Anda di halaman 1dari 10

Eksistensi MANCA AGUNG

Dari Sudut Pandang Analisis Historis dan Sastra1


oleh:
I Dewa Made Darmawan
Tanggal, 29 April 2018
di Gedung Kertha Gososana Lt III Puspem Mangupura Kab. Badung

Sri Aji Kresna Kepakisan sebagai Adipati Majapahit untuk Bali pada tahun
1352 M. Beristana di Samprangan sebelah Timur Kota Gianyar sekarang. Beliau
adalah putera bungsu dari Brahmana Mpu Kepakisan. Gelar Mpu sebagai Brahmana
ditanggalkannya berubah menjadi Shri setelah beliau dinobatkan menjadi penguasa
untuk Bali yang diabiseka Dhalem Shri Kresna Kepakisan dan juga dikenal dengan nama
Dhalem wawurawuh, Dhalem Wawu Dateng.
Dhalem Shri Kresna Kepakisan berpulang ke Sunia Loka pada içaka warsa 1302
(rwa-kalih, sirna-windu, tri pramana, wang tunggal) meninggalkan tiga orang putra dan
satu putri dari I Gusti Ayu Tirtha (I Gusti Ayu Raras) Putri Ki Gusti Gajah Para antara lain;
1) I Dewa Samprangan (Agra Samprangan) sangat lambat prilakunya dan senang bersolek, 2)
I Dewa Taruk tidak tertarik dengan urusan kepemimpinan dan hanya tertarik dengan
kehidupan spiritual, 3) Dewa Ayu Swabhawa. dan putra bungsu beliau 4) I Dewa
Ketut Ngulesir. Putra beliau lain ibu bernama Ida I Dewa Tegal Besung lahir dari Ni Gusti
Ayu Kutawaringin saudara dari Kyai Kebon Tubuh. Kelahiran Ida I Dewa Tegal Besung
tidak jauh berselang setelah kelahiran I Dewa Taruk, kakak dari I Dewa Ketut Ngulesir.2
Setelah Dhalem Shri Kresna Kepakisan wafat digantikan oleh putra sulung beliau
yakni; Agra Samprangan dengan gaya kepemimpinannya sangat lambat bahkan sangat
jarang ke ruang pertemuan (paseban). Para punggawa yang menghadap beliau sangat sulit
untuk bertemu untuk mendiskusikan masalah yang terjadi dengan pemerintahan. sehingga
para Punggawa / Mentri-mentri beliau sering dibuatnya kecewa. Kegelisahan dan
kekecewaan para punggawa kerajaan yang berlarut-larut ini kemudian disampaikan
kepada I Dewa Taruk untuk menggantikan kedudukan Agra Samprangan, namun
pemintaan para punggawa kerajaan ditolak dengan halus oleh I Dewa Taruk dengan
alasan I Dewa Taruk lebih menyukai menjalankan kehidupan spiritual. Para Punggawa
Kerajaan menyikapi hal ini kemudian menobatkan I Dewa Tegal Besung untuk menggantikan
Agra Samprangan dan bergelar Shri Aji Dhalem Tegal Besung.3 pada saat penobatan I Dewa

1
Disampaikan pada seminar dengan tema " Merajut Sejarah Ida Dhalem Shri Tegal Besung"
2 Berg membuat kesimpulan secara hati-hati khususnya kronologi yang masuk ke ranah "fakta" dalam
analisis masa lalu Bali. Lihat juga, Hanna 1976; Geertz 1980; Hinzler 1976; 1986; Vickers 1989.
3
Prasasti Warmadewa Tatwa lepihan 14b dan 15a koleksi Grya Alit Kaleran Belayu, Marga Tabanan
Tegal Besung, I Dewa Ketut Ngulesir tidak ada di rumah (Samprangan) beliau mempunyai
kegemaran mengelana menghibur diri.4
Pemerintahan Shri Aji Dhalem Tegal Besung di Samprangan sangat dihormati oleh
rakyat rakyat sejahtera, hubungan dengan kerajaan lain sangat baik semuanya menjadi
sahabat tidak pernah mengalahkan dan tidak pernah pula dikalahkan. Shri Aji Dhalem Tegal
Besung suka belajar ilmu sastra dan agama. Pada suatu hari beliau menyampaikan pada
para Mentri dan Punggawa Kerajaan maksud dan keinginannya me-Dwijati untuk itu
beliau mengutus Kyai Bendesa Gegel Klapodyana untuk mencari adik-beliau I Dewa Ketut
Ngulesir agar diajak kembali ke Samprangan untuk dinobatkan menjadi Raja. Pencarian Kyai
Bendesa Gegel Klapodyana tidak sia-sia akhirnya I Dewa Ketut Ngulesir di jumpai di desa
Pandak dimohon untuk kembali ke Samprangan atas permintaan Ida Dalem Shri Tegal
Besung. tidak diceritakan diperjalanan akhirnya I dewa Ketut Sampai di Samprangan untuk
menghadap kepada Ida Dhalem Tegal Besung.
Di persidangan yang dihadiri oleh Mentri dan Punggawa Kerajaan disampaikanlah
maksud dan tujuan Ida Dhalem Shri Tegal Besung agar I Dewa Ketut Ngulesir besedia
menjadi raja Samprangan karena Ida Dhalem akan me-dwijati. Permintaan Ida Dhalem Shri
Tegal Besung ditolak oleh I Dewa Ketut Ngulesir, namun Kyai Bendesa Gegel Klapodyana
memberikan solusi memberikan rumahnya yang di Gegel dijadikan Istana dan I Dewa Ketut
Ngulesir dapat memerintah dari sana. Permintaan Kyai Bendesa Gegel Klapodyana sempat
ditolak karena beliau merasa dirinya hina dan dungu dan belum memiliki kemampuan
memimpin kerajaan besar. Dengan kegigihan Kyai Bendesa Gegel Klapodyana meyakinkan I
Dewa Ketut Ngulesir akan kemampuannya, akhirnya permitaan Kyai Bendesa Gegel
Klapodyana diterima.5 Istana I Dewa Ketut Ngulesir di Gegel bernama Lingga Arsa Pura dan
bergelar Dhalem Smara kepakisan.

A. ISTANA SAMPRANGAN
Selama kepemimpinan Ida Dhalem Shri Tegal Besung sangat bijaksana, sehingga
disegani oleh rakyatnya bahkan sampai ke pegunungan lingkungan Bali Mula. Dalam
menjalankan pemerintahan selalu memikirkan saudaranya yang beristana di Lingga Arsa
Pura, karena bagi beliau di Bali tidak boleh dikendalikan oleh dua pemimpin.
4
Berg memulai meneliti babad Bali di awal abad kedua puluh (1927, 1929, 1932), kemudian dilanjutkan
melakukan studi multidisiplin secara ekstensif oleh antropolog dan sejarawan tentang sejarah dan babad Bali
seperti Worsley 1972; Vickers 1986; Guermonprez 1987; Stuart-Fox 1987; Schulte Nordholt 1988.
5 Prasasti Warmadewa Tatwa koleksi Grya Alit Kaleran Belayu, Marga Tabanan ; baca juga Jurnal yang
ditulis oleh HELEN CREESE; Balinese babad as historical sources; A reinterpretation of the fall of Gèlgèl In:
Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde 147 (1991), no: 2/3, Leid-en, 236-260
Dalam kegelisahannya, pada suatu hari beliau menelusuri sungai yang terletak
disebelah timur Istana dengan aliran air yang sangat jernih sambil merenungkan sikap yang
harus diambil, Tanpa diketahui telah berapa lama beliau menelusuri jurang, sungai, sawah
dan tegalan akhirnya sampailah beliau disebuah hutan yang bernama Jarak Bang dan beliau
bertemu dengan seorang Ki Pande Pamoran. Ki Pande Pamoran mengajak Ida Dhalem Shri
Tegal Besung menetap di rumah Ki Pande Pamoran yang masih keturunan dari Pande Bang
Brahma Raja.
Tidak diceritakan entah berapa lama Ida Dhalem Shri Tegal Besung sudah menetap di
rumah Ki Pande Pamoran yang sehari-harinya dilayani oleh putri Ki Pande Pamoran bernama
Luh Pande Pamoran, Beliaupun jatuh cinta. Perasaan Beliau disampaikan kepada Ki Pande
Pamoran, dan Ki Pande Merestui Permintaan Dhalem menjadikan Luh Pande Pamoran
Menjadi Permaisuri. Ida Dhalem Sri Tegal Besung sangat Bakti pada mertuanya begitu
sebaliknya. setelah upacara pernikahannya Ida Dhalem Shri Tegal Besung mengganti nama
menjadi Dhalem Bangkadha Astasura dan Alas Bang menjadi Gumi Bangli.
Setelah Ida Dhalem Bangkadha AstaSura mempunyai Permaisuri dan di anugrahi lima
putra. 1). I Dewa Gdong Atha, 2). I Dewa Nusa, 3). I Dewa Bangli, 4) I Dewa Pegedangan,
dan 5) I Dewa Anggungan.
Pada hari yang baik beliau Ida Dhalem Bangkadha Astasura me-dwijati menjadi
Bhagawan dan banyak mempunyai pengikut (sisya). Disamping Beliau menjalanlan Sasana
Sang me-Dwijati, beliau juga mengajaran pengetahuan Kadyamika, ilmu sastra dan Agama.
Dengan pengikutnya Ida Bhagawan Bangkara Astasura membangun Pura di antaranya
Pura Taman Suci, Pura Whorengen dan Pura Waringin.6

B. KERAJAAN LINGGA ARSA PURA (GEGEL)


Pada tahun 1545 kerajaan Lingga Arsa Pura (Gegel) di Pimpin oleh Dhalem
Waturenggong, pada zaman ini Bali mencapai puncak kejayaannya, resi dan Pendeta dari
Majapahit banyak yang datang mengawal pemerintahan beliau. beliau mempunya dua
orang putra Pertama; I Dewa Pamahyun (Dhalem Bekung) dan putra kedua beliau
bernama I Dewa Dimade (I Dewa Anon Sagening). Dhalem Waturenggong lebar menuju
Sunia Loka semasih putra-putra beliau kecil. Mangkatnya Dhalem Waturenggong
digantikan oleh putra pertama Beliau yang didampingi oleh Paman-Paman Beliau, Putra
Ida Dhalem Shri Tegal Besung (Ida Dhalem Bangkadha Astasura) yakni; 1). I Dewa Gdong

6
Prasasti Warmadewa Tatwa koleksi Grya Alit Kaleran Belayu, Marga Tabanan ; baca juga Laporan Penelian
Berg dalam analisis Babad Bali, kronologi dan "fakta" masa lalu Bali. Lihat juga, Hanna 1976; Geertz 1980;
Hinzler 1976; 1986; dan Vickers 1989.
Atha, 2). I Dewa Nusa, 3). I Dewa Bangli, 4) I Dewa Pegedangan, dan 5) I Dewa
Anggungan. Kelima Putra Ida Dhalem Bangkadha Astasura di beri gelar MANCA AGUNG.7
C. MIGRASI MANCA AGUNG
Perpindahan Pretisentana Manca Agung terjadi dalam tiga gelombang yang
disebabkan peristiwa sebagai berikut.
1) Pemberontakan I Gusti Batan Jeruk
Pemerintahan I Dewa Pamahyun dibantu oleh kelima pamannya dan kedudukan
Patih dipegang oleh Kryan Batan Jeruk (I Gusti Batan Jeruk) yang tidak lain adalah mertua
dari I Dewa Anggungan. Tidak lama berselang setelah I Dewa Pamahyun dinobatkan
menjadi Raja, Kryan Batan Jeruk merasa tidak puas dan timbul rasa iri, serakah dan
menaruh Dendam kepada Manca Agung (Paman dari I Dewa Pamahyun), tidak berselang
lama Kryan Batan Jeruk melakukan pemberontakan dan menahan I Dewa Pamahyun dan I
Dewa Anom Sagening. Akhirnya Kryan Kebon Tubuh berhasil menyelamatkan I Dewa
Pamahyun dan I Dewa Anom Sagening. Kryan Kebon Tubuh yang bantu oleh abdi Dhalem
yang masih setia melakukan perlawan yang sengit akhirnya Kryan Batan Jeruk dapat
dibunuh di Jungutan Bungaya oleh Kryan Nginte pada içaka warsa 1418. I Dewa
Anggungan menantu dari Kryan Batan Jeruk diduga ikut merencanakan pemberontakan
sehingga diusir dari Gegel.
Setelah kekacauan berlalu dan I Dewa Pahmayun tetap menjadi raja namun tidak
mempunyai kemampuan memimpin di bandingkan dengan Kemampuan I Dewa Anom
Sagening. I Dewa Anom Sagening menguasai banyak ilmu sehingga disegani oleh
rakyatnya. Sri Aji Bekung nama lain dari Dhalem Pahmayun menaruh curiga terhadap
paman-pamannya dan tidak mau lagi mendengarkan pendapat dan nasehat ke empat
Pamannya, karena ke empat pamannya I Dewa Gdong Atha, I Dewa Nusa, I Dewa Bangli,
dan I Dewa Pegedangan adalah saudara dari I Dewa Anggungan.
Shri Aji Bekung menaruh curiga pada paman-pamannya, dengan bahasa yang halus
meminta paman-pamannya untuk meninggalkan Gegel (Lingga Arsa Pura). I Dewa Gdong
Artha bersama istri dan putra-putri menuju Desa Ababi, Culik. setelah beberapa lama di Desa
Culik., beliau memutuskan untuk pindah ke Manggis bersama keluarga, tetapi Pretisentana
Beliau yang lain ada yang masih menetap di Ababi ada yang ke Denpukit. I Dewa Nusa
beserta sanak Keluarga, menuju Desa Sibang, I Dewa Bangli, beserta sanak keluarga menuju
Bangli karena di Bangli banyak saudara beliau dari garis Ibu. I Dewa Pegedangan bersama
istri dan putra-putri menuju menuju daerah Tohpati.

7
Babad I Dewa Gedong Artha Koleksi Gdong Kirtya Singaraja; Baca Juga Berg (1927, 1929, 1932), Worsley
1972; Vickers 1986; Guermonprez 1987; Stuart-Fox 1987; dan Schulte Nordholt 1988.
Shri Aji Bekung menyadari bahwa ke empat pamannya itu adalah masih kerabat
sendiri dan satu garis keturunan leluhurnya, maka beliau mengadiahkan tempat yang
layak serta penunjang kehidupan seperti sawah dan ladang.8

2) Pelarian I Dewa Manggis Kuning


Perkawinan Dhalem Sagening dengan Dewa Ayu Gedong Putri dari I Dewa Anom
Pade (Kepandean) dan cucu I Dewa Gedong Artha melahirkan putra yang sangat tampan
bagaikan Hyang Aswino menjelma.
Pada suatu ketika Kyai Tegeh Kori menghadap Baginda Raja Dhalem Sagening
untuk meminta agar I Dewa Anom Kuning (Manggis Kuning) berkenan akan dinobatkan di
Badung. Putra Dhalem I Dewa Anom Kuning yang sangat rupawan sehingga sangat disukai
gadis-gadis cantik, termasuk istri Kyai Tegeh Kori tergoda, ini yang menyebabkan
kemarahan Kyai Tegeh Kori. Murka yang tidak terkendali serta merta memanggil
pasukannya dengan cara memukul kentongan untuk menyerang I Dewa Anom Kuning,
namun I Dewa Anom Kuning diselamatkan oleh seorang pedagang dengan cara
menggulung dengan tikar dan menuju ke arah timur laut pada malam hari menuju tempat
tinggal I Gusti Pinatih yang masih tetap setia pada Putra Dhalem. Atas saran I Gusti Pinatih
agar I Dewa Anom Kuning terus menuju ke timur, atas cinta dan kasihnya kepada I Dewa
Anom Kuning I Gusti Pinatih memberikan Putri Kesayangannya yang Bernama I Gusti Ayu
Pahang sebagai pendamping dalam seasana duka dan penyelamatan diri. tidak dicerita
suka dan duka dalam pelarian akhirnya sampailah I Dewa Anom Kuning di Hutan Bengkel
dan bertemu dengan dukuh Patelesan.9
Seorang hamba yang masih setia kepada I Dewa Anom Kuning datang ke Manggis
untuk menyampaikan bahwa I Dewa Anom Kining sedang dalam pelarian untuk
menyelamatkan diri karena di serang oleh Kyai Tegeh Kori, entah dimana beliau mungkin
sudah tiada, ini disampaikan kepada I Dewa Anom Pande Kakyang dari I Dewa Anom
Kuning.
I Dewa Anom Pande segera mengumpulkan sanak saudaranya dan putra-putranya
untuk mencari I Dewa Anom Kuning. banyak dari suadaranya yang bersumpah "tidak akan
kembali sebelum menemukan I Dewa Anom Kuning" . Peristiwa Pelarian I Dewa Anom
Kuning inilah yang menyebabkan perpindahan Pratisentana Ida Dhalem Sri Tegang Besung
(Dhalem Bangkadha Astasura) terutama Pratisentas I Dewa Gedong Artha menuju Desa
para Desa untuk mencari I Dewa Manggis Kuning. karena terlalu lama akhirnya
menetaplah beliau ditempat pencarian.

8
Prasasti Indrakila Piagem I Dewa Gedong Artha; Koleksi Gedong Kirtya
9
Baca Babad Bali, Babad Pungakan Timul, Pamancangah I Dewa Kaleran, dan Piagam I Dewa Gedong Artha.
3) Pemberontakan I Gusti Agung Maruti
Sepeninggal Manca Agung dari Lingga Arsa Pura (Gegel) suasana kerajaan menjadi
tidak menentu. terjadi intrik-intrik untuk menggulingkan Dhalem puncaknya pada
Pemberontakan I Gusti Agung Maruti. Dhalem terkurung di dalam Istana tetapi dapat
diselamatkan oleh kesatrya dan abdi dhalem yang setia, serta melarikan diri ke Guliang
yang di ikuti oleh sekitar tiga ratus Kestrya dan Pengikut Dhalem termasuk Pratisentana Ida
Dhalem Shri Tegal Besung.
Karena kekawatiran akan diserang kembali oleh I Gusti Agung Maruti maka pengikut
Dhalem banyak yang kembali menyebar menuju sanak saudaranya.
I Dewa Lanpijeh Putra I Dewa Anom Pande cucu dari I Dewa Gedong Artha
diperintahkan oleh Dhalem untuk kembali ke Manggis yang ditemani oleh I Dewa Kulit
Putra Dhalem Sagening dari Istri Penawing.
Demikian secara ringkas penyebaran menuju desa para desa Pretisentana MANCA
AGUNG keturunan Ida Dhalem Shri Tegal Basung (Dhalem Bangkadha Antasura)

-D-
Bhisama Bhatara Sri Aji Tegal Besung (Dhalem Bangkadha Antasura)
Beliau sebagai cudamaninya kerajaan Bali

Bhatara Sri Aji Tegal Besung berbincang bincang dengan putra putra beliau yaitu: I
Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Pagedangan, I Dewa Bangli, I Dewa
Anggungan. beliau berkata. ” Wahai anak anakku semuanya, dengarlah baik baik, dekatlah
kemari supaya jelas.”
“Anak anakku sekalian, kini ayahmu sudah semakin tua, dan tak lama lagi
meninggalkan dirimu semua. Kini ada pesan pesanku kepada sekalian, jangan
lupa berbakti kehadapan Kahyangan Bhasara Dhalem Wawu Dateng yang
ada di Samprangan dan juga Ida Besakih. Jika kamu lupa berbakti ke
Samprangan tak henti hentinya kamu kena kutuk Bhatara, menjadi rendah
martabat maupun Wangsamu, menjadi orang hina, sedikitpun tidak susuai
dengan perilaku Ksatria. Perjalananmu tak akan menemui keselamatan, selalu
mendapat rintangan selalu tak selaras dengan sanak saudara, giat bekerja
kurang dapat menikmati, dibenci orang.
Sekarang wahai anak anakku, Ingatlah Jangan sampai lupa, sampaikan pesan
ini kepada anak cucumu turun temurun, setiap yang namanya Ksatria wajib
bakti dikehadapan Kahyangan Bhatara Wawu Dateng. Semoga keluarga kita
berkembang sampai ke pelosok pelosok dan selalu ingat dengan keluarga
maupun wangsanya dan tahu dengan tata krama sebagai Ksatria. Kembali aku
tekankan Ingat kehadapan Kahyangan Bhatara Dalem Wawu Dateng di
Samprangan dan di Besakih. Itulah pesanku kepadamu sekalian, tetap Ingat
jangan sampai lupa karena sangat berbahaya sekali.
Jika ada yang meninggal laksanakan Pengabenan, bila memegang
pemerintahan dan banyak mempunyai sahaya, boleh mempergunakan Bade
Tumpang 9, patulangannya Lembu cemeng, memakai Naga Esuda, Mabanusa,
Indah yang patut dipergunakan. Bila pada tingkat Pamijian, memakai Bade
Tumpang 7, memakai Bhoma bersayap, Kapas turut sanga, Mauncal
Maringring, Makakitir, Patulangan Lembu Cemeng, Tatakan Api Undag 3 ,
Mabale Lunjuk, Rurub Kajang, Surat Kajang Dasaksara, Panca Bayu,
Tryaksara, Aksara Rwabhineda, Riningkesan Rwaning Pisang Kaikik, wenang
angaskara madamar kurung, Itulah yang patut: dipakai oleh Ksatria.

E. Silsilah Manca Agung

Ida Dhalem Shri Tegal Besung


+ Luh Pande Pamoran

I Dewa Gdong Atha I Dewa Nusa I Dewa Bangli I Dewa Pegedangan I Dewa Anggungan

Ni Gusti Ayu Kacang Paos I Dewa Grdong Artha Ni Gusti Ayu Parembu
+ +
1 I Dewa Karang I Dewa Anom Bengkel
6
2 I Dewa Kaler I Dewa Kalanganyar
7
3 I Dewa Anom Kepandean
I Dewa Tangeb
8
4 I Dewa Duuran
I Dewa Sukawati
9
5 I Dewa Timbul Gunung

I Dewa Nusa ---------------


+

1. I Dewa Bangun Sakti


2. I Dewa Undisan
3. I Dewa Bakas
4. I Dewa Tambahan
5. I Dewa Batuaji
6. I Dewa Kembengan
7 I Dewa Tanggahan
8. I Dewa Suwati
9. Desak Waringin
10. ..................................
I Dewa Bangli ....................
+

1. I Dewa Pikandel
2. I Dewa Teges
3. I Dewa Waringin
4. I Dewa Sangsi
5. I Dewa Klaci
6. ......................

I Dewa Pagedangan .................


+

1. I Dewa Batubulan
2. I Dewa Basang
3. I Dewa Kalang
4. I Dewa Lodaka
5. Desak Pelangan
6. Desak Badbadan
7. ..................................

I Dewa Anggungan ................


(Hyang Anggungan)
+

1. Hyang Takmung
2. Hyang Guwet
3. Hyang Abasan
4. Sang Ayu Tanjung
5. Sang Ayu Padma
6. Dewa Amertasedana
7. Dewa Srisedana
8. Gusti Sangkan Gunung
9. Gusti Sangkan Giri
10. ..................................
Bahan Bacaan:

A. Texts
Babad Arya Tabanan, 1974, Denpasar: Yayasan Parisada Hindu Dharma (Kirtya Va
1729/3).
Babad Blabatuh, baca Berg 1932.
Babad Buleleng, baca Worsley 1972.
Babad Dalem, HKS 2935; baca Warna 1986.
Babad Dalem Ver-01, Kirtya Va. 4903,
Babad Gedong Artha (Kirtya Va. 4621)
Babad Ksatriya, HKS 2935.
Babad Mengwi, 1974,Yayasan Parisada Hindu Dharma (Kirtya Va 1340/12).
Babad Pasek, 1974, Yayasan Parisada Hindu Dharma (Kirtya Va 1345/17).
Babad Dukuh Sualadri; 1974, Denpasar: Yayasan Parisada Hindu Dharma (Kirtya 238).
Kidung Pamancangah, baca Berg 1929.
Prasasti Bang Kemawon ( Kirtya Va 1740/12)
Prasasti Tamblingan ( Kirtya Va 1640/2)
Babad Dalem Ver-01, Koleksi : Babad milik Anak Agung Putu JlantikPuri Kawan Buleleng.
Babad Dalem Ver-02, Koleksi : Ida I Dewa Made Oka, Jro Kanginan, Sidemen, Karangasem
Babad Dalem Ver-03, Koleksi: Pan Susun, Pangi - Jeroan Tapean Bali..
Babad Dalem Ver-04, Koleksi: I Gusti Lanang Mantra Alamat : Sindu, Sidemen, Karangasem
Babad Dalem Ver-05, Koleksi: I Gusti Gede Sangka. Jerowan Tangeb, Mengwi, Badung.
Babad Dalem Ver-06, Koleksi: Griya Tengah, Budakeling. Karangasem.
Babad Dalem Ver-07, Koleksi: I Dewa Gde Puja, Jero Kanginan, Sidemen, Karangasem.
Babad Dalem Ver-08, Koleksi: Ida Bagus Pidada. Griya Klungkung
Babad Ksatriya Taman Bali, 1974, Yayasan Parisada Hindu Dharma (Kirtya Va102617).

B. Karya yang pubikasikan


Berg, C.C., 1927, De Middeljavaansche historische raditie, Santpoort: Mees.
_____,1932, Babad Blahbatuh: De geschiedenis van een tak der familie Jelantik,
Santpoort: Mees. [Javaansch-Balische Historische Geschriften II.]
Brandes, J.L.A., 1901-1926, Beschrijving der Javaansche, Balineesche en Sasaksche
handsch- riften aangetroffen in de nalatenschap van Dr. H.N. van der Tuuk,
Batavia: Landsdrukkerij, 4 vols.
Geertz, C., 1980, Negara: The theatre state in nineteenth century Bali, Princeton:
Princeton University Press.
Graaf, H.J. de, 1949, 'Goesti Pandji Sakti, vorst van Boeleleng', Tijdschrift voor Indische
Taal-, Land-en Volkenkunde uitgegeven door het Bataviaasch Genootschap 83-1:59-
82.
Guermonprez, J-F., 1984, Les Pande de Bali: La formation d'une 'caste' et
l'imaginaire d'un titre. [Doctoral dissertation, Ecole des Hautes Etudes en
Science Sociales: Paris.]
Hanna, W.A., 1976, Bali profile: People, events, circumstances, 1001-1976, New
York: American Universities Field Staff.
Hinzler, H.I.R., 1976, 'The Balinese babad', in: Sartono Kartodirdjo (ed.), Profiles of
Malay culture, historiography, religion and politics, Jakarta: Ministry of
Education and Culture.
____,1986, 'The Usana Bali as a source of history', in: Taufik Abdullah (ed.), Papers of
the fourth Indonesian-Dutch history conference, I 983, 2 Literature and
history, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Leupe, P.A.,1856, 'Het gezantschap naar Bali onder ouverneur-Generaal Hendrik
Brouwer', Bij-dragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde 5: 1- 71.
Lintgensz, Aemoudt, 1856, 'Bali 1597', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde
5:203-34.
Rubinstein, R., 1988, Beyond the realm of the senses: The Balinese ritual of kekawin compo-
sition. [Ph.D. thesis, The University of Sydney.] Schulte Nordholt, H., 1986, Bali:
Colonial conceptions and political change 1700-1940: From shifting hierarchies to 'fixed'
order, Rotterdam: Comparative Asian Studies Programme 15, Erasmus
University.
____, 1988, Een Balische dynastie: Hierarchie en conflict in de negara Mengwi; 1700-1940.
[Dissertation, Vrije Universiteit te Amsterdam.]
Tuuk, H.N. van der, 1897-1912, Kawi-Balineesch-Nederlandsch woordenboek, Batavia:
Landsdrukkerij, 4 vols.
Wama, I Wayan, 1986, Babad Dalem: Teks dan terjemahan, Denpasar: Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
Worsley, P.J., 1972, Babad Buleleng: A Balinese dynastic genealogy, The Hague: Nijhoff.

Anda mungkin juga menyukai