Anda di halaman 1dari 44

Kerajaan Islam di

Sumatera
Presentasi Kelompok
X IPS 3
Daftar Isi

Pembukaan
Kerajaan Islam di Sumatera
Kerajaan Samudera Pasai
Kesultanan Aceh Darussalam
Kerajaan Kerajaan Islam di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan
Sumatera Barat
Penutup
Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama di


Indonesia, berdiri pada 1285 M, di sebelah utara Perlak di daerah Lhok
Seumawe sekarang (pantai timur Aceh)
Raja pertama dan pendirinya adalah Sultan Malik Al-Saleh (1290-
1297). Pada tahun 1297 M, ia wafat, dan digantikan putranya, Sultan
Malik al-Tahir (1297 - 1326).
Setelah Sultan Malik al-Tahir wafat pada tahun 1326, ia digantikan oleh
putranya, bernama Sultan Malik al-Zahir. Ibnu Batutah
(pengembara dari Maroko) yang pernah singgah di Samudera Pasai
pada tahun 1345 dan 1346 mengatakan bahwa ia adalah seorang sultan
yang taat pada agama dan menganut mahzab Syafii.
Kerajaan Samudera Pasai

1348, Sultan Malik al-Zahir wafat, kemudian takhta kerajaan dipegang


oleh Zainal Abidin.
Majapahit berhasil menguasai Samudera Pasai.
Setelah Zainal Abidin, kerajaan ini tidak terdengar lagi karena telah
tergeser oleh Kerajaan Malaka.
Perekonomian masyarakat Samudera Pasai tergantung dari perdagangan.
Kerajaan ini berusaha menyiapkan bandar-bandar yang dapat digunakan
untuk menambah bahan perbekalan, mengurus perkapalan,
mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan, baik yang akan
dikirim ke luar negeri maupun yang disebarkan di dalam negeri.
Kerajaan Samudera Pasai

Menurut catatan perjalanan Marcopolo dan Ibn Batutah, masyarakat


Pasai adalah masyarakat pedagang yang beragama Islam terutama
mereka yang tinggal di pesisir pantai timur Sumatra.
Kehidupan sosial masyarakat Samudera Pasai, diatur menurut aturan-
aturan dan hukum-hukum Islam yang mempunyai kesamaan dengan
daerah Arab, sehingga daerah kerajaan Samudera Pasai mendapat
julukan daerah Serambi Mekkah
Kerajaan Samudera Pasai

Pusat pemerintahan terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai


Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut
ibn Batutah yang menghabiskan waktunya di Pasai, kerajaan ini tidak
memiliki benteng pertahanan dari batu.
Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan
penguasanya juga bergelar sultan. Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi bagian dari
kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang
anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera.
Kerajaan Samudera Pasai

Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi


andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual
dengan harga perak 1 tahil.
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi
beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara
Kerajaan Samudera Pasai

Berikut ini urutan raja-raja yang memerintah di Samudera Pasai, yaitu


sebagai berikut.
1. Sultan Malik al-Saleh;
2. Sultan Malikul Zahir;
3. Sultan Muhammad;
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir (Sultan al-Malik Jamaluddin);
5. Sultan Zainal Abidin;
6. Sultan Bahiah.
Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh berdiri dan muncul sebagai kekuatan baru di


Selat Malaka, pada abad ke-16 setelah jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis. Para pedagang Islam tidak mengakui kekuasaan Portugis di
Malaka.
Kesultanan Aceh didirikan oleh Ali Mughayat Syah dan sekaligus
sebagai raja pertamanya. Pada tahun 1514 - 1528 ia mulai bertakhta.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 1636),
Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaan. Wilayah kekuasaan
Aceh pada saat itu meliputi Semenanjung Malaya dan sebagian
Sumatra, kecuali Palembang dan Lampung yang dipengaruhi Banten.
Kesultanan Aceh Darussalam

Di bidang ekonomi masyarakat Aceh mengalami perkembangan


secara pesat. Hal ini disebabkan daerahnya yang subur.
Kesultanan Aceh memiliki hubungan diplomatik dengan kerajaan-
kerajaan lain, baik dari Barat maupun dari Timur.
Kesultanan Aceh mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Muda,
pada tahun 1636. Penggantinya Sultan Iskandar Thani (1637-1641), melakukan
perluasan wilayah seperti yang dilakukan oleh sultan-sultan sebelumnya.
Kesultanan Aceh Darussalam

Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya:


Minyak tanah dari Deli, Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah, Kapur
dari Singkil, Kapur Barus dan menyan dari Barus, Emas di pantai barat, Sutera di
Banda Aceh.
Selain itu di ibukota juga banyak terdapat pandai emas, tembaga, dan suasa
yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Sedang Pidie merupakan
lumbung beras bagi kesultanan.
Namun di antara semua yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor
adalah lada. Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut perkiraan
Penang, nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta dollar Spanyol. Dari jumlah ini
$400.000 dibawa ke Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika
dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut kapal dagang India,
Perancis, dan Arab. Pusat lada terletak di pantai Barat yaitu Rigas, Teunom,
dan Meulaboh.
Kerajaan Islam di Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, dan Sumatera Barat

KESULTANAN
JAMBI

KERAJAAN KESULTANAN
PAGARUYUNG PALEMBANG

KESULTANAN
SIAK SRI
INDERAPURA

CLOSING
KESULTANAN JAMBI

Kondisi Geografis
Kesultanan Jambi adalah kerajaan Islam yang berkedudukan di
provinsi Jambi sekarang. Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan
Indragiri dan kerajaan-kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan
Lima Kota di utara.
Jambi berkembang di wilayah cekungan Batang Hari, sungai
terpanjang di Sumatera.
Penduduk Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk
diperkirakan hanya sebanyak 60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris
tidak berpenghuni
KESULTANAN JAMBI
KESULTANAN JAMBI

Sejarah dan Pemerintahan


Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu, dan
kemudian menjadi bagian dari Sriwijaya.
Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di
wilayah itu. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun
1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama.
Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini
dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan
KESULTANAN JAMBI
KESULTANAN JAMBI
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA

Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam


yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia.
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil, Pewaris Tahta
Kerajaan Johor yang mengasingkan diri ke Pagaruyung.
Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota
raja yang taat beragama
Pada masa awal Kesultanan Melayu Melaka, Riau menjadi tempat
pusat agama islam. Setelah itu perkembangan agama Islam di Siak
menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran
dakwah Islam.
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA

Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam


yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia.
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil, Pewaris Tahta
Kerajaan Johor yang mengasingkan diri ke Pagaruyung.
Raja Kecil berdasarkan Hikayat Siak, merupakan Putra Sultan
Mahmud Syah, Raja Kerajaan Johor yang dibunuh. Dalam
perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan
bahari yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di
pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya.
Pada masa awal Kesultanan Melayu Melaka, Riau menjadi tempat
pusat agama islam. Setelah itu perkembangan agama Islam di Siak
menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran
dakwah Islam
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA

Membandingkan dengan catatan Tom Pires yang ditulis antara tahun


1513-1515, Siak merupakan kawasan yang berada antara Arcat dan
Indragiri yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja
Minangkabau
Sebelumnya dari catatan Belanda, dikatakan bahwa pada tahun 1674
telah datang utusan dari Johor meminta bantuan raja Minangkabau
untuk berperang melawan raja Jambi
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA

Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas


pengawasan perdagangan melalui Selat Melaka, serta kemampuan
mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan
perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan
pada tahun 1783 ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju
Malaka. Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda
di Malaka dan Inggris di Pulau Pinang.
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA

Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga


melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini
tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku
di Eropa maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda
dan Inggris
Ingat Jabatan merupakan dokumen resmi Siak Sri Inderapura yang
dicetak di Singapura, berisi rincian tanggung jawab dari berbagai
posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil
kerajaan di daerah jajahan, pengadilan maupun polisi
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA

Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama


ibu kota dari Kabupaten Siak, dan Balai Kerapatan Tinggi yang
dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri Inderapura yang dibangun
pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa
silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-olang yang pernah
mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan
pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura. Begitu juga
nama Siak masih melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di
Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak yang bermuara pada
kawasan timur pulau Sumatera
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA
KESULTANAN SIAK SRI INDERAPURA
KESULTANAN PALEMBANG

Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Islam di


Indonesia yang berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera
Selatan sekarang.
Malthe Conrad Bruun (1755-1826) seorang petualang dan ahli
geografi dari Perancis mendeskripsikan keadaan masyarakat dan kota
kerajaan waktu itu.
Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan
disebutkan seorang tokoh dari Kediri yang bernama Arya Damar
sebagai bupati Palembang turut serta menaklukan Bali
Tom Pires seorang petualang dari Portugis menyebutkan Palembang,
telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa
KESULTANAN PALEMBANG
KESULTANAN PALEMBANG

Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam


melakukan hubungan dagang terutama hasil rempahrempah dengan
pihak luar
Pada tahun 1811, Sultan Mahmud Badaruddin II menyerang pos
tentara Belanda yang berada di Palembang, namun ia menolak
bekerja sama dengan Inggris, sehingga Thomas Stamford Bingley
Raes mengirimkan pasukan menyerang Palembang
KESULTANAN PALEMBANG
Daftar Sultan Palembang
Sri Susuhunan Abdurrahman (1659-1706)
Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (1706-1718)
Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1718-1724)
Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo (1724-1757)
Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo (1757- 1776)
Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803)
Sultan Mahmud Badaruddin II (1804-1812, 1813, 1818-1821)
Sultan Ahmad Najamuddin II (1812-1813, 1813-1818)
Sultan Ahmad Najamuddin III (1821-1823)
Sultan Mahmud Badaruddin III, Prabu Diradja Al-Hajj
KERAJAAN PAGARUYUNG

Pagaruyung adalah kerajaan yang pernah berdiri di Sumatera,


wilayahnya terdapat di dalam provinsi Sumatera Barat sekarang.
Nama kerajaan ini dirujuk dari nama pohon Nibung atau Ruyung
Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri, setelah
ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak
Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada
dalam pengawasan Belanda
KERAJAAN PAGARUYUNG

Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak


dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang diterima oleh
masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan
dari setiap peristiwa peristiwa yang diceritakan
Perkembangan agama Islam setelah akhir abad ke-14 sedikit
banyaknya memberi pengaruh terutama yang berkaitan dengan
sistem patrialineal, dan memberikan fenomena yang relatif baru pada
masyarakat di pedalaman Minangkabau
Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-
16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau
datang dari Aceh dan Malaka
KERAJAAN PAGARUYUNG

Pada awal abad ke-17, kerajaan ini terpaksa harus mengakui


kedaulatan Kesultanan Aceh, dan mengakui paragubernur Aceh yang
ditunjuk untuk daerah pesisir pantai barat Sumatera
Selanjutnya VOC melalui seorang regentnya di Padang, Jacob Pits
yang daerah kekuasaannya meliputi dari Kotawan di selatan sampai
ke Barus di utara Padang mengirimkan surat tanggal 9 Oktober 1668
ditujukan kepada Sultan Ahmadsyah
KERAJAAN PAGARUYUNG

Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat


menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati.
Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh,
sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan
merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung
Pada awal abad ke-19 pecah konik antara Kaum Padri dan Kaum
Adat.
Menurut Tom Pires dalam Suma Oriental, tanah Minangkabau selain
dataran tinggi pedalaman Sumatera tempat di mana rajanya tinggal,
juga termasuk wilayah pantai timur Arcat (antara Aru dan Rokan) ke
Jambi dan kota-kota pelabuhan pantai barat Panchur (Barus), Tiku
dan Pariaman
KERAJAAN PAGARUYUNG

Pengaruh kerajaan Pagaruyung melingkupi hampir seluruh pulau


Sumatera seperti yang ditulis William Marsden dalam bukunya The
history of Sumatra (1784). Beberapa kerajaan lainnya di luar
Sumatera juga mengakui kedaulatan Pagaruyung
KERAJAAN PAGARUYUNG
Daftar Pustaka

Indriawati, Emmy. 2009. Antropologi 2 untuk Kelas XII SMA / MA. Jakarta :
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Kementrian Pendidikan dan Kebudayan. 2014. Sejarah Indonesia X
Semester 2. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud
M, Tarunasena. 2009. Sejarah XI untuk Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Waluyo, et al. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Kelas VII SMP /
MTs. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
TERIMAKASIH

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai