Anda di halaman 1dari 2

Silsilah Kerajaan Blambangan

Mpu Withadarma, menurunkan : Mpu Bhajrastawa, menurunkan : Mpu Lempita, menurunkan : Mpu Gnijaya, menurunkan : Mpu Wiranatha, menurunkan : Mpu Purwantha, menurunkan : Ken Dedes, menurunkan : Mahisa Wonga Teleng, Menurunkan: Mahisa Campaka, Menurunkan : Lembutal, menurunkan: Rana Wijaya/Raden Wijaya, menurunkan : Tribuana Tunggadewi, menurunkan : Hayam Wuruk, menurunkan : Wikramawardhana, menurunkan : Kerta Wijaya, menurunkan : Cri Adi Suraprabawa, menurunkan : Lembu Anisraya/Minak Anisraya, menurunkan : Mas Sembar/Minak Sembar, menurunkan : Bima Koncar/Minak Sumendhe, menurunkan : Bima Koncar/Minak Sumendhe sudah memerintah Blambangan pada tahun 1489-1500, Sinuhun Bima Koncar menurunkan putra : Minak Pentor (memerintah Blambangan 1500-1541) Minak Gadru ( Memerintah Prasada/Lumajang) Minak Cucu (Memerintah Candi Bang/Kedhaton Baluran) kelak Minak Gadru menurunkan Minak Lampor yang memerintah di Werdati-Teposono-Lumajang. sementara Minak Cucu terkenal dengan sebutan Minak Djinggo penguasa Djinggan beliau berputra SONTOGUNO yang memerintah Blambangan pada 1550 hingga 1582. Minak Lampor menurunkan : Minak Lumpat (Sebagai Raja di Werdati) Minak Luput (Sebagai Senopati) Minak Sumendi (sebagai Karemon/Agul Agul) Kemudian Minak Lumpat atau SUNAN REBUT PAYUNG berputra Minak Seruyu/Pangeran Singosari (Sunan Tawang Alun I), Pangeran Singosari menaklukan Mas Kriyan dan seluruh keluarga Mas Kriyan, sehingga tidak ada keturunannya, Sunan Tawang Alun I memerintah wilayah Lumajang, Kedawung dan Blambangan pada tahun 1633-1639 Gusti Sunan Tawang Alun I memiliki Putra : Gede Buyut Mas Ayu Widharba Mas Lanang Dangiran (Mbah Mas Brondong) Mas Senepo/Mas Kembar Mas Lego. selanjutnya Mas Lego menurunkan MAS SURANGGANTI dan MAS SURODILOGO (MBAH KOPEK), Sementara Mas Lanang Dangiran menurunkan Mas Aji Reksonegoro dan Mas Danuwiryo.

[sunting] Silsilah Setelah Tawang Alun I


Mas Senepo inilah yang kemudian memerintah Kedhaton Macan Putih bergelar Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun, Dimana beliau memerintah pada wilayah Kerajaan Blambangan 1645 hingga 1691, pada masa Pemerintahan Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun Blambangan maju dengan pesat dimana kekuasaannya menyatu hingga ke lumajang. Gusti Prabhu Tawang Alun memiliki dua Permaisuri dan beberapa selir, sehingga terjadi beberapa garis keturunan. Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun memiliki putra putri dari Mas Ayu Rangdiyah (MA. Rangdiyah adalah selir Sinuhun Gusti Adhiprabhu Sultan Agung Mataram, dimana ketika hamil 3 Bulan diserahkan pada Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun) : Pangeran Pati, Menikah dengan Puteri Untung Surapati, menurunkan : Pangeran Putro/Mas Purbo/ Danurejo. Sementara itu Sinuhn Gusti Prabhu Tawang Alun dari Permaisuri lainnya yaitu Mas Ayu Dewi Sumekar (Blater) menurunkan : Dalem Agung Macanapuro Dalem Patih Sasranegoro/Pangeran Dipati Rayi Pangeran Keta Pangeran Mancanegara Pangeran Gajah binarong

sementara dari para selir Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun menurunkan : Mas Dalem Jurang mangun Mas Dalem Puger Mas Dalem ki Janingrat Mas Dalem Wiroguno Mas Dalem Wiroluko Mas Dalem Wiroludro Mas Dalem Wilokromo Mas Dalem Wilo Atmojo Mas Dalem Wiroyudo Mas Dalem Wilotulis ketika Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun wafat terjadi pengangkatan Pangeran Pati sebagai Raja Blambangan Macan Putih, hal ini menjadi permasalahan mengingat Pangeran Pati sejatinya adalah keturunan Sinuhun Gusti Adhiprabhu Sultan Agung, sehingga menimbulkan peperangan antara Pangeran Pati dan Dalem Agung Macanapuro dan juga Pangeran Dipati Rayi. Pangeran Pati dikalahkan namun putranya yaitu pangeran Putro/ Danurejo menggantikan beliau, tercatat perang saudara tersebut berlangsung lama dan baik Macanapuro, Danurejo dan Sosronegoro sempat memimpin Blambangan menjadi raja namun hanya sebentar mengingat perang rebut tersebut terus menerus berlangsung. Dipati Rayi mengamuk dan merusak Kedhaton Macan Putih pangeran dipati Rayi beliau baru berhenti karena meninggal akibat senjata Ki Buyut Wongsokaryo yaitu Tulup Ki Baru Klitik. Perang saudara setelah swargi Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun, membuat macan putih menjadi rusak dan baik Gusti Prabhu Macanapuro, Gusti Prabhu Sosronegoro/Dipati Ray, Pangeran Patii maupun Gusti Prabhu Danurejo seluruhnya meninggal- swargi. Yang paling mengesankan adalah kemarahan Dipati Rayi yang sangat sakti beliau juga adalah murid Ki Buyut Wongsokaryo yang juga guru dari Gusti Prabhu Tawang Alun, kesaktian Dipati Rayi atau Prabhu Sosronegoro membuat Kedhaton Macan Putih hancur, para agul agul berperang secara lingsem (malu). Gusti Prabhu Danurejo memiliki permasyuri Mas Ayu Gendhing dari perkawinan tersebut memiliki Putra : Pangeran Agung Dupati Sementara dari selir (kakak Ipar Gusti Agung Mengwi/Raja Mengwi) beliau berputra : Mas Sirno/ Pangeran Wilis/ Wong Agung Wilis. Karena kacaunya perang saudara Pangeran Gung Dupati dan Pangeran Mas Sirno diungsikan sampai perang mereda dan Pangerang Gung Dupati diangkat Menjadi Raja Blambangan yang bergelar Sinuhun Gusti Prabhu Danuningrat memerintah Blambangan Kedhaton Macan putih pada tahun 1736-1763 Di akhir abad ke-18, setelah terjadi perang Puputan Bayu 1771 VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan kedalam karisidenan Besuki, dan mengangkat Mas Alit sebagai KRT Wiroguno sebagai Bupati Pertama dimulai dari KRT Wiroguno inilah dinasti Kerajaan Blambangan secara pasti dan terpercaya telah memeluk Islam, generasi diatas KRT Wiroguno tidak terdapat sumber terpercaya telah memeluk Agama Islam. Hilangnya Blambangan bagi Bali merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali percaya bahwa moyang mereka berasal dari Majapahit. Dengan masuknya Blambangan ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa.

[sunting] Arkeologi
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan blambangan adalah Tembok Rejo, berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo. Siti Hinggil atau oleh masyarakat lebih di kenal dengan sebutan setinggil yang artinya Siti adalah tanah, Hinggil/inggil adalah tinggi.Objek Siti Hinggil ini berada di sebelah timur pertigaan pasar muncar (lebih kurang 400 meter arah utara TPI/Tempat Pelelangan ikan). Siti Hinggil ini merupakan pos pengawasan pelabuhan/syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan, berupa batu pijakan yang terletak di atas gundukan batu tebing yang mempunyai "keistimewaan" untuk mengawasi keadaan di sekitar teluk pang Pang dan Semenanjung Blambangan. Beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan yang kini tersimpan di museum daerah berupa Guci dan asesoris gelang lengan, sedangkan kolam dan Sumur kuno yang di temukan masih berada di sekitar Pura Agung Blambangan yaitu di Desa Tembok Rejo kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Disamping itu pada lokasi Keraton Macan Putih didaerah Kecamatan Kabat didapati relief arkeologi dan benda benda yang terkubur saat ini dilokasi seluas 44 Hectare yang telah menjadi persawahan dan kebun sering didapati benda arkeologi milik kerajaan, beberapa puing tembok batas kerajaan pun terkubur rusak dan hancur, masyarakat setempat sering memindahkan dan atau menyimpan puing puing tersebut. Ditemui juga beberapa koleksi di beberapa museum di Belanda yang berisi gambar, foto maupun artefact Keraton Macan Putih. Setelah Keraton Macan Putih hancur penerus Raja Blambangan yaitu Mas Jaka Rempeg mendirikan Kerajaan Bayu yang berada di sekitar Rawa Bayu kerajaan ini tidak bertahan lama karena perang Puputan Bayu 1771, yakni dalam hitungan bulan saja disini dapat ditemukan beberapa sisa artefact dan bekas peperangan dengan Voc Hingga kini meskipun Kerajaan sudah hancur Para kerabat Kerajaan secara turun temurun tetap menjaga beberapa pusaka penting peninggalan Kerajaan.

Anda mungkin juga menyukai