Pangeran Antasari adalah putra dari Pangeran Masohut (Mas’ud) bin Pangeran Amir dan
Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman. Semasa muda Pangeran Antasari bernama Gusti Inu
Kartapati. Pangeran Antasari memiliki seorang adik perempuan bernama Ratu Antasari atau
Ratu Sultan Abdul Rahman yang meninggal dahulu setelah melahirkan anaknya yang
bernama Rakhmatillah yang merupakan pewaris kesultanan banjar, dan saat masih bayi
anaknya pun meninggal.
Pangeran Antasari tidak hanya sebagai pemimpin Suku Banjar, namun juga pemimpin Suku
kutai, Maanyan, Bakumpai, Siang, Murung, Ngaju, Sihong, Pasir dan beberapa suku lain
yang ada di wilayah dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito, baik beragama Islam
maupun Kaharingan.
Setelah pengasingan Sultan Hidayatullah ke Cianjur oleh Belanda, perjuangan rakyat banjar
diteruskan oleh Pangeran Antasari. Pada 14 Maret 1862, untuk menguatkan posisi Pangeran
Antasari sebagai pemimpin perjuangan untuk melawan penjajah di kawasan bagian utara
Banjar, di depan rakyat, pejuang, bangsawan, panglima dayak serta alim ulama Banjar,
Pangeran Antasari ditunjuk sebagai Petinggi kesultanan Banjar atau menjadi Sultan Banjar
dengan gelar Panembah Amiruddin Khalifatul Mukminin. Penguatan posisi tersebut
dimulai dengan seruan
Pada 25 April 1859, Pangeran Antasari bersama 300 prajuritnya menyerang pertambangan
batu bara milik Belanda yang ada di Pengaron dengan dimulainya penyerangan tersebut
Perang Banjar pun pecah. Peperangan demi peperangan terus terjadi di seluruh wilayah
Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari yang dibantu para panglima dan pengikut setianya
menyerang pos-pos milik Belanda yang ada di Martapura, Riam Kanan, Hulu Sungai,
Tabalong, Tanah Laut, Sepanjang sungai Barito hingga Puruk Cahu.
Peperangan yang terjadi antara pasukan Pangeran Antasari dengan Belanda semakin sengit.
Belanda yang dibantu oleh pasukan Batavia dan juga persenjataan canggih, berhasil
mendesak Pangeran Antasari dan pasukannya dan Pangeran Antasari akhirnya memindahkan
benteng pertahanannya ke Muara Taweh.
Belanda terus membujuk Pangeran Antasari agar menyerah, namun Pangeran Antasari tetap
teguh pada pendiriannya. Pihak Belanda pernah menawarkan hadiah imbalan sebesar 10.000
gulden bagi siapapun yang dapat menangkap lalu membunuh Pangeran Antasari, namun tidak
ada yang mau menerima tawaran tersebut.
Setelah lama berjuang, pada 11 Oktober 1862 di kampung Bayan Begok, Sampirang
Pangeran Antasari wafat ditengah pasukannya di Usia sekitar 75 tahun tanpa menyerah,
tertangkap ataupun tertipu oleh Belanda. Pangeran Antasari meninggal akibat penyakit paru-
paru dan juga cacar yang dideritanya setelah perang dibawah kaki Bukit Begantung,
Tundukan. Sepeninggalan Pangeran Antasari, perjuangan di teruskan oleh putranya yang
bernama Muhammad Seman.
Pada tanggal 11 november 1958 atas keinginan Banjar dan juga persetujuan keluarga, setelah
terkubur selama sekitar 91 tahun di daerah Hulu sungai Barito, kerangka Pangeran antasari
dipindah makamkan ke Taman Makam Perang Banjar yang ada di Kelurahan Surgi Mufti,
Banjarasin. Bagian tubuh Pangeran Antasari yang masih utuh dan dipindah makamkan adalah
tulang tengkorak, tempurung lutut dan juga beberapa helai rambut.
Pada tanggal 23 Maret 1968, berdasarkan SK No. 06/TK/1968 oleh pemerintah Republik
Indonesia, Pangeran Antasari diberi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan. Untuk
mengenang jasa beliau, nama beliau di abadikan pada Korem 101/Antasari dan juga nama
beliau dipakai sebagai nama julukan Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari.
Brief Profile of Prince Antasari