Anda di halaman 1dari 3

Timotius Christian_XII MIPA 5_22

KRITIK
Topik : Kebijakan Pemerintah dalam Pemberlakuan PSBB
Selama pandemic Covid-19 ini pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB. Tepatnya
kebijakan PSBB ini telah diberlakukan sejak 10 April 2020 di Jakarta. Hal ini merupakan
Langkah antisipasi pemerintah terhadap ancaman virus SARS-CoV-2, yang menimbulkan
pandemic Virus Covid-19 secara global untuk meng-curb peningkatan kasus Covid-19 di
Indonesia (bbc.com). Namun dilansir dari surat kabar merdeka.com, kasus di Indonesia yang
telah terpapar virus Covid-19 ini terus melonjak hingga mencapai 1 juta kasus tepatnya pada
akhir Januari 2021. Hal ini tentunya memikat perhatian krisis dengan pelaksanaan PSBB
( sekarang diberlakukan PKM) yang sudah mencapai 10 bulan, tetapi kebijakan ini sama
sekali tidak membuahkan hasil sama sekali dan tidak signifikan . Dengan adanya hal itu maka
kebijakan PSBB yang telah dikeluarkan dan diterapkan oleh pemerintah selama ini kurang
efektif.
Kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh pemerintah kurang ketat. Hal ini telah
dilontarkan oleh Pakar Komunikasi Universitas Airlangga yang berkata,"Perkembangan laju
penambahan orang terpapar COVID-19 sungguh memprihatinkan. Penerapan PSBB dan
protokol kesehatan selama ini berlangsung tidak efektif”. Selain itu dia berkata pula bahwa
semua yang telah dilakukan oleh petugas lapangan dan petugas medis lakukan, jika kebijakan
PSBB dan protokol kesehatan tidak dijalankan secara komprehensif., dan hal ini
disampaikannya pada https://surabaya.liputan6.com/. Selain itu pada mediaindonesia.com
,Trubus Rahadiansyah juga berpendapat bahwa PSBB ini dinilai kurang efektif untuk
memutus rantai penyebaran Covid-19 dan dia juga berkata bahwa seharusnya PSBB transisi
tetap dijalankan,tetapi pengawasan dan penegakan hukum diperketat. Bahkan sudah tersedia
banyak regulasi yang bisa dijadikan sebagai landasan hukum , salah satunya terdapat pada
Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi terhadap
Pelanggaran PSBB dan Pergub Nomor 79 tahun 2020 tentang Denda Progresif Pelanggar
PSBB. Kebijakan PSBB yang diberlakukan selama pandemic untuk kurang efektif, juga
disebutkan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Daulay. Menurutnya, saat ini hanya tiga
cara di dunia yang berhasil menekan penyebaran Corona. Yakni, karantina wilayah alias
lockdown total seperti di China, tes masif seperti di Korea Selatan, dan penelusuran kontak
secara massal seperti di Singapura. Dia berpendapat ,"PSBB tidak sesuai sama ketiganya.
Kebijakan ini serba terbatas. Terbatas dalam membatasi orang, terbatas dalam memberi
bansos. Itu mengapa PSBB tidak efektif," kata Saleh kepada CNNIndonesia.com, Kamis
(23/4).
Menurut metro.sindonews.com, penerapan PSBB dinilai kurang efektif dengan alasan
utamanya adalah banyak sektor yang masih diperbolehkan untuk membuka operasionalnya.
Hal ini disampaikan oleh Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Sehingga mobilitas masyarakat yang merupakan media penyebaran virus Covid-19 masih
sangat tinggi. Selain itu Dicky berkata bahwa masa PSBB di Indonesia masih terlalu singkat,
pasalnya agar PSBB dapat berhasil dibutuhkan waktu selama sebulan dan rata-rata perlu 2
hingga 3 bulan.
Meskipun Kebijakan PSBB masih kurang efektif untuk diberlakukan ,namun PSBB
adalah kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia , selain untuk menghentikan
penyebaran virus corona . Selama pelaksanaan PSBB , polusi udara sehari-hari yang
disebabkan oleh masyarakat berkurang karena banyaknya masyarakat yang melakukan isolasi
mandiri. Alhasil , kualitas udara di Indonesia menjadi meningkat , meskipun hanya sedikit.
(nasional.okezone.com). Berdasarkan dari beberapa pernyataan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan PSBB yang diberlakukan di Indonesia masih membutuhkan
pengawasan yang lebih ketat,dengan diadakannya sosialisasi yang lebih rinci akan sanksi
PSBB dan masyarakat senantiasa bijak dalam menanggapi jalannya PSBB dengan mengambil
hal-hal positif.
Timotius Christian_XIIA5_22

Essai
Topik : Harga Sembako yang Mengalami Kenaikan karena Covid.
Pandemi Covid 19 masih terus berlanjut hingga saat ini. Kasus warga Positif Covid
19 masih terus bertambah, dan kasus kematian semakin meningkat. Dampak Covid-19
tentunya dapat kita rasakan pada sector ekonomi dengan adanya kenaikan harga di pasaran .
Pada saat memasuki akhir tahun 2020, kenaikan harga semakin meningkat tajam, khususnya
pada harga kebutuhan pokok, seperti gula, minyak goreng, dan telur. Selain itu kenaikan
harga juga terjadi pada buah dan sayur-sayuran, yang merupakan kebutuhan penting sebagai
konsumsi sehari-hari agar tetap sehat di masa Pandemi Covid 19. Bahkan Virus Corona juga
berdampak pada pengadaan daging, lantaran negara pemasok melakukan lockdown.
Dengan adanya kenaikan harga pada sembako , maka memicu terjadinya inflasi.
Inflasi sendiri merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus , serta Inflasi dapat terjadi dikarenakan harga suatu barang meningkat pesat akibat
demandnya lebih tinggi dari supplynya. Inflasi tentunya sering terjadi pada bahan-bahan baku
/ sembako. Terlebih lagi selama pandemic Covid-19 ini , PSBB dan isolasi mandiri telah
diterapkan , maka hal ini mennyebabkan transportasi umum dan khususnya aktivitas ekonomi
menjadi terganggu dan menimbulkan peningkatan pada konsumsi masyarakat. Selain itu
selama para masyarakat melakukan isolasi mandiri, secara otomatis mereka telah membeli
semua kebutuhan pokok yang mereka butuhkan, bahkan menimbun sembako-sembako yang
telah dibeli.Secara lama kelamaan sembako pun menipis dan mereka harus membeli beberapa
sembako lagi , sehingga demand sembako meningkat dan menyebabkan harga sembako-
sembako di pasaran meningkat drastis.
Guna menanggulangi peningkatan harga sembako di pasar maka Kementerian
Perdagangan menugaskan Perum Bulog untuk mendistribusikan beras dengan ukuran sedang
ke pasar. Hal ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, khususnya
beras . Selain itu pemerintah mengeluarkan kebijakan bansos, tetapi pelaksanaan yang
dilakukan oleh pemerintah belum utuh dan menyeluruh, serta masih diragukan oleh
masyarakat , terlebih lagi dengan adanya kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan Menteri
sosial, Juliari Batubara. Maka dari itu, pemerintah disarankan untuk mengawasi hal tersebut
dengan ketat bersamaan dengan sanksi yang tegas. Berdasarkan beberapa pernyataan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga sembako disebabkan oleh adanya
pandemic Virus Corona di Indonesia , serta pemerintah kurang melakukan pengawasan
sehingga menyebabkan terjadinya inflasi sembako. Akibatnya situasi ini dapat menjadi
kesempatan besar untuk terjadinya aksi-aksi yang tidak mengindahkan dan dapat
menjerumuskan rakyat, hal seperti ini yang perlu diperhatikan oleh pemerintah lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai