakin diaktifkan.
Setelah melalui pengepungan yang ketat selama tiga tahun, akhirnya markasnya diketahui oleh
serdadu Belanda. Dalam pengejaran dan pengepungan yang sangat rapi, peristiwa tragis pun
terjadi. Dalam satu pertempuran jarak dekat, komandan pasukan Belanda kembali memintanya
menyerah dan akan dinobatkan menjadi Sultan Batak. Namun pahlawan yang merasa tidak mau
tunduk pada penjajah ini lebih memilih lebih baik mati daripada menyerah.

Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung
Raja Si Singamangaraja XII. Pertahanan Raja Si Singamangaraja XII diserang dari tiga jurusan.
Tetapi Raja Si Singamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Kaum wanita dan anak-anak
diungsikan secara berkelompok-kelompok, namun kemudian mereka tertangkap oleh Belanda.
Tanggal 17 Juni 1907, di pinggir bukit Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom
Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah
Raja Sisingamangaraja XII oleh pasukan Marsose Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Raja
Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta
putrinya Lopian. Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah
terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya. Dalam peristiwa ini juga turut
gugur banyak pengikut dan beberapa panglimanya termasuk yang berasal dari Aceh, karena
mereka juga berprinsip pantang menyerah. Pengikut-pengikutnya yang lain berpencar dan
berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Raja Sisingamangaraja XII yang
masih hidup dihina dan dinista, dan kemudian ditawan di internering Pearaja Tarutung. Semua
mereka merupakan korban perjuangan.

Perang yang berlangsung selama 30 tahun itu memang telah mengakibatkan korban yang begitu
banyak bagi rakyat termasuk keluarga Raja Sisingamangaraja XII sendiri. Walaupun Raja Si
Singamangaraja XII telah wafat, tidak berarti secara langsung membuat perang di tanah Batak
berakhir, sebab sesudahnya terbukti masih banyak perlawanan dilakukan oleh rakyat Tapanuli
khususnya pengikut dari Raja Sisingamangaraja XII sendiri.

Jenazah Raja Sisingamangaraja XII, Patuan Nagari dan Patuan Anggi dibawa dan dikuburkan
Belanda di tangsi Tarutung. Pada Tahun 1953, Raja Sisingamangaraja XII, Patuan Nagari dan
Patuan Anggi dimakamkan kembali di Makam Pahlawan Nasional Soposurung Balige yang
dibangun oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga. Digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional
dengan Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember 1961.

Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah
ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama selama tiga dekade, telah
berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada
kemerdekaannya yang tidak bertara. Itulah yang dinamakan Semangat Juang Raja
Sisingamangaraja XII, yang perlu diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Raja Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air
untuk kesenangan pribadi. Hal ini menumbuhkan semangat persatuan dan kemerdekaan di hati
rakyat.

Refrensi :https://tanobatak.wordpress.com/2008/01/11/riwayat-singkat-perjuangan-raja-si-
singamangaraja-xii/ https://tanobatak.wordpress.com/2008/01/11/riwayat-singkat-perjuangan-
raja-si-singamangaraja-xii/ http://phidelissinurat.blogdetik.com/2011/07/27/legenda-raja-
sisingamangaraja-xii

Anda mungkin juga menyukai