Anda di halaman 1dari 5

Perang Pandan

Nama Kelompok 1 :
1. I Made Aditya Arya Wardhana

(04)

2. Made Budayana Diatmika

(10)

3. Ilham Muhammad

(16)

4. Rizky Sudiantoro

(28)

5. I Komang Sedana Widyagana

(29)

6. I Putu Gede Wahyu Diatmika

(35)

X MIA 4
SMAN 7 DENPASAR
TAHUN AJARAN 2015/2016

Perang
Pandan

A. Sejarah Perang Pandan


Tradisi perang pandan atau yang sering disebut mekare-kare di Desa Tenganan dilakukan oleh para pemuda
dengan memakai kostum/kain adat tenganan, bertelanjang dada bersenjatakan seikat daun pandan berduri dan perisai
untuk melindungi diri. Tradisi ini berlangsung setiap tahun sekitar bulan Juni, biasanya selama 2 hari.

perang

pandan diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan, setelah itu perang pandan
dimulai dan kemudian ditutup persembahyangan di Pura setempat dilengkapi dengan menghaturkan tari Rejang.
Tradisi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada dewa indra yang mana dalam sejarah tenganan
mengisahkan bahwa desa tenganan merupakan hadiah Setelah kemenangan Dewa Indra atas raja raksasa Maya
Denawa,maka Dewa bermaksud membuat persembahan dengan menyembelih seekor kuda bernama Onceswara.
Namun

kuda

itu

kemudian

melarikan

diri

karena

menolak

untuk

dikorbankan.

Dewa Indra kemudian memerintahkan sekelompok pasukan untuk mencarinya hingga ke Karangasem. Sayangnya,
pasukan Peneges ini hanya berhasil menemukannya dalam keadaan sudah menjadi bangkai. Dewa kemudian
memberi hadiah berupa lahan dengan batasan seluas bau bangkai itu masih tercium. Dengan cerdik, para anggota
pasukan kemudian memotong bangkai dan berlari ke segala arah untuk memperluas wilayah yang bisa dibaui sampai
akhirnya mereka diberi peringatan.
Jadilah kini wilayah yang secara administratif masuk Kecamatan Manggis, Karangasem, dan berjarak sekitar
70 kilometer dari Denpasar itu menjadi Desa Tenganan.

B. Fungsi Perang Pandan


Fungsi diadakannya perang pandan antara lain :
1. Untuk penghormatan kepada dewa indra yang mana dalam sejarah tenganan mengisahkan bahwa desa
tenganan merupakan hadiah Setelah kemenangan Dewa Indra atas raja raksasa Maya Denawa,maka Dewa
bermaksud membuat persembahan dengan menyembelih seekor kuda bernama Onceswara.
2. Dari segi pariwisata, yaitu untuk mengundang orang lain agar mengetahui adanya tradisi khas di Desa
Tenganan
3. Mendidik putra daerah agar melestarikan tradisinya

C. Pakaian dan Alat

Peserta perang pandan memakai pakaian adat Tenganan yang bernama kain tenun Pegringsingan. Masyarakat
pria hanya menggunakan sarung atau disebut kamen, selendang atau disebut saput, dan ikat kepala atau udeng. Pria
tersebut tidak mengenakan baju alias bertelanjang dada.
Tradisi perang pandan, dilakukan dengan menggunakan pandan berduri sebagai alat atau senjata untuk
berperang. Pandan berduri yang digunakan adalah pandan yang sudah diikat sehingga berbentuk seperti gada. Peserta
perang pandan juga sebuah tameng. Tameng tersebut digunakan untuk melindungi diri dari serangan lawan. Tameng
yang digunakan pada perang pandan terbuat dari rotan yang dianyam. Perang pandan diiringi musik gamelan
seloding. Seloding adalah alat musik di daerah Tenganan yang hanya boleh dimainkan oleh orang yang disucikan.
Alat musik ini juga tidak sembarangan dimainkan, melainkan hanya pada acara tertentu saja. Alat tersebut memiliki
pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu tidak boleh menyentuh tanah.

D. Alat Musik Pengiring


Alat music pengiring perang pandan adalah gambelan selonding. Gamelan Selonding merupakan salah satu
gamelan yang tergolong tua, gamelan Selonding merupakan salah satu contoh mengenai local genius dari leluhur dan
juga gamelan selonding memang masih bisa bertahan dari terpaan gelombang peradaban manusia dalam rentang
waktu yang cukup lama. Dan juga pada dasarnya gamelan Selonding lahir dari hasil cipta rasa dan karsa nenek
moyang sebagai perwujudan dari pengalaman estetis dikala keadaan jiwa sedang nengalami kedamaian dan kesucian
dan pada umumnya gambelan Selonding juga alat musik yang cara memainkannya dengan dipukul memakai alat
yang namanya Panggul.
Gamelan slonding ini dimainkan untuk mengiringi berbagai upacara adat di Bali Aga yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat dan untuk mengiringi tari Abuang, Perang Pandan (Makare-karean) dan lain-lain. Gamelan ini
berfungsi menyajikan tabuh-tabuh petegak atau tanpa disertai tari-tarian, baik dalam kaitannya dengan pelaksanaan
upacara Agama serta kepentingan-kepentingan lainnya. Namun perlu diketahui hanya dalam upacara Agama pada
hari raya-hari raya tertentu saja Gamelan Slonding ini ditabuh atau dibunyikan, Gamelan Selonding merupakan salah
satu gamelan yang di sakralkan oleh masyarakat desa Tenganan pangringsingan, Di kalangan masyarakat Tenganan
Pagringsingan gamelan Selonding diberi nama Bhatara Bagus Selonding.
Didalam buku SELONDING (Tinjauan Gamelan Bali Kuna Abad X XIV ) juga dijelaskan bahwa gamelan
Selonding tumbuh hidup dan berkembang sebagai kultur religius sehingga dapat dipahami bahwa gamelan Selonding
banyak terdapat di pusat-pusat keagamaan pada zaman bali kuna. Gamelan Selonding juga bukanlah segugusan
instrument primitip yang kosong tanpa makna. Dan juga gamelan ini banyak tercatat dalam prasasti raja raja bali
kuna dari babakan pemerintahan Maharaja Sri Jaya sakti sampai dengan awal pemerintahan Majapahit di Bali.

E. Tari Penutup
Tari Rejang adalah tarian upacara keagamaan dari masyarakat Bali yang diperkirakan berasal dari zaman praHindu. Tarian ini merupakan persembahan suci untuk menyambut kedatangan dan menghibur para Dewa yang turun
dari Kahyangan ke Bumi. Di kalangan masyarakat Hindu-Bali tari Rejang dipentaskan dalam pelaksanaan upacara
Dewa Yadnya seperti odalan di pura-pura. Sementara itu, di kalangan masyarakat Tenganan, Asak, Bongaye, dan
lain-lainnya yang berada di Kabupaten Karangasem, tarian ini masih tetap dipentaskan untuk berbagai upacara adat
dan acara lainnya di lingkungan masyarakat setempat.
Berbeda dengan tari Sanghyang yang merupakan tarian dari para Dewa-Dewi dan rokh suci lainnya, dengan
memasuki tubuh penarinya, tari Rejang adalah persembahan suci untuk para Dewa-Dewa. Pada waktu upacara
odalan di pura-pura, melalui puja mantra dan sesaji para Dewa diundang untuk turun dari Kahyangan dan
bersemayam pada benda-benda suci seperti Pratima. Untuk menyambut dan menghibur kedatangan para dewa ini,
maka ditarikanlah tari Rejang. Melalui tarian ini warga masyarakat menyatakan rasa syukur dan terimakasih mereka
kepada para Dewa atas perkenannya turun ke Bumi.
Tari Rejang adalah sebuah tarian prosesi upacara yang ditarikan oleh sejumlah penari wanita. Para penari yang
pada umumnya bukan orang-orang yang propesional ini terdiri dari berbagai kelompok umur yaitu Tua, setengah
baya, dan muda. Dengan menari secara beriringan, berbaris ataupun melingkar di halaman pura. Tarian ini biasanya
dilakukan disekitar tempat suci atau pelinggih, dimana pertima-pertima itu ditempatkan. Para penari Rejang pada
umumnya memakai pakaian adat atau pakaian Upacara, dengan memakai hiasan bunga-bunga emas di kepalanya dan
hiasan-hiasan lainnya yang sesuai dengan kebiasaan desa masing-masing.
Dilihat dari perbendaharaan geraknya, tari Rejang dikatakan cukup sederhana, tempo gerakannyapun
cenderung pelan dengan kualitas yang mengalun. Gerak-gerak yang dominan dipakai dalam tari Rejang adalah
ngembat dan ngelikas atau gerakan kiri dan kanan yang dilakukan sambil melangkah kedepan secara perlahan.
Ketika menari, penari Rejang pada umumnya tidak berdialog atau menyanyi.
Di banyak desa, kelompok penari Rejang meliputi beberapa orang penuntun yang disebut Pamaret yang
biasanya dilakukan oleh para penari tua yang sudah pengalaman. Dimana para Pemaret selalu menari di barisan
paling depan daripada penari lainnya, biasanya yang mengikuti di belakangnya adalah kalangan remaja. Dimanamana penari Rejang terlebih dahulu disucikan dengan berbagai sesaji.
Tari Rejang pada umumnya diiringi dengan musik instrumental walaupun adapula yang diiringi musik vokal
(Tembang ataupun Kidung). Gamelan pengiring tari Rejang pada umumnya adalah gambelan gong (Kebyar) hanya
beberapa saja yang memakai gamelan lain seperti gamelan Selonding atau gambelan Gambang.
Berikut ini adalah beberapa jenis tari Rejang yang biasa dipentaskan:

Rejang Renteng

Rejang Bengkel

Rejang Ayodpadi

Rejang Galuh

Rejang Dewa

Rejang Palak

Rejang Membingin

Rejang Makitut

Rejang Haja

Rejang Negara

F. Kesimpulan
Perang pandan adalah salah satu tradisi yang ada di Desa Tenganan, Kecamatan Karangasem, Bali. Perang
pandan juga disebut dengan istilah makere-kere. Upacara perang pandan menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik
wisatawan dalam negeri maupun wisatawan asing. Peran pandan merupakan salah satu tradisi yang dilakukan untuk
menghormati dewa Indra atau Dewa perang.Perang pandan merupakan bagian dari ritual Sasihh Sembah.Sasih
sembah ialah ritual terbesar yang ada di Desa Tenganan.

Anda mungkin juga menyukai