para pahlawan kemerdekaan dalam menumpas penjajahan 350 tahun Hindia Belanda.
Memasuki fase kemerdekaan atau masa transisi di Indonesia, serentetan kejadian yang
melukai negeri juga bukannya tidak terjadi. Pasca kemerdekaan, Indonesia kembali
dihadapkan pada banyak pergolakan.
Garis waktu yang pertama adalah masa 1966-1967 yang dikenal sebagai masa transisi ke
orde baru.
Orde baru sendiri lahir sebagai upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan
pada masa Orde Lama. Di masa ini dimulai penataan kembali seluruh aspek kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara Indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen, serta menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas
nasional guna mempercepat proses pembangunan.
Aksi-aksi Tritura
Pada masa transisi ini terjadi pergolakan politik, militer hingga lingkup sosial masyarakat. Hal
ini terbukti ketika para mahasiswa Jakarta membentuk organisasi federasi bernama
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Berbagai tindakan pemuda dan mashasiswa
pada masa transisi ini salah satunya aksi Tritura, dimana ada 3 tuntutan yang disampaikan
kepada pemerintah, yaitu pembubaran PKI, Pembersihan Kabinet dari Unsur G30 S PKI, dan
Penurunan Harga atau Perbaikan Ekonomi.
Surat perintah ini diterbitkan sebagai akibat demonstrasi yang dilakukan pemuda dan
mahasiswa pada tanggal 11 Maret 1966, sehingga pemerintah mengadakankan sidang
kabinet dalam mengatasi krisis.
Tujuan dikeluarkannya Supersemar adalah untuk memberi tugas pada Panglima Angkatan
Darat saat yang bertugas saat itu adalah Mayjen Soeharto untuk memutuskan tindakan apa
yang harus dilakukan untuk memulihkan keamanan, ketertiban, dan kestabilan dalam
melaksanakan jalannya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tokoh dibalik
perumusan Supersemar adalah Muhamad Yusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmat.
Dualisme Kepemimpinan Nasional
Tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai
berikut:
Akhirnya, pada 22 Juni 1966, Presiden Soekarno menyampaikan pidato NAWAKSARA dalam
persidangan MPRS berisi 9 persoalan yang dianggap penting. Lantaran isi pidato tersebut
hanya sedikit yang menyinggung tentang G 30 S PKI maka pengabaian peristiwa itu tak
memuaskan anggota MPRS.
Pada 10 Januari 1967, Presiden menyampaikan surat kepada pimpinan MPRS yang berisi
Pelengkap Nawaksara (Pelnawaksara). Setelah membahas pelnawaksara pada 21 Januari
1967, pimpinan MPRS menyatakan bahwa Presiden telah alpa dalam memenuhi ketentuan
konstitusional. Sehingga, pada 22 Februari 1967 tepat pukul 19.30 Presiden Soekarno
membacakan pengumuman resmi pengunduran dirinya.
Maka pada 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi Pejabat Presiden Republik
Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat
presiden, Soeharto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret
1968 dalam Sidang Umum V MPRS.