Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN BUKU DINAMIKA KEPEMIMPINAN

DINASTI IDA DALEM SHRI AJI KRESNA KEPAKISAN


DIBALI DWIPA 1352-1560 MASEHI
Oleh Anak Agung Gede Pemayun
Cetakan Pertama Januari 2022 ( Buku Seri 2 )

SILSILAH KETURUNAN TERAH SHRI AJI DALEM KRESNA KEPAKISAN

I. KISAH DANGHYANG MPU BERADAH DARI DESA LEMAH TULIS


Berputra 3 orang yaitu :
1. Mpu Siwa Gandu ( Danghyang Yadnya Suara )
2. Ni Dyah Widhawati ( Brahma Cari )
3. Mpu Bahula

II. KISAH MPU BAHULA


Menikah dengan Dyah Ratna Manggali (putri dari seorang janda Dyah Rangdeng
Jirah/Calonarang) melahirkan seorang putra yaitu Mpu Tantular (Danghyang Asoka
Natha), pengarang buku Suta Soma yang dibuat pada Tahun Isaka 1057 atau 1135
M dan Kekawin Arjuna Wijaya Tahun Isaka 1091 atau 1175 M.

III. KISAH MPU TANTULAR


Berputra 4 orang
1. Danghyang Sidimantra ( Menjadi pandita di majapahit berputra 1 orang : Bang
Manik Angkeran )
2. Danghyang Panawasikan ( Menjadi seorang brahmana mempunyai 1 orang putri
: Dewi Telagaurung )
3. Danghyang Asmaranatha ( menjadi purohita Majapahit berputra 2 orang:
Danghyang Angsoka dan Danghyang Nirartha )
4. Danghyang Kepakisan ( Menjadi penasehat maha patih Gajah Mada berputra 1
orang yaitu Shri Wang Bang Soma Kepakisan tinggal di daerah Batu Malang )

IV. KISAH DANGHYANG KEPAKISAN


Berputra : 1 orang yang lahir dari yoga pemujaan kepada Dewa Surya ( Suryya
Sewana ) bernama Shri Kresna Wang Bang Soma Kepakisan

V. KISAH SHRI KRESNA WANG BANG SOMA KEPAKISAN


Berputra 4 orang :
1. Dalem Wayahan ( Adipati di Blambangan )
2. Dalem Dimade ( Adipati di Pasuruan )
3. Dalem Di Nyoman ( Adipati di Sumbawa )
4. Dalem Ketut ( Adipati di Bali )

1
VI. KISAH IDE DALEM SHRI AJI KRESNA KEPAKISAN
Setelah Bali ditaklukkan oleh Maha Patih gajah Mada dan pengikutnya pada
tahun 1343 M. Ditunjuklah Mpu Dwijaksara ( alias Mpu Ketek/Arya Tatar ) putra dari
Mpu Witadarma ( salah satu keturunan Sapta Pandita putra dari Mpu Geni Jaya)
menjadi adipati di Bali.
Setelah Mpu Dwiaksara wafat diganti oleh putrannya bernama Kipatih Ulung
(bergelar Kyai Agung Pasek Gelgel) dan menetap di Desa Gelgel. Untuk membantu
menjaga wilayah kerajaan Gelgel dikirimkan beberapa patih dari Majapahit oleh
Maha Patih Gajah mada.
Untuk membantu pembuatan senjata, alat-alat pertanian, perkebunan atau dll,
dikirimkan seorang begawanta yang ahli sebagai Tukang Pande yaitu Mpu Siwa
Saguna putra dari Mpu Brahma Wisesa dari Majapahit, dan ceritanya dalam
menyebrangi lautan dari Jawa ke Bali dibantu oleh serombongan ikan jeleg atau
ikan gabus yang kemudian terakhir bertempat tinggal di Desa Tusan.

VII. SAMPRANGAN MENJADI PUSAT PEMERINTAHAN DI BALI SEJAK TAHUN


1352 - 1560 MASEHI
Samprangan sebelumnya dinamakan Alas Sabrang terletak di Kelurahan
Samplangan, Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar terletak 1 km dari Kota
Gianyar dengan luas areal 2,76 km², persisnya terletak pada Pertigaan
Kabupaten Bangli, Kabupaten Kelungkung dan Kabupaten Gianyar.
Pejabat yang berperan serta dalam menjalankan roda kepemerintahan
Kerajaan Samprangan terdiri dari :
1. PATIH adalah jabatan Perdana Menteri yang bertugas mengatur dan
mengkoordinir urusan kepemerintahan kerajaan dipegang oleh Arya
Kepakisan
2. DEMUNG adalah jabatan yang bertugas mengatur urusan dalam negeri
kerajaan dibidang kerohanian atau keagamaan dipegang oleh Arya Wang
bang Pinatih
3. TUMENGGUNG adalah jabatan yang memegang urusan luar negeri kerajaan
dalam bidang hubungan bilateral juga sebagai Panglima Perang Kerajaan
dipegang oleh Arya Kuta Waringin
4. PENYARIKAN adalah jabatan sekretaris kerajaan yang bertugas sebagai
juru tulis dan mengelola administrasi kerajaan dipegang oleh Arya Kanuruhan
Alias Arya Singa Sandalu
5. SEDAHAN AGUNG adalah jabatan bendahara yang bertugas mengatur
keuangan kerajaan, organisasi subak yang dipegang oleh Kiyayi Agung
Pasek Gelgel Alias Kipatih Ulung
6. ANGLURAH adalah jabatan pemimpin yang ditugaskan dimasing-masing
wilayah Pangelurahan dipegang oleh :
 Anglurah di Buahan Tabanan : Arya Kenceng

2
 Anglurah di Kapal : Arya Dhalancang
 Anglurah di Kaba-Kaba : Arya Belog
 Anglurah di Pacung : Arya Belontong
 Anglurah di Carang Sari : Arya Sentong
 Anglurah di Kertalangu : Arya Wang Bang
 Anglurah di Gelgel : Arya Kuta Waringin
 Anglurah di Sukahet : Arya Wang Bang Lasem
 Anglurah di Tangkas : Arya Kanuruhan
 Anglurah di Jembrana : Arya Malele Cengrong
 Anglurah di Temukti : Arya Jerudeh
 Anglrah Bon dalem : Arya Pamecekan dll.
7. PASEK atau PEMEKEL adalah jabatan yang bertugas memimpin
pemerintahan di Desa yang dibantu oleh Bendesa, Kelian Banjar, Kelian
Subak atau Pekaseh dan Sekehe-Sekehe seperti Sekee manyi, Semal,
Gong, Gambuh, Topeng dll.

VIII. AGRESI ATAU GERAKAN BALI MULA DAN BALI AGE


Di zaman kepemerintahan Dalem Ketut yang bergelar Ida Dalem Shri Aji
Kresna Kepakisan ( Adi Pati Pertama di Bali dari Majapahit ) setelah Kipatih
Ulung menyerahkan tahtanya kepada Majapahit, pada awalnya sering mendapat
agresi atau perlawanan dari Penduduk Bali Mula dan Bali Age yang bermukim di
wilayah pegunungan yang tidak senang menerima kedatangan penguasa baru di
Bali. Kemudian dengan adanya gangguan dan pemberontakan di beberapa
tempat di wilayah kerajaan baru di Bali, maka dikirimlah bala bantuan dari
kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Perang Arya Gajah Para yang
dibantu oleh 3 orang Wesya yaitu: Sitan Kober, Sitan Mundur Dan Sitan Kawur.
Penyerangan dan perlawanan kepada pemberotak dimulai dari Desa Toya
Anyar ( Tianyar ) dan Desa-Desa lain yang juga ikut memberontak, yang
kemudian pada akhirnya semua pembrontakan dari Bali Mula dan Bali Age
dapat dikalahkan.

VIII. KETURUNAN IDA DALEM SHRI AJI KRESNA KEPAKISAN


Dijelaskan bahwa Ida Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan memiliki 2 istri yaitu :
1. Istri pertama kawin dengan Ni Gusti Ayu Tirta atau Raras ( Putri dari Arya
Gajah Para ) mempunyai 4 orang putra :
1) Dalem Hile ( bergelar Ide Dalem Sri Aji Agra Samprangan sebagai
Adipati ke 2 bertempat di Puri Samprangan )
2) Dalem Tarukan ( Rohaniawan tinggal di Desa Pejeng pergi nyineb
wangsa pindah dan terakhir bertempat tinggal di Pulasari )
3) Ni Dewa Ayu Swabhawa ( kawin ke Puri Blambangan )
4) Dalem Ketut Ngulesir alias Dalem Botoh ( bergelar Ida Dalem Sri Aji
Semara Kepakisan sebagai Adipati ke 3 di Puri Sweca Pura Gelgel )

3
2. Istri ke dua kawin dengan Ni Gusti Ayu Kuta Waringin ( Putri Arya Kuta
Waringin ) mempunyai 1 orang putra bernama I Dewa Tegal Besung sebagai
sebagai Yowa Raja dan bergelar Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung sebagai
Adipati ke 4 di Samprangan.

IX. KEKUASAAN IDA DALEM SHRI AJI AGRA SAMPRANGAN


Setelah wafatnya Ida Dalem Shri Aji Kresna kepakisan Tahun 1373 M,
kerajaan dipimpin oleh putranya yang tertua dari putra dari istri Ni Gusti Ayu Tirta
yaitu I Dewa Agra Samprangan (Bergelar Ida Dalem Shri Aji Agra Samprangan)
selanjutnya setelah 7 tahun menjadi Adipati pada tahun 1380 M lalu menikah
dengan seorang gadis dari Desa Gamongan Gunung Lempuyang bernama Ni
Dewa Ayu Puser Tasik yang cantiknya seperti bidadari dari kahyangan dan
melahirkan seorang putri bernama Ni Ida Ayu Mutering Raras, kemudian
menikah kembali dengan istrinya yang kedua dan melahirkan 2 orang putra
bernama I Dewa Pakis dan I Dewa Kandel.

X. KISAH I DEWA TARUKAN


Putra kedua Ida Dalem Shri Aji Kresna Kepakisan lahir tahun 1352 M di
Samprangan, kegemarannya adalah sebagai rohaniawan dan tidak senang
berpolitik serta bertempat tinggal di Pejeng, memiliki anak angkat Putra seorang
selir dari Blambangan bernama Arya Kuda Panandang Kajar yang konon
parasnya sangat rupawan, cerdas dan bijaksana. Pada saat Arya Kuda
Panandang disuruh menghadap ke Puri Samprangan oleh Idewa tarukan jatuh
cinta dan terpesona dengan kecantikan Ni Dewa Ayu Mutering Raras (Putri Ida
Dalem Shri Aji Agra Samprangan) namun cintanya ditolak dan tidak mendapat
restu lantaran sebagai anak angkat dan putra dari seorang selir. Sewaktu ketika
karena kaul I Dewa Tarukan untuk memenuhi hasrat dan permintaan anak
angkatnya tersebut maka pada akhirnya Ni Dewa Ayu Mutering raras di kawin
paksa dan dinikahkan yang dibantu oleh saudara tirinya yaitu I Dewa Pakis dan
I Dewa kandel, namun dalam perjalanan bernasib sial dimana saat malam
pengantin pertamanya keduanya terbunuh oleh Keris I Tanda Langlang milik
Adipati Ida Dalem Shri Aji Agra Samprangan dan sakeng marahnya ayahnda Ni
Dewa Ayu Mutering Raras diseranglah Kraton I Dewa Tarukan ke Pejeng yang
sesungguhnya adiknya sendiri. Adiknya I Dewa Tarukan lalu melarikan diri yang
diikuti oleh kedua keponakannya yaitu I Dewa Pakis dan I Dewa Kandel dan
nyineb wangsa, terakhir bertempat tinggal di Desa Pulasari, Sedangkan istrinya
Dalem tarukan yang sedang hamil ditinggal di Pejeng dan melahirkan seorang
anak bernama I Dewa Bagus Darma.

4
XI. KEKUASAAN I DEWA KETUT NGULESIR ALIAS DALEM BOTOH
Mengingat kegilaan Dalem Samprangan terhadap istrinya yang sangat
cantik mempesona maka tugas dan tanggung jawab sebagai raja sering di
tinggalkan bahkan diterlantarkan karenanya oleh para pejabat kerajaan
ditawarkan kepada I Dewa Tarukan namun tidak berkenan menjadi Adipati
sebab hobynya sebagai rohaniawan, sedangkan adiknya yang paling bungsu
yaitu I Dewa Ketut Ngulesir alias Dalem Botoh kegemaranya sebagai petualang
dan berjudi serta bertempat tinggal tidak jelas, akhirnya sementara situasi
kerajaan menjadi hiruk pikuk.
Diceritakan selama petualangan I Dewa Ketut Ngulesir melanglang buana
sampai di Desa Jong Karem, bertemtu dengan Pangeran Kapal keturunan Arya
Dalancang, selama pergaulan dan sering berada disana serta merta I Dewa
Ketut Ngulesir jatuh cinta dengan putrinya Pangeran Kapal yang bernama Ni
Gusti Ayu Swanitha dan akhirnya saling jatuh cinta lanjut menikah, melahirkan
seorang putra bernama I Dewa Damia. Perjalanan selanjutnya tanpa diikuti oleh
istrinya, Dalem Ketut Ngulesir berpetualang kembali dan sampai di Desa Pandak
Tabanan yang selanjutnya bertempat tinggal disini.
Kemudian dikisahkan bahwa Ida Dalem Shri Aji Agra Samprangan
dinyatakan tidak beres sebagai Adipati, seterusnya atas inisitif para pejabat
kerajaan dan para patih akhirnya pilihan sebagai adipati jatuh kepada I Dewa
Ketut Ngulesir ( Dalem Botoh ) yang dianggap paling normal, dewasa dan sehat
kendatipun hobynya berpetualang dan berjudi. Atas dasar segala pertimbangan
pada akhirnya Dalem Ketut Ngulesir dicari, ditelusuri dan diketemukan bahwa
bliau berada di Desa Pandak Tabanan, kemudian dibujuk, dirayu agar I Dewa
Ketut Ngulesir mau kembali Ke Puri Samprangan untuk diangkat menjadi Adipati
menggantikan kakaknya namun tetap tidak mau dan tidak berhasil. Kemudian
atas rayuan dan bujukan Tumenggung I Gusti Klapodhyana ( putra I Gusti Arya
Kuta Waringin ) pada akhirnya I Dewa Ketut Ngulesir bersedia menjadi Adipati,
dengan syarat diberi tempat tinggal dan tidak mau kembali lagi ke Puri
Samprangan. Sesuai permintaan tersebut akhirnya dengan sepenuh hati dan
keiklasan I Gusti Klapodhyana memberikan rumahnya sendiri sebagai tempat
tinggal yang sekarang merupakan Puri Sweca Lingarsa Pura di Gelgel dan diberi
gelar Ida Dalem Shri Aji Semara Kepakisan sejak tahun 1383 Masehi

XII. MUNCULNYA DUA PUSAT KERAJAAN DI BALI DWIPA


Pada saat terjadi permasalahan kepemimpinan dimana I Dewa ketut
Ngulesir belum mau menjadi Adipati, sebenarnya I Dewa Tegal Besung
diperkenankan menggantikan Adipati Samprangan, tetapi karena terbentur
usianya yang baru 10 tahun sehingga belum memenuhi syarat. Ketika I Dewa
Ketut Ngulesir sepakat dan mau menjadi raja, Ida Dalem Shri Aji Agra
Samprangan masih berstatus sebagai Adipati Bali dan sebelum ayalnya tiba,

5
juga telah mengangkat I Dewa Tegal Besung sebagai Adi Pati Samprangan,
dengan demikian pada saat itu di Bali terdapat dua kerajaan yaitu di Gelgel
dipegang oleh I Dewa Ketut Ngulesir dan di Samprangan dipegang oleh I Dewa
Tegal besung sehingga dengan demikian pada saat itu di Bali muncul dua pusat
kerajaan.
Agar tidak terjadi perpecahan kerajaan di Bali, maka Raja Majapahit Shri
Tungga Dewi memanggil keduanya untuk menghadap ke Majapahit
menyelesaikan masalah agar di Bali tidak ada dua kerajaan, selanjutnya atas
dasar musyawarah mufakat akhirnya diputuskanlah bahwa yang menjadi raja di
Bali adalah Ide Dalem Shri Aji Semara Kepakisan bertempat di Gelgel
sedangkan I Dewa Tegal Besung adalah sebagai Yuwa Raja bertempat di
Samprangan tahun 1401 M, yang masing-masing diberi kekuasaan dan wilayah
yang berbeda.
Yuwa raja dapat dimaknai sebagai raja muda, wakil raja dan bisa mewakili
kerajaan, persidangan atau dalam tugas-tugas tertentu apabila raja berhalangan
serta mengatur wilayah sesuai kewenangannya dan menggantikan kelak setelah
raja sebelumnya meninggal dunia.

XIII. KEKUASAAN I DEWA TEGAL BESUNG TAHUN 1443 – 1460 M


Setelah wafat Ide Dalem Shri Aji Semara Kepakisan pada tahun 1443 M
maka kerajaan Bali yang ada di Gelgel dipegang oleh I Dewa Tegal Besung yang
bergelar Ida Dalem Shri Aji Tegal Besung. Selama kepemerintahannya yang
dipandang sangat baik dan bijaksana serta atas jasa-jasa dan perhatiannya
terhadap keberadaan parahyangan seperti Pura Besakih, pengaturan Tri Hita
Karana dan kegiatan Upacara / Upakara lainnya maka dibuatkan sebuah
penyungsungan bliau di dalam halaman Penataran Agung Pura Besakih yaitu
berupa meru tumpang sebelas yang dituliskan Pura Sunaring Jagat, terletak
dihalaman ketiga di atas halaman Pelinggih Penataran Agung.

XIV. KEKUASAAN IDA DALEM SHRI AJI WIJAYA BATURENGGONG KEPAKISAN


Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit tahun1478 M memberikan peluang
kepada Raja Bali untuk berdaulat dan berdiri sendiri. Raja Bali yang masih
dipegang oleh Ida Dalem Shri Aji Tegal Besung, segera menyikapi dan
mempersiapkan kader kepemimpinan selanjutnya agar lebih baik dan
professional sehingga harus memberikan pengetahuan kepemimpinan,
kepemerintahan dll kepada I Dewa Jaya Kepakisan dan kelima putranya yaitu :
I Dewa Anggungan, I Dewa Gedong Artha, I Dewa Pagedangan, I Dewa Nusa
dan I Dewa Bangli agar mampu menjadi pemimpin dan mengelola
kepemerintahan selanjutnya.

Pada tahun 1458 M I Dewa Jaya Kepakisan donobatkan menjadi Raja


menggantikan Ida Dalem Shri Aji Tegal Besung karena usianya sudah semakin

6
tua. Gelar Ida Dalem Shri Aji Wijaya Baturenggong Kresna Kepakisan diberikan
tahun 1460 M yang di damping seorang permaisuri bernama Ni Gusti Ayu Midar
keturunan Kuta waringin dan selanjutnya pamannya diberi gelar Sang Amanca
Ing Jagat Bali sebagai pendamping, penasehat, dan mengawasi kerajaan.
Setelah wafat Ida Dalem Shri Aji Tegal Besung maka jabatan ayahnda
diberikan kepada kelima putranya yang bergelar Manca Agung dan di pimpin
oleh I Dewa Anggungan karena dianggap paling tua, cerdas, arif dan bijaksana
serta didukung oleh keempat saudaranya. Tugas dan Kewajiban Manca Agung
dijelaskan sebagai berikut :
 Mengatur urusan kedatuan/keraton
 Mendidik putra-putri kerajaan
 Mengatur sukses kepemimpinan, perundang-undangan dan hukum
kepemerintahan
 Menentukan calon raja dan menetapkan raja atau Dalem
 Menjaga hubungan, ketentraman dan keharomonisan keluarga kerajaan
I Dewa Anggungan menikah dengan Ni Gusti Ayu Takmung ( putri dari
Patih I Gusti Batan Jeruk ) melahirkan Manca Agung.
Untuk mengatur sistim kelembagaan kerajaan yang disebut Manca Negara
diantaranya :
1. Patih : I Gusti Batan jeruk
2. Demung : I Gusti Pinatih
3. Tumenggung : I Gusti Lurah Abian Tubuh
4. Penyarikan : I Gusti Berangsinga Pandita
5. Sedahan Agung : Kiyai Agung Pasek Gelgel
Selanjutnya untuk memegang jabatan di bawahnya sebagai pelaksana harian
ditunjuk dari keturunan Sanak Sapta Resi.
Perjalanan I Dewa Anggungan dalam rangka pengawasan dan
perlindungan kepada masyarakat yaitu :
1. Toh Pati bertemu dengan Ki Dukuh Pahang dan menikah dengan purinya
mempunyai satu anak bernama : I Dewa Betel.
2. Mengwi bertemu dengan Ki Pasek Penarungan dan menikah dengan putrinya
Ni Luh Meranggi menurunkan dua putra : I Dewa Meranggi Sedana Merta
dan I Dewa Meranggi Sri Sedana.
3. Busungbiu bertemu seorang gadis Ni Dewa Ayu Pamuser Jagat dan memiliki
dua putra : I Gusti Sangkan Gunung dan I Gusti Sangkan Giri, dst.
Demikian perjalanan I Dewa Anggungan dimana disetiap persimpangan
mengambil istri dalam rangka untuk memperluas dan mempererat hubungan
dengan masyarakat di Bali.

7
XIV. GERAKAN KUDETA MAHA PATIH BATAN JERUK
Setelah wafatnya Ida Dalem Shri Aji Wijaya Baturenggon tahun 1550 M,
Maka terjadi krisis kepemimpinan di Bali yang selayaknya putra mahkota
menggantikan kerajaan namun masih sangat belia, oleh sebab itu untuk
sementara waktu kerajaan dikendalikan oleh Manca Agung yang dipimpin oleh I
Dewa Anggungan.
Putra mahkota yang berjumlah 3 orang yaitu seorang putri paling sulung
yang kedua I Dewa Pemayun dan yang ketiga I Dewa Anom Sagening
semuanya di asuh oleh Manca Agung. Selama kekosongan kepemimpinan
kerajaan Maha Patih I Gusti Batan Jeruk yang bertugas sebagai perdana mentri
telah mulai melakukan hal-hal tidak benar dan berkeinginan untuk menjadi raja,
membuat kekacauan dan tidak mendengarkan nasehat para sesepuh
diantaranya Danghyang Astapaka sebagai penasehat spiritual.
Akibat nafsu dan keinginan I Gusti Batan Jeruk ( anak I Gusti Nyuh Aya )
ingin menguasai kerajaan akhirnya putri mahkota yang pertama di bunuh,
sedangkan adiknya I Dewa Pemayun dan I Dewa Anom Sagening diselamatkan
oleh I Dewa Anggungan dengan tujuan agar tidak dibunuh kembali oleh Maha
Patih Batan Jeruk. Timbulnya kekacauan yang terjadi di kerajaan akhirnya
membuat petinggi dan para patih yang lain termasuk Manca Agung mengepung
I Gusti Batan Jeruk dan berhasil dibunuh di Desa Jungutan Bongaya oleh I Gusti
Dawuh Manginte (anak dari I Gusti Asak Kapal yang ingin membalas dendam
akibat di keluarkan sebagai patih terdahuluyang berselisih dengan I Gusti Nyuh
Aya), sedangkan pengukit yang lainnya masih berlarian diselamatkan oleh
Burung Titiran saat dikepung oleh patih kerajaan.
Setelah situasi kerajaan tenang akhirnya I Dewa Anggungan yang justru
menyelamatkan penerus kerajaan terkena fitnah dan diadili penyebabnya
lantaran I Gusti Batan Jeruk adalah Mertuanya ayah dari istrinya dan terkena
sangsi di patika yaitu harus meninggalkan kewangsaan kerajaan dan pergi dari
keraton, selanjutnya saudara Manca Agung yang lain tidak terkena sangsi
hukuman namun tetap harus pergi juga tanpa melepaskan identitas kekerajaan.
Adapun kepergian Manca Agung dari keraton gelgel sebagai berikut :
1. I Dewa Anggungan berubah nama menjadi Sang Anggungan bersama
keluarga diberikan tempat di Pulasari( Desa Peninjauan Tembuku Bangli )
2. I Dewa Gedong Artha bersama istri dan putranya diberikan tempat Tanah
Ampo Desa Manggis Karangasem.
3. I Dewa Pagedangan bersama keluarga di Toh Pati ( Br. Angkan Kelungkung )
4. I Dewa Nusa bersama keluarga Desa Sibang Badung
5. I Dewa Bangli bersama keluarga di Bangli

8
XV. KETURUNAN I DEWA ANGGUNGAN

Setelah kepergian I Dewa Anggungan dari Puri Gelgel dan berganti nama
Sang Anggungan hasil pernikahannya dengan Ni Gusti bAyu Takmung ( Putri I
Gusti Batan Jeruk ) memiliki putra Dalem Mpuaji ( I Wayan Puaji, I Made Puaji,
I Nyoman Puaji dan Ketut Puaji ) yang menyebar ada dimana-mana di seluruh
wailayah Pulau Bali.

Singaraja, 1 April 2022


Ringkasan Buku Dinamika Kepeminpinan Dinasti Ida Dalem
Shri Aji Kresna Kepakisan di Bali Dwipa 1352-1560 M,
Oleh,

Drs. Ketut Winata, M. Pd.

Anda mungkin juga menyukai