Anda di halaman 1dari 5

BABAD SATRIA TAMAN BALI

Disebutkan dalam Lontar bahwa, beliau yang bergelar Danghyang Subali berstana di
Gunung Tohlangkir (Gunung Agung) membangun stana tempat beryoga di Pura Bukit
Batur (150 m disebelah timur Pura Tirta Harum). Dan daerah di sekitar pesraman
tersebut diberi nama Brasika yang berarti ikan Nyalian.

Disamping membangun stana tempat melakukan Tapa Yoga, beliau juga membangun
dua buah permadian yaitu : Tirta Harum dan Taman Bali. Permandian taman ini diberi
nama Taman Bali, karena dibangun oleh Danghyang Subali, sampai daerah sekitarnya
disebut Desa Taman Bali. Ditilik dari kedua nama Brasika dan Taman Bali adalah dua
nama satu sumber pencipta yaitu Danghyang Subali yang mengandung makna, ikan
tanpa taman hidupnya susah, taman tanpa ikan airnya jadi kotor, dan akan jadi
harmonis bila kedua unsur ini menyatu.

Diceritakan lebih lanjut setelah beliau Danghyang Subali selesai melakukan Tapa Yoga
di tempat ini, dan akan kembali ke Jawa yaitu Gunung Semeru, dan sebelum
meninggalkan Pesraman tempat beryoga, beliau menyerahkan Pesraman dan kedua
Permandian tersebut kepada adik beliau yang berstana di Kenteling Jagat (Kentel
Gumi) di daerah Tusan yang bergelar, Danghyang Sri Aji Jaya Rembat, yang juga
berstana di Guliang.

Atas perintah Danghyang Subali, Danghyang Jaya Rembat menggantikan Danghyang


Subali berstana di Bukit Batur, dan sejak itu nama Bukit Batur dirubah menjadi Dalem
Sila Adri. Sila berarti Batu dan Adri berarti Gunung/Bukit. Jadi Sila Adri berarti Gunung
Batu.

Pada hari Tanggal Tahun Saka (ada dimuat dalam Lontar) Danghyang Jaya Rembat
berangkat dari Dalem Sila Adri ke Tirta Harum. Sampai di Tirta Harum dikisahkan oleh
penulis jaman dulu ditemukan bahwa air pancuran aseret yang berarti lobang itu
tertutup oleh bayi dan bayi tersebut sulit untuk dilahirkan, tapi berkat keahlian
Danghyang Sri Aji Jaya Rembat sebagai Dukun, Bayi tersebut bisa dilahirkan dengan
selamat, terus dimandikan di air pancuran, sehabis dimandikan lalu ditaruh disuatu
tempat Loring Tukad Melangit di sebelah utara Tukad Melangit (Jero Puri) diberi alas
daun kayu jati dibawah kayu teges. Anangis tang rare tan papegatan (menangis bayi
itu tanpa henti-hentinya), menjadikan Danghyang Jaya Rembat kewalahan lalu memuja
beliau Danghyang Subali, agar beliau berkenan hadir. Tidak berselang lama, kemudian
Danghayang Subali tiba di tempat itu lalu bersabda : Iki maka anakku panugrahan
Danghyang Wisnu Bhuana patemone ring Diah Jung Asti, wenang ikang ari
Angerembat, (artinya : ini adalah putraku penugrahan Danghayang Wisnu Bhuana,
dalam perkawinan dengan Diah Jung Asti, patut adikku memeliharanya).

Siapakah yang bergelar Diah Jung Asti ?. Penulis jaman dulu biasanya enggan
menyebutkan nama sebenarnya karena tidak etik. Ditinjau dari arti nama Diah Jung
Asti Diah berarti Putri Raja, Jung berarti Bukit, Asti berarti Dasar. Jadi Diah Jung Asti
berarti Raja Putri yang berstana di kaki bukit. Dan kalau dihubungkan dengan
Danghyang Wisnu Bhuana, Danghyang berarti Dewa, Wisnu berarti Air, Bhuana
berarti Darat. Jadi Danghyang Wisnu Bhuana berarti Dewa penguasa air di darat. Jadi
secara keseluruhan dapat diartikan dan dihubung-hubungkan : Raja Putri yang
berstanana di dasar kaki bukit sebagai penguasa air di darat. Apakah tidak mungkin
yang dimaksud Diah Jung Asti dalam kiasan tersebut adalah Raja Putri Dewi Ulun
Danu, dan kalau pendapat ini bisa diterima, maka Kentel gumi, Dalem Sila Adri dan
Ulun Danu keberadaannya hampir bersamaan. Hal ini dapat diperkuat dengan bukti
bahwa : Untuk menghormati jasa beliau Dewi Ulun Danu, maka didekat pura Kentel
Gumi dibangun pura Ulun Danu.

Disebutkan pula bahwa bayi tersebut oleh Danghyang Subali dianugrahi Gelar I Dewa
Gede Angga Tirta, dan setelah dewasa diberi gelar : I Dewa Gede Sang Anom
Bagus. Jadi jelaslah bahwa titel I Dewa Gede adalah penugrahan Danghyang
Subali kepada putra yang lahir di Tirta Harum dan
keturunannya..

Tidak diceritakan kisah perjalanan Danghyang Subali, diceritakan beliau Danghyang Sri
Aji Jaya Rembat Ngemong Tang Rare memelihara putra tersebut di Dalem Sila Adri,
dan kadang-kadang juga berada di Guliang, dan setelah beberapa tahun lamanya I
Dewa Gede Angga Tirta menjadi dewasa dan telah bergelar I Dewa Gede Sang Anom
Bagus.
Dihentikan cerita ini, diceritakan sekarang beliau Dalem Sekarangsana berstana di
Gelgel. Dalem Sekarangsana dikaruniai seorang putri bergelar I Dewa Ayu Mas
Dalem, konon beliau dalam keadaan sakit. Oleh Dalem Sekarangsana diminta agar
Danghyang Sri Aji Jaya Rembat berkenan datang ke Gelgel untuk mengobati I
Dewa Ayu Mas Dalem. Dan sekali saja diobati oleh Danghyang Jaya Rembat I Dewa
Ayu Mas Dalem sembuh sepeti semula. Akan tetapi kemudian I Dewa Ayu Mas Dalem
diindap penyakit lain yaitu sakit edan. Setelah beberapa kali diobati oleh Danghyang
Jaya Rembat dengan japa mantra dan segala husada telah digunakan, tetapi I Dewa
Ayu Mas Dalem tak kunjung sembuh. Anangis ta sira Dalem Sekarangsana
(bersedihlah hati beliau Dalem Sekarangsana), dan menyerahkan I Dewa Ayu Mas
Dalem untuk ikut Danghyang Jaya Rembat ke Pesraman. Sampai di Dalem Sila Adri
sakitnya menjadi sembuh karena bertemu pandang dengan I Dewa Gede Sang
Anom Bagus dan apabila pulang ke Gelgel sakitnya kambuh lagi. Oleh karena itu agak
lama beliau tidak pulang ke Gelgel, senang tinggal di Dalem Sila Adri hatinya terpikat
oleh seorang pemuda Warnaning bagus apekik yang sangat ganteng rupawan yaitu I
Dewa Gede Sang Anom Bagus, maka terjalinlah cinta kasih kedua insan berlainan jenis
ini. Ketika I Dewa Ayu Mas Dalem sedang mandi di pancuran Tirta Harum diketahui
oleh Dayang dari tanda-tanda perubahan biologis, bahwa I Dewa Ayu Mas Dalem
telah hamil. Dayang segera melaporkan hal itu kepada Dalem Sekarangsana,
bahwa I Dewa Ayu Mas Dalem telah hamil, Dalem Sekarangsana menjadi marah,
serta memerintahkan para sikep yudha/prajurit Gelgel untuk menangkap I Dewa
Gede Sang Anom Bagus. Prajurit bersenjata Gelgel segera berangkat dari Gelgel
menuju Guliang dan stana Guliang ditemukan dalam keadaan sepi, lalu berbelok ke
timur turun ke Tukad Melangit naik keatas Bukit Sila Adri. Pada saat itu Danghyang
Jaya Rembat sedang melakukan Puja Astawa, tahu akan tentang tujuan prajurit Gelgel
tersebut, lalu menghilang di atas tilam tempat duduk. Setibanya prajurit Gelgel di Dalem
Sila Adri, pesraman kelihatan sepi, namun usaha pencarian terus dilakukan, kemudian
terdengar berita bahwa ada seorang pemuda rupawan sedang berburu/memikat burung
perkutut di Hutan Jarak Bang. Prajurit Gelgel berangkat ke Jarak Bang dan menemukan
I Dewa Gede Sang Anom Bagus sedang berburu, lalu ditangkap tinalian, diikat
dibawa ke Gelgel bersama dengan Danghyang Jaya Rembat. Tidak diceritakan dalam
perjalanan sampailah di Gelgel. I Dewa Gede Sang Anom Bagus dihaturkan kepada
Dalem. Dalem menjadi marah dan memutuskan dalam sidang bahwa I Dewa Gede
Sang Anom Bagus patut dijatuhi hukuman mati, karena berani dengan kedudukan
Dalem. Bersedihlah beliau Danghyang Jaya Rembat, sebelum hukuman mati terhadap I
Dewa Gede Sang Anom Bagus dilaksanakan, Danghyang Jaya Rembat sempat
memuja Danghyang Subali agar beliau berkenan hadir ke Gelgel karena putra I Dewa
Gede Sang Anom Bagus tertimpa bahaya. Tidak lama kemudian datang Danghyang
Subali di Gelgel serta bersabda ; Iki anakku panugrahan Danghyang Wisnu
Bhuana, wenang ajatu karma kelawan I Dewa Ayu Mas Dalem apan amisan (artinya
ini adalah putraku panugrahan Danghyang Wisnu Bhuana, patut dijodohkan dengan I
Dewa Ayu Mas Dalem karena besepupu). Mendengar sabda itu luluhlah hati beliau
Dalem Sekarangsana, I Dewa Gede Sang Anom Bagus tidak jadi dibunuh, bahkan
sebaliknya dibuatkan upacara perkawinan di Gelgel, setelah diupacara lalu dibuatkan
Puri disebelah utara Bencingah Gelgel dan diberi Gelar Cokorde Den Bencingah.
Jadi titel Cokorde pertama kali disandang oleh Putra Tirta Harum atas panugrahan
Dalem Sekarangsana, adalah orang yang sehari-harinya dekat dengan Dalem baik
ditinjau dari hubungan darah maupun kedudukan dalam struktur Istana Dalem. Karena I
Dewa Sang Anom Bagus adalah Putra pertapa tidak lama tinggal di Gelgel kembali
melakukan Tapa Yoga ke Kaki Gunung Agung, dengan meninggalkan istrinya I Dewa
Ayu Mas Dalem dalam keadaan hamil, dengan pesan : bayi yang masih dalam
kandungan bila lahir kemudian diberi nama I Dewa Gede Garba Jata karena dikejar
oleh prajurit bersenjata ketika hamilnya.

Setelah cukup umur dalam kandungan lahirlah bayi tersebut dan oleh Sang Ibu diberi
nama I Dewa Gede Garba Jata. Sangat disayang oleh Dalem karena Dalem belum
berputra, saking sayangnya Dalem kepada putra ini sering tertidur dipangkuan Dalem.
Ketika Dalem tidak ada pergi ke Uluwatu, Putra tersebut menunggu dan tertidur pada
singasana Dalem, sekembali Dalem dari bepergian, pengiring Dalem yang bernama Ki
Jambul Pule membawa tilam/tempat duduk Dalem, dengan tanpa memperhatikan lalu
menaruh tilam tersebut di atas singasana Dalem, tahu-tahu putra tersebut ditindih tilam,
Ki Jambul Pule jadi gemetar akan kesalahannya, tapi Dalem mengampuninya serta
bersabda : Seketurunan Putra ini bila menjadi Raja patut diberi Gelar I Dewa Gede
Tangkeban.

Beberapa tahun telah lampau dewasalah Putra I Dewa Gede Garba Jata, menanyakan
kepada Sang Ibu siapa nama ayah dan dimana beliau berada. Dijawab oleh Sang ibu
bahwa sang ayah bernama : I Dewa Gede Sang Anom Bagus sedang menjalani Tapa
Yoga di Kaki Gunung Agung.

Berangkatlah I Dewa Gede Garba Jata dengan pengiring ke Kaki Gunung Agung, lama
dicari akhirnya bertemu dengan seorang pertapa yang sedang Amono Brata sedang
melakukan meditasi dan tubuhnya ditumbuhi lumut, I Dewa Gede Garba Jata lalu
besimpuh dan memohon agar pertapa berkenan Angelebaraken Mono Brata
melepaskan tapanya dan ketika ditanya Sang Putra mengaku bernama I Dewa Gede
Garba Jata, teringatlah Sang Pertapa bahwa I Dewa Gede Garba Jata adalah Putranya,
serta Sang Putra memohon agar Sang Ayah bekenan untuk pulang karena ditunggu
Sang Ibu, tapi permohonan Sang Putra tidak terkabulkan, dengan pesan pewarah-
warah sebagai berikut : Jangan berani kepada kedudukan Dalem Gelgel, dan akan
menjadi Raja di Tamanbali. Setelah panugrahan selesai beliau Sang Pertapa (I Dewa
Gede Sang Anom Bagus) lalu menghilang atau moksah setelah disembah oleh I Dewa
Gede Garba Jata. sejak itu batu tempat moksahnya I Dewa Gede Sang Anom Bagus
disebut Batu Madeg.

Dengan perasaan senang dan berbaur sedih pulanglah I Dewa Gede Garba Jata
langsung ke Gelgel, tidak lama kemudian karena sangat disayang oleh Dalem I Dewa
Gede Garba Jata dianugrahi Daerah lalu diangkat menjadi Raja Tamanbali dengan
Gelar I Dewa Gede Tangkeban.

Anda mungkin juga menyukai