Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro
11 November 1785
Ngayogyakarta Hadiningrat
Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir
di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830)
melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban
paling besar dalam sejarah Indonesia.
Daftar isi
[sembunyikan]
Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock tanggal 28 Maret 1830
yang mengakhiri Perang Diponegoro (1825-1830), karya Nicolaas Pieneman.
Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 12 putra dan 10 orang putri, yang keturunannya
semuanya kini hidup tersebar di seluruh dunia, termasuk Jawa, Madura, Sulawesi,
dan Maluku bahkan di Australia, Serbia, Jerman, Belanda, dan Arab Saudi.
Sebagai penghargaan atas jasa Diponegoro dalam melawan penjajahan. Di beberapa kota besar
Indonesia terdapat Jalan Pangeran Diponegoro. Kota Semarang sendiri juga memberikan apresiasi
agar nama Pangeran Diponegoro akan senantiasa hidup. Nama-nama tempat yang menggunakan
namanya antara lain Stadion Diponegoro, Jalan Pangeran Diponegoro, Universitas
Diponegoro (Undip), maupun Kodam IV/Diponegoro. Juga ada beberapa patung yang dibuat,
patung Diponegoro di Undip Pleburan, patung Diponegoro di Kodam IV/Diponegoro serta di pintu
masuk Undip Tembalang.
Mata uang kertas Rp1.000,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1975 setelah kemerdekaan.
Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 8
Januari 1955 pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati 100 tahun wafatnya Pangeran
Diponegoro, sedangkan pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh Pangeran Diponegoro
pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.
Penghargaan tertinggi justru diberikan oleh Dunia, pada 21 Juni 2013, UNESCO menetapkan Babad
Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro merupakan
naskah klasik yang dibuat sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi
Utara, pada 1832-1833. Babad ini bercerita mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro yang
memiliki nama asli Raden Mas Antawirya.[5][6]
Selain itu, untuk mengenang jasa Pangeran Diponegoro dalam memperjuangkan kemerdekaan,
didirikanlah Museum Monumen Pangeran Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan sebutan
"Sasana Wiratama" di Tegalrejo, Yogyakarta, yang menempati bekas kediaman Pangeran
Diponegoro.