PENDAHULUAN
1
tersebut kurang kuat dan dramatik dari pada yang ditemukan dalam neurosis
sesungguhnya. 3
Dengan diterbitkannya Inhibition, Symptoms, and Anxiety pada tahun
1926, Freud kembali mengemukakan teori baru tentang kecemasan yang
menyatakan bahwa baik kecemasan eksternal yang nyata dan kecemasan
internal neurotik adalah respon terhadap situasi yang berbahaya. Freud
mengidentifikasi dua jenis situasi yang menimbulkan kecemasan. Situasi
pertama melibatkan stimulasi instinktual yang melanda, prototip dari hal ini
adalah riwayat kelahiran. Dalam situasi varietas tersebut, jumlah tekanan
dorongan yang berlebihan akan menembus barier pelindung ego, sehingga
menyebabkan keadaan putus asa dan trauma. Situasi kedua adalah lebih sering
melibatkan kecemasan yang berkembang dalam menghadapi bahaya daripada
akibat dari bahaya tersebut. Peringatan terhadap bahaya tersebut disebut sinyal
kecemasan (Signal anxiety), yang bekerja pada tingkat bahwa sadar dan
berperan dalam memobilisasi kekuatan ego untuk mengatasi bahaya. Sumber
bahaya eksternal maupun internal dapat menghasilkan sinyal tersebut yang
menimbulkan mekanisme pertahanan spesifik untuk melindungi atau
menurunkan derajat luapan instinktual. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2
pelayanan kesehatan atau klinik psikistri. Meskipun tingkat prevalensi gangguan
kecemasan ini tinggi, banyak pasien sering tidak mengakui, mengetahui, dan
mengobati gangguan klinis yang terjadi. 4
A. Defenisi
Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan,
agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini
disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan
datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di
perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa
mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah. ( Harold I. LIEF) Anenvous condition of unrest ( Leland
E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)5
Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan
rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok
biososialnya. ( J.J GROEN)5
3
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) telah menunjukkan
peningkatan aliran di wilayah parahippocampal kanan, mengurangi serotonin jenia
1A dalam menginduksi reseptor di anterior dan posterior cinguli, dan raphe pada
pasien dengan gangguan panik. MRI telah menunjukkan bahwa pada pasien
tersebut, volume lobus temporal lebih kecil meskipun volume hippocampus
normal. Dalam studi CSF pada manusia menunjukkan kenaikan tingkat orexin,
juga dikenal sebagai hypocretin, yang dianggap berperan penting dalam
patogenesis terjadinya gangguan panik.6
Penelitian telah menunjukkan bahwa kelainan bermakna pada
neurotransmitter serotonin dalam otak terlibat dalam timbulnya obsessive-
compulsive disorder (OCD). Hal ini sangat didukung oleh tingginya efektifitas
serotonin reuptake inhibitor dalam perawatan OCD. Bukti lain juga menunjukkan
bahwa terdapat kelainan pada transmisi dopaminergik dalam beberapa kasus
OCD. Dalam beberapa kasus, gejala OCD efektif terhadap kombinasi preferensial
Serotonin Selectif Reuptake Inhibitor (SSRI) dan obat anti kejang.6
Pencitraan fungsional pada OCD telah menunjukkan beberapa pola
kelainan. Secara khusus, MRI dan PET scanning telah menunjukkan peningkatan
dalam aliran darah dan aktivitas metabolik di korteks orbitofrontal, struktur
limbik, caudatus, dan thalamus, dengan kecendrungan dominasi pada sisi kanan.
Dalam beberapa studi, aktivitas yang berlebihan dari daerah-daerah tersebut telah
terbukti menunjukkan hasil yang baik setelah perawatan yang terkontrol dengan
SSRI atau terapi perilaku-kognitif (CBT).6
Dewasa ini, perhatian berfokus pada kelainan glutamatergik pada OCD.
Walaupun terdapat modulasi oleh serotonin dan neurotransmiter lain, sinapsis
dalam jalur kortiko-striato-thalamus-kortikal diperkirakan berperan penting dalam
patologi OCD terutama dengan neurotransmiter glutamat dan GABA. 4
C.Etiologi
1. Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum4
Pertimbangan pertama adalah kemungkinan bahwa kecemasan adalah
karena kondisi medis yang dikenal atau tidak dikenal. Gangguan kecemasan yang
disebabkan oleh penyalah gunaan obat-obatan adalah diagnosis yang sering
ditemukan. Selain itu, faktor-faktor genetik secara signifikan banyak
4
mempengaruhi timbulnya risiko gangguan kecemasan. Faktor-faktor
lingkungan seperti trauma pada awal masa kanak-kanak juga dapat
berkontribusi untuk risiko timbulnya gangguan kecemasan. Perdebatan
tentang penyebab utama timbulnya gangguan kecemasan antara gen dan lingkungan telah
berkembang dengan pemahaman bahwa adanya interaksi antara kedua komponen
tersebut. Beberapa individu didapatkan tahan terhadap stres, sementara yang
lain rentan terhadap stres yang memicu timbulnya gangguan kecemasan.
Gangguan kecemasan yang sering dijumpai adalah gangguan
psikiatrik fungsional. Teori-teori psikologis menjelaskan kecemasan sebagai
perpindahan dari konflik intrapsikis (psychodynamic models) menuju
kemampuan dalam memahami dan menerima paradigma yang ada (cognitive-
behavioral models). Kebanyakan dari teori-teori ini mengidentifikasi
hal yang menjadi masalah dari suatu gangguan yang terjadi.
Teori psikodinamik menjelaskan kecemasan sebagai konflik antara id
dan ego. Teori kognitif juga telah menjelaskan kecemasan sebagai
kecenderungan untuk memperkirakan bahwa potensi bahaya terlalu tinggi.
Pasien dengan gangguan kecemasan cenderung untuk membayangkan
kemungkinan skenario terburuk dan menghindari situasi yang mereka pikir
berbahaya, seperti keramaian, ketinggian, atau interaksisosial.
2. Gangguan Panik
Gangguan panik terjadi akibat adanya disfungsi neurochemical sebagai
warisan genetik yang melibatkan ketidakseimbangan otonom, penurunan
GABA-ergic tone, polimorfisme allel gen catechol-O-methyltransferase
(COMT), peningkatan fungsi reseptor adenosine, peningkatan kortisol.
Selain itu, juga didapatkan karena berkurangnya fungsi reseptor
benzodiazepine dan ketidak seimbangan kadar serotonin, transporter
serotonin (5-HTTLPR), dan promotor gen (SLC6A4) seperti norepinefrin,
dopamin, kolesistokinin, dan interleukin-1-beta. Beberapa teori
menyebutkan bahwa gangguan panik merupakan manifestasi terjadinya
keadaan hiperventilasi kronis dan hipersensitivitas reseptor karbon dioksida.
5
Beberapa pasien epilepsi mengalami gangguan panik sebagai manifestasi
dari serangan tersebut. Studi genetik merekomendasikan bahwa kromosom
13q, 14q, 22q, 4q31-q34, dan mungkin pada kromosom 9q31 dapat
dikaitkan dengan heritabilitas fenotipe gangguan panik.
Berdasarkan teori kognitif, pasien dengan gangguan panik memiliki
kepekaan yang meningkat terhadap respon otonom internal (misalnya:
tachycardia). Gangguan panik dapat dipicu oleh:
a. Trauma (misalnya, kecelakaan, operasi)
b. Penyakit metabolik
c. Konflik interpersonal
d. Penggunaan ganja (dapat dikaitkan dengan serangan panik, mungkin
karena sering menahan napas sewaktu mengisap ganja).
e. Penggunaan stimulan (seperti kafein, dekongestan, kokain, dan
sympathomimetics (misalnya, amphetamine,metilendioksimetamfetamin
(ekstasi).
f. Kondisi-kondisi tertentu, seperti toko-toko dan transportasi umum
(terutama pada pasien dengan agoraphobia).
g. Sertraline dapat menyebabkan panik pada pasien yang sebelumnya
asimptomatik.
6
serius, kematian, atau ancaman fisik dan integritas individu dengan respon
ketidakberdayaan dan atau ketakutan yang terus menerus. Pada trauma yang
lebih parah dan gejala stres akut yang terjadi terus menerus maka akan lebih
tinggi resiko untuk mengalami gangguan stres pasca trauma (Post-traumatic
Stress Disorder).
7
D.Epidemiologi
Prevalensi gangguan kecemasan tampaknya bervariasi antara negara dan budaya.
Studi lintas bangsa (cross-national study) dari prevalensi gangguan panik
menemukan tingkat prevalensi seumur hidup yang berkisar 0,4% di Taiwan
sampai 2,9% di Italia. Pada studi lintas budaya (cross-cultural study)
prevalensi Gangguan Obsesif-Kompulsif menemukan tingkat prevalensi
seumur hidup yang berkisar dari 0,7% di Taiwan dan2,5% di Puerto Rico.
Dalam beberapa budaya Timur Jauh, individu dengan fobia sosial
memiliki potensi ketakutan yang dapat berkembang menjadi sikap ofensif
daripada berkembangnya ketakutan menjadi rasa malu kepada orang lain.4
Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi untuk gangguan kecemasan
individu pada semua tingkatan umur adalah 2,3-2,7% untuk gangguan panik,
4,1-6,6% untuk gangguan kecemasan umum, 2,3-2,6% untuk gangguan
obsesif-kompulsif, 1-9,3% untuk gangguan stres pasca trauma dan 2,6-13,3%
karena fobia sosial.
harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan;
kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret;
kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak
semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1
keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat. 5
F. Gangguan Anxietas5
Beberapa teori tentang gangguan anxietas:
8
1. 1. TEORI PSIKOLOGIS
a. Teori Psikoanalitik
Sigmund Freud menggolongkan kecemasan atas:
Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap
bahaya yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti ini misalnya
ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatang
buas. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilaku bagaimana
menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan yang bersumber pada realitas ini
menjadi ekstrim. Seseorang dapat menjadi sangat takut untuk keluar rumah
karena takut terjadi kecelakaan pada dirinya atau takut menyalakan korek
api karena takut terjadi kebakaran.2
Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara
pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa kali
seorang anak mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan
kebutuhan Id yang implusif terutama yang berhubungan dengan pemenuhan
insting seksual atau agresif. Anak biasanya dihukum karena secara berlebihan
mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu. Kecemasan atau
ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan
impuls Id tertentu. 2
Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena
hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi oleh Id.
Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan
terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi
bila insting tersebut dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id dan
ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas. 2
Freud membagi kecemasan neurosis (neorotic anxiety) menjadi tiga
bagian yang berbeda seperti di bawah ini: 2
a) Kecemasan yang didapat karena adanya faktor dalam dan luar yang menakutkan.
b) Kecemasan yang terkait dengan objek tertentu yang bermanifestasi
seperti fobia.
9
c) Kecemasan neurotik yang tidak berhubungan dengan faktor-faktor
berbahaya dari dalam dan luar.
Kecemasan yang bermanifestasi dalam gangguan panik merupakan
bagian dari kelompok yang ketiga, terutama jika penderita pada serangan
pertama tidak mampu menjelaskan hubungan antara pengalaman itu dengan
adanya bahaya yang mampu dikenali. Gejala fisiologis yang timbul pada saat
serangan panik tersebut seperti palpitasi, dispnea, adanya rasa takut mati, dan
adanya kecemasan akan terulangnya kejadian tersebut. Perasaan takut gila
juga sering terdapat pada serangan panik karena ketidakmampuan
penderitaamengontrol pikirannya saat itu. Saat serangan panik timbul pertama
kalii misalnya di tempat umum saat makan di restoran, mengendarai bus atau
berjalan di pasar, maka akan ada rasa ketakutan yang berupa fobia di mana
penderita merasakan ketakutan jika serangan itu terjadi lagi dalam keadaan
demikian sehingga dia berusaha untuk menghindari keadaan tersebut. Dalam
klinik kita kenal sebagai agorafobia.2
Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan Superego.
Secarasubstansial merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri.
Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual
yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu,
maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan
menemukan dirinya sebagai conscience stricken. Kecemasan moral
menjelaskan bagaimana superego yang lebih dominan daripada id dan
ego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan mengalami konfllik yang lebih
hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih
longgar.2
Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar
dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan
yang ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan
hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu
10
dan perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa
yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud
mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan yang setimpal
karena pelanggaran terhadap aturan moral.2
Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tanda peringatan kepada
individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan
pada individu termotivasi untuk memuaskan kondisi itu. Tekanan ini harus
dikurangi. Kecemasan memberikan peringatan kepada individu bahwa ego
sedang dalam ancaman dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka ego
akan terbuang secara keseluruhan. Ada berbagai cara ego melindungi
dan mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi yang
mengancam serta berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan
sumber bahaya. Individu juga dapat mengikuti kata hatinya. Atau
jika tidak ada teknik rasional yang bekerja, individu dapat memakai
mekanisme pertahanan (defence mechanism) yang non-rasional untuk
mempertahankan ego.
b. Teori perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat
belajar untuk memiliki respon kecemasan internal dengan meniru respon
kecemasan orang tuanya.
c. Teori Eksistensial
Konsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya
kehampaan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu
daripada penerimaan tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang
tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap
kehampaan eksistensi tersebut.
2. TEORI BIOLOGIS
a. Susunan Saraf Otonom
11
Stimuli sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu. Sistem
kardiovaskular takikardi, muskular nyeri kepala, gastrointestinal diare dan
sebagainya.
b. Neurotransmiter
Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan
penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu : norepinefrin,
serotonin dan gamma-aminobutyric acid.
c. Penelitian genetika
Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan
gangguan panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga
menderita gangguan.
d. Penelitian Pencitraan Otak
Contoh: pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis,
oksipital, temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para
hipokampus.
2.2 PSIKODINAMIKA
Kegentingan jiwa dapat berpengaruh pada fungsi organ-organ tubuh.
Berbagai peristiwa yang dialami oleh orang-orang dengan gangguan jiwa,
menunjukkan berbagai unsur esensial dalam hubungan antara goncangan jiwa
dan gangguan fungsi-fungsi tubuh,antara lain:
a. Suatu peristiwa yang menggoncangkan emosi dapat mencetuskan gangguan fungsi atau
penyakit tubuh.
b. Semua respons emosional biasanya disertai perubahan fisiologik tertentu (rasa
jijik disertai mual, putus asa disertai hilangnya nafsu makan, rasa takut disertai
keringat) dan gangguan fisiologik seringkali merupakan penyerta
fisiologik yang berlebihan.
c. Respon fisik dapat menjadi berkepanjangan dan jauh melampaui
berlangsungnya masa rangsang, sehingga dapat berupa menjadi penyakit yang
mengganggu baik jasmani maupun jiwa, yang akibatnya kadang-kadang
berbahaya bagi individu yang mengalami
12
d. Sikap, perilaku dan perkataan dokter berperan penting dalam perbaikan atau
memburuknya kondisi pasien.
Berubahnya fungsi suatu organ atau deviasi yang tampak pada perilaku
dan pikiran seseorang, dapat disebabkan atau dicetuskan oleh pelbagai faktor
organik, antara lain kerusakan sel-sel otak, ketidakseimbangan hormon, atau
terjadinya degenerasi jaringan, yang muncul dalam bentuk perubahan perilaku,
pikiran dan perasaan (misalnya perilaku gaduh gelisah pada delirium akibat tifus
abdominalis, tumor otak atau intoksikasi zat tertentu, dan lain-lain). Selain itu,
malfungsi tersebut dapat sebagai bentuk manifestasi dari konflik psikologik. Dan
sering dijumpai bahwa kondisi malfungsi itu disebabkan oleh gabungan antara
faktor organik dan psikologik, yaitu substrat organiknya sudah ada kelainan walau
tidak tampak dari luar, tetapi kondisinya sedemikian rupa sehingga konflik dapat
tumbuh subur.
Dalam psikiatri dikenal suatu pendekatan yang disebut dengan
psikodinamika, yaitu pendekatan yang biasanya digunakan untuk memahami apa yang
terjadi secara fungsional pada jiwa seseorang. Untuk itu kita membuat suatu model
dari jiwa (mind) yang seolah-olah mempunyai struktur atau anatomi tertentu, dan
mempunyai kekuatan yang dapat bergerak di dalam dan ke luar struktur itu, untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, dengan arah yang tertentu pula. Tentunya yang
terjadi sebenarnya belum tentu atau bisa jadi tidaklah demikian; tetapi, untuk
mempelajari sesuatu secara ilmiah, sering kita memerlukan suatu model tertentu,
agar mudah dibayangkan sehingga lebih mudah dimengerti. Mungkin hal ini tidak
mudah, karena semua bidang dalam ilmu kedokteran mengacu pada kuantitas (hal-
hal yang konkrit), dan bukannya kualitas, sebagaimana yang akan dibahas dalam
konsep psikodinamika ini.
Pengetahuan mengenai psikodinamika diperlukan oleh seorang dokter
untuk dapatmengerti dan memahami pasien melalui gejala dan keluhannya,
disamping juga untuk menegakkan diagnosis dan untuk mencapai hasil terapi yang
diinginkan serta untuk melengkapi, walaupun tidak selalu mutlak diperlukan,
dalam keseluruhan tatalaksana pasien secara komprehensif (disamping pemberian
medikasi psikotropik serta berbagai macam bentuk terapi lain dalam psikiatri).
13
Dalam mempelajari psikodinamika, hendaknya terlebih dahulu kita
mengetahui hal yang mendasarinya, yaitu konsep tentang dinamika, serta aplikasi
konsep tersebut dalam fenomena psikologik.
A. Definisi Dinamika
Dinamika merupakan suatu konsep ilmiah, yang mempelajari peristiwa-
peristiwa, dengan meninjaunya dari segi kekuatan-kekuatan, struktur atau
bentuk, dan arah (direction) dari gerakan. Misalnya, peristiwa beriaknya
gelombang laut; gelombang itu mempunyai bentuk atau struktur, yang bergerak
atau berubah ke arah tertentu, dipacu oleh suatu kekuatan tertentu.
Struktur, arah, dan kekuatan-kekuatan ini saling berkaitan (interrelated)
dan masing-masing tergantung satu sama lain (interdependent) dengan cara
tertentu. Dengan mempelajari hal ini, kita dapat menemukan hukum ilmiah
(scientific laws). Hukum ilmiah merupakan ekspresi matematis dari hubungan
antara ketiga faktor tersebut di atas (struktur, kekuatan dan arah). Hal tersebut
dapat membantu kita menjelaskan fenomena-fenomena secara kausalitas, yaitu
dapat menjelaskan dan memprediksi suatu hal dalam hubungan kausalitas. Hal
ini dapat diterapkan pada hampir semua peristiwa fisik; misalnya, terjadinya
badai, atau mengapa dan bagaimana terjadinya gempa bumi. Oleh karena itu
terdapatlah termodinamik, elektrodinamik, hidrodinamik, aerodinamik,
kemodinamik, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, tidak hanya peristiwa fisik yang akan dijelaskan,
namun juga peristiwa biologik, psikologik dan sosial. Kesulitannya ialah bahwa
terhadap fenomena-fenomena biologik, psikologik dan sosial, biasanya hanya
dapat dilakukan prediksi dan dijelaskan secara kausalitas sebagian saja, dan
tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh; fenomena biologik dapat dijelaskan
sebagian, psikologik lebih sedikit, dan fenomenasosial akan lebih sedikit lagi.
Apabila kita membahas suatu peristiwa fisik, kita lalu akan
bertanya:Apakah penyebabnya? Dalam membahas peristiwa peristiwa
biologik, psikologik dan sosial, kita tidak hanya bertanya mengenai
penyebabnya, melainkan juga tentang tujuan dan latar belakangnya (hal-ihwal
14
fisik tersebut biasanya tidak menerangkan tentang makhluk hidup, sebagaimana
hal-hal yang bersifat biologik, terlebih psikologik dan sosial). Jadi, bila kita
berbicara tentang dinamik dan yang kita maksud adalah fenomena fisik, maka
yang dimaksud adalah mengenai struktur, kekuatan dan arahnya; sedangkan
apabila kita membahas mengenai dinamik dalam biologik, psikologik dan
sosial, bila kita bertanya tentang mengapa fenomena tersebut terjadi, kita akan
bertanya bukan hanya apa penyebabnya, namun juga tujuannya, dengan maksud
untuk menjelaskan dan mencoba melakukan prediksi. Dengan demikian, bila
kita berbicara mengenai psikodinamik, yang akan kita bahas yaitu mengenai
peristiwa-peristiwa psikologik, bukan hanya struktur, kekuatan dan arahnya,
namun juga mengenai pertumbuhan, perkembangan dan tujuan (purpose). Misalnya,
kita mempelajari jantung yang sedang dalam keadaan palpitasi; tentu kita akan
mempelajari anatomi, fisiologi, kekuatan-kekuatan yang dapat menyebabkan
denyut jantung menjadi lebih cepat, serta bagaimana pertumbuhan,
perkembangan serta tujuan atau maksud dari keadaan palpitasi tersebut. Contoh
lainnya, kita melihat seseorang sedang berlari dan tampak di belakangnya
berlari pula seorang polisi. Tentunya kita akan bertanya, mengapa ia berlari?
Apa yang menyebabkannya? Karena dikejar polisi atau dapat pula karena sebab
lain? serta, apa maksudnya? Misalnya untuk menyelamatkan diri, atau hanya
kebetulan saja mereka berlari secara berurutan.
B. Definisi Psikodinamika
Ialah suatu pendekatan konseptual yang memandang proses-proses
mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas-kuantitas energi psikik yang
berlangsung intra-individual (antar bagian-bagian struktur psikik) dan inter-
individual (antar orang).
Berkaitan dengan definisi tersebut, dalam mempelajari psikodinamika,
kita akan mempelajari struktur (yaitu kepribadian), kekuatan (yaitu dorongan,
drive, libido, instincts), gerakan (movement, action), pertumbuhan (growth) dan
perkembangan (development), serta tentang maksud dan tujuan fenomena-
fenomena psikologik yang ada pada seseorang.
15
Dalam mempelajari struktur kepribadian individu, kita akan mengacu
pada suatu model yang dasarnya ialah teori psikoanalisis klasik Sigmund Freud
(seorang pakar yang memperkenalkan dan mengembangkan psikoanalisis).
Walaupun teori ini kini tidak selalu dapat digunakan dalam menganalisis dan
digunakan dalam tatalaksana pasien, namun sebagai dasar, kita tetap perlu
mempelajarinya. Dalam buku ini pun hanya akan dibahas secara garis besar dan
singkat, sebagai dasar agar lebih mudah mempelajari teori-teori pasca-Freud
yang kini telah berkembang pesat.
Dalam mempelajari struktur kepribadian, tidak akan terlepas dan akan
bertumpang tindih dengan pertumbuhan dan perkembangannya, serta dengan
gerakan dari kekuatan (teori libido). Menurut teori ini, libido atau energi psikis
yang mempunyai kekuatan tertentu, bergerak intra-individu dan inter-individu.
Dalam keadaan seimbang, distribusinya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan individu, dan disebut sebagai keadaan equilibrium atau
homeostasis.
Struktur kepribadian seseorang terdiri atas 3 komponen yaitu id, ego dan
superego. Id (naluri, drive, instincts), telah ada sejak individu dilahirkan ke
dunia ini. Selain mempunyai struktur (yang bentuknya belum jelas ketika lahir),
id juga mempunyai kekuatan berupa dorongan. Dorongan ini merupakan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, antara lain instink
bernapas, lapar, seks. Id biasanya mendominasi individu pada usia bayi hingga
lebih kurang satu setengah tahun. Pada saat itu pula konsentrasi libido berada
pada daerah mulut (menurut teori ini, konsentrasi libido akan berpindah-pindah
sesuai dengan perkembangan psikoseksual anak serta daerah erogen pada fase
perkembangan tersebut).
16
yang ada. Konsentrasi libido selanjutnya bergerak dari mulut ke daerah anus
(fase perkembangannya disebut sebagai fase anal).
17
menjumpai pasien setelah dewasa sehingga penelusuran penghayatan hal-hal
psikologik yang bermakna tidak mudah dilakukan, karena banyak faktor yang
mempengaruhi, antara lain daya ingat, mekanisme defensi individu (akan
dibahas kemudian), serta hal-hal nirsadar lainnya. Teori klasik ini kini telah
berkembang dan banyak mengalami modifikasi, namun sebagai dasar, hingga
kini teori ini tetap digunakan sebagai acuan, agar lebih mudah mempelajari
teori-teori baru. Psikodinamika yang kini digunakan telah banyak berubah
berdasarkan kemajuan perkembangan teorinya, hasil-hasil penelitian serta
pengalaman empirik, antara lain dasar teorinya bukan hanya teori psikoanalisis
klasik ini, melainkan juga teori relasi-objek dan psikologi self.
Psychodynamic psychiatry (psikiatri dengan pendekatan psikodinamik)
atau psikiatri dinamik, telah berusia lebih kurang seabad; istilah dinamik
pertama kali digunakan oleh Leibniz untuk menekankan perbedaannya dengan
yang statis. Dalam abad ini, psikiatri dinamik modern disebutkan sebagai suatu
cabang psikiatri yang menjelaskan fenomena mental sesuai dengan
perkembangan konflik. Namun, dalam dua dekade terakhir ini, psikiatri
dinamik bukan hanya berpegangan pada konflik untuk menjelaskan fenomena-
fenomena mental dan gangguan jiwa. Sebetulnya orientasi psikodinamik bukan
satu teori, melainkan lebih merupakan ciri dari sejumlah teori yang mempunyai
kesamaan atau tumpang tindih dalam konsep-konsep, esensi, struktur dan funksi
kepribadian, psikopatogenesis, psikopatologi, terapi dan hubungan terapeutik.
Kini, psikodinamik didefinisikan sebagai: suatu pendekatan dalam
psikiatri, untuk mendiagnosis dan memberikan terapi, yang dicirikan oleh cara
berpikir baik mengenai pasien maupun klinikusnya, yang didalamnya termasuk
konflik nirsadar, defisit dan distorsi struktur intrapsikik, serta relasi-obyek
internal. Yang penting diingat sekali lagi ialah bahwa psikodinamik merupakan
suatu pendekatan konseptual, yang merupakan salah satu cara memandang
suatu fenomena psikologik, yang amat bermanfaat dalam menganalisis pasien
serta merencanakan tatalaksana yang komprehensif. Sebagaimana kita
maklumi, hingga saat ini fenomena psikologik yang terjadi pada manusia masih
belum dapat dijelaskan secara menyeluruh, apalagi untuk menjelaskannya
18
secara kausal, walaupun kini telah ditemukan pelbagai fenomena biologik yang
berupaya menjelaskan hal-hal yang masih menjadi misteri tersebut yang
bermanfaat dalam tatalaksana pasien (misalnya penemuan beberapa
neurotransmiter yang diketahui berperan pada beberapa gangguan jiwa, antara
lain depresi, skizofrenia, dll.).
19
sendiri atau pada situasi tempat individu berada, yang merupakan bagian
dari jiwa yang sehat.
20
perasaan yang dipegang teguh dan kaku tanpa alasan yang masuk akal. 7
21
individu ke suatu tahap perkembangan psikoseksual. Individu kembali
ke masa dia merasa lebih aman dari hidupnya dan dimanifestasikan oleh
perilakunya di saat itu, seperti kekanak-kanakan dan perilaku dependen. 7
22
isolasi; individu mendapatkan jarak yang lebih jauh dari emosinya dan
menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak dari individu
itu sendiri.2
23
14. Penghalangan ( blocking ) : Digunakan bila
seseorang tidak dapat mengatasi emosinya dengan penyangkalan dan
represi; dengan demikian suatu fungsinya dihentikan, dihadang.
Mekanisme ini praktis selalu bersifat patologik; misalnya frigiditas sebagai
mekanisme defensi terhadap hal-ihwal seksual, pasivitas yang ekstrim pada
orang yang sebenarnya sangat hostil (bermusuhan) atau sangat takut.
Emosi yang dihadang demikian dapat disalurkan terhadap obyek atau
situasi lain yang tampaknya tak bersangkut paut.7
24
Menurut pandangan psikodinamika, kecemasan adalah suatu sinyal kepada
ego bahwa terdapat suatu dorongan dari id yang tidak dapat diterima atau
mendapat tekanan yang besar dari superego dalam merealisasikan (memuaskan)
dorongan tersebut. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambil tindakan defensif terhadap tekanan yang muncul dari dalam diri
manusia. Jika kecemasan naik di atas tingkat terendah dari karakteristik atau
fungsinya sebagai sinyal, maka kecemasan dapat timbul sebagai gangguan sudah
melebihi ambang batas karakteristik atau fungsinya sebagai sinyal yang akan
bermanifestasi dengan serangan panik yang hebat.3
Idealnya, penggunaan represi menyebabkan terjadinya pemulihan
keseimbangan psikologis tanpa pembentukan gejala, karena represi yang efektif
dapat menahandorongan dan afek serta khayalan yang menyertainya, menahan keduanya agar
tetap dibawah kontrol kesadaran. Jika represi tidak berhasil, maka mekanisme
pertahanan lain (seperti konversi, pengalihan, dan regresi) akan diperankan secara
maksimal dan akan menunjukkan gejala-gejala berupa gangguan neurotik yang
klasik seperti histeria, fobia, dan neurosis obsesif-kompulsif.
Dalam teori psikoanalitik (psikodinamika), kecemasan digolongkan ke
dalam empat kategori utama berdasarkan pada akibat yang ditimbulkannya atau
biasa juga dibahasakan berdasarkan akibat yang ditakutinya, yaitu:
1. Kecemasan id atau impuls;
2. Kecemasan perpisahan;
3. Kecemasan kastrasi; dan
4. Kecemasan superego.
25
dimilikinya.
Fantasi kastrasi yang menandai anak oedipal, khususnya dalam hubungan dengan
impuls seksual anak yang sedang berkembang, dicerminkan dalam kecemasan kastrasi dari masa
dewasa.
Kecemasan superego adalah akibat langsung dari perkembangan akhir superego
yang menandai berlalunya kompleks oedipus dan datangnya periode latensi pubertal.3
26
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Teori kecemasan dari Freud merupakan salah satu poin penting dalam
membicarakan psikodinamika (psikoanalisis). Teori ini dalam perjalanannya
mengalami beberapa perubahan seperti juga teori Freud tentang struktur
mental individu. Berbagai bentuk kecemasan telah Freud sebutkan, tetapi pada
kenyataannya, prototipe semua bentuk kecemasan adalah trauma kelahiran. Saat
itulah pertama kalinya individu dihadapkan pada situasi kecemasan yang sebelumnya tidak
pernah dialami saat dalam kandungan.
27
suatu tanda peringatan bahaya yang mengancam ego atau dapat dikatakan sebagai suatu sinyal
kepada ego bahwa terdapat suatu dorongan dari id yang tidak dapat diterima
ataumendapat tekanan yang besar dari superego dalam merealisasikan (memuaskan)
dorongan tersebut. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambiltindakan defensif terhadap tekanan yang muncul dari dalam diri
manusia.Individu akan berusaha mengurangi atau menghilangkan bahaya yang
mengancam tersebut dengan berbagai cara mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan
tidak selalu bekerja sendiri, terkadang beberapa mekanisme pertahanan akan
bekerja sama dalam menghadapi kecemasan. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ini
adalah agar individu lepas dari tekanan sehingga dapat tetap menjalani
kehidupannya dengan lebih baik.
28
DAFTAR PUSTAKA
29