A. Pengertian Wariga
Hingga saat ini masih bermacam-macam pendapat orang mengenai arti kata Wariga.
Jadi belum ada kesatuan pendapat mengenai hal tersebut.
Di bawah ini ditulis beberapa pendapat yang terdapat dalam beberapa buah
buku/majalah :
Warta Hindu Dharma nomor 42 Th. III 12 Maret 1971, yang direkomendasi oleh
Parisada Hindu Dharma Pusat, menyatakan bahwa istilah Wariga berasal dari : Wara =
yang mulia, i = menuju, ga = jalan. Jadi kata Wariga berarti petunjuk jalan untuk mencapai
yang mulia (berbahagia).
Menurut Acara (Sadacara) (1981 : 38), yang disusun oleh I Gede Bajrayasa Cs,
bahwa Wariga terdiri atas dua kata, yaitu : Wara yang berarti puncak atau istimewa, dan Ga
yang berati terang. Wariga adalah jalan untuk mendapatkan keterangan dalam usaha untuk
mencapai tujuan dengan memperhatikan hidup matinya hari.
Sedangkan Sarining Wariga (1981), yang disusun oleh I Ketut Guweng menyatakan
bahwa : kata wariga dapat diperkirakan berasal dari kata : Wara yang berarti mulia
(sempurna), I yang artinya menuju (mengarah), dan Ga yang berarti jalan. Jadi Wariga
ialah jalan menuju yang mulia (sempurna)
Sedangkan Kamus Jawa Kuna-Indonesia (1981: 664) yang disusun oleh L.
Mardiwarsito menyatakan, bahwa Wariga adalah juru nujum, yang bertugas mencari
hari/saat yang baik untuk berbagai keperluan di desa.
Selanjutnya Panuntun Padewasaan/Wariga (1984 : 5), yang disusun oleh I Wayan
Tusan dinyatakan bahwa Wariga artinya Warah ring raga yaitu petunjuk bagi kita. Wariga
adalah memuat baik buruknya hari untuk melakukan suatu pekerjaan atau yadnya tertentu.
Ada lagi pendapat lain, bahwa Wariga adalah suatu ilmu yang
membicarakan/memperhitungkan baik burukya hari untuk melakukan suatu pekerjaan atau
yadnya tertentu.
Demikianlah bermacam-macam pengertian mengenai wariga. Sebagai dasar pokok
dari wariga adalah Jyotisa (Astrologi) karena itu wariga erat kaitannya dengan pengaruh-
pengaruh alam semesta.
B. Latar Belakang Timbulnya Wariga
Dalam buku Cundamani (Tt : 13) yang disusun oleh Putra disebutkan bahwa tujuan
agama adalah Jagadhita dan Moksa. Jadi agama Hindu berfungsi untuk menuntun umat
manusia untuk berbuat agar mendapatkan kesejahteraan lahir batin di dunia dan
mendapatkan moksa yakni bersatunya Jiwatman dengan Paramātman di akhirat.
Berkenaan tujuan tersebut, maka Catur Purusartha adalah merupakan pegangan atau
pedoman hidup, yang terdiri dari: (1) Dharma = kebenaran, (2) Artha = benda/materi, (3)
Kama = kesenangan/nafsu, dan (4) Moksa = kebahagiaan yang abadi di akhirat. Untuk
kebahagiaan (kesejahteraan lahir batin) di dunia diperlukan adanya Artha dan Kama.
Karenanya usaha-usaha ke arah itu mutlak perlu, tetapi harus diingat, hendaknya selalu
dilandasi dengan dharma (kebenaran), sehingga nantinya bisa menuju moksa yang
merupakan tujuan akhir dari agama Hindu. Jadi jelas bahwa agama Hindu tidak saja
memberi tuntunan hidup spiritual, tetapi juga memberi tuntunan untuk mencapai
kesejahteraan hidup serta kerukunan dalam keluarga maupun masyarakat.
Intisari ajaran agama Hindu ialah Panca Sraddha yaitu : (1) Widhi Sraddha, (2)
Atma Sraddha, (3) Karmaphala Sraddha, (4) Punarbhawa Sraddha, dan (5) Moksa
Sraddha, sebagai penerapannya dalam kehidupan ialah Catur Marga yang meliputi : (1)
Bhakti Marga, (2) Karma Marga, (3) Jnana Marga, dan (4) Yoga Marga.
Yadnya yang merupakan suatu persembahan atau pengorbanan suci yang dilakukan
secara tulus ikhlas terhadap Ida Sang Hyang Widhi termasuk manifestasi dan ciptaan beliau
adalah merupakan sarana Catur Marga.
Memperhatikan tujuan agama Hindu sebagaimana tersebut di atas, maka umat Hindu
di samping melakukan yadnya juga harus melakukan kegiatan- kegiatan lain yang
ditunjukkan kepada kesejahteraan hidup lahir batin. Demi semua kegiatan, baik yadnya
maupun yang untuk kebutuhan hidup dapat dilaksanakan dengan baik, hendaknya semua
kegiatan dilakukan pada hari-hari yang dianggap baik sebagaimana tersebut dalam ajaran
Wariga. Inilah yang merupakan latar belakang dari timbulnya wariga.
Di samping itu Jyotisa yang menjadi dasar ajaran Wariga merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari Weda. Jyotisa adalah pelengakap Weda, tergolong kelompok
Wedangga, yang merupakan batang tubuh dari Weda, karena itu Wariga tidak bisa
dipisahkan dari ajaran agama Hindu.
PENGETAHUAN DASAR AJARAN WARIGA
Menurut Warta Hindu Dharma Nomor 42 Th. 1971 ditambah lagi dengan “Dawuh
alah dening de Ning” masudnya, suatu perhitungan dawuh yang baik belum dapat
dikatakan mutlak baik bila Ning (perasaan) masih mengingkari. Jadi yang memegang
peranan utama adalah Perasaan (kepuasan hati). Untuk mencapai kepuasan hati dalam
melaksanakan sesuatu orang harus mempunyai pegangan kuat dengan memperhitungkan
pengaruh alam terhadap sekitarnya. Peranan kedua dawuh, ketiga tanggal/panglong,
keempat sasih, kelima wuku, dan peranan keenam adalah wewaran.
A. Wuku
1. Nama Wuku
Jumlah wuku ada 30 buah yang masing-masing 7 hari mulai dari Redite (minggu)
sampai dengan Saniscara (Sabtu). Menurut mitologi ada beberapa yang mengalami
perubahan dan ada juga yang merupakan lain kalanya seperti Ringita menjati Wayang,
Ringit sama artinya dengan Wayang, yaitu bayangan Giriswara menjadi Ukir, karena giri,
sama artinya dengan Ukir, yaitu gunung dan demikianlah yang lain seperti di bawah ini :
2. Dewanya
Disebut pula bahwa wuku-wuku tersebut ada Dewanya sebagai berikut :
Nama Wuku Dewanya
Sinta Bhatara Yamadipati
Landep Bhatara Mahadewa
Ukir Bhatara Mahayekti
Kulantir Bhatara Langsur
Tolu Bhatara Bayu
Gumbreg Bhatara Cakra
Wariga Bhatara Usmara
Warigadean Bhatara Maharesi
Julungwangi Bhatara Sambhu
Sungsang Bhatara Dana
Dunggulan Bhatara Kamajaya
Kuningan Bhatara Indra
Langkir Bhatara Kala
Medangsia Bhatara Brahma
Pujut Bhatara Guritna
Pahang Bhatara Tantra
Krulut Bhatara Wisnu
Merakih Bhatara Surenggana
Tambir Bhatara Siwa
Medangkungan Bhatara Basuki
Matal Bhatara Sakri
Uye Bhatara Kuwera
Menail Bhatara Citragotra
Prangbakat Bhatara Bisma
Bala Bhatari Durgha
Ugu Bhatara Singajalma
Wayang Bhatari Sri
Klawu Bhatara Sadana
Dukut Bhatara Baruna
Watugunung Bhatara Antaboga
Sinta Tolu(wp)
Julungwangi Langkir
Krulut(wp) Matal
Bala Dukut(wp)
Genenyan
Nairiti Daksina/ Kidul
Urip : 8
Urip : 3 Urip : 9
Gumbreg (tp)
Warigadean(rt) Wariga (rt)
Medangsia
Pahang(rt) Pujut (rt)
Uye
Prangbakat(rt) Menail(rt)(wp)
Watugunung
Keterangan:
- Wuku yang berisi tanda (wp) disebut wuku Waspanganten
- Wuku yang berisi tanda (rt) disebut wuku Rangdatiga tidak baik melakukan
upacara pernikahan.
- Wuku yang berisi tanda (tp) disebut wuku Tanpaguru, tidak baik melakukan
pekerjaan-pekerjaan penting.
B. Wewaran
1. Nama Wewaran dan Sifatnya
Wewaran dibagi menjadi 10 kelompok yaitu Ekawara sampai dengan Dasawara.
- Ekawara : Luang, berarti kosong atau tunggal
- Dwiwara : Menga, = terbuka (terang), Pepet, berarti tertutup (gelap)
- Triwara : Pasah, = tersisih, terpisah (baik untuk Dewa Yadnya); Beteng =
makmur (baik untuk memulai Manusa Yadnya); Kajeng = tekanan tajam (baik
untuk Bhuta Yadnya)
- Caturwara : Sri = kemakmuran, kerta raharja, Laba= pemberian, berhasil; Jaya
= kemenangan(unggul); Mandala= daerah, sekitar, mencapai kemakmuran;
- Pancawara:Umanis = penguasa (sinar Iswara); Paing = Pencipta (Sinar
Brahma); Pon = pengantar (Sinar Mahadewa); Wage = pemelihara (Sinar
Wisnu); Kliwon = pengembalian (Sinar Siwa)
- Sadwara : Tungleh = tidak kekal; Aryang = kurus, merana; Urukung = punah;
Paniron = gemuk, subur; Was = kuat, bertemu kembali; Maulu = bertambah,
membaik.
- Saptawara : Redite = soca (semua yang beruas); Soma = bungkah (umbi-
umbian); Anggara = godang (sayur-sayuran); Buda = kembang (bunga-bungaan);
Wrespati = wija (biji-bijian); Sukra = woh (buah- buahan); Saniscara = pager
(pagar turus).
- Astawara: Sri = makanan (pengatur); Indra = indah (penggerak); Guru =
tuntunan (penuntun); Yama = adil (peradilan); Ludra = peleburan; Brahma =
pencipta; Kala= nilai (peneliti); Uma = pemelihara.
- Sangawara: Dangu = antara terang dan gelap (hari sedang); Jangur= antara
benar dan salah (hari sedang); Gigis = sederhana, ragu (hari sedang); Nohan =
gembira (hari sedang, mendekati baik); Ogan = bingung (hari buruk); Erangan
= dendam, cemas (hari buruk); Urungan = batal (hari buruk); Tulus = langsung
(hari baik); Dadi = jadi (hari baik).
- Dasawara : Pandita = bijaksana; Pati = tegas, dinamis; Suka = gembira,
periang; Duka = mudah tersinggung tetapi mempunyai jiwa seni; Sri =
kewanitaan, perasaan halus; Manuh = selalu taat, penurut; Manusa = mempunyai
rasa sosial yang tebal; Raja = jiwa; kepemimpinan; Dewa = budi Tuhan
(kerahayuan); Raksasa = jiwa keras.
2. Tempat Wewaran dan Neftu (Urip)
Sebelumnya perhatikanlah urip dan tempat berikut :
Utara/Lor (utara) mempunyai urip 4
Airsanya (timur laut) mempunyai urip 6
Purwa/Wetan (timur) mempunyai urip 5
Geneyan (tenggara) mempunyai urip 8
Daksina/Kidul (selatan) mempunyai urip 9
Nairiti (barat daya) mempunyai urip 3
Pascima/ Kulon (barat) mempunyai urip 7
Wayabya (barat laut) mempunyai urip 1
Madya (tengah) mempunyai urip 8
Dengan ini dapat dipastikan, bahwa uripnya wewaran itu sesuai dengan urip
tempatnya, kecuali Dasawara : Suka mempunyai urip 10 dan Manuh mempunyai
urip 2.
Ingat, Sukra mempunyai tempat dua : timur laut dan barat laut.
Keterangan :
Ekawara, Dwiwara, Triwara, dan Sadwara menurut Bungkahing Sundari Terus,
Caturwara, menurut Wariga Gemet, Astawara, menurut Bhagawan Garga,
Sangawara menurut Panuntun Indik Padewasan/Wariga, Dasawara, berdasarkan
Wariga Dewasa.
3. Mencari Wewaran
Untuk mencari/menentukan Wewaran ada bermacam – macam cara:
a. Dengan Urip
Ekawara: urip Saptawara + urip Pancawara. Kalau genap = -, kalau ganjil =
Luang. Misalnya, Redite Paing = 5+9 = 14 (genap) = -.
Soma Pon = 4+7 + 11 (ganjil) = Luang
Dwiwara : urip Saptawara + urip Pancawara. Kalau genap = Menga, kalau ganjil
= Pepet. Misalnya : Soma Umanis = 4+5 = 9 (ganjil) = Pepet. Soma Wage = 4+4
= 8 (genap) = Menga
Dasawara : urip Saptawara + urip Pancawara +1, lalu dibagi 10. Sisa 1= Pandita,
sisa 2 = Pati, sisa 3 = Suka, sisa 4 = Duka, sisa 5 = Sri, sisa 6 = Manuh, sisa 7 =
Manusa, Sisa 8= Raja, sisa 9 = Dewa, sisa 10(0)= Raksasa. Bisa juga tidak
ditambah 1, tetapi ketentuan sisanya harus mundur, yakni : sisa 0 = Pandita, sisa
1= Pati, sisa 2 = Suka, dan seterusnya. Bisa juga tidak ditambah 1 dan tidak
dibagi 10. Jadi cukup dengan menjumlahkan urip Saptawara dengan Pancawara
dengan ketentuan sebagai berikut : jumlah 10 = Pandita, 11 = Pati, 12 = Suka, 13
= Duka, 14 = Sri, 15 = Manuh, 16 = Manusa, 7(17) = Raja, 8(18) = Dewa, 9 =
Raksasa.
Contoh : Buda Umanis
(7+5+1) : 10 = 13:10 = 1 sisa 3 = Suka
(7+5) : 10 = 12 : 10 = 1 sisa 2 = Suka
7+5 = 12 = Suka
Kedua : (Nomor wuku – 1) x7+ nomor Saptawara yang dicari, lalu dibagi
dengan nomer kelompok wewaran yang dicari. Untuk cara yang kedua ini
nomor Saptawara berubah sebagai berikut : Redite = 1, Soma = 2, Anggara = 3,
Buda = 4, Wraspati = 5, Sukra = 6, Saniscara = 7.
Triwara : Nomor Wuku x 7 + nomor Saptawara yang akan dicari lalu dibagi 3. Sisa 1 =
Pasah, Sisa 2 = Beteng, Sisa 3 atau 0 = Kajeng. Misalnya : Soma Pujut (Soma
=1, Pujut = 15), jadi (15x7+1) : 3 = 106 : 3 = 35 sisa 1= Pasah.
Cara lain : (nomor wuku -1) x 7 + nomor Saptawara yang dicari, lalu dibagi 3 =
{(15-1)x7+2} : 3 = 100 : 3 = 33 sisa 1 = Pasah.
Tabel ini menyatakan bahwa pada hari Redite wewaran (Triwara) tersebut jatuh pada
wuku-wuku di bawahnya dalam kolom. Bila Redite sudah diketahui, maka hari-hari
berikutnya mudah dicari.
Caturwara :
Keterangan :
Angka 1, 2, 3, 4 dan seterusnya adalah nomor-nomor wuku. Dalam hal ini adalah
sebagai pengganti Wuku.
Pancawara :
Paing Wage Umanis Pon Kliwon
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
21 22 23 24 25
26 27 28 29 30
Sadwara :
Astawara :
Sangawara:
u n
2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26 27 28
29 30 1
Kolom-kolom dengan menggunakan tabel ini bisa diganti dengan jari tangan dan ruas-
ruasnya, sebab mencari Wewaran, dengan tabel pada prinsipnya sama dengan
menggunakan jari, yakni untuk menyatakan terlebih dahulu Wewaran pada hari Redite
tiap-tiap wuku.
d. Dengan Jari
Triwara
Untuk mencari Triwara digunakan 3 jari yakni : 1. Telunjuk = Pasah, 2. Jari Tengah =
Beteng, 3. Jari Manis = Kajeng. Ingat, pertama kali akan didapat wewaran Reditenya.
Contoh : Misalkan akan mencari Triwara pada Anggara Kuningan
Sebutkan nama-nama wuku dari Sinta s.d Kuningan menurut urutan jari sebagai berikut
:
1 2 3
(Telunjuk) (Jari Tengah) (Jari Manis)
Sinta Landep Ukir
Kulantir Tolu Gumbreg
Wariga Warigadean Julungwangi
Sungsang Dungulan Kuningan
1 2 3
Ternyata wuku Kuningan jatuh pada jari ke-3 (jari manis) = Kajeng,
yang berarti pada Redite Kuningan adalah Kajeng. Jadi pada Anggara
Kuningan adalah Kajeng maju 2 hari = Beteng, sebab dari Redite ke
Anggara adalah maju 2 hari.
Caturwara
Untuk mencari Caturwara digunakan 4 jari, yakni : 1. Telunjuk = Sri, 2. Jari tengah =
Mandala, 3. Jari manis = Jaya, 4. Kelingking = Laba. Ingat pertama kali akan didapat
wewaran pada Reditenya.
Contoh : Misalkan akan mencari Caturwara pada Buda Medangsia, maka sebutkan
nama-nama wuku mulai dari Sinta s.d Medangsia menurut urutan jari, sebagai berikut :
1 2 3 4
(Telunjuk) (Jari tengah) (Jari manis) (Kelingking)
Pancawara
Untuk mencari Pancawara digunakan 5 jari, yakni
: 1. Ibu jari = Paing, 2. Telunjuk = Wage, 3. Jari
tengah = Umanis, 4. Jari manis = Pon, 5.
Kelingking = Kliwon. Ingat, pertama kali akan
didapat wewaran pada Reditenya.
Contoh: misalkan akan mencari Pancawara pada Buda Pahang. Sebutkan nama-nama
wuku dari Sinta s.d Pahang menurut urutan jari, sebagai berikut :
1 2 3 4 5
(Ibu jari) (Telunjuk) (Jari tengah) (Jari manis) (Kelingking)
Ternyata wuku Pahang terletak pada jari ke-1 (ibu jari) = Paing, yang berarti pada
Redite Pahang adalah Paing. Jadi pada Buda Pahang adalah Paing, maju 3 har i=
Kliwon. Ingat urutang Pancawara : Umanis, Paing, Pon, Wage, Kliwon.
Sadwara
Untuk mencari Sadwara digunakan ruas-ruas jari tangan
seperti gambar di samping. Ruas 1 = Tungleh, ruas 2 =
Aryang, ruas 3 = Urukung, ruas 4 = Paniron, ruas 5 = Was,
dan ruas 6 = Maulu. Ingat pertama kali akan didapat
wewaran pada Reditenya.
Contoh : Misalkan akan mencari Sadwara pada Wraspati Krulut, maka sebutkan
nama-nama wuku dari wuku Sinta s.d Krulut, sebagai berikut.
Ternyata wuku Krulut terletak pada ruas 5 = Was, yang berarti pada Redite Krulut
adalah Was. Jadi pada Wraspati Krulut adalah Was, maju 4 hari = Urukung.
Astawara
Contoh : Misalkan akan mencari Astawara pada Anggara Langkir. Sebutkan nama-
nama wuku muali dari Sinta s.d Langkir menurut urutan ruas-ruas jari, sebagai
berikut :
Bila disebutkan Astawara dengan urutan terbalik, maka Guru terletak pada ruas 7
bersama dengan wuku Langkir. Jadi pada Redite Langkir adalah Guru dan pada
Anggara Langkir adalah Guru maju 2 hari = Ludra. Ingat dari Dungulan ke
Kuningan harus melompat 2 kali, karena ada Kala Tiga yaitu pada hari Redite,
Soma, dan Anggara.
Sangawara
Untuk mencari Sangawara juga digunakan ruas- ruas jari
tangan seperti gambar di samping. Ruas 1= Dangu, ruas 2 =
Tulus, ruas 3= Erangan, ruas 4 = Nohan, ruas 5 = Jangur,
ruas 6 = Dadi, ruas 7 = Urungan, ruas 8 = Ogan, ruas 9 =
Gigis. Ingat pertama kali akan didapatkan wewaran pada
Reditenya.
Dari wuku Sinta ke Landep harus melompat 7 kali. Ternyata wuku Kuningan
terletak pada ruas 9 = Gigis, yang berarti pada Redite Kuningan adalah Gigis. Jadi
pada Wraspati Kuningan adalah Gigis maju 4 kali = Urungan. Ingat urutan
Sangawara: Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi.