Anda di halaman 1dari 9

Patomekanisme gejala pada skenario:

1. Gangguan kesadaran
Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan derajat kesadaran. Jumlah (kuantitas)
input/rangsangan menentukan derajat kesadaran, sedangkan kualitas kesadaran
ditentukan oleh cara pengolahan input yang menghasilkan output SSP. Pada topik
koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran.
Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi
dua, spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merujuk kepada perjalanan impuls
aferen yang khas dimana menghasilkan suatu kesadaran yang khas pula. Lintasan
yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang
menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer
(penghantarannya berlangsung dari titik ke titik), yang berarti bahwa suatu titik
pada kulit yang dirangsang mengirimkan impuls yang akan diterima oleh
sekelompok neuron dititik tertentu daerah reseptif somatosensorik primer.
Setibanya impuls aferen di tingkat korteks terwujudlah suatu kesadaran akan suatu
modalitas perasaan yang spesifik, yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau
suatu penglihatan, penghidu atau suatu pendengaran tertentu.
Input yang bersifat non-spesifik adalah sebagian dari impuls aferen spesifik
yang disalurkan melalui lintasan aferen non-spesifik (lintasan ini lebih dikenal
sebagai diffuse ascending reticular system) yang terdiri dari serangkaian
neuron-neuron di substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak yang
menyalurkan impuls aferen ke thalamus (inti intralaminar)
Inti intralaminar yang menerima impuls non-spesifik tersebut akan
menggalakkan

dan

memancarkan

impuls

yang

diterimanya

menuju/merangsang/menggiatkan seluruh korteks secara difuse dan bilateral


sehingga timbul kesadaran/kewaspadaan. Karena itu, neuron-neuron inti
intralaminar disebut neuron penggalak kewaspadaan, sedangkan neuron-neuron
diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut neuron pengemban
kewaspadaan

Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang


terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban
kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau oleh
sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron
pengemban kewaspadaan (koma diensefalik).
Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarkan susunan anatomi,
koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik
1. Koma kortikal bihemisferik.
Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara
struktur, metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron
tidak bermitosis. Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan
O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti protein, lipid, polysaccharide
dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke
neuron karena terhalang oleh blood brain barrier.
Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit.
Angka pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit.
Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50%
dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang
menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi.
Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP
yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion
K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka
infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan
yang dapat memperbaiki metabolisme.
Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma
Metabolik.
Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain:

- Hipoventilasi
- Anoksia iskemik.
- Anoksia anemik.
- Hipoksia atau iskemia difus akut.
- Gangguan metabolisme karbohidrat.
- Gangguan keseimbangan asam basa.
- Uremia.
- Koma hepatik
- Defisiensi vitamin B.
2. Koma diensefalik
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis
di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara
anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat
lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
Lesi Supratentorial.
Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak
hemisferium kearah foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan
keluar untuk suatu proses desak didalam ruang tertutup seperti tengkorak.
Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon) mengalami distorsi dan
penekanan.
Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan
substansia retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah
kelumpuhan saraf otak yang disertai gangguan penurunan derajat kesadaran.
Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan trokhlearis merupakan cirri bagi
proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior
serebri.
Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara lain; tumor serebri,
abses dan hematoma intrakranial.
Lesi Infratentorial.

Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii


posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak
system retikularis. Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung
mendesak dan merusak system retikularis batang otak.
Proses yang timbul berupa (i) penekanan langsung terhadap
tegmentum mesensefalon (formasio retikularis). (ii) herniasi serebellum dan
batang otak ke rostral melewati tentorium serebelli yang kemudian menekan
formation retikularis di mesensefalon. (iii) herniasi tonsilo-serebellum ke
bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan medulla oblongata.
Secara klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan. Biasanya berbauran dan
tidak ada tahapan yang khas. Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di
batang otak atau serebelum, neoplasma, abses, atau edema otak.
2. Mendengkur dan takipneu
Mendengkur Disebut juga snoring, terjadi karena adanya sumbatan pada jalan
napas bagian atas oleh benda padat, misalnya pangkal lidah yang jatuh
kebelakang.
Takipneu dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka
makinbesar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi
untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru
dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
Kesadaran menurun

medulla

serta

oblongata

kardiorespirasi terganggu

sinyal dari struktur yang lebih tinggi di pons dan


struktur

dibawahnya

terganggu

sistem

tonus otot menurun (termasuk otot wajah)

lidah mudah jatuh kebelakang dan menutup jalan napas


masih ada dengan mekanisme kompensasi (takipneu)

fungsi pernapasan

udara yang melewati

jalan napas menimbulkan suara tambahan suara mendengkur


3. Wajah tampak pucat

Trauma yang terjadi akibat perdarahan yang banyak mengakibatkan syok


hipovolemik sehingga membuat mekanisme kompensasi tubuh menjadi aktif
dengan melakukan vasokontriksi di semua pembuluh darah perifer, karena darah
di suplai ke otak dan jantung sebagai organ utama agar menunjang kehidupan
maka perfusi ke jaringan kulit, otot dan saluran gastrointestinal kurang. Oleh
sebab itu, perfusi di jaringan kulit (epitel) menjadi kurang, akibatnya kulit menjadi
pucat dan dingin.
4. Hidung dan telinga mengeluarkan darah
Suspek Fraktur Basis Cranii
Kelainan pada tengkorak berupa patah tulang
- Fraktur basis kranii (patah tulang dasar tengkorak)
o umumnya keluar darah dari hidung, mulut, telinga
o bila patahan mengenai atap bola mataBrill hematom
- Fraktur vault kranii (patah tulang atap tengkorak)
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata (brill) tanpa disertai subconjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan foto roentgen basis kranii.
Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater.
Adanya cairan LCS yang bercampur darah. Kebocoran LCS dapat diperiksa
dengan double ring atau halo sign, yaitu jika setetes cairan darah yang

dicurigai mengandung LCS diletakkan diatas tissue/koran, maka darah akan


terkumpul ditengah dan sekitarnya terbentuk perembesan yang membentuk
cincin kedua.

Doktrin MONROE-KELLIE :
Vblood + Vbrain + V LCS = konstan
Konsep utama : volume intrakranial selalu konstan (rongga kranium tidak
mungkin mekar). Tekanan Intrakranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada
lesi massa intakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai
penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional.
TIK normal : 50-200 mmH2O (4-15 mmHg)
Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 mL), darah (75 mL)
Perubahan kompensatoris dapat melalui :
- pengalihan LCS ke rongga spinal
- peningkatan aliran vena dari otak
- sedikit tekanan pada jaringan otak
peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) akan menurunkan aliran darah
otak secara signifikan
Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika
TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial harus selalu konstan.
Hal ini jelas karena rongga cranium pada dasarnya merupakan rongga yang rigid,
tidak mungkin mekar. Segera setelah trauma, massa seperti gumpalan darah dapat
terus bertambah sementara TIK masih dalam batas normal. Saat pengaliran CSS
dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi, TIK secara cepat akan
meningkat.

Mekanisme dan patologi:


Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan
langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan
atau tanpa fraktur tulang tengkorak.Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak,
hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan
gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang
ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi
kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat
yang berseberangan dengan benturan (contra coup).

Lesi akselerasi - deselerasi


Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang
lain tetapi kepala tetap ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas
antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas
yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan
bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga
pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh
karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan
antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi
intrakranial

berupa:

Hematom

subdural,

hematom

intraserebral,

hematom

intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan
menyebabkan gaya tarikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa:
Komosio serebri, diffuse axonal injury.
Perbedaan anatomis otak anak membuatnya lebih rentan daripada otak orang
dewasa untuk jenis cedera tertentu yang menyertai cedera kepala. Proporsi kepala
anak lebih besar dibanding dengan luas permukaan tubuh, dan stabilitasnya
tergantung pada ligamen daripada struktur tulang. Otak anak-anak memiliki kadar air
yang lebih tinggi, 88% dibanding 77% pada orang dewasa, yang membuat otak lebih
lembut dan lebih rentan terhadap trauma akselerasi-deselerasi. Bayi dan anak-anak
mudah menoleransi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih baik karena

memiliki sutura yang terbuka. Perdarahan intrakranial mungkin terjadi sebagai hasil
dari terpotongnya atau robekan struktur vaskular.
Secara struktur anatomis, tengkorak anak yang masih imatur sifatnya masih
elastis dan mempunyai kesanggupan untuk deformasi. Sebagai dampaknya, tengkorak
anak memiliki kemampuan mengabsorbsi sebagian energi kekuatan fisik, sehingga
relatif memberikan perlindungan dari bahaya yang mencederainya, sebelum akhirnya
terjadi fraktur tulang tengkorak. Selain itu duramater pada anak kecil sifatnya lebih
melekat pada tengkorak, dibandingkan pada dewasa.
5. Jejas pada pelipis kiri
Kemungkinan disebabkan oleh karena trauma tumpul yang terjadi pada pelipis
kiri atau merupakan gejala klinis dari cedera kepala berupa fraktur basis cranii.
6. Tungkai bawah kanan nampak deformitas
Kemungkinan diakibatkan oleh dampak dari trauma tumpul yang terjadi pada
tungkai bawah kanan.

Referensi:
1. Kolecki

P.

Hypovolemic

Shock.

2012.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/760145-overview#a0104. Akses: 1 October


2015
2. Butler

A.

Shock.

Recognition,

Pathophysiology,

and

treatment.

2010.

di akses di http://www.dcavm.org/10oct.html. pada 1 Oktober 2015.


3. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada
4.

University Press.
Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf

5.

FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya,.


Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian

Rakyat.
6. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit
7.

Dian Rakyat.
J.G.Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Diterjemahkan oleh

dr. Andri Hartono, Gadjah Mada University press, cetakan ke empat 1993.
8. Romans Forensic, The Text Book Of Forensic. 25th Edition. Departement Of Forensic
Medicine. University Of Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai