Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada
klinik psikiatri. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor faktor
biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi dengan kondisi
tertentu, stres, atau trauma yang menimbulkan sindroma klinis yang
bermakna.1
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh (Generalized
Anxiety Disorder) adalah 2 8 % dan resiko antara perempuan dan laki laki
sekitar 2 : 1. Pasien gangguan cemas menyeluruh sering mengalami
komorbiditas dengan gangguan mental lainnya dan gangguan Depresi berat.1
Pada tahun 1890, Sigmund Freud melalui observasi klinisnya
mengatakan bahwa kecemasan adalah hasil dari libido yang mengendap.
Freud ingin mengatakan bahwa peningkatan fisiologis dari tekanan seksual
mengarah kepada peningkatan libido yang merupakan representasi mental dari
peristiwa fisiologis tersebut. Pelepasan yang normal dari tekanan seksual ini
menurut pandangan Freud adalah melalui hubungan seksual. Sedangkan
banyak praktek seksual yang menurut Freud tidak normal seperti koitus
interuptus dan abstinensi, yang akhirnya menahan pelepasan tekanan itu dan
berakhir pada neurosis sebenarnya (actual neurosis). Beberapa kondisi
peningkatan kecemasan yang berhubungan dengan penahanan pelepasan libido
termasuk neurasthenia, hipokondriasis dan kecemasan neurosis.2
Bentuk kecemasan lainnya paling baik ditandai dengan adanya rasa
kekhawatiran atau katakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang
terepresi. Bentuk kecemasan tersebut berperan penting untuk psikoneurosis
(histeria, fobia, dan neurosis obsesional). Freud memahami bahwa kecemasan
yang sesuai dengan keadaan tersebut lebih berkaitan dengan faktor psikologis
dibandingkan faktor fisiologis. Konflik intrapsikis menyebabkan timbulnya
kecemasan dan psikoneurosis, dan Freud mengamati bahwa kecemasan

1
tersebut kurang kuat dan dramatik dari pada yang ditemukan dalam neurosis
sesungguhnya. 3
Dengan diterbitkannya Inhibition, Symptoms, and Anxiety pada tahun
1926, Freud kembali mengemukakan teori baru tentang kecemasan yang
menyatakan bahwa baik kecemasan eksternal yang nyata dan kecemasan
internal neurotik adalah respon terhadap situasi yang berbahaya. Freud
mengidentifikasi dua jenis situasi yang menimbulkan kecemasan. Situasi
pertama melibatkan stimulasi instinktual yang melanda, prototip dari hal ini
adalah riwayat kelahiran. Dalam situasi varietas tersebut, jumlah tekanan
dorongan yang berlebihan akan menembus barier pelindung ego, sehingga
menyebabkan keadaan putus asa dan trauma. Situasi kedua adalah lebih sering
melibatkan kecemasan yang berkembang dalam menghadapi bahaya daripada
akibat dari bahaya tersebut. Peringatan terhadap bahaya tersebut disebut sinyal
kecemasan (Signal anxiety), yang bekerja pada tingkat bahwa sadar dan
berperan dalam memobilisasi kekuatan ego untuk mengatasi bahaya. Sumber
bahaya eksternal maupun internal dapat menghasilkan sinyal tersebut yang
menimbulkan mekanisme pertahanan spesifik untuk melindungi atau
menurunkan derajat luapan instinktual. 3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 GANGGUAN KECEMASAN


Gangguan kecemasan (anxiety disorder) adalah gangguan kejiwaan yang
sering ditemukan. Banyak pasien dengan gangguan kecemasan mengalami gejala
fisik yang berkaitan dengan kecemasan dan kemudian mengunjungi pusat

2
pelayanan kesehatan atau klinik psikistri. Meskipun tingkat prevalensi gangguan
kecemasan ini tinggi, banyak pasien sering tidak mengakui, mengetahui, dan
mengobati gangguan klinis yang terjadi. 4

A. Defenisi
Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan,
agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini
disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan
datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di
perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa
mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah. ( Harold I. LIEF) Anenvous condition of unrest ( Leland
E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)5
Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan
rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok
biososialnya. ( J.J GROEN)5

B.Anatomi dan Patofisiologi


Struktur otak dan daerah-daerah yang terkait dengan gangguan kecemasan
mulai dipahami dengan pengembangan pencitraan fungsional dan struktural.
Amigdala merupakan kunci dalam modulasi ketakutan dan kecemasan. Pasien
dengan gangguan kecemasan sering menunjukkan respon amigdala yang tinggi
dalam menanggapi isyarat kecemasan. Amigdala dan struktur sistem limbik lain
terhubung ke daerah korteks prefrontal. Respon yang berlebihan dari amigdala
memiliki berhubungan dengan berkurangnya aktivitas ambang batas ketika
menanggapi ancaman sosial. Kelainan aktifasi limbik prefrontal telah memberikan
bukti klinis dalam merespon intervensi psikologis atau farmakologi. 6
Sistem saraf pusat (SSP)sebagai mediator utama gejala gangguan
kecemasan seperti norepinefrin, serotonin, dopamin, dan GABA. Neurotransmiter
lain dan peptida diperkirakan terlibat dalam melepaskan faktor kortikotropin. Di
perifer, sistem saraf otonom, terutama sistem saraf simpatik, merupakan
pengantara banyak gejala.6

3
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) telah menunjukkan
peningkatan aliran di wilayah parahippocampal kanan, mengurangi serotonin jenia
1A dalam menginduksi reseptor di anterior dan posterior cinguli, dan raphe pada
pasien dengan gangguan panik. MRI telah menunjukkan bahwa pada pasien
tersebut, volume lobus temporal lebih kecil meskipun volume hippocampus
normal. Dalam studi CSF pada manusia menunjukkan kenaikan tingkat orexin,
juga dikenal sebagai hypocretin, yang dianggap berperan penting dalam
patogenesis terjadinya gangguan panik.6
Penelitian telah menunjukkan bahwa kelainan bermakna pada
neurotransmitter serotonin dalam otak terlibat dalam timbulnya obsessive-
compulsive disorder (OCD). Hal ini sangat didukung oleh tingginya efektifitas
serotonin reuptake inhibitor dalam perawatan OCD. Bukti lain juga menunjukkan
bahwa terdapat kelainan pada transmisi dopaminergik dalam beberapa kasus
OCD. Dalam beberapa kasus, gejala OCD efektif terhadap kombinasi preferensial
Serotonin Selectif Reuptake Inhibitor (SSRI) dan obat anti kejang.6
Pencitraan fungsional pada OCD telah menunjukkan beberapa pola
kelainan. Secara khusus, MRI dan PET scanning telah menunjukkan peningkatan
dalam aliran darah dan aktivitas metabolik di korteks orbitofrontal, struktur
limbik, caudatus, dan thalamus, dengan kecendrungan dominasi pada sisi kanan.
Dalam beberapa studi, aktivitas yang berlebihan dari daerah-daerah tersebut telah
terbukti menunjukkan hasil yang baik setelah perawatan yang terkontrol dengan
SSRI atau terapi perilaku-kognitif (CBT).6
Dewasa ini, perhatian berfokus pada kelainan glutamatergik pada OCD.
Walaupun terdapat modulasi oleh serotonin dan neurotransmiter lain, sinapsis
dalam jalur kortiko-striato-thalamus-kortikal diperkirakan berperan penting dalam
patologi OCD terutama dengan neurotransmiter glutamat dan GABA. 4

C.Etiologi
1. Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum4
Pertimbangan pertama adalah kemungkinan bahwa kecemasan adalah
karena kondisi medis yang dikenal atau tidak dikenal. Gangguan kecemasan yang
disebabkan oleh penyalah gunaan obat-obatan adalah diagnosis yang sering
ditemukan. Selain itu, faktor-faktor genetik secara signifikan banyak

4
mempengaruhi timbulnya risiko gangguan kecemasan. Faktor-faktor
lingkungan seperti trauma pada awal masa kanak-kanak juga dapat
berkontribusi untuk risiko timbulnya gangguan kecemasan. Perdebatan
tentang penyebab utama timbulnya gangguan kecemasan antara gen dan lingkungan telah
berkembang dengan pemahaman bahwa adanya interaksi antara kedua komponen
tersebut. Beberapa individu didapatkan tahan terhadap stres, sementara yang
lain rentan terhadap stres yang memicu timbulnya gangguan kecemasan.
Gangguan kecemasan yang sering dijumpai adalah gangguan
psikiatrik fungsional. Teori-teori psikologis menjelaskan kecemasan sebagai
perpindahan dari konflik intrapsikis (psychodynamic models) menuju
kemampuan dalam memahami dan menerima paradigma yang ada (cognitive-
behavioral models). Kebanyakan dari teori-teori ini mengidentifikasi
hal yang menjadi masalah dari suatu gangguan yang terjadi.
Teori psikodinamik menjelaskan kecemasan sebagai konflik antara id
dan ego. Teori kognitif juga telah menjelaskan kecemasan sebagai
kecenderungan untuk memperkirakan bahwa potensi bahaya terlalu tinggi.
Pasien dengan gangguan kecemasan cenderung untuk membayangkan
kemungkinan skenario terburuk dan menghindari situasi yang mereka pikir
berbahaya, seperti keramaian, ketinggian, atau interaksisosial.

2. Gangguan Panik
Gangguan panik terjadi akibat adanya disfungsi neurochemical sebagai
warisan genetik yang melibatkan ketidakseimbangan otonom, penurunan
GABA-ergic tone, polimorfisme allel gen catechol-O-methyltransferase
(COMT), peningkatan fungsi reseptor adenosine, peningkatan kortisol.
Selain itu, juga didapatkan karena berkurangnya fungsi reseptor
benzodiazepine dan ketidak seimbangan kadar serotonin, transporter
serotonin (5-HTTLPR), dan promotor gen (SLC6A4) seperti norepinefrin,
dopamin, kolesistokinin, dan interleukin-1-beta. Beberapa teori
menyebutkan bahwa gangguan panik merupakan manifestasi terjadinya
keadaan hiperventilasi kronis dan hipersensitivitas reseptor karbon dioksida.

5
Beberapa pasien epilepsi mengalami gangguan panik sebagai manifestasi
dari serangan tersebut. Studi genetik merekomendasikan bahwa kromosom
13q, 14q, 22q, 4q31-q34, dan mungkin pada kromosom 9q31 dapat
dikaitkan dengan heritabilitas fenotipe gangguan panik.
Berdasarkan teori kognitif, pasien dengan gangguan panik memiliki
kepekaan yang meningkat terhadap respon otonom internal (misalnya:
tachycardia). Gangguan panik dapat dipicu oleh:
a. Trauma (misalnya, kecelakaan, operasi)
b. Penyakit metabolik
c. Konflik interpersonal
d. Penggunaan ganja (dapat dikaitkan dengan serangan panik, mungkin
karena sering menahan napas sewaktu mengisap ganja).
e. Penggunaan stimulan (seperti kafein, dekongestan, kokain, dan
sympathomimetics (misalnya, amphetamine,metilendioksimetamfetamin
(ekstasi).
f. Kondisi-kondisi tertentu, seperti toko-toko dan transportasi umum
(terutama pada pasien dengan agoraphobia).
g. Sertraline dapat menyebabkan panik pada pasien yang sebelumnya
asimptomatik.

h. Sindrom akibat penghentian SSRI (SSRI discontinuation syndrome) dapat


menyebabkan gejala yang mirip dengan yang dialami oleh pasien panik.

Dari hasil penelitian eksperimental, gejala dapat timbul pada


seseorang dengan gangguan panik oleh hiperventilasi, inhalasi
karbondioksida, konsumsi kafein atau natrium laktat atau saline hipertonik,
kolesistokinin, isoproterenol, flumazenil, atau naltrexone. Inhalasi karbon
dioksida dapat memicu timbulnya gejala panik pada perokok.

3. Gangguan Stress Pasca Trauma (Post-traumatic Stress Disorder)


Gangguan stres pasca trauma disebabkan oleh adanya peristiwa yang
pernah dialami ataupun hanya disaksikan yang mengakibatkan cedera

6
serius, kematian, atau ancaman fisik dan integritas individu dengan respon
ketidakberdayaan dan atau ketakutan yang terus menerus. Pada trauma yang
lebih parah dan gejala stres akut yang terjadi terus menerus maka akan lebih
tinggi resiko untuk mengalami gangguan stres pasca trauma (Post-traumatic
Stress Disorder).

4. Gangguan Obsesif Kompulsif


Penyebab gangguan obesesif-kompulsif tidak diketahui. Namun,
faktor-faktor genetik, infeksi, kondisi neorologis, stres, dan hubungan
interpersonal telah terbukti relevan dalam memicu timbulnya gangguan ini.
Penelitian telah mendukung heritabilitas yang kuat untuk gangguan
obsesif-kompulsif, dengan pengaruh genetika dari 45-65% dalam studi pada
anak-anak, dan 27-47% pada orang dewasa. Beberapa penelitian genetik telah
mendukung hubungan keberbagai varietas gen serotonergik, dopaminergik,
dan glutamatergik.

5. Gangguan Kecemasan Sosial (Sosial Anxiety Disorder)


Faktor-faktor genetik tampaknya memainkan peran penting dalam
timbulnya fobia sosial. Berdasarkan hasil penelitian, risiko fobia sosial
memiliki kemungkinan untuk diwariskan.
Fobia sosial dapat diinisiasi oleh peristiwa trauma pada pengalaman
sosial (misalnya, malu) atau dengan penurunan keterampilan sosial
sehingga menghasilkan pengalaman negatif yang berulang. Hipersensitivitas
yang timbul berhubungan dengan adanya disfungsi serotonergik atau
dopaminergik. Fobia sosial tampaknya dipicu oleh interaksi antara faktor-
faktor biologis-genetik yang dimiliki dan peristiwa lingkungan yang
dialami oleh individu yang bersangkutan.

6. Fobia Spesifik (Spesific (simple) Phobia)


Fobia spesifik cenderung terdapat dalam satu keluarga, terutama tipe
fobia darah, fobia injeksi, dan fobia luka. Hasil penelitian melaporkan
bahwa 65-75% pasien mempunyai sekurang-kurangnya satu anggota
keluarga derajat pertama dengan fobia spesifik dari tipe yang sama.

7
D.Epidemiologi
Prevalensi gangguan kecemasan tampaknya bervariasi antara negara dan budaya.
Studi lintas bangsa (cross-national study) dari prevalensi gangguan panik
menemukan tingkat prevalensi seumur hidup yang berkisar 0,4% di Taiwan
sampai 2,9% di Italia. Pada studi lintas budaya (cross-cultural study)
prevalensi Gangguan Obsesif-Kompulsif menemukan tingkat prevalensi
seumur hidup yang berkisar dari 0,7% di Taiwan dan2,5% di Puerto Rico.
Dalam beberapa budaya Timur Jauh, individu dengan fobia sosial
memiliki potensi ketakutan yang dapat berkembang menjadi sikap ofensif
daripada berkembangnya ketakutan menjadi rasa malu kepada orang lain.4
Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi untuk gangguan kecemasan
individu pada semua tingkatan umur adalah 2,3-2,7% untuk gangguan panik,
4,1-6,6% untuk gangguan kecemasan umum, 2,3-2,6% untuk gangguan
obsesif-kompulsif, 1-9,3% untuk gangguan stres pasca trauma dan 2,6-13,3%
karena fobia sosial.

E. Gejala Umum Anxietas


Gejala psikologik: Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut
mati, takut gila, takut kehilangan kontrol dan sebagainya.5
Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan,
pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal,
gangguan di lambung dan lain-lain 5
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa

harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan;

kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret;

kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak

semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1

keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat. 5

F. Gangguan Anxietas5
Beberapa teori tentang gangguan anxietas:

8
1. 1. TEORI PSIKOLOGIS
a. Teori Psikoanalitik
Sigmund Freud menggolongkan kecemasan atas:
Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap
bahaya yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti ini misalnya
ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatang
buas. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilaku bagaimana
menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan yang bersumber pada realitas ini
menjadi ekstrim. Seseorang dapat menjadi sangat takut untuk keluar rumah
karena takut terjadi kecelakaan pada dirinya atau takut menyalakan korek
api karena takut terjadi kebakaran.2
Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara
pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa kali
seorang anak mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan
kebutuhan Id yang implusif terutama yang berhubungan dengan pemenuhan
insting seksual atau agresif. Anak biasanya dihukum karena secara berlebihan
mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu. Kecemasan atau
ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan
impuls Id tertentu. 2
Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena
hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi oleh Id.
Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan
terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi
bila insting tersebut dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id dan
ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas. 2
Freud membagi kecemasan neurosis (neorotic anxiety) menjadi tiga
bagian yang berbeda seperti di bawah ini: 2
a) Kecemasan yang didapat karena adanya faktor dalam dan luar yang menakutkan.
b) Kecemasan yang terkait dengan objek tertentu yang bermanifestasi
seperti fobia.

9
c) Kecemasan neurotik yang tidak berhubungan dengan faktor-faktor
berbahaya dari dalam dan luar.
Kecemasan yang bermanifestasi dalam gangguan panik merupakan
bagian dari kelompok yang ketiga, terutama jika penderita pada serangan
pertama tidak mampu menjelaskan hubungan antara pengalaman itu dengan
adanya bahaya yang mampu dikenali. Gejala fisiologis yang timbul pada saat
serangan panik tersebut seperti palpitasi, dispnea, adanya rasa takut mati, dan
adanya kecemasan akan terulangnya kejadian tersebut. Perasaan takut gila
juga sering terdapat pada serangan panik karena ketidakmampuan
penderitaamengontrol pikirannya saat itu. Saat serangan panik timbul pertama
kalii misalnya di tempat umum saat makan di restoran, mengendarai bus atau
berjalan di pasar, maka akan ada rasa ketakutan yang berupa fobia di mana
penderita merasakan ketakutan jika serangan itu terjadi lagi dalam keadaan
demikian sehingga dia berusaha untuk menghindari keadaan tersebut. Dalam
klinik kita kenal sebagai agorafobia.2
Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan Superego.
Secarasubstansial merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri.
Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual
yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu,
maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan
menemukan dirinya sebagai conscience stricken. Kecemasan moral
menjelaskan bagaimana superego yang lebih dominan daripada id dan
ego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan mengalami konfllik yang lebih
hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih
longgar.2
Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar
dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan
yang ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan
hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu

10
dan perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa
yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud
mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan yang setimpal
karena pelanggaran terhadap aturan moral.2
Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tanda peringatan kepada
individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan
pada individu termotivasi untuk memuaskan kondisi itu. Tekanan ini harus
dikurangi. Kecemasan memberikan peringatan kepada individu bahwa ego
sedang dalam ancaman dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka ego
akan terbuang secara keseluruhan. Ada berbagai cara ego melindungi
dan mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi yang
mengancam serta berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan
sumber bahaya. Individu juga dapat mengikuti kata hatinya. Atau
jika tidak ada teknik rasional yang bekerja, individu dapat memakai
mekanisme pertahanan (defence mechanism) yang non-rasional untuk
mempertahankan ego.

b. Teori perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat
belajar untuk memiliki respon kecemasan internal dengan meniru respon
kecemasan orang tuanya.

c. Teori Eksistensial
Konsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya
kehampaan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu
daripada penerimaan tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang
tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap
kehampaan eksistensi tersebut.

2. TEORI BIOLOGIS
a. Susunan Saraf Otonom

11
Stimuli sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu. Sistem
kardiovaskular takikardi, muskular nyeri kepala, gastrointestinal diare dan
sebagainya.
b. Neurotransmiter
Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan
penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu : norepinefrin,
serotonin dan gamma-aminobutyric acid.
c. Penelitian genetika
Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan
gangguan panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga
menderita gangguan.
d. Penelitian Pencitraan Otak
Contoh: pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis,
oksipital, temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para
hipokampus.

2.2 PSIKODINAMIKA
Kegentingan jiwa dapat berpengaruh pada fungsi organ-organ tubuh.
Berbagai peristiwa yang dialami oleh orang-orang dengan gangguan jiwa,
menunjukkan berbagai unsur esensial dalam hubungan antara goncangan jiwa
dan gangguan fungsi-fungsi tubuh,antara lain:
a. Suatu peristiwa yang menggoncangkan emosi dapat mencetuskan gangguan fungsi atau
penyakit tubuh.
b. Semua respons emosional biasanya disertai perubahan fisiologik tertentu (rasa
jijik disertai mual, putus asa disertai hilangnya nafsu makan, rasa takut disertai
keringat) dan gangguan fisiologik seringkali merupakan penyerta
fisiologik yang berlebihan.
c. Respon fisik dapat menjadi berkepanjangan dan jauh melampaui
berlangsungnya masa rangsang, sehingga dapat berupa menjadi penyakit yang
mengganggu baik jasmani maupun jiwa, yang akibatnya kadang-kadang
berbahaya bagi individu yang mengalami

12
d. Sikap, perilaku dan perkataan dokter berperan penting dalam perbaikan atau
memburuknya kondisi pasien.
Berubahnya fungsi suatu organ atau deviasi yang tampak pada perilaku
dan pikiran seseorang, dapat disebabkan atau dicetuskan oleh pelbagai faktor
organik, antara lain kerusakan sel-sel otak, ketidakseimbangan hormon, atau
terjadinya degenerasi jaringan, yang muncul dalam bentuk perubahan perilaku,
pikiran dan perasaan (misalnya perilaku gaduh gelisah pada delirium akibat tifus
abdominalis, tumor otak atau intoksikasi zat tertentu, dan lain-lain). Selain itu,
malfungsi tersebut dapat sebagai bentuk manifestasi dari konflik psikologik. Dan
sering dijumpai bahwa kondisi malfungsi itu disebabkan oleh gabungan antara
faktor organik dan psikologik, yaitu substrat organiknya sudah ada kelainan walau
tidak tampak dari luar, tetapi kondisinya sedemikian rupa sehingga konflik dapat
tumbuh subur.
Dalam psikiatri dikenal suatu pendekatan yang disebut dengan
psikodinamika, yaitu pendekatan yang biasanya digunakan untuk memahami apa yang
terjadi secara fungsional pada jiwa seseorang. Untuk itu kita membuat suatu model
dari jiwa (mind) yang seolah-olah mempunyai struktur atau anatomi tertentu, dan
mempunyai kekuatan yang dapat bergerak di dalam dan ke luar struktur itu, untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, dengan arah yang tertentu pula. Tentunya yang
terjadi sebenarnya belum tentu atau bisa jadi tidaklah demikian; tetapi, untuk
mempelajari sesuatu secara ilmiah, sering kita memerlukan suatu model tertentu,
agar mudah dibayangkan sehingga lebih mudah dimengerti. Mungkin hal ini tidak
mudah, karena semua bidang dalam ilmu kedokteran mengacu pada kuantitas (hal-
hal yang konkrit), dan bukannya kualitas, sebagaimana yang akan dibahas dalam
konsep psikodinamika ini.
Pengetahuan mengenai psikodinamika diperlukan oleh seorang dokter
untuk dapatmengerti dan memahami pasien melalui gejala dan keluhannya,
disamping juga untuk menegakkan diagnosis dan untuk mencapai hasil terapi yang
diinginkan serta untuk melengkapi, walaupun tidak selalu mutlak diperlukan,
dalam keseluruhan tatalaksana pasien secara komprehensif (disamping pemberian
medikasi psikotropik serta berbagai macam bentuk terapi lain dalam psikiatri).

13
Dalam mempelajari psikodinamika, hendaknya terlebih dahulu kita
mengetahui hal yang mendasarinya, yaitu konsep tentang dinamika, serta aplikasi
konsep tersebut dalam fenomena psikologik.

A. Definisi Dinamika
Dinamika merupakan suatu konsep ilmiah, yang mempelajari peristiwa-
peristiwa, dengan meninjaunya dari segi kekuatan-kekuatan, struktur atau
bentuk, dan arah (direction) dari gerakan. Misalnya, peristiwa beriaknya
gelombang laut; gelombang itu mempunyai bentuk atau struktur, yang bergerak
atau berubah ke arah tertentu, dipacu oleh suatu kekuatan tertentu.
Struktur, arah, dan kekuatan-kekuatan ini saling berkaitan (interrelated)
dan masing-masing tergantung satu sama lain (interdependent) dengan cara
tertentu. Dengan mempelajari hal ini, kita dapat menemukan hukum ilmiah
(scientific laws). Hukum ilmiah merupakan ekspresi matematis dari hubungan
antara ketiga faktor tersebut di atas (struktur, kekuatan dan arah). Hal tersebut
dapat membantu kita menjelaskan fenomena-fenomena secara kausalitas, yaitu
dapat menjelaskan dan memprediksi suatu hal dalam hubungan kausalitas. Hal
ini dapat diterapkan pada hampir semua peristiwa fisik; misalnya, terjadinya
badai, atau mengapa dan bagaimana terjadinya gempa bumi. Oleh karena itu
terdapatlah termodinamik, elektrodinamik, hidrodinamik, aerodinamik,
kemodinamik, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, tidak hanya peristiwa fisik yang akan dijelaskan,
namun juga peristiwa biologik, psikologik dan sosial. Kesulitannya ialah bahwa
terhadap fenomena-fenomena biologik, psikologik dan sosial, biasanya hanya
dapat dilakukan prediksi dan dijelaskan secara kausalitas sebagian saja, dan
tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh; fenomena biologik dapat dijelaskan
sebagian, psikologik lebih sedikit, dan fenomenasosial akan lebih sedikit lagi.
Apabila kita membahas suatu peristiwa fisik, kita lalu akan
bertanya:Apakah penyebabnya? Dalam membahas peristiwa peristiwa
biologik, psikologik dan sosial, kita tidak hanya bertanya mengenai
penyebabnya, melainkan juga tentang tujuan dan latar belakangnya (hal-ihwal

14
fisik tersebut biasanya tidak menerangkan tentang makhluk hidup, sebagaimana
hal-hal yang bersifat biologik, terlebih psikologik dan sosial). Jadi, bila kita
berbicara tentang dinamik dan yang kita maksud adalah fenomena fisik, maka
yang dimaksud adalah mengenai struktur, kekuatan dan arahnya; sedangkan
apabila kita membahas mengenai dinamik dalam biologik, psikologik dan
sosial, bila kita bertanya tentang mengapa fenomena tersebut terjadi, kita akan
bertanya bukan hanya apa penyebabnya, namun juga tujuannya, dengan maksud
untuk menjelaskan dan mencoba melakukan prediksi. Dengan demikian, bila
kita berbicara mengenai psikodinamik, yang akan kita bahas yaitu mengenai
peristiwa-peristiwa psikologik, bukan hanya struktur, kekuatan dan arahnya,
namun juga mengenai pertumbuhan, perkembangan dan tujuan (purpose). Misalnya,
kita mempelajari jantung yang sedang dalam keadaan palpitasi; tentu kita akan
mempelajari anatomi, fisiologi, kekuatan-kekuatan yang dapat menyebabkan
denyut jantung menjadi lebih cepat, serta bagaimana pertumbuhan,
perkembangan serta tujuan atau maksud dari keadaan palpitasi tersebut. Contoh
lainnya, kita melihat seseorang sedang berlari dan tampak di belakangnya
berlari pula seorang polisi. Tentunya kita akan bertanya, mengapa ia berlari?
Apa yang menyebabkannya? Karena dikejar polisi atau dapat pula karena sebab
lain? serta, apa maksudnya? Misalnya untuk menyelamatkan diri, atau hanya
kebetulan saja mereka berlari secara berurutan.

B. Definisi Psikodinamika
Ialah suatu pendekatan konseptual yang memandang proses-proses
mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas-kuantitas energi psikik yang
berlangsung intra-individual (antar bagian-bagian struktur psikik) dan inter-
individual (antar orang).
Berkaitan dengan definisi tersebut, dalam mempelajari psikodinamika,
kita akan mempelajari struktur (yaitu kepribadian), kekuatan (yaitu dorongan,
drive, libido, instincts), gerakan (movement, action), pertumbuhan (growth) dan
perkembangan (development), serta tentang maksud dan tujuan fenomena-
fenomena psikologik yang ada pada seseorang.

15
Dalam mempelajari struktur kepribadian individu, kita akan mengacu
pada suatu model yang dasarnya ialah teori psikoanalisis klasik Sigmund Freud
(seorang pakar yang memperkenalkan dan mengembangkan psikoanalisis).
Walaupun teori ini kini tidak selalu dapat digunakan dalam menganalisis dan
digunakan dalam tatalaksana pasien, namun sebagai dasar, kita tetap perlu
mempelajarinya. Dalam buku ini pun hanya akan dibahas secara garis besar dan
singkat, sebagai dasar agar lebih mudah mempelajari teori-teori pasca-Freud
yang kini telah berkembang pesat.
Dalam mempelajari struktur kepribadian, tidak akan terlepas dan akan
bertumpang tindih dengan pertumbuhan dan perkembangannya, serta dengan
gerakan dari kekuatan (teori libido). Menurut teori ini, libido atau energi psikis
yang mempunyai kekuatan tertentu, bergerak intra-individu dan inter-individu.
Dalam keadaan seimbang, distribusinya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan individu, dan disebut sebagai keadaan equilibrium atau
homeostasis.

Struktur kepribadian seseorang terdiri atas 3 komponen yaitu id, ego dan
superego. Id (naluri, drive, instincts), telah ada sejak individu dilahirkan ke
dunia ini. Selain mempunyai struktur (yang bentuknya belum jelas ketika lahir),
id juga mempunyai kekuatan berupa dorongan. Dorongan ini merupakan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, antara lain instink
bernapas, lapar, seks. Id biasanya mendominasi individu pada usia bayi hingga
lebih kurang satu setengah tahun. Pada saat itu pula konsentrasi libido berada
pada daerah mulut (menurut teori ini, konsentrasi libido akan berpindah-pindah
sesuai dengan perkembangan psikoseksual anak serta daerah erogen pada fase
perkembangan tersebut).

Dalam perkembangannya, sebagian dari id akan mengalami diferensiasi


menjadi ego. Ego terbentuk karena pertentangan (konflik) antara id dengan
lingkungan yang tidak selalu dapat memenuhi kebutuhannya. Prinsip yang
dianut oleh id yaitu pleasure principle, sedangkan ego menganut prinsip
realitas, bahwa kebutuhan atau dorongan dapat ditunda sesuai dengan realitas

16
yang ada. Konsentrasi libido selanjutnya bergerak dari mulut ke daerah anus
(fase perkembangannya disebut sebagai fase anal).

Superego terbentuk dari hasil absorbsi dan pengambilan nilai-nilai


norma dalam kultur, agama, hal-hal kebaikan yang ditanamkan oleh orang tua;
jadi bukan merupakan diferensiasi dari id sebagaimana ego. Superego
merupakan wakil orang tua dalam diri anak, yang mengingatkan akan hal-hal
yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak. Terbentuk pada usia antara 3
hingga 5 atau 6 tahun. Pada saat ini konsentrasi libido terpusat pada daerah
falus (fase perkembangannya disebut sebagai fase falik atau Oedipal).
Ketiga elemen struktur kepribadian tersebut saling berinteraksi, dengan
kandungan energi psikis yang terdistribusi secara merata sesuai tingkat
perkembangan individu. Bila terjadi konflik di antaranya, individu akan
mengalami ketegangan, ketidakpuasan, kecemasan, dan atau gejala-gejala
psikologik lain. Sebaliknya, bila seorang anak tidak pernah mengalami konflik
sama sekali pun (disebut sebagai pemanjaan atau over indulgence), akan
mengalami hal yang sama. Menurut Freud, konflik perlu dialami dalam batas
tertentu agar seorang individu belajar menunda keinginan, menyadari realitas
sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang dialami dalam hidupnya
nanti. Tetapi, kalau konflik yang dialami itu berlebihan dan berat derajatnya,
maka perkembangan kepribadian individu tidak akan optimal; perkembangan
itu akan terhambat karena ada sebagian energi psikik yang tertahan pada suatu
fase perkembangan tertentu (disebut sebagai fiksasi), sehingga energi yang
bergerak ke fase berikutnya akan berkurang jumlahnya.
Bila pada suatu saat, misalnya pada fase selanjutnya atau setelah dewasa
nantinya, individu mengalami suatu tekanan atau stresor psikososial yang relatif
berat untuknya, ia dapat kembali ke fase perkembangan saat fiksasi itu dialami
(disebut sebagai regresi). Cara-cara individu tersebut mengatasi stresor itupun
biasanya sesuai dengan tingkat regresi yang dialaminya. Menurut Freud,
psikopatologi akan timbul, bila konflik yang bermakna dialami oleh individu
pada masa lima tahun pertama kehidupannya. Sulitnya, kita biasanya

17
menjumpai pasien setelah dewasa sehingga penelusuran penghayatan hal-hal
psikologik yang bermakna tidak mudah dilakukan, karena banyak faktor yang
mempengaruhi, antara lain daya ingat, mekanisme defensi individu (akan
dibahas kemudian), serta hal-hal nirsadar lainnya. Teori klasik ini kini telah
berkembang dan banyak mengalami modifikasi, namun sebagai dasar, hingga
kini teori ini tetap digunakan sebagai acuan, agar lebih mudah mempelajari
teori-teori baru. Psikodinamika yang kini digunakan telah banyak berubah
berdasarkan kemajuan perkembangan teorinya, hasil-hasil penelitian serta
pengalaman empirik, antara lain dasar teorinya bukan hanya teori psikoanalisis
klasik ini, melainkan juga teori relasi-objek dan psikologi self.
Psychodynamic psychiatry (psikiatri dengan pendekatan psikodinamik)
atau psikiatri dinamik, telah berusia lebih kurang seabad; istilah dinamik
pertama kali digunakan oleh Leibniz untuk menekankan perbedaannya dengan
yang statis. Dalam abad ini, psikiatri dinamik modern disebutkan sebagai suatu
cabang psikiatri yang menjelaskan fenomena mental sesuai dengan
perkembangan konflik. Namun, dalam dua dekade terakhir ini, psikiatri
dinamik bukan hanya berpegangan pada konflik untuk menjelaskan fenomena-
fenomena mental dan gangguan jiwa. Sebetulnya orientasi psikodinamik bukan
satu teori, melainkan lebih merupakan ciri dari sejumlah teori yang mempunyai
kesamaan atau tumpang tindih dalam konsep-konsep, esensi, struktur dan funksi
kepribadian, psikopatogenesis, psikopatologi, terapi dan hubungan terapeutik.
Kini, psikodinamik didefinisikan sebagai: suatu pendekatan dalam
psikiatri, untuk mendiagnosis dan memberikan terapi, yang dicirikan oleh cara
berpikir baik mengenai pasien maupun klinikusnya, yang didalamnya termasuk
konflik nirsadar, defisit dan distorsi struktur intrapsikik, serta relasi-obyek
internal. Yang penting diingat sekali lagi ialah bahwa psikodinamik merupakan
suatu pendekatan konseptual, yang merupakan salah satu cara memandang
suatu fenomena psikologik, yang amat bermanfaat dalam menganalisis pasien
serta merencanakan tatalaksana yang komprehensif. Sebagaimana kita
maklumi, hingga saat ini fenomena psikologik yang terjadi pada manusia masih
belum dapat dijelaskan secara menyeluruh, apalagi untuk menjelaskannya

18
secara kausal, walaupun kini telah ditemukan pelbagai fenomena biologik yang
berupaya menjelaskan hal-hal yang masih menjadi misteri tersebut yang
bermanfaat dalam tatalaksana pasien (misalnya penemuan beberapa
neurotransmiter yang diketahui berperan pada beberapa gangguan jiwa, antara
lain depresi, skizofrenia, dll.).

C. Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan (Defence Mechanism)


Kecemasan berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang akan terjadi,
suatuancaman terhadap ego yang harus dihindari atau dilawan. Dalam hal ini
ego harusmengurangi konflik antara kemauan Id dan Superego. Konflik ini
akan selalu ada dalam kehidupan manusia karena menurut Freud, insting akan
selalu mencari pemuasan sedangkan lingkungan sosial dan moral membatasi
pemuasan tersebut. Sehingga menurut Freud suatu pertahanan akan selalu
beroperasi secara luas dalam segi kehidupan manusia. Layaknya semua perilaku
dimotivasi oleh insting, begitu juga semua perilaku mempunyai pertahanan
secara alami, dalam hal untuk melawan kecemasan.2
Setiap individu menggunakan mekanisme defensi untuk menghadapi
dan mengatasi masalah-masalah kehidupan tersebut. Tidak ada seorang pun dari
kita yang tidak menggunakan mekanisme defensi ini. Semua mekanisme
defensi dilakukan oleh ego melawan tuntutan instinktual dari id. Mekanisme
defensi diklasifikasikan dari yang paling imatur atau patologik hingga yang
matur (merupakan suatu kontinum).7
Beberapa mekanisme defensi yang tergolong matur (Vaillant), yaitu:7
1. Supresi: membuang pikiran-pikiran dan perasaan yang
tidak dapat diterima secara sadar
2. Altruisme: menangguhkan atau menganggap tidak penting
kebutuhan atau minat pribadi dibandingkan dengan orang lain.
3. Sublimasi: mengganti dorongan-dorongan atau harapan-
harapan (secara nirsadar) yang tidak dapat diterima oleh alam sadar dengan
alternatif lain yang dapat diterima secara sosial.
4. Humor: kemampuan membuat hal-hal yang lucu untuk diri

19
sendiri atau pada situasi tempat individu berada, yang merupakan bagian
dari jiwa yang sehat.

Freud membuat postulat tentang beberapa mekanisme pertahanan namun


mencatat bahwa jarang sekali individu menggunakan hanya satu pertahanan
saja. Biasanya individu akan menggunakan beberapa mekanisme pertahanan pada satu
saat yang bersamaan. Ada dua karakteristik penting dari mekanisme pertahanan.
Pertama adalah bahwa mereka merupakan bentuk penolakan atau gangguan terhadap realitas.
Kedua adalah bahwa mekanisme pertahanan berlangsung tanpa disadari. Kita
sebenarnya berbohong pada diri kita sendiri namun tidak menyadari telah
berlaku demikian. Tentu saja jika kita mengetahui bahwa kita berbohong maka
mekanisme pertahanan tidak akan efektif. Jika mekanisme pertahanan bekerja
dengan baik, pertahanan akan menjaga segala ancaman tetap berada di luar
kesadaran kita. Sebagai hasilnya kita tidak mengetahui kebenaran tentang diri
kita sendiri. Kita telah terpecah oleh gambaran keinginan, ketakutan,
kepemilikan dan segala macam lainnya.2
Beberapa mekanisme defensi yang lain (yang potensial patologik), yaitu:
1. Penyangkalan ( denial ) : yaitu menganggap tidak
ada sensasi-sensasi nyeri atau antisipasi suatu peristiwa yang tidak
menyenangkan. Mungkin inilah mekanisme yang paling sederhana. Cara
ini lazim digunakan untuk meringankan ansietas. Contohnya antara lain
anak kecil yang tidak merasa sakit ketika disuntik, orang dewasa yang
meyakini diri sendiri bahwa perkawinan, atau perceraian, atau penggantian
pekerjaan akan membereskan segala persoalan.7
2. Represi : perasaan-perasaan dan impuls yang nyeri
atau tidak dapat diterima (memalukan, membangkitkan rasa bersalah,
membahayakan) didorong ke luar kesadaran, tidak diingat, dilupakan.
Ini dapat membentuk gejala karena materi yang dilupakan itu mencari
penyaluran dalam fungsi-fungsi sistem badaniah tertentu (misalnya dalam
sindrom histeria), atau terjadi lowongan dalam pola ingatan. Hal-hal
yang direpresikan dapat juga bermanifestasi dalam ide-ide atau perasaan-

20
perasaan yang dipegang teguh dan kaku tanpa alasan yang masuk akal. 7

3. Reaksi Formasi : adalah bagaimana mengubah suatu


impuls yang mengancam dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma
sosial diubah menjadi suatu bentuk yang lebih dapat diterima. Misalnya
seorang yang mempunyai impuls seksual yang tinggi menjadi seorang yang
dengan gigih menentang pornografi. Lain lagi misalnya seseorang yang
mempunyai impuls agresif dalam dirinya berubah menjadi orang yang
ramah dan sangat bersahabat. Hal ini bukan berarti bahwa semua orang
yang menentang, misalnya peredaran film porno adalah seorang yang mencoba
menutupi impuls seksualnya yang tinggi. Perbedaan antara perilaku yang
diperbuat berupa reaksi formasi adalah intensitas dan keekstrimannya.2,7

4. Proyeksi : kegagalan diri sendiri dipersalahkan


kepada orang lain atau pada situasi, misalnya kalah dalam pertandingan
karena wasitnya curang, tidak lulus ujian karena dosennya sentimen, usaha
merosot karena situasi umum. Cara ini dapat meringankan kecemasan, rasa
bersalah dan rasa gagal. Proyeksi dapat meningkat sampai taraf ekstrim
yang disertai penyimpangan persepsi lingkungan, yaitu berupa waham
kejaran dan halusinasi.7

5. Introyeksi : arti harafiahnya yaitu memasukkan ke


dalam diri. Individu dapat menyingkirkan ketakutan terhadap seseorang
dan impuls-impuls permusuhan terhadapnya dengan cara mengambil-alih
(memasukkan ke dalam diri) sifat-sifat orang tersebut. Hal ini dapat
menjadi gejala psikopatologik bila ia kemudian merasa terancam dari
dalam yang menjelma dalam kecenderungan untuk menghukum diri dan
perasaan bersalah irasional yang tidak dapat dikuasai.7

6. Regresi : Regresi adalah suatu mekanisme


pertahanan saat individu kembali ke masa periode awal dalam
hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi dan kecemasan
yang saat ini dihadapi. Regresi biasanya berhubungan dengan kembalinya

21
individu ke suatu tahap perkembangan psikoseksual. Individu kembali
ke masa dia merasa lebih aman dari hidupnya dan dimanifestasikan oleh
perilakunya di saat itu, seperti kekanak-kanakan dan perilaku dependen. 7

7. Rasionalisasi : merupakan mekanisme pertahanan


yang melibatkan pemahaman kembali perilaku kita untuk membuatnya
menjadi lebih rasional dan dapat diterima oleh kita. Kita berusaha
memaafkan atau mempertimbangkan suatu pemikiran atau tindakan yang
mengancam kita dengan meyakinkan diri kita sendiri bahwa ada
alasan yang rasional dibalik pikiran dan tindakan itu. Misalnya
seorang yang dipecat dari pekerjaan mengatakan bahwa pekerjaannya itu
memang tidak terlalu bagus untuknya. Jika anda sedang bermain tenis dan
kalah, maka anda akan menyalahkan raket dengan cara membantingnya
atau melemparnya daripada anda menyalahkan diri anda sendiri telah
bermain buruk. Itulah yang dinamakan rasionalisasi. Hal ini dilakukan karena
dengan menyalahkan objek atau orang lain akan
sedikit mengurangi ancaman pada individu itu.2

8. Pemindahan : Suatu mekanisme pertahanan dengan


cara memindahkan impuls terhadap objek lain karena objek yang
dapat memuaskan Id tidak tersedia. Misalnya seorang anak yang kesal dan marah dengan
orang tuanya, karena perasaan takut berhadapan dengan orang tua maka rasa
kesal dan marahnya itu ditimpakan kepada adiknya yang kecil. Pada mekanisme ini
objek pengganti adalah suatu objek yang menurut individu bukanlah
merupakan suatu ancaman.2

9. Sublimasi : Berbeda dengan displacement yang mengganti


objek untuk memuaskan Id, sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian
dari impuls Id itu sendiri. Energi instingtual dialihkan ke bentuk ekspresi
lain, yang secara sosial bukan hanya diterima namun dipuji.
Misalnya energi seksual diubah menjadi perilaku kreatif yang artistik.2

10. Intelektualisasi : Sering bersamaan dengan

22
isolasi; individu mendapatkan jarak yang lebih jauh dari emosinya dan
menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak dari individu
itu sendiri.2

11. Pembentukan reaksi (reaction formation) :


mekanisme ini mempunyai hubungan dengan represi sebagai jalan untuk
mengolah atau menyalurkan materi yang direpresi. Terhadap impuls-
impuls dalam dirinya yang dirasakannya sebagai ancaman, individu
menyusun sikap reaktif terhadapnya; dengan demikian ia akan merasa
aman dan percaya bahwa impuls-impuls tersebut tidak ada. Namun,
sikap reaktif ini sering bersifat kaku dan seperti berlebihan, dan dapat
membentuk gejala obsesi dan kompulsi. Contohnya, seseorang yang
merasa terancam misalnya oleh impuls agresif atau seksual yang tercela
(dari dalam dirinya), dapat menjadi seorang dengan fanatisme religius yang
kaku dan menentang segala bentuk kesenangan bagi dirinya sendiri.7

12. Peniadaan (undoing) : Mekanisme ini biasanya


berkaitan dengan reaction formation. Terdiri atas perbuatan-perbuatan
ritualistik yang mempunyai arti simbolik untuk meniadakan, menghapus,
melupakan suatu kejadian, pemikiran atau impuls. Individu tidak
mengetahui (tidak menyadari) hal yang ditiadakan olehnya; ia hanya
mengalami suatu dorongan yang kuat untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu, yang biasanya berulang kali. Contoh, seseorang kadang-kadang
berkumur untuk menghapus perkataan yang baru dikatakannya namun
disesalkan karena terdengar memalukan.7

13. Isolasi : Mekanisme ini memisahkan ingatan tentang


peristiwa traumatik (peristiwa yang membangkitkan ansietas) dari
penghayatan emosinya. Pasien dapat mengingat dan menceritakan
peristiwa asalnya, tanpa menghayati emosi yang berkaitan dengan peristiwa
itu; emosi itu disalurkan pada obyek-obyek lain yang tampaknya tidak
relevan. 7

23
14. Penghalangan ( blocking ) : Digunakan bila
seseorang tidak dapat mengatasi emosinya dengan penyangkalan dan
represi; dengan demikian suatu fungsinya dihentikan, dihadang.
Mekanisme ini praktis selalu bersifat patologik; misalnya frigiditas sebagai
mekanisme defensi terhadap hal-ihwal seksual, pasivitas yang ekstrim pada
orang yang sebenarnya sangat hostil (bermusuhan) atau sangat takut.
Emosi yang dihadang demikian dapat disalurkan terhadap obyek atau
situasi lain yang tampaknya tak bersangkut paut.7

15. Splitting : merupakan mekanisme defensi yang


primitif, yang bermanifestasi secara klinis dalam bentuk: 7
a) Ekspresi perasaan dan perilaku yang berubah-ubah secara cepat,
b) Kemampuan pengendalian impuls berkurang secara selektif,
c) Memisahkan orang-orang di lingkungannya menjadi dua macam, yaitu
yang baik dan yang buruk,
d) Representasi self yang berubah-ubah secara bergantian dari hari ke hari
bahkan dari jam ke jam. Banyak dijumpai pada pasien dengan gangguan
kepribadian ambang.
16. Identifikasi proyektif : Merupakan sarana masuknya
splitting intrapsikik kedalam splitting interpersonal. Terdiri atas tiga tahap,
yaitu: 7
a) Pasien memproyeksikan representasi self dan obyek kepada terapis,
b) Terapis secara nirsadar mengidentifikasi hal-hal yang diproyeksikan itu
dan mulai berperilaku sesuai atau seperti yang diproyeksikan sebagai
respons terhadap tekanan interpersonal dari pasien,
c) Materi yang diproyeksikan diolah secara psikologik dan dimodifikasi
oleh terapis dan kemudian dikembalikan kepada pasien (re-introyeksi)
Materi yang dikembalikan itu akan mengubah represntasi self dan obyek
dalam pola hubungan interpersonal.

2.3 PSIKODINAMIKA GANGGUAN KECEMASAN

24
Menurut pandangan psikodinamika, kecemasan adalah suatu sinyal kepada
ego bahwa terdapat suatu dorongan dari id yang tidak dapat diterima atau
mendapat tekanan yang besar dari superego dalam merealisasikan (memuaskan)
dorongan tersebut. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambil tindakan defensif terhadap tekanan yang muncul dari dalam diri
manusia. Jika kecemasan naik di atas tingkat terendah dari karakteristik atau
fungsinya sebagai sinyal, maka kecemasan dapat timbul sebagai gangguan sudah
melebihi ambang batas karakteristik atau fungsinya sebagai sinyal yang akan
bermanifestasi dengan serangan panik yang hebat.3
Idealnya, penggunaan represi menyebabkan terjadinya pemulihan
keseimbangan psikologis tanpa pembentukan gejala, karena represi yang efektif
dapat menahandorongan dan afek serta khayalan yang menyertainya, menahan keduanya agar
tetap dibawah kontrol kesadaran. Jika represi tidak berhasil, maka mekanisme
pertahanan lain (seperti konversi, pengalihan, dan regresi) akan diperankan secara
maksimal dan akan menunjukkan gejala-gejala berupa gangguan neurotik yang
klasik seperti histeria, fobia, dan neurosis obsesif-kompulsif.
Dalam teori psikoanalitik (psikodinamika), kecemasan digolongkan ke
dalam empat kategori utama berdasarkan pada akibat yang ditimbulkannya atau
biasa juga dibahasakan berdasarkan akibat yang ditakutinya, yaitu:
1. Kecemasan id atau impuls;
2. Kecemasan perpisahan;
3. Kecemasan kastrasi; dan
4. Kecemasan superego.

Varietas kecemasan tersebut dihipotesiskan akan berkembang pada


berbagai stadium pertumbuhan dan perkembangan.

Kecemasan id atau impuls berhubungan dengan adanya ketidak nyamanan


primitif dan difus dari seseorang jika mereka dilanda oleh kebutuhan dan berbagai
stimulus dengan kondisi ketidakberdayaan dimana mereka tidak mungkin
mengendalikan hal itu. Contohnya pada bayi dengan segala bentuk ketidakberdayaan yang

25
dimilikinya.

Kecemasan perpisahan terjadi pada anak-anak yang agak besar tetapi


masihdalam masa praoedipal, yang takut kehilangan cinta atau bahkan
ditelantarkan oleh orangtuanya jika mereka gagal mengendalikan dan
mengarahkan impuls-impulsnya sesuaidengan standar kebutuhan orang tuanya.

Fantasi kastrasi yang menandai anak oedipal, khususnya dalam hubungan dengan
impuls seksual anak yang sedang berkembang, dicerminkan dalam kecemasan kastrasi dari masa
dewasa.
Kecemasan superego adalah akibat langsung dari perkembangan akhir superego
yang menandai berlalunya kompleks oedipus dan datangnya periode latensi pubertal.3

Beberapa ahli psikoanalisis berbeda pandangan tentang sumber dan sifat


kecemasan. Otto Rank, sebagai contoh, mengembalikan terjadinya semua
kecemasan kepada trauma kelahiran. Sedangkan Harry Stack Sullivan menekankan bahwa
hubungan awal antara ibu dan anak merupakan proses transmisi kecemasan ibu kepada bayinya.
Akan tetapi, terlepas dari semua itu, terapi gangguan kecemasan biasanya
melibatkan psikoterapi atau psikoanalisis yang berorientasi-tilikan jangka panjang
yang diarahkanpada pembentukan suatu transferensi, yang memungkinkan
terjadinya resolusi gejala neurotik.3

26
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Psikodinamika merupakan suatu pendekatan konseptual, yang merupakan


salah satu cara memandang suatu fenomena psikologik, yang sangat bermanfaat dalam
menganalisis pasien serta merencanakan tatalaksana yang komprehensif. Sampai
saat ini fenomena psikologik yang terjadi pada manusia masih belum dapat
dijelaskan secara menyeluruh, apalagi untuk menjelaskannya secara kausal,
walaupun kini telah ditemukan berbagai fenomena biologik yang berupaya
menjelaskan hal-hal yang masih menjadimisteri tersebut yang bermanfaat
dalam tatalaksana pasien (misalnya penemuan beberapa neurotransmiter yang
diketahui berperan pada beberapa gangguan jiwa, antara lain depresi, skizofrenia,
dan lain-lain).

Teori kecemasan dari Freud merupakan salah satu poin penting dalam
membicarakan psikodinamika (psikoanalisis). Teori ini dalam perjalanannya
mengalami beberapa perubahan seperti juga teori Freud tentang struktur
mental individu. Berbagai bentuk kecemasan telah Freud sebutkan, tetapi pada
kenyataannya, prototipe semua bentuk kecemasan adalah trauma kelahiran. Saat
itulah pertama kalinya individu dihadapkan pada situasi kecemasan yang sebelumnya tidak
pernah dialami saat dalam kandungan.

Dalam pandangan psikodinamika dan psikoanalisis, kecemasan merupakan

27
suatu tanda peringatan bahaya yang mengancam ego atau dapat dikatakan sebagai suatu sinyal
kepada ego bahwa terdapat suatu dorongan dari id yang tidak dapat diterima
ataumendapat tekanan yang besar dari superego dalam merealisasikan (memuaskan)
dorongan tersebut. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambiltindakan defensif terhadap tekanan yang muncul dari dalam diri
manusia.Individu akan berusaha mengurangi atau menghilangkan bahaya yang
mengancam tersebut dengan berbagai cara mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan
tidak selalu bekerja sendiri, terkadang beberapa mekanisme pertahanan akan
bekerja sama dalam menghadapi kecemasan. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ini
adalah agar individu lepas dari tekanan sehingga dapat tetap menjalani
kehidupannya dengan lebih baik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. L., Petrin Redayani. Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Cemas Menyeluruh


Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
2. Andri, Dewi P Yenny. Anxiety Theori Based On Classic
Psychoanalitic and Types of Defense Mechanism To Anxiety. Jakarta:
Department of PsychiatryFaculty of Medicine University of Indonesia, Cipto
Mangunkusumo GeneralHospital and Department of Mental Health, Gatot
Subroto Army Central Hospital;Juli 2007
3. Kaplan H.I., Sadock B.J. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid Dua. Tangerang : Binaputra Aksara Publisher; 2000.
4. William R Yates, MD, MS. Anxiety Disorder . Oklahoma: Laureate Institute
forBrain Research, Department of Psychiatry, University of Oklahoma
College of Medicine at Tulsa;American Academy of Family
PhysiciansandAmericanPsychiatric Association; August 2011
(http://emedicine.medscape.com/article/286227-overview)
5. Asnawi H, Evalina. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas.
Februari 2012 (http://cepiylovmie.blogspot.co.id/2012/02/tatalaksana-
diagnosis-dan-terapi.html#!/2012/02/tatalaksana-diagnosis-dan-terapi.html)
6. Martinez RC, Ribeiro de Oliveira A, Brando ML. Serotonergic mechanisms
inthe basolateral amygdala differentially regulate the conditioned and
unconditionedfear organized in the periaqueductal
gray. Eur Neuropsychopharmacol. Nov 2007 ; 17 (11) : 717
24. [Medline]. [Full Text]
7. Elvira, Sylvia D. Buku Ajar Psikiatri : Psikodinamika Jakarta: Badan
PenerbitFakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai