Anda di halaman 1dari 10

AH Nasution

 Biodata Jendral Abdul Haris Nasution


 Nama: Abdul Haris Nasution
 Pangkat: Jenderal Bintang Lima
 Lahir : Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918
 Meninggal: Jakarta, 6 September 2000
 Agama : Islam
 Istri: Ny Johanna Sunarti

Pendidikan :

 HIS, Yogyakarta (1932)


 HIK, Yogyakarta (1935)
 AMS Bagian B, Jakarta (1938)
 Akademi Militer, Bandung (1942)
 Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
 Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962)
 Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962)
 Universitas Mindanao, Filipina (1971)

Karir :

 Guru di Bengkulu (1938)


 Guru di Palembang (1939-1940)
 Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
 Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946)
 Dan Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948)
 Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
 Panglima Komando Jawa (1948-1949)
 KSAD (1949-1952)
 KSAD (1955-1962)
 Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959)
 Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966)
 Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963)
 Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1965)
 Ketua MPRS (1966-1972)

Kehidupan Awal

Abdul Haris Nasution Lahir di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 3
Desember 1918. Ia lahir dari keluarga batak muslim, Ia merupakan anak kedua dan anak laki-laki tertua
di keluarganya. Ayah Nasution merupakan seorang pedagang dan juga anggota Sarekat Islam. Ayahnya
yang sangat religius, menginginkan Nasution untuk belajar di sekolah agama namun sang ibu
menginginkan agar dia sekolah kedokteran di Batavia. Setamat dari sekolah pada 1932, Ia mendapatkan
beasiswa untuk belajar mengajar di Bukit Tinggi.

Pada tahun 1935, Nasution pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya dan Ia tinggal disana
selama 3 tahun. Keinginannya untuk menjadi seorang guru lama kelamaan memudar saat ketertarikan
dalam bidang politiknya tumbuh. Setelah lulus pada tahun 1937, Ia kembali ke Sumatera dan mengajar di
Bengkulu. Setahun kemudian Ia pindah mengajar ke Tanjung Raja dekat Pelembang. Namun minatnya
pada politik dan militer lebih besar.

Pada tahun 1940, Jerman Nazi menguasai Belanda dan pemerintah kolonial Belanda membentuk korps
perwira cadangan yang menerima orang Indonesia. Kemudian Nasution bergabung dan dikirim ke
Akademi Militer Bandung untuk pelatihan. Pada September 1940, Ia dipromosikan menjadi Kopral dan 3
bulan kemudian ia menjadi sersan. kemudian Ia menjadi seorang perwira di KNIL atau Koninklijk
Nederlands-Indische Leger. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia, lalu Nasution ditugaskan ke
Surabaya untuk mempertahankan pelabuhan. Nasution kembali ke Bandung untuk bersembunyi karena
takut ditangkap oleh Jepang. Tapi kemudian Ia membantu milisi Peta namun tidak benar-benar menjadi
anggota.

Pejalanan Karier Militer

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Nasution bergabung dengan TKR atau tentara keamanan
Rakyat dan pada Mei 1948 Ia diangkat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi yang menjaga
keamanan Jawa Barat. Pada tahun 1948, Nasution naik jabatan menjadi wakil Panglima TKR meskipun
hanya berpangkat.

Pada tahun 1950, Nasution menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat dan T.B Simatupang
menggantikan Soedirman yang telah meninggal sebagai Kelapa Staf Angkatan Perang. Pada tahun 1952,
Nasution dan Simatupang memutuskan untuk mengadopsi kebijakan restrukturisasi dan reorganisasi
ABRI untuk menciptakan tentara yang lebih kecil tetapi yang lebih modern dan profesional.

Pada 17 Oktober 1952, Nasution dan Simatupang memobilisasi pasukan mereka dalam unjuk kekuatan,
mereka memprotes campur tangan sipil dalam urusan militer, pasukan Nasution dan Simatupang
mengelilingi Istana Kepresidenan dan mengarahkan moncong meriam ke Istana dengan permintaan agar
Soekarno membubarkan DPR. Lalu Soekarno keluar dari Istana Kepresidenan dan meyakinkan baik
tentara dan warga sipil untuk pulang serta Nasution dan Simatupang telah dikalahkan. Nasution dan
Simatupang kemudian diperiksa oleh Jaksa Agung Suprapto. Pada Desember 1952, mereka berdua
kehilangan posisi di ABRI dan diberhentikan dari ikatan dinas.
Ketika bukan laki KSAD, Nasution menulis buku berjudul Pokok-Pokok Gerilya. Buku ini ditulis
berdasarkan pengalamannya yang berjuang dan mengorganisir perang gerilya selama Perang
Kemerdekaan Indonesia.

Setelah 3 tahun pengasingan. pada 27 Oktober 1955, Nasution diangkat kembali menjadi KSAD. Pada
tahun 1958, Nasution menyampaikan pidato di Magelang, Jawa Tengah, Nasution menyatakan bahwa
ABRI harus mengadopsi “jalan tengah” dalam pendekatan terhadap bangsa. Menurutnya, ABRI tidak
harus di bawah kendali sipil. Pada saat yang sama, ABRI tidak boleh mendominasi bangsa dengan
sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kediktatoran militer.

Pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa Indonesia sekarang akan
kembali ke UUD 1945 yang asli. Ahmad Haris Nasution diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan
Keamanan di Kabinet Soekarno dan Ia tetap memegang jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.

Pada Juli 1962, Soekarno mereorganisasi struktur. Kepala cabang Angkatan Bersenjata akan ditingkatkan
dari kepala staf menjadi panglima, Soekarno sebagai Panglima Tertinggi ABRI dan Nasution ditunjuk
sebagai kepala staf ABRI.

Percobaan Penculikan Oleh Pasukan Gerakan 30 September

Pada pagi hari 1 Oktober 1965, pasukan yang menamai dirinya Gerakan 30 September mencoba untuk
menculik 7 perwira Angkatan Darat yang anti komunis dan Nasution masuk dalam daftarnya. Pada pukul
04:00, pasukan yang dipimpin oleh Letnan latief untuk menangkap Nasution menuju rumah Nasution
yang berada di jalan Teuku Umar no.40 dengan mengendarai empat truk dan dua mobil militer .

Penjaga rumah di pos jaga luar melihat kendaraan datang, namun setelah melihat yang datang adalah
para tentara ia tidak curiga dan tidak menelepon atasannya yaitu Sersan Iskaq. Sersan Ishaq berada di
ruang jaga di ruang depan bersama dengan 6 tentara dan beberapa di antaranya sedang tidur. Seorang
penjaga sedang tidur di taman depan dan satu lagi sedang bertugas di bagian belakang rumah. Dalam
sebuah pondok terpisah, dua ajudan Nasution sedang tidur yaitu seorang letnan muda bernama Pierre
Tendean, dan ajun komisaris polisi Hamdan Mansjur.

Nasution dan istrinya terganggu oleh nyamuk dan terjaga. Nyonya Nasution yang mendengar pintu
dibuka paksa ia bangun dari tempat tidur untuk memeriksa dan membuka pintu kamar tidur, ia melihat
tentara Cakrabirawa dengan senjata siap menembak lalu ia berteriak pada suaminya. Nasution yang
ingin melihatnya namun saat membuka pintutentara menembak ke arahnya. Sang istri menyuruh
suaminya untuk keluar memalui pintu lain, Nasution berlari ke halaman rumah menuju dinding pemisah
antara rumahnya dengan Kedutaan Besar Irak. Tentara menemukannya dan menembaknya namun
meleset, lalu nia memanjat dinding dan Ia tidak dikejar.
Seluruh penghuni rumah termasuk ibu dan adik Nasution, Mardiah ketakutan, lalu ia berlari ke kamar
Nasution dan membawa putri bungsu Nasution yaitu Irma yang baru berusia 5 tahun. Saat mencoba
mencari tempat yang aman, seorang kopral penjaga istana melepaskan tembakan dan Irma tertembak
dengan 3 peluru dipunggunggnya. Sementara putri Sulung Nasution, Hendrianti Saharah Lari bersama
dengan pengasuhnya ke pondok ajudan dan bersembunyi di bawah tempat tidur.

Ajudan Nasution yaitu Tendean mengambil senjatanya dan lari dari rum,ah namun baru beberapa
langkah ia tertangkap. Setelah menyuruh suaminya pergi, Ia masuk ke rumah dan membawa putrinya
yang terluka. Saat menelpon dokter pasukan cakrabirawa memaksa Ia untuk memberi tahu dimana
suaminya lalu ia menjawab bahwa suaminya berada di luar kota. Pasukan cakrabirawa kemudian pergi
dari rumah Nasution dan membawa Tendena bersama mereka. Nyonya Nasution kemudian ke rumah
sakit pusat angkatan darat membawa putrinya yang terluka.

Nasution yang bersembunyi hingga pukul 06:00, saat kembali ke rumahnya dalam keadaan patah
pergelangan kaki. Nasution menguruh ajudannya untuk membawanya ke Departemen Pertahanan dan
Keamanan. Pada tanggal 2 Oktober pukul 06:00, Gerakan 30 September berhasil dikalahkan.

Beberapa Minggu setelah G30S, Nasution berusaha melobi Soekarno agar menjadikan Soeharto sebagai
Panglima Nagkatan Darat dan pada 14 Oktober 1965, Soeharto diangkat sebagai Panglima Angkatan
Darat. Pada Februari 1966, Nasution tidak lagi menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam
perombakan kabinet dan juga posisi Kepala Staf ABRI dihapuskan. Harapan untuk melakukan sesuatu
telah hilang, para perwira dan juga gerakan mahasiswa berada dibelakang Soeharto, walaupun begitu Ia
tetap menjadi tokoh yang dihormati. Nasution di nominasikan untuk posisi ketua MPRS oleh semua fraksi
di MRPS dan ia menjadi ketua MPRS.

Walaupun di bantu oleh Nasution, Soeharto menganggap Nasution sebagai saingan. Pada 1969, Nasution
dilarang berbicara di Akademi Militer dan Seskoad dan pada 1971 Nasution diberhentikan dari dinas
militer. Pada tahun 1972, posisi Ketua MPRS digantikan oleh Idham Chalid. Karena jatuh dari kekuasaan
tersebut, Ia mendapat julukan Gelandangan Politik.

Wafatnya Jenderal A.H. Nasution

Pada 6 September 2000, setelah menderita Stroke dan koma, Ahmad Haris Nasution meninggal.
Kemudian Ia di makamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.

Ir Soekarno

 Nama Lengkap : Dr. Ir. H. Soekarno


 Nama Kecil : Koesno Sosrodihardjo
 Nama Panggilan : Bung Karno, Soekarno, Pak Karno
 Lahir : Surabaya, 6 Juni 1901
 Wafat : Jakarta, 21 Juni 1970
 Orang Tua : Soekemi Sosrodihardjo (Ayah), Ida Ayu Nyoman Rai (Ibu),
 Istri : Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manopo, Ratna Sari Dewi, Haryati,
Yurike Sanger, Heldy Djafar
 Anak : Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, Totok
Suryawan Soekarnoputra, Karina Kartika Sari Dewi Soekarno, Ayu Gembirowati

Biografi Soekarno

Ir Soekarno dilahirkan di Surabaya tepatnya pada tanggal 6 Juni 1901 dengan nama asli bernama Koesno
Sosrodihardjo, karena sering sakit yang mungkin disebabkan karena namanya tidak sesuai maka ia
kemudian berganti nama menjadi Soekarno.

Ayah beliau bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibu bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Orang tuanya
bertemu di Bali ketika ayahnya menjadi guru di Bali dan ibunya merupakan bangsawan di Bali. Soekarno
diketahui memiliki saudara atau kakak kandung perempuan bernama Sukarmini.

MASA KECIL

Mengenai kisah hidup Presiden Soekarno, semasa kecilnya ia tidak tinggal bersama dengan orang tuanya
yang berada di Blitar. Ia tinggal bersama kakeknya yang bernama Raden Hardjokromo di Tulung Agung,
Jawa Timur.

Soekarno bahkan sempat bersekolah disana walaupun tidak sampai selesai ikut bersama dengan orang
tuanya pindahh ke Mojokerto.

Di Mojokerto, Soekarno kemudian di sekolahkan di Eerste Inlandse School dimana ayahnya juga bekerja
disitu sebagai guru. Namun ia dipindahkan tahun 1911 ke ELS (Europeesche Lagere School) yang
setingkat sekolah dasar untuk dipersiapkan masuk di HBS (Hogere Burger School) di Surabaya.

Setelah tamat dan bersekolah di HBS tahun 1915, Soekarno kemudian tinggal di rumah Haji Oemar Said
Tjokroaminoto atau H.O.S Cokroaminoto yang merupakan kawan dari ayah Soekarno.

Masa Remaja Soekarno

H.O.S Cokroaminoto dikenal sebagai pendiri dari Serikat Islam (SI). Di rumah Cokroaminoto lah Soekarno
berkenalan dengan para pemimpin Sarekat Islam (SI) seperti Haji Agus Salim dan Abdul Muis.Dalam
Biografi Soekarno yang banyak ditulis, disebutkan bahwa Soekarno akrab dengan Muso, Alimin, Darsono
dan Semaun yang kelak dikenal sebagai tokoh berhaluan kiri.
Serta Kartosuwiryo yang kelak mendirikan Darul Islam dan memimpin pemberontakan melawan
Soekarno, meskipun pada akhirnya Soekarno sendiri yang menandatangani persetujuan eksekusi mati
terhadap Kartosuwiryo yang menjadi sahabatnya ketika masih muda.

Mereka bersama-sama tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto untuk menimba ilmu dan belajar
berorganisasi melalui Sarekat Islam (SI). Disini jiwa nasionalismenya akan bangsa Indonesia menjadi
sangat besar.

Soekarno juga sempat ikut dalam organisasi pemuda tahun 1918 yang bernama Tri Koro Darmo yang
kemudian berubah nama menjadi Jong Java. Soekarno bahkan aktif sebagai penulis di koran harian
bernama Oetoesan Hindia yang dikelola oleh Cokroaminoto.

Di rumah Cokroaminoto, Soekarno muda mulai belajar berpolitik dan juga belajar berpidato meskipun
cenderung ia lakukan sendiri di depan cermin di kamarnya. Di sekolahnya yaitu Hoogere Burger School
atau HBS, Soekarno mendapat banyak ilmu pengetahuan

Pada tahun 1921 setelah lulus dari Hoogere Burger School atau HBS, Soekarno muda kemudian pindah
ke Bandung dan tinggal dirumah Haji Sanusi, disini Soekarno kemudian akrab dengan Douwes Dekker,
Tjiptomangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara.

Soekarno kemudian masuk ke Technische Hoogeschool (THS) jurusan teknik sipil. Technische
Hoogeschool (THS) kelak berubah menjadi ITB (Institut Teknologi Bandung) seperti sekarang. Di tahun
yang sama yakni 1921, Soekarno menikah dengan Siti Oetari anak sulung dari H.O.S Cokroaminoto.

Soekarno sempat berhenti kuliah setelah dua bulan masuk di THS namun di tahun 1922 ia mendaftar lagi
dan kemudian mulai kuliah dan kemudian lulus pada tanggal 25 Mei 1926 dengan gelar Ir (Insinyur).

Tamat dari THS, Soekarno mendirikan Biro Insinyur tahun 1926 bersama Ir. Anwari yang mengerjakan
desain dan rancang bangunan. Ia juga bekerja sama dengan Ir. Rooseno merancang dan membangun
rumah.

Selama di Bandung, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) yang kemudian menjadi cikal
bakal dari Partai Nasional Indonesia yang berdiri pada tanggal 4 Juli 1927.

Disini Soekarno kemudian mulai mengamalkan ajaran Marhaenisme. Tujuan dari pembentukan partai
Nasional Indonesia adalah agar bangsa Indonesia bisa merdeka dan terlepas dari Jajahan Belanda.

Dipenjara Oleh Pemerintah Kolonial

Dari keberanian Soekarno ini kemudian pemerintah kolonial Belanda menangkapnya di Yogyakarta dan
memasukkannya ke penjara Banceuy di Bandung. Kemudian tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke
penjara Suka Miskin.
Dalam penjara ini kebutuhan hidupnya semua berasal dari istrinya yang setia menemaninya yaitu Inggit
Ganarsih yang menikah dengan Soekarno pada tahun 1923 yang sebelumnya Soekarno telah
menceraikan Siti Oetari secara baik-baik pada saat masih di Bandung.

Kasus Soekarno disidangkan oleh Belanda melalui pengadilan Landraad di Bandung, ketika sudah
delapan bulan berlalu yaitu pada tanggal 18 Desember 1930.

Soekarno dalam pembelaanya membuat judul bernama “Indonesia Menggugat” yang terkenal. Dimana
ia mengungkapkan bahwa bangsa Belanda sebagai bangsa yang serakah yang telah menindas dan
merampas kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Dari pembelaannya itu kemudian sehingga membuat Belanda semakin marah sehingga PNI bentukan
Soekarno dibubarkan pada bulan Juli 1930.

Setelah keluar dari penjara bulan desember 1931, Soekarno kemudian bergabung dengan Partindo tahun
1932 karena ia sudah tidak memiliki partai lagi dan ia kemudian didaulat sebagai pemimpin Partindo
namun ia kembali ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan ke Flores.

Soekarno tahun 1938, ia kemudian dibuang ke Bengkulu, disini Soekarno bertemu dengan Mohammad
Hatta yang akan menjadi teman seperjuangannya yang kemudian keduanya akan memproklamasikan
Kemerdekaan bangsa Indonesia.

Di Bengkulu juga Soekarno kemudian berkenalan dengan Fatmawati yang kelak menjadi istri Soekarno
dan ibu negara pertama. Fatmawati merupakan putri dari Hassan Din yang mengajak Soekarno untuk
mengajar di Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu.

Tahun 1942, kekuasaan Belanda di Indonesia berakhir setelah Jepang masuk menyerbu Indonesia.
Soekarno yang sempat akan dipindahkan oleh Belanda ke Australia namun gagal setelah dicegat oleh
Jepang.

Soekarno kemudian kembali ke Jakarta. Jepang kemudian memanfaatkan Soekarno berserta pemimpin
Indonesia lainnya untuk menarik hati penduduk Indonesia.

Jepang bahkan menunjuk Soekarno untuk memimpin tim persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia
yaitu BPUPKI dan PPKI setelah berjanji memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Soekarno bahkan
sempat terbang ke Jepang untuk bertemu dengan Kaisar Hirohito.

Soekarno terus menerus melakukan pendekatan dan kerjasama dengan Jepang dengan tujuan agar
Indonesia segera diberi kemerdekaan. Segala persiapan untuk kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh
Soekarno seperti merumuskan Pancasila dan UUD 45 sebagai ideologi dan dasar negara serta perumusan
teks proklamasi kemerdekaan bersama Mohammad Hatta dan Ahmad Soebardjo.

Sebelum mengumumkan kemerdekaan Indonesia pada bulan agustus 1945, Soekarno bersama
Mohammad Hatta bersama pemimpin Indonesia yang lainnya terbang ke Dalat, Vietnam untuk menemui
pimpinan tertinggi kekaisaran Jepang di Asia Tenggara yaitu Marsekal Terauchi. Menjelang proklamasi
kemerdekaan, terdapat perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan tua.

Peristiwa Rengasdengklok

Golongan Tua menghendaki agar kemerdekaan Indonesia dipersiapkan secara matang dan golongan
muda menghendaki agar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan secepatnya.

Hal inilah yang kemudian membuat golongan muda melakukan penculikan terhadap Soekarno dan
Mohammad Hatta pada tanggal 16 agustus 1945.

Keduanya kemudian dibawa ke daerah Rengasdengklok dengan tujuan agar segera memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia dan menjauhkannya dari pengaruh Jepang. Peristiwa penculikan ini kemudian
dikenal dengan nama Peristiwa Rengasdengklok.

Mengetahui Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa ke Rengasdengklok membuat Ahmad Soebardjo
kemudian menjemput Soekarno dan Mohammad Hatta.

Sutan Syahrir yang dikenal sering berseberangan pendapat dengan Soekarno marah mendengar para
golongan muda menculik Soekarno dan Hatta dan menyuruh mereka membwanya kembali ke Jakarta.

Tiba di Jakarta, Soekarno dan Muhammad Hatta beserta pemimpin lainnya bertemu dengan Laksamana
Maeda di rumahnya di Jl. Imam Bonjol.

Laksamana Maeda kemudian menjamin keselamatan Soekarno dan para pemimpin lain dan
mempersilahkan Soerkarno dan Muhammad untuk merumuskan teks proklamasi kemerdekaan.

Bersama dengan Ahmad Soebardjo mereka bertiga merumuskan teks proklamasi kemerdekaan yang
kemudian diketik ulang oleh Sayuti Melik.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan juga Moh Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia dari penjajahan Jepang dimana pada tanggal tersebut juga diperingati sebagai Hari
kemerdekaan bangsa Indonesia dimana pancasila kemudian dibentuk oleh Soekarno sebagai dasar dari
negara Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan inilah yang kemudian membawa Ir. Soekarno bersama dengan Mohammad
Hatta diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia dalam sejarah bangsa
Indonesia.

Selama pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia sebagai negara baru ketika itu bertahan dari
berbagai permasalahan yang kerap menggoyahkan stabilitas negara Indonesia. Pertama kali dengan
agresi militer yang dilakukan oleh Belanda yang kembali menjajah Indonesia setelah Jepang menyerah.

Kemudian muncul pemberontakan PKI yang dipimpin oleh Muso (kawan lama Soekarno) dan Amir
Syarifudin, Pemberontakan Permesta, Pemberontakan Republik Maluku, Pemberontakan APRA oleh
Westeling, dan pemberontakan Darul Islam atau DI/TII oleh Kartosuwiryo yang merupakan kawannya
sendiri ketika Soekarno masih muda.

Meskipun banyak dilanda masalah pada awal-awal lahirnya negara, dibawah pemerintahan Soekarno,
Indonesia mulai terkenal di mata Internasinal.

Banyak pemimpin dunia seperti John F. Kennedy yang merupakan presiden Amerika ketika itu dan Fidel
Castro yaitu presiden Kuba dan pemimpin negara lain menaruh hormat pada Presiden Soekarno.

Indonesia ketika itu dikenal sebagai negara non blok, dan sempat berhubungan erat dengan Rusia dan
ditandai dengan pembelian senjata untuk pertahanan secara besar-besaran dari Rusia dan juga untuk
melawan Belanda ketika sedang melakukan upaya pembebasan Irian Barat.

Selain itu Indonesia melalui presiden Soekarno membentuk poros Jakarta-Beijing-Moskow yang
membuat konfrontasi dengan blok barat semakin tinggi.

Hal ini juga membuat Indonesia semakin berhaluan kiri ditandai dengan semakin berkembangnya
komunis ketika itu dimana muncul istilah ‘NASAKOM’ yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno.

Indonesia bahkan sempat berganti sistem pemerintahan dari sistem parlementer menjadi presidensil
dari tahun 1945 hingga 1960an.

Dan pada tahun 1960an pergolakan politik yang amat hebat terjadi di Indonesia, penyebab utamanya
adalah adanya pemberontakan besar oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dikenal dengan sebutan
G30-S/PKI dimana dari peristiwa ini kemudian membuat akhir cerita dari pemerintahan Presiden
Soekarno dan juga orde lama berakhir.

Hal ini ditandai dengan adanya “Supersemar” atau Surat Perintah Sebelas Maret di tahun 1966 yang
terkenal dan masih menjadi kontroversi sejarah sebab naskah aslinya tidak diketahui keberadaannya
sampai sekarang.

Supersemar dikeluarkan oleh Presiden Soekarno dan berisi himbauan dari Presiden Soekarno ke
Soeharto agar bisa mengendalikan Keamanan dan juga ketertiban negara yang ketika itu sedang kacau
dan juga berisi mandat pemindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto yang kelak menjadikan
Soeharto sebagai Presiden yang baru bagi bangsa Indonesia.

Akhir Jabatan Soekarno Sebagai Presiden

Diketahui dalam biografi Soekarno, Setelah jabatannya sebagai Presiden berakhir ditandai dengan
diangkatnya Soeharto sebagai Presiden, Ir Soekarno kemudian banyak menghabiskan waktunya di istana
Bogor.
Lama-kelamaan kesehatannya terus menerus menurun sehingga ia mendapat perawatan oleh tim dokter
kepresidenan hingga tepatnya pada tanggal 21 Juni 1970 Presiden Soekarno atau Bung Karno
menghembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Kepergian sang Proklamator sekaligus Bapak Bangsa Indonesia ke pangkuan Yang Maha Kuasa
menyisakan luka yang dalam bagi rakyat Indonesia pada waktu itu. Jenazah dari bung Karno kemudian
dibawa di Wisma Yaso, Jakarta setelah itu jenazahnya kemudian dibawa ke Blitar, Jawa Timur untuk
dikebumikan dekat dengan makam ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.

Gelar “Pahlawan Proklamasi” diberikan oleh pemerintah karena jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia.
Kisah perjuangan Bung Karno kemudian diangkat ke dalam layar lebar yang berjudul “Soekarno :
Indonesia Merdeka” yang digarap oleh sutradara terkenal Hanung Bramantio dimana Ario Bayu berperan
sebagai Tokoh Soekarno, Inggit yang diperankan oleh Maudy Koesnaedi dan Fatmawati yang diperankan
oleh Tika Bravani.

Akhir Tragis Kematian Soekarno

Di Wisma Yaso di Jln gatot Subroto ia ditahan sehingga ketika sakit ia tidak bisa kemana-mana sehingga
penahanan inilah yang kemudian membuat ia menderita lahir dan batin, keluarganya pun tidak
diperbolehkan secara bebas untuk menjenguk Soekarno.

Ketika sakit, banyak resep obat yang tidak dapat ditukar dengan obat dimana resep itu diberikan oleh dr.
Mahar Mardjono yang memimpin tim dokter ketika itu. Sehingga banyak tumpukan resep ketika itu di
meja penahanan Ir. Soekarno. resep tersebut dibiarkan saja dan tidak pernah ditukarkan dengan obat.

Banyak yang mengatakan penguasa yang baru memang sengaja membiarkan soekarno sakit dan makin
parah sehingga mempercepat kematiannya. Alat-alat kesehatan yang berasal dari Cina untuk
menyembuhkan Soekarno ditolak oleh Presiden Soeharto ketika itu. Rachmawati Soekarnoputri
menuturkan bahkan sekedar menebus obat sakit gigi pun harus seizin presiden Soeharto.

Anda mungkin juga menyukai