1
VI. KISAH IDE DALEM SHRI AJI KRESNA KEPAKISAN
Setelah Bali ditaklukkan oleh Maha Patih gajah Mada dan pengikutnya pada
tahun 1343 M. Ditunjuklah Mpu Dwijaksara ( alias Mpu Ketek/Arya Tatar ) putra dari
Mpu Witadarma ( salah satu keturunan Sapta Pandita putra dari Mpu Geni Jaya)
menjadi adipati di Bali.
Setelah Mpu Dwiaksara wafat diganti oleh putrannya bernama Kipatih Ulung
(bergelar Kyai Agung Pasek Gelgel) dan menetap di Desa Gelgel. Untuk membantu
menjaga wilayah kerajaan Gelgel dikirimkan beberapa patih dari Majapahit oleh
Maha Patih Gajah mada.
Untuk membantu pembuatan senjata, alat-alat pertanian, perkebunan atau dll,
dikirimkan seorang begawanta yang ahli sebagai Tukang Pande yaitu Mpu Siwa
Saguna putra dari Mpu Brahma Wisesa dari Majapahit, dan ceritanya dalam
menyebrangi lautan dari Jawa ke Bali dibantu oleh serombongan ikan jeleg atau
ikan gabus yang kemudian terakhir bertempat tinggal di Desa Tusan.
2
Anglurah di Kapal : Arya Dhalancang
Anglurah di Kaba-Kaba : Arya Belog
Anglurah di Pacung : Arya Belontong
Anglurah di Carang Sari : Arya Sentong
Anglurah di Kertalangu : Arya Wang Bang
Anglurah di Gelgel : Arya Kuta Waringin
Anglurah di Sukahet : Arya Wang Bang Lasem
Anglurah di Tangkas : Arya Kanuruhan
Anglurah di Jembrana : Arya Malele Cengrong
Anglurah di Temukti : Arya Jerudeh
Anglrah Bon dalem : Arya Pamecekan dll.
7. PASEK atau PEMEKEL adalah jabatan yang bertugas memimpin
pemerintahan di Desa yang dibantu oleh Bendesa, Kelian Banjar, Kelian
Subak atau Pekaseh dan Sekehe-Sekehe seperti Sekee manyi, Semal,
Gong, Gambuh, Topeng dll.
3
2. Istri ke dua kawin dengan Ni Gusti Ayu Kuta Waringin ( Putri Arya Kuta
Waringin ) mempunyai 1 orang putra bernama I Dewa Tegal Besung sebagai
sebagai Yowa Raja dan bergelar Ida Dalem Sri Aji Tegal Besung sebagai
Adipati ke 4 di Samprangan.
4
XI. KEKUASAAN I DEWA KETUT NGULESIR ALIAS DALEM BOTOH
Mengingat kegilaan Dalem Samprangan terhadap istrinya yang sangat
cantik mempesona maka tugas dan tanggung jawab sebagai raja sering di
tinggalkan bahkan diterlantarkan karenanya oleh para pejabat kerajaan
ditawarkan kepada I Dewa Tarukan namun tidak berkenan menjadi Adipati
sebab hobynya sebagai rohaniawan, sedangkan adiknya yang paling bungsu
yaitu I Dewa Ketut Ngulesir alias Dalem Botoh kegemaranya sebagai petualang
dan berjudi serta bertempat tinggal tidak jelas, akhirnya sementara situasi
kerajaan menjadi hiruk pikuk.
Diceritakan selama petualangan I Dewa Ketut Ngulesir melanglang buana
sampai di Desa Jong Karem, bertemtu dengan Pangeran Kapal keturunan Arya
Dalancang, selama pergaulan dan sering berada disana serta merta I Dewa
Ketut Ngulesir jatuh cinta dengan putrinya Pangeran Kapal yang bernama Ni
Gusti Ayu Swanitha dan akhirnya saling jatuh cinta lanjut menikah, melahirkan
seorang putra bernama I Dewa Damia. Perjalanan selanjutnya tanpa diikuti oleh
istrinya, Dalem Ketut Ngulesir berpetualang kembali dan sampai di Desa Pandak
Tabanan yang selanjutnya bertempat tinggal disini.
Kemudian dikisahkan bahwa Ida Dalem Shri Aji Agra Samprangan
dinyatakan tidak beres sebagai Adipati, seterusnya atas inisitif para pejabat
kerajaan dan para patih akhirnya pilihan sebagai adipati jatuh kepada I Dewa
Ketut Ngulesir ( Dalem Botoh ) yang dianggap paling normal, dewasa dan sehat
kendatipun hobynya berpetualang dan berjudi. Atas dasar segala pertimbangan
pada akhirnya Dalem Ketut Ngulesir dicari, ditelusuri dan diketemukan bahwa
bliau berada di Desa Pandak Tabanan, kemudian dibujuk, dirayu agar I Dewa
Ketut Ngulesir mau kembali Ke Puri Samprangan untuk diangkat menjadi Adipati
menggantikan kakaknya namun tetap tidak mau dan tidak berhasil. Kemudian
atas rayuan dan bujukan Tumenggung I Gusti Klapodhyana ( putra I Gusti Arya
Kuta Waringin ) pada akhirnya I Dewa Ketut Ngulesir bersedia menjadi Adipati,
dengan syarat diberi tempat tinggal dan tidak mau kembali lagi ke Puri
Samprangan. Sesuai permintaan tersebut akhirnya dengan sepenuh hati dan
keiklasan I Gusti Klapodhyana memberikan rumahnya sendiri sebagai tempat
tinggal yang sekarang merupakan Puri Sweca Lingarsa Pura di Gelgel dan diberi
gelar Ida Dalem Shri Aji Semara Kepakisan sejak tahun 1383 Masehi
5
juga telah mengangkat I Dewa Tegal Besung sebagai Adi Pati Samprangan,
dengan demikian pada saat itu di Bali terdapat dua kerajaan yaitu di Gelgel
dipegang oleh I Dewa Ketut Ngulesir dan di Samprangan dipegang oleh I Dewa
Tegal besung sehingga dengan demikian pada saat itu di Bali muncul dua pusat
kerajaan.
Agar tidak terjadi perpecahan kerajaan di Bali, maka Raja Majapahit Shri
Tungga Dewi memanggil keduanya untuk menghadap ke Majapahit
menyelesaikan masalah agar di Bali tidak ada dua kerajaan, selanjutnya atas
dasar musyawarah mufakat akhirnya diputuskanlah bahwa yang menjadi raja di
Bali adalah Ide Dalem Shri Aji Semara Kepakisan bertempat di Gelgel
sedangkan I Dewa Tegal Besung adalah sebagai Yuwa Raja bertempat di
Samprangan tahun 1401 M, yang masing-masing diberi kekuasaan dan wilayah
yang berbeda.
Yuwa raja dapat dimaknai sebagai raja muda, wakil raja dan bisa mewakili
kerajaan, persidangan atau dalam tugas-tugas tertentu apabila raja berhalangan
serta mengatur wilayah sesuai kewenangannya dan menggantikan kelak setelah
raja sebelumnya meninggal dunia.
6
tua. Gelar Ida Dalem Shri Aji Wijaya Baturenggong Kresna Kepakisan diberikan
tahun 1460 M yang di damping seorang permaisuri bernama Ni Gusti Ayu Midar
keturunan Kuta waringin dan selanjutnya pamannya diberi gelar Sang Amanca
Ing Jagat Bali sebagai pendamping, penasehat, dan mengawasi kerajaan.
Setelah wafat Ida Dalem Shri Aji Tegal Besung maka jabatan ayahnda
diberikan kepada kelima putranya yang bergelar Manca Agung dan di pimpin
oleh I Dewa Anggungan karena dianggap paling tua, cerdas, arif dan bijaksana
serta didukung oleh keempat saudaranya. Tugas dan Kewajiban Manca Agung
dijelaskan sebagai berikut :
Mengatur urusan kedatuan/keraton
Mendidik putra-putri kerajaan
Mengatur sukses kepemimpinan, perundang-undangan dan hukum
kepemerintahan
Menentukan calon raja dan menetapkan raja atau Dalem
Menjaga hubungan, ketentraman dan keharomonisan keluarga kerajaan
I Dewa Anggungan menikah dengan Ni Gusti Ayu Takmung ( putri dari
Patih I Gusti Batan Jeruk ) melahirkan Manca Agung.
Untuk mengatur sistim kelembagaan kerajaan yang disebut Manca Negara
diantaranya :
1. Patih : I Gusti Batan jeruk
2. Demung : I Gusti Pinatih
3. Tumenggung : I Gusti Lurah Abian Tubuh
4. Penyarikan : I Gusti Berangsinga Pandita
5. Sedahan Agung : Kiyai Agung Pasek Gelgel
Selanjutnya untuk memegang jabatan di bawahnya sebagai pelaksana harian
ditunjuk dari keturunan Sanak Sapta Resi.
Perjalanan I Dewa Anggungan dalam rangka pengawasan dan
perlindungan kepada masyarakat yaitu :
1. Toh Pati bertemu dengan Ki Dukuh Pahang dan menikah dengan purinya
mempunyai satu anak bernama : I Dewa Betel.
2. Mengwi bertemu dengan Ki Pasek Penarungan dan menikah dengan putrinya
Ni Luh Meranggi menurunkan dua putra : I Dewa Meranggi Sedana Merta
dan I Dewa Meranggi Sri Sedana.
3. Busungbiu bertemu seorang gadis Ni Dewa Ayu Pamuser Jagat dan memiliki
dua putra : I Gusti Sangkan Gunung dan I Gusti Sangkan Giri, dst.
Demikian perjalanan I Dewa Anggungan dimana disetiap persimpangan
mengambil istri dalam rangka untuk memperluas dan mempererat hubungan
dengan masyarakat di Bali.
7
XIV. GERAKAN KUDETA MAHA PATIH BATAN JERUK
Setelah wafatnya Ida Dalem Shri Aji Wijaya Baturenggon tahun 1550 M,
Maka terjadi krisis kepemimpinan di Bali yang selayaknya putra mahkota
menggantikan kerajaan namun masih sangat belia, oleh sebab itu untuk
sementara waktu kerajaan dikendalikan oleh Manca Agung yang dipimpin oleh I
Dewa Anggungan.
Putra mahkota yang berjumlah 3 orang yaitu seorang putri paling sulung
yang kedua I Dewa Pemayun dan yang ketiga I Dewa Anom Sagening
semuanya di asuh oleh Manca Agung. Selama kekosongan kepemimpinan
kerajaan Maha Patih I Gusti Batan Jeruk yang bertugas sebagai perdana mentri
telah mulai melakukan hal-hal tidak benar dan berkeinginan untuk menjadi raja,
membuat kekacauan dan tidak mendengarkan nasehat para sesepuh
diantaranya Danghyang Astapaka sebagai penasehat spiritual.
Akibat nafsu dan keinginan I Gusti Batan Jeruk ( anak I Gusti Nyuh Aya )
ingin menguasai kerajaan akhirnya putri mahkota yang pertama di bunuh,
sedangkan adiknya I Dewa Pemayun dan I Dewa Anom Sagening diselamatkan
oleh I Dewa Anggungan dengan tujuan agar tidak dibunuh kembali oleh Maha
Patih Batan Jeruk. Timbulnya kekacauan yang terjadi di kerajaan akhirnya
membuat petinggi dan para patih yang lain termasuk Manca Agung mengepung
I Gusti Batan Jeruk dan berhasil dibunuh di Desa Jungutan Bongaya oleh I Gusti
Dawuh Manginte (anak dari I Gusti Asak Kapal yang ingin membalas dendam
akibat di keluarkan sebagai patih terdahuluyang berselisih dengan I Gusti Nyuh
Aya), sedangkan pengukit yang lainnya masih berlarian diselamatkan oleh
Burung Titiran saat dikepung oleh patih kerajaan.
Setelah situasi kerajaan tenang akhirnya I Dewa Anggungan yang justru
menyelamatkan penerus kerajaan terkena fitnah dan diadili penyebabnya
lantaran I Gusti Batan Jeruk adalah Mertuanya ayah dari istrinya dan terkena
sangsi di patika yaitu harus meninggalkan kewangsaan kerajaan dan pergi dari
keraton, selanjutnya saudara Manca Agung yang lain tidak terkena sangsi
hukuman namun tetap harus pergi juga tanpa melepaskan identitas kekerajaan.
Adapun kepergian Manca Agung dari keraton gelgel sebagai berikut :
1. I Dewa Anggungan berubah nama menjadi Sang Anggungan bersama
keluarga diberikan tempat di Pulasari( Desa Peninjauan Tembuku Bangli )
2. I Dewa Gedong Artha bersama istri dan putranya diberikan tempat Tanah
Ampo Desa Manggis Karangasem.
3. I Dewa Pagedangan bersama keluarga di Toh Pati ( Br. Angkan Kelungkung )
4. I Dewa Nusa bersama keluarga Desa Sibang Badung
5. I Dewa Bangli bersama keluarga di Bangli
8
XV. KETURUNAN I DEWA ANGGUNGAN
Setelah kepergian I Dewa Anggungan dari Puri Gelgel dan berganti nama
Sang Anggungan hasil pernikahannya dengan Ni Gusti bAyu Takmung ( Putri I
Gusti Batan Jeruk ) memiliki putra Dalem Mpuaji ( I Wayan Puaji, I Made Puaji,
I Nyoman Puaji dan Ketut Puaji ) yang menyebar ada dimana-mana di seluruh
wailayah Pulau Bali.