Anda di halaman 1dari 2

Siwa Sidhanta (Siddhanta; Sridanta) merupakan sekte atau aliran kepercayaan Agama Hindu yang

pernah ada di Bali yang merupakan cabang dari Siwa.


Walaupun Siwa Sidantha mempunyai pengikut terbanyak, tapi dalam peleburan kesembilan sekte
itu, yang di putuskan adalah pokoknya, Siwa.
Jadi, agama Hindu di Bali adalah
Siwa Budha, dan Waisnawa
sesuai dengan keputusan (mewujudkan konsep keharmonisan di Bali dalam lalita hita karana)
dalam pertemuan di Pura Samuan Tiga yang dipimpin Mpu Kuturan. Siwa, Budha, dan Waisnawa
ini yang disatukan menjadi agama Hindu yang bersumber pada pustaka suci Weda. Dikutip dari
salah satu komentar di forum diskusi jaringan hindu nusantara.
Ajaran Siwa Siddhanta di Bali | adalah ajaran Agama Hindu yang dianut sebagai warisan nenek
moyang di Bali yang kadang - kadang juga disebut Sridanta.
Dalam realisasinya, tata pelaksanaan kehidupan umat beragama di Bali juga menampakkan
perpaduan dari unsur - unsur kepercayaan nenek moyang.
Pokok - Pokok Ajaran Siwa Siddhanta
Ajaran Siwa Siddhanta di Bali terdiri dari tiga kerangka utama yaitu
Tattwa,
Tata Susila dan
Upacara keagamaan.
Tatwa atau filosofi yang mendasarinya adalah ajaran Siwa Tattwa. Di dalan Siwa Tattwa, Sang
Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa adalah Ida Bhatara Siwa. Dalam lontar Jnana Siddhanta
dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara Bhatari.
FILSAFAT SAIVA SIDDHANTA, Dari segi isinya bahwa ajaran Saiva Siddhanta ada disuratkan
dalam bahasa Sansekerta, Bahasa Jawa Kuna, Bahasa Bali, dan ada juga yang diterjemahkan artinya
dalam bahasa Indonesia. Penerapan ajaran Saiva Siddhanta di Bali sesungguhnya telah kental
diterapkan dalam kehidupan masyarakat beragama hindu di Bali sejak dahulu. Hal ini terlihat dari
segi penerapannya di desa adat atau desa pakraman yang ada di Bali. Melalui pemujaan,
persembahan, kegiatan ritual, dan sebagainya menampakan bahwa Saiva Siddhanta sangat dipahami
dan diterapkan dengan baik oleh umat Hindu di Bali. Dalam filsafat siwa siddhanta tersebut juga
disebutkan Ida Bathara Dalem sebagai Bhatara Guru sebagai Sanghyang Paramawisesa.
Setelah mengetahui pengertian sampradaya, bagaimana ciri sampradaya itu. Berikut ini akan
dipaparkan ciri-cirinya secara garis besar (Jendra, 2007:132):
1. Hanya menyembah salah satu dewa sebagai manifestasi Tuhan. Inilah yang disebut dengan
istilah bahwa sampradaya punya ista dewata sendiri.
2. Mempunyai cara-cara berbhakti yang khusus yang merupakan bagian integral dari cara
berbhakti agama Hindu, tetapi cara itu yang diterapkan yang dibiaskan dalam kelompoknya
karena diyakini lebih efektif.
3. Mempunyai guru spiritual tersendiri yang diyakini akan lebih mudah memberi pemahaman
terhadap kelompoknya.
4. Mempunyai disiplin bhakti tersendiri, urutan bhakti tersendiridan cara pengelolaan yang
khas.
5. Mempunyai senter atau tempat kegiatan tersendiri. Tempat kegiatan itu digunakan dalam
berbagai bentuk aktivitas, sehingga tidak mengganggu masyarakat.
6. Disiplin dalam sadhana spiritualnya relative lebih baik dan tinggi frekuensinya
dibandingkan dengan orang yang yang bersangkutan sebelum ikut sampradaya.
7. Kebanyakan anggota sampradaya melaksanakan hidup vegetarian. Falsafat hidup yang
mendasari adalah ahimsa.
8. Kebanyakan anggota sampradaya tidak mengkonsumsi atau bebas minuman keras, tidak
merokok, tidak morfinis, tidak berjudi dan relative lebih memiliki kasih saying
dibandingkan dengan orang itu sebelum ikut sebagai anggota sampradaya.

9. Kebanyakan anggota sampradaya relative lebih disiplin dalam segala aktivitasnya


dibandingkan dengan sebelum masuk sampradaya.
3. Perkembangan Sampradaya di Indonesia Saat ini
Dr R Goris dalam buku sekte-sekte di Bali menyebutkan ada sembilan sekte/Sampradaya yang
dilebur dan dipersatukan Mpu Kuturan pada waktu pemerintahan Raja Udayana menjadi tiga, yaitu
Siwa, Budha, dan Waisnawa. Kesembilan sekte itu adalah:
1. Brahmana. Di India disebut Smarta, tetapi sebutan Smrta tidak dikenal di Bali. Kitab-kitab
Sasana, Adigama, Purwadigama, Kutara, Manawa yang bersumberkan Manawa Dharmasastra
merupakan produk sekte Brahmana.
2. Bodha atau Sogatha, di Bali dibuktikan dengan adanya penemuan mantra Budha tipe yete mantra
dalam zeal meterai tanah liat yang disimpan dalam stupika. Stupika seperti itu banyak diketahui di
Pejeng, Gianyar. Menurut penelitian Dr WF Stutterheim itu merupakan mantra Budha aliran
Mahayana yang diperkirakan sudah ada di Bali abad ke-8 Masehi. Terbukti dengan adanya arca
Bodhisatwa di Pura Genuruan (Bedulu), arca Bodhisatwa Padmapatni di Pura Galang Sanja
(Pejeng), arca Boddha di Goa Gajah, dan di tempat lain.
3. Bhairawa, sekte yang memuja Dewi Durga sebagai Dewa Utama. Pemujaan terhadap Dewi
Durga di Pura Dalem yang adati di setiap desa ada di Bali merupakan pengaruh sekte ini. Begitu
pula pemujaan terhadap Ratu Ayu (Rangda) juga merupakan pengaruh sekte ini. Sekte ini
merupakan salah satu sekte wacamara (aliran kiri Tantra) yang mendambakan kekuatan magis dan
bermanfaat untuk kekuasaan duniawi.
4. Ganapatya, kelompok pemuja Dewa Ganesa. Keberadaan sekte ini di Bali terbukti dengan
banyaknya didapatkan arca Ganesa, baik dalam wujud besar maupun kecil. Ada dibuat dari batu
padas maupun logam, tersimpan dalam beberapa pura di Bali. Fungsi arca Ganesa sebagai Wigna,
penghalang gangguan. Karenanya, patung Ganesa diletakkan pada tempat-tempat yang dianggap
bahaya. Ada caru dengan nama sama.
5. Pasupata, juga merupakan sekte pemuja Siwa. Bedanya dengan Siwa Shidanta terutama dalam
cara pemujaan. Pemujaan sekte Pasupata menggunakan lingga sebagai simbol tempat turun atau
berstana Dewa Siwa. Jadi, penyembahan lingga sebagai lambang Siwa merupakan ciri khas sekte
Pasupata.
6. Rsi. Arkeolog R Goris memberi uraian sumir dengan menunjuk kenyataan, bahwa di Bali Rsi
adalah seorang dwijati yang bukan berasal dari wangsa brahmana. Istilah dewarsi atau rajarsi pada
orang Hindu merupakan orang suci di antara raja-raja dari wangsa ksatria.
7. Sora, memuja Surya sebagai Dewa Utama. Sistem pemujaan Dewa Matahari yang disebut
Suryasewana dan dilakukan pada waktu matahari terbit serta terbenam, merupakan ciri penganut
sekte Sora. Kalau sembahyang di pura mesti diawali dengan muspa ke Surya.
8. Waisnawa, di Bali jelas diberikan petunjuk dalam konsepsi agama Hindu, yakni tentang
pemujaan Dewi Sri. Dewi Sri dipandang sebagai pemberi rezeki, kebahagiaan, dan kemakmuran.
Di kalangan petani di Bali, Dewi Sri dipandang sebagai Dewa padi, yang merupakan keperluan
hidup paling utama.
9. Siwa Sidantha, cabang dari Siwa. Walaupun Siwa Sidantha mempunyai pengikut terbanyak, tapi
dalam peleburan kesembilan sekte itu, yang di putuskan adalah pokoknya, Siwa. Jadi, agama
Hindu di Bali adalah Siwa, Budha, dan Waisnawa sesuai dengan keputusan pertemuan di
Samuhan Tiga yang dipimpin Mpu Kuturan. Siwa, Budha, dan Waisnawa ini yang disatukan
menjadi agama Hindu yang bersumber pada pustaka suci Weda.
Sampradaya, bila dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, menurut beberapa upanisad, bertujuan
baik, yakni mencerdaskan dan menguatkan pengetahuan spiritual para anggota kelompoknya
sehingga mereka menjadi manusia yang taat melaksanakan ajaran agama.
Setiap pelaksanaan upacara yadnya yang mengambil tingkatan kayangan jagat di tanah bali pasti
memiliki tujuan utama yaitu untuk menjaga harmonisasi antara hubungan manusia dengan manusia,
harmonisasi hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitar dan harmonisasi hubungan manusia
dengan TuhanNYA.

Anda mungkin juga menyukai