Anda di halaman 1dari 22

Adiksi Narkoba

Arni Isnaini. A

3B
Defenisi
Adiksi adalah suatu keadaan ketika seseorang
tidak mampu untuk mengendalikan
kehendaknya.
Adiksi sendiri dalam pemakaian bahasa sehari-
hari berarti suatu keterikatan atau suatu
dorongan untuk mengulang-ulang penggunaan
zat tertentu atau perilaku tertentu.
Jadi adiksi sebenarnya tidak terbatas hanya
pada penyalahgunaan narkoba saja, tetapi ada
begitu banyak adiksi yang lain, misalnya adiksi
terhadap judi, pekerjaan, seks, dan juga
games.
Ketergantungan Zat
Suatu keadaan yang ditandai dengan
pencarian atau penggunaan berulang dari
suatu bahan psikoaktif meskipun hal tersebut
akan membawa dampak merugikan bagi
psikilogis, fisik maupun sosial.
Jika diperhatikan dengan saksama, ciri-ciri itu
paling banyak dapat dilihat melalui perubahan
perilaku.
Akan sangat bijaksana jika terjadi perubahan
perilaku jangan langsung diidentikkan dengan
perilaku adiksi.
Dibutuhkan suatu hubungan komunikasi yang baik
antara orang tua dan anak-anak dan sebaliknya.
Untuk menentukan seorang itu pecandu atau
bukan, diperlukan bantuan tenaga-tenaga yang
telah berpengalaman di bidang adiksi misalnya
dokter, psikolog, konselor adiksi, pekerja sosial,
atau rohaniwan.
Hal kedua dalam mengenal perilaku adiksi
adalah apa yang disebut sebagai mekanisme
pertahanan mental (mental defense
mechanism).
Mekanisme itu merupakan suatu hal yang
secara normal ada pada manusia dan
merupakan suatu ciri-ciri yang universal ada
pada pikiran manusia. Aktifnya mekanisme itu
bisa secara sadar, setengah sadar atau tanpa
disadari, yang bertujuan melindungi ego
seseorang, perasaan, keadaan, atau fakta yang
tidak menyenangkan.
Pecandu Narkotika
Pecandu adalah seseorang yang hidupnya
dikendalikan oleh drugs dan alkohol.
Ada bebera patingkatan sebelum seseorang
benar-benar masuk kedalam tahap yang
disebut kecanduan, Yaitu:
a. Pengguna (User)
b. Penyalahgunaan (Abuser)
c. Kecanduan (Addiction)
Pengguna (User)
Merasakan perasaan senang saja, mereka dapat memakai
dan berhenti kapan saja.
Terdapat 3 kategori Pemakai:
1. Coba-coba: mulai mencoba atau menggunakan drugs
untuk memuaskan rasa ingin tahunya saja. Dalam hal ini
pengguna bisa saja langsung memutuskan untuk tidak
memakai lagi.
2. Penggunaan di acara khusus: menggunakan drugs atau
alkohol hanya pada acara-acara khusus saja.
3. Penjelajah: memakai dan mencoba jenis obat yang
berlainan, karena sudah terlanjur menggunakan jenis obat
dan minuman tetapi dia tetap saja mengkonsumsi zat dan
obat lainnya.
Penyalahguna (Abuser)
Di dalam tingkatan ini seseorang sudah mencari satu
alasan untuk membenarkan pemakaiannya dan
menyalahgunakan drugs untuk tujuan tertentu.
Seperti:
1. Menghilangkan perasaan hati yang tidak
menyenangkan
2. Memunculkan kreativitas, ketika hendak menciptakan
sebuah karya
3. Membuat semangat, ketika beban pekerja dinilai
terlalu berat
4. Menambah gairah seks karena merasa sudah loyo
Kecanduan (Addiction)
Tingkatan ini seseorang sudah mulai menggunakan drugs secara
terus menerus dengan dosis pemakaian yang selalu meningkat.
Pada saat seseorang ditingkatan ini hanya didapatkan masalah
dan masalah, seperti mulai berbohong, manipulatif, mencuri
barang di lingkungan keluarga, teman, dan tetangga, hingga
berbuat kriminal.
Sering dijumpai pecandu mencoba untuk mengontrol dan
mengatur dosis pemakaian bahkan untu kberhenti, namun hal
tersebut selalu gagal karena tingginya sifat penyangkalan (denial)
Secara mental pecandu sangat terobsesi terhadap drugs dan
dosis pemakaiannya, sedangkan secara emosional ia menjadi
sangat kompulsif terhadap drugs.
Tiga mekanisme pertahanan mental yang
biasanya muncul pada diri pecandu.
Pertama, Penyangkalan. Biasanya dalam diri
manusia sering timbul penyangkalan-
penyangkalan terhadap suatu keadaan atau
fakta yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Pada pecandu denial timbul karena dia tidak
mau melepaskan zat kesayangannya atau
penyangkalan terhadap perilaku adiksinya.
Kedua, Rasionalisasi, kalimat yang biasa keluar dari
mulut pecandu ialah Nggak separah itu kok atau
Saya akan segera berhenti, kan saya sudah ke dokter
ahli itu. Kalimat-kalimat tersebut merupakan tanda
dari aktifnya mekanisme rasionalisasi tersebut.

Ketiga, Proyeksi, mekanisme yang paling sulit untuk


dikenali, terutama bagi para pendamping atau konselor
yang belum berpengalaman dalam mengenal perilaku
adiksi. Biasanya kalimat yang muncul adalah Ini gara-
gara hal itu sih maka gue pake narkoba atau Daripada
gue dicurigain terus, sekalian aja gue pake. Jadi
proyeksi adalah suatu mekanisme yang biasa
digunakan para pecandu untuk menggeser persoalan
atau memindahkan kesalahan ke arah lain atau ke
orang lain.
Proses pulih
Dalam dinamika adiksi atau ketika menolong
pecandu, sering kali dihindari penggunaan
kata sembuh karena pada pecandu sering
terjadi relapse (kambuh) sehingga istilah yang
digunakan ialah pulih atau recovery. Istilah
yang digunakan untuk adiksi ialah chronic
relapsing disease (penyakit menahun yang
sering kambuh).
Bukan suatu proses yang mudah dan
sederhana. Paling tidak dibutuhkan suatu
keteguhan dan kesabaran dari semua pihak
yang berhubungan langsung dengan pecandu.

Ada saat dimna dalam diri pecandu muncul


kesadaran untuk segera mencari pertolongan
faktor yang dapat menimbulkan keinginan
untuk pulih
Pertama; Faktor fisik, pecandu terkena penyakit
tertentu atau pernah mengalami overdosis.
Kedua; Faktor ekonomi, pecandu menjadi sadar karena
uang dan barang sudah habis.
Ketiga; Faktor psikologis, pecandu merasa tertekan
atau depresi mengingat perilaku adiksinya.
Keempat; Faktor sosiologis, pecandu menjadi sadar,
karena hampir tidak mempunyai kehidupan sosial yang
normal lagi. Teman tidak ada, keluarga menjauh, dan
lain sebagainya.
Kelima; Faktor spiritual, pecandu merasa berdosa
karena telah melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Tahap pemulihan
Pertama, tahap rehabilitasi medis; Pada tahap ini, seluruh
kesehatan fisik dan mental diperiksa dan dokter yang telah
terlatihlah yang memutuskan apakah perlu mendapat obat
tertentu, misalnya untuk mengurangi gejala putus zat (sakau).

Kedua, tahap rehabilitasi nonmedis; Pada tahap ini pecandu ikut


dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah ada tempat-tempat
rehabilitasi nonmedis dengan program therapeutic communities
(TC); 12 steps; pendekatan keagamaan, dan lain-lain.

Ketiga, tahap bina lanjut (after care); Pada tahap ini pecandu diberi
kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi
aktivitasnya sehari-hari. Dapat juga membawa pecandu kembali ke
sekolah atau ke tempat kerjanya, tetapi tetap berada dalam
pengawasan.
Penghambat pemulihan
Secara universal ada dua hal yang menjadi faktor
penghambat dalam proses pulihnya pecandu.
Ketidaktahuan akan dinamika kecanduan dan
Aktifnya mekanisme pertahanan mental pada diri
pecandu dan/atau keluarganya.
Hal lain yang juga menjadi kendala ialah jumlah
sumber daya manusia (dokter, psikolog konselor,
rohaniwan, dan pekerja sosial) dan sarana yang
menangani masalah adiksi dirasakan masih sangat
kurang.
Pendekatan Penanganan :
a. Pendekatan Biologis
Detoksifikasi membantu penyalah guna zat untuk putus zat
secara aman dari obat adiktif
Penggunaan obat yang menyebabkan mual-mual yang kuat saat
dikombinasikan dengan alkohol (Antabuse)
Penggunaan antidepresan untuk mengontrol ketagihan obat
Penggunaan zat pengganti, seperti pengganti nikotin untuk
menggantikan rokok, atau metadon untuk menggantikan heroin
Penggunaan obat yang mencegah perasaan melayang yang
dihasilkan opioid atau alkohol (nalokson dan naltrekson)
b. Pendekatan Behavioral
Memutuskan pola perilaku penyalahgunaan zat dan
menguatkan perilaku yang lebih adaptif
Continue

c. Pendekatan Psikodinamika
Membantu individu dengan masalah penyalahgunaan zat dalam
mengidentifikasi dan mengatasi konflik psikologis yang
mendasari
d. Pendekatan Lainnya
Pendekatan penanganan residensial dan kelompok pendukung
nonprofesional, untuk membantu individu mendapatkan
kembali kendali atas hidup mereka dan menjaga abstinensi
dalam masyarakat
Pelatihan pencegahan kambuh untuk membantu individu
belajar bertahan terhadap godaan obat, untuk menyesuaikan
diri secara efektif dengan situasi berisiko tinggi, dan untuk
mencegah tergelincir berubah menjadi kambuh.
Referensi
Dr.dr.Rusdi Maslim,Sp.KJ,M.Kes, Diagnosis
Gangguan Jiwa PPDGJ-III dan DSM, PT Nuh Jaya,
Cetakan Kedua, Jakarta, 2013, hal 27-28
B.K.Puri, P.J.Laking, I.H.Treasaden, Buku Ajar
Psikiatri, Gangguan Penggunaan Zat Psikoaktif,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi Kedua,
Jakarta, 2013. Hal 129 146
Sylvia D.Elvira, Gitayanti Hadisukanto, Buku Ajar
Psikiatri, Gangguan Penggunaan Zat, Penerbit
FKUI, Edisi Kedua, Jakarta, 2014, hal 103 - 172
Wassalam..

Anda mungkin juga menyukai