Anda di halaman 1dari 126

1

PURANA WANGSA
BANDESA MANIK MAS
(TRAH KETAPANG DI BANJAR TELABAH SUKAWATI)
BAB I
Pendahuluan
Om awighnam astu namā śidyam.
Sembah pengaksama kami kehadapan Bhatara Hyang
Mami yang bergelar Ongkara Hradaya Namah Swaha,
Sunia Loka, Sida Loka Suara.
Ijinkankanlah hamba menceritakan segala masa lalu
yang telah tertulis dalam lepihan tembaga dan lontar
yang sudah suci menyatu dengan Hyang Widhi.
Om Bhur, Bhuwah, Swah
Semoga hamba tidak berdosa, tidak terikat usana,
semoga tidak alpaka dari penciptaan Sang Hyang
Purwa Tattwa, begitu juga dengan seketurunan hamba,
bebaskanlah hamba dari alpaka kehadapan Ida Hyang
Widhi, lara wigraha mala papa pataka, bisa terbebas
dari kutukan Sang Hyang Widhi, karena sudah
lancang mengisahkan masa lalu, sekarang dan masa
yang akan datang.
Semoga hamba juga menemukan kebahagiaan sekala
niskala atau lahir bathin, sempurna menemui panjang
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
2

umur dilimpahkan kebahagiaan untuk keluarga dan


alam semesta.
Purana Wangsa ini disusun karena dorongan yang
sangat kuat guna melakukan pencatatan tentang
keberadaan Wangsa Bandesa Manik Mas di Banjar
Telabah, Sukawati, Gianyar dari jaman ke jaman serta
berbagai usaha warga Bandesa Manik Mas dalam
menjaga kekuatan spirit dan ritual yang diwariskan
oleh para pendahulu. Pentingnya mengetahui dan
memahami kisah perjalanan para leluhur dahulu di
Bali seperti menjadi sebuah keharusan, karena hanya
di Bali, Agama Hindu menjadi “Agama Darah”
sebuah keyakinan yang mengalir dari aliran darah para
leluhur kepada generasi penerusnya. Seluruh Wangsa
yang tumbuh dan berkembang di Bali adalah
pembentuk budaya Bali, pembentuk pemerintahan
pada jaman kerajaan dan penjaga Agama dari sisi
yang berbeda dari daerah lain di dunia. Sesungguhnya
hanya di Bali Agama dan Budaya bersatu dalam satu
badan, bila budaya ibarat badan, agama adalah roh
yang menghidupkan budaya itu. Sehingga apabila
dipisahkan akan seperti badan tanpa roh atau roh tanpa
badan, tidak akan mampu melakukan apa-apa.
Penyusunan Purana Wangsa Bandesa Tebuana yang
berakar dari pergerakan para jurit khusus pengiring
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
3

Ida I Dewa Agung Jambe dari Gelgel hingga


mendirikan istana di Klungkung. Penyusunan ini
memakai metode “Sambung Batang” yang
menyambungkan catatan jaman prasasti dan babad
dengan jaman Kemahardikan dan kekinian yang
banyak kehilangan catatan akibat para pengawi yang
bertugas membuat catatan terlibat secara langsung
maupun tidak langsung dengan situasi ekonomi dan
politik yang carut-marut. Metode ini memerlukan
data-data yang diunduh dari berbagai sumber
terpercaya baik dalam maupun luar negeri, dianalisa
dengan seksama oleh orang-orang yang memiliki
kemampuan analisa tinggi dan direvisi secara umum
dan secara tidak terbatas. Metode ini kami yakini akan
menghasilkan sebuah karya semi akademis yang
mendekati kebenaran, walaupun masih ada beberapa
hal yang mungkin belum bisa diungkapkan dengan
baik. Tetapi setidaknya dikemudian hari karya ini bisa
menjadi acuan untuk diteliti dan diperbaiki sehingga
bisa menghasilkan sebuah karya yang diterima oleh
sebagian besar umat terutama oleh keluarga krama
Bandesa Tebuana di Banjar Telabah Sukawati Gianyar
sekaligus seluruh generasi mudanya kemudian.
Purana, berasal dari kata “Pur” yang berarti Benteng,
dan Hana yang berarti Keberadaan atau Sejarah. Bila
digabungkan menjadi "Sebuah kekuatan yang
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
4

dibangun untuk menjaga sesuatu". Wangsa berasal


dari 2 suku kata Wang yang atinya manusia dan Sa
yang berarti satu, juga dimaksud satu garis keturunan.
Jadi kata Wangsa mengandung makna bebas adalah
adalah manusia yang lahir dari sumber keleluhuran
yang sama, atau sama garis keturunanannya.
Berbagai data yang berhasil dihimpun oleh Tim YDK
Bali dan tinm intern dari kewangsaan Bandesa Manik
Mas digabungkan dengan fakta-fakta yang menjadi
warisan hingga saat ini, dibuat dalam sebuah kajian
dengan bagian-bagian yang sesuai dengan jaman yang
dilewatinya. Didukung oleh data-data valid baik yang
bersifat extern maupun intern, diramu dengan bahasa
yang lugas, sehingga gampang dicerna dan tidak
menimbulkan multi tafsir, sehingga membuat
pembaca secara cepat bisa mendapatkan pesan-pesan
suci yang termuat dalam buku ini.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


5

BAB II
AWAL DARI SEBUAH WANGSA
II.1. Catur Loka Pala.
Dalam berbagai sastra tua Hindu Bali, dalam
Mithologi yang tertuang dalam sastra-sastra klasik
Bali, disebutkan pada mulanya di Bali ada empat
gunung utama dikenal dengan nama Catur Loka Pala
yang mengelilingi pulau Bali dari 4 penjuru arah
angin, antara lain: Gunung Lempuyang di timur,
Gunung Andakasa di selatan, Gunung Manghu di sisi
utara dan Gunung Watukaru di sisi barat. Demikian
keberadaan gunung itu, yang pada hakikatnya sebagai
kunci penguat jagat Bali sejak jaman mithologi.
Dikisahkan Hyang Hari Bawana atau Dewa Wisnu
merasa sangat sulit menjaga Bali hanya dengan
kekuatan Sang Hyang Catur Loka Pala. Pada
kesempatan-kesempatan tertentu Pulau Bali oleng
kekanan dan kekiri seperti perahu tanpa kemudi di
tengah samudera. Dikisahkan Pulau Bali kadang
kadang bersatu menjadi satu daratan dan kadang
terpisah oleh samudera dengan pulau Lombok.
Kejadian yang berulang-ulang dan tanpa henti ini
mengetuk hati Hyang Tri Nayana atau Hyang Pasupati
menyaksikan Bali dan Lombok bagaikan pralaya atau
kiamat. Segera Beliau memotong puncak Gunung
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
6

Mahameru, dan memerintahkan Hyang Badhawang


Nala sebagai dasar gunung, Hyang Ananta Boga dan
Hyang Basuki sebagai talinya, Hyang Naga Taksaka
menerbangkan hingga di Bali dan Selaparang.
Potongan Gunung Mahameru tersebut ditancapkan di
Bali, selanjutnya menjadi Gunung Agung, sebagian
lagi ditancapkan di Lombok menjadi Gunung Rinjani,
sementara serpihan-serpihan kecinya tersebar di kedua
pulau menjadi Gunung Lebah, dan bukit-bukit yang
ribuan banyaknya. Dikisahkan selanjutnya pada Wuku
Prangbakat, sasih Wesaka atau Kedasa atau Panca
Indra Bhumi, tepatnya Anggara Kliwon Prangbakat
sasih Kadasa tepat pada Purnama, tahun Candra
Sukita Pawaka Mastaka Witangsi, Rah 3, Tenggek 1
atau Wesakyam Gni Bhudara Gunung Agung atau Giri
Tolangkir meletus memuntahkan Toya Salodaka atau
lahar panas bercampur belerang sangat banyak.
Seketika Pulau Bali menjadi gelap tanpa cahaya,
layaknya ditelan oleh mulut raksasa yang terbuat dari
abu vulkanik, tidak bisa terceritakan suasana
mencekam Pulau Bali saat itu.
Segera turun 3 orang putra Hyang Pasupati
selanjutnya bergelar Bhatara Tri Purusa, terdiri dari:
Bhatara Hyang Aghni Jaya berstana di Pura
Lempuyang, Bhatara Putra Jaya yang juga bergelar
Bhatara Hyang Mahadewa berstana di Pura Besakih,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
7

dan Bhatari Hyang Dewi Danuh beristana di Pura


Ulun Danu Batur. Tidak lama setelah Bhatara Hyang
Tri Purusha, kembali para putra Hyang Pasupathi yang
lain diperintahkan untuk turun ke Bali, antara lain
bergelar: Bhatara Hyang Tugu berstana di Gunung
Andakasa, Bhatara Hyang Tumuwuh berstana di
Gunung Watukaru, Bhatara Hyang Manik Gumawang
di Gunung Bratan, dan Bhatara Hyang Manik Galang
(Corong) di Pejeng. Tempat berstana beliau dikenal
dengan nama Sad Kahyangan yang menjaga
kedamaian di Pulau Bali. Tidak dikisahkan lebih jauh
tentang para putra dari Hyang Pasupathi yang berstana
di Sad Kahyangan Bali dan menjadi junjungan
penduduk Bali.
Bhatara hyang Pasupati

Hyang Aghni Hyang Hyang Dewi Hyang Hyang Hyang Manik Hyang Manik
Jaya Lem Putra Danuh Tugu Tumuwuh Gumawang Galang
puyang Jaya Ulun Danu Anda Watu karu Gunung Bratan Pejeng
Besakih Batur kasa

Kembali dikisahkan kini pada Siwa Kuja Julung Mrik,


tepatnya pada Anggara Kliwon Julungwangi, Sadara
Marga Uttara Badrawada, atau Sasih Karo, ketika
Hyang Surya bergerak ke utara atau Utarayana,
bertepatan pada Sukla Pawaka Bhudara, yakni
pananggal ke-13 atau tahun Candra Sangkala: Swanita
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
8

Kala Bhumi Sirsaya Janma, Rah 8, Tenggek 1 tahun


Candra Naga Wulan Witangsu Udaning Jagadhitaya
atau tahun Isaka 18. Ketika itu Bhatara Hyang Aghni
Jaya dan Bhatara Hyang Putra Jaya beryoga kembali
meletus Hyang Tohlangkir atau Gunung Agung
dengan memuntahkan lahar api selanjutnya dikenal
dengan nama Lwah Embah Ghni hingga kini. Berkat
yoga Bhatara Hyang Putra Jaya lahirlah putranya yang
tertua bernama Bhatara Ghana dan adiknya bernama
Bhatari Manik Ghni.
Hyang Putra Jaya
(Besakih)

Bhatara Ghana Bhatara Manik Gni

Hyang Gni Jaya


(Lempuyang)

Shri Hyang Sang Kul Putih Ratu Sakti


Mahadewa Sidhi Mantra Madhura

Bhatara Hyang Ghni Jaya beryoga lahir putranya


empat orang, yakni Sang Hyang Shri Mahadewa
bergelar Mpu Witta Dharma, Sanghyang Sidhi Mantra
yang sangat sakti, Sang Kulputih, serta yang terbungsu
bernama Ratu Sakti menjadi raja di Madura. Berkat
yoga Mpu Witta Dharma, lahir seorang putra bernama
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
9

Mpu Bajra Satwa, bergelar Mpu Wira Dharma.


Adapun adiknya bernama Mpu Dwijendra bergelar
Mpu Raja Kretta. Dikisahkan kini berkat yoga yang
dilakukan Mpu Dwijendra, lahir empat orang putra,
yakni Mpu Gagak Aking, Mpu Bubuk Sah, Mpu
Brahma Wisesa, dan Mpu Lingga Nata.
Shri Mahadewa
Mpu Withadharma

Mpu Bajrasattwa Mpu Dwijendra


Mpu Wiradharma Mpu Rajakerta

Mpu Tanuhun Mpu


Lampitha

Sang Brahmana Mpu Mpu Mpu Mpu


Panditha Semeru Ghana Kuturan Bradah

Hentikan beliau yang demikian itu, ceritakan berkat


yoga beliau Mpu Bajra Satwa yang bergelar Mpu
Wira Dharma, lahir seorang putra bernama Mpu
Tanuhun yang juga bernama Mpu Lampitha. Adapun
dari yoganya Mpu Tanuhun lahir lima orang putra,
yakni: Sang Brahmana Pandita, Mpu Sumeru, Mpu
Ghana, Mpu Kuturan, dan Mpu Baradah. Kelimanya
disebut Panca Panditha atau Panca Tirtha dan Panca
Dewata. Semuanya menghadap Bhatara Gana dan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
10

Bhatari Manik Ghni yang berada di Gunung Sumeru


seraya melakukan yoga semadi menghadap anugrah
Bhatara Hyang Pasupati. Ada kata bhisama Bhatara
Hyang Pasupati kepada Bhatara Hyang Panca Tirtha
sebagai berikut.
“Oh cucuku sekalian, dengarkanlah baik-baik,
jangan lupa terhadap perilaku seorang pendeta,
yang taat akan tutur kamoksan dan kebenaran
aksara. jika begini mestinya begini, jika begitu
mestinya begitu. Yang terpenting anugrah
beliau, adalah segala ilmu yang tersurat dalam
Sang Hyang Manu, Tri Kaya Parisudha, dan
Tatwa Dyatmika”.
“Kemudian jika ada keturunanmu, sampaikan
juga bhisamaku ini, untuk mengingatkan
perilaku seorang pendeta utama. Jika ada
keturunanku melanggar, tidak hirau isi lontar
(lepihan), ia bukan keturunanmu. Semoga ia
kalah dan turun wangsanya”.
Demikian anugrah serta bhisama Bhatara Hyang
Pasupati kepada Panca Panditha, sepi bagaikan
diperciki tirta Amerta Kamandalu setelah merasuk ke
ubun-ubunnya.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


11

II.2. Sapta Rsi Di Bali


Hentikan dan diganti ceritanya, tersebutlah entah
berapa lamanya Sang Panca Panditha berada di bumi
Jawa, diceritakan kini telah berada di Bali, Sang
Brahmana Panditha memperistri putri Bhatari Manik
Ghni, hingga bergelar Mpu Ghni Jaya Sakti.
Kemudian berputra tujuh orang yang disebut Sapta
Rsi, yakni: Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu
Wiradnyana, Mpu Wita Dharma, Mpu Ragarunting,
Mpu Prateka dan Mpu Dangka.
Sang Brahmana Panditha
Mpu Gnijaya Sakti

Mpu Mpu Mpu Mpu Witha Mpu Mpu Mpu


Ketek Kananda Wiradnyana Dharma Ragarunting Prateka Dangka

Adapun Mpu Ghni Jaya Sakti datang ke Bali pada


Kamis Umanis Dunggulan, tahun Isaka 928,
mendirikan parhyangan di Lempuyang Madya.
Sementara Mpu Sumeru datang ke Bali pada Jumat
Kliwon Pujut, purnama Kaulu, tahun Isaka 921
berstana di Besakih. Mpu Gana turun ke Bali pada
Senin Kliwon Kuningan, tahun Isaka 923, berstana di
Gelgel. Mpu Kuturan datang ke Bali pada Rabu
Kliwon Pahang tanggal 6 Isaka 923 berstana di
Silayukti Padangbai. Sementara itu Mpu Baradah
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
12

tidak ikut datang ke Bali, beliau berstana di Lemah


Tulis Pajarakan sebagai pendeta oleh sang prabu
Kediri (Jawa).
Mpu Witha Dharma

Mpu Wira Dharma

Mpu Lampita Mpu Pananda Mpu Pastika

Mpu Dwijaksara

Mpu Jiwaksara
Patih Ulung

Pangeran Pangeran
Samaranatha Masnatha

Hentikan yang demikian, kini ceritakan sang Sapta Rsi


telah mempunyai keturunan, seperti tersurat dalam
lepihan atau lontar, Mpu Witta Dharma, putra keempat
dari Mpu Ghni Jaya beristrikan putri Mpu Darmaja
yang bernama Dewi Darmika. Datang ke Bali dan
menetap di Lempuyang Madya berbakti dan
memelihara parhyangan Bhatara Kawitan Hyang Abra
Sinuhun. Kemudian berkat keutamaan yoganya,
muncul tirta Tunggang atau tirta utama dari
kemaluannya sebagai tirta pangentas orang mati.
Entah berapa lama masa grehasta yang dijalaninya,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
13

lalu melahirkan seorang putra diberi nama Mpu Bajra


Sandi Wira Dharma. Adapun Mpu Bajra Sandi Wira
Dharma menurunkan tiga putra laki, yang tertua
bernama Mpu Lampitha, yang menengah Mpu
Adnyana atau bergelar Mpu Pananda, dan terbungsu
adalah Mpu Pastika.
Mpu Pastika dan Mpu Pananda dijadikan murid oleh
Mpu Kuturan, keduanya menjalankan sukla
brahmacari, turut di Silayukti Padang. Sedangkan
Mpu Lampitha dijadikan suami oleh Ni Ayu Subrata
melahirkan seorang putra bernama Mpu Dwijaksara
yang selanjutnya berputra Mpu Jiwaksara, dikenal
dengan gelar Ki Patih Ulung. Kini dikisahkan tentang
Mpu Jiwaksara yang memerintah di Bali karena
penugasan Majapahit pada tahun 1265 Saka atau tahun
1343 Masehi, bergelar Ki Patih Ulung setelah
kekalahan raja Shri Asta Sura Ratna Bhumi Banten.
Ki Patih Ulung mengambil istri bernama Ni Ayu
Swara Reka, menurunkan 2 orang putra, masing-
masing bernama: Pangeran Smaranatha dan Pangeran
Masnatha.
II.3. Kyai Gusti Bandesa Manik Mas di Bhumi
Mas.
Hentikan lagi cerita itu, kini ceritakan ketika
pemerintahan Shri Aji Dalem Waturenggong pada
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
14

tahun 1382 Saka atau tahun 1460 Masehi di Bali.


Beliau membawa Bali mencapai puncak kejayaanya,
sebagian besar wilayah Majapahit bagian timur tunduk
kepada beliau, diantaranya: Sasak, Sumbawa, Bone,
Blambangan, dan Puger. Hanya Pasuruan Jawa yang
belum menyatakan diri takluk dibawah kekuasaan
Gelgel, maka dilaksanakanlah rapat besar disaksikan
oleh Purahita Siwa Budha dihadiri oleh sekalian
pejabat penting kerajaan Gelgel. Para ksatria yang
hadir diantaranya: Arya Patih Ularan, Rakriyan Batan
Jeruk, Rakyan Patandakan, Rakriyan Manginte,
Rakriyan Panyarikan Dauh Bale Agung, Gusti
Jelantik, Pangeran Pasek Gelgel, Pangeran Bandesa
Mas, Arya Kuta Waringin, Arya Manguri, Arya
Delancang, Arya Muda. Dhalem Baturenggong
mengerahkan laskar Bali yang sangat banyak untuk
menyerang Blambangan lengkap dengan senjata dan
pusaka kerajaan, perbekalan dan panji-panji kebesaran
Kerajaan Bali. Gemuruh suaranya diiringi genderang
perang, kapal-kapal perang Bali memenuhi samudera
dan merapat di pantai Blambangan dipimpin oleh tiga
orang panglima pilihan, antara lain: Kyai Patih Ularan
dengan membawa keris pusaka yang bernama Ki
Dulang Mangap, memimpin Dulang Mangap
bersenjata tombak menaiki kapal berbendera merah
dengan gambar tombak bersilang, ribuan jumlahnya
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
15

seperti laskar Brahma Loka yang gagah berani. Kyai


Pangeran Gelgel memimpin Dulang Mangap
bersenjata panah, menaiki kapal berbendera putih,
bergambar halilintar, berpakaian serba putih, seperti
prajurit dari Iswara Loka, semua memegang busur dan
anak panah yang tajam dan beracun. Kyai Pangeran
Bandesa memimpin Dulang Mangap bersenjata keris,
pedang, dan golok, menaiki kapal berbendera hitam,
bertulis aksara suci modre keemasan, perpakaian serba
hitam seperti prajurit dari Wisnu Loka.
Di pesisir Jawa terjadi pertempuran sangat seru,
prajurit Bali dipimpin oleh tiga panglima utamanya
yaitu Kyai Patih Ularan, Kyai Pangeran Gelgel dan
Kyai Pangeran Bandesa. prajurit Balambangan
dibantu prajurit Pasuruan dipimpin oleh Shri Cili
Bhima dan Shri Aji Dhalem Juru. Pertempuran itu
amat sangat seru berlangsung hingga menjelang
malam saling panah, saling tombak dan saling tusuk.
Apalagi dengan kelihaian Shri Dhalem Juru memakai
senjata Jemparing, yang memakan banyak korban
prajurit Bali. Pada sebuah kesempatan sebelah mata
dari Kyai Patih Ularan terkena sabetan sanjata
Jemparing Dhalem Juru membuat Kyai Patih Ularan
marah, dengan amat sigap dan berani mengejar Shri
Aji Dhalem Juru. Terjadi pertarungan yang amat
sengit antara keduanya, walaupun dalam keadaan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
16

terluka pada mata, Patih Ularan berhasil menebas


leher Shri Aji Dhalem juru hingga putus. Pasukan
Jawa terdesak sampai di kota raja dilanjutkan dengan
puputan, sisa para jurit tercerai berai lari
menyelamatkan diri ke gunung dan hutan-hutan.
Sebagai bukti kemenangan, Patih Ularan membungkus
kepala Shri aji Juru yang masih memakai mahkota
memakai kain sutra putih dialasi dengan bokor mas,
untuk di persembahkan kepada Dhalem Bali. Bersuka
ria semua prajurit Bali merayakan kemenangan atas
Pasuruan, mereka menjarah harta kerajaan, berupa
panji-panji kebesaran, mas, perak, intan dan permata
yang serba utama, semua dibungkus dengan kain
sutera putih, perang tersebut terjadi pada tahun 1434
Saka atau tahun 1512 Masehi.
Tidak dikisahkan sepanjang perjalanan pulang prajurit
Bali setelah memperoleh kemenangan gemilang di
Pasuruan. Tanpa mampir di kedatuan masing-masing,
ketiga panglima perang Bali segera menghadap
kepada Dalem Waturenggong di ruang penghadapan.
Setelah bersujud tanda hormat, Kriyan Patih Ularan
melaporkan semua yang telah dicapainya bersama
Prajurit Bali.
“Hamba mohon maaf sebagai abdimu, kini telah
berhasil mengalahkan negeri Blambangan,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
17

seperti Shri Aji Juru, telah hamba dipenggal


kepalanya, kini hamba haturkan kepada
paduka”.
Pangeran Bandesa juga melapor:
“Oh paduka, hamba telah hancurkan istana
Pasuruan yang dilapisi permata, dan kini telah
mampu hamba raih sebagai bukti mengalahkan
kerajaan Shri Aji Blambangan”.
Ketika Kriyan Ularan dan Pangeran Bandesa
melaporkan semua pencapaian itu, Dalem Batur
Enggong terdiam. Wajah beliau seketika muram,
segera beliau turun dari singasana tanpa kata-kata
langsung masuk istana dan menutup pintu. Ada
terdengar kata-kata beliau dari dalam:
“Hai kamu Kriyan Ularan, ada bisama atau
putusanku kepadamu, mulai saat ini kamu tidak
boleh menghadap aku lagi, karena dosamu yang
amat berat terhadap Shri Aji Pasuruan. Tetapi
karena jasamu selama ini, ada pemberianku
padamu, rakyat sejumlah dua ratus orang dan
sawah dua ratus sikut. Pergilah kamu dari
sekarang menuju Patemon, sebelah selatan
bukit. Jangan kamu menghadap ke Gelgel lagi.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


18

Dan kamu Pangeran Bandesa, karena telah


berhasil menjarah permata mas manik di
Pasuruan, mulai sekarang kamu aku anugerahi
nama Pangeran Bandesa Manik Mas hingga
keturunanmu seterusnya. Karena Tidak kena
hukuman mati, jika dosa sangat berat harus
diusir. Jika salah usir wajib dimaafkan. Setelah
semua anugerahku ini sampai padamu,
segeralah meninggalkan Gelgel, kamu dan
seluruh keluarga beserta para pengikut patut
membangun wilayah Bali Tengah, namakan
wilayah itu Bhumi Mas.
Sementara untukmu Pangeran Gelgel, karena
kamu masih satu darah keturunan dari Kriyan
Patih Ulung dulu yang senantiasa berbakti
padaku, menjalankan semua perintahku dengan
baik. Aku beri rakyat sama-sama seratus orang,
sawah masing-masing seratus wit, dan ladang
seratus wit, wajib diterima olehmu sekeluarga
hingga keturunanmu, wilayah batas sebelah
selatan kota raja jadikanlah sebagai
kedatuanmu bersama seluruh keluargamu”.
Demikian kata Dalem tersurat dalam lepihan, seperti
tersurat dalam Babad Dalem Koleksi I Dewa Gede
Puja. Kriyan Ularan selanjutnya memohon ijin kepada
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
19

Dalem Waturenggong untuk menuju wilayah


Petemon, Pangeran Bandesa Manik Mas menuju ke
Bali Tengah dan Pangeran Gelgel selanjutnya
membangun kedatuan di Jero Kuta, arah selatan alun-
alun Gelgel. Masa kejayaan Gelgel pada masa
pemerintahan Raja Ida Dalem Waturenggong benar-
benar pada puncaknya, karena beliau dicintai rakyat,
ditakuti para musuh dan dihormati oleh para petinggi
kerajaan. Pada masa ini Ida Dalem Waturenggong
dibantu oleh para ksatria yang gagah dan bijaksana
serta cerdas, seperti: Para Mantri: I Gusti Agung, I
Gusti Nginte, I Gusti Jelantik, I Gusti Pinatih, I Gusti
Panyarikan Dauh Bale Agung, I Gusti Lanang
Jungutan, I Gusti Tapa Lare, I Gusti Kaler, I Gusti
Lod, I Gusti Pangyasan, dan I Gusti Batan Jeruk. Juga
Para pangeran: Pangeran Gelgel, Pangeran Bandesa
Manik Mas, Pangeran Dangka, Pangeran Gaduh,
Pangeran Ngukuhin, Pangeran Tangkas, Pangeran
Kubayan, Pangeran Mregan, dan Pangeran Abyan
Tubuh. Ditambah dengan Pangeran Salahin, Pangeran
Cawu, Pangeran Moning, Pangeran Lurah. Pangeran
Sekar, Pangeran Pulasari, Pangeran Belayu, Pangeran
Babalan, Pangeran Bandem, dan Pangeran Dangin.
Demikian banyak satria (pangeran) dan pemuka
masyarakat yang ada di Gelgel.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


20

II.4. Wangsa Kahula Wisuda Bandesa Manik Mas


Dihentikan dahulu kisah tentang keemasan Kerajaan
Gelgel dibawah pemerintahan Ida Dalem Batur
Enggong.
Pangeran Smaranatha

Pangeran Gelgel Pangeran Bandesa


Pangeran Smaranatha Pangeran Mas

Kyai Gusti Kyai Gusti Rare Kyai Gusti Kyai Gusti Kyai Gusti
Pasek Gelgel Angon Bandesa Mas Macan Gading Bandesa Kapal

Kini dikisahkan tentang Pangeran Smaranatha, beliau


menurunkan dua orang putra, masing-masing bernama
Pangeran Gelgel bergelar sama dengan sang ayah,
Pangeran Smaranatha, putra kedua beliau bernama
Pangeran Bandesa atau Pangeran Mas. Selanjutnya
Pangeran Gelgel menurunkan 2 orang putra, masing-
masing bernama Kyai Gusti Pasek Gelgel dan Kyai
Gusti Rare Angon. Tidak dikisahkan lebih jauh kedua
putra dari Pangeran Gelgel, kini dikisahkan Pangeran
Bandesa atau Pangeran Mas menurunkan 3 orang
putra purusha, masing-masing bernama: Kyai Gusti
Bandesa Mas, Kyai Gusti Bandesa Macan Gading dan
Kyai Gusti Bandesa Kaphal. Dikisahkan kemudian
Kyai Gusti Bandesa Mas, dianugerahi gelar Manik
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
21

Mas oleh Dhalem Gelgel atai Dhalem Waturenggong


setelah penyerangan terhadap Blambangan. Kembali
dikisahkan Kyai Gusti Bandesa Manik Mas yang
meninggalkan Gelgel bersama dengan keluarga dan
seluruh pengikut yang berjumlah sekitar 200 orang,
tujuannya adalah menuju daerah Bali Tengah,
disebelah barat dari Candi Bukit Dharma, tempat suci
stana dari Baginda Ratu Gunapriya Dharma Patni
yang mangkat dan dicandikan pada tahun 1011
Masehi. Disebalah utara dari Parahyangan Banturan
yang dibangun oleh raja Bali pada sekitar tahun 1022
Masehi terletak disebelah timur Candi Er-paku yang
didirikan pada masa pemerintahan raja Anak Wungsu
di Bali dari tahun 1049 hingga tahun 1077 Masehi.
Kyai Gusti Bandesa Manik Mas di Bhumi Mas,
membangun wilayah tersebut bersama para
pengikutnya, diperkirakan pada pertengahan bulan
Juni tahun 1520 Masehi. Hari berganti hari, bulan
berganti bulan, tahun berganti tahun, Bhumi Mas
berkembang dengan pesat, perekonomian dan budaya
menopang perkembangan Bhumi Mas, tata cara
kepemimpinan Kyai Gusti Pangeran Bandesa Mas
yang kebanyakan mengadopsi tata kepemimpinan
Jawa membawa Bhumi Mas semakin maju dan
berkembang. Beliau dihormati oleh bawahannya,
dicintai oleh pengikutnya dan disegani oleh para
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
22

pemimpin lain yang kebanyakan berasal dari para


Arya Jawa dan para Ksatria Bali.
Pada tahun 1546 Masehi seorang pendeta Hindu dari
Jawa yang melaksanakan perjalanan suci ke Pulau
Bali, bernama Dang Hyang Nirartha atau Dang Hyang
Dwijendra. Tidak dikisahkan tentang kisah perjalanan
beliau dari Lemah Tulis, Daha, Kediri, Blambangan
hingga menyeberang ke Bali, bersama istri dan para
putra. Kyai Gusti Pangeran Bandesa Manik Mas yang
sangat gemar menuntut ilmu kerohanian mendengar
kabar kedatangan seorang Dang Hyang yang terkenal
dari pulau Jawa, segera mengirim utusan untuk
menjemput Dang Hyang Nirartha di asrama
saudaranya di Gading Wani. Tidak dikisahkan
sepanjang perjalanan sang utusan menuju dan kembali
pulang ke Bhumi Mas mengiringi Dang Hyang
Nirartha, kini dikisahkan Ida Dang Hyang Nirartha
dan para putra sudah sampai di Bhumi Mas.
Rombongan ini dijamu dengan sangat baik oleh Kyai
Gusti Pangeran Bandesa Manik Mas sambil saling
bercerita tentang jati diri mereka masing-masing,
Pangeran Mas memohon agar Dang Hyang Nirartha
bersedia menjadi guru rohani beliau. Karena ikatan
sangat baik para leluhur dahulu Ida Dang Hyang
Nirartha berkenan memenuhi permohonan penguasa
Mas. Hari-hari selanjutnya Pangeran Mas dan para
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
23

putra Dang Hyang Nirartha sangat tekun belajar


bersama-sama, Ilmu-ilmu utama dari Purana, Tattwa,
Filsafat, Pengobatan, Astronomi, hingga ilmu rahasia
yang sangat langka berhasil mereka kuasai dengan
baik.
Kyai Gusti Bandesa Manik Mas
(Bhumi Mas)

Ki Gusti Kyai Gusti Kyai Gusti Kyai Gusti Gusti Ayu


Bandesa Bandesa Bandesa Manik Bandesa Manik Luh Mas
Kaywan Manik Mas Mas Lodtunduh Mas Mawang Gumitir

Kyai Gusti Pangeran Bandesa Manik Mas di Bhumi


Mas menurunkan 5 orang putra bernama: Ki Gusti
Bandesa Kaywan, Ki Gusti Bandesa Manik Mas, Ki
Gusti Bandesa Manik Mas Lodtunduh, Ki Gusti
Bandesa Manik Mas Mawang dan Gusti Ayu Luh Mas
Gumitir, dikenal dengan nama Dyah Ema, yang
kecantikan dan kepandaiannya dalam sastra agama
seperti bunga sedang mekar di Bhumi Mas.
Kyai Gusti Bandesa Manik Mas menggantikan
kedudukan ayahnya untuk memimpin Bhumi Mas
dalam bidang kerohanian, setelah Kyai Gusti Pangeran
Bandesa Manik Mas menuntut ilmu kerohanian tattwa
dan filsafat utama dari Ida Dang Hyang Nirartha.
Dasar pengetahuan kerohanian yang sangat baik yang
dimiliki oleh Pangeran Mas membuat dalam waktu
singkat beliau sudah berhasil menguasai berbagai ilmu
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
24

yang diajarkan oleh Dang Hyang Nirartha. Sebagai


ungkapan terimakasih seorang murid kepada gurunya,
Pangeran Mas segera menghaturkan pasraman kepada
Dang Hyang Nirartha di ulu utara Asrama Mas,
dinamakan kemudian Asrama Mpu Lawe, atau Mpule,
karena disanalah para Mpu dilahirkan secara rohani,
yang terdiri dari para putra Dang Hyang Nirartha, Ida
Kulwan atau Dang Hyang Wiraga, Ida Wayahan Lor,
Ida Ler, Ida Wiyatan atau Ida Wetan dan Ida Kulwan,
Ida Telaga atau Ida Ender, Ida Kaniten. Kejadian
tersebut diperkirakan sekitar bulan Februari tahun
1548 Masehi. Kyai Gusti Pangeran Manik Mas,
selanjutnya juga mengahaturkan putri beliau yang
bernama Gusti Ayu Mas Gumitir atau Dyah Ema
untuk diperistri kepada Ida Dang Hyang, sebagai
"Pangguru Yoga" sang murid kepada Guru. Dari Gusti
Ayu Mas Gumitir Ida Dang Hyang Nirartha
menurunkan seorang putra bernama Ida Putu Kidul
atau Ida Mas.
II.5. Penerus Generasi Mas.
Seperti yang dikisahkan diawal Kyai Gusti Pangeran
Bandesa Manik Mas di Bhumi Mas menurunkan lima
orang putra, yakni: Ki Bandesa Kaywan, Ki Gusti
Bandesa Manik Mas, pelanjut di Bhumi Mas, Ki Gusti
Bandesa Manik Mas di Lodtunduh, Ki Gusti Bandesa
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
25

Manik Mas di Mawang Gianyar dan Gusti Luh Ayu


Gumitir atau Dyah Ema.
Ki Gusti Bandesa Manik Mas
(Bhumi Mas)

Ki Gusti Bandesa Manik Mas Ki Gede Bandesa Manik Mas


(Bhumi Mas) (Bhumi Ketapang)

Kyai Bandesa Manik Mas Ki Wayahan Bandesa Ki Bandesa Ketapang


(Bhumi Mas) (Bhumi Ketapang) (Bhumi Ketapang

Dikisahkan Ki Bandesa Kaywan setelah dewasa


memutuskan untuk meninggalkan Bhumi Mas dan
selanjutnya berasrama di utara bukit, daerah Kubu
Tambahan menurunkan banyak keturunan kemudian
yang tersebar hingga ke daerah Seririt Buleleng. Ki
Bandesa Mas Lodtunduh membangun kedatuan di
Lodtunduh menurunkan banyak putra yang
selanjutnya tersebar hingga Ungasan, Kesiman,
Sangeh, Abiansemal dan Pangastulan. Ki Gusti
Bandesa Manik Mas yang membangun Asrama di
Desa Mawang selanjutnya menurunkan keturunan di
Wanayu, Celuk, Payangan, Paguyangan dan di Sanur.
Seluruh keturunan Kyai Gusti Pangeran Bandesa
Manik Mas yang tersebar di berbagai daerah ini tetap
bakti kepada leluhurnya dengan senantiasa ingat dan
turut serta pada setiap upacara yang dilaksanakan di
Bhumi Mas. Generasi ke 2 yang melanjutkan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
26

kepemimpinan dari Kyai Gusti Pangeran Bandesa


Manik Mas di Bhumi Mas adalah putra beliau yang
bernama Kyai Gusti Bandesa Manik Mas, beliau
banyak mendapatkan tuntunan rohani dari para putra
Dang Hyang Nirartha sehingga semakin cemerlanglah
Bhumi Mas, dibawah pimpinan beliau yang matang
dengan ajaran-ajaran kerohanian, tattwa dan filsafat
ke-Tuhanan.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, Kyai Gusti
Bandesa Manik Mas selanjutnya menurunkan 2 orang
putra, masing-masing bernama Kyai Bandesa Manik
Mas dan Kyai Gede Bandesa Manik Mas, masing-
masing tampan dan cerdas dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Kyai Bandesa Manik Mas sangat
tertarik kepada ilmu pemerintahan dan ilmu
kerohanian, hampir semua tattwa dan filsafat yang
diajarkan oleh ayahnya atau oleh para putra Dang
Hyang Nirartha berhasil dikuasainya dengan baik.
Sementara adiknya, yang bernama Kyai Gede Bandesa
lebih menyukai bidang ilmu perang dan kawisesan,
dalam usia yang masih belia beliau sudah sangat
mahir memainkan berbagai jenis senjata, termasuk
memainkan senjata Jemparing. Sepak terjang beliau
yang berhasil menghalau para pengacau penduduk
desa dan nelayan di wilayah Banturan, Geruwang dan

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


27

sepanjang pantai selatan Mas tersiar hingga ke


Kotaraja Gelgel.
II.6. Penaklukkan Sasak dan Sumbawa
Pada masa generasi ke 3 dari Kyai Gusti Pangeran
Bandesa Manik Mas, ada datang ke Bhumi Mas,
utusan dari Ida Dalem Sagening sekitar tahun 1624
Masehi yang bertujuan memerintahkan Kyai Gede
Bandesa Mas untuk melaksanakan tugas penting
sebagai senopati penyerangan ke Sasak dan Sumbawa
yang sebelumnya menyatakan diri lepas dari
kekuasaan Gelgel. Kyai Gede Bandesa Mas yang
merasa mendapat anugerah dari Ida Dalem, segera
menerima tugas tersebut, apalagi ada kabar dari utusan
bahwa beliau ditugaskan bersama dengan Ki Gede
Pasek Gelgel yang juga terkenal sangat ahli taktik
perang dan lihai dalam pertempuran. Tanpa menunggu
waktu, Kyai Gede Bandesa Mas segera berangkat
menuju kotaraja Gelgel ditemani oleh 12 orang
pengiring pilihan dari Bhumi Mas. Dikisahkan
sebelumnya, dua kali penyerangan laskar Gelgel
terhadap Sasak mengalami kegagalan, pasukan Gelgel
berhasil dipukul mundur dan banyak diantaranya
ditawan oleh laskar Silaparang Sasak. Hal itu yang
membuat Ida Dalem Sagening mengerahkan pasukan
dalam jumlah yang besar ke Selaparang yang dipimpin
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
28

oleh 2 orang senapati pilihan, Ki Gede Pasek Gelgel


dan Kyai Gede Bandesa Mas. Seluruh pasukan yang
dikerahkan segera bergerak dari Pekandelan menuju
pesisir selatan Gelgel, mereka membangun
perkemahan di daerah Gunaksa sebelum menyeberang
ke Sasak. Pada bulan November tahun 1625 Masehi
iring-iringan kapal perang Gelgel bergerak ke timur
dan berlabuh di Tanjung Bagek selanjutnya
membangun barak penampungan prajurit di tepi
sungai Pelangan daerah Sekotong. Setelah cukup
beristirahat di Pelangan, pasukan dibagi menjadi 2
bagian, Kyai Gede Pasek Gelgel memimpin setengah
pasukan menuju ke Selaparang lewat jalan laut
menyusuri Pantai Lombong dan berlabuh di Ampenan,
langsung menyerang ke Kota Raja Selaparang.
Pertempuran dahsyat terjadi dibatas sebelah barat
benteng Selaparang, prajurit Gelgel yang terkenal
dengan keberaniannya segera mengerahkan segala
kemampuan untuk bisa menembus pertahanan lawan
yang jauh lebih banyak jumlahnya, tidak terhitung
jumlah korban yang berjatuhan dari kedua belah
pihak.
Sementara itu parajurit pimpinan Kyai Gede Bandesa
Manik Mas yang menyusup dengan jalan darat dari
Tanjung Bagek melewati Sekotong terus kearah timur
kemudian mengambil jalan ke utara melewati Labu
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
29

Api dan menusuk jantung pertahanan benteng


Selaparang dari arah selatan secara cepat dan tiba-tiba,
beberapa saat setelah serangan prajurit dari arah
pantai. Menjelang pagi, Laskar Selaparang sudah
benar-benar terdesak hingga mundur bertahan di
dalam benteng dan akhinya menyerah. Untuk
beberapa lama Prajurit Gelgel berkuasa terhadap
Selaparang, mengendalikan keamanan di wilayah
taklukan. Lima tahun kemudian kedua Senapati dan
pasukan yang dipimpinnya, diperintahkan untuk
menyerang Sumbawa, dengan pertempuran yang tak
kalah seru dari saat penaklukan Selaparang, akhirnya
berhasil menguasai Sumbawa pada tahun 1630
Masehi. Dengan dikuasainya kembali dua wilayah
yang sebelumnya menyatakan diri keluar dari
kekuasaan Gelgel ini, selesailah tugas yang mereka
emban. Kedua senapati dan prajurit dipanggil pulang
ke Gelgel, hanya sebagian kecil dari mereka masih
menetap di Selaparang, dan membangun Benteng
Pagutan dan Benteng Pegesangan sebagai bangsal,
lama kelamaan kedua benteng tersebut berkembang
menjadi 2 kerajaan di Pulau Lombok. Tidak
dikisahkan lebih lanjut situasi keamanan yang
semakin baik di Sasak dan Sumbawa semenjak
berhasil dikuasai oleh prajurit Gelgel. Sebuah data
menyebutkan bahwa pada tahun 1630 Masehi,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
30

Pangeran Dadelanatha dilantik menjadi raja di


Sumbawa Barat dengan gelar Sri Maraja, selanjutnya
pada tanggal 30 November 1648 Masehi, Pangeran
Pemayaman diangkat menjadi raja dengan gelar
Pemban Aji Komala, dikenal sebagai Sultan
Silaparang.
Kyai Gede Pasek Gelgel dan Kyai Gede Bandesa
Manik Mas dikisahkan kembali ke Gelgel bersama
sebagian besar laskar membawa panji-panji kebesaran
Sasak dan Sumbawa yang dijarah setelah ditaklukkan.
Tidak kurang dari 700 orang tawanan perang
dihaturkan kepada Ida Dalem sebagai bukti
kemenangan yang diraih di Sasak maupun di
Sumbawa, dalam sebuah penghadapan di Gelgel.
Berkat pencapaian itu, kedua senapati mendapat
anugerah dari Ida Dalem Gelgel sebagai "Kahula
Wisudha" sampai dengan keturunannya kemudian.
Masing-masing dianugerahi keris pusaka dan tombak
juga pakaian kebesaran dan tanda jasa, pengikut
sebanyak 150 orang dan hamba sahaya 50 orang yang
terdiri dari para budak tawanan perang. Kyai Gede
Pasek Gelgel diperintahkan untuk membangun asrama
disebelah barat daya istana Gelgel dan Kyai Gede
Bandesa Manik Mas diperintahkan membangun
asrama di Ketapang, daerah pesisir sebelah barat
daerah Jumpahi. Sekian lama berlalu masing-masing
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
31

sudah berumah tangga, tidak dikisahkan dalam buku


ini tentang keluarga dari Ki Gede Pasek Gelgel yang
berkedatuan di sebelah barat daya istana.
Situasi keamanan di Gelgel pada masa akhir dari
pemerintahan Ida Dalem Sagening walaupun masih
cukup kuat, tetapi beberapa data Belanda
menyebutkan bahwa Gelgel sudah tidak mampu lagi
melakukan kontrol penuh terhadap daerah kekuasaan
di luar pulau Bali dengan baik, misalnya penguasaan
terhadap Blambangan, Lombok dan Sumbawa.
Sumbawa direbut oleh Penguasa Makasar, sekaligus
membuat kekuasaan Bali terhadap Lombok tidak
mutlak lagi. VOC atau Vereenigde Oost Indische
Compagnie mulai menjalin hubungan dagang secara
dinamis dengan Bali, dengan membeli beras, ternak
dan budak wanita. Sebagai Patih Agung masa
pemerintahan Ida Dalem Sagening Adalah Kyai
Agung Widya dan Kyai Di Ler Prenawa diangkat
sebagai Demung. Ida Dalem Sagening menurunkan 17
putra, dari permaisuri maupun dari penawing,
diantaranya: I Dewa Anom Pemahyun, I Dewa
Dimade, I Dewa Rani Gowang, I Dewa Karangasem, I
Dewa Cawu, I Dewa Blayu, I Dewa Sumerta, I Dewa
Meregan, I Dewa Lebah, I Dewa Sidan, I Dewa
Kabetan, I Dewa Pesawahan, I Dewa Kulit, I Dewa
Bedulu, I Dewa Anom Manggis, Kyai Barak Panji dan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
32

Kyai Anglurah Mambal. Masing-masing putra Ida


Dalem dianugerahkan wilayah kekuasaan untuk
membangun puri serta mengatur wilayah tersebut
dengan baik. Diperkirakan semua putra beliau
berkedudukan sebagai Manca Agra Gelgel yang
langsung dibawah pengawasan para petinggi Gelgel
dan Ida Dalem. Usaha-usaha perebutan kekuasaan
pada masa pemerintahan Ida Dalem Sagening berhasil
ditumpas oleh para petinggi Gelgel yang selalu setia
kepada Ida Dalem.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


33

BAB III
KYAI GEDE BANDESA MAS
DI BHUMI KETAPANG

III.1. Kyai Gede Bandesa Manik Mas


Diabaikan untuk sementara penempatan para putra Ida
Dalem Sagening di hampir seluruh wilayah Bali, kini
kembali dikisahkan Kyai Gede Bandesa Manik Mas
yang berkedatuan di pesisir Ketapang, seperti halnya
di Bhumi Mas, daerah Ketapang juga lebih dikenal
dengan nama sebutan Bhumi Ketapang. Kyai Gede
Bandesa Manik Mas memimpin para nelayan dan
petani dengan sangat baik, situasi aman dan tentram di
wilayah Ketapang membuat penduduk sekitar
Ketapang berduyun-duyun datang ke wilayah ini, ada
yang sekedar berdagang, ada juga yang akhirnya
menetap sebagai penduduk Ketapang. Kyai Demung,
Kriyan Ler dalam beberapa kesempatan sering
berkunjung ke Pesisir Ketapang, kadang sampai
membangun perkemahan di pesisir dilayani dengan
sangat baik oleh Kyai Gede Bandesa Manik Mas
bersama para sahaya. Kyai Gede Bandesa Manik Mas
menurunkan, 4 orang putra, 2 orang laki-laki dan 2
orang wanita, tidak dikisahkan kedua orang putra
wanita beliau, dikisahkan kini 2 putra beliau masing
masing bernama Ki Wayahan Bandesa dan Ki
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
34

Nyoman Ketapang yang selalu hidup rukun seperti


yang dipesankan oleh mendiang ayahnya, selalu masih
dalam setiap kesempatan berkunjung ke Mas, dimana
leluhur mereka dimuliakan, untuk sekedar berjumpa
dengan para saudara atau pada setiap wali di Mpu
Lawe, Kelembu atau di Bokcabe.
Ida Dalem Sagening mangkat pada tahun 1651,
digantikan oleh putra beliau yang bernama Dalem Di-
Made yang semasih mudanya bergelar Pangeran
Karangamla. Beliau adalah pemeluk Siwa yang taat,
terbukti pada lontar Srat Raja Purana, beliau diberi
gelar Sang Adi Paramartha Siwa. Ida Dalem Di-Made
memiliki tujuh permaisuri: masing-masing dua
bersaudara kembar yang bernama Ni Gusti Ayu Raka
Peling dan Ni Gusti Ayu Rai Peling. Putra dari Kyai
Di Ler yang bernama Ni Gusti Pacekan, putra dari
Gusti Agung yang bernama Ni Gusti Tangkeban, putra
dari Kyai Gusti Kamasan yang bernama Ni Gusti Ayu
Selat, putra dari Ki Dukuh Suladri dan seorang putra
dari Gusti Jambe Pule. Putra dari Ida Dalem Sagening
diantaranya Dewa Pembahyun, Dewa Pacekan, Dewa
Ketut, Dewa Budi, Dewa Bukian, Dewa Tampwagan,
Dewa Batan Nyambu, Dewa Gianyar dan I Dewa
Agung Jambe.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


35

Masa pemerintahan beliau didampingi oleh orang-


orang kepercayaan yang duduk dalam tata
pemerintahan Gelgel, seperti Kyai Agung Maruti
sebagai Patih Agung, Demung dijabat oleh Kriyan Di
Ler dan Tumenggung dijabat oleh Kyai Bebelod yang
kesemuanya masih satu darah, berasal dari keturunan
Kyai Widya. Terjadi upaya pembangkangan oleh
penguasa Nusa Penida yang bergelar Dalem Bungkut,
tetapi pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh laskar
Gelgel dibawah pimpinan Kyai Jelantik Bongahya. Ida
Dalem Di-Made juga pernah mengirim pasukan
expedisi ke Blambangan yang sudah direbut oleh
Pasuruan, 20.000 Dulang Mangap dipimpin oleh
Senopati Kyai Wayahan Pemadekan dan Kyai Made
Pemadekan dengan gagah berani menyerang
Blambangan yang dibantu oleh Mataram dengan
laskar yang berlipat-lipat lebih banyak.
Setelah berperang hampir 2 hari 2 malam, para jurit
Bali terdesak dan berhasil dipukul mundur, banyak
korban tewas dan luka-luka yang diderita, Kyai Made
Pemadekan berhasil memimpin sisa-sisa pasukan
mundur dari medan laga dan kembali pulang,
sementara Kyai Wayahan Pemadekan dengan
sejumlah kecil pasukan tetap berperang hingga
berhasil ditawan oleh Laskar Mataram. Tidak
dikisahkan prihal Kyai Wayahan Pemadekan yang
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
36

ditawan oleh musuh di Blambangan. Sementara


wilayah lain dari Gelgel, yakni Kerajaan Bima direbut
oleh Kerajaan Makasar dibawah pimpinan Sultan
Alaudin pada tahun 1633 Masehi yang akhirnya
memutus hubungan persahabatan antara Gelgel dan
Makasar yang sudah terjalin cukup lama. Satu per satu
wilayah kekuasaan Gelgel di luar Pulau Bali dikuasai
oleh kerajaan lain dan VOC, pada masa ini kejayaan
Kerajaan Gelgel sudah mulai memudar. Tahun 1635
Blambangan jatuh ke tangan Mataram, kemudian
tahun 1639 Mataram menyerang Bali dengan
mendarakan pasukan di pantai Kuta. Kedatangan
pasukan Mataram ini disambut oleh para jurit Bali
yang dipimpin oleh I Gusti Jelantik Bogol, setelah
bertempur sekian lama Laskar Mataram berhasil
dihalau pergi, atas prestasinya ini I Gusti Jelantik
Bogol mendapat anugrah dari Dalem.
Pemerintahan Ida Dalem Dimade semakin sulit,
kerajaan Mataram terus menebarkan ancaman,
demikian pula dari timur, ancaman datang dari
kerajaan Makasar. Rongrongan kekuasaan Ida Dalem
Dimade juga datang dari dalam istana, I Gusti Agung
Maruti, patih Dalem Dimade mempunyai hasrat yang
besar untuk menjadi raja. Niatnya itu mendapat
dukungan dari keluarganya yang betempat tinggal di
Bali Timur seperti Gusti Lanang Jungutan, Gusti
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
37

Panaraga dan Gusti Nengah Sibetan. Situasi dalam


istana juga mulai tidak terkontrol oleh Ida Dalem Di-
Made, para petinggi kerajaan yang setia keluar dari
Gelgel, para petinggi lain juga turut mohon ijin untuk
membangun kedatuan diluar Gelgel, satu per satu
kekuatan para petinggi yang setia kepada Ida Dalem
dengan intrik bisa digiring keluar istana oleh Patih
Agung. Melihat peluang yang menguntungkan
tersebut segera Patih Agung, Kriyan Maruti
mengerahkan pengikutnya untuk melakukan kudeta.
Dengan tidak mendapatkan perlawanan yang berarti
Kriyan Maruti berhasil menguasai istana yang sudah
ditinggalkan mengungsi oleh Ida Dalem Di-Made ke
Guliang beserta istri dan putranya. Kejadian ini terjadi
pada tahun 1686 Masehi, selanjutnya Kriyan Maruti
mengangkat diri menjadi raja di Gelgel hingga tahun
1705 Masehi.
III.2. Wangsa Bandesa Ketapang.
Kembali dikisahkan Ki Wayahan Bandesa dan Ki
Nyoman Ketapang di wilayah Ketapang, pada masa
pemberontakan Kriyan Maruti terhadap Ida Dalem Di-
Made tahun 1686 Masehi, kedua kakak beradik ini
sedang berada di Bhumi Mas, karena ada salah satu
saudara sedang melaksanakan upacara di
Parahyangan, sehingga beliau sama sekali tidak tahu
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
38

tentang kejadian kudeta yang dilakukan oleh Patih


Agung Maruti, sampai masa Patih Agung mengangkat
diri menjadi Raja Gelgel barulah mereka mendengar
kabar tersebut dari desas-desus para pedagang Gelgel
yang biasa menggelar dagangan mereka di pasar
Bhumi Mas. Setelah selesai upacara di Bhumi Mas,
segera mereka kembali ke Ketapang, karena seluruh
keluarga mereka masih di Ketapang tidak turut
bersama mereka ke Bhumi Mas.
Mereka sengaja menempuh jalan dengan menyusuri
pesisir pantai selatan Bali, terus kearah timur tanpa
beristirahat. Sepanjang perjalanan yang dilalui terasa
sangat sepi dan mencekam, seperti ada wabah
penyakit yang menakutkan sedang melanda desa-desa
di pesisir selatan. Beberapa kali mereka berpapasan
dengan prajurit pengikut Patih Agung yang berwajah
tegang dan penuh rasa curiga. Menjelang sore hari
mereka sampai di rumah masing-masing, dan
mendapati keluarga mereka aman tidak terganggu oleh
pergerakan pasukan Patih Agung yang melakukan
kudeta. Ki Wayahan Bandesa menurunkan 3 orang
putra, masing-masing bernama Ki Bandesa Taman, Ki
Bandesa Jagul dan Ki Bandesa Bakas. Ki Bandesa
Ketapang menurunkan putra 2 orang, masing-masing
bernama Ki Bandesa Pualas dan Ki Bandesa Siyuh.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


39

Dikisahkan putra dari Ki Wayahan Bandesa yang


bernama Ki Bandesa Taman melanjutkan tugas dari
ayahnya di Ketapang, memelihara Prasada Widhi dan
menjaga semua pariagem kawitan, juga pusaka-pusaka
warisan leluhurnya.
Kyai Gede Bandesa Manik Mas
(Bhumi Ketapang)

Ki Wayahan Bandesa Ki Nyoman Ketapang


(Bhumi Ketapang) (Bhumi Ketapang)

Ki Bandesa Taman Ki Bandesa Jagul Ki Bandesa Bakas


(Guliang) (Carangsari) (Catur)

Ki Gede Ki Gede Ki Gede Ki Gede


Simpar Sulan Bandega Tugu

Ki Bandesa Taman menurunkan 4 orang putra, yang


tertua bernama Ki Gede Simpar, Ki Gede Sulan, Ki
Gede Bandega dan Ki Gede Tugu. Ki Gede Simpar
yang meninggalkan Ketapang menuju Kediri, Bhumi
Tabanan. Selanjutnya beliau menurunkan banyak
keturunan yang tersebar di Bhumi Tabanan, tidak
dikisahkan lebih lanjut tentang keturunan dari Ki Gede
Simpar. Putra kedua beliau bernama Ki Gede Sulan,
juga meninggalkan Ketapang menuju Pejeng,
menurunkan banyak keturunan di Pejeng dan Tiapi,
tidak dikisahkan lebih lanjut tentang keturunan beliau.
Ki Bandesa Jagul kini dikisahkan meninggalkan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
40

ketapang menuju arah barat akhirnya membangun


kedatuan di Carangsari, menghamba kepada Penguasa
Carangsari saat itu, beliau menurunkan 2 orang putra,
masing-masing bernama Ki Gede Panji di Carangsari
dan Ki Gede Raksa yang selanjutnya berkedatuan di
Petang. Ki Bandesa Bakas juga meninggalkan
Ketapang bersama keluarga dan pengikut menuju
Petang, selanjutnya membangun kedatuan di Catur,
beliau menurunkan seorang putra bernama Ki Gede
Asah yang selanjutnya menurunkan banyak keturunan
yang tersebar di daerah Catur. Putra dari Ki Bandesa
Syuh yang bernama Ki Bandesa Pualas tidak
membangun keluarga, memilih hidup sebagai
Brahmacari mengembara tidak dikisahkan, putra
beliau yang kedua bernama Ki Bandesa Siyuh
selanjutnya meninggalkan Ketapang menuju utara
bukit dan membangun kedatuan di Kubutambahan
Buleleng, beliau menurunkan 3 orang putra, masing-
masing bernama: Ki Gede Bangbang, Ki Gede
Meranggi dan Ki Gede Sirig, selanjutnya keturunan
beliau tidak dikisahkan pada buku ini.
III.3. Ki Bandesa Taman di Ketapang.
Ki Bandesa Taman di Ketapang kini dikisahkan,
beliau menurunkan 4 orang putra, masing-masing
bernama: Ki Gede Simpar, Ki Gede Sulan, Ki Gede
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
41

Bandega dan Ki Gede Tugu. Sekian lama tinggal di


Ketapang tergerak hati beliau melihat kesewenang-
wenangan dari para pengikut I Gusti Agung Maruti
kepada penduduk Gelgel dan sekitarnya, hal itu
dilakukan terutama oleh lapisan pengikut paling
bawah yang sangat meresahkan penduduk, mereka
merampas, menjarah dan menghasut penduduk
sehingga penduduk menjadi saling curiga tanpa
alasan. Kawanan pengikut Maruti yang memakai
seragam Dulang Mangap yang tidak segan-segan
menganiaya atau membunuh penduduk yang dianggap
sebagai mata-mata musuh, hanya karena mereka tidak
menuruti perintah kawanan itu yang aneh dan tidak
masuk akal. Setelah sekian lama menahan diri,
akhirnya Ki Bandesa Taman memutuskan untuk
meninggalkan Ketapang beserta seluruh keluarga
menuju Guliang, karena beliau mendengar bahwa
Dalem Di-Made bersama seluruh putra membangun
puri di Guliang. Pada senja hari di bulan Oktober 1680
datang mampir ke rumah Ki Bandesa Taman beberapa
keluarga dari Bandesa di Singharsa, setelah bercakap-
cakap ternyata mereka juga bertujuan mengungsi ke
Guliang untuk mengabdi kepada Ida Dalem Di-Made.
Keesokan harinya Ki Bandesa Taman beserta istri dan
para putra, juga sejumlah pengikut bersama-sama
dengan rombongan Bandesa dari Singarsa
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
42

meninggalkan Ketapang menuju ke Guliang. Semua


benda berharga, berupa pariagem, prasasti dan pusaka-
pusaka anugrah leluhur diboyong dibawa serta.
Mereka menempuh jalan pesisir selatan kearah barat
secara sembunyi-sembunyi hingga sampai di Pesisir
Siyut. Setelah beristirahat melepas lelah, rombongan
melanjutkan perjalanan menuju arah utara melewati
Tengkulak dan menyusuri perbatasan Banjarangkan
terus menuju utara, melewati Temesi, Sidan dan
akhirnya sampai di Guliang. Segera mereka
melaporkan diri sebagai keturunan Pangeran Mas
yang ingin menghadap Ida Dalem Di-Made. Tetapi
oleh para pengawal disampaikan bahwa Ida Dalem Di-
Made sedang sakit, penghadapan mereka diterima oleh
beberapa Arya yang selama ini mengawal Ida Dalem
dan putra-putranya. Niat mereka untuk mengabdi
diterima dengan baik, mengingat jasa dan loyalitas
dari keturunan Ki Patih Ulung kepada Ida Dalem
semenjak dahulu memang tidak pernah diragukan.
Mulai saat itu Ki Bandesa Taman dan rombongan
Bandesa dari Singharsa menjadi abdi dari Ida Dalem
Di-Made di Guliang.
Mereka diperkenankan membangun tempat bermukim
disebelah selatan Puri Guliang, berbaur dengan para
pengiring yang lain. Ki Bandesa Taman dalam waktu
yang cukup lama bermukim di Guliang sekaligus
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
43

membesarkan putra-putra beliau, Ki Gede Simpar, Ki


Gede Sulan, Ki Gede Bandega dan Ki Gede Tugu.
Mereka berempat menginjak usia remaja diantara para
patriot Guliang yang terdiri dari para ksatria yang setia
kepada Ida Dalem Di-Made walupun beliau dalam
posisi sebagai seorang raja yang dalam pelarian akibat
di kudeta oleh Patih Agung Maruti. Jiwa ksatria
terpupuk dari usia muda di Guliang juga ilmu-ilmu
kerohanian mereka dapatkan dari para brahmana yang
ikut dalam pengungsian itu.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


44

BAB IV

KI GEDE TUGU
Kembali dikisahkan kini Ki Bandesa Taman di
Ketapang kini dikisahkan, beliau menurunkan 4 orang
putra, masing-masing bernama: Ki Gede Simpar, Ki
Gede Sulan, Ki Gede Bandega dan Ki Gede Tugu.
Pada masa istana Gelgel dikisahkan berada pada masa
kekuasaan Patih Agung Maruti, beliau memutuskan
untuk meninggalkan Ketapang bersama keluarga
menuju ke Guliang, selanjutnya ditempatkan sebelah
selatan istana Guliang.
IV.1. Ki Gede Tugu di Kara-Mas.
Kini dikisahkan putra keempat dari Ki Bandesa
Taman yang bernama Ki Gede Tugu diperintahkan
oleh I Gusti Undisan selaku Senopati perang Guliang
untuk melakukan pengintaian bersama dengan tidak
kurang dari 50 Orang dari berbagai trah ke wilayah
Kara-Mas. Dari Guliang mereka secara rahasia
menuju arah selatan melewati perkampungan Sidawa,
dan Sidan dan menembus hutan-hutan lebat disebelah
selatan Sidan. Tidak dikisahkan lebih jauh perjalanan
mereka menembus hutan dan desa-desa, mereka
sampai di Kara-Mas, selanjutnya menyebar masing-
masing membangun tempat tinggal menyamar sebagai
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
45

warga desa tetapi masih tetap menjalin komunikasi


dengan anggota rombongan yang sama-sama
berangkat dari Guliang.
Ki Gede Tugu
(Kara-Mas)

Ki Gede Telabah Ki Gede Bukit Ki Gede Alas


(Alas Palak) (Kara-Mas) (Tampaksiring)

Ki Gede Tugu dikisahkan membangun pemukiman


dengan membuka lahan yang terlantar berupa semak-
semak di sebuah daerah yang kemudian dikenal
dengan nama Tanah Biya, sekian lama tinggal di
Keramas, Ki Gede Tugu mengambil istri dari
keturunan Pasek Gede Rangkung, menurunkan 3
orang putra purusa, masing-masing bernama: Ki Gede
Telabah, Ki Gede Bukit dan Ki Gede Alas, kejadian
ini berlangsung pada awal tahun 1653 Masehi dua
tahun setelah terjadinya pemberontakan I Gusti Agung
Maruti. Rombongan yang lain terdiri dari wangsa
Pande juga membangun pemukiman disebelah selatan
dari daerah pemukiman yang dibangun oleh Ki Gede
Tugu. Sekian waktu berlalu selama mereka bermukim
di Kara-Mas atau Keramas, pada waktu-waktu tertentu
tetap masih berhubungan baik dengan para saudara
yang masih tinggal di Guliang. Dihentikan dahulu
kisahnya di Kara-mas. Kembali dikisahkan situasi di
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
46

Kota Raja Gelgel yang dikuasai oleh Patih Agung


Maruti yang mengangkat diri menjadi Raja Gelgel
dibantu oleh sanak keluarga dan para pengikutnya
yang setia. Laskar Kyai Agung Maruti yang merasa
berkuasa terhadap kotaraja mulai bertindak sewenang-
wenang terhadap penduduk kota Gelgel dan sekitarnya
yang dicurigai masih setia kepada Ida Dalem Di-
Made. Pemimpin daerah-daerah bawahan Gelgel yang
terdiri dari Den Bukit, Badung, Tabanan, Bangli,
Negara dan daerah-daerah lainnya dengan terang-
terangan menyatakan diri tidak tunduk kepada
kekuasaan Kyai Agung Maruti dan banyak diantara
mereka kemudian menyatakan diri sebagai kerajaan
yang merdeka dan berdaulat penuh. Pada masa
kekuasaan ini, praktis Kyai Agung Maruti hanya
berkuasa terhadap kota raja Gelgel dan beberapa desa
disekitar yang sudah ditinggalkan mengungsi oleh
penghuninya. Kota Gelgel seperti kota mati yang sepi
dan lengang, pasar dan alun-alun sepi, pura dan
tempat suci lainnya juga tidak kalah lengang.
Beberapa data saling bertentangan tentang tahun pasti
mangkatnya Ida Dalem Di-Made, sebagian pakar
menuliskan bahwa beliau mangkat pada tahun 1642
Masehi, sebagian lagi menuliskan bahwa beliau
mangkat pada tahun 1651. Sementara putra beliau
yang beribu dari Badung yang bernama I Dewa Agung
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
47

Jambe terketuk jiwa ksatrianya mendengar kabar


bahwa Kyai Agung Maruti memerintah di Gelgel
dikelilingi oleh para pengikut yang kejam dan
sewenang-wenang. Beliau segera memanggil para
ksatria yang masih setia, mengutarakan rencana untuk
merebut kembali kotaraja Gelgel dari kekuasaan Kyai
Agung Maruti, yang dijawab dengan semangat
menyatakan kesediaan mereka mengiringi I Dewa
Agung Jambe dalam upaya itu hingga penghabisan.
Para Bandesa, termasuk Ki Bandesa Taman mendapat
tugas khusus untuk menjadi utusan menghadap kepada
para Anglurah bekas bawahan Gelgel dahulu. Mereka
dipecah menjadi 3 kelompok, satu kelompok menuju
Den Bukit untuk menghadap kepada Anglurah Panji
Sakti, satu kelompok menuju Sidemen Karangasem
menghadap kepada Anglurah Singarsa, dan Ki
Bandesa Taman mendapat tugas ke Badung untuk
menghadap kepada penguasa Badung Kyai Jambe
Pule. Semua utusan dalam 3 kelompok itu adalah
orang-orang pilihan yang sudah tidak diragukan lagi
kesetiaan dan keberaniannya. Para utusan ini
membawa amanat dari Ida I Dewa Agung Jambe yang
meminta bantuan kepada ketiga Anglurah tersebut
dalam upaya merebut kembali Kotaraja Gelgel.
Recana ini ternyata mendapat dukungan dari Anglurah
panji Sakti, Anglurah Singarsa, dan Kyai Jambe Pule,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
48

bahkan tidak sedikit para Punggawa dan Manca yang


menyatakan kesetiaanya kepada Ida I Dewa Agung
Jambe dan bersedia mengerahkan pasukan untuk
merebut Kotaraja Gelgel dari kekuasaan Kyai Agung
Maruti. Dihentikan dahulu cerita tentang persiapan
parajurit gabungan yang akan merebut kembali
Kotaraja Gelgel dari kekuasaan I Gusti Agung Maruti.
IV.2. Ki Gede Telabah di Alas Palak
Kembali dikisahkan di Keramas, Kehidupan keluarga
Bandesa semakin baik, Ki Gede Tugu termasuk
sebagai keluarga terpandang karena berhasil dengan
baik berbaur dengan penduduk desa yang sudah
menetap disana sebelumnya. Beliau mampu
mengambil hati penduduk setempat untuk mulai
menerapkan tata cara bertani menetap dari metode
berpindah-pindah sebelumnya. Menggerakkan hati
penduduk untuk membuat tatanan irigasi yang baik,
memelihara sumber-sumber air dan mulai setahap
demi setahap memperbaiki parahyangan-parahyangan
kuna yang sudah ada sebelumnya dan tidak mendapat
perhatian penduduk. Dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama Ki Gede Tugu sudah dianggap sebagai
tetua desa dan seringkali dimintai saran oleh penduduk
apabila ada hal-hal yang tidak dapat mereka
selesaikan. Pada usia tuanya beliau lebih tertarik untuk
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
49

mendekatkan diri dengan alam, memuja dan


menghabiskan waktu di parahyangan sekedar
menyapu, mencabut rumput atau membersihkan
sarang laba-laba, selanjutnya oleh penduduk desa
beliau lebih dikenal dengan nama Jero Bandesa Tugu.
Ketiga putra beliau yang sudah beranjak dewasa juga
memiliki sifat hampir sama dengan ayahnya, giat
bertani dan memelihara berbagai hewan peliharaan,
sapi, babi, itik, ayam dan beternak ikan. Mereka saling
menyayangi satu sama lain, bahu membahu, bekerja
keras dan tekun dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Para putra dari Jero Bandesa Tugu selanjutnya
membangun parahyangan pada sebuah tanah lapang di
tegal Kara-Mas dengan susunan pelinggih: Meru
tumpang tiga menghadap kearah barat lengkap dengan
bebaturan lainnya, terutama bebaturan sebagai tempat
memuja para hyang suci di Taman Mpu-Lawe dan
Pucak Manik. Setelah upacara dilaksanakan dua orang
putra beliau melakukan perjalanan meninggalkan
Kara-Mas untuk mencari tempat bermukim di tempat
lain lain, Ki Gede Bukit menuju ke Timbul bersama
dengan beberapa orang keluarga, sementara Ki Gede
Alas menuju Tampaksiring. Masing-masing kemudian
membangun tempat tinggal dan menetap di tempat
yang dituju. Tidak dikisahkan tentang kedua saudara
dari I Gede Telabah. Dikisahkan kini I Gede Telabah
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
50

pada saat usianya cukup, mengambil istri trah Bandesa


di Pinda, menurunkan 4 orang putra purusa, masing-
masing bernama: Ki Gede Abang, Ki Made Layar, Ki
Nyoman Subal dan Ki Ketut Terus.
Ki Gede Telabah
(Palak)

Ki Gede Abang Ki Made Layar Ki Nyoman Subal Ki Ketut Terus


(Palak)

Ki Gede Telabah dikisahkan, selanjutnya membuka


lahan pertanian baru di arah sebelah barat dari
tempatnya bermukim, daerah itu dikenal dengan nama
Alas Palak yang masih berupa hutan belantara.
Awalnya mereka hanya membuat pondok-pondok
sederhana sebagai tempat istirahat melepas lelah
setelah seharian bekerja, lama-kelamaan tempat sunyi
itu menarik hatinya untuk membangun tempat
kediaman, dimulai dengan membangun rumah
sederhana yang terbuat dari bahan kayu dan bambu
yang memang tumbuh sangat banyak disana.
Hasil ladang yang melimpah, ditunjang oleh sumber
air yang melimpah menjadikan Ki Gede Telabah lebih
sering tinggal di Alas Palak dari pada pulang ke Kara-
Mas. Selama berkebun di Alas Palak, beliau ditemani
oleh putra sulungnya yang bernama Ki Gede Abang,
sementara putra-putra beliau yang lain memilih untuk
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
51

bertani di wilayah Kara-Mas. Usaha mereka membuka


lahan di Alas Palak diperkirakan terjadi sekitar tahun
1676 Masehi. Demikianlah awalnya Ki Gede Telabah
dan Ki Gede Abang mulai menetap di Alas Palak.
Dihentikan dahulu kisahnya.
Kembali dikisahkan di Guliang, upaya I Dewa Agung
Jambe untuk merebut kembali kota raja Gelgel
dimulai dengan mengatur strategi penyerangan ke
Gelgel dilanjutkan dengan beberapa kali pertemuan di
Guliang dan di Sidemen, dihadiri oleh para petinggi
Anglurah, Punggawa dan Manca yang setia, Kyai
Panji Sakti mengirim Panglima Perangnya yang
bernama Ki Tamblang Sampun pada setiap pertemuan
tersebut. Para Arya yang dahulu meninggalkan Gelgel
karena terusir oleh muslihat Patih Agung Maruti juga
berduyun-duyun datang menyatakan diri setia dan
bersedia ikut serta mengerahkan pasukan untuk
menyerang Gelgel. Pada hari baik di tahun 1687
Masehi serentak bergerak pasukan dari empat arah,
dari utara Laskar Teruna Goak, dipimpin langsung
oleh panglina perang Den Bukit, Ki Tamblang
Sampun. Dari arah timur laskar Sidemen menyerang
dipimpin oleh Anglurah Singarsa, tidak terbilang
jumlahnya, dari arah selatan menyerang laskar
Pemecutan dipimpin oleh Kyai Jambe Pule dan Kyai
Penambangan, pergerakannya seperti badai laut
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
52

selatan yang bergulung-gulung. Sementara itu dari


arah barat, laskar Guliang menyerang dipimpin oleh
Ida I Dewa Agung Jambe sendiri, didukung oleh para
ksatria dan Bandesa seraya mengusung panji-panji
kebesaran Gelgel berupa umbul-umbul dan bendera,
tetabuhan bertalu-talu membuat semangat tempur
mereka meluap-luap.
Ki Bandesa Taman bergerak bersama putra-putra dan
warga Bandesa lainnya membuat lingkaran
mengelilingi junjungannya, I Dewa Agung Jambe
dengan sikap waspada. Sesekali terdengar ringkikan
kuda yang bersautan dengan suara sungu Ki Pangeres.
Tidak bisa diceritakan serunya pertempuran di
masing-masing arah. Parajurit Singarsa merangsek
maju kearah barat dengan terlebih dahulu melakukan
penaklukkan terhadap desa-desa bagian timur yang
dilalui hingga dalam waktu tidak terlalu lama laskar
Singarsa berhasil mencapai batas timur Kotaraja
Gelgel. Laskar Badung Pimpinan Kyai Jambe Pule
dan Kyai Penambangan mendapat perlawanan yang
berat, Laskar Kyai Agung Maruti yang terdiri dari
Laskar Gelgel dan Ujung Pahi. Pasukan Badung
terdesak, mereka mundur kearah selatan, akan tetapi
laskar Gelgel terus mengejar banyak laskar Badung
yang tewas sampai akhirnya Kyai Jambe Pule gugur
dalam pertempuran itu.
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
53

Dibagian utara Kotaraja Gelgel pertempuran juga


tidak kalah sengitnya, laskar Gelgel pimpinan Ki
Dukut Kerta berhasil menahan serbuan Teruna Goak
Buleleng dan memaksa mereka mundur hingga ke
Penasan. Anglurah Panji Sakti yang mendengar laskar
kebanggaanya dipukul Mundur oleh laskar Ki Dukut
Kerta, segera memerintahkan penambahan pasukan
bersenjata bedil dalam jumlah yang sangat besar,
dipimpin oleh 2 orang panglimanya, Ki Tamblang
Sampun dan I Gusti Made Batan. Pada penyerangan
kali ini laskar Teruna Gowak yang sebagian besar
adalah pasukan bersenjata bedil berhasil mendesak
laskar Gelgel sampai ke perbatasan Kotaraja Gelgel.
Laskar Teruna Gowak betul-betul membuktikan diri
sebagai laskar elite tanpa tanding yang dengan
gampang bisa memukul mundur laskar Gelgel yang
berjumlah jauh lebih banyak. Pada sebuah kesempatan
Ki Tamblang Sampun dan Ki Dukut Kerta berhadap-
hadapan sebagai musuh, mereka bertarung dengan
seluruh kekuatan dan kesaktian masing-masing.
Kedua laskar tidak ada yang berani mendekat ke arena
pertarungan dua orang panglima ini, karena siapa saja
yang dekat dipastikan menjadi korban mengenaskan.
Setelah sekian waktu bertarung akhirnya lengah Ki
Dukut Kerta dan kesempatan itu tidak disia-siakan
oleh Ki Tamblang Sampun dengan menikamkan keris
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
54

pusaka andalannya ke dada Ki Dukut Kerta yang


seketika roboh berlumuran darah dengan mata
mendelik dan mulut menganga.
Melihat kematian panglima andalan mereka ditangan
panglima musuh, seketika ciut nyali laskar Ki Dukut
Kerta, mereka lari tunggang langgang meninggalkan
arena pertempuran. Laskar Teruna Gowak mengejar
mereka sambil menembaki mereka dengan bebas.
Tidak terbilang jumlah laskar Gelgel yang tewas saat
itu. Giliran laskar Guliang yang menyerbu Kotaraja
dari arah barat, para Bandesa dan para Arya
menggempur laskar Gelgel di Alun-alun, membuat
seketika jalan-jalan di Kotaraja menjadi seperti sungai
darah, mayat-mayat laskar Gelgel bergelimpangan,
tombak, keris, perisai, panah berserakan. Berbaur
teriakan kesakitan dari laskar yang terluka dengan
sorak sorai laskar Guliang.
Laskar Gelgel benar-benar terdesak hebat, apalagi
panglima mereka sudah tewas sehingga pertahanan
Gelgel tidak teratur lagi. Tiba-tiba dari arah timur
muncul laskar Sidemen dibawah pimpinan Anglurah
Singarsa yang bertempur dengan semangat tinggi,
sehingga memaksa sisa-sisa laskar mundur hingga
masuk ke dalam areal istana Gelgel. Kedua laskar,
Sidemen dan Guliang terus memburu mereka hingga
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
55

kedalam istana, laskar Teruna Gowak yang juga


sampai di sebelah utara istana memanjat tembok
benteng dan menembaki laskar Gelgel dari atas
tembok. Semua jalan keluar sudah ditutup sehingga
tidak ada celah bagi laskar Gelgel untuk melarikan
diri, satu persatu mereka meregang nyawa membela
junjungannya. Kyai Agung Maruti berhasil melarikan
diri ke arah barat dengan beberapa pengikut setianya
yang dipimpin oleh Kyai Kidul dan Ki Pasek. Laskar
Bandesa mengetahui pelarian tersebut dan melakukan
pengejaran untuk menangkap Kyai Agung Maruti dan
para pengiringnya hingga ke Jimbaran.
Di Jimbaran mereka dihadang oleh laskar Ki Petung
Gading yang merupakan sekutu dari Gusti Agung
Maruti, karena jumlah yang tidak seimbang, laskar
Bandesa memutuskan untuk mundur kembali ke
Gelgel sekaligus melaporkan kepada junjungannya
bahwa Gusti Agung Maruti berhasil lolos di Jimbaran.
Untuk sementara waktu I Gusti Agung Maruti
berlindung di Jimbaran bersama Kyai Kidul, Ki Pasek
dan I Gusti Ler-Pacekan, putra dari Kyai Penida. Kyai
Agung Di-Made atau I Gusti Agung Maruti
menurunkan 4 orang putra, masing-masing: I Gusti
Agung Putu, I Gusti Agung Made Agung, I Gusti Ayu
Sasih dan I Gusti Agung Ayu Ratih. Sekian lama
tinggal di Jimbaran, I Gusti Agung Maruti selanjutnya
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
56

mengabdi kepada Pangeran Kapal, setelah ditolak


secara halus keinginannya mengabdi kepada I Gusti
Tegeh Kori di Badung. Sekilas diceritakan saat
pengabdian I Gusti Agung di Kapal terjadi
perselisihan antara penguasa Kapal dan penguasa
Buringkit, berakhir dengan perang yang membuat
kapal harus mengakui sebagai wilayah Buringkit. I
Gusti Agung yang merasa terancam jiwanya kemudian
meninggalkan Kapal kembali ke Jimbaran, sekian
lama setelah beliau berhasil menghimpun kekuatan di
Jimbaran, I Gusti Agung kembali menyerang Kapal
dan memperoleh kemenangan.
Dengan berhasilnya beliau menguasai Kapal, keris
pusaka Ki Sekar Gadung juga berhasil direbut dari
tangan I Gusti Ler-Pacekan. I Gusti Agung Made
Agung selanjutnya menduduki wilayah Kapal,
sementara I Gusti Agung Putu kembali ke Jimbaran.
Dari Jimbaran beliau menuju ke Cawu-Rangka dan
selanjutnya membangun puri di Keramas, tahun 1750
Masehi. I Gusti Agung Putu Agung di Keramas
menurunkan 2 orang putra masing-masing bernama: I
Gusti Agung Maruti Katrini dan I Gusti Agung Rai
yang kemudian membangun Puri Medahan,
selanjutnya tidak dikisahkan garis keturunan beliau.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


57

IV.3. Ki Gede Abang di Alas Palak.


Gelgel berhasil kembali dikuasai oleh Ida I Dewa
Agung Jambe setelah semua pengikut dari I Gusti
Agung Maruti tewas dan beberapa diantaranya
menyerah dan memohon pengampunan. Karena
dianggap bahwa Keraton Gelgel atau Sweca-Lingga-
Arsa-Pura sudah tidak suci lagi, Ida I Dewa Agung
Jambe memutuskan untuk memindahkan pusat
pemerintahan dari Gelgel ke Klungkung, beliau
membangun keraton dengan nama Smara-Jaya-Pura
yang selesai dibangun pada tahun 1710 Masehi. Ida I
Dewa Agung Jambe menjadi raja pertama Klungkung
dengan gelar Ida I Dewa Agung Jambe, beliau
menurunkan 3 orang putra, masing-masing bernama
Dewa Agung Di-Made, Dewa Agung Anom Sirikan
dan Dewa Agung Ketut Agung. I Dewa Agung Jambe,
Sesuhunan Bali dan Lombok yang mengetahui bahwa
I Gusti Agung Maruti berhasil meloloskan diri dari
pengejaran para jurit Bandesa Taman, segera beliau
mengerahkan laskar khusus yang lihai dalam tugas
rahasia. Beliau memerintahkan para jurit Bandesa
untuk menyebar dan mencari jejak I Gusti Agung
Maruti dan para pengikutnya.
Para putra dari Ki Bandesa Taman diperintahkan
sebagai laskar Petilik ke berbagai wilayah, diataranya:
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
58

Ki Gede Simpar diperintahkan ke Kediri, Ki Gede


Sulan diperintahkan ke Pejeng dan Ki Gede Bendega
diperintahkan ke Samu. Sementara itu Ki Bandesa
Taman diperintahkan kembali ke Puri Guliang untuk
memelihara peninggalan puri Guliang dan
menghamba kepada kakak beliau, I Dewa Pemahyun.
Meskipun I Dewa Agung Jambe adalah generasi
Kepakisan di Bali, beliau belum mampu secara mutlak
berkuasa terhadap seluruh wilayah kekuasaan Gelgel
pada masa pemerintahan Ida Dalem Sagening apalagi
kekuasaan pada masa kekuasaan Ida Dalem
Waturenggong. Tetapi pengaruh beliau terhadap raja-
raja yang berkuasa di beberapa bagian pulau Bali
masih sangat kuat. Beliau mendapat gelar Dewa
Agung Sesuhunan Bali dan Lombok yang memimpin
Dewan Raja-raja dan dianggap sebagai seorang
pemimpin spiritual di Pulau Bali. Sebuah bangunan
yang menjadi bukti peninggalan masa pemerintahan I
Dewa Agung Jambe adalah Puri Kertha Gosa, pada
pintu utama atau Pemedal Agung Puri terpahat
bilangan tahun dengan Candra Sangkala "Cakra Yuyu
Paksi Paksi" yang bernilai 1.6.2.2 yang dimaksud
adalah tahun 1622 Masehi atau Abad ke 17 Masehi.
Puri Kertha Gosa difungsikan sebagai sebuah tempat
khusus untuk para raja dalam membahas segala
sesuatu yang berkaitan dengan situasi keamanan,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
59

kemakmuran dan keadilan wilayah Bali yang diadakan


setiap setahun sekali pada Purnama Sasih Kapat. Pada
pertemuan yang dihadiri oleh seluruh raja-raja Bali,
Ida Sesuhunan Bali dan Lombok memberikan
pengarahan dan berbagai keputusan penting
berdasarkan pertimbangan keadaan dan kebutuhan.
Selain Puri Kertha Gosa, I Dewa Agung Jambe juga
membangun Taman Gili yang dibangun di sebelah kiri
dari Puri Kertha Gosa pada tahun 1710 Masehi.
Taman Gili berupa telaga dengan Bale Kambang di
tengah-tengah telaga yang seakan-akan mengambang
diatas air telaga. Baik Puri Kertha Gosa maupun Bale
Kambang di Taman Gili, pada langit-langit bangunan
nya dihiasi dengan lukisan Kamasan yang semuanya
indah dan memiliki nilai seni yang tinggi. I Dewa
Agung Jambe pada masa kekuasaanya antara tahun
1705 hingga tahun 1775 Masehi telah mengambil
kewajiban utama dalam gelarnya sebagai Ida
Sesuhunan Bali Lombok dengan bertanggung jawab
penuh terhadap keberadaan dan pemiliharaan Pura
Besakih. Hal ini secara tidak langsung sudah menjadi
legitimasi beliau sebagai raja yang memiliki
kedudukan tertinggi dalam struktur kehormatan
Dewan Raja-Raja di Bali.
Kembali dikisahkan kini, di Alas Palak Ki Gede
Telabah dan putra yang sudah berhasil membangun
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
60

tempat bermukim dan ladang juga sawah di areal Alas


Palak. Putra pertama Ki Gede Telabah yang bernama
Ki Gede Abang saat usianya cukup, mengambil istri
dari wangsa Manyeneng, menurunkan 2 orang putra,
masing-masing bernama: Jero Pasek Bibit dan Jero
Pasek Tegal. Seiring perkembangan waktu, semakin
luas mereka berhasil membuka lahan pertanian,
hampir seluruh bagian selatan dari Alas Palak berhasil
mereka sulap menjadi areal pemukiman, ladang dan
sawah. Pada tahun 1711 Masehi semakin banyak
penduduk sekitar yang turut membuka lahan di Alas
Palak, sehingga dalam waktu yang singkat Alas Palak
sudah menjadi sebuah tempat yang ramai.
Ki Gede Abang

Jero Pasek Bibit Jero Pasek Tegal

Pasek Gede Telabah

Sebagian besar mata pencaharian mereka adalah


bertani, beberapa waktu kemudian baru datang
menetap disana penduduk pesisir yang mempunyai
mata pencaharian sebagai nelayan tradisional. Jero
Pasek Tegal selanjutnya mengambil istri trah Bandesa
di Mas, menurunkan seorang putra yang bernama
Pasek Gede Telabah, sama dengan nama buyutnya
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
61

yang pertama kali membuka hutan Palak untuk


dijadikan pemukiman. Demikian kisahnya para warga
Bandesa Manik Mas di Alas Palak, dihentikan untuk
sementara hingga disini ceritanya.
Kini dikisahkan kembali di Klungkung, pada tahun
1722 Masehi, Ida I Dewa Agung Jambe mangkat,
digantikan kedudukan beliau oleh putranya yang
bernama Ida I Dewa Agung Di-Made. Beliau
memerintah di Smara-Pura dari tahun 1722 hingga
tahun 1736 Masehi. Sementara itu penguasa Mengwi
sedang mengalami masalah yang sangat pelik,
penduduk Kuwu Batur dibawah pimpinan Ki Bali-an
Batur tidak mau mengakui kekuasaan Mengwi dan
menolak membayar pajak pertanian dan perdagangan.
Beberapa kali I Gusti Agung Made Agung Bima Sakti
mengirim ksatria pilihan untuk menaklukan Ki Bali-an
Batur, tetapi belum berhasil. Sampai akhirnya beliau
mendapatkan petunjuk bahwa hanya bedil pusaka
milik Ida I Dewa Agung Klungkung yang bernama Ki
Narantaka dan peluru yang bernama Ki Sliksik saja
yang bisa menaklukan Ki Bali-an Batur. Dalam
penghadapan beliau kepada Ida I Dewa Agung
Klungkung untuk memohon bantuan, dikabulkan oleh
Ida I Dewa Agung Klungkung dengan mengirim adik
beliau yang bernama Dewa Agung Anom Sirikan saat
itu masih berusia remaja untuk melaksanakan tugas
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
62

tersebut. Dewa Agung Anom Sirikan diiringi oleh


sejumlah laskar yang dipimpin oleh 2 orang
kepercayaan beliau, masing-masing bernama I Gusti
Ngurah Sidemen dan I Dewa Kaleran Tegaljadi.
Rombongan Dewa Agung Anom Sirikan berangkat
dari Klungkung menuju arah barat laut. Setelah
mampir sejenak di Guliang, rombongan terus
melanjutkan perjalanan ke arah barat laut. Mereka
melewati Benawah, Susut, Gunung Kawi hingga
sampai di Timbul, tempat dimana mereka membangun
pondok-pondok sederhana sekaligus berfungsi sebagai
benteng pertahanan. Di beberapa babad tradisional
disebutkan bahwa Ki Bali-an Batur tewas karena Bedil
Pusaka Klungkung Ki Narantaka dan semua pengikut
beliau menyatakan takluk.
Pada sebuah diskusi yang kami lakukan dengan latar
belakang tata kelola daerah dan budaya kuno daerah
sekitar Batur yang masuk dalam ikatan Gebog Domas,
sepertinya data tersebut diatas layak diuji kembali
kebenarannya. Kami berpendapat bahwa Ki Bali-an
Batur hanya mengakui kekuasaan Klungkung dan
tidak mengakui kekuasaan Mengwi terhadap wilayah
Munduk-munduk ekor dari Gunung Batur. Beliau
menjadi takluk bukan karena tewas setelah perang
tanding dengan Dewa Agung Anom Sirikan, tetapi
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
63

rela menyatakan takluk dibawah Klungkung setelah


Dewa Agung Anom Sirikan sebagai garis keturunan
Sri Aji Kresna Kepakisan datang ke Timbul yang
merupakan wilayah kekuasaan beliau. Bukti takluk Ki
Bali-an Batur adalah dengan kerelaan beliau
menyerahkan wilayah kekuasaan dan pengikutnya
kepada Klungkung. Selanjutnya Dewa Agung Anom
Sirikan membangun istana di Timbul dan mendapat
dukungan dari penduduk Batur pimpinan Ki Bali-an
Batur. I Gusti Ngurah Sidemen dan I Dewa Kaleran
Tegaljadi juga membangun kedatuan di Kedisan dan
di Pejeng yang letaknya tidak begitu jauh dari wilayah
Timbul. Sementara Dewa Agung Anom Sirikan mulai
membangun kraton di Timbul, I Dewa Agung Ketut
Agung ditugaskan oleh kakak beliau untuk
membangun istana di Gelgel dengan kedudukan
Punggawa. Wilayah kekuasaan Dewa Agung Anom
Sirikan dengan batas barat Sungai Ayung dan Batas
timur Sungai Pekerisan, batas utara Batur dan batas
selatan pantai Gumicik.
Ikatan Timbul dengan Negari Mengwi demikian erat
terbukti dengan permaisuri dari Dewa Agung Anom
Sirikan adalah Gusti Ayu Agung Ratu yang
merupakan putri dari Ki Gusti Agung Anglurah Made
Agung, penguasa Mengwi saat itu. Dari perkawinan
beliau itu menurunkan 5 orang putera, yaitu: Ida I
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
64

Dewa Agung Jambe, Ida I Dewa Agung Karna dan Ida


I Dewa Agung Mayun. Dari penawing beliau
menurunkan 2 putera, yaitu: I Dewa Bubunan, dan I
Dewa Cangi. I Dewa Agung Gede Mayun yang
selanjutnya menjadi penerus beliau hingga tahun 1757
Masehi. Dihentikan sementara kisah istana di Timbul.
Di Mengwi kembali dikisahkan, I Gusti Agung Putu
atau I Gusti Agung Made Agung Bima Sakti, atau
Cokorda Sakti Blambangan di Mengwi dikisahkan
setelah beliau berusia lanjut digantikan oleh puteranya
yang bernama I Gusti Agung Made Alangkajeng,
beliau berkuasa dari tahun 1722 hingga tahun 1740
Masehi. Putra-putra dari I Gusti Agung Putu seperti I
Gusti Agung Panji, I Gusti Ketut Buleleng, I Gusti
Agung Made Kamasan, I Gusti Agung Nyoman
Alangkajeng, dan putra yang lain kesemuanya
diberikan tempat untuk membangun puri dan rakyat. I
Gusti Agung Nyoman Alangkajeng pindah ke desa
Munggu mendirikan istana di Munggu. I Gusti Agung
Made Alangkajeng abhiseka, bergelar I Gusti Ngurah
Made Agung, adiknya I Gusti Agung Nyoman
Alangkajeng, yang sebelumnya berkeraton di Munggu
disuruh pulang ke Mangha-pura, membangun istana
baru di Barat-daya Taman Ayun.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


65

Pada tahun 1750 putri dari Kyai Anglurah Tegeh Kuri


XI yang bernama Ni Gusti Ratu Tegeh disunting oleh
I Gusti Ngurah Made Agung, padahal sebelumnya
sang putri sudah dijodohkan dengan Kyai Ngurah
Jambe Merik, putra dari Kyai Jambe Pule di Badung.
Hal ini menimbulkan kemarahan Kyai Ngurah Jambe
dan selanjutnya menyerang dan menghancurkan
kraton Kyai Anglurah Tegeh Kori XI. I Gusti Ngurah
Made Agung berputra I Gusti Agung Made Agung
dan I Gusti Ratu Istri Bongan.
Setelah I Gusti Ngurah Made Agung mangkat,
digantikan oleh adiknya I Gusti Agung Nyoman
Alangkajeng, yang bergelar Cokorda Munggu yang
selanjutnya berkuasa dari tahun 1740 hingga tahun
1780 Masehi. Putra Mahkota yang bernama I Gusti
Agung Made Agung, dianggap melanggar aturan
turun-temurun keluarga sehingga tidak diperkenankan
menjadi raja dan memilih untuk mengungsi ke Kapal,
dikenal kemudian dengan nama Pangeran Kapal. I
Gusti Agung Nyoman Alangkajeng, yang bergelar
Cokorda Munggu menurunkan putra masing-masing
bernama: I Gusti Agung Mbahyun, I Gusti Agung
Made Munggu, I Gusti Ngurah Jembrana dan I Gusti
Gede Meliling. Demikian kisah yang terjadi di
Mengwi hingga tahun 1780 Masehi.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


66

Kembali dikisahkan situasi di Timbul, I Dewa Agung


Anom membangun istana di Timbul bersama dengan
warga Batur, wangsa Sidemen, Wangsa Kaleran,
Wangsa Budha, Bandesa, Pasek, Pande, Prabangkara,
dan Bok Wiring. Dalam waktu tidak terlalu lama
berdirilah Istana Timbul dengan masing-masing
pengiring membangun tempat kediaman di sekitar
istana, seperti mengelilingi istana berbentuk cincin.
Dua orang putra dari Ki Bandesa tugu yang bernama
Ki Gede Bukit dan Ki Made Alas selanjutnya juga
bermukim di wilayah Timbul, pada arah selatan istana
Timbul.
Ada yang membangun kediaman di Calo, Sebatu,
Kedisan, Pupuan, Manukaya dan wilayah sekitar. Para
Pengiring ini terkenal taat dalam tugas menjaga
keberadaan Putra Dalem di Timbul. Waktu terus
berganti, pada sekitar tahun 1720 muncul kembali
nagari-nagari baru di sekitar Timbul, Manca yang
mengembangkan wilayah masing-masing membuat
puri-puri dan menempatkan garis keturunan langsung
para ksatria di wilayah-wilayah yang baru dibuka.
Para putra dari Penguasa dari Tampaksiring juga
melebarkan wilayah nagarinya, dengan mulai
membangun puri-puri sebagai Puri Wangsa Pemayun,
dimulai dari Pejeng, Cemadik, Pesalakan, Kendran,
Manuaba dan Payangan. Diantara para bangsawan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
67

puri terjalin hubungan yang sangat baik, sehingga


sering sekali melakukan ritual kunjung mengunjungi
antara satu penguasa ke penguasa lain, ditambah
dengan ikatan persaudaraan yang dilanjutkan dengan
kebiasaan amet-ginamet atau perkawinan antar puri
Pemayun. Dalam ritual itu seringkali terjadi gesekan
antara wangsa Pamayun dan Wangsa Jambe, terutama
dengan para bangsawan Jambe di Puri Timbul. Situasi
ini membuat I Dewa Agung Anom berkeinginan
memindahkan Kota Raja Timbul kearah selatan,
membidik wilayah Banturan, Sakah, Mas dan
Gumicik.
Salah seorang keturunan I Dewa Kaleran yang
bernama I Dewa kaleran Tegaljadi ditugaskan sebagai
ujung perabas jalan perpindahan penduduk dari
Timbul ke arah Banturan. Dengan tugas utama
mengamankan sepanjang alur jalan itu sebagai lalu
lintas penduduk Timbul ke Banturan atau sebaliknya.
Terjadi beberapa insiden berdarah dalam proses
pengamanan alur jalan yang dibangun oleh I Dewa
Kaleran Tegaljadi, diantaranya yang paling keras
terjadi di wilayah kekuasaan Ki Bandesa Manik Mas
di wilayah Tarukan. Setelah jalan damai yang
diusahakan tidak berhasil terjadilah penyerbuan laskar
Timbul ke Tarukan. Tidak dikisahkan dahsyatnya
perang tersebut karena yang berseteru adalah para
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
68

ksatria-ksatria pemberani yang masing-masing kukuh


teguh pada pindirian. Daerah Tarukan akhirnya
berhasil dikuasai, Ki Bandesa Manik Mas gugur,
putra-putra dan para pengikutnya yang setia
menyelamatkan diri terpencar di seluruh desa dengan
menyembunyikan identitas diri sebagai wangsa
Bandesa Manik Mas. Kebanyakan dari mereka yang
berhasil menyelamatkan diri mengubah wangsa
menjadi Pasek, dengan nama daerah tempat tinggal
mereka sebagai nama belakang.
Kini dikisahkan Ida Dalem Sukawati memerintahkan I
Dewa Kaleran Tegaljadi untuk membangun puri di
Banturan yang selesai pada sekitar tahun 1712
Masehi. Pada sekitar tahun 1725 Masehi, pusat
pemerintahan Timbul sudah sebagian besar pindah ke
wilayah sebelah selatan Banturan dan sebelah utara
Geruwang. Ki Gede Bukit dan Ki Made Alas juga ikut
pindah dari Timbul menuju Sukawati, mereka
membangun wilayah pemukiman disebelah selatan
dari istana I Dewa Kaleran, hidup menetap bersama
dengan semua keluarga. Sebagai wujud terimakasih
Ida Dalem, karena usaha pemindahan kekuasaan dari
Timbul menuju wilayah selatan berhasil dengan tanpa
hambatan yang berarti, Ida Dalem memerintahkan I
Dewa Kaleran Tegaljadi untuk membangun sebuah
parahyangan di utara Tegallalang, sekaligus sebagai
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
69

tempat memuliakan leluhur beliau. Dalam upaya


membangun jembatan yang menghubungkan Kota
Raja Sukawati den Geruwang,
Upaya membangun kotaraja yang diemban oleh I
Dewa Kaleran Tegaljadi, I Dewa Babi dan Gede
Batulepang mendapat kendala dibagian wilayah
selatan kotaraja, pembangunan tanggul sebagai dasar
kreteg atau jembatan Sungai Cenceng dan Sungai
Bengbeng selalu jebol tanpa sebab, sehingga akses
jalan kota raja ke Geruwang seringkali terputus. I
Dewa Kaleran mengerahkan pengikut beliau
sebelumnya yang masih bermukim di wilayah Pejeng,
Tiapi, Kedisan dan perbatasan Bangli untuk
membangun tanggul di sebelah timur sungai Cenceng,
sementara I Dewa Babi mengerahkan penduduk
wilayah barat yang sebelumnya bermukin di
Singapadu, Abasan, Tegaltamu dan sekitarnya
membangun tanggul di tepian barat sungai Cenceng.
Para penduduk Alas Palak dan Geruwang serta daerah
lain sekitarnya dikerahkan dalam pembangunan
jembatan tersebut. Para sentana Bandesa Manik Mas
yang bermukim disekitar areal pembangunan, turun
dalam pembuatan itu dipimpin oleh Ki Gede Abang.
Pengerjaan tanggul di tepian timur sungai Cenceng
dihambat oleh medan yang sulit, selain sangat terjal
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
70

juga wilayah yang digarap adalah berupa hutan


belukar angker yang jarang dijamah penduduk karena
dihuni oleh binatang buas yang ganas. I Dewa kaleran
Tegaljadi dan para pengikut tidak mampu menghalau
berbagai kendala tersebut, setiap selesai pembangunan
tanggul selalu longsor dalam semalam, demikian
kejadiannya berulang-ulang, hal ini membuat I Dewa
Kaleran Tegaljadi kehabisan cara, beliau meyakini ada
sesuatu yang ganjil yang tidak bisa diterangkan secara
tiori kejadian-kejadian tersebut. Pada hari baik I Dewa
Kaleran Tegaljadi menghadap Ida Dalem memohon
petunjuk cara menghentikan longsor tanggul yang
dibuat oleh para pengikutnya di hutan tepian timur
sungai Cengceng. Ida Dalem maklum bahwa harus
beliau yang turun tangan sendiri menyelesaikan
kendala di tepian Cengceng. Pada hari baik,
bersamaan dengan upacara piodalan di Pura Pusering
Jagat Pejeng, pada hari Selasa Kliwon, wara
Mdangsia, sasih ka 5, tahun Saka 1647 atau
penanggalan Masehi 23 Oktober 1725 Ida Dalem
Sukawati diiringi oleh dua putra beliau, masing-
masing bernama I Dewa Agung Jambe dan I Dewa
Agung Karna yang baru menginjak remaja.
rombongan Ida Dalem dan putra diiringi oleh 150
orang laskar pilihan yang dipimpin oleh I Dewa
Kaleran Tegaljadi.
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
71

Menjelang tengah hari rombongan tiba di tepian


hutan, dimana rakyat beliau yang bertugas
membangun tanggul membuat barak. Riuh rendah
para pekerja bersorak-sorai menyambut rombongan
Ida Dalem
"Dalem Tiba Ing Wana, Dalem Tiba Ing Wana,
Dalem Tiba Ing Wana..."
Dibalas oleh para pekerja di tepian barat sungai
dengan seruan yang sama
"Dalem Tiba Ing Wana, Dalem Tiba Ing Wana,
Dalem Tiba Ing Wana..."
Yang artinya "Raja sudah sampai di hutan", riang hati
mereka karena yakin bahwa semua kendala yang
dialami saat pembangunan tanggul akan teratasi. Ida
Dalem dan kedua putra beliau menepati sebuah
pesanggrahan tempat beliau beristirahat seraya
memohon petunjuk gaib. Sekian lama melakukan
semedi menyatukan pikiran akhirnya beliau
mendapatkan petunjuk, bahwa ada seorang pemimpin
mahluk gaib sungai Cengceng yang bernama Ki Panji
Ireng merasa terganggu karena wilayahnya dirabas
oleh para pekerja, itulah sebabnya Ki Panji Ireng
memerintahkan rakyatnya untuk menjebol tanggul-
tanggul yang dibangun dalam waktu semalam. Ida
Dalem memerintahkan I Dewa Kaleran Tegaljadi dan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
72

I Dewa Babi untuk mengumpulkan para pekerja, baik


yang bekerja di tepian timur maupun tepian barat
sungai, begitu terkumpul semuanya, segera Ida Dalem
bersabda:
"Wahai rakyatku semua, dengarkan kata-kataku,
jangan takut kepada apapun karena Hyang
Maha Kuasa merestui sudah, lanjutkan
pekerjaan, Ida Bhatara Sesuhunan beserta kita,
segera buatkan upacara berupa labahan dengan
Nasi berbentuk Matahari dengan lauk sate babi
berjumlah 16 lengkap dengan olahan Jajeron
Babi dan serapah, juga tulang dan sendi babi
yang dibakar, haturkan pada tempat ditepian
timur dan barat sungai dimana kalian
melaksanakan pekerjaan, berhasil dan
selesailah pekerjaan kalian dengan aman"
"Bila berhasil usaha yang kalian lakukan,
bangunlah sebuah bebaturan untuk memuja Ki
Panji Ireng sebagai penguasa alam gaib di
sepanjang Sungai Cenceng dengan babaturan
menghadap ke arah barat, karena dari sanalah
kalian bisa menghaturkan upacara yang patut
kepada beliau dan seluruh rencang pengikut
beliau"

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


73

Demikian kata-kata Ida Dalem dan segera


dilaksanakan oleh rakyat beliau, seperti apa yang
dikatakan oleh Ida Dalem, setelah semua pekerja
menjalankan perintah Ida Dalem, lancar semua
pekerjaan pembangunan tanggul di timur maupun
barat sungai. Tidak dikisahkan lebih jauh tentang
pembangunan tanggul hingga berhasil membangun
Kreteg penghubung. Dinamakan Kreteg Cengcengan
karena terdiri dari dua wilayah yang dahulunya
terpisah berhasil disatukan, sama halnya seperti
Cengceng yang baru bisa menimbulkan bunyi saat dua
bagian Cengceng disatukan dengan gerakan. Kreteg
ini membentang di atas aliran sungai Cenceng
disebelah selatan Campuhan, yaitu pertemuan dua
sungai membentuk satu aliran sungai.
Sekian lama setelah pembangunan Kreteg selesai, ada
perintah Ida Dalem kepada semua rakyat yang
menjadi pekerja, agar tinggal menetap di bantaran
sungai, baik timur maupun barat. Masing-masing
dianugerahi tempat bermukim dengan merabas hutan
di sekitar sungai. Bantaran timur sungai berkembang
secara pesat menjadi pemukiman yang ramai, pada
awalnya dihuni oleh para pekerja tanggul, lama
kelamaan banyaklah para pedagang dan nelayan yang
tinggal menetap di wilayah yang baru dibangun
tersebut. Daerah ini selanjutnya dikenal dengan nama
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
74

“Tebuana” yang kemungkinan berasal dari kata "Tiba


Ring Wana", yang artinya Tiba Di Hutan, kata ini
berkaitan dengan seruan bersahut-sahutan para pekerja
saat menyambut Ida Dalem di hutan untuk menghalau
mahluk yang mengganggu jalannya pengerjaan
tanggul. Para sentana Bandesa Manik Mas yang
tinggal di bantaran sungai baik timur maupun barat
selanjutnya dikenal dengan nama Bandesa Tebuana.
Sementara ada juga cerita berkembang secara turun
temurun oleh penduduk Tebuana, bahwa desa
Tebuana berasal dari kata Tebu dan Wana, Tebu
artinya sejenis tanaman beruas dan Wana yang artinya
hutan, mungkin yang dimaksudkan adalah desa
Tebuana sebelum menjadi desa berupa hutan yang
dipenuhi tanaman tebu. Masih banyak cerita turun-
temurun yang berkaitan dengan nama Desa Tebuana
yang kemungkinan bisa digali lebih jauh kemudian
untuk memperkaya khasanah tulisan ini selanjutnya.
Ki Gede Telabah kini kembali dikisahkan di Alas
Palak, menurunkan tiga orang putra purusa, masing-
masing bernama: I Gede Abasan, yang selanjutnya
pindah dari Alas Palak menuju barat, tinggal di
Abasan mengabdi kepada penguasa di Sangsi. I Made
Lambing juga meninggalkan Palak menuju Tojan dan
membangun tempat tinggal disana, menurunkan
banyak putra yang selankutnya menyebar di sekitar
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
75

Tojan Blahbatuh, dan I Ketut Pekel masih tinggal


bersama dengan orang tuanya di Alas Palak.
Ki Gede Telabah

I Gede Abasan I Made Lambing I Ketut Pekel

Gede Tosan Made Rata

Semakin lama semakin banyaknya penduduk yang


menghuni Daerah Tebuana dari berbagai daerah dan
berbagai wangsa, adalah kesepakatan penduduk
kemudian membangun sebuah parahyangan di bekas
tempat pesanggrahan Ida Dalem saat melakukan
semadi dahulu, setelah memohon petunjuk Ida Dalem,
dianugerahkan oleh Ida Dalem sebuah tempat di
sebelah timur bebaturan Ki Panji Ireng. Parahyangan
yang dibangun masih sangat sederhana tetapi sudah
memakai tatanan Tri Mandala, dengan pelinggih
Padma, Gedong, Pangelurah dan Pesambyangan Ida
Dalem di tengah-tengah pada Uttama Mandala pura,
pada wilayah Madya Mandala pura dibangun juga
Gedong yang lebih kecil menghadap kearah barat, tiga
buah bebaturan dan sebuah balai sebagai tempat
pertemuan. Di wilayah Nista Mandala dibangun dua
bebaturan disamping bebaturan tempat memuja dan
memuliakan Ki Panji Ireng. Parahyangan ini adalah
cikal-bakal Parahyangan Dalem Anggarkasih Tebuana
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
76

kini. Nama parahyangan ini disesuaikan dengan hal-


hal khusus yang terjadi di sekitar areal parahyangan.
Kata “Dalem” pada nama parahyangan mengandung
arti “Bahwa disanalah Ida Dalem melakukan tapa
brata yoga dan semadi untuk memohon petunjuk
menghalau rintangan dalam proses pembangunan
tanggul kreteg sungai Cengceng. Kata Anggarkasih
dipakai karena pada hari Anggara Kliwon atau
Anggarkasih semua proses yang dilaksanakan oleh Ida
Dalem di areal parahyangan. Kata Tebuana
mengandung makna Ida Dalem sampai di hutan, atau
“Dalem Tiba Ri Wana” Kata Tebuana ini sekaligus
menjadi nama daerah dimana Ida Dalem tedun.
Setelah sekian lama berdiri kotaraja Timbul lebih
dikenal dengan nama Sukawati, yang konon berasal
dari dua suku kata, Suka yang artinya senang,
“Gembira” dan “Hati” yang artinya rasa atau perasaan.
Dua suku kata ini konon sebagai keadaan rakyat
Timbul yang berhasil membangun kotaraja baru
dengan rasa senang dan gembira. Dewa Agung Anom
sebagai raja Sukawati selanjutnya bergelar Sri Aji
Wijaya Tanu atau Dalem Sukawati, masa
pemerintahan beliau yang adil dan bijaksana
membawa kerajaan Sukawati menjadi kerajaan yang
disegani oleh kerajaan dan Nagari lain. Ida Dalem
Sukawati menurunkan 3 orang putra, masing-masing
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
77

bernama: I Dewa Agung Jambe, I Dewa Agung Karna


dan I Dewa Agung Mayun.
Tidak dikisahkan lebih jauh pemerintahan Ida Dalem
Sukawati dan keadaan parahyangan Dalem
Anggarkasih Tebuana saat itu. Setelah Ida Dalem
Sukawati mangkat ke sunia loka karena usia,
selanjutnya digantikan oleh putra beliau yang bernama
I Dewa Agung Mayun pada tahun 1733 Masehi
dengan gelar raja Ida Sri Dewa Agung Gede Dalem
Agung Pamayun. Kedua putra beliau yang lain
memilih untuk menjalankan Dharma Kepanditan dan
Nyukla Brahmacari, Dewa Agung Jambe memutuskan
meninggalkan kotaraja Sukawati, selanjutnya dengan
beberapa pengiring membangun istana di Geruwang
atau Puri Guwang sekarang, sementara Dewa Agung
Karna melaksanakan Dharma Brahmacari, bersama
sejumlah pengiring membangun istana di Ketewel.
Ida Sri Dewa Agung Gede Dalem Agung Pamayun
memerintah di Sukawati dari tahun 1733 sampai tahun
1757 Masehi dengan bijaksana, beliau banyak
menurunkan perintah kepada penduduk Sukawati
untuk membangun parahyangan baru dan memugar
kembali parahyangan kuno yang sudah berdiri
sebelum pemerintahan beliau. Kotaraja dan wilayah
perbatasan ditata dengan sangat baik, beliau juga
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
78

menepatkan para bangsawan kerajaan di daerah-


daerah yang beliau anggap penting, kedudukan
bangsawan-bangsawan Sukawati itu memakai gelar
Mancagra dan Manca yang mempunyai kekuasaan
otonomi yang hanya bertanggung jawab terhadap Ida
Dalem. Mancagra dan Manca memiliki kekuasaan
mengatur wilayah dan penduduk beserta dengan
tanah-tanah kerajaan yang digarap, maupun tanah
kerajaan yang masih berupa hutan.
Laporan politik dan budaya J. Moser tahun 1808 yang
kemudian dibukukan memuat data-data tentang upaya
pemerintahan raja-raja Bali pada kurun waktu 1740
sampai dengan 1800 Masehi dalam usaha
membangun, memugar dan membuat upacara-upacara
besar pada pura, puri, pasar, alun-alun dan tanah
pekuburan. Beliau juga banyak mendatangkan para
Brahmana baik yang sudah menjadi Wiku dan
pengiring yang masih Walaka, terutama dari wilayah
timur, daerah Klungkung maupun Karangasem untuk
diangkat menjadi Bagawanta kerajaan maupun
Purohita di wilayah kekuasaan beliau.
Pada tanggal 4 Oktober 1740, penanggalan Bali Selasa
Kliwon Mdangsia, Purnama Sasih Kapat Tahun Saka
1662 diadakan upacara Pemlaspas Agung di
Parahyangan Dalem Anggarkasih Tebuana dengan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
79

upacara ritual yang megah, setelah sekian tahun proses


pembangunan Parahyangan dilaksanakan.
Dari dampati yang bernama Ida Sri Dewa Agung Istri
Mengwi Ida Sri Dewa Agung Gede Pamayun
menurunkan 2 orang putra, masing-masing bernama:
Ida Dewa Agung Gede Putra dan Ida Dewa Agung
Made Putra. Sementara dari istri Penawing, beliau
menurunkan putra antara lain: Ida Tjokorda Ngurah,
Ida Tjokorda Karang, Ida Tjokorda Anom, Ida
Tjokorda Tiyingan, Ida Tjokorda Tangkeban, Ida
Tjokorda Ketut Segara, Ida Tjokorda Rai Lengeng, Ida
Tjokorda Gunung dan seorang putri yang kemudian
setelah dewasa diperisteri oleh Ida I Dewa Manggis
Gredeg di Puri Gianyar. Setelah para putera beliau
dewasa, tahta kerajaan Sukawati diserahkan kepada
putra tertua yang bernama Ida Dewa Agung Gede
Putra pada tahun 1757 Masehi. Ida Sri Dewa Agung
Gede Pamayun kemudian memilih untuk menyepi di
Puri Petemon sampai mangkat, sehingga beliau
kemudian dikenal dengan nama Ida Dalem Petemon.
Pada masa pemerintahan Ida Dewa Agung Gede
Putra, Kerajaan Sukawati diamuk gejolak
pertentangan antara Raja dengan adik kandung raja
yang bernama Ida Dewa Agung Made Putra yang
merasa mempunyai kemampuan lebih dari kakak
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
80

beliau dalam memerintah Sukawati. Pertentangan


antara dua bersaudara ini membuat gejolak diantara
para pengikutnya masing-masing, sehingga kekuatan
kerajaan Sukawati yang sebelumnya sangat kuat
menjadi lemah, akibat terpecah menjadi dua kubu
yang saling menjatuhkan. Raja Sukawati, I Dewa
Gede Putra berusaha mengamankan wilayah Sukawati
dengan menepatkan adik-adik beliau sebagai Manca di
beberapa daerah, seperti: Cokorda Ngurah Tabanan
ditempatkan di Peliatan dengan diiringi oleh 600
laskar pilihan. Cokorda Tangkeban ditempatkan di
Ubud dengan 800 laskar pilihan. Cokorda Gunung
ditempatkan di Petulu dengan 500 laskar, sementara
Cokorda Tiyingan ditempatkan di Gentong dengan
laskar 500 orang.
Dewa Agung Made yang berhasil mendapatkan
Tombak Pusaka “Ki Segara Anglayang” memutuskan
untuk pergi meninggalkan istana menuju ke Badung
disertai para saudara, seperti: Cokorda Agung Karang,
Cokorda Anom dan Cokorda Ketut Segara. Turut serta
para istri dan putera-puterinya: Dewa Agung Batuan,
Cokorda Putu Kandel, Cokorda Made Kandel,
Cokorda Raka, Cokorda Anom Perasi, dan Cokorda
Istri Raka. Sekian lama rombongan itu tinggal di
istana Kyai Jambe Tangkeban, hingga I Dewa Made
Putra berhasil menurunkan putra dari salah seorang
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
81

putri bangsawan di Badung yang selanjutnya berpuri


di Jero Kuta Badung.
Setelah beberapa lama Dewa Agung Made tinggal di
kediaman Kyai Tangkeban, beliau disarankan agar
menuju ke Mengwi bertemu dengan pamannya untuk
membicarakan masalah ini. Saran dari Kyai Jambe
Tangkeban diterima, Dewa Agung Made berangkat
menuju Puri Mengwi, diterima dengan baik oleh I
Gusti Agung Putu, raja Mengwi yang berusaha dengan
segala cara agar kedua putra Sukawati mau berdamai,
2 kali I Gusti Agung Putu mengirim surat kepada I
Dewa Gede Putra, menyarankan agar mau berdamai
dengan adiknya, tetapi ditolak oleh Penguasa
Sukawati, bahkan I Dewa Agung Gede Putra
menganggap Raja Mengwi berfihak kepada adiknya
yang yang melarikan diri ke Mengwi. Hal ini yang
mendorong Raja Mengwi memutuskan untuk
menyadarkan I Dewa Agung Gede Putra dengan
mengerahkan laskar untuk menaklukkan Sukawati.
Usaha ini dilakukan dengan penyerangan laskar
gabungan terhadap Sukawati. Saatnya tiba, laskar
Badung menyerang dari Selatan dibawah pimpinan I
Gusti Munang dari Jro Gerenceng, dengan ketentuan
desa-desa yang ditaklukkannya menjadi daerah
kekuasaan Badung. Dari Barat laskar Mengwi dan
Mambal dibawah pimpinan Cokorda Karang. Dari
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
82

Utara laskar Mengwi dan Sangeh, dibawah pimpinan


Dewa Agung Made Putra dan Cokorda Ketut Segara.
Laskar I Dewa Agung Made Putra dan Cokorda Ketut
Segara hanya mampu menguasai Tegallalang, tidak
berhasil menguasai wilayah kekuasaan Cokorda
Tiyingan di Gentong dan wilayah kekuasaan Cokorda
Gunung di Petulu yang kuat. Pada tahun 1765 Masehi,
I Dewa Agung Made Putra membangun puri di
Tegallalang sambil menggalang kekuatan.
Laskar I Dewa Agung Karang hanya berhasil
menguasai desa Padang Tegal, tidak mampu
menaklukkan Ubud dan Peliatan karena pertahanan
Cokorda Tangkeban di Ubud dan Cokorda Ngurah
Tabanan di Peliatan sangat kuat. Laskar Pelopor
Badung dibawah pimpinan I Gusti Munang berhasil
dengan gemilang menaklukkan Kotaraja Sukawati, I
Dewa Agung Gede Putra segera meninggalkan
Kotaraja menuju ke Tojan bernaung dibawah
perlindungan I Gusti Ngurah Jelantik, penguasa Tojan.
I Gusti Munang selanjutnya berkuasa terhadap Istana
dan Kotaraja Sukawati, karena hanya laskarnya saja
yang mampu masuk hingga Istana Sukawati. Sebagai
tanda penaklukkan Sukawati oleh Laskar Pelopor
Badung, daerah bagian selatan Kotaraja tempat
bangsal laskar Pemecutan diberi nama “Pemecutan”.
Penguasaan I Gusti Munang terhadap Istana Sukawati
membuat I Dewa Agung Made Putra dan para
bangsawan Sukawati khawatir, karena istana diduduki
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
83

oleh “orang luar”. I Dewa Agung Made Putra segera


mengadakan perundingan dengan Cokorda Ngurah
Tabanan dari Puri Peliatan, Cokorda Tangkeban dari
Puri Ubud, Cokorda Gunung dari Petulu, dan I Dewa
Agung Karang, dari Puri Padang Tegal. Hasil dari
perundingan itu adalah segera menyusun kekuatan
untuk merebut kembali Kotaraja Sukawati dari I Gusti
Munang. Rencana segera dilaksanakan, diawali
dengan I Dewa Agung Made Putra pindah dari Puri
Tegallalang ke Puri Peliatan pada tahun 1775 Masehi.
Puri Tegallalang diserahkan kepada Cokorda Ketut
Segara. Dewa Agung Karang pindah dari Padang
Tegal ke Tapesan atau Negara, untuk menggalang
kekuatan rakyat di sana. Sementara itu, I Dewa Agung
Gede Putra segera dipulangkan dari tempat
pengungsian beliau di Tojan.
Pada masa pendudukan I Gusti Munang di Sukawati,
warga Bandesa di Alas Palak kebanyakan yang
meninggalkan rumahnya dan membangun rumah
diluar Sukawati, ada yang ke Blahbatuh, Sangsi,
Abasan, Nagari, Tapesan bahkan hingga ke Saibang
dan Penarungan.
Keluarga Bandesa manik Mas trah Ki Gede Abang di
Alas Palak memilih untuk meninggalkan wilayah
Sukawati secara diam-diam menuju Negara,
menghadap kepada I Dewa Agung Karang yang
membangun puri di Tapesan atau Negara setelah
meninggalkan puri beliau di Padang Tegal. Mulai saat
itu terbangunlah kekuatan di puri Tapesan (Negara)
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
84

sebagai cikal bakal penyerangan terhadap kedudukan I


Gusti Munang di istana Sukawati. Para Bandesa yang
tergabung dalam laskar Tapesan kemudian lebih
dikenal sebagai warga Tebuana yang terkenal terdiri
dari orang-orang pemberani dan cerdik semata.
I Dewa Kaleran Dawuh, cucu dari I Dewa Kaleran
Tegaljadi yang sebelumnya dapat dipengaruhi oleh I
Gusti Munang, saat diperintahkan untuk menemui
warga Tebuana di Tapesan justru bersekutu dengan I
Dewa Karang dan Warga Tebuana untuk bersama-
sama menggulingkan pemerintahan I Gusti Munang
yang bukan merupakan pewaris sah Dinasti Sukawati.
I Dewa Kaleran Dawuh justru secara sembunyi-
sembunyi mempengaruhi rakyat Sukawati di sekitar
istana untuk menyerang laskar I Gusti Munang dari
dalam kotaraja apabila tiba saatnya nanti. Menjelang
waktu penyerangan warga Bandesa Tebuana secara
diam-diam mulai memasuki kotaraja, sebagian besar
menyamar sebagai pedagang atau pembeli memenuhi
pasar dan jalan-jalan. Sebagian lagi menyusup ke
desa-desa sekitar, semuanya dalam keadaan siap siaga
apabila tiba waktunya melakukan serangan. Dalam
waktu yang tidak terlalu lama kotaraja Sukawati sudah
dikepung dari segala penjuru oleh laskar Sukawati
yang menyamar.
Waktu penyerangan yang disepakati tiba, ditandai
dengan kentongan yang dipukul dengan bertalu-talu
atau “Bulus”. Laskar I Dewa Kaleran Dawuh yang
terdiri dari Warga Tebuana dan rakyat Sukawati
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
85

serentak keluar pekarangan dengan bersenjata


lengkap. Perkampungan orang-orang Pemecutan
diserang secara tiba-tiba, korban berjatuhan tak
terhitung, bangsal dibakar habis. Sebelum laskar
Pelopor sadar sepenuhnya, sudah menyerbu laskar I
Dewa Agung Made Putra dari Peliatan, Laskar I Dewa
Karang dari Tapesan dan laskar Tojan dibawah
pimpinan I Dewa Agung Gede Putra dan I Gusti
Ngurah Jelantik. I Gusti Munang diiringi oleh
beberapa puluh orang laskar Pelopor yang masih
selamat berhasil meloloskan diri dari kepungan laskar
Sukawati dengan menyeberangi Sungai Cengcengan.
Untuk beberapa waktu parajurit Sukawati dan
penduduk Tebuana membangun pertahanan di sekitar
sungai Cengceng, memastikan tidak ada lagi
pergerakan musuh dari Badung ke Sukawati.
I Dewa Agung Gede Putra didaulat kembali untuk
menduduki tahta Sukawati, sementara I Dewa Agung
Made Putra beristana di Puri Peliatan. Sebagai tanda
hubungan yang baik antara kedua kakak beradik itu,
salah seorang putera dari I Dewa Agung Made yang
bernama I Dewa Agung Mayun yang beribu dari
Pejeng diperintahkan sebagai tangan kanan raja
(mekandelin) kedudukan I Dewa Agung Gede Putra di
Sukawati. Para putera I Dewa Agung Made Putra yang
lain masing-masing mendapat kedudukan yang layak,
diantaranya: Cokorda Putu Kandel mendirikan Puri
Mas selanjutnya ke Ubud menggeser kedudukan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
86

Cokorda Tangkeban yang lebih memilih mengungsi


dari Ubud menuju Jegu Tabanan. Cokorda Raka
membangun puri di Bedulu, dan Cokorda Perasi
membangun puri di Keliki Tegallalang. Sedangkan
Dewa Agung Batuan tinggal bersama ayahnya di Puri
Agung Peliatan. Adapun putera dari I Dewa Agung
Gede Putra yang bernama I Dewa Agung Ratu berpuri
di sebelah Barat Pura Penataran Agung. Demikianlah
pada sekitar tahun 1777 kerajaan Sukawati diperintah
secara kolektif oleh I Dewa Agung Gede Putra di
Sukawati dan I Dewa Agung Made Putra di Peliatan
dengan Manca yang dijabat oleh kerabat terdekat
beliau berdua. Walaupun wilayah Sukawati tampak
seperti terpecah menjadi 2 bagian, bagian utara dan
selatan, tetapi tatanan pemerintahan Sukawati hampir
pulih seperti sediakala. Berangsur-angsur kemudian
semua kerusakan yang diakibatkan oleh perang yang
sambung menyambung bisa diperbaiki secara
bertahap, pura, pasar, jalan dan bangunan-bangunan
penting dikembalikan fungsinya seperti semula.
Dikisahkan kini di Alas Palak atau Tebuana, Ki Gede
Telabah putra dari Jero Pasek Tegal menurunkan tiga
orang putra purusa, masing-masing bernama: I Gede
Abasan, I Made Lambing dan I Ketut Pekel, semuanya
tinggal di Alas Palak, walupun tidak dalam satu
pekarangan, karena selanjutnya mereka masing-
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
87

masing membangun rumah tangga sendiri. Pada


sebuah kesempatan I Gede Abasan dan I Made
Lambing mencari tempat bermukim disebelah diujung
sebalah barat Alas Palak, tidak dikisahkan lebih lanjut
kedua saudara ini. Dikisahkan kini I Ketut Pekel yang
masih tinggal di Alas Palak, menurunkan dua orang
putra purusaha, masing-masing bernama I Gede Tosan
dan I Made Rata. Dikisahkan lebih jauh, I Gede Tosan
menurunkan tiga orang putra purusa masing-masing
bernama: I Gede Tuas, I Made Bibil dan I Ketut Keta,
sementara I Made Rata menurunkan 2 orang putra
purusa, masing-masing bernama: I Gede Gelagah dan
I Made Teka. Putra pertama dari I Made Rata yang
bernama I Gede Gelagah dikisahkan kini, menurunkan
3 orang putra purusa masing-masing bernama: I
Wayan Bebed, I Made Lues dan I Nyoman Cekig.
Mereka bertiga adalah generasi yang selanjutnya
menurunkan sentana Bandesa Manik Mas trah Tugu di
Banjar Telabah Sukawati yang dahulunya bernama
Alas Palak.
I Ketut Pekel

Gede Tosan Made Rata

I Gd Tuas I Md Bibil I Kt Keta I Gd Gelagah I Md Teka

I Gede Bebed I Made Lues I Nyoman Cekig

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


88

I Gede Bebed dan I Made Lues dikisahkan tinggal


menetap di Banjar Telabah, sementara putra ketiga I
Gede Gelagah yang bernama I Nyoman Cekig yang
menjadi pedagang alat-alat pertanian dan peternakan,
seringkali meninggalkan rumah hingga berbulan-
bulan. Sampai kemudian mengambil istri dari Negari
dan memilih tinggal menetap di Silakarang. I Gede
Bebed menurunkan 4 orang putra purusa, masing-
masing bernama: I Rengka, I Kranyit, I Kebit dan I
Renka. I Made Lues menurunkan 2 orang putra laki-
laki dan perempuan, yang bernama: I Gede Laba dan
Ni Nyoman Pudak. I Nyoman Cekig di Silakarang
menurunkan 4 orang putra purusa, masing-masing
bernama: I Wayan Lasia, Made Sangkil, Nyoman
Guyu dan Ketut Sadia.
Gede Bebed

I Rengka I Kranjit I Kebit I Renka

Made Lues

Gede Laba Nyoman Pudak

I Nyoman Cekig

I Wy Lasia I Md Sangkil Nyoman Guyu Kt Sadia

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


89

Putra laki-laki dari I Made Lues yang bernama I Gede


Laba, meninggal dalam usia remaja, itu sebabnya
tidak menurunkan sentana, sementara adiknya yang
bernama Ni Nyoman Pudak juga tidak berkeluarga
sampai tua.
I Gede Telabah memimpin penduduk Alas pada
sebuah kesempatan menghadap kepada I Dewa Agung
Gede Putra di istana Sukawati dengan tujuan
memohon Siwa Guru bagi penduduk Alas Palak. I
Dewa Agung Gede Putra selanjutnya mengirim utusan
ke Klungkung menghadap kepada Ida Sesuhunan
Dewa Agung Klungkung, meneruskan permohonan
penduduk Sukawati bagian selatan. Ida Sesuhunan
Klungkung segera mengirim putra brahmana terbaik
di Klungkung untuk diasramakan di pemukiman
penduduk bekas hutan Palak. Beliau yang dikirim
bergelar Ida Pedanda Sakti Taman beserta dangan
putra-putra beliau. Beliau selanjutnya menurunkan
putra-putra yang menjadi Siwa penduduk Sukawati
bagian selatan.
Pada awal tahun 1900 kekuasaan Belanda semakin
bertambah kuat di Bali dengan diangkatnya Van
Heutsz sebagai Residen Bali Lombok pada tahun 1905
yang kemudian membuat kebijakan di tahun 1909,
dengan membagi wilayah Bali Selatan menjadi Divisi
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
90

Administrate dibawah seorang Asisten Residen dan


terdiri dari 6 sub wilayah, Divisi Administrate
Karangasem dipimpin oleh Gusti Gede Jelantik, Divisi
Administrate Bangli dipimpin oleh Dewa Gede Rai,
Divisi Administrate Gianyar dipimpin oleh Dewa
Pahang, Divisi Administrate Klungkung dipimpin oleh
Dewa Agung Putra III, Divisi Administrate Badung
dipimpin oleh Cokorda Agung Pemecutan dan Divisi
Administrate Tabanan dipimpin oleh Gusti Ngurah
Rai Perang. Semua pemimpin masing-masing
Administrate diawasi oleh satu orang Controleur.
Setiap daerah dipimpin oleh seorang Punggawa.
Sebuah catatan kuno yang ditulis oleh H.U. van Stenis
mengungkapkan tentang gempa dahsyat yang melanda
Bali pada tanggal 21 Januari 1917, walaupun
berlangsung kurang dari lima puluh detik, tetapi cukup
mengakibatkan kehancuran rumah-rumah, pura, puri
tak terhitung jumlahnya, banyak jalan, bendungan
yang jebol. Gempa yang menelan korban mencapai
lebih dari 1.350 orang ini juga merobohkan dan
menghancurkan pura-pura di juga menjadi salah satu
dari sekian banyak pura yang rusak, walaupun tidak
sangat parah kerusakan yang dialami, tetapi cukup
memerlukan waktu yang panjang untuk memugarnya
kembali. Tanggal 8 Desember 1941 meletus perang
Pasifik, tentara Jepang menghancurkan pangkalan
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
91

udara Pearl Harbour di kepulauan Hawai. Belanda dan


sekutunya menyatakan perang melawan Jepang, Bali
yang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan
Hindia Belanda tentunya juga terimbas oleh peraturan-
peraturan keadaan darurat perang. Masyarakat
pengempon masih seperti bisaa melaksanakan
kegiatan sehari-harinya, diakibatkan sedikit sekali
media yang menerangkan tentang peperangan yang
sedang berkecamuk antara Jepang dan Sekutu. Bagian
pasukan Kononklijk Nederlands Indisch Leger atau
KNIL yang dibentuk di Bali dengan nama Prayoga
yang terdiri dari 1000 orang direkrut dari pemuda-
pemuda Bali yang cakap disebarkan di 4 tangsi.
Buleleng, Karangasem, Badung dan Gianyar. Mereka
yang ditugaskan untuk mempertahankan Bali dari
serangan Jepang oleh Angkatan Darat Kerajaan
Belanda dibantu oleh seluruh rakyat Bali. Tanggal 18
Februari 1942 Tentara Jepang mendarat di Sanur
dengan jumlah yang sangat besar, setelah mengebom
lapangan udara di Tuban terlebih dahulu. Tanggal 8
Maret 1942, Stasiun pemancar radio resmi Belanda,
Nirom menyiarkan bahwa pemerintah Hindia Belanda
telah menyerah tanpa syarat kepada Jepang sekaligus
mengakhiri perang Pasifik dan masa kekuasaan
Belanda terhadap Bali. Parahyangan Dalem
Anggarkasih Tebuana dan pura-pura lain di Sukawati
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
92

yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat gempa


tidak bisa segera dipugar sebagaimana mestinya,
karena situasi politik swapraja Gianyar yang tidak
kondusif. Masih banyak bangunan Pelinggih yang
rusak, karena penduduk masih bingung dengan apa
yang harus mereka lakukan berkaitan dengan pura-
pura yang ada di wilayahnya. Situasi ini dipengaruhi
oleh terkonsentrasinya para pemimpin swapraja dalam
peralihan kekuasaan antara Hindia Belanda kepada
Jepang. Para Punggawa dan Sedahan yang bisaanya
secara langsung memberi perintah untuk melakukan
perbaikan pura, jalan atau bendungan tidak berani
mengambil keputusan yang tegas, masih menunggu
siatuasi politik menjadi tenang.
Pemerintah militer Jepang mengakui kerajaan-
kerajaan di Bali dengan membentuk badan Panitia
kerajaan terdiri dari Punggawa, Sedahan Agung dan
seorang wakil dari Raja yang digaji oleh pemerintah
Jepang. Jepang menempatkan seorang wakilnya di
mastng-masing swapraja dengan nama Syutjo yang
bertugas mengamati berbagai perkembangan di
masing masing swapraja. Syutjo ini menggantikan
kedudukan para Controleur pada jaman Hindia
Belanda, menjadi pejabat setingkat Bupati. Jepang
memulai pemerintahan tangan besinya di Bali dengan
menebar Polisi Militer yang diberi nama Kempetai
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
93

yang bertindak aktif tanpa pandang bulu. Selama


pemerintahan Militer Jepang, keadaan Masyarakat
Tebuana yang sudah sulit, menjadi semakin sulit,
banyak tentara yang sewenang-wenang terhadap
rakyat kecil, merampas, menyiksa dan menangkap
masyarakat yang dianggap melawan Jepang. Perhatian
terhadap fasilitas umum seperti bendungan, jalan,
pasar dan pura sangat minim. Bendungan banyak yang
jebol, jalan rusak, pasar sepi tidak terurus dan pura-
pura terbengkelai. Hal ini juga berlangsung setelah
kemerdekaan dan tahun-tahun awal pemerintahan
Republik Indonesia.
IV.3. Sentana Bandesa Manik Mas trah Ketapang
di Banjar Telabah, Sukawati.
Keturunan di Banjar Telabah, selanjutnya disusun
berdasarkan 4 Sub garis keturunan, yaitu: I Rengka, I
Kranjit, I Kebit dan I Rengke.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


94

Kembali dikisahkan kini I Gede Telabah menurunkan


3 orang putra, masing-masing bernama: I Gede
Abasan, I Made Lambing dan I Made Pekel. Tidak
dikisahkan tentang I Gede Abasan dan I Made
Lambing, dikisahkan kini I Ketut Pekel menurunkan 2
orang putra, masing-masing bernama: I Gede Tosan
dan I Made Rata.
I Gede Tosan menurunkan 3 orang putra, masing-
masing bernama: I Gede Tuas, I Made Bibil dan I
Ketut Keta. Putra-putra dari I Gede Tosan ini tidak
dikisahkan lebih lanjut dalam buku ini.
I Made Rata kini dikisahkan menurunkan 2 orang
putra purusa, masing-masing bernama: I Gede
Gelagah dan I Made Teka. I Gede Gelagah selanjutnya
dikisahkan menurunkan 3 orang putra, masing-masing
bernama: I Gede Bebed, I Made Lues dan I Nyoman
Cekig.
I Gede Bebed dikisahkan menurunkan 4 orang putra,
masing-masing bernama: I Rengka, I Kranyit, I Kebit
dan I Rengke. I Made Lues menurunkan 2 orang putra,
bernama: I Gede Laba dan Ni Pudak. I Nyoman Cekig
menurunkan 4 orang putra, masing-masing bernama: I
Wayan Lasia, I Made Sangkil, I Nyoman Guyu dan I
Ketut Sadya.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


95

Putra I Gede Bebed yang bernama I Rengka kini


dikisahkan menurunkan 6 orang putra, masing-masing
bernama: I Wayan Angkep, I Made Rengke, I
Nyoman Rengku, I Nyoman Kamu dan I Ketut
Rimbin.
I Wayan Angkep menurunkan seorang putra yang
belum diketahui namanya, selanjutnya menurunkan
seorang putra bernama I Ketut Mudita. I Made Rengke
tidak menurunkan sentana, I Nyoman Rengku
menurunkan 4 orang putra, masing-masing bernama: I
Wayan Lambon, I Wayan Lenci, I Nyoman Sukarja
dan I Ketut Sadin. I Nyoman Kamu menurunkan 2
orang putra, masing-masing bernama: Buda dan
Modong.
Putra ke 4 dari I Nyoman Rengku yang bernama I
Nyoman Sukarja menurunkan 3 orang putra, masing-
masing bernama: Ni Wayan Sukani, Ni Nyoman Sari
dan I Ketut Mirta. Putra ke 5 dari I Nyoman Rengku
yang bernama: I Ketut Sadin menurunkan 3 orang
putra, masing-masing bernama: I Wayan Parsa, I
Nyoman Weju dan Ni Ketut Wengluh.
Putra ke 3 dari I Nyoman Sukarja yang bernama I
Ketut Mirta, menurunkan 2 orang putra, masing-
masing bernama: Luh Putu Nitaningsih dan I Kadek
Somarjana.
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
96

Putra pertama dari I Ketut Sadin yang bernama: I


Wayan Parsa, menurunkan 2 orang putra, masing-
masing bernama: I Wayan Apriana dan Ni Kadek
Idayanti. Putra ke 2 dari I Ketut Sadin yang bernama: I
Nyoman Weju menurunkan 2 orang putra, masing-
masing bernama: Ni Wayan Juni Setyawati dan Kadek
Okta Saputra.
Putra pertama dari I Wayan Parsa yang bernama: I
Wayan Apriana menurunkan seorang putra, bernama:
I Putu Gede Aryadana.

Putra I Gede Bebed yang bernama I Kranjit kini


dikisahkan menurunkan 8 orang putra, masing-masing
bernama: Wayan Reki, Made Sipin, Nyoman Pimus,
Ketut Pasung, Wayan Suarsana, Wayan Dati, Made
Nada dan Ketut Patra.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


97

Putra ke 5 dari I Kranjit yang bernama: Wayan


Suarsana menurunkan 3 orang putra, masing-masing
bernama: Wayan Suarti, Kadek Budiarta dan Nyoman
Muliawati. Putra ke 7 dari I Kranjit yang bernama:
Made Nada, menurunkan 2 orang putra, bernama:
Wayan Gede Gunawan dan Made Suriadi. Putra ke 8
dari I Kranjit yang bernama: Ketut Patra menurunkan
3 orang putra, masing-masing bernama: Wayan
Supianta, Made Wirawan dan Komang Sulatra.
Putra ke 2 dari I Wayan Suarsana yang bernama:
Kadek Budiarta, menurunkan 3 orang putra, masing-
masing bernama: Luh Ayu Pitriana, Made Bagus
Brawijaya dan Komang Aditya.
Putra pertama dari Made Nada yang bernama: Wayan
Gede Gunawan, menurunkan 2 orang putra, bernama:
Putu Sintya Dewi dan Kadek Abi Satrya Wiguna.
Putra ke 2 dari I Ketut Patra yang bernama: Made
Wirawan, menurunkan 2 orang putra, bernama: Luh
Putu Nia Pramesti dan Kadek Agung Kenan
Pranadipa. Putra ke 3 dari I Ketut Patra yang bernama:
Komang Sulatra, menurunkan 2 orang putra, bernama:
Putu Anggi Aprilia dan Kade Kirana Ganis Swari.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


98

Putra I Gede Bebed yang bernama I Kebit kini


dikisahkan menurunkan 4 orang putra, masing-masing
bernama: Ni Wayan Bentet, Ni Made Tumbah, Ni
Nyoman Musi dan Ni Ketut Cuki. Karena semuanya
wanita, selanjutnya Ni Made Tumbuh dijadikan
sentana rajeg, dinikahkan dengan I Made Gejor,
menurunkan 5 orang putra, masing-masing bernama:
Ni Wayan Ciri, Ni Made Wali, Ni Nyoman Badung, I
Ketut Kerek dan I Wayan Kade.
Putra ke 4 dari pasangan Ni Made Tumbuh dan I
Made Gejor yang bernama: I Ketut Kerek kini
dikisahkan menurunkan 4 orang putra, masing-masing
bernama: I Wayan Kariana, I Made Kariasa, I
Nyoman Kariawan dan I Ketut Rianto. Putra ke 5 dari
pasangan Ni Made Tumbuh dan I Made Gejor yang
bernama: I Wayan Kade juga menurunkan 4 orang
putra, masing-masing bernama: Ni Wayan Nopriani,

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


99

Ni Kadek Indrawati, Ni Nyoman Sulastri dan Ni Ketut


Lilik Marianti.
Putra pertama dari I Ketut Kerek yang bernama: I
Wayan Kariana, menurunkan 2 orang putra, bernama:
I Gede Yuwana Kusuma dan I Made Ananda Krisna.
Putra ke 2 dari I Ketut Kerek yang bernama: I Made
Kariasa menurunkan 3 orang putra, masing-masing
bernama: I Wayan Adi Oktaviana, I Made Aris Dwi
Andika dan Ni Komang Sri Cahyani. Putra ke 4 dari I
Ketut Kerek yang bernama: I Ketut Rianto
menurunkan 2 orang putra, bernama: I Wayan Risma
Ananda Putra dan Ni Kadek Nila Anjani.
Putra ke 2 dari I Wayan Kade yang bernama: Ni
Kadek Indrawati sebagai sentana rajeg menikah
dengan I Made Sumerta menurunkan 2 orang putra,
bernama: I Wayan Agus Leo Wiguna dan Ni Made
Itilia Erlina Yanti.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


100

Putra I Gede Bebed yang bernama I Rengke kini


dikisahkan menurunkan 5 orang putra, masing-masing
bernama: Wayan Reneng, I Rening, Made Sapreg,
Nyoman Saprug dan Ketut Kiteg.
Putra pertama dari I Rengke yang bernama: Wayan
Reneng, menurunkan 2 orang putra, bernama: I
Wayan Sukra dan I Made Mudita.
Putra ke 2 dari Wayan Reneng yang bernama: I Made
Mudita menurunkan 2 orang putra, bernama: Ni
Wayan Sudanti dan I Kade Agus Andika.
Putra ke 2 dari I Made Mudita yang bernama I Kade
Agus Andika menurunkan 2 orang putra, bernama: Ni
Wayan Ning Embun dan Kadek Mbang.

Demikianlah sila-sila keturunan dari Bandesa Manik


Mas Trah Ketapang yang berasrama di Alas Palak
yang kini sudah menjadi banjar yang ramai dan
berkembang dikenal dengan nama Banjar Telabah,
Sukawati, Gianyar, Bali.
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
101

BAB V
PANUGRAHAN DAN BHISAMA
Segenap keturunan Bandesa Manik Mas yang sudah
menyatakan setia kepada leluhur patut mengetahui dan
melaksanakan berbagai bhisama leluhur diataranya:
V.1. Pura Bukcabe.
Pada saat peresmian Pura Pule dan Bukcabe di Mas
ada bhisama dari Ki Pangeran Mas: Bahwa pura
Bukcabe patut disiwi atau diupacara sesuai dengan
tuntunan oleh semua keturunan Sang Brahmana
Wangsa dan semua keturunan Ki Pangeran Mas.
Apabila ada kemudian turun-turunan Sang Brahmana
dan Ki Pangeran Mas tidak ingat dengan
persembahyangannya terhadap Pura Pule dan
Bukcabe, seluruh keluarga Pangeran Mas tidak
mendapat selamat, surut kebijaksanaannya, anak
cucunya putus, berlaku durhaka dan menyalahi tata
susila, tidak putus-putusnya dirundung kemalangan,
karena tidak menuruti ucapan piagam-piagam.
Demikianlah amanat Ki Pangeran Mas kepada anak
cucunya.
V.2. Anugerah Ida Pedanda Dwijendra kepada I
Pasek dan I Bendesa Mas, yaitu: Pada waktu mati
kemudian, boleh memakai trilaksana, menggunung
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
102

pitu, ancak taman, kapas warna sembilan, karang


liman, memakai Bhoma bersayap, berbulu cintya reka,
saluyang lengkap dengan segala upakara yang utama,
berkajang, berkalasa, berpatrang, berkemul, terpana,
patulangan yang berbentuk serba bintang, boleh
dipergunakan nista media utar, matebas – tebas,
utamanya dengan uang 8000, madya 4000, nista 2500,
nistaning nista 1700. Semua itu patut diwarisi oleh
anak cucunya terus menerus, Amanat Ida Bhatara
Sakti Wahu Rawuh demikian itu dinasehatkan oleh
Pangeran Mas kepada anak cucunya.
V.3. Panugrahan Ida Dhang Hyang Dwi Jendra
kepada Bandesa Manik Mas dan seluruh
Santananya (Ini Cuplikan Lontar dengan bahasa asli).
Om Awignamastu Nama Sidham
Nihan weda uttama, yatiki yan arep apodgala ri sang
abudi dharma, mantra :
“Ong Ung Rah Phat Astra Ya namah, Ong atma
tatwatma sudhamam swaha Om. Om ksama
sampurna ya namah, Om Sri pasupataye Um
Phat, Om Sriyam Bhawantu, Purnam Bhawantu,
Om Sukam Bhawantu”
Petanganan, mantra :

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


103

“Ong Ung Rah Phat Astra Ya namah, Ong atma


tatwatma sudhamam swaha, Om Om ksama
sampurna ya namah, Om ndara barimudra ya
namah, Om narayana netra netra, Ong Ung Rah
Phat Astra mreta murtaye namah, Ong
janardana mahawira, nadi tir tan ugrayate,
Gangga Saraswati Sindu Narmada Sewagopati
wipasa wesnawe nadi sarwa papam pramudyate
namaste kesawo dewah, sarwa tirtha
janardanah”
Petanganan, mantra :
“Ong Ung Rah Phat Astra Ya namah, Ong atma
tatwatma sudhamam swaha , Om Om ksama
sampurna ya namah, Om ndara barimudra ya
namah, Om Bang narayana netra netra, Ong
Ung Rah Phat Astra mreta murtaye namah”.
Mantra :
“Ong apsu dewa panitrani, gangga dewi
namostute, sarwa klesa wisyatam, sarwa rogha
winosancah, sarwa klesa winasani, sarwa klesa
wimoktarte, sarwa klesa mawesanya, sarwa
ropadrawe maksah”.
Nyuratang we, mantra :

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


104

“Om Bhur bwah swah swaha, ye tirtha


pawitrani swaha”.
Mantra :
“Ong pancaksaram maha sresti, nadi tirta
maheswari, amreta bajra paniscah, sarwa papa
winasanam”.
Mantra :
“Om padma sarwa geni ya namah, Ong Bang
sarupeng bayu suksma ya namah, Om padma
siwa ya dewam, tattwatam triyam sanam
krodanam, cakra sangkaram sangkayam, bajra
kala dang astra ya namah, Ong Bang bayu
suksma ya namah, Ong atma mileda atma ong
phat, Om sri
padma ya namah swaha, Ong Ang Bang Yang,
bayu purusa ya phat namah, Ong Ang Mang,
Ong Mang Yang Kang Ung Phat namo namah
swaha”.
Mantra :
“Ong Brahma dewa ya namah, dwesta ya
namah, Ludra ya namah, Kala ya namah, Om
sarwa baya we namo namah swaha, Om
Brahma ya namah swaha, Ong Ong Sri jagat
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
105

guru byo namah swaha, Ong Ung Wisnu we


namah swaha, Ong Sri jagat paduke byo namah
swaha, Ong Mang Iswara ya namah swaha, Ong
Ong Sri jagat paduke byo namah swaha Ong Sa
namah, Ong Tang Namah, Ong Ung Namah,
Ong I Namah swaha”.
Petanganan, mantra :
“Ong gangga ya namah, Ong Ang Saraswati ya
namah, Ong Ang Sindu ya namah. Ong Ang
Wipasa ya namah, Ong Ang Kosila ya namah,
Ong Ang Yamuna sabda sudha ya namah, Ong
Ang Sarayu ne manah, pantarana suda guna
satru phat Ung phat”
Mantra :
“Ong narayana kakarsanam, cakra suranam
dretam, Wisnu loka jagat patam, kampita pala
kunjaram, Brahma, Wisnu, Maheswaram,
sangkara sambu sang metram, Kuwera, Ludra
Siwa ya, arda nareswara Siwa, bhagawa suci
metram, surya candra maha mretam, basmi
bhuta durwisesa, Om ardanareswaram, Om
amreta ta ya swaha”.
Mantra :
“Ong I A kasaya tirta pawitra nama swaha”.
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
106

Mantra :
“Ong Pancaksara tri aksara ya namah swaha,
Ong Phat”.
Sekar bang, mantra :
“Om ksama swamam mahadewa, sarwa prani
hitangkaram, mamocah sarwa papebyah, pala
ya swa sada siwa”.
Sekar kuning, mantra :
“Papoham papo karmaham.papatma papa
sambawah………
…….. trahinam sarwa pape byah. Kenascid
mama raksantu”.
Raris ketisang toya cendanane, wija sinambeh,
mantra:
“Ksantawiya kayiko dosah, ksantawya wacika
mama, ksantawya manaso dosah, tat pramadat
keswamam swamam. Hinaksaram lima padam,
hina mantra tatewanca, hina bakti hina widhi,
sada siwa namostute. Om mantra hinam kriya
hinam, bakti hinam maheswaram, tat pujinta
mahadewam, paripurna tad astume. Om ksama
swamam jagatnata, sarwa prani hitangkaram,
sarwa karya midandehi, pranamami
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
107

suresswaram. Twam suryam twam siwa


karanam, twam ludra bahmi laksana, twam
isargata karanam, mama karya prajayaste,
ksama swamam mahasyate, maste swarya
gunatmakah, unasayet sata sang tatam papam,
sarwa lokenar padahnam karanam nama
swaha”.
Ikki mantra Toya, mantra:
“Om suniya nirmala pawitram, sudha wigna
winasanam, sarwa dewati dewa ya, atma suda
suda lokam. Mretha warsa nama kretham,
sarwa dewata nirmalam, sudha klesa
winasanam, atma sudha pretistanam. Jagat
wigna winasanam, righa dosa wimoksanam,
budarcanam sunirmalam, dewa pitara
nirmaliyam. Om awigenam astu tat astu, Om
subham astu tat astu swaha”.
Ikki Panglepas tunjung ring sehet mingmang 3,
mwang cangkir nyuh danta, mantra :
“Om Om Brahma sunya nirmala ya nama
swada, Om Om Wisnu sunya nirmala ya nama
swada, Om Om Iswara sunya nirmala ya nama
swada, Om Tang Iswara sunya nirmala ya nama
swada, Om Om Sada rudra sunya nirmala ya

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


108

nama swada, Om Sadha Siwa sunya nirmala ya


nama swada,……..
……. Om Parama Siwa sunya nirmala ya nama
swada, Om Nirbhana Cintya sunya nirmala ya
nama swada, Om Om Byomantara suksma
sunya nirmala ya namah Siwa ya Om”.
Budastawa mantra :
“Om bajra mandala mawastam, dipta dharma
mandalam, atmandalam suka madyam, bajra
nala manostute. Om karam wirya madwastam,
saru candraku nirmalam, pawitra bajro
patihangka, sweta wastradi wangsame. Sweta
bajra lawa lisanta, bajra lawa namastute.
Dondabu lawasam yagram, yaksa sutra
kamandalu, santi karmani sanidyam, bajra nala
namostute, bajrastawa suda layam,
brahmastanam astute dewam. Om Brahma
Mahadewa namostute, Om sidhirastu rastu”.
Raris Ngaksama, mantra :
“Om pengaksaman nghulun ring Bhatara
Siwa……
……..ditya bhaskara, mwang ring Ida Paduka
Bhatara Buda Wisesa, makadi Hyang Durbali,
Sang Hyang Tiga Wisesa, paduka bhatara
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
109

panguluning Sang ring Buda Loka, makadi ring


ida paduka bhatara waluya hening jati
paripurna, sampun marupa Durga, marupa
Bherawi, waluya mantuk dadi bhatara, ica jiwa
ring manusa kabeh Ong Sang Bang Tang Ang
Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Ang Ung
Mang, nama siwaya, Om sidhirastu”.
Malih astawa Bhatara Buda, mantra :
“Om Budha murti sapta lokam, Mahadewa pita
warnam, sarwa kanakabu stitam, pita meru
surya pranam, sapta loke budha layam, surya
murti dewi wiryam, praja raksaka bhulokam,
Budha murti Siwa layam. Linglodbawa murti
dewyam, sarwa dewa suda linggam,
prawaksyamam sarwa dewam, mretyu murti
budha layam……
……..Guru dewa buda lokam, suda suksma
lingga lokam, Kala gni Rudra dewatam, sarwa
praja pretistanam, basundari ghori patnyam,
jaya sri wesnawi dewi, Om mapati gangga dewi,
durga masariram dewyam, Eka dewyam
linggastanam, murti murti mala rupam,
bagawatye murti prajam, barunam pirodratam.
Sarwa jagat pretistanam, Budha arcanam tri
loka, jagat wigena winasanam, ksatriya winayo
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
110

labhatam. Brahma sidyam pawitram, sarwa


kriya gastanam, sarwa roga winasanam, sarwa
ala suda nityam. Guru dewa murti bhuwanam,
giri bhumi basundari, suda lingga rupam
dewam, purnadi mala salingyam. Moksanam
bharuna rupam, pasupati giri patyam, mreta
warsa namaskaram, suda wigna tri lokanam”.
Petanganan, meneng.
Itti Pamenpen mantra kaweruhakena riwusing
kauncar, manih waliken, penpen ring angga sarira,
lamakaniya lama mawisesa
“Ong Guru Wisesa Sang Hyang Aji Japa
Mantra, mulih sira ring gedong wesi, pomma,
pomma, pomma. Telas”.
V.4. Anugerah Dhang Hyang Dwijendra kepada
Pangeran Mas.
Ijin Madwijati:
Diperkenankan untuk madwijati, melantunkan semua
puja termasuk puja rahasia Sulambang Gni, Pasupati
Racana, juga Canting Mas dan Siwer Mas.
Tata Perabuan Ksatria Kediri
Pada saat perabuan berhak matri laksana, sebab
merupakan keturunan ksatria dari Kadiri dahulu,
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
111

berhak magunung pitu masancak taman, makapas


mawarna sanga, makarang liman, maboma mlar,
maulon Cintya Reka, lengkap semua upakara salu
dibya, makarang mapatrang, makemul, saat
kematiannya berhak mapring mabale silunglung,
mapanjang, 4, berhak mapatulangan semua jenis
binatang hutan, dengan ciri galar patulangan di teben
patut diikat dengan kawat mas, di madya diikat
dengan kawat slaka, di galar bagian kepala diikat
dengan kawat tembaga.
Anugerah Penebusan.
Demikian anugerah Sang Dwija kepada seluruh
keturunan Ki Pangeran Mas, berhak memakai
penebusan utama 8000, madyanya, 4000, nistanya,
2500.
Tata Cuntaka
Tata aturan Cuntaka, apabila meninggal baru lahir,
cuntaka selama 12 hari, apabila sudah menjadi wiku 3,
hari cuntakanya, apabila meninggal dalam keadaan
welaka 17 hari cuntakanya. Demikian anugerah Sang
Pandita kepada keturunan Pangeran Mas,
dilaksanakan sepanjang jaman dan sudah tersurat
dalam piagem dan prasasti.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


112

V.5. Anugerah Weda Sulabang Gni.


Panugrahan Dang Hyang Dwi Jendra, kepada
Pangeran Mas, menjelang madwijati, sarana kertas
dirajah. Untuk menjadi bijaksana sarana daun ilalang
3 lembar, ini pujanya:
“Om pranawa baskara dewam, surya stawa
trilokanam, puja stawa suda arcanam, rsi
salokyam ungkaram, praja stawa maha saktyam,
sawong gring pala wyaksaram, pranidyem praja
awukram, tri puja waksan patalam, ware drala
wyaksaranca, baskaro prasyengkaram, agnyo
jwala kerte pujam, dewam puraga sabwanam.
Ong tang wrak, uweh, mula jyot mas, tra
guminca wyom bya pyam, Ong, ting, wrungka
grigah griguh, eng, Ong”.
V.6. Anugerah Pasupati Racana
Sarana pripihan tembaga sebagai sarinya,
pengawaknya berpuja dengan menyunting bunga
pucuk bang, mantra:
“Ang Rang Grang wacana pakyam para dwe
sawaram, prayukti, raga sabwana basireganye
prajam, saktyam sarwa srada param, waki
baksa rogam, wigna samastu, sampurnam,
pasupatya sarwa racanam, sanggranam para
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
113

sakratam, wisamam parama siwam, sarwa ila


ilyangkaram sarwa weda parogam”
jangan disalah gunakan, sangat utama, boleh dipakai
sebagai penjaga pekarangan, menolak semua ilmu
hitam.
V.7. Anugerah Canting Mas
memakai sarana pripihan emas, anugerah Ida Bhatara
Sakti kepada Ki Pangeran Mas, apabila ingin
menaklukkan musuh, rendam di sibuh berisi toya
anyar, ktisang, sugyang, 7 kali, ini mantranya:
“Ah Ah Ah sumdang tanah langit, adewa
sanghara bumi bloh, wdi murrat kabeh, rep
waryang, sirep swaham”
Demikian semua anugerah Ida Dang Hyang Nirartha
kepada Ki Pangeran Mas dan Pasek, diperkenankan
untuk dilaksanakan dan diindahkan oleh seluruh
keturunan hingga akhir jaman
V.8. Kajang dan Uparengganya
Setiap kehidupan kelahiran hingga kematian masing-
masing manusia memiliki 2 hutang, hutan kepada
Kawitan yang membuat kita ada dan hutang kepada
Siwa atau Guru yang mengajari kita untuk bertahan
hidup. cara membayar hutan kepada Siwa atau Guru
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
114

dengan Kajang Siwa, sementara hutang kepada


kawitan dibayar dengan Kajang Kawitan, agar pada
saat pulang tidak menanggung hutang, sehingga tidak
mampu menembus alam sunia, ini adalah gambar-
gambar atau rajah yang berkaitan dengan kajang
Bandesa Manik Mas.
V.9. Pengangge Tiwa-tiwa.

Rajah Penekep Muka. Rajah Penekep Sarira.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


115

Kasa tatakan Biyu Kaikik.

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


116

Tatindih wastra Bali

Rajah Kereb Sari

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


117

Rajah Rurub Kajang

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


118

Kajang Bandesa Manik Mas

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


119

BAB VI
PENUTUP
Banyak hal yang sudah terjadi di Bali, ada masa
bersuka, ada pula masa bersedih, itu adalah samudra
sejarah. Ibaratkan aliran sungai yang panjang, pada
awalnya di hulu sungai jernih dan segar, tetapi setelah
memasuki pertengahan sungai akan tercampur dengan
beberapa jenis kotoran, membuat air menjadi sedikit
berwarna, tetapi aliran sungai tak mau berhenti, akan
terus mengalir, membawa air ke Loloan, perbatasan
antara sungai dan samudra, dimana suatu keadaan
akan membuat air menjadi tenang, mulai
mengendapkan segala kekotoran yang dibawanya,
sebelum kemudian memasuki gerbang samudra yang
luas. Air berubah menjadi asin.
Tetapi perlu kita ingat setelah air bersatu disamudra
aliran tidak berhenti, riak dan gelombang, pasang dan
surut menyertai perjalanan sang air. Suka tidak suka,
rela tidak rela kehidupan terus berjalan, demikianpun
air. Masa lalu amat penting, masa sekarang berarti,
masa depan bermakna. Semuanya berkaitan, terjalin
menjadi suatu jalinan yang tak terpisahkan.
Demikianlah sedikit cerita yang bisa kami sampaikan
dalam buku ini tentang perjalanan suci kehidupan
yang dilakukan oleh Para Petilik keturunan Bandesa
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
120

Manik Mas yang membangun kedatuan di Saibang


Srijati. Mungkin banyak yang berbeda dari temuan-
temuan lain. Tapi kami ingin mempersembahkan
sebuah alur perjalanan sesuai dengan data yang ada,
data yang bersumber dari beberapa babad tua,
bapancangah, sejarah, dan penelitian beberapa sarjana
asing.
Kami ingin buku kecil ini bukan menjadi perdebatan
mencari yang benar dan yang salah, kami ingin buku
kecil ini menjadi bagian kecil dari sejarah besar yang
sudah terjadi di Bali. Terutama tentang Perjalanan
para sentana Bandesa Manik Mas dimanapun berada.
Jangan dilihat hasil yang kami capai, tetapi perhatikan
niat kami tulus untuk membuka lembaran lama, yang
mungkin belum pernah terbuka, dengan tujuan agar
para sentana dimanapun berada mengetahui sedikit
perjalanan leluhur, sehingga mampu menjadikannya
tauladan dalam mengarungi samudera kehidupan pada
jaman yang penuh dengan tantangan.
.........oo0oo.......
Giriya Kawyasastra Besakih
25 Januari 2022

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


121

Daftar Pustaka
• Babad Dalem Koleksi: I Dewa Gde Puja. Jero
Kanginan, Sidemen, Karangasem.
• Babad Dalem editor Drs I Wayan warna Dkk,
tahun 1986. Lontar bertahun 1840, tulisan Ida
Bagus Nyoman, Giriya Pidada.
• Babad Dalem, Druwen Ida Cokorda Gede Agung,
Puri Kaleran Sukawati , tahun 1981.
• Babad Pasek, I Gusti Bagus Sugriwa tahun 1956.
• 3 cakep lontar tua milik sentana Mas yang tinggal
di Taman Kaja Ubud.
• Babad Brahmana Siwa, milik Penulis
• Babad Mengwi Nomor/ kode : Va. 1340/12,
Gedong Kirtya Singaraja.
• Babad Mengwi Buleleng Nomor/ kode :
Va.1135/10, Gedong Kirtya Singaraja.
• The Spell Of Power oleh Henk Sculte Nordholt
tahun 2006. Diterjemahkan oleh Ida Bagus Putra
Yadnya
• Het voorspel der vestiging van de Nederlandsche
macht op Bali en Lombok Cornelis Lekkerkerker -
tahun 1923
• Hindoe-recht in Indonesie Teunis Cornelis
Lekkerkerker, Amsterdam: J . H Bussy, tahun
1918. Milik Perpustakaan Universitas Gajah mada.
• Monografi pulau Bali I Gusti Gde Raka, Bagian
Publikasi , Pusat Djawatan Pertanian Rakjat , 1955
• P . V . van Stein Callenfels
BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021
122

• De Stamboom van Erlangga”, J . L . Moens.


• Goris, 1965 : 23 ; cf . Poerbatjaraka , 1926
• Bapancangah Sri Aji Dalem Kuramas, milik
Penulis
• Babad Brahmana Mas, milik Penulis
• Babad Blahbatuh, milik Penulis
• Babad Sang Brahmana milik Penulis
• Babad Dhang Hyang Nirartha milik Penulis
• Babad Tabanan, milik Penulis
• Situs, Candi, Arca, milik Penulis
• Custodians Of The Sacred Mountains: Thomas A
Reuter.
• Sejarah Bali dari Prasejarah hingga Modern: I
Wayan Ardika, I Gde Parimarta dan A A Bagus
Wirawan.
• Pura Besakih, pura agama dan masyarakat Bali :
David J Stuart- Fox.
• Salinan Lontar Kukus Harum
• dll

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


123

DOKUMENTASI FOTO

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


124

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


125

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021


126

BANDESA MANIK MAS TRAH KETAPANG DI BR TELABAH SUKAWATI GIANYAR I B BAJRA.11.2021

Anda mungkin juga menyukai