Anda di halaman 1dari 5

Pangeran Antasari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pangeran Antasari

Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin

Pangeran Antassarie

Gusti Inu Kartapati

Lukisan Pangeran Antasari menurut Perda Kalsel

Masa 14 Maret 1862 - 11 Oktober 1862

kekuasaan

Pendahulu Sultan Hidayatullah Khalilullah

Pengganti Sultan Muhammad Seman

Pasangan 1. Ratu Antasari (Ratoe Idjah) binti Sultan Adam

2. Nyai Fatimah (adik Tumenggung Surapati)

Anak
1. ♂ Panembahan Muhammad Said (anak dengan

Ratu Antasari)

2. ♂ Sultan Muhammad Seman(anak dengan Nyai

Fatimah)

3. ♀ Putri Kaidah

Wangsa Dinasti Banjarmasin

Ayah Pangeran Masud bin Pangeran Amir

Ibu Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman


Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1][2] atau 1809[3][4][5][6] – meninggal
di Bayan Begok, Hindia Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan
tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin
Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa
wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati
Jaya Raja.[8]

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Gusti Inu Kartapati


 2Pewaris Kerajaan Banjar
 3Perlawanan terhadap Belanda
 4Meninggal dunia
 5Silsilah
 6Referensi
 7Pranala luar

Gusti Inu Kartapati[sunting | sunting sumber]


Semasa muda nama dia adalah Gusti Inu Kartapati.[9] Ibunda Pangeran Antasari adalah Gusti
Hadijah binti Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin
Pangeran Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik
tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan
Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II[10][11][12] Pangeran Antasari memiliki 3
putera dan 8 puteri.[13] Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang lebih dikenal dengan
nama Ratu Sultan Abdul Rahman karena menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan
Adam tetapi meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi
nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.

Pewaris Kerajaan Banjar[sunting | sunting sumber]


Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, dia juga merupakan
pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa
suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito, baik yang
beragama Islam maupun Kaharingan.
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda
Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar
dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.[14]Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh
dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan
kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajah di wilayah Banjar bagian utara
(Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13
Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:

“ ”
Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!

Seluruh rakyat, para panglima Dayak, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-
bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan
Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka
agama tertinggi.[2]
Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima
kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan
tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.

Perlawanan terhadap Belanda[sunting | sunting sumber]


Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran dengan Kapal Celebes
dekat pulau Kanamit, Barito Utara

Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu
bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan
dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima
dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu
Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.[15]
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Pangeran Antasari dengan pasukan
Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan
dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Pangeran
Antasari. Dan akhirnya Pangeran Antasari memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara
Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun dia tetap pada
pendiriannya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave
Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.

“ ”
...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan
kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...

Dalam peperangan, Belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu
menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai
perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.[16] Orang-orang yang tidak mendapat
pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:[17]

1. Antasari dengan anak-anaknya


2. Demang Lehman
3. Amin Oellah
4. Soero Patty dengan anak-anaknya
5. Kiai Djaya Lalana
6. Goseti Kassan dengan anak-anaknya

Meninggal dunia[sunting | sunting sumber]


Monumen Perang Banjar yang dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang tentaranya yang tewas.

Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah


pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada
tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75
tahun. Menjelang wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah
terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.[18] Perjuangannya dilanjutkan
oleh puteranya yang bernama Muhammad Seman.[19]
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan Banjar
dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka
Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai
rambut. Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang Banjar,
Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh
pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27
Maret 1968.[20] Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan
Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan Pangeran Antasari kepada
masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan
nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000

Silsilah[sunting | sunting sumber]


Silsilah Pangeran Antasari:[21]
Sultan Tahmidullah 1 / Panembahan Kuning / Panembahan Tingie
↓ (berputra)
Sultan Hamidullah / Sultan Kuning
↓ (berputra)
Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah
↓ (berputra)
Pangeran Amir
↓ (berputra)
Pangeran Masohut (Mas'ud)
↓ (berputra)
Pangeran Antasari
↓ (berputra)
1. Panembahan Muhammad Said
2. Sultan Muhammad Seman
3. Pangeran .....
4. Puteri Kaidah
5. Puteri Hasiah (isteri Pangeran Wira Kasuma)

Referensi[sunting | sunting sumber]


 Perang Sabil Versus Perang Salib, Oleh Abdul Qodir Jaelani. Penerbit
Yayasan Pengkajian Islam Madinah al-Munawarah 1420 H/ 1999 M.
 Van Rees WA. 1865. De Bandjarmasinsche Krijg van 1859-1863, Arnhem:
Thieme.
 M. Gazali Usman, Kerajaan
Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Isl
am, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.
 R. L. de Haes, Eenige opmerkingen over het werk getiteld: de
Bandjermasinsche Krijg van 1859 tot 1863, D. Noothoven Van Goor, 1866

1. ^ (Indonesia) Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler. Galangpress


Group. ISBN 6028620106.ISBN 978-602-8620-10-9
2. ^ a b (Indonesia) Arya Ajisaka, Mengenal Pahlawan Indonesia, Kawan
Pustaka, 2004, ISBN 979-3034-70-X, 9789793034706
3. ^ (Indonesia) Wahana Ips Iimu Pengetahuan Sosial. Yudhistira Ghalia
Indonesia. ISBN 9797467139.ISBN 978-979-746-713-5
4. ^ (Indonesia) Sudarmanto, J. B. (2007). Jejak-jejak pahlawan: perekat
kesatuan bangsa Indonesia. Grasindo. hlm. 159. ISBN 9797597164.ISBN
978-979-759-716-0
5. ^ Helius Sjamsuddin; Antasari, Balai Pustaka, 1982
6. ^ (Indonesia) Iskandar, Salman. 99 Tokoh Muslim Indonesia. PT Mizan
Publika. ISBN 9797526828.ISBN 978-979-752-682-5
7. ^ Regnal Chronologies Southeast Asia: the Islands
8. ^ (Indonesia) Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan
kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu. hlm. 57.
9. ^ (Indonesia) Artha, Artum (1971). Pangeran Antasari Gusti Inu Kartapati.
10. ^ (Indonesia) Sudrajat, A Suryana (2006). Tapak-tapak pejuang: dari
reformis ke revisionis (Seri khazanah kearifan). Erlangga.
hlm. 19. ISBN 9797816109.ISBN 978-979-781-610-0
11. ^ (Indonesia) Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 pahlawan & pejuang
Nusantara. Pustaka Widyatama. hlm. 54. ISBN 9796610906.ISBN 978-
979-661-090-7
12. ^ (Belanda) (1899)De Indische gids 21 (Edisi ke-1). hlm. 277.
13. ^ (Belanda) Rutte, J. M. C. E. Le (1863). Episode uit den
Banjermasingschen oorlog. A.W. Sythoff.
14. ^ (Indonesia) SEJARAH Untuk SMP dan MTs Penerbit Grasindo ISBN
979-025-198-X, 9789790251984
15. ^ (Indonesia) Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit
Serambi. ISBN 9790241151.ISBN 978-979-024-115-2
16. ^ (Indonesia) Saleh, Mohamad Idwar; Sri Sutjiatiningsih (1993). Pangeran
Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
17. ^ (Belanda) de Heere, G. A. N. Scheltema (1863). Staatsblad van
Nederlandisch Indië. Ter Drukkerij van A. D. Schinkel. hlm. 118.
18. ^ (Indonesia) 100 Pahlawan Nusantara: Mengenal Dan Meneladani Para
Pahlawan Melalui Kisah Perjuangan Mereka Dalam Mewujudkan Dan
Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. AgroMedia.
hlm. 6. ISBN 6028526347.ISBN 978-602-8526-34-0
19. ^ (Indonesia) IPS : - Jilid 5. ESIS. hlm. 70. ISBN 9797346013.ISBN 978-
979-734-601-0
20. ^ (Indonesia) Pahlawan Indonesia. Niaga Swadaya. hlm. 12. ISBN 979-
1481-60-1.ISBN 978-979-1481-60-1
21. ^ (Indonesia) M. Idwar Saleh; Sri Sutjiatiningsih (1993). Pangeran
Antasari. Indonesia: Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Nasional: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 75.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


 http://en.rodovid.org/wk/Person:157411 Silsilah Pangeran Antasari
 (Indonesia) http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/keturunan-
pangeran-antasari-berdoa-di-makam-leluhur.html
 (Indonesia) Pangeran Antasari
 (Indonesia) Perang Banjar (1859-1905) 2
 (Indonesia) SEMANGAT, PERJUANGAN, DAN KETOKOHAN P.
ANTASARI DALAM DE BANDJERMASINCHE KRIJG
 (Inggris) Silsilah Antasari
 (Indonesia) Perang Banjar
 (Indonesia) memuat tentang Pangeran Perbatasari
 (Indonesia) Asrama Kalsel Pangeran Antasari
 (Indonesia) Sekilas mengenai Pangeran Antasari\
 (Indonesia) Keraton Banjar, Siapa yang Pantas Bertahta?

Anda mungkin juga menyukai