Anda di halaman 1dari 5

Profil Singkat Pangeran Antasari

Nama : Pangeran Antasari


Lahir : Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan , 1797 atau 1809
Meninggal : Bayan Begok, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, 11 Oktober 1862
Ibu: Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman
Ayah : Pangeran Masohut (Mas’ud) bin Pangeran Amir

Pangeran Antasari Pewaris Kerajaan Banjar

Pangeran Antasari adalah putra dari Pangeran Masohut (Mas’ud) bin Pangeran Amir dan
Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman. Semasa muda Pangeran Antasari bernama Gusti Inu
Kartapati. Pangeran Antasari memiliki seorang adik perempuan bernama Ratu Antasari atau
Ratu Sultan Abdul Rahman yang meninggal dahulu setelah melahirkan anaknya yang
bernama Rakhmatillah yang merupakan pewaris kesultanan banjar, dan saat masih bayi
anaknya pun meninggal.

Pangeran Antasari tidak hanya sebagai pemimpin Suku Banjar, namun juga pemimpin Suku
kutai, Maanyan, Bakumpai, Siang, Murung, Ngaju, Sihong, Pasir dan beberapa suku lain
yang ada di wilayah dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito, baik beragama Islam
maupun Kaharingan.

Setelah pengasingan Sultan Hidayatullah ke Cianjur oleh Belanda, perjuangan rakyat banjar
diteruskan oleh Pangeran Antasari. Pada 14 Maret 1862, untuk menguatkan posisi Pangeran
Antasari sebagai pemimpin perjuangan untuk melawan penjajah di kawasan bagian utara
Banjar, di depan rakyat, pejuang, bangsawan, panglima dayak serta alim ulama Banjar,
Pangeran Antasari ditunjuk sebagai Petinggi kesultanan Banjar atau menjadi Sultan Banjar
dengan gelar Panembah Amiruddin Khalifatul Mukminin. Penguatan posisi tersebut
dimulai dengan seruan

“Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!”.

Perjuangan Pangeran Antasari Melawan Belanda

Pada 25 April 1859, Pangeran Antasari bersama 300 prajuritnya menyerang pertambangan
batu bara milik Belanda yang ada di Pengaron dengan dimulainya penyerangan tersebut
Perang Banjar pun pecah. Peperangan demi peperangan terus terjadi di seluruh wilayah
Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari yang dibantu para panglima dan pengikut setianya
menyerang pos-pos milik Belanda yang ada di Martapura, Riam Kanan, Hulu Sungai,
Tabalong, Tanah Laut, Sepanjang sungai Barito hingga Puruk Cahu.

Peperangan yang terjadi antara pasukan Pangeran Antasari dengan Belanda semakin sengit.
Belanda yang dibantu oleh pasukan Batavia dan juga persenjataan canggih, berhasil
mendesak Pangeran Antasari dan pasukannya dan Pangeran Antasari akhirnya memindahkan
benteng pertahanannya ke Muara Taweh.

Belanda terus membujuk Pangeran Antasari agar menyerah, namun Pangeran Antasari tetap
teguh pada pendiriannya. Pihak Belanda pernah menawarkan hadiah imbalan sebesar 10.000
gulden bagi siapapun yang dapat menangkap lalu membunuh Pangeran Antasari, namun tidak
ada yang mau menerima tawaran tersebut.

Meninggalnya Pangeran Antasari

Setelah lama berjuang, pada 11 Oktober 1862 di kampung Bayan Begok, Sampirang
Pangeran Antasari wafat ditengah pasukannya di Usia sekitar 75 tahun tanpa menyerah,
tertangkap ataupun tertipu oleh Belanda. Pangeran Antasari meninggal akibat penyakit paru-
paru dan juga cacar yang dideritanya setelah perang dibawah kaki Bukit Begantung,
Tundukan. Sepeninggalan Pangeran Antasari, perjuangan di teruskan oleh putranya yang
bernama Muhammad Seman.

Pada tanggal 11 november 1958 atas keinginan Banjar dan juga persetujuan keluarga, setelah
terkubur selama sekitar 91 tahun di daerah Hulu sungai Barito, kerangka Pangeran antasari
dipindah makamkan ke Taman Makam Perang Banjar yang ada di Kelurahan Surgi Mufti,
Banjarasin. Bagian tubuh Pangeran Antasari yang masih utuh dan dipindah makamkan adalah
tulang tengkorak, tempurung lutut dan juga beberapa helai rambut.

Penghargaan Untuk Pangeran Antasari

Pada tanggal 23 Maret 1968, berdasarkan SK No. 06/TK/1968 oleh pemerintah Republik
Indonesia, Pangeran Antasari diberi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan. Untuk
mengenang jasa beliau, nama beliau di abadikan pada Korem 101/Antasari dan juga nama
beliau dipakai sebagai nama julukan Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari.
Brief Profile of Prince Antasari

Name : Prince Antasari


Born : Kayu Tangi, Banjar, Banjar District,
South Kalimantan, 1797 or 1809
Died : Bayan Begok, North Barito Regency, Central
Kalimantan, 11 October 1862
Mother : Gusti Khadijah bint Sultan Sulaiman
Father : Prince Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir

Prince Antasari Heir to the Banjar Kingdom


Prince Antasari is the son of Prince Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir and Gusti Khadijah
bint Sultan Sulaiman. Prince Antasari was named Gusti Inu Kartapati when he was young.
Prince Antasari has a younger sister named Ratu Antasari or Ratu Sultan Abdul Rahman who
died first after giving birth to her son named Rakhmatillah who was the heir of the banjar
sultanate, and when she was a baby her child died.
Prince Antasari is not only the leader of the Banjar tribe, but also the leader of the Kutai,
Maanyan, Bakumpai, Siang, Murung, Ngaju, Sihong, Pasir and several other tribes in the
region and inland or along the Barito River, both Muslim and Kaharingan.
After the exile of Sultan Hidayatullah to Cianjur by the Dutch, the Banjar people's struggle
was continued by Prince Antasari. On March 14, 1862, to strengthen the position of Prince
Antasari as the leader of the struggle to fight the invaders in the northern part of Banjar, in
front of the people, fighters, aristocrats, the Dayak commander and scholars of the Banjar,
Prince Antasari was appointed as the Chief of the Banjar Sultanate or became the Banjar
Sultan with the title Panembah Amiruddin Khalifatul Mukminin. Strengthening these
positions begins with an appeal
"Live for God and die for God!"

Prince Antasari's Struggle Against the Netherlands


On April 25, 1859, Prince Antasari along with 300 of his soldiers attacked the Dutch coal
mining in Pengaron with the start of the attack. The Banjar War broke out. War after war
continues throughout the Banjar Kingdom. Prince Antasari, assisted by the commanders and
loyal followers, attacked Dutch posts in Martapura, Riam Kanan, Hulu Sungai, Tabalong,
Tanah Laut, along the Barito River to Puruk Cahu.
The battle that took place between Prince Antasari's troops and the Dutch was increasingly
fierce. The Dutch, assisted by Batavia's troops and also sophisticated weaponry, succeeded in
pushing Prince Antasari and his troops and Prince Antasari to finally move his stronghold to
Muara Taweh.
The Netherlands continued to persuade Prince Antasari to surrender, but Prince Antasari
remained steadfast in his stance. The Dutch had once offered a reward of 10,000 guilders to
anyone who could catch and then kill Prince Antasari, but no one would accept the offer.

The death of Prince Antasari


After a long struggle, on October 11, 1862 in the village of Bayan Begok, Sampirang
Pangeran Antasari died in the midst of his troops at the age of about 75 years without
surrender, capture or being deceived by the Dutch. Prince Antasari died of lung disease and
smallpox which he suffered after the war under the foot of Begantung Hill, Tundukan. After
Prince Antasari left behind, the struggle was continued by his son named Muhammad Seman.
On November 11, 1958 at the wishes of Banjar and also the family's consent, after being
buried for about 91 years in the Upper Barito river area, the framework of Pangeran antasari
was moved to the Banjar War Cemetery in the Surgi Mufti Village, Banjarasin. The part of
Prince Antasari's body that is still intact and moved to be buried is the skull bones, kneecap
and also some strands of hair.

Award for Prince Antasari


On March 23, 1968, based on Decree No. 06 / TK / 1968 by the government of the Republic
of Indonesia, Prince Antasari was given the title of National Hero and Independence. To
commemorate his services, his name was immortalized in Korem 101 / Antasari and also his
name was used as the nickname of South Kalimantan, namely Bumi Antasari.

Anda mungkin juga menyukai